Anda di halaman 1dari 6

PEMAHAMAN PERSPEKTIF SOSIAL DAN ETIS

EKONOMI SYARIAH

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. Akhmad Akbar Apriansyah (2210602001)

2. Dihnar (2210602033)

3. Yulanda Tri Rezeki (2230602248)

DOSEN PENGAMPU : MUTMAINAH JUNIAWATI,M.E

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG 2023
LATAR BELAKANG

Kegagalan yang paling terasa dari modernisasi yang merupakan akibat langsung dari era globalisasi
adalah dalam bidang ekonomi. Kapitalisme modern yang walaupun akhirnya mampu membuktikan
kelebihannya dari sosialisme, kenyataannya justru melahirkan berbagai persoalan, terutama bagi
negara-negara Dunia Ketiga (termasuk negara-negara Muslim) yang cenderung menjadi objek
daripada menjadi subjek kapitalisme. Dikaitkan dengan kegagalan kapitalisme Barat di negara-negara
muslim tersebut, kesadaran bahwa akar kapitalisme bukanlah dari Islam kemudian membangkitkan
keinginan sejarah memperlihatkan bahwa pemikiran ekonomi, telah pula dilakukan oleh para ulama
Islam, bahkan jauh sebelum Adam Smith menulis buku monumentalnya The Wealth of Nations.

Di samping itu, Iklim perdagangan yang akrab dengan munculnya Islam, telah menempatkan
beberapa tokoh dalam sejarah sebagai pedagang yang berhasil. Keberhasilan tersebut ditunjang oleh
kemampuan skill maupun akumulasi modal yang dikembangkan. Dalam pengertiannya yang sangat
umum, maka bisa dikatakan bahwa dunia kapitalis sudah begitu akrab dengan ajaran Islam maupun
para tokohnya. Kondisi tersebut mendapatkan legitimasi Dengan banyaknya ayat bisnis yang benar
dan praktik bisnis yang salah bahkan menyangkut hal-hal yang sangat kecil, pada dasarnya kedudukan
bisnis dan perdagangan dalam Islam sangat penting.

Prinsip-prinsip dasar dalam perdagangan tersebut dijadikan referensi utama dalam pembahasan-
pembahasan kegiatan ekonomi lainnya dalam Islam sebagai mana pada mekanisme kontrak dan
perjanjian baru yang berkaitan dengan negara non-muslim yang tunduk pada hukum perjanjian barat.

Pada dasarnya etika (nilai-nilai dasar) dalam bisnis berfungsi untuk menolong pebisnis (dalam hal ini
pedagang) untuk memecahkan problem-problem (moral) dalam praktik bisnis mereka. Oleh karena itu,
dalam rangka mengembangkan sistem ekonomi Islam khususnya dalam upaya revitalisasi perdagangan
Islam sebagai jawaban bagi kegagalan sistem ekonomi baik kapitalisme maupun sosialisme, menggali
nilai-nilai dasar Islam tentang aturan perdagangan (bisnis) dari Sunnah, merupakan suatu hal yang
harus dilakukan.

Salah satu keunikan ajaran Islam adalah mengajarkan para penganutnya untuk melakukan praktik
ekonomi berdasarkan norma-norma dan etika Islam.Bahkan diakui oleh para ekonom muslim maupun
non-muslim, dalam Islam diajarkan nilai-nilai dasar ekonomi yang bersumber kepada ajaran tauhid.
Sudah menjadi kodrat manusia untuk diciptakan sebagai makhluk bergelut di bidang ekonomi, baik
secara personal maupun kolektif, dalam memenuhi kebutuhan hidup, yang pada satu sisi tidak terbatas
dan pada sisi lain dihadapkan pada sumber-sumber terbatas.

Sebagai bagian integral aktifitas manusia, kegiatan ekonomi tak dapat dielakkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan dalam rangka menjalankan tanggung jawab manusia sebagai pihak yang
berpartisipasi aktif dalam peningkatan taraf hidup manusia secara individu, kolektif atau universal.
Keterlibatan manusia dalam aktifitas bisnis tidak semata karena faktor pemenuhan kebutuhan fisik,
tapi pembinaan komunikasi positif, prilaku saling menguntungkan, realisasi keadilan, dan prilaku tidak
saling merugikan merupakan sebagian dari sekian banyak faktor krusial bagi terciptanya tatanan
kehidupan manusia.

Betapapun peredaran perekonomian lancar dengan laju ekonomi tinggi dan tingkat inflasi rendah,
namun jika tidak diimbangi dengan nilai-nilai luhur itu, maka pada titik tertentu akan tercipta kondisi
yang membawa malapetaka baik langsung atau jangka panjang. Karena itu, Islam menekankan agar
1
aktifitas bisnis manusia dimaksudkan tidak semata-mata sebagai alat pemuas keinginan (al-syahwat),
tetapi lebih pada upaya pencarian kehidupan berkeseimbangan dunia-akhirat disertai prilaku positif
bukan destruktif.

Sementara itu pada sisi yang lain perkembangan dunia bisnis dan ekonomi telah berjalan cepat dalam
dunianya sendiri, yang seringkali berjauhan dengan nilai-nilai moralitas dan agama. Sehingga dalam
pelaksanaannya dipenuhi oleh praktik- praktik mal-bisnis. Oleh karena itu diperlukan adanya etika
dalam berbisnis. Yang dimaksud praktik mal-bisnis dalam pengertian ini adalah mencakup semua
perbuatan bisnis yang tidak baik, jelek, membawa akibat kerugian, maupun melanggar hukum. Padahal
nilai, telah memberikan nilai-nilai prinsipil untuk mengenali perilaku-perilaku yang bertentangan
dengan nilai-nilai khususnya dalam bidang bisnis.

Pada mulanya etika bisnis muncul ketika kegiatan bisnis tidak luput dari sorotan etika. Menipu dalam
bisnis, mengurangi timbangan atau takaran, merupakan contohcontoh konkrit adanya hubungan antara
etika dan bisnis. Dari fenomena-fenomena itulah etika bisnis mendapat perhatian yang intensif hingga
menjadi bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.

Menurut sementara pihak, problem etika bisnis terletak pada kesangsian apakah moralitas
mempunyai tempat dalam kegiatan bisnis.Bagi kalangan ini bisnis adalah kegiatan manusia yang
bertujuan mencari laba semata-mata. Bisnis telah ada dalam sistem dan struktur dunianya yang baku
untuk mencari pemenuhan hidup. Sementara, etika merupakan disiplin ilmu yang berisi patokan-
patokan mengenai apa-apa yang benar atau salah, yang baik atau buruk, sehingga dianggap tidak
seiring dengan sistem dan struktur bisnis. Kesangsian-kesangsian inilah yang melahirkan mitos bisnis
amoral.

2
TEORI

teori etika yaitu teori perintah Tuhan, yang mana dalam ekonomi Islam, etika berfungsi sebagai
titik pandang untuk mengarahkan dan menuntun operasionalisasi sistem ekonomi. Dengan demikian
etika ekonomi Islam merupakan suatu usaha penyelidiki atau pengkajian secara sistematis tentang
perilaku, tindakan dan sikap apa yang dianggap benar atau baik dari syariat Islam dalam hal
ekonomi, sesuai tuntunan baik Al-Qur’an maupun Hadist.

Sistem ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktik (penerapan ilmu
ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun
pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisir faktor produksi, distribusi dan pemanfaatan
barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan/perundang-undangan Islam (sunnatullah).
Kegiatan ekonomi menurut Islam bukanlah kegiatan ekonomi yang dikendalikan oleh hasrat
manusia saja, tetapi juga dituntun oleh pedoman-pedoman dasar syariah.

Konteks terpenting bagi pelaku ekonomi untuk berprilaku etis karena kesuksesan tertinggi yang
akan diperoleh seorang muslim adalah falah. Falah akan didapat apabil setiap muslim
mengintegrasikan etika Islam dengan setiap perilaku ekonominya. Sebagai contoh dalam hal
konsumsi, agar kita jangan mengkonsumsi berlebihan yang tujuannya untuk diri sendiri serta tidak
mengkonsumsi harta dengan tujuan untuk perbuatan buruk. Karena hakikatnya adalah bahwa harta
yang kita miliki sebagiannya adalah milik orang lain, seperti halnya dalam Firman Allah Surat Al-
Isra’ :26 yang artinya:

“ dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanaan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”

Pengungkapan perilaku dan konsep produksi dalam al-Qur’an menyangkut relevansi dengan hidup
manusia, alam semesta, mahluk yang lain secara luas termasuk konsumsi, distribusi, sistem
keuangan, dan lain-lain. Semua konsep dan perilaku ini membentuk kerangka teori

Kerangka teoritis ini di sistematisir menjadi prinsip, postulat, dan asumsi yang akan diinvestigasi
kebenaran ilmiahnya. Misalnya dalam konsep riba yang disebutkan al-Qur’an dalam empat konteks.

1) menolak anggapan bahwa pinjaman riba seolah-olah perbuatan yang mendekatkan diri pada
Allah SWT (Ar-Ruum: 39),

2) Riba merupakan suatu yang buruk dan Allah mengancam keras orang Yahudi yang makan riba
(An-Nisaa: 160-161),

3) Riba diharamkan karena keterkaitannya dengan pelipatgandaan keuntungan (Ali Imran: 130), dan

4) Allah menegaskan larangan (mengharamkan) setiap jenis tambahan yang diambil dari pinjaman
(al-Baqarah: 278-279)

3
METODOLOGI PENELITIAN

Menurut Hassan (1998) ada dua pendekatan metodologi yang digunakan dalam membangun
ilmu ekonomi. Pertama, all-or-nothing approach yaitu pendekatan yang berpegang pada prinsip
“syariah total atau tidak syariah sama sekali” maksudnya adalah seluruh teori dan konsep
ekonomi konvensional dinegasikan dan diruntuhkan, kemudian dibangunlah ilmu ekonomi
Islam dengan definisi dan konseptualisasinya sendiri. Akan tetapi, kelemahan pendekatan ini
seringkali tidak aplikatif dan sulit di realisasikan.

Kedua, step by step approach yaitu pendekatan gradual maksudnya pendekatan ini terjadi
proses filterisasi ilmu ekonomi konvensional dengan mengeliminasi komponen-komponen yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Namun kelemahan pendekatan ini adalah munculnya kritik
bahwa ekonomi Islam hanya “mengekor” ekonomi konvensional semata, sehingga original
keilmuannya sering dipertanyakan.

Metodologi ekonomi Islam akan menjelaskan kriteria ilmiah untuk melahirkan teori ekonomi
Islam yang sesuai dengan sumber pengetahuan yang diakui dalam epistemologi Islam. Dalam
hal ini menurut Al-Attas (1993) yang menjadi tantangan adalah bagaimana melahirkan
metodologi yang tepat sehingga kita dapat melahirkan ilmu yang benar dan menghindari
kecacatan atau kesalahan dalam proses ilmiah dalam timbangan epistemologi Islam
sebagaimana yang terjadi dalam tradisi ilmiah Barat akibat sekularisasi dan reduksi dalam
metodologi ilmiah mereka .

Ekonomi Islam sebenarnya telah muncul sejak Islam itu dilahirkan. Ekonomi Islam lahir
bukanlah sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri melainkan berbagai integral dari agama Islam.
Sebagai ajaran hidup yang lengkap, Islam memberikan petunjuk terhadap semua aktifitas
manusia, termasuk ekonomi.

Sejak abad ke 8 telah muncul pemikiran-pemikiran ekonomi Islam secara parsial, misalnya
peran negara dalam ekonomi, kaidah berdagang, mekanisme pasar, dan lain-lain, tetapi
pemikiran secara komprehensif terhadap sistem ekonomi Islam sesunguhnya baru muncul pada
pertengahan abad ke 20 dan semakin marak sejak dua dasawarsa terakhir.

Metodologi ekonomi telah menjadi bahan kajian yang diminati oleh para ekonom, khususnya
di tengah-tengah krisis ilmu ekonomi saat ini. Diskusi yang berkembang tidak saja berkisar
kepada mengkritik metodologi logika positivisme seperti yang dipakai oleh ekonomi neoklasik
yang saat ini mendominasi ilmu ekonomi, tetapi juga mencoba melihat struktur keilmuan
ekonomi secara keseluruhan. Banyak perspektif alternatif telah diajukan untuk menjawab
berbagai kekurangan dalam metodologi ilmu ekonomi.

4
DAFTAR PUSTAKA

1.https://ejournal.iainbengkulu.ac.id

2. Andi Iswandi, “Peran Etika..., h. 148-149

3. Kementrian Agama RI, Al-Quran Terjemah dan Tajwid, (Bandung: PT Sigma ExaMedia
Arkanleema, 2014), Cet. 1 h 284.

4. 86-308-1-PB%20(1).pdf

5.https://media.neliti.com

6.http://fe.unesa.ac.id/koridor/read/8/KEGAGALAN_EKONOMI_KAPITALIS_DAN_EKONOMI_ISLAM
_SEBAGAI_SISTEM_SEBUAH_PEMIKIRAN.html

7.http://shariaeconomics.wordpress.com/2011/02/21/58/,

8.https://media.neliti.com/media/publications/58054-ID-etika-bisnis-dalam-perspektif-islam-
eksp.pdf

9.http://ejournal.stiesyariahbengkalis.ac.id

Anda mungkin juga menyukai