Anda di halaman 1dari 57

BAHAN AJAR

HUKUM EKONOMI SYARIAH

DISUSUN OLEH

Dr. Evita Isretno Israhadi. SH.MH.MSi

Untuk Kalangan Sendiri

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR

JAKARTA , 2018
DAFTAR ISI

1. Sampul Depan………………………………………………………………………… i

2. Daftar Isi………………………………………………………………………………. ii

3. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah…………………………………………………. 1

4. Karakteristik syariah…………………………………………………………………. 1

5. Tujuan Ekonomi Islam……………………………………………………………… 2

6. Macam Sistem Ekonomi………………………………………………………………. 2

7. Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi konvensional ditinjau dari moral dan etika… 3

8. Nilai-Nilai Ekonomi Syariah………………………………………………………….. 6

9. Prinsip-prinsip Dasar Dalam Ekonomi Syariah……………………………………….. 9

10. Riba Dalam Berbagai Sudut Pandang…………………………………………………. 19

11. Riba menurut Hukum Ekonomi……………………………………………………….. 23

12. Identifikasi Riba dan Bunga…………………………………………………………… 28

13. Konsep Dasar Bagi Hasil…………………………………………………………….... 31

14. Pengertian Akad ………………………………………………………………………. 38

15. Teori Pertukaran dan Teori Pencampuran……………………………………………... 45


1

Pengertian Hukum Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-

masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistem

ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare

State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal

terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaa. Selain itu, ekonomi dalam

kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah

yang teraplikasi dalam etika dan moral

Karakteristik syariah

Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang

mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali

membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku

sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi.

Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus

mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi

syariah menekankan empat sifat, antara lain:

Kesatuan (unity)

Keseimbangan (equilibrium)

Kebebasan (free will)

Tanggungjawab (responsibility)

Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik,

karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah

kepercayaan-Nya di bumi. Di dalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat


2

mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan". Dalam Al Qur'an surat

Al Baqarah ayat 275. disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba. tidak dapat

berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit

gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),

sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba.

Tujuan Ekonomi Islam

Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di

dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh

mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan

manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi

Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik

dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam

perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.

Macam Sistem Ekonomi

Ada tiga sistem ekonomi yang dikenal di dunia, yaitu Sistem ekonomi Sosialis/komunis,

Sistem ekonomi Kapitalis, dan Sistem ekonomi Islam.Masing-masing sistem ini mempunyai

karakteristik.

Pertama, Sistem ekonomi Sosialis/komunis.Paham ini muncul sebagai akibat dari paham

kapitalis yang mengekploitasi manusia, sehingga negara ikut campur cukup dalam dengan

perannya yang dangat dominan.Akibatnya adalah tidak adanya kebebasan dalam melakukan

aktivitas ekonomi bagi individu-individu, melainkan semanya untuk kepentingan bersama,


3

sehingga tidak diakuinya kepemilikan pribadi.Negara bertanggung jawab dalam

mendistribusikan sumber dan hasil produksi kepada seluruh masyarakat.

Kedua, Sistem ekonomi Kapitalis. Berbeda dengan sistem komunis, sistem ini sangat

bertolak belakang dengan sistem Sosialis/Komunis, di mana negara tidak mempunyai peranan

utama atau terbatasdalamperekonomian.Sistem ini sangat menganut sistem mekanisme pasar.

Sistem ini mengakui adanya tangan yang tidak kelihatan yang ikut campur dalam mekanisme

pasar apabila terjadi penyimpangan (invisible hand). Yang menjadi cita-cita utamanya adalah

adanya pertumbuhan ekomomi, sehingga setiap individu dapat melakukan kegiatan ekonomi

dengan diakuinya kepemilikan pribadi.

Ketiga, Sistem ekonomi Islam.Sistem ekonomi Islam hadir jauh lebih dahulu dari kedua

sistem yang dimaksud di atas, yaitu pada abad ke 6, sedangkan kapitalis abad 17, dan sosialis

abad 18. Dalam sistem ekonomi Islam, yang ditekankan adalah terciptanya pemerataan distribusi

pendapatan, seperti tercantum dalam surat Al-Hasyr ayat 7.

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda)

yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat,

anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu

jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul

kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan

bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi konvensional ditinjau dari moral dan etika

Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional,

yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang

ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil.
4

Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan

ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada di tengah-

tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat

individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta

komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan

yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan

kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan

serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha

Menurut Qardhawi1 sitem ekonomi Islam tidak berbeda dengan sistem ekonomi

laiannya, dari segi bentuk, cabang, rincian, dan cara pengaplikasian yang beraneka ragam., tapi

menyangkut gambaran global yang mencakup pokok-pokok petunjuk, kaidah-kaidah pasti,

arahan-arahan prinsip yang juga mencakup sebagian cabang penting yang bersifat spesifik ada

perbedaannya. Hal itu karena sistem Islam selalu menetapkan secara global dalam masalah-

masalah yang mengalami perubahan karena perubahan lingkungan dan zaman.Sebaliknya

menguraikan secara rinci pada masalah-masalah yang tidak mengalami perubahan. Fakta sejarah

menunjukkan bahwa Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat kompreshensif, yang

mengatursemua aspek, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik maupun yang bersifat

spiritual.

Dalam menjalankan kehidupan ekonomi, tentu Allah telah menetapkan aturan-aturan

yang merupakan batas-batas prilaku manusia sehingga menguntungkan suatu individu tanpa

merugikan individu yang lain.Perilaku inilah yang harus diawasi dengan ditetapkannya aturan-
5

aturan yang berlandaskan aturan Islam, untukmengarahkan individu sehingga mereka secara baik

melaksanakan aturan-aturan dan mengontrol dan mengawasi berjalannya aturan-aturan itu.

Hal yang berbeda dengan sistem ekonomi yang lainnya adalah terletak pada aturan moral

dan etika ini.Aturan yang dibentuk dalam ekonomi islam merupakan aturan yang bersumber

pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan Kekuatan Tertinggi (Tuhan),

kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia.Sedangkan pada

sistem yang lain tidak terdapat aturan-aturan yang menetapkan batas-batas prilaku manusia

sehingga dapat merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.

Beberapa aturan dalam ekonomi islam adalah sebagai berikut :

a.Segala sesuatunya adalah milik Allah, manusia diberi hak untuk memanfaatkan segala sesuatu

yang ada di muka bumi ini sebagai khalifah atau pengemban amanat Allah, untuk mengambil

keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya dari barang-barang

ciptaan Allah.

b.Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap prilaku manusia sehingga

menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya.

c. Semua manusia tergantung pada Allah, sehingga setiap orang bertanggung jawab atas

pengembangan masyarakat dan atas lenyapnya kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi.

d. Status kekalifahan berlaku umum untuk setiap manusia, namun tidak berarti selalu punya

hak yang sama dalam mendapatkan keuntungan. Kesamaan hanya dalam kesempatan,dan setiap

individu dapat menikmati keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya.

e. Individu-individu memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai manusia. Hak dan

kewajiban ekonomi individu disesuaikan dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya dan

dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial.


6

f.Dalam Islam, bekerja dinilai sebagai kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai kejahatan.Ibadah

yang paling baik adalah bekerja dan pada saat yang sama bekerja merupakan hak dan sekaligus

kewajiban.

g. Kehidupan adalah proses dinamis menuju peningkatan. Allah menyukai orang yang bila dia

mengerjakan sesuatu melakukannya dengan cara yang sangat baik.

h. Jangan membikin mudarat dan jangan ada mudarat.

i.Suatu kebaikan dalam peringkat kecil secara jelas dirumuskan.Setiap muslim dihimbau oleh

sistem etika (akhlak) Islam untuk bergerak melampaui peringkat minim dalam beramal saleh.

Mekanisme pasar dalam masyarakat muslim tidak boleh dianggap sebagai struktur

atomistis, tapi akumulasi dan konsentrasi produksi mungkin saja terjadi, selama tidak melanggar

prinsip-prinsip kebebasan dan kerjasama.

Dari segi teori nilai, dalam ekonomi Islam tidak ada sama sekali pemisahan antara manfaat

normatif sautu mata dagangan dan nilai ekonomisnya.Semua yang dilarang digunakan, otomatis

tidak memiliki nilai ekonomis.

Nilai-Nilai Ekonomi Syariah

Jika berbicara tentang nilai dan etika dalam ekonomi islam, terdapat empat nilai utama

yaitu Rabbaniyyah (ketuhanan), Akhlak, Kemanusiaan, dan Pertengahan.Nilai-nilai ini

menggambarkan keunikan yang utama bagi ekonomi islam, bahkan dalam kenyataannya

merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang

berlandaskan ajaran islam. Atas dasar itu, sangat nyata perbedaannya dengan sistem ekonomi

laniinya.

Ekonomi Rabbaniyyah bermakna ekonomi islam sebagai ekonomi ilahiah.Pada ekonomi

kapitalis semata-mata berbicara tentang materi dan keuntungana terutama yang bersifat
7

individual, duniawi dan kekinian.Islam mempunyai cara, pemahaman, nilai-nilai ekonomi yang

berbeda dengan ekonomi Barat buatan manusia yang sama sekali tidak mengharapkan

ketenangan dari Allah dan tidak mempertimbangkan akhirat sama sekali. Seorang muslim ketika

menanam, bekerja, ataupun berdagang dan lain-lain adalah dalam rangka beribadad kepada

Allah.Ketika mengkonsumsi dan menikmati berbagai harta yang baik menyadari itu sebgai rezki

dari Allah dan nikmat-Nya, yang wajib disyukuri sebagai mana dalam firman Allah surat Saba

ayat 15.

Sesungguhnya bagi kaum Saba‟ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman

mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):

“Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-

Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha

Pengampun”.

Seorang muslim tunduk kepada aturan Allah, tidak akan berusaha dengan sesuatu yang

haram, tidak akan melakukan yang riba, tidak melakukan penimbunan, tidak akan berlaku zalim,

tidak akan menipu, tidak akan berjudi, tidak akan mencuri, tidak akan menyuap dan tidak akan

menerima suap.Seorang muslim tidak akan melakukan pemborosan, dan tidak kikir.

Ekonomi akhlak, dalam hal ini tidak adanya pemisahan antara kegiatan ekonomi dengan

akhlak. Islam tidak mengizinkan umatnya untuk mendahulukan kepentingan ekonomi di atas

pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama.Kegiatan yang berkatian dengan akhlak

terdapat pada langkah-langkah ekonomi, baik yang berkaitan dengan produksi, distribusi,

peredaran, dan konsumsi.Seorang muslim terikat oleh iman dan akhlak pada setiap aktivitas

ekonomi yang dilakukannya, baik dalam melakukan usaha, mengmebangkan maupun

menginfakkan hartanya.
8

Ekonomi kemanusiaan, meupakan kegiatan ekonomi yang tujuan utamanya adalah

merealisasikan kehidupan yang baik bagi umat manusia dengan segala unsur dan pilarnya.Selain

itu bertujuan untuk memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya yang

disyariatkan.Manusia adalah tujuan kegiatan ekonomi dalam pandangan islam, sekaligus

merupakan sarana dan pelakunya dengan memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan Allah

kepadanya dan anugerah serta kemampuan yang diberikan-Nya.Nilai kemanusaian terhimpun

dalam ekonomi islam seperti nilai kemerdekaan dan kemuliaan kemanusiaan, keadilan, dan

menetapkan hukum kepada manusia berdasarkan keadilan tersebut, persaudaraan, dan saling

mencintai dan saling tolong menolong di antara sesama manusia.Nilai lain, menyayangi seluruh

umat manusia terutama kaum yang lemah.Di antara buah dari nilai tersebut adalah pengakuan

islam atas kepemilikan pribadi jika diperoleh dari cara-cara yang dibenarkan syariat serta

menjalankan hak-hak harta.

Ekonomi pertengahan, yaitu nilai pertengahan atau nilai keseimbangan.Pertengahanyang

adail merupakan ruh dari ekonomi Islam.Dan ruh ini merupakan perbedaan yang sangat jelas

dengan sistem ekonomi lainnya. Ruh dari sistem kapitalis sangat jelas dan nampak pada

pengkultusan individu, kepentingan pribadi, dan kebebasannya hampir-hampir bersifat mutlak

dalam pemilikan, pengembangan, dan pembelanjaan harta.Ruh sistem ekonomi komunis

tersermin pada prasangka buruk terhadap individu dan pemasungan naluri untuk memiliki dan

menjadi kaya. Komunis memandang kemaslahatan masyarakat, yang diwakili oleh Negara,

adalah di atas setiap individu dan segala sesuatu.

Ciri khas pertengahan ini tersermin dalam keseimbangan yang adil yang ditegakkan oleh

islam di antara individu dan masyarakat, sebagai mana ditegakkannya dalam berbagai pasangan

lainnya, seperti dunia-akhirat, jasmani-rohani, akal-rohani, idealisme-fakta dan lainnya.


9

Prinsip-prinsip Dasar Dalam Ekonomi Syariah

Tujuan analisis ekonomi telah berubah secara signifikan sejak abad kesembilan belas.

Satu dapatmengasosiasikan tiga fokus utama pembangunan di dalamnya. Pada paruh pertama

abad kesembilanbelas analisis ekonomi prihatin dengan masalah distribusi.Setelah tahun 1870 itu

menjadi prihatin dengan masalah alokasi yang optimal sumber daya di antaraberakhir

bersaing.Akhirnya, sejak kelahiran kembali teori makroekonomi di tangan Keynes, ilmu

ekonomi hanyamemperhatikan dirinya sendiri dengan masalah kebijakan ekonomi yang

berkaitan dengan pekerjaan,generasi permintaan agregat terhadap barang dan jasa dan stabilisasi

harga.Singkatnya, ekonomi modern telah disibukkan oleh gagasan satu tujuan kepuasan dari

manusiaekonomi, homo marshall's economicus, berdasarkan persaingan total, bebas dan

sempurna.Melawan fasad maju dan agak mengesankan tatanan ekonomi modern dalam

pembuatan.

Masalah utama dari tatanan ekonomi adalah alokasi sumber daya yang efisien dalam

terang pertimbangan lebihtranscedental, bahwa komunitas benar mempromosikan hukum tuhan

dan bumi. Ini membawa kita padaisu utama dari sistem ekonomi baru berpikir biasa yang disebut

'ekonomi Islam'Tujuan utama bab ini adalah untuk menggambarkan dalam bahasa non teknis

prinsip-prinsip ekonomisyariah dalam sejauh mereka merupakan landasan filosofis sistem

ekonomi. Kita kemudian akan melihatbeberapa instrumen ekonomi kunci yang menerjemahkan

prinsip-prinsip ekonomi syariah ke dalamtindakan. Bab akan bersifat pengantar di daerah-daerah

dan tidak ada analisis ekonomi yang rumit darimasalah ini adalah undertaken untuk kepentingan

pembaca umum.

1. Prinsip Tauhid dan Persaudaraan


10

Islam ekonomi tidak puas dengan sudut pandang konvensional analisis ekonomi. Itu

termotivasi olehkepala sekolah pertama kardinal nya, prinsip tauhid dan persaudaraan. Tauhid

secara harfiah berarti'unit'. dalam konteks ekonomi itu ringkasan inti dari seluruh esensi ekonomi

Islam dalam hal inimengajarkan manusia bagaimana berhubungan dan menangani dengan pria

lain dalam teranghubungannya dengan tuhan. Ia mengatakan bahwa di balik kerja ekonomi

berdasarkan pertukaran pasar,alokasi sumber daya, memaksimalkan utilitas dan keuntungan,

adalah kebenaran yang lebih fudamentalbahwa keadilan sosial. Dalam islam kemampuan untuk

memahami dan mengeluarkan ini berasalkeadilan sosial membentuk pengetahuan dan praktek

prinsip Quran. Dengan cara ini prinsip-prinsiptauhid dan persaudaraan link tugas-tugas kami

untuk pria dengan tugas kepada Tuhan. Dalam hal lebihpraktis esensi tauhid dan persaudaraan

terletak pada kesetaraan dan kerjasama. Suatu akibat wajarsegera prinsip tauhid dan

persaudaraan adalah catatan utama ekonomi syariah, bahwa untuk Tuhan sajatermasuk apa yang

ada di langit dan di bumi, dan bahwa ia telah membuat hal yang baik untuk melayanimanusia.

Manusia telah diciptakan sebagai khalifah tuhan di bumi dipercayakan dengan

hanyamenggunakan dan pendistribusian sumber daya nya.

Thomas Khun menyatakan bahsa setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma. Inti

paradigma ekonomi Islambersumber dari Al-Quran dan Sunnah.Ekonomi Islam mempunyai sifat

dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani.Disebut Ekonomi Rabbani karena sarat dengan

arahan dan nilai-nilai Ilahiyah. Sedangkan ekonomi Insani karena ekonomi ini dilaksanakan dan

ditujukan untuk kemakmuran manusia. (Qardhawi).

Menurut Yusuf Qardhawi (2004), ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu tauhid,

akhlak, dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak ada dalam

landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip keseimbangan pun, dalam praktiknya, justru yang
11

membuat ekonomi konvensional semakin dikritik dan ditinggalkan orang. Ekonomi islam

dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan

ditujukan untuk kemakmuran manusia.Sedangkan menurut Chapra, disebut sebagai ekonomi

Tauhid.Keimanan mempunyai peranan penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung

akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup,

selera,dan preferensi manusia, sikap-sikap terhadap manusia, sumber daya dan

lingkungan.Saringan moral bertujuan untuk menjaga kepentingan diri tetap berada dalam batas-

batas kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual seuai dengan prioritas sosial

dan menghilangkan atau meminimalisasikan penggunaan sumber daya untuk tujuan yang akan

menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan meningkatkan keserasian antara kepentingan diri

dan kepentingan sosial.

Dengan mengacu kepada aturan Ilahiah, maka setiap perbuatan manusia mempunyai nilai

moral dan ibadah. Pada paham naturalis, sumber daya menjadi faktor terpenting dan pada pada

paham monetaris menempatkan modal financial sebagai yang terpenting.Dalam ekomoni Islam

sumber daya insanilah yang terpenting.

Karasteristik Ekonomi Islam bersumber pada Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas

pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas

akidah, akhlak, dan asas hukum (muamalah).

Ada beberapa Karasteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu‟ah Al-

ilmiah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut:

a. Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta

Karasteristik pertama ini terdiri dari 2 bagian yaitu :


12

Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah Swt, firman Q.S. Al-

Baqarah, ayat 284 dan Q.S.Al -Maai‟dah ayat17.

Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya.Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-

Hadid ayat 7.

Selain itu terdapat sabda Rasulullah SAW, yang juga mengemukakan peran manusia

sebagai khalifah, diantara sabdanya ”Dunia ini hijau dan manis”.Allah telah menjadikan kamu

khalifah (penguasa) didunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta

di dunia ini. Dapat disimpulkan bahwa semua harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya

milik Allah, akan tetapi Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.

Sesungguhnya Islam sangat menghormati milik pribadi, baik itu barang- barang konsumsi

ataupun barang- barang modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik

sesungguhnya adalah Allah SWT.

Pada QS.an-Najm ayat 31 dan Firman Allah SWT. dalam QS. An-Nisaa ayat 32 dan QS.

Al-Maa‟idah ayat 38. jelaslah perbedaan antara status kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam

dengan sistem ekonomi yang lainnya. Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walau

hakekatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan

orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula dengan ajaran Islam. Sementara dalam sistem

kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas.sedangkan dalam sistem

sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan oleh negara.

b. Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral

Diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam (yafie, 2003: 41-42) adalah:

larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkankerugian atas
13

harta orang lain atau kepentingan masyarakat, larangan melakukan penipuan dalam transaksi,

larangan menimbun emas dan perak atau sarana- sarana moneter lainnya, sehinggamencegah

peredaran uang, larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam

masyarakat.

c.Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan

Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan

bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Selain itu para ahli

tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi

akhirat) dan sekularitas (segi dunia).Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan

dunia dan akhirat.

d. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan

Kepentingan umum

Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui hak mutlak

dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan- batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak

milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan- batasan yang

ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum. Kegiatan ekonomi yang

dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan

mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum.

e. Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam

Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas

baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak

boleh melanggar aturan- aturan yang telah digariskan Allah SWT. Dalam Al-Qur‟an maupun Al-

Hadis. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlat.


14

Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis

maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma-

norma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru

tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan

ditujukan hanya untuk negara.

f. Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian

Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan

masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam

negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban

memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.

Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem kapitalis

yang sangat membatasi peran negara. Sebaliknya juga berbeda dengan sistem sosialis yang

memberikan kewenangan negara untuk mendominasi perekonomian secara mutlak.

g. Bimbingan Konsumsi

Islam melarang orang yang suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum

karena kekayaan, sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Israa ayat 16 :

h. Petunjuk Investasi

Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu‟ah Al-

ilmiyahwa-al amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam

untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:

a)Proyek yang baik menurut Islam.

b)Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.


15

c)Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.

d)Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.

e)Melindungi kepentingan anggota masyarakat.

i. Zakat

Zakat adalah salah satu karasteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat

dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah

kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat

kikir, dengki, dan dendam.

j.Larangan Riba

Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu

sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Diantara faktor yang menyelewengkan uang

dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba). Ada beberapa pendapat lain mengenai

karasteristik ekonomi Islam, diantaranya dikemukakan oleh Marthon (2004,27-33). Menurutnya

hal- hal yang membedakan ekonomi Islam secara operasional dengan ekonomi sosialis maupun

kapitalis adalah :

a. Dialektika Nilai –nilai Spritualisme dan Materialisme

b. Kebebasan berekonomi

c.Dualisme Kepemilikan

Tiga dekade yang lalu, Bank Syariah sebagai representasi keuangan Islam, belum dikenal

oleh masyarakat. Kini sistem keuangan syariah telah beroperasi di lebih dari 55 negara yang

pasarnya tengah bangkit dan berkembang (Lewis dan Algaoud, 2007).


16

Meskipun pemikiran ekonomi syariah baru muncul beberapa tahun terakhir ini di negara-negara

muslim, namun ide-ide tentang ekonomi Islam dapat dirunut dalam Alquran yang di turunkan

pada abad ke-7.

Merupakan sistem hukum dan aturan perilaku yang sesuai dengan Alquran dan Hadist,

seperti yang dituntunkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Oleh karena itu, kaum muslim tidak

dapat memilah perilaku mereka ke dalam dimensi religius dan dimensi sekuler. Selain itu,

tindakan mereka harus selalu mengikuti syariah sebagai hukum Islam.

Adapun prinsip-prinsip keuangan syariah meliputi:

Riba

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis riba

berarti pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil (Antonio, 1999). Ada beberapa

pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara umum terdapat benang merah yang

menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun

pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.

Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang

dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun

kelompok kedua, riba jual beli terbagi lagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.

Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang

berhutang. Riba Jahiliyyah adalah utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam

tidak mampu membayar utang pada waktu yang telah ditetapkan.

Riba Fadhl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan

barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Riba Nasi’ah adalah

penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis
17

barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau

penambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.

Zakat

Zakat merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan dalam Islam. Keadilan dan

kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki peluang yang sama dan tidak berarti bahwa

mereka harus sama-sama miskin atau sama-sama kaya.

Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga negaranya, dalam bentuk

sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya

adalah untuk menjembatani perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar kaum muslimin mampu

menjalani kehidupan sosial dan material yang bermartabat dan memuaskan.

Haram

Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah sesuai yang telah

diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa praktek dan

aktivitas keuangan syariah tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka diharapkan lembaga

keuangan syariah membentuk Dewan Penyelia Agama atau Dewan Syariah. Dewan ini

beranggotakan para ahli hukum Islam yang bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah

yang independen. Aturan tegas mengenai investasi beretika harus dijalankan. Oleh karena

itu lembaga keuangan syariah tidak boleh mendanai aktivitas atau item yang haram, seperti

perdagangan minuman keras, obat-obatan terlarang atau daging babi. Selain itu, lembaga

keuangan syariah juga didorong untuk memprioritaskan produksi barang-barang primer untuk

memenuhi kebutuhan umat manusia.

Gharar dan Maysir

Alquran melarang secara tegas segala bentuk perjudian (QS. 5:90-91). Alquran
18

menggunakan kata maysir untuk perjudian, berasal dari katausr (kemudahan dan kesenangan):

penjudi berusaha mengumpulkan harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu diterapkan secara

umum pada semua bentuk aktivitas judi.

Selain mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang

mengandung unsur judi. Hukum Islam menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi yang adil

dan etis, pengayaan diri melalui permainan judi harus dilarang. Islam juga melarang transaksi

ekonomi yang melibatkan unsur spekulasi, gharar (secara harfiah berarti resiko). Apabila riba

dan maysir dilarang dalam Alquran, maka gharar dilarang dalam beberapa hadis. Menurut istilah

bisnis, gharar artinya menjalankan suatu usaha tanpa pengetahuan yang jelas, atau menjalankan

transaksi dengan resiko yang berlebihan. Jika unsur ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar

dan tidak terhindarkan, maka Islam membolehkannya (Algaoud dan Lewis, 2007).

Takaful

Takaful adalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arabkafala, yang berarti

memperhatikan kebutuhan seseorang. Kata ini mengacu pada suatu praktik ketika para partisipan

suatu kelompok sepakat untuk bersama-sama menjamin diri mereka sendiri terhadap kerugian

atau kerusakan. Jika ada anggota partisipan ditimpa malapetaka atau bencana, ia akan menerima

manfaat finansial dari dana sebagaimana ditetapkan dalam kontrak asuransi untuk membantu

menutup kerugian atau kerusakan tersebut (Algaoud dan Lewis, 2007).

Pada hakikatnya, konsep takaful didasarkan pada rasa solidaritas, responsibilitas, dan

persaudaraan antara para anggota yang bersepakat untuk bersama-sama menanggung kerugian

tertentu yang dibayarkan dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai

dengan apa yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama (mutual

insurance), karena para anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan juga yang terjamin (insured).
19

Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi

hasil (profit and loss sharing). Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk

organisasi bisnis didirikan dengan tujuan pembagian keuntungan melalui partisipasi

bersama. Mudharabah dan musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai

dalam hukum Islam.

Riba Dalam Berbagai Sudut Pandang

1. Riba Menurut Pandangan Syariah

Riba menurut pengertian bahasa berarti tambahan (az-ziyadah), berkembang (an-numuw),

meningkat (al-irtifa‟), dan membesar (al‟uluw).1 Dengan kata lain, riba berarti penambahan,

perkembangan, peningkatan, dan pembesaran atas pinjaman pokok yang diterima pemberi

pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karena menangguhkan atau berpisah dari sebagian

modalnya selama periode waktu tertentu.

Beberapa perbedaan definisi riba dikalangan ulama, tetapi perbedaan ini lebih

dipengaruhi penafsiran atas pengalaman masing-masing ulama mengenai riba di dalam konteks

kehidupan mereka. Sehingga, walaupun terdapat perbedaan dalam pendefinisian, tetapi substansi

dari definisi tersebut sama. Secara umum ekonom muslim tersebut menegaskan bahwa riba

adalah pengambilan tambahan yang harus dibayarkan, baik dalam transaksi jual-beli maupun

pinjam meminjam yang bertentangan dengan prinsip syariah.

Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua, riba utang-piutang dan riba jual-

beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Adapun kelompok

kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.

Riba Qardh
20

Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang

(mugtaridh).

Riba Jahiliyah

Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya

pada waktu yang ditetapkan. Riba jahiliyah dilarang karena kaedah "kullu qardin jarra manfa ah

fahuwa riba" (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba).

Riba Fadhl

Jenis riba ini disebut juga riba buyu yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang

sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya

(sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin). Pertukaran seperti ini

mengandung gharar berupa ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang

yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah satu

pihak, kedua pihak dan pihak-pihak yang lain.

Riba Nasiah

Riba nasiah disebut riba duyun yaitu riba yang timbul akibat utang-piutang yang tidak

memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha

muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Transaksi seperti ini mengandung pertukaran

kewajiban menanggung beban hanya karena berjalannya waktu. Riba nasiah adalah penangguhan

penyerahan atau penetimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi

lainnya. Riba Nasi'ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang

yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Jadi, al-ghunmu (untung)

muncul tanpa adanya al-ghurmi (risiko), hasil usaha (al-kharaj) muncul tanpa adanya biaya
21

(dhaman); al-ghunmu dan al-kharaj muncul hanya dengan berjalannya waktu. Padahal dalam

bisnis selalu ada kemungkinan untung dan rugi.

Memastikan sesuatu yang di luar wewenang manusia merupakan bentuk kezaliman.

Padahal justru itulah yang terjadi dalam riba nasiah, yakni terjadi perubahan sesuatu yang

seharusnya bersifat uncertain (tidak pasti) menjadi certain (pasti). Pertukaran kewajiban

menanggung beban (exchange of liability) , dapat menimbulkan tindakan kezaliman terhadap

salah satu pihak, kedua pihak, dan pihak-pihak lain. Pendapat Imam Syarkasih seperti yang

dikutip oleh Muhammad Syafi‟i Antonio akan memperjelas hal ini.

"Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (iwad)

yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut".

Di Indonesia, fatwa ulama tentang bank dan bunga bank ditetapkan dalam Sidang Lajnah

Tarjih Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo yang menyarankan kepada PP Muhammadiyah

untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga perbankan

yang sesuai dengan kaidah Islam. Setelah itu dalam Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun

1992 di Bandar Lampung yang mengamanatkan berdirinya bank Islam dengan sistem tanpa

bunga. Pendirian beberapa lembaga keuangan bank dan non-bank yang menampilkan semangat

keIslaman, maka untuk memenuhi dan melindungi kepentingan masyarakat, Majelis Ulama

Indonesia (MUI) pada tanggal 10 Februari 1999, membentuk sebuah dewan yang disebut Dewan

Syariah Nasional (DSN). Sejak berdirinya pada awal tahun 1999 hingga 2010, Dewan Syariah

Nasional telah mengeluarkan 78 fatwa yang menyangkut berbagai jenis kegiatan keuangan,

produk, dan jasa keuangan syariah.

Fatwa DSN pertama yang dikeluarkan adalah No. 01/ DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro,

tanggal 26 Dzulhijjah 1420H atau 1 April 2000, yang memutuskan bahwa giro yang tidak
22

dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga, kemudian No.

02/DSNMUI/IV/2000 tentang Tabungan, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H atau 1 April 2000 , yang

memutuskan bahwa tabungan yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu tabungan yang

berdasarkan perhitungan bunga dan No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito, tanggal 26

Dzulhijjah 1420 H atau 1 April 2000, yang memutuskan bahwa deposito yang tidak dibenarkan

secara syariah, yaitu deposito yang berdasarkan perhitungan bunga, namun ketiga fatwa tersebut

belum mengundang reaksi dari masyarakat.

Pada tanggal 16 Desember 2003, Komisi Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia

bersidang di Jakarta, memutuskan fatwa tentang bunga (interest/faidah) timbul reaksi di kalangan

masyarakat, baik yang setuju maupun yang tidak setuju. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa

se-Indonesia tentang fatwa bunga (Interest/Fa-idah), memutuskan bahwa bunga (interest/fa-idah)

adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang (al-qard) yang diperhitungkan

dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan

tempo waktu, dan diperhitungkan secara pasti di muka berdasarkan persentase. Dengan demikian

riba merupakan tambahan (zi yadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam

pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Dan inilah yang disebut riba nasi‟ah.

Selanjutnya memutuskan bahwa praktik pembungaan uang saat ini telah memenuhi

kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi'ah. Dengan demikian,

praktik pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan haram hukumnya. Praktik

pembungaan uang ini banyak dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi,

dan lembaga keuangan lainnya termasuk juga perorangan. Fatwa Dewan Syariah Nasional

(DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2000 yang menyatakan, bahwa bunga bank tidak

sesuai dengan syariah.


23

Riba menurut Hukum Ekonomi

Untuk mendudukkan kontroversi bunga bank dan riba secara tepat diperlukan

pemahaman yang mendalam, baik tentang seluk-beluk bunga maupun dari akibat yang

ditimbulkan oleh pembiaran sistem bunga dalam perekonomian dan dengan membaca tanda-

tanda serta arah yang dimaksud dengan riba dalam Al-Qur'an dan Hadits.

Definisi bunga menurut pengertian kamus The American Heritage Dictionary of the

English Language 2 adalah: ”Interest is A charge for a financial loan, usually a precentage of the

amount loaned”.

Sedangkan menurut Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), Winardi:

“Interest (net) - bunga modal (netto). Pembayaran untuk penggunaan dana-dana. Diterangkan

dengan macam-macam cara, misalnya:

balas jasa untuk pengorbanan konsumsi atas pendapatan yang dicapai pada waktu sekarang

(contoh: teori abstinence),

pendapatan-pendapatan orang yang berbeda mengenai preferensi likuiditas yang menyesuaikan

harga,

harga yang mengatasi terhadap masa sekarang atas masa yang akan datang (teori preferensi

waktu),

pengukuran produktivitas macam-macam investasi (efisiensi marginal modal),

harga yang menyesuaikan permintaan dan penawaran akan dana-dana yang dipinjamkan (teori

dana yang dipinjamkan)”.

Dalam Dictionary of Economics, Sloan, and Zurcher, bunga diartikan sebagai :


24

“Interest yaitu: Sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut,

misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau presentasi modal yang bersangkut paut dengan itu

yang dinamakan suku

bunga”.Ada beberapa alasan untuk membenarkan bunga di dalam sistem perbankan:

Teori Abstinence

Teori ini menganggap bunga adalah sejumlah uang yang diberikan kepada seseorang

karena pemberi pinjaman telah menahan diri (abstinence) dari keinginannya memanfaatkan

uangnya sendiri semata-mata untuk memenuhi keinginan peminjam. Pengorbanan untuk

menahan keinginan sehingga menunda suatu kepuasan, menuntut adanya kompensasi yang

disebut bunga.

Kelemahan teori ini:

Kenyataannya pemberi pinjaman hanya akan meminjamkan uang yang tidak ia

manfaatkan, pemberi pinjaman hanya akan meminjamkan uang berlebihan dari yang ia perlukan.

Dengan demikian, sebenarnya pemberi pinjaman tidak menahan diri atas apapun. Tentu ia tak

boleh menuntut imbalan atas hal yang tidak dilakukan tersebut.

Tidak ada standar yang dapat digunakan untuk mengukur unsur penundaan konsumsi dari teori

bunga abstinence. Walaupun ada, bagaimana menentukan suku bunga yang adil antara kedua

belah pihak, yakni pemberi pinjaman dan peminjam.

Teori bunga sebagai imbalan sewa.

Teori ini, menganggap uang sebagai barang yang menghasilkan keuntungan bilamana

digunakan untuk melakukan produksi. Jadi uang bila tidak digunakan tidak menghasilkan
25

keuntungan, tetapi bila digunakan dipastikan menghasilkan keuntungan sekian persen dari usaha

yang dilakukan.

Kelemahan teori ini :

Uang tidak bisa disamakan dengan barang-barang rumah tangga atau perusahaan. Karena

barang-barang tersebut membutuhkan perawatan dan nilainya cenderung menyusut.

Nilai uang akan sama dengan nilai barang dan sifat uang sama dengan sifat barang. Nilainya

tidak stabil, maka fungsi uang akan kehilangan esensinya.

Sulit memperhitungkan besarnya sewa uang yang dikenakan kepada orang lain, dan bisa saja ini

akan mengingkari aspek kemanusiaan.

Teori Produktif Konsumtif

Teori ini menganggap setiap uang yang dipinjamkan akan membawa keuntungan bagi

orang yang dipinjaminya. Jadi setiap uang yang dipinjamkan baik pinjaman produktif maupun

konsumtif. pasti menambah keuntungan bagi peminjam sehingga pihak yang meminjamkan

berhak untuk menarik sekian persen dari keuntungan dari apa yang telah peminjam lakukan atas

pinjaman yang telah diberikan.

Kelemahan teori ini adalah setiap penggunaan pinjaman, terdapat dua kemungkinan

memperoleh keuntungan atau menderita kerugian. Jika dalam menjalankan bisnisnya peminjam

mengalami kerugian, dasar apa yang dapat membenarkan pemberi pinjaman menarik keuntungan

tetap secara bulanan atau tahunan dari peminjam. Keuntungan dari peminjam tidak bisa dijamin

selalu sama dari bulan ke bulan atau tahun ke tahun. Artinya bisa saja peminjam mengalami

keuntungan dan kerugian dalam menjalankan usahanya.


26

Teori Opportunity Cost

Teori ini beranggapan bahwa dengan meminjamkan uangnya berarti pemberi pinjaman

menunggu atau menahan diri untuk tidak menggunakan modal sendiri guna memenuhi keinginan

sendiri. Hal ini serupa dengan memberikan waktu kepada peminjam. Dengan waktu itulah yang

berutang memiliki kesempatan untuk menggunakan modal pinjamannya untuk memperoleh

keuntungan. Hal ini dijadikan alasan para penganut teori ini untuk menganggap bahwa pemberi

pinjaman berhak menikmati sebagian keuntungan peminjam. Menurut mereka, besar kecilnya

keuntungan terkait langsung dengan besar kecilnya waktu. Pemberi pinjaman dianggap berhak

mengenakan harga sesuai dengan lamanya waktu pinjaman.

Teori ini mempunyai kelemahan dimana waktu tidak bisa dijadikan dasar bagi peminjam

untuk mendapatkan keuntungan usahanya. Bisa saja dengan bekerja keras, dengan waktu yang

telah ditentukan, kita akan mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Akan tetapi keberadaan

usaha kita selain dipengaruhi oleh kondisi ekonomi juga kondisi non-ekonomi.

Pengaruh waktu dalam berbagai bidang usaha berbeda-beda. Untuk itu, tidak bisa

menyamaratakan keuntungan-kerugian yang diperoleh dari setiap usaha, misalnya pedagang-

pedagang yang menjual barangnya di pasar persaingan sempurna dipastikan setiap harinya

memiliki keuntungan-kerugian yang tidak sama.

Teori Kemutlakan Produktivitas Modal

Teori ini beranggapan bahwa: pertama, modal mempunyai kesanggupan sebagai alat

dalam memproduksi. Kedua, modal mempunyai kekuatan-kekuatan untuk menghasilkan barang-

barang dalam jumlah yang lebih besar dari apa yang bisa dihasilkan tanpa memakai modal.

Ketiga, modal sanggup menghasilkan benda-benda yang lebih berharga daripada yang dihasilkan
27

tanpa modal. Keempat, modal sanggup menghasilkan nilai yang lebih besar dari nilai modal itu

sendiri. Dengan demikian, pemberi pinjaman layak untuk mendapat imbalan bunga.

Kelemahan teori tersebut : modal akan berfungsi baik bila ada dukungan faktor produksi

yang lain, seperti profesionalisme, pengembangan teknologi, luasnya industri dan lain-lain.

Kondisi sosial-politik akan mempengaruhi keefektifan modal dalam mempengaruhi optimalisasi

produksi.

Teori Nilai Uang pada Masa Datang Lebih Rendah

Teori ini menganggap bunga sebagai selisih nilai (rasio) yang diperoleh dari barang-

barang pada waktu sekarang terhadap perubahan atau penukaran barang di waktu yang akan

datang. Ada tiga alasan mengapa nilai barang di waktu yang mendatang akan berkurang, yaitu:

Pertama, keuntungan di masa yang akan datang diragukan. Hal tersebut disebabkan oleh

ketidakpuasan peristiwa serum kehidupan manusia yang akan datang, sedangkan keuntungan

masa kini sangat jelas dan pasti. Kedua, kepuasan terhadap kehendak atau keinginan masa kini

lebih bernilai bagi manusia daripada kepuasan mereka pada waktu yang akan datang. Pada masa

yang akan datang, mungkin saja seseorang tidak mempunyai kehendak sama dengan sekarang.

Dan ketiga, kenyataan barang-barang pada waktu kini lebih penting dan berguna. Dengan

demikian, barang-barang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding dengan barang-

barang pada waktu yang akan datang.

Kelemahan teori ini bila demikian mengapa banyak orang tidak membelanjakan seluruh

pendapatannya di saat sekarang. Tetapi lebih banyak menyimpan demi keperluan di masa datang.

Hal ini menunjukkan orang menahan keinginan masa kini demi untuk memenuhi keinginan masa

depan. Padahal mereka tidak dapat menduga apa yang bakal terjadi pada masa mendatang. Hasil
28

yang nyata dari optimalisasi waktu tergantung pada jenis usaha, sektor industri, lama usaha,

keadaan pasar, stabilitas sosial dan politlk, dan lain-lain.

Teori Inflasi

Teori ini menganggap adanya kecenderungan penurunan nilai uang di masa datang.

Maka menurut paham ini, mengambil tambahan dari uang yang dipinjamkan merupakan sesuatu

yang logis sebagai kompensasi penurunan nilai uang sesama dipinjamkan. Kelemahan teori ini:

argumentasi tersebut sangat tepat seandainya dalam dunia ekonomi yang terjadi hanyalah inflasi

saja tanpa ada deflasi atau stabilitas. Kita tidak boleh menutup kemungkinan dalam masalah

transaksi syariah terdapat keuntungan. Tidak jarang keuntungan yang dihasilkan dari transaksi

tersebut memiliki nilai return yang melebihi nilai inflasi.

Identifikasi Riba dan Bunga

Prinsip-prinsip untuk menentukan adanya riba di dalam transaksi kredit atau barter yang

diambil dari sabda Rasulullah saw mencakup, pertukaran barang yang sama jenis dan nilainya,

tetapi berbeda jumlahnya, baik secara kredit maupun tunai, mengandung unsur riba. Contoh,

unsur riba di dalam pertukaran satu ons emas dengan setengah ons emas. Pertukaran barang yang

sama jenis dan jumlahnya, tetapi berbeda nilai atau harganya dan dilakukan secara kredit,

mengandung unsur riba. Pertukaran semacam ini akan terbebas dari unsur riba apabila dijalankan

dari tangan ke tangan secara tunai. Kemudian pertukaran barang yang sama nilai atau harganya

tetapi berbeda jenis dan kuantitasnya, serta dilakukan secara kredit, mengandung unsur riba.

Tetapi apabila pertukaran dengan cara dari tangan ke tangan tunai, maka pertukaran tersebut

terbebas dari unsur riba. Contoh, jika satu ons emas mempunyai nilai sama dengan satu ons

perak. Kemudian dinyatakan sah apabila dilakukan pertukaran dari tangan ke tangan tunai.
29

Sebaliknya, transaksi ini dinyatakan terlarang apabila dilakukan secara kredit karena adanya

unsur riba.

Selanjutnya pertukaran barang yang berbeda jenis, nilai dan kuantitasnya, baik secara

kredit maupun dari tangan ke tangan, terbebas dari riba, sehingga diperbolehkan. Contoh, garam

dengan gandum, dapat dipertukarkan, baik dari tangan ke tangan maupun secara kredit, dengan

kuantitas sesuai dengan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika barang itu campuran yang

mengubah jenis dan nilainya, pertukaran dengan kuantitas yang berbeda baik secara kredit

maupun dari tangan ke tangan, terbebas dari unsur riba sehingga sah. Contoh, perhiasan emas

ditukar dengan emas atau gandum ditukar dengan tepung gandum.

Di dalam perekonomian yang berazaskan uang, di mana harga barang ditentukan dengan

standar mata uang suatu negara, pertukaran suatu barang yang sama dengan kuantitas berbeda,

baik secara kredit maupun dari tangan ke tangan, keduanya terbebas dari riba, dan oleh

karenanya diperbolehkan. Contoh, satu grade gandum dijual seberat 10 kg per dolar, sementara

grade gandum yang lain 15 kg per dolar. Kedua grade gandum ini dapat ditukarkan dengan

kuantitas yang tidak sama tanpa merasa ragu adanya riba karena transaksi itu dilakukan

berdasarkan ketentuan harga gandum, bukan berdasarkan jenis atau beratnya.3

Di dalam Hadits lain Rasulullah bersabda:

"Ketika seseorang memberikan pinjaman kepada orang lain dan peminjam memberikannya

makanan atau tumpangan hewan, dia tidak boleh menerimanya kecuali keduanya terbiasa saling

memberikan pertolongan".

Dengan demikian, beliau melarang mengambil hadiah, jasa, atau pertolongan sekecil apa

pun sebagai syarat atas suatu pinjaman. Tambahan yang tidak sama dengan praktik yang
30

ditunjukkan tersebut di atas tidak termasuk riba yang diharamkan, sebagaimana dicontohkan

dalam sebuah Hadits berikut ini:

“Dari Abu Rafi' ra. katanya Rasulullah SAW pernah meminjam unta muda usia kepada

seseorang. Setelah itu, ada orang mengantarkan unta sedekah kepada beliau. Lalu Nabi SAW

menyuruh Abu Raft' membayar unta muda yang dipinjamnya. Abu Rafi' mengatakan kepada

beliau: " belum ada unta muda, yang ada hanyalah unta pilihan yang telah dewasa". Sabda

beliau: "Berikanlah itu! Sebaik-baik manusia, ialah yang mengutamakan pelunasan suatu utang".

Dari Hadits tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sesuatu tambahan tidak termasuk

riba apabila:

tambahan itu tidak disyaratkan di muka atau dijanjikan terlebih dahulu;

tambahan itu inisiatifnya datang dari peminjam; dan

inisiatif memberikan tambahan itu timbul pada waktu jatuh tempo.

Cukup jelas bahwa bunga bank termasuk praktik riba yang ditunjukkan tersebut di atas,

karena bunga disyaratkan di muka pada waktu menerima pinjaman atas inisiatif pemberi

pinjaman yang timbul pada awal akan diberikannya pinjaman. Praktik membungakan uang biasa

dilakukan oleh orang-orang secara pribadi atau oleh lembaga keuangan. Orang atau badan

hukum yang meminjamkan uang kepada perorangan atau menyimpan uangnya di lembaga

keuangan biasanya akan memperoleh imbalan bunga atau disebut bunga meminjamkan atau

bunga simpanan. Sebaliknya, orang atau badan hukum yang meminjam uang dari perorangan

atau lembaga keuangan diharuskan mengembalikan uang yang dipinjam ditambah bunga, bunga

ini disebut bunga pinjaman. Peristiwa tersebut di atas dicatat beberapa hal sebagai berikut4:

Bunga adalah tambahan terhadap uang yang disimpan pada lembaga keuangan atau uang yang

dipinjamkan.
31

Besarnya bunga yang harus dibayar ditetapkan di muka tanpa memperdulikan apakah lembaga

keuangan penerima simpanan atau peminjam berhasil dalam usahanya atau tidak.

Besarnya bunga yang harus dibayar dicantumkan dalam angka persentase atau angka perseratus

dalam setahun yang artinya apabila utang tidak dibayar atau simpanan tidak diambil dalam

beberapa tahun bisa terjadi utang itu atau simpanan itu menjadi berlipat ganda jumlahnya.

Ketiga hal tersebut di atas tampak jelas, bahwa praktik membungakan uang adalah upaya

untuk memperoleh tambahan uang atas uang semula dengan cara:

pembayaran tambahan uang itu prakarsanya tidak datang dari yang meminjam, dengan jumlah

tambahan yang besarnya ditetapkan di muka;

peminjam sebenarnya tidak mengetahui dengan pasti apakah usahanya akan berhasil atau tidak

dan apakah ia akan sanggup membayar tambahan dari pinjamannya itu; dan

pembayaran tambahan uang itu dihitung dengan persentase sehingga tidak tertutup kemungkinan

suatu saat jumlah seluruh kewajiban yang harus dibayar menjadi berlipat ganda.

Konsep Dasar Bagi Hasil

1. Jen is-Jenis Bagi Hasil

Bagi hasil merupakan bentuk return (perolehan aktivitas usaha) dari akad investasi, dari

waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap dalam sistem operasional perbankan syariah. Besar-

kecil jumlah perolehan bagi hasil tergantung pada hasil usaha yang benar-benar diperoleh bank

syariah.

Dalam sistem perbankan syariah, bagi hasil merupakan suatu mekanisme yang dilakukan

para pihak baik shahibul maal maupun mudharib dalam upaya memperoleh hasil usaha sesuai

kontrak yang disepakati bersama pada awal akad. Penentuan porsi bagi basil antara kedua belah
32

pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (At-

Tarodhin) oleh masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.

Dalam hukum perbankan syariah penerapan bagi hasil harus memperhatikan prinsip At

Ta awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama di antara anggota masyarakat untuk

kebaikan. Di samping itu juga harus menghindari prinsip Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana)

dan membiarkannya menganggur (tidak digunakan untuk transaksi) sehingga tidak bermanfaat

bagi masyarakat umum.

Ada beberapa sistem bagi hasil dalam menentukan berapa bagian yang diperoleh oleh

masing-masing pihak yang terkait. Sistem bagi hasil yang pada dasarnya erat kaitannya dengan

berapa nisbah yang akan ditetapkan. Yaitu dengan:

Profit sharing

Profit sharing berupa perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil net (bersih) dari

total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh

pendapatan tersebut. Apabila suatu bank menggunakan sistem profit sharing, kemungkinan yang

akan terjadi adalah bagi hasil yang akan diterima shahibul maal akan semakin kecil.

Dalam kamus ekonomi profit dapat diartikan sebagai laba. Namun secara istilah, profit

adalah perbedaan yang timbul akibat total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih

besar dari biaya total (total cost). Dalam perbankan syariah istilah profit sharing sering

menggunakan istilah profit and loss sharing, dimana pembagian antara untung dan rugi dari

pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang diperoleh.

Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian

kerja sama antara antara pemodal (investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam

menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana diantara keduanya akan terikat kontrak bahwa
33

didalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah

kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung

bersama sesuai porsi. Jadi, dalam sistem profit and loss sharing jika terjadi kerugian maka

pemodal tidak akan mendapatkan pengembalian modal secara utuh, sedang bagi pengelola tidak

akan mendapatkan upah dari kerjanya. Sedangkan keuntungan yang akan dibagikan adalah

seluruh pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional selama proses usaha.

Revenue sharing

Revenue sharing berupa perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh

pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk

memperoleh pendapatan tersebut. Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari

dua kata yaitu, revenue yang berarti hasil, penghasilan, pendapatan, sedangkan sharing berarti

bagi atau bagian. Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima

oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang

dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue). Jadi revenue sharing merupakan

pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang

mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kegiatan produksi dikalikan

dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. Di dalam revenue terdapat unsur-

unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit)

merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan

keuangan.

Berdasarkan definisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip

ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang

merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang
34

tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah

dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi

modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit). Berbeda dengan revenue di dalam arti

perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga

bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang

diberikan oleh bank. Revenue pada perbankan syariah adalah hasil yang diterima oleh bank dari

penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva

produktif dengan hasil penerimaan bank.

Dalam perbankan syariah Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah sistem

bagi hasil dengan berlandaskan pada sistem revenue sharing. Bank syariah dapat berperan

sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank berperan sebagai pengelola maka

biaya tersebut akan ditanggung oleh bank, begitu pula sebaliknya jika bank berperan sebagai

pemilik dana akan membebankan biaya tersebut pada pihak nasabah pengelola dana. Bank yang

menggunakan sistem revenue sharing kemungkinan yang akan terjadi adalah tingkat bagi hasil

yang diterima oleh pemilik dana akan lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga pasar yang

berlaku, kondisi ini akan mempengaruhi pemilik dana untuk berinvestasi di bank syariah dan

dana pihak ketiga akan meningkat.

Lebih jelasnya revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil

didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya

yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Dalam penerapannya

diperbankan syariah kedua sistem tersebut sangat berbeda, dan implikasinya dalam sistem

administrasi pun akan berbeda.


35

Prinsip-prinsip Dalam Akad Bagi Hasil

1. Identifikasi transaksi pembiayaan yang dilarang

Dalam ekonomi Islam segala sesuatu yang dilakukan harus halalan thayyibah, yaitu benar

secara hukum Islam dan baik dari perspektif nilai dan moralitas Islam. Kebalikan dari halalan

thayyibah adalah haram, yaitu sesuatu yang jika dilakukan akan menimbulkan dosa.

Meninggalkan yang haram adalah mutlak kewajibannya dan sebaliknya melaksanakan yang halal

adalah mutlak kewajibannya.

Dalam ibadah, kaedah hukum yang berlaku adalah bahwa semua hal dilarang, kecuali

yang ada ketentuannya berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah. Sedangkan dalam urusan

muamalah, semuanya diperbolehkan, kecuali ada dalil yang melarangnya.

Hukum Asal

Ibadah Muamalah

Semua tidak boleh kecuali Semua boleh kecuali ada


yang ada ketentuannya larangannya
36

Ini berarti ketika suatu akad atau perjanjian dan transaksi baru muncul dan belum dikenal

sebelumnya dalam hukum Islam, maka akad atau perjanjian dan transaksi tersebut dianggap

dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil al-Qur‟an dan as-Sunnah melarangnya, baik

secara ekplisit maupun implisit. Dengan demikian, dalam bidang muamalah, semua kegiatan

tersebut di atas dibolehkan kecuali yang diharamkan.

Penyebab terlarangnya sebuah transaksi pembiayaan adalah disebabkan faktor-faktor

sebagai berikut:

a.Haram zatnya

Dalam hal zat, Islam melarang mengkomsumsi, memproduksi, mendistribusikan, dan

seluruh rangkaian mata rantai terhadap komoditas dan aktivitas semua zat yang haram. Suatu

transaksi dilarang, karena objek yang ditransaksikan juga dilarang, misalnya minuman keras,

bangkai, daging babi dan sebagainya. Jadi bila ada nasabah mengajukan fasilitas pembiayaan

misalnya untuk membuka toko yang menjual minuman keras, maka transaksi tersebut hukumnya

haram, karena objek pembiayaan nya haram,walaupun syarat-syarat sah adanya.

b. Haram selain zatnya

Dalam proses, Islam mengharamkan setiap transaksi pembiayaan yang mengandung

unsur atau potensi ketidakadilan dan perbuatan zalim ( menzalimi atau dizalimi ). Disamping itu

termasuk juga perbuatan yang merusak harkat manusia dan alam semesta. Adapun rincian jenis

perbuatan yang diharamkan adalah sebagai berikut:

1). Riba. Secara bahasa riba berarti ziyadah yang berarti tambahan, pertumbuhan, kenaikan,

membengkak, dan bertambah, akan tetapi, tidak semua tambahan atau pertumbuhan

dikategorikan sebagai riba. Secara fiqih, riba diartikan sebagai setiap tambahan dari harta pokok

yang bukan merupakan kompensasi, hasil usaha ataupun hadiah. Namun pengertian riba secara
37

tehnis adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Batil dalam hal ini

adalah perbuatan ketidakadilan ( zalim ) atau diam menerima ketidakadilan. Pengambilan secara

batil akan menimbulkan kezaliman diantara para pihak dalam konteks pembiayaan. Dengan

demikian, esensi pelarangan riba adalah penghapusan ketidakadilan dan penegakan keadilan

dalam kontrak pembiayaan.

2). Gharar. Disebut juga taghrir, adalah situasi dimana terjadi incomplete information (

kurangnya informasi ), yang mengakibatkan terjadi suatu ketidak pastian dalam suatu transaksi

kontrak pembiayaan dan bersifat spekulatif.

3). Masyir. Secara sederhana, yang dimaksudkan masyir adalah suatu perjudian yang

menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban kerugian pihak lain sebagai akibat dari

perbuatan yang mengandung unsur masyir dalam suatu transaksi pembiayaan. ( Adiwarman A.

Karim, 2007, hal 30 )


38

HARAM

Haram zatnya Haram selain Tidak sahnya akad


zatnya

1. Babi 1. Tadlis 1. Tidak terpenuhinya


2. Khamr 2. Taghrir (Gharar) rukun dan syarat
3. Bangkai 3. Ikhtikar 2. Terjadi ta’alluq
4. Darah 4. Bai’najasy 3. Terjadi “2 in 1”
5. Riba
6. Maisir
7. Risywah

Pengertian Akad

Pengertian akad dalam bahasa Indonesia disebut perjanjian; sedangkan dalam hukum

ekonomi syariah disebut akad. Kata akad berasal dari kata al-„aqd, yang berarti mengikat,

menyambung atau menghubungkan (ar-rabt).

Akad (al-„Aqd), dalam pengertian bahasa Indonesia disebut kontrak, merupakan konsekuensi

logis dari hubungan sosial dalam kehidupan manusia. Hubungan ini merupakan fitrah yang

sudah ditakdirkan oleh Allah ketika menciptakan makhluk yang bernama manusia. Karena itu

akad dimaksud merupakan kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam

sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam

akad untuk diimplementasikan dalam kehidupan sosial pada setiap masa.


39

Akad sebagai suatu istilah dalam hukum ekonomi syariah merupakan pertemuan ijab

yang diajukan oleh salah satu pihak dengan qabul dari pihak lain yang menimbulkan akibat

hukum pada obyek akad. Ijab (serah terima). Hal dimaksud, diungkapan atau diucapan atau

sesuatu yang bermakna demikian yang datang dari orang yang memiliki sesuatu, baik berupa

barang maupun jasa sehingga dapat memindahkan hak kepemilikannya melalui akad.

Qabul merupakan ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang bermakna demikian yang

datang dari orang yang akan menerima pemindahan hak kepemilikan barang atau jasa yang

dijadikan obyek akad. Jika transaksi itu berupa jual beli, maka ucapan si penjual kepada pembeli

dapat berupa: "Saya jual buku ini kepada anda" adalah ijab sekalipun hal itu diucapkan

belakangan. Dalam transaksi jual-beli di sini, qabul adalah ucapan si pembeli kepada si penjual:

"Saya beli buku ini" sekalipun ucapan itu dikeluarkan di depan. Jika ijab dan qabul ini sudah

diikat satu sama lain sementara keduanya diucapkan oleh orang yang sehat akalnya maka akan

terjadi perubahan status hukum ke atas barang yang diselenggarakan akad atasnya (dalam hal ini

adalah buku yang dijual). Perubahan status hukum di sini adalah perpindahan hak kepemilikan;

yaitu sebelum akad, buku tersebut milik si penjual dan setelah akad status kepemilikannya

berpindah kepada si pembeli setelah membayar sejumlah uang sebagai harga dari buku itu.

Ijab dan qabul ini sangat penting dalam transaksi hukum ekonomi syariah dan menjadi

indikator kerelaan pihak-pihak yang melakukan akad. Dalam fiqh mu‟amalah, ijab dan qabul ini

adalah komponen dari shighatul „aqd, yaitu ekspresi dari dua pihak yang menyelenggarakan akad

atau aqidain (pemilik barang dan orang yang akan dipindahkan kepemilikan barang kepadanya)

yang mencerminkan kerelaan hatinya untuk memindahkan hak kepemilikan dan menerima hak

kepemilikan melalui pembuatan akad. Hal itu berarti tercapainya tujuan akad akan tercermin

pada terciptanya akibat hukum. Selain itu, di satu pihak memikul beberapa kewajiban dan
40

sekaligus merupakan hak pihak lainnya. Hak dan kewajiban ini disebut juga hukum tambahan

akad.

Akibat hukum tambahan akad dimaksud, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

akibat hukum yang ditentukan oleh syariah dan akibat hukum yang ditentukan oleh para pihak

sendiri. Apa yang baru dikemukakan terdahulu merupakan akibat hukum tambahan yang

ditentukan oleh syariah. Sebagai suatu pertalian antara ijab dengan qabul, maka akad dengan

sendirinya menimbulkan pengaruh pada obyek kontrak. Pertalian ijab dan qabul yang mengikat

kedua belah pihak yang saling bersepakat, yaitu masing-masing pihak dalam akad terikat untuk

melaksanakan kewajiban mereka masing-masing sesuai dengan kesepakatan.

Dalam fiqh muamalah, konsep akad dibedakan dengan konsep wa‟ad. Wa'ad adalah

janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya yang mengikat satu pihak saja, yaitu pihak

yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya; sedangkan pihak yang

diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Pada konsep wa'ad, syarat

dan kondisi belum ditetapkan secara rinci dan spesifik, sehingga jika pihak yang berjanji tidak

dapat memenuhi janjinya atau melakukan wanprestasi, maka sanksi yang diterimanya lebih

merupakan sanksi moral tanpa sanksi hukum. Di lain pihak, akad adalah kontrak antara dua

belah pihak yang mengikat kedua belah pihak untuk saling bersepakat, yaitu para pihak terikat

untuk melaksanakan kewajiban dan menerima hak masing-masing yang telah disepakati terlebih

dahulu. Dalam akad, persyaratan dan kondisi (terms and condition) sudah ditetapkan secara

rinci dan spesifik. Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam akad itu tidak dapat

memenuhi kewajibannya atau melakukan wanprestasi, maka akan menerima sanksi seperti yang

sudah disepakati dalam akad.


41

Bila akad itu dilihat dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, dalam fiqh muamalah

maka ditemukan bahwa akad terbagi dua bagian, yaitu akad tabarru' dan akad tijarah. Jenis akad

tabarru' (gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut non profit

transaction (transaksi nirlaba). Kata “tabarru'” berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang

artinya kebaikan. Transaksi dimaksud, pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari

keuntungan secara komersil. Namun akad tabarru' dilakukan dengan tujuan tolong-menolong

dalam rangka berbuat kebaikan sehingga pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak

mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan datang dari tabarru' adalah dari

Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh

meminta kepada counterpart (rekan/mitra yang bertransaksi) untuk sekadar menutupi biaya

(cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru' tersebut. Namun ia

tidak boleh sedikit pun mengambil laba dari akad tabarru' tersebut. Bentuk akad “tabarru” dapat

berupa memberikan sesuatu atau meminjamkan sesuatu baik uang maupun jasa. Contoh akad-

akad tabarru' adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi'ah, hibah, waqf, shadaqah,

hadiah, dan lain-lain.

Akad tabarru' yang sudah disepakati, tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah (akad yang

bertujuan mencari keuntungan) kecuali ada kesepakatan dari kedua belah pihak untuk

mengikatkan diri dalam akad tijarah tersebut. Misalkan bank setuju untuk menerima titipan

mobil dari nasabah (akad wadiah, dengan demikian bank melakukan akad tabarru'), maka bank

syariah, dalam perjalanan kontrak tidak boleh mengubah akad tersebut menjadi akad tijarah

dengan mengambil keuntungan dari jasa wadiah tersebut. Larangan yang tidak memperbolehkan

perubahan dari akad tabarru‟ menjadi akad tijarah memberi arti bahwa setiap transaksi yang

asalnya bermaksud untuk tidak mendapatkan keuntungan, kemudian setelah terjadi akad,
42

ternyata pihak terkait di dalamnya mengharapkan keuntungan dari transaksi tersebut, maka

transaksi dimaksud merupakan bentuk pengzaliman karena melakukan suatu akad yang berlainan

dengan definisi akadnya seperti gambar 2.1.

Akad tijarah (compensational contract) merupakan segala macam perjanjian yang

menyangkut for profit transaction (transaksi yang berorientasi pada keuntungan). Karena itu,

akad tijarah bertujuan untuk mendapatkan laba, bersifat komersiil. Hal ini didasari atas kaidah

bisnis bahwa “business is an activity for a profit” (bisnis adalah suatu aktivitas untuk

memperoleh keuntungan). Selain itu, perlu dikemukakan bahwa akad tijarah boleh di ubah

menjadi akad tabarru‟. Hal itu berarti setiap transaksi yang asalnya bertujuan untuk mendapatkan

keuntungan, kemudian setelah terjadi akad, pihak yang terkait di dalamnya meringankan atau

memudahkan pihak yang lain dengan menjadikan akad dimaksud menjadi akad tabarru‟ (tanpa

ada imbalan keuntungan) atau lebih jelas lagi jika akad tijarah sudah disepakati, akad tersebut

boleh diubah menjadi akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya dengan rela

melepaskannya, sehingga menggugurkan kewajiban pihak lain. Contoh akad tijarah adalah akad-

akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa seperti; mudharabah, musyarakah, murabahah, salam,

ijarah dan sebagainya.


43

JENIS AKAD/TRANSAKSI

TABARRU’ TIJARAH
(tidak mencari untung) (mencari untung)
PENDANAAN JASA
PERBANKAN SOSIAL PENDANAAN
PEMBIAYAAN JASA
PERBANKAN

DENGAN KEPASTIAN DENGAN KETIDAKPASTIAN


NONBAGI HASIL JASA BAGI HASIL
Pola Titipan
PERBANKAN
- Wadi’ah yad
Dhamanah
Pola Jual Beli
Pola Bagi Hasil
Pola Pinjaman
- Murabahah - Mudharabah
- Qardh - Salam
- Qardul Hasan - Musharokah
- Istishna
Pola Sewa
Lain-lain
Pola Lainnya
- Ijarah - Muzara’ah, Musaqoh,
- Wakalah, Kafalah - Ijarah wa lqtina
Hiwalah, Rahn - Mukhabarah
- Ujr
Pola Lainnya

- Sharf

Gambar 2.1. Jenis Akad/Transaksi

Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh pihak yang melakukan akad

tijarah, maka akad dimaksud, dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: (a) Natural

Certainty Contracts (akad yang memberikan kepastian) dan (b) Natural Uncertainty Contracts

(akad yang tidak memberikan kepastian).

a. Natural Certainty Contracts (akad yang memberikan kepastian)

Konsep natural certainty contracts (NCC) dan natural uncertainty contracts (NUC)

berkaitan dengan teori pertukaran dan teori percampuran dalam suatu bentuk transaksi dalam
44

ekonomi syariah. Bentuk yang pertama (natural certainty contracts), aliran dana (cash flow)

dan waktu (timing) bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua

belah pihak yang bertransaksi di awal akad (fixed and predetermined). Para pihak yang

bersepakat dapat saling mempertukarkan aset yang dimiliki masing-masing, sehingga obyek

pertukarannya baik barang maupun jasa harus ditentukan di awal akad dengan pasti, akad jual-

beli dalam katagori ini, seperti: murabahah, salam, akad sewa-menyewa: ijarah, upah-mengupah

dan sebagainya.

b. Natural Uncertainty Contracts (akad yang tidak memberikan kepastian)

Konsep natural uncertainty contracts merupakan kebalikan dari konsep natural certainty

contracts (NCC), dengan aliran dana (cash flow) dan waktu (timing) yang tidak pasti karena

sangat bergantung pada hasil investasi sehingga tingkat return (pendapatan) investasinya dapat

saja menjadi untung, rugi atau nol (not fixed and not predetermined).

Dalam jenis akad uncertainty contracs pihak-pihak yang melakukan transaksi saling

mencampurkan aset masing-masing (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu

kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Para

pihak menanggung keuntungan dan kerugian bersama, karena akad dimaksud tidak memberikan

kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing). Yang

termasuk dalam transaksi dimaksud adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini

secara "sunnatullah" (by their nature) tidak menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi

bersifat tidak fixed and predetermined. Akad-akad yang termasuk jenis uncertainty contracs

terdiri dari akad musyarakah atau syirkah yang mempunyai 5 (lima) variasi, yakni:

mufawadhah, 'inan, wujuh, abdan, dan mudharabah.5


45

Dalam syirkah mufawadhah, para pihak yang bersepakat mencampurkan modal dalam

jumlah yang sama, yakni Rp. X dicampur dengan Rp. X juga; sedangkan pada syirkah 'inan, para

pihak yang berserikat mencampurkan modal dalam jumlah yang tidak sama, misalnya Rp. X

dicampur dengan Rp. Y; pada syirkah wujuh, terjadi percampuran antara modal dengan

reputasi/nama baik seseorang (wujuh, berasal dari kata bahasa Arab yang berarti wajah yang

dipersamakan dengan reputasi). Bentuk syirkah selanjutnya, syirkah 'abdan, yaitu percampuran

jasa-jasa antara orang yang melakukan kesepakatan. Dalam syirkah 'abdan tidak terjadi

percampuran modal (dalam arti uang), tetapi yang terjadi adalah percampuran

keahlian/keterampilan dari pihak-pihak. Bentuk syirkah yang terakhir adalah syirkah

mudharabah. Dalam syirkah ini, terjadi percampuran antara modal dengan jasa

(keahlian/keterampilan) dari pihak-pihak yang bersepakat untuk melakukan aktivitas kerjasama.

Semua bentuk syirkah yang disebutkan di atas, berlaku suatu ketentuan bila usaha/bisnis

untung maka pembagian keuntungannya didasarkan menurut nisbah (rasio) bagi hasil yang telah

disepakati oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi berdasarkan bentuk akad. Bila

usaha/bisnis dimaksud rugi, maka porsi pembagian kerugian didasarkan menurut porsi modal

masing-masing pihak yang melakukan syirkah berdasarkan akad.

Perbedaan penetapan untung dan rugi dimaksud, didasarkan dari perbedaan kemampuan

menyerap (absorpsi). Untung sebesar apa pun dapat diserap oleh pihak mana saja; Sedangkan

bila rugi suatu usaha, tidak semua pihak memiliki kemampuan menyerap kerugian yang sama.

Apabila terjadi kerugian, maka besar kerugian yang ditanggung disesuaikan dengan besarnya

modal yang diinvestasikan ke dalam suatu bisnis.


46

Teori Pertukaran dan Teori Pencampuran

Teori pertukaran dan teori pencampuran merupakan acuan dari akad tijarah yang

langsung dan dapat diterapkan pada pembagian terhadap akad dimaksud menurut tingkat

kepastian hasil suatu usaha. Sebagai akad yang memberikan kepastian pendapatan sebagaimana

dijelaskan terdahulu, maka semua akad yang termasuk dalam kategori natural certainty contracs

merupakan aplikasi dari teori pertukaran (the theory of exchange); sedangkan jenis akad-akad

yang tidak memberikan kepastian dalam mendapatkan hasil dari suatu usaha, termasuk dalam

natural uncertainty contracs dapat diterapkan berdasarkan teori pencampuran (the theory of

venture).

1). Teori Pertukaran (the theory of exchange)

Teori pertukaran mempunyai dua faktor penting yang saling mempengaruhi antara satu

dengan yang lain. Pertama, ditinjau dari obyek pertukaran, fiqh mualamah membedakan jenis-

jenis yang dipertukarkan berupa „ayn (real asset) berbentuk barang maupun jasa dan dayn

(financial asset) berupa uang atau surat berharga sehingga dari pertukaran menurut obyek, dapat

diidentifikasikan menjadi tiga jenis cara pertukaran yaitu:

Pertukaran antara „ayn (real asset) dengan „ayn (real asset).

Pertukaran antara „ayn (real asset) dengan dayn (financial asset), dan

Pertukaran dayn (financial asset) dengan dayn (financial asset).

Selain itu, fiqh muamalah membedakan dari segi waktu pertukaran, dapat dilakukan

secara tunai (naqdan) yang berarti waktu penyerahan pertukaran tersebut dilakukan saat itu juga,

dan waktu pertukaran yang dilakukan secara tangguh atau waktu penyerahan dilakukan

kemudian (ghairu naqdan).


47

Istilah „ayn merupakan obyek pertukaran yang direpresentasikan dalam bentuk barang

atau jasa, jika pertukaran „ayn dengan „ayn memiliki perbedaan jenis (misalnya upah tenaga

kerja di bayar dengan hasil bumi), maka secara fiqh tidak menjadi masalah selama pertukaran

tersebut dilakukan secara tunai. Bila barang/jasa yang dipertukarkan sama, secara kasat mata

dapat dibedakan,maka hal tersebut diperbolehkan, sebagaimana jika mobil di tukar dengan

mobil, karena mutu mobil secara kasat mata dapat dibedakan. Berbeda dengan pertukaran antara

barang yang sejenis, namun secara kasat mata mutu barang tidak dapat dibedakan (misalnya

antara beras dengan beras), maka akad tersebut dilarang karena berdasarkan ketentuan fiqh

pertukaran barang sejenis dengan mutu yang berbeda akan menimbulkan riba. Kondisi yang

membolehkan pertukaran antara yang sejenis dan secara kasat mata mutu barang tidak dapat

dibedakan adalah kesamaan kuantitas (sawa-an bi saw-in), kesamaan kualitas (mitslan bi mistlin)

dan kesamaan waktu penyerahan (yadan bi yadin).

Pada suatu pertukaran antara barang atau jasa („ayn) dengan aset finansial (dayn), jika

dalam suatu pertukaran yang menjadi 'ayn berupa benda, maka disebut jual beli (al-bai‟), tetapi

apabila 'ayn berupa jasa atau manfaat maka disebut persewaan (al-ijarah).6 Ditinjau dari metode

pembayaran, fiqh membolehkan jual beli yang dilakukan secara tunai (bai' naqdan), secara

tangguh (bai' muajjal) dan secara tangguh serah (bai' salam). Jual beli tangguh dapat dilakukan

secara penuh, tetapi juga dapat dilakukan secara cicilan (taqsith); sedangkan jual beli serah

tangguh dapat dibedakan menjadi dua : pertama pembayaran lunas di muka (bai' salam), dan

kedua pembayaran dilakukan secara cicilan dengan syarat harus lunas sebelum barang

diserahkan (bai' istishna). Akad bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut

persewaan (ijarah), sedangkan bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat berupa jasa pihak

lain, maka disebut upah mengupah. Ijarah dapat dibedakan menjadi dua: ijarah yang
48

pembayarannya tergantung pada kinerja yang disewa disebut ju‟alah dan ijarah yang

pembayarannya tidak tergantung pada kinerja disebut gaji.

Adapun pertukaran dayn dengan dayn, objek pertukaran dapat dibedakan menjadi dua:

pertama dayn berupa uang dan kedua dayn berupa surat berharga. Perbedaan antara uang dengan

surat berharga terdapat pada jangkauan fungsi masing-masing. Kalau uang dinyatakan sebagai

alat tukar resmi oleh pemerintah sehingga berlaku secara umum, keberadaan surat berharga

hanya terbatas pada kalangan tertentu saja yang menggunakan, jika dayn berupa uang,

pertukaran uang dengan uang dibedakan menjadi pertukaran uang sejenis dan pertukaran uang

yang tidak sejenis. Perbedaan ini menimbulkan akibat hukum yang berbeda pula. Pertukaran

uang sejenis hanya diperbolehkan jika memenuhi syarat kesamaan kuantitas (sawa-an bi sawa-

in) dan kesamaan waktu penyerahan (yadan bi yadin), seperti pada pertukaran uang Rp 100.000

dengan dua lembar uang Rp 50.000 serta diserahkan pada waktu yang sama. Pertukaran uang

tidak sejenis hanya dibolehkan bila memenuhi syarat yadan bi yadin. Pertukaran uang yang tidak

sejenis dalam fiqh dapat dikategorikan sebagai akad sharf di lembaga perbankan dikenal dengan

istilah money changer, suatu tempat valuta asing diperjualbelikan. Ketika nasabah ingin

menukarkan mata uang rupiah dengan mata uang dolar ($), agar sesuai dengan ketentuan syariah

maka harus dilakukan secara tunai (spot). Pada dasarnya pertukaran dayn berupa surat berharga

dalam bentuk akad jual beli tidak diperbolehkan, tetapi jika dilihat lebih rinci, maka dapat

dibedakan antara surat berharga yang merupakan representasi dari „ayn dan surat berharga yang

tidak merupakan representasi „ayn, maka menurut fiqh hanya surat berharga yang dianggap

sebagai „ayn (barang) yang dapat diperjualbelikan.


49

2). Teori Pencampuran (the theory of venture)

Seperti halnya the theori of exchange (teori pertukaran). Teori percampuran memiliki

obyek dan waktu yang sama. Menurut obyek pencampuran, dapat dibedakan antara „ayn dan

dayn; sedangkan menurut waktunya dibedakan antara naqdan dan ghairu naqdan. Selain itu, dari

segi obyek pencampuran, akad ini dapat di identifikasi menjadi tiga jenis akad pencampuran:

pencampuran „ayn (real asset) dengan „ayn (real asset); pencampuran „ayn (real asset) dengan

dayn (financial asset); pencampuran dayn (financial asset) dengan dayn (financial asset).

Percampuran antara „ayn dengan „ayn merupakan pencampuran akad dalam bentuk jasa atau

keahlian dengan jasa atau keahlian lain. Pada kasus seorang tukang kayu bekerja sama dengan

tukang batu untuk membangun sebuah rumah. Baik tukang kayu maupun tukang batu, sama-

sama menyumbangkan tenaga dan keahliannya (jasa) dan mencampurkan jasa mereka berdua

untuk membuat usaha bersama, yakni membangun rumah.

Teori pencampuran antara dayn dengan dayn dapat pula terbentuk dalam beberapa

akad. Bila terjadi percampuran antara uang dengan uang dalam jumlah yang sama, Rp 100.000,-

dengan Rp 100.000,-, hal tersebut bernama syirkah mufawadhah. Namun bila jumlah uang yang

dicampurkan berbeda, maka hal ini disebut syirkah 'inan. Berbeda dengan mufawadhah, pada

pencampuran akad „inan tidak disyaratkan adanya kesamaan dalam hal modal dan bentuk kerja

sebagaimana tidak disyaratkan kesamaan dalam pembagian keuntungan. Sementara itu

percampuran dayn dengan dayn dapat juga berupa kombinasi antar surat berharga, misalkan

penggabungan saham antara PT A dengan saham PT B, dan lain-lain. Namun syarat dibolehkan

akad pencampuran ini bahwa surat berharga yang dipercampurkan tersebut harus merupakan

representasi dari kepemilikan aset riil, dalam hal ini surat berharga tersebut dipersamakan

dengan barang („ayn).


50

DAFTAR PUSTAKA

Abdoerraoef, Al-Quran dan Ilmu Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, 1970.

Abdul Ghofur Anshori , Payung Hukum Perbankan Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2007.

_________________, Perbankan Syariah di indonesia, Gajahmada University Press,

Yogyakarta, 2007.

Adiwarman A Karim, Bank Islam-Analisis fiqih dan Keuangan, edisi ketiga, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2007.

_________________, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani Press, Jakarta,

2001.

_________________, Ekonomi Mikro Islami, edisi ketiga, PT Raja Granfindo Persada, Jakarta,

2007.

_________________, Ekonomi Makro Islami, edisi kedua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2007.

Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah Sebuah kajian Historis dan Kontemporer,

diterjemahkan oleh Dimyauddin Djuwaini, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam , Yayasan Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1996

Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris di Indonesia,

Erlangga,2010

Arfin Hamid, Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia Perspektif Sosio-Yuridis,eLSAS,

Jakarta, 2007
51

Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Bambang Poernomo, Filsafat Hukum, makalah program doktor ilmu hukum Universitas

Jayabaya, 1994

Briefcase Book, Edukasi Profesional Syariah Cara Untuk Memahami Akad-Akad Syariah,

Penyunting Mihammad Firdaus NH, Sofiniyah Ghufron, Muhammad Aziz Halim, dan Mukhtar

Asshodiq, Renaisan, Jakarta, 2005.

Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press,Yogyakarta,2008

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika,

Jakarta, 1996.

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010

DR. Tarek El-Diwany, Bunga Bank dan Masalahnya The Problem With Interest: Suatu Tinjauan

Syariah dan Ekonomi Keuangan, diterjemahkan oleh Amdiar Amir, Media Eka Sarana, Jakarta,

2003.

Edi Wibowo dan Untung Hendi Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 2005

Gemala Dewi, et al, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006

Hasanain Muhammad Makhluf, Kalimatul Qur‟an-Tafsir Wa Bayan, diterjemahkan oleh Hery

Noer Aly, Gema Risalah, Bandung, 2005.

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, Rajawali Pres, 2002

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah-Deskripsi dan Ilustrasi, edisi kedua,

Ekonisia, Yogyakarta, 2007.

Hirsanuddin, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Pembiayaan Bisnis Dengan Prinsip

Kemitraan, Genta Press, Yogyakarta, 2008


52

H.M Arfin Hamid, Hukum Ekonomi Islam ( Ekonomi Syariah di Indonesia ), Bogor, Ghalia

Indonesia, 2007

__________________, Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia-Perspektif Sosio-Yuris, eL.

SAS, Jakarta, 2007.

H.Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di

indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Ichtijanto SA, Hukum Islam dan Hukum Nasional, Jakarta, Ind-Hill co, 1990

Jazuni, Legislasi Hukum Islam, PT Citra Adi Bakti, Bandung, 2005.

Karnaen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah (Teori,Praktik,dan

Peranannya),Jakarta, Celestial Publishing, 2007

Lewis, Mervyn dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah, diterjemahkan oleh Burhan

Subrata, PT Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2007.

Moch Faisal Salam, Pertumbuhan hukum Bisnis Syariah di Indonesia, Pustaka, Bandung, 2006.

Mochammad Nadjib, et al, Investasi Syariah Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik,

Jusmaliani, ed., Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2008.

Mohd Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Moh Nasir,Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.

Muhammad Muslihuddin, Sistem Perbankan Islam Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, tt

Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Gema Insani dan Tazkia

Cendekia, Jakarta, 2001.

Yogyakarta, 2006.

M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, diterjemahkan oleh Ikhwan Abidin Basri, Gema Insani

dan Tazkia Cendekia, Jakarta,2000.


53

Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, PT Citra

Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Muslimin, Kebijakan Pemerintah Indonesia Tentang Perbankan Islam.Disertasi, PPS UIN,

Jakarta, 2003

Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia,Cetakan Pertama, Bandung: Refika

Aditama, 2010

Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Jakarta, PT Djambatan,2002

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1987

Soetandyo Wigjosoebroto, Pengolahan dan Analisis Data. Dalam Koentjoroningrat, Metode-

metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka, Jakarta, 1990

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Subekti, R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgerlijk Wetboek), Jakarta, Pradya

Paramita,2004.

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan di

Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2005.

TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah, PT Putra Rizki Utama, Semarang, 2001.

Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait ( BAMUI dan

Takaful ) di Indonesia, PT Raja Granfindo Persada, Jakarta, 1991.

Wiroso, Produk Perbankan Syariah, LPFE Usakti, Jakarta, 2009

Zainal Bahar Noor, Bank Muamalat Indonesia; Sebuah Mimpi, Harapan, dan Kenyataan, Bening

Publishing, Jakarta, 2006.

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009

__________, Hukum Ekonomi Syariah, Cet. Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
54

__________, Hukum Perbankan Syariah, Cet. Kedua, Sinar Grafika, Jakarta 2010

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2000.

Anda mungkin juga menyukai