Anda di halaman 1dari 4

MUHAMMAD ABDUL MANNAN

Muhammad Abdul Mannan adalah seorang yang berkebangsaan Bangladesh dan lahir pada tahun 1938.
Dari pernikahannya dengan seorang ahli ilmu politik bernama Nargis, Muhammad Abdul Mannan
memiliki dua orang anak bernama Reshmi dan Ghalib. Perjalanan hidupnya didedikasikan dalam dunia
pendidikan dan ekonomi Islam.

Ketertarikannya dalam bidang ekonomi mengantarkannya menyelesaikan studi ilmu ekonomi di


Universitas Rajshahi pada tahun 1960 dan melanjutkan studi master dan doktoral pada Michigan
University dengan konsentrasi pada ilmu ekonomi. Muhammad Abdul Mannan bergabung dengan
Islamic Development Bank dan menjadi peneliti senior dalam bidang ekonomi Islam.

Pemikiran Muhammad Abdul Mannan ada di salah satu karyanya yang sangat popular yaitu The Making
of Islamic Economic Society and The Frontier Islamic Economics. Ia kembali menulis karya yang lebih
fokus pada ekonomi Islam yang berjudul Islamic Economic Theory and Practices. Pemikiran Muhammad
Abdul Mannan dapat ditelusuri dari buku ini yang dia yakini bahwa konsep ekonomi Islam sejatinya
sudah hadir melalui pemahaman ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw..

Muhammad Abdul Mannan menyandarkan pemikirannya pada prinsip-prinsip dasar Islam yaitu Alquran,
sunah, ijmak dan/atau qiyas, dan sumber hukum lain. Tidak hanya itu, konsep pemikirannya juga
berbasis pada konsep persaudaraan.

Pemikiran Ekonomi Muhammad Abdul Mannan

Pemikiran ekonomi Islam menurut Muhammad Abdul Mannan diturunkan dari sumber hukum Islam
yang kemudian di atas prinsip-prinsip dasar ini dibangun langkah-langkah operasional. Rumusan
langkah-langkah tersebut sangat berkontribusi di dalam penerapan ekonomi Islam karena sifatnya yang
konkret sehingga memungkinkan pengembangan pemikiran ekonomi Islam sebagai respons atas
perubahan-perubahan yang dialami masyarakat. Mannan menyatakan bahwa terdapat tujuh langkah
operasional yaitu:

1. Menentukan basic economic functions yang secara umum ada dalam semua sistem tanpa
memperhatikan ideologi yang digunakan, seperti fungsi konsumsi, produksi, dan distribusi.

2. Menetapkan beberapa prinsip dasar yang mengatur basic economic functions yang berdasarkan pada
Syarī’at dan tanpa batas waktu, misalnya sikap moderat dalam berkonsumsi.

3. Mengidentifikasi metode operasional berupa penyusunan konsep atau formulasi karena pada tahap
ini pengembangan teori dan disiplin ekonomi Islam mulai dibangun. Pada tahap ini mulai
mendeskripsikan tentang apa, fungsi, perilaku, variabel dan sebagainya.

4. Menentukan jumlah yang pasti akan kebutuhan barang dan jasa untuk mencapai tujuan (yaitu:
moderasi) pada tingkat individu atau agregat.
5. Mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan pada langkah keempat. Langkah ini dilakukan
baik dengan pertukaran melalui mekanisme harga atau transfer payments.

6. Melakukan evaluasi atas tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya atau atas target bagaimana
memaksimalkan kesejahteraan dalam seluruh kerangka yang ditetapkan pada langkah kedua maupun
dalam dua pengertian pengembalian, yaitu pengembalian ekonomi dan non-ekonomi, membuat
pertimbangan-pertimbangan positif dan normatif menjadi relatif tidak berbeda atau tidak penting.

7. Membandingkan implementasi kebijakan yang telah ditetapkan pada langkah dengan pencapaian
yang diperoleh. Pada tahap ini perlu melakukan review atas prinsip yang ditetapkan pada langkah kedua
dan merekonstruksi konsep-konsep yang dilakukan pada tahap ketiga, keempat dan kelima.

Contoh Kasus:
Keberhasilan pengelolaan keuangan sosial Islam (zakat, sedekah, wakaf) sangat tergantung dengan
ekosistem yang terbentuk. Pengelolaan secara lembaga memiliki keuntungan untuk memastikan
penghimpunan dan pendistribusian dapat berlangsung dengan optimal.
Salah satu usaha Pemerintah Aceh adalah membangun institusi Baitul Mal Aceh melalui Qanun No 10
Tahun 2018. Qanun ini mengatur struktur institusi baitulmal dari provinsi hingga ke desa. Ditunjang
dengan manajemen modern dan penataan data yang terpusat menjadikan baitulmal ini terus tumbuh
dalam mengelola dana umat. Meskipun demikian, juga terdapat tantangan di mana masih ada
masyarakat yang memilih untuk menyalurkan sendiri.
Keberhasilan terjadi bila setiap aspek dilakukan dengan penuh perencanaan sehingga tantangan di
lapangan dapat dihadapi dan dicari solusinya. Pemikiran segar dari Mannan melalui langkah-langkah
operasional di atas mereduksi sekat antara aspek normatif dan aspek positif. Pemikir yang
menitikberatkan pada aspek normatif semata, fokus pada kajian-kajian historis cenderung tidak
memberi solusi atas permasalahan kontemporer. Demikian juga bagi pemikir yang hanya berorientasi
pada aspek positif semata, mereka dalam proses menemukan solusi cenderung bertindak terlalu jauh
sehingga interpretasi teks sumber hukum terlalu longgar dan dianggap memaksakan dalil. Akibatnya,
timbul berbagai transaksi yang bermasalah dan bertentangan dengan Syarī’at. Selain itu, Mannan juga
memberi perhatian khusus konsep “persaudaraan”. Konsep ini dimaknai bahwa kegiatan ekonomi tidak
boleh bersifat antisosial. Kesejahteraan bersama harus dikedepankan sehingga segala praktik yang
merusak tatanan dan merugikan orang lain harus ditiadakan. Praktik monopoli yang menimbulkan
kerugian (penderitaan) bagi orang lain sangat dimusuhi dalam Islam; Transaksi ribawi, yang tidak hanya
menarik keuntungan secara tidak halal juga berpotensi mengikis sifat persaudaraan dan jelas telah
dinyatakan dalam Alquran sebagai bentuk ajakan berperang melawan Sang Pencipta; Praktik
penimbunan barang yang membuat kekosongan dalam pasar adalah tindakan yang dilarang karena
membawa kerugian bagi orang banyak dan hanya menguntung segelintir pelaku pasar. Kelembagaan
Dalam mengembangkan konsep ekonomi Islam, Mannan membuat beberapa asumsi dasar yang atas
asumsi ini ditawarkan kerangka institusional ekonomi Islam.

Adapun kerangka institusional yang dibangun adalah:

1. Hubungan yang kuat antara individu, masyarakat, dan negara.


Individu adalah elemen yang sangat berpengaruh dalam perubahan masyarakat dan negara. Oleh karena
peran individu ini sangat penting, individu perlu memiliki bimbingan yang dapat menuntunnya kepada
kebenaran. Pedoman ini juga berperan sebagai kontrol sosial atas perilaku individu. Ketakwaan adalah
tolak ukur atas kebaikan seorang individu dan mengingat peran masyarakat dan negara memiliki
fungsinya masing-masing yang saling mengimbangi, maka tidak ada konflik antara individu, masyarakat,
dan negara.

2. Kepemilikan swasta yang relatif dan kondisional.

Mannan berpandangan bahwa seluruh kepemilikan adalah mutlak milik Allah Swt. Harta hanya berupa
titipan yang digunakan oleh manusia selaku khalifah yang tugasnya telah dijabarkan oleh Rasulullah Saw.
Kepemilikan resmi bagi swasta diakui dalam Islam, tetapi legitimasi kepemilikan tidak mutlak sebab di
dalam harta tersebut masih mengandung kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan seperti zakat.
Selain itu, kepemilikan swasta juga perlu diatur sedemikian rupa di antaranya dalam hal: Tidak boleh ada
aset yang ditelantarkan, penggunaan yang tidak berbahaya, tidak boleh terpusat kekayaan pada
segelintir orang semata. Negara diperkenankan mengambil tindakan bila mana terdapat
penyelewengan-penyelewengan dari kondisi di atas.

3. Pengawasan negara atas mekanisme pasar.

Mekanisme pasar menentukan harga di mana terdapat keseimbangan permintaan dan suplai. Adapun
mengenai peran negara, Mannan melihat bahwa negara mesti hadir untuk memastikan keadilan dan
mekanisme pasar yang sehat guna terpenuhi barang-barang kebutuhan pokok.

4. Penerapan Zakat.

Zakat yang merupakan kewajiban setiap muslim berfungsi sebagai sumber pemasukan negara. Zakat
memiliki pengaruh besar dalam membawa perubahan sosial menuju kemakmuran. Dengan berputarnya
uang dari orang-orang kaya kepada orang miskin maka zakat memiliki fungsi distributif.

5. Pelarangan riba.

Riba yang dipraktikkan pada bank-bank konvensional ditolak oleh Mannan, dan sebagai gantinya
Mannan mengusulkan transaksi berdasarkan akad yang diperbolehkan (halal) yaitu murabaha,
mudharabhah, ijarah, musyarakah, kafalah, wakalah, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, mudharabah
(penyertaan modal) di mana para pihak memiliki risiko atas pengelolaan keuangan. Ide ini juga
mendorong terbentuknya bank-bank Islam yang menggunakan akad yang sesuai dengan aturan Syarī’at.

Sektor Keuangan Sosial Islam

Wakaf sebagai salah satu instrumen keuangan sosial Islam (Islamic social finance) dapat menjadi sumber
dana bagi biaya penyelenggaraan negara. Tidak hanya membantu dalam mengentaskan kemiskinan,
dana wakaf dapat juga mengejar ketertinggalan pembangunan ekonomi dengan memanfaatkannya
dalam usaha produktif. Wakaf tunai bersifat fleksibel yang dalam penghimpunannya setiap wakif dapat
berkontribusi walau dalam jumlah kecil. Mannan berpendapat bahwa wakaf tunai ini sangat baik bila
melibatkan bank Syarī’at sebagai penyelenggaranya karena dapat dikelola dengan transparan dan
akuntabel. Tidak hanya membahas bagaimana mewujudkan sertifikat wakaf tunainya, Mannan juga
memiliki gagasan segar mengenai pembentukan World Social Bank melalui mobilisasi dana wakaf tunai.

Anda mungkin juga menyukai