Anda di halaman 1dari 15

PANDANGAN EKONOM

MUSLIM MODERN TERHADAP


EKONOMI PEMBANGUNAN
ISLAM

- Kelompok 3 -
Anggota Kelompok
Naila Rizqi Nur Fadlyla (2205026049)
Arga Satya Pratama (2205026052)
Novi Safitri Amalia (2205026067)
Anugallakata Nea S.K. (2205026074)
Monzer Kahf
Monzer Kahf berpendapat bahwa ekonomi Islam lebih luas dari fiqh muamalah. Ekonomi Islam tidak
hanya membahas halal dan haram dalam transaksi ekonomi, tetapi juga kerangka untuk mempelajari
perilaku pembelian konsumen dan lain-lain. Kahf percaya bahwa ekonomi Islam tidak didasarkan pada
gagasan "ekonom rasional" yang bertentangan dengan konsep ekonomi tradisional. Ekonomi Islam
adalah sistem ekonomi yang berlandaskan pada ajaran Islam. Ciri-ciri utama ekonomi Islam adalah
sebagai berikut:

Kepemilikan Mutlak Milik Allah


Segala sesuatu di alam semesta ini, termasuk kekayaan dan sumber daya alam, adalah milik Allah SWT.
Manusia hanyalah pengelola (khalifah) yang diamanahkan untuk memakmurkan bumi dan
menggunakannya dengan bijak.
Ketaatan kepada Allah SWT
Sebagai pengelola, manusia wajib mematuhi segala hukum dan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT. Hal ini termasuk dalam menjalankan aktivitas ekonomi, seperti perdagangan, investasi, dan
keuangan.
Menjunjung Tinggi Kebajikan
Setiap kegiatan ekonomi dalam ekonomi Islam haruslah bermanfaat dan mengarahkan manusia kepada
kebaikan. Tujuannya adalah untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.
Abdul Mannan
Konsep ekonomi Islam yang dikemukakan oleh Muhammad Abdul Mannan berasal dari fondasi hukum Islam, yang
kemudian dikembangkan menjadi langkah-langkah aplikatif yang sesuai dengan prinsip-prinsip intinya. Proses
formalisasi ini memiliki dampak yang nyata dan berarti dalam implementasi ekonomi Islam, serta mendukung evolusi
pemikiran ekonomi Islam agar dapat menyesuaikan diri dengan dinamika perubahan sosial masyarakat. Abdul
Mannan menguraikan tujuh tahapan operasional dalam ekonomi Islam sebagai berikut:
Mengidentifikasi fungsi-fungsi ekonomi inti yang umum di semua sistem ekonomi, seperti konsumsi, produksi, dan
distribusi, yang tidak terikat oleh ideologi tertentu.
Menetapkan prinsip-prinsip dasar yang mengarahkan fungsi-fungsi ekonomi tersebut sesuai dengan syariat Islam,
termasuk nilai kekal dari moderasi dalam konsumsi.
Memulai pengembangan teori dan bidang ilmu ekonomi Islam, yang mencakup definisi operasional melalui
pengembangan konsep dan formula.
Menetapkan jumlah barang dan jasa yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan, baik
pada tingkat individu maupun kolektif.
Melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dilakukan melalui proses pertukaran atau
transfer pembayaran dengan menggunakan mekanisme harga.
Menilai manfaat ekonomi dan non-ekonomi untuk memaksimalkan kesejahteraan sesuai dengan tujuan dan
kerangka kerja yang telah ditetapkan pada tahap kedua, dengan mempertimbangkan aspek positif dan normatif.
Melakukan perbandingan antara hasil implementasi kebijakan dengan hasil yang diharapkan, yang melibatkan
penilaian ulang terhadap prinsip-prinsip yang ditetapkan pada tahap kedua dan penyesuaian konsep yang
diterapkan pada tahap ketiga, keempat, dan kelima.
Dalam mengembangkan teori ekonomi Islam, Abdul Mannan menetapkan
beberapa premis dasar yang menjadi fondasi bagi sistem ekonomi Islam
institusional. Premis-premis tersebut meliputi:
Penolakan terhadap gagasan bahwa kepentingan pasar dapat menciptakan
harmoni secara otomatis.
Kritik terhadap ideologi Marxis, dengan alasan bahwa ideologi tersebut tidak
menghasilkan kemajuan sosial yang diinginkan.
Penekanan pada pentingnya memperhatikan data historis dan wahyu dalam
pengamatan ekonomi.
Penolakan terhadap konsep yang memberikan kekuasaan mutlak kepada
produsen atau konsumen.
Pemberian hak kepemilikan pribadi yang diizinkan, dengan syarat adanya
tanggung jawab moral dan etis.
Pengakuan terhadap fungsi-fungsi ekonomi yang esensial, seperti produksi,
distribusi, dan konsumsi.
Nejatullah Shidiqi
M. Nejatullah Siddiqi mengemukakan bahwa ekonomi Islam harus memperhatikan kebutuhan
individu dan kondisi sosial masyarakat. Ia menyarankan struktur institusional sebagai berikut:
Allah adalah pemilik sejati segala harta, tetapi manusia diperbolehkan memiliki properti pribadi
dalam batasan hukum syariah dan dengan memenuhi kewajiban moral terhadap sesama.
Manusia diizinkan untuk berkreasi dengan batasan yang tidak merugikan orang lain, dan persaingan
harus dilakukan dalam lingkungan yang adil dan sehat.
Kerjasama dalam bisnis harus didasarkan pada sistem bagi hasil yang adil.
Proses pengambilan keputusan harus didasarkan pada konsultasi dan diskusi yang konstruktif.
Negara bertanggung jawab untuk mengatur masyarakat agar dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai
Islam untuk mencapai tujuan-tujuan agama.

Siddiqi meyakini bahwa konsep zakat merupakan konsep unik yang ada dalam Islam dan memiliki
mekanisme untuk mendistribusikan kekayaan. Dalam setiap perolehan kekayaan, selalu ada kelompok
lemah yang membantu seseorang untuk mengumpulkan kekayaan. Dengan demikian, pendistribusian
harta melalui mekanisme zakat merupakan bentuk rasa syukur kepada orang yang kurang mampu.
Sebagai konsekuensi logis dari transisi zakat, kesenjangan antara si kaya dan si miskin tidak terlalu
besar. Yang merugikan masyarakat adalah fenomena di mana sendi-sendi kehidupan terpecah karena
siklus kekayaan, dan kemiskinan serta kejahatan merajalela karena terbatas pada kelas-kelas tertentu.
Fazlur Rahman Faridi
F.R. Faridi menekankan pentingnya peran pemerintah dalam perekonomian Islam.
Pemerintah harus:
1. Menetapkan tujuan untuk faktor-faktor ekonomi seperti tabungan agregat dan tingkat
lapangan kerja.
2. Mencapai tujuan tersebut dengan menetapkan tarif pajak yang sesuai.
3. Mengintegrasikan zakat dengan sistem perpajakan Islam sebagai alat kebijakan fiskal.
4. Mengatasi ketidakseimbangan distribusi SDM dengan sistem perpajakan.
5. Melarang riba dengan membatasi pergerakan modal antara sektor bebas bunga dan sektor
berbasis bunga.
Tujuannya adalah untuk mencapai:
Ekonomi yang adil dan seimbang
Distribusi SDM yang merata
Menghilangkan riba
M. Umer Chapra
M. Umer Chapra berpendapat bahwa sistem sekuler didasarkan pada Positivisme, Hukum
Pasar Say, serta Prinsip Manusia Ekonomi Rasional. Sebaliknya, ekonomi Islam menekankan pada
integrasi komponen kehidupan material dan spiritual, serta upaya mencapai kesejahteraan baik
di kehidupan ini maupun di akhirat. Beliau menggambarkan ekonomi Islam sebagai bidang ilmu
yang mencoba meningkatkan kebahagiaan manusia dengan mengalokasikan dan
mendistribusikan sumber daya yang langka sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Beliau juga menekankan bahwa pendekatan ini tidak membatasi kebebasan individu atau
menciptakan Keseimbangan makroekonomi dan ekologi yang tidak berkelanjutan. Berdasarkan
definisi diatas, M. Umer Chapra memberikan kebebasan dalam metodologi sejauh dalam upaya
untuk menyejahterakan manusia dan karenanya, ekonomi Islam bertopang pada ijtihad dan
magashid asy-syariah.
Abdul Hamid el-Ghazali
Ekonomi politik Islam berlandaskan pada prinsip-prinsip
Islam.
Keinginan individu haruslah selaras dengan cita-cita etis
Islam.
Tujuan produksi dan alokasi sumber daya adalah untuk
pertumbuhan manusia.
Zakat digunakan untuk meningkatkan keterlibatan dalam
produksi dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan
pribadi.
Pembangunan harus diprioritaskan untuk memenuhi
kebutuhan mendasar manusia, bukan hanya fokus pada
pertumbuhan ekonomi semata.
M. Fahim Khan
Pandangan Fahim Khan tentang strategi pembangunan ekonomi Islami :
Pertumbuhan kewirausahaan di dalam perekonomian
Fahim Khan menyimpulkan bahwa dalam kerangka kelembagaan dan kerangka etis ekonomi
Islam, yang lebih ditawarkan adalah wirausaha, dari pada sewa tenaga kerja berupah tetap.
Sistem inimenciptakan penawaran sekaligus permintaan wirausahawan dalamekonomi.
Semakin banyakwirausaha ditawarkan, semakin banyak upayaberbagi risiko produktifdan
semakin banyakpula terjadinya percepatan pertumbuhan ekonomi.
Akumulasi modal
Fahim Khan membantah adanya anggapan bahwa akumulasi modal dalam ekonomi
Islamlebih lambat dibandingkan dalamekonomi berbasis bunga.Ia bahkan
mengemukakan beberapaalasan untuk meyakinkanbahwa akumulasi modalakan lebih tinggi
dalam ekonomi Islam.
Perbandingan dengan sistem berbasis bunga
Karena dasar-dasar pembangunan dalam ekonom IIslam dilaksanakan melalui peyemarakan
aktivitas wirausaha, maka pasokan modal untuk para wirausahawan prospektif berbasis bagi
hasil/rugi merupakan bagian dari proses dalam mekanisme untuk menghasilkan para
wirausahawan dalam perekonomian. Sedangkan dalam ekonomi berbasis bunga, proses
pembangunan pada dasarnya dilakukan melalui akumulasi modal. Namunakumulasi modal
initidak dirancang untukmenghasilkan lebih banyak wirausahawan. Merekayang sudah
memiliki modal diasumsikan lebih mampu dalam akumulasi modal. Ada mekanisme yang
terbangun dalam sistem yang dapat menjamin pembangkitan akumulasi modal dalam sistem
ekonomi berbasis bunga.
Pelajaran bagi strategi pembangunan
Fahim Khan menegaskan strategi pembangunan ekonomi dalam perspektif Islam yang
menekankan lebih pentingnya pengaturan institusional untuk secara langsung melibatkan orang
dalam kegiatan kewirausahaan mereka sendiri dari pada strategi memanjakan kapitalis untuk
menciptakan kesempatan kerja dengan upah pasti di pasar kerja.
Afzalur Rahma
Afzalur Rahman adalah pengarang sebuah trilogi sistem ekonomi
Islam berjudul Economic Doctrines of Islam. Afzalur-Rahman berpendapat
bahwa penghasilan yang diperoleh tanpa risiko yaitu tidak adil.

Afzalur-Rahman berpendapat mengenai zakat dan distribusi kekayaan


dalam masalah zakat yaitu tujuan memperoleh kenikmatan dari Allah
dengan jalan mendorong individu untuk menggunakan modal mereka
sebaik mungkin untuk berproduksi sehingga mendapatkan lebih banyak
kekayaan dan karenanya lebih banyak lagi zakat. Walau begitu, nisab
maupun sumber zakat tidak boleh berubah, walaupun ia sendiri
menyadari kalau di masa Umar ada inovasi zakat berupa sumber zakat
baru berupa kuda dan didasarkan alasan kalau di masa Nabi tidak banyak
kuda.
Mengenai distribusi suatu cara di mana kekayaan disalurkan ke beberapa
faktor produksi yang memberikan kontribusi kepada individu, masyarakat, dan
negara. Lebih lanjut, Zarqa (1986) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor
yang menjadi dasar distribusi, yaitu tukar-menukar (exchange), kebutuhan (need),
kekuasaan (power), sistem sosial dan nilai etika (social system and ethical values).
Sejalan dengan prinsip pertukaran (exchange), antara lain seseorang memperoleh
pendapatan yang wajar dan adil sesuai dengan kinerja dan kontribusi yang
diberikan. Distribusi yang didasarkan atas kebutuhan (need), seseorang
memperoleh upah karena pekerjaannya dibutuhkan oleh pihak lain.

Pemerataan distribusi merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan


keadilan, di mana Islam menghendaki kesamaan pada manusia dalam
memperold geluang untuk mendapatkan harta kekayaan tanpa memandang
status
Daftar Pustaka
Al Arif, N. R. (2020). Ekonomi Pembangunan Islam (1st ed.). Universitas Terbuka.
Apriyanto, Naerul Edwin Kiky. (2016). Kebijakan Distribusi Dalam Pembangunan Ekonomi Islam. Jurnal
Hukum Islam, Vol. 14 No. 2.
Ardi, A., R., S., dkk. (2022). Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Era Modern. Jurnal Ekonomi Syariah.
Malang: Vol. 4 No. 1.
Darwin Rizal, Zulaeha. (2022). Pendekatan Pemikiran Ekonomi Islam Muhammad Nejatullah Siddiqi.
Gorontalo: Volume 18 No 1.
Fitriyah, W. (2019). Pembangunan Ekonomi Islamimenurut Fahim Khan Dan Umer Chapra: Sebuah Kajian
Komparatif. Jurnal Ekonomi Syariah, 4, 77–89.
Nurul Huda. (2015). Ekonomi Pembangunan Islam (1st ed.). Prenandamedia Group.
Syamsuri. (2018). Ekonomi Pembangunan Islam (A. Mujahidin (ed.); 1st ed.). Ponorogo: UNIDA Gontor
Press
Tim Penulis. (2021). Ekonomi Pembangunan Islam (M. Irf`an, A. Sakti, S. E. Hidayat, & S. Nurzaman (eds.);
1st ed.).
Ubaidillah, A. (2023). Ekonomi Pembangunan Islam Untuk Indonesia Emas (H. Aini, Subhan, K. Ulum, A.
Rijal, & M. A. W. Buana (eds.); 1st ed.). Lamongan: Nawa Litera Publishing
Ubaidillah, Ahmad. (2018). Metodologi Ilmu Ekonomi Islam Monzer Kahf. Jurnal Ekonomi
- Terima Kasih -

Anda mungkin juga menyukai