DISUSUN OLEH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BOROBUDUR
JAKARTA , 2018
DAFTAR ISI
1. Sampul Depan………………………………………………………………………… i
2. Daftar Isi………………………………………………………………………………. ii
4. Karakteristik syariah…………………………………………………………………. 1
7. Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi konvensional ditinjau dari moral dan etika… 3
masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistem
ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare
State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal
terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaa. Selain itu, ekonomi dalam
kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah
Karakteristik syariah
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang
mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali
sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi.
mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi
Kesatuan (unity)
Keseimbangan (equilibrium)
Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik,
karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah
mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan". Dalam Al Qur'an surat
Al Baqarah ayat 275. disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba. tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.
dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh
mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan
manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi
Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik
dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam
perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.
Ada tiga sistem ekonomi yang dikenal di dunia, yaitu Sistem ekonomi Sosialis/komunis,
Sistem ekonomi Kapitalis, dan Sistem ekonomi Islam.Masing-masing sistem ini mempunyai
karakteristik.
Pertama, Sistem ekonomi Sosialis/komunis.Paham ini muncul sebagai akibat dari paham
kapitalis yang mengekploitasi manusia, sehingga negara ikut campur cukup dalam dengan
perannya yang dangat dominan.Akibatnya adalah tidak adanya kebebasan dalam melakukan
Kedua, Sistem ekonomi Kapitalis. Berbeda dengan sistem komunis, sistem ini sangat
bertolak belakang dengan sistem Sosialis/Komunis, di mana negara tidak mempunyai peranan
Sistem ini mengakui adanya tangan yang tidak kelihatan yang ikut campur dalam mekanisme
pasar apabila terjadi penyimpangan (invisible hand). Yang menjadi cita-cita utamanya adalah
adanya pertumbuhan ekomomi, sehingga setiap individu dapat melakukan kegiatan ekonomi
Ketiga, Sistem ekonomi Islam.Sistem ekonomi Islam hadir jauh lebih dahulu dari kedua
sistem yang dimaksud di atas, yaitu pada abad ke 6, sedangkan kapitalis abad 17, dan sosialis
abad 18. Dalam sistem ekonomi Islam, yang ditekankan adalah terciptanya pemerataan distribusi
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan
Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi konvensional ditinjau dari moral dan etika
Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional,
yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang
ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil.
4
ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada di tengah-
tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat
individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta
komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan
yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan
kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan
Menurut Qardhawi1 sitem ekonomi Islam tidak berbeda dengan sistem ekonomi
laiannya, dari segi bentuk, cabang, rincian, dan cara pengaplikasian yang beraneka ragam., tapi
arahan-arahan prinsip yang juga mencakup sebagian cabang penting yang bersifat spesifik ada
perbedaannya. Hal itu karena sistem Islam selalu menetapkan secara global dalam masalah-
menguraikan secara rinci pada masalah-masalah yang tidak mengalami perubahan. Fakta sejarah
menunjukkan bahwa Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat kompreshensif, yang
mengatursemua aspek, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik maupun yang bersifat
spiritual.
yang merupakan batas-batas prilaku manusia sehingga menguntungkan suatu individu tanpa
merugikan individu yang lain.Perilaku inilah yang harus diawasi dengan ditetapkannya aturan-
5
aturan yang berlandaskan aturan Islam, untukmengarahkan individu sehingga mereka secara baik
Hal yang berbeda dengan sistem ekonomi yang lainnya adalah terletak pada aturan moral
dan etika ini.Aturan yang dibentuk dalam ekonomi islam merupakan aturan yang bersumber
pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan Kekuatan Tertinggi (Tuhan),
kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia.Sedangkan pada
sistem yang lain tidak terdapat aturan-aturan yang menetapkan batas-batas prilaku manusia
a.Segala sesuatunya adalah milik Allah, manusia diberi hak untuk memanfaatkan segala sesuatu
yang ada di muka bumi ini sebagai khalifah atau pengemban amanat Allah, untuk mengambil
ciptaan Allah.
c. Semua manusia tergantung pada Allah, sehingga setiap orang bertanggung jawab atas
d. Status kekalifahan berlaku umum untuk setiap manusia, namun tidak berarti selalu punya
hak yang sama dalam mendapatkan keuntungan. Kesamaan hanya dalam kesempatan,dan setiap
e. Individu-individu memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai manusia. Hak dan
f.Dalam Islam, bekerja dinilai sebagai kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai kejahatan.Ibadah
yang paling baik adalah bekerja dan pada saat yang sama bekerja merupakan hak dan sekaligus
kewajiban.
g. Kehidupan adalah proses dinamis menuju peningkatan. Allah menyukai orang yang bila dia
i.Suatu kebaikan dalam peringkat kecil secara jelas dirumuskan.Setiap muslim dihimbau oleh
sistem etika (akhlak) Islam untuk bergerak melampaui peringkat minim dalam beramal saleh.
Mekanisme pasar dalam masyarakat muslim tidak boleh dianggap sebagai struktur
atomistis, tapi akumulasi dan konsentrasi produksi mungkin saja terjadi, selama tidak melanggar
Dari segi teori nilai, dalam ekonomi Islam tidak ada sama sekali pemisahan antara manfaat
normatif sautu mata dagangan dan nilai ekonomisnya.Semua yang dilarang digunakan, otomatis
Jika berbicara tentang nilai dan etika dalam ekonomi islam, terdapat empat nilai utama
menggambarkan keunikan yang utama bagi ekonomi islam, bahkan dalam kenyataannya
merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang
berlandaskan ajaran islam. Atas dasar itu, sangat nyata perbedaannya dengan sistem ekonomi
laniinya.
kapitalis semata-mata berbicara tentang materi dan keuntungana terutama yang bersifat
7
individual, duniawi dan kekinian.Islam mempunyai cara, pemahaman, nilai-nilai ekonomi yang
berbeda dengan ekonomi Barat buatan manusia yang sama sekali tidak mengharapkan
ketenangan dari Allah dan tidak mempertimbangkan akhirat sama sekali. Seorang muslim ketika
menanam, bekerja, ataupun berdagang dan lain-lain adalah dalam rangka beribadad kepada
Allah.Ketika mengkonsumsi dan menikmati berbagai harta yang baik menyadari itu sebgai rezki
dari Allah dan nikmat-Nya, yang wajib disyukuri sebagai mana dalam firman Allah surat Saba
ayat 15.
Sesungguhnya bagi kaum Saba‟ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman
mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
“Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-
Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha
Pengampun”.
Seorang muslim tunduk kepada aturan Allah, tidak akan berusaha dengan sesuatu yang
haram, tidak akan melakukan yang riba, tidak melakukan penimbunan, tidak akan berlaku zalim,
tidak akan menipu, tidak akan berjudi, tidak akan mencuri, tidak akan menyuap dan tidak akan
menerima suap.Seorang muslim tidak akan melakukan pemborosan, dan tidak kikir.
Ekonomi akhlak, dalam hal ini tidak adanya pemisahan antara kegiatan ekonomi dengan
akhlak. Islam tidak mengizinkan umatnya untuk mendahulukan kepentingan ekonomi di atas
pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama.Kegiatan yang berkatian dengan akhlak
terdapat pada langkah-langkah ekonomi, baik yang berkaitan dengan produksi, distribusi,
peredaran, dan konsumsi.Seorang muslim terikat oleh iman dan akhlak pada setiap aktivitas
menginfakkan hartanya.
8
merealisasikan kehidupan yang baik bagi umat manusia dengan segala unsur dan pilarnya.Selain
merupakan sarana dan pelakunya dengan memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan Allah
dalam ekonomi islam seperti nilai kemerdekaan dan kemuliaan kemanusiaan, keadilan, dan
menetapkan hukum kepada manusia berdasarkan keadilan tersebut, persaudaraan, dan saling
mencintai dan saling tolong menolong di antara sesama manusia.Nilai lain, menyayangi seluruh
umat manusia terutama kaum yang lemah.Di antara buah dari nilai tersebut adalah pengakuan
islam atas kepemilikan pribadi jika diperoleh dari cara-cara yang dibenarkan syariat serta
adail merupakan ruh dari ekonomi Islam.Dan ruh ini merupakan perbedaan yang sangat jelas
dengan sistem ekonomi lainnya. Ruh dari sistem kapitalis sangat jelas dan nampak pada
tersermin pada prasangka buruk terhadap individu dan pemasungan naluri untuk memiliki dan
menjadi kaya. Komunis memandang kemaslahatan masyarakat, yang diwakili oleh Negara,
Ciri khas pertengahan ini tersermin dalam keseimbangan yang adil yang ditegakkan oleh
islam di antara individu dan masyarakat, sebagai mana ditegakkannya dalam berbagai pasangan
Tujuan analisis ekonomi telah berubah secara signifikan sejak abad kesembilan belas.
Satu dapatmengasosiasikan tiga fokus utama pembangunan di dalamnya. Pada paruh pertama
abad kesembilanbelas analisis ekonomi prihatin dengan masalah distribusi.Setelah tahun 1870 itu
menjadi prihatin dengan masalah alokasi yang optimal sumber daya di antaraberakhir
berkaitan dengan pekerjaan,generasi permintaan agregat terhadap barang dan jasa dan stabilisasi
harga.Singkatnya, ekonomi modern telah disibukkan oleh gagasan satu tujuan kepuasan dari
sempurna.Melawan fasad maju dan agak mengesankan tatanan ekonomi modern dalam
pembuatan.
Masalah utama dari tatanan ekonomi adalah alokasi sumber daya yang efisien dalam
dan bumi. Ini membawa kita padaisu utama dari sistem ekonomi baru berpikir biasa yang disebut
'ekonomi Islam'Tujuan utama bab ini adalah untuk menggambarkan dalam bahasa non teknis
ekonomi. Kita kemudian akan melihatbeberapa instrumen ekonomi kunci yang menerjemahkan
dan tidak ada analisis ekonomi yang rumit darimasalah ini adalah undertaken untuk kepentingan
pembaca umum.
Islam ekonomi tidak puas dengan sudut pandang konvensional analisis ekonomi. Itu
termotivasi olehkepala sekolah pertama kardinal nya, prinsip tauhid dan persaudaraan. Tauhid
secara harfiah berarti'unit'. dalam konteks ekonomi itu ringkasan inti dari seluruh esensi ekonomi
Islam dalam hal inimengajarkan manusia bagaimana berhubungan dan menangani dengan pria
lain dalam teranghubungannya dengan tuhan. Ia mengatakan bahwa di balik kerja ekonomi
adalah kebenaran yang lebih fudamentalbahwa keadilan sosial. Dalam islam kemampuan untuk
memahami dan mengeluarkan ini berasalkeadilan sosial membentuk pengetahuan dan praktek
prinsip Quran. Dengan cara ini prinsip-prinsiptauhid dan persaudaraan link tugas-tugas kami
untuk pria dengan tugas kepada Tuhan. Dalam hal lebihpraktis esensi tauhid dan persaudaraan
terletak pada kesetaraan dan kerjasama. Suatu akibat wajarsegera prinsip tauhid dan
persaudaraan adalah catatan utama ekonomi syariah, bahwa untuk Tuhan sajatermasuk apa yang
ada di langit dan di bumi, dan bahwa ia telah membuat hal yang baik untuk melayanimanusia.
Thomas Khun menyatakan bahsa setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma. Inti
paradigma ekonomi Islambersumber dari Al-Quran dan Sunnah.Ekonomi Islam mempunyai sifat
dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani.Disebut Ekonomi Rabbani karena sarat dengan
arahan dan nilai-nilai Ilahiyah. Sedangkan ekonomi Insani karena ekonomi ini dilaksanakan dan
Menurut Yusuf Qardhawi (2004), ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu tauhid,
akhlak, dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak ada dalam
landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip keseimbangan pun, dalam praktiknya, justru yang
11
membuat ekonomi konvensional semakin dikritik dan ditinggalkan orang. Ekonomi islam
dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan
Tauhid.Keimanan mempunyai peranan penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung
akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup,
lingkungan.Saringan moral bertujuan untuk menjaga kepentingan diri tetap berada dalam batas-
batas kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual seuai dengan prioritas sosial
dan menghilangkan atau meminimalisasikan penggunaan sumber daya untuk tujuan yang akan
menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan meningkatkan keserasian antara kepentingan diri
Dengan mengacu kepada aturan Ilahiah, maka setiap perbuatan manusia mempunyai nilai
moral dan ibadah. Pada paham naturalis, sumber daya menjadi faktor terpenting dan pada pada
paham monetaris menempatkan modal financial sebagai yang terpenting.Dalam ekomoni Islam
Karasteristik Ekonomi Islam bersumber pada Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas
pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas
Ada beberapa Karasteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu‟ah Al-
Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah Swt, firman Q.S. Al-
Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya.Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-
Hadid ayat 7.
Selain itu terdapat sabda Rasulullah SAW, yang juga mengemukakan peran manusia
sebagai khalifah, diantara sabdanya ”Dunia ini hijau dan manis”.Allah telah menjadikan kamu
khalifah (penguasa) didunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta
di dunia ini. Dapat disimpulkan bahwa semua harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya
milik Allah, akan tetapi Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.
Sesungguhnya Islam sangat menghormati milik pribadi, baik itu barang- barang konsumsi
ataupun barang- barang modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik
Pada QS.an-Najm ayat 31 dan Firman Allah SWT. dalam QS. An-Nisaa ayat 32 dan QS.
Al-Maa‟idah ayat 38. jelaslah perbedaan antara status kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam
dengan sistem ekonomi yang lainnya. Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walau
hakekatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula dengan ajaran Islam. Sementara dalam sistem
kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas.sedangkan dalam sistem
sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan oleh negara.
Diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam (yafie, 2003: 41-42) adalah:
larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkankerugian atas
13
harta orang lain atau kepentingan masyarakat, larangan melakukan penipuan dalam transaksi,
larangan menimbun emas dan perak atau sarana- sarana moneter lainnya, sehinggamencegah
peredaran uang, larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam
masyarakat.
Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan
bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Selain itu para ahli
tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi
akhirat) dan sekularitas (segi dunia).Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan
Kepentingan umum
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui hak mutlak
dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan- batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak
milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan- batasan yang
ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum. Kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan
mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum.
baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak
boleh melanggar aturan- aturan yang telah digariskan Allah SWT. Dalam Al-Qur‟an maupun Al-
Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis
maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma-
norma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru
tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan
masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam
negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban
memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem kapitalis
yang sangat membatasi peran negara. Sebaliknya juga berbeda dengan sistem sosialis yang
g. Bimbingan Konsumsi
Islam melarang orang yang suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum
h. Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu‟ah Al-
ilmiyahwa-al amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam
i. Zakat
Zakat adalah salah satu karasteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat
dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah
kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat
j.Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu
sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Diantara faktor yang menyelewengkan uang
dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba). Ada beberapa pendapat lain mengenai
hal- hal yang membedakan ekonomi Islam secara operasional dengan ekonomi sosialis maupun
kapitalis adalah :
b. Kebebasan berekonomi
c.Dualisme Kepemilikan
Tiga dekade yang lalu, Bank Syariah sebagai representasi keuangan Islam, belum dikenal
oleh masyarakat. Kini sistem keuangan syariah telah beroperasi di lebih dari 55 negara yang
Meskipun pemikiran ekonomi syariah baru muncul beberapa tahun terakhir ini di negara-negara
muslim, namun ide-ide tentang ekonomi Islam dapat dirunut dalam Alquran yang di turunkan
Merupakan sistem hukum dan aturan perilaku yang sesuai dengan Alquran dan Hadist,
seperti yang dituntunkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Oleh karena itu, kaum muslim tidak
dapat memilah perilaku mereka ke dalam dimensi religius dan dimensi sekuler. Selain itu,
Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis riba
berarti pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil (Antonio, 1999). Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun
pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang
dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun
kelompok kedua, riba jual beli terbagi lagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.
Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berhutang. Riba Jahiliyyah adalah utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam
Riba Fadhl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan
barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Riba Nasi’ah adalah
penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis
17
barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau
penambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
Zakat
Zakat merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan dalam Islam. Keadilan dan
kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki peluang yang sama dan tidak berarti bahwa
Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga negaranya, dalam bentuk
sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya
adalah untuk menjembatani perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar kaum muslimin mampu
Haram
Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah sesuai yang telah
diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa praktek dan
aktivitas keuangan syariah tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka diharapkan lembaga
keuangan syariah membentuk Dewan Penyelia Agama atau Dewan Syariah. Dewan ini
beranggotakan para ahli hukum Islam yang bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah
yang independen. Aturan tegas mengenai investasi beretika harus dijalankan. Oleh karena
itu lembaga keuangan syariah tidak boleh mendanai aktivitas atau item yang haram, seperti
perdagangan minuman keras, obat-obatan terlarang atau daging babi. Selain itu, lembaga
keuangan syariah juga didorong untuk memprioritaskan produksi barang-barang primer untuk
Alquran melarang secara tegas segala bentuk perjudian (QS. 5:90-91). Alquran
18
menggunakan kata maysir untuk perjudian, berasal dari katausr (kemudahan dan kesenangan):
penjudi berusaha mengumpulkan harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu diterapkan secara
Selain mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang
mengandung unsur judi. Hukum Islam menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi yang adil
dan etis, pengayaan diri melalui permainan judi harus dilarang. Islam juga melarang transaksi
ekonomi yang melibatkan unsur spekulasi, gharar (secara harfiah berarti resiko). Apabila riba
dan maysir dilarang dalam Alquran, maka gharar dilarang dalam beberapa hadis. Menurut istilah
bisnis, gharar artinya menjalankan suatu usaha tanpa pengetahuan yang jelas, atau menjalankan
transaksi dengan resiko yang berlebihan. Jika unsur ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar
dan tidak terhindarkan, maka Islam membolehkannya (Algaoud dan Lewis, 2007).
Takaful
Takaful adalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arabkafala, yang berarti
memperhatikan kebutuhan seseorang. Kata ini mengacu pada suatu praktik ketika para partisipan
suatu kelompok sepakat untuk bersama-sama menjamin diri mereka sendiri terhadap kerugian
atau kerusakan. Jika ada anggota partisipan ditimpa malapetaka atau bencana, ia akan menerima
manfaat finansial dari dana sebagaimana ditetapkan dalam kontrak asuransi untuk membantu
Pada hakikatnya, konsep takaful didasarkan pada rasa solidaritas, responsibilitas, dan
persaudaraan antara para anggota yang bersepakat untuk bersama-sama menanggung kerugian
tertentu yang dibayarkan dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai
dengan apa yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama (mutual
insurance), karena para anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan juga yang terjamin (insured).
19
Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi
hasil (profit and loss sharing). Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk
bersama. Mudharabah dan musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai
meningkat (al-irtifa‟), dan membesar (al‟uluw).1 Dengan kata lain, riba berarti penambahan,
perkembangan, peningkatan, dan pembesaran atas pinjaman pokok yang diterima pemberi
pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karena menangguhkan atau berpisah dari sebagian
Beberapa perbedaan definisi riba dikalangan ulama, tetapi perbedaan ini lebih
dipengaruhi penafsiran atas pengalaman masing-masing ulama mengenai riba di dalam konteks
kehidupan mereka. Sehingga, walaupun terdapat perbedaan dalam pendefinisian, tetapi substansi
dari definisi tersebut sama. Secara umum ekonom muslim tersebut menegaskan bahwa riba
adalah pengambilan tambahan yang harus dibayarkan, baik dalam transaksi jual-beli maupun
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua, riba utang-piutang dan riba jual-
beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Adapun kelompok
kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.
Riba Qardh
20
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang
(mugtaridh).
Riba Jahiliyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya
pada waktu yang ditetapkan. Riba jahiliyah dilarang karena kaedah "kullu qardin jarra manfa ah
Riba Fadhl
Jenis riba ini disebut juga riba buyu yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang
sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya
(sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin). Pertukaran seperti ini
mengandung gharar berupa ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang
yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah satu
Riba Nasiah
Riba nasiah disebut riba duyun yaitu riba yang timbul akibat utang-piutang yang tidak
memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha
muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Transaksi seperti ini mengandung pertukaran
kewajiban menanggung beban hanya karena berjalannya waktu. Riba nasiah adalah penangguhan
penyerahan atau penetimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi
lainnya. Riba Nasi'ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang
yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Jadi, al-ghunmu (untung)
muncul tanpa adanya al-ghurmi (risiko), hasil usaha (al-kharaj) muncul tanpa adanya biaya
21
(dhaman); al-ghunmu dan al-kharaj muncul hanya dengan berjalannya waktu. Padahal dalam
Padahal justru itulah yang terjadi dalam riba nasiah, yakni terjadi perubahan sesuatu yang
seharusnya bersifat uncertain (tidak pasti) menjadi certain (pasti). Pertukaran kewajiban
salah satu pihak, kedua pihak, dan pihak-pihak lain. Pendapat Imam Syarkasih seperti yang
"Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (iwad)
Di Indonesia, fatwa ulama tentang bank dan bunga bank ditetapkan dalam Sidang Lajnah
yang sesuai dengan kaidah Islam. Setelah itu dalam Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun
1992 di Bandar Lampung yang mengamanatkan berdirinya bank Islam dengan sistem tanpa
bunga. Pendirian beberapa lembaga keuangan bank dan non-bank yang menampilkan semangat
keIslaman, maka untuk memenuhi dan melindungi kepentingan masyarakat, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada tanggal 10 Februari 1999, membentuk sebuah dewan yang disebut Dewan
Syariah Nasional (DSN). Sejak berdirinya pada awal tahun 1999 hingga 2010, Dewan Syariah
Nasional telah mengeluarkan 78 fatwa yang menyangkut berbagai jenis kegiatan keuangan,
Fatwa DSN pertama yang dikeluarkan adalah No. 01/ DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro,
tanggal 26 Dzulhijjah 1420H atau 1 April 2000, yang memutuskan bahwa giro yang tidak
22
dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga, kemudian No.
02/DSNMUI/IV/2000 tentang Tabungan, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H atau 1 April 2000 , yang
memutuskan bahwa tabungan yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu tabungan yang
Dzulhijjah 1420 H atau 1 April 2000, yang memutuskan bahwa deposito yang tidak dibenarkan
secara syariah, yaitu deposito yang berdasarkan perhitungan bunga, namun ketiga fatwa tersebut
Pada tanggal 16 Desember 2003, Komisi Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia
bersidang di Jakarta, memutuskan fatwa tentang bunga (interest/faidah) timbul reaksi di kalangan
masyarakat, baik yang setuju maupun yang tidak setuju. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa
adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang (al-qard) yang diperhitungkan
tempo waktu, dan diperhitungkan secara pasti di muka berdasarkan persentase. Dengan demikian
riba merupakan tambahan (zi yadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam
pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Dan inilah yang disebut riba nasi‟ah.
Selanjutnya memutuskan bahwa praktik pembungaan uang saat ini telah memenuhi
kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi'ah. Dengan demikian,
praktik pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan haram hukumnya. Praktik
pembungaan uang ini banyak dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi,
dan lembaga keuangan lainnya termasuk juga perorangan. Fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2000 yang menyatakan, bahwa bunga bank tidak
Untuk mendudukkan kontroversi bunga bank dan riba secara tepat diperlukan
pemahaman yang mendalam, baik tentang seluk-beluk bunga maupun dari akibat yang
ditimbulkan oleh pembiaran sistem bunga dalam perekonomian dan dengan membaca tanda-
tanda serta arah yang dimaksud dengan riba dalam Al-Qur'an dan Hadits.
Definisi bunga menurut pengertian kamus The American Heritage Dictionary of the
English Language 2 adalah: ”Interest is A charge for a financial loan, usually a precentage of the
amount loaned”.
“Interest (net) - bunga modal (netto). Pembayaran untuk penggunaan dana-dana. Diterangkan
balas jasa untuk pengorbanan konsumsi atas pendapatan yang dicapai pada waktu sekarang
harga,
harga yang mengatasi terhadap masa sekarang atas masa yang akan datang (teori preferensi
waktu),
harga yang menyesuaikan permintaan dan penawaran akan dana-dana yang dipinjamkan (teori
“Interest yaitu: Sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut,
misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau presentasi modal yang bersangkut paut dengan itu
Teori Abstinence
Teori ini menganggap bunga adalah sejumlah uang yang diberikan kepada seseorang
karena pemberi pinjaman telah menahan diri (abstinence) dari keinginannya memanfaatkan
menahan keinginan sehingga menunda suatu kepuasan, menuntut adanya kompensasi yang
disebut bunga.
manfaatkan, pemberi pinjaman hanya akan meminjamkan uang berlebihan dari yang ia perlukan.
Dengan demikian, sebenarnya pemberi pinjaman tidak menahan diri atas apapun. Tentu ia tak
Tidak ada standar yang dapat digunakan untuk mengukur unsur penundaan konsumsi dari teori
bunga abstinence. Walaupun ada, bagaimana menentukan suku bunga yang adil antara kedua
Teori ini, menganggap uang sebagai barang yang menghasilkan keuntungan bilamana
digunakan untuk melakukan produksi. Jadi uang bila tidak digunakan tidak menghasilkan
25
keuntungan, tetapi bila digunakan dipastikan menghasilkan keuntungan sekian persen dari usaha
yang dilakukan.
Uang tidak bisa disamakan dengan barang-barang rumah tangga atau perusahaan. Karena
Nilai uang akan sama dengan nilai barang dan sifat uang sama dengan sifat barang. Nilainya
Sulit memperhitungkan besarnya sewa uang yang dikenakan kepada orang lain, dan bisa saja ini
Teori ini menganggap setiap uang yang dipinjamkan akan membawa keuntungan bagi
orang yang dipinjaminya. Jadi setiap uang yang dipinjamkan baik pinjaman produktif maupun
konsumtif. pasti menambah keuntungan bagi peminjam sehingga pihak yang meminjamkan
berhak untuk menarik sekian persen dari keuntungan dari apa yang telah peminjam lakukan atas
Kelemahan teori ini adalah setiap penggunaan pinjaman, terdapat dua kemungkinan
memperoleh keuntungan atau menderita kerugian. Jika dalam menjalankan bisnisnya peminjam
mengalami kerugian, dasar apa yang dapat membenarkan pemberi pinjaman menarik keuntungan
tetap secara bulanan atau tahunan dari peminjam. Keuntungan dari peminjam tidak bisa dijamin
selalu sama dari bulan ke bulan atau tahun ke tahun. Artinya bisa saja peminjam mengalami
Teori ini beranggapan bahwa dengan meminjamkan uangnya berarti pemberi pinjaman
menunggu atau menahan diri untuk tidak menggunakan modal sendiri guna memenuhi keinginan
sendiri. Hal ini serupa dengan memberikan waktu kepada peminjam. Dengan waktu itulah yang
keuntungan. Hal ini dijadikan alasan para penganut teori ini untuk menganggap bahwa pemberi
pinjaman berhak menikmati sebagian keuntungan peminjam. Menurut mereka, besar kecilnya
keuntungan terkait langsung dengan besar kecilnya waktu. Pemberi pinjaman dianggap berhak
Teori ini mempunyai kelemahan dimana waktu tidak bisa dijadikan dasar bagi peminjam
untuk mendapatkan keuntungan usahanya. Bisa saja dengan bekerja keras, dengan waktu yang
telah ditentukan, kita akan mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Akan tetapi keberadaan
usaha kita selain dipengaruhi oleh kondisi ekonomi juga kondisi non-ekonomi.
Pengaruh waktu dalam berbagai bidang usaha berbeda-beda. Untuk itu, tidak bisa
pedagang yang menjual barangnya di pasar persaingan sempurna dipastikan setiap harinya
Teori ini beranggapan bahwa: pertama, modal mempunyai kesanggupan sebagai alat
barang dalam jumlah yang lebih besar dari apa yang bisa dihasilkan tanpa memakai modal.
Ketiga, modal sanggup menghasilkan benda-benda yang lebih berharga daripada yang dihasilkan
27
tanpa modal. Keempat, modal sanggup menghasilkan nilai yang lebih besar dari nilai modal itu
sendiri. Dengan demikian, pemberi pinjaman layak untuk mendapat imbalan bunga.
Kelemahan teori tersebut : modal akan berfungsi baik bila ada dukungan faktor produksi
yang lain, seperti profesionalisme, pengembangan teknologi, luasnya industri dan lain-lain.
produksi.
Teori ini menganggap bunga sebagai selisih nilai (rasio) yang diperoleh dari barang-
barang pada waktu sekarang terhadap perubahan atau penukaran barang di waktu yang akan
datang. Ada tiga alasan mengapa nilai barang di waktu yang mendatang akan berkurang, yaitu:
Pertama, keuntungan di masa yang akan datang diragukan. Hal tersebut disebabkan oleh
ketidakpuasan peristiwa serum kehidupan manusia yang akan datang, sedangkan keuntungan
masa kini sangat jelas dan pasti. Kedua, kepuasan terhadap kehendak atau keinginan masa kini
lebih bernilai bagi manusia daripada kepuasan mereka pada waktu yang akan datang. Pada masa
yang akan datang, mungkin saja seseorang tidak mempunyai kehendak sama dengan sekarang.
Dan ketiga, kenyataan barang-barang pada waktu kini lebih penting dan berguna. Dengan
demikian, barang-barang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding dengan barang-
Kelemahan teori ini bila demikian mengapa banyak orang tidak membelanjakan seluruh
pendapatannya di saat sekarang. Tetapi lebih banyak menyimpan demi keperluan di masa datang.
Hal ini menunjukkan orang menahan keinginan masa kini demi untuk memenuhi keinginan masa
depan. Padahal mereka tidak dapat menduga apa yang bakal terjadi pada masa mendatang. Hasil
28
yang nyata dari optimalisasi waktu tergantung pada jenis usaha, sektor industri, lama usaha,
Teori Inflasi
Teori ini menganggap adanya kecenderungan penurunan nilai uang di masa datang.
Maka menurut paham ini, mengambil tambahan dari uang yang dipinjamkan merupakan sesuatu
yang logis sebagai kompensasi penurunan nilai uang sesama dipinjamkan. Kelemahan teori ini:
argumentasi tersebut sangat tepat seandainya dalam dunia ekonomi yang terjadi hanyalah inflasi
saja tanpa ada deflasi atau stabilitas. Kita tidak boleh menutup kemungkinan dalam masalah
transaksi syariah terdapat keuntungan. Tidak jarang keuntungan yang dihasilkan dari transaksi
Prinsip-prinsip untuk menentukan adanya riba di dalam transaksi kredit atau barter yang
diambil dari sabda Rasulullah saw mencakup, pertukaran barang yang sama jenis dan nilainya,
tetapi berbeda jumlahnya, baik secara kredit maupun tunai, mengandung unsur riba. Contoh,
unsur riba di dalam pertukaran satu ons emas dengan setengah ons emas. Pertukaran barang yang
sama jenis dan jumlahnya, tetapi berbeda nilai atau harganya dan dilakukan secara kredit,
mengandung unsur riba. Pertukaran semacam ini akan terbebas dari unsur riba apabila dijalankan
dari tangan ke tangan secara tunai. Kemudian pertukaran barang yang sama nilai atau harganya
tetapi berbeda jenis dan kuantitasnya, serta dilakukan secara kredit, mengandung unsur riba.
Tetapi apabila pertukaran dengan cara dari tangan ke tangan tunai, maka pertukaran tersebut
terbebas dari unsur riba. Contoh, jika satu ons emas mempunyai nilai sama dengan satu ons
perak. Kemudian dinyatakan sah apabila dilakukan pertukaran dari tangan ke tangan tunai.
29
Sebaliknya, transaksi ini dinyatakan terlarang apabila dilakukan secara kredit karena adanya
unsur riba.
Selanjutnya pertukaran barang yang berbeda jenis, nilai dan kuantitasnya, baik secara
kredit maupun dari tangan ke tangan, terbebas dari riba, sehingga diperbolehkan. Contoh, garam
dengan gandum, dapat dipertukarkan, baik dari tangan ke tangan maupun secara kredit, dengan
kuantitas sesuai dengan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika barang itu campuran yang
mengubah jenis dan nilainya, pertukaran dengan kuantitas yang berbeda baik secara kredit
maupun dari tangan ke tangan, terbebas dari unsur riba sehingga sah. Contoh, perhiasan emas
Di dalam perekonomian yang berazaskan uang, di mana harga barang ditentukan dengan
standar mata uang suatu negara, pertukaran suatu barang yang sama dengan kuantitas berbeda,
baik secara kredit maupun dari tangan ke tangan, keduanya terbebas dari riba, dan oleh
karenanya diperbolehkan. Contoh, satu grade gandum dijual seberat 10 kg per dolar, sementara
grade gandum yang lain 15 kg per dolar. Kedua grade gandum ini dapat ditukarkan dengan
kuantitas yang tidak sama tanpa merasa ragu adanya riba karena transaksi itu dilakukan
"Ketika seseorang memberikan pinjaman kepada orang lain dan peminjam memberikannya
makanan atau tumpangan hewan, dia tidak boleh menerimanya kecuali keduanya terbiasa saling
memberikan pertolongan".
Dengan demikian, beliau melarang mengambil hadiah, jasa, atau pertolongan sekecil apa
pun sebagai syarat atas suatu pinjaman. Tambahan yang tidak sama dengan praktik yang
30
ditunjukkan tersebut di atas tidak termasuk riba yang diharamkan, sebagaimana dicontohkan
“Dari Abu Rafi' ra. katanya Rasulullah SAW pernah meminjam unta muda usia kepada
seseorang. Setelah itu, ada orang mengantarkan unta sedekah kepada beliau. Lalu Nabi SAW
menyuruh Abu Raft' membayar unta muda yang dipinjamnya. Abu Rafi' mengatakan kepada
beliau: " belum ada unta muda, yang ada hanyalah unta pilihan yang telah dewasa". Sabda
beliau: "Berikanlah itu! Sebaik-baik manusia, ialah yang mengutamakan pelunasan suatu utang".
Dari Hadits tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sesuatu tambahan tidak termasuk
riba apabila:
Cukup jelas bahwa bunga bank termasuk praktik riba yang ditunjukkan tersebut di atas,
karena bunga disyaratkan di muka pada waktu menerima pinjaman atas inisiatif pemberi
pinjaman yang timbul pada awal akan diberikannya pinjaman. Praktik membungakan uang biasa
dilakukan oleh orang-orang secara pribadi atau oleh lembaga keuangan. Orang atau badan
hukum yang meminjamkan uang kepada perorangan atau menyimpan uangnya di lembaga
keuangan biasanya akan memperoleh imbalan bunga atau disebut bunga meminjamkan atau
bunga simpanan. Sebaliknya, orang atau badan hukum yang meminjam uang dari perorangan
atau lembaga keuangan diharuskan mengembalikan uang yang dipinjam ditambah bunga, bunga
ini disebut bunga pinjaman. Peristiwa tersebut di atas dicatat beberapa hal sebagai berikut4:
Bunga adalah tambahan terhadap uang yang disimpan pada lembaga keuangan atau uang yang
dipinjamkan.
31
Besarnya bunga yang harus dibayar ditetapkan di muka tanpa memperdulikan apakah lembaga
keuangan penerima simpanan atau peminjam berhasil dalam usahanya atau tidak.
Besarnya bunga yang harus dibayar dicantumkan dalam angka persentase atau angka perseratus
dalam setahun yang artinya apabila utang tidak dibayar atau simpanan tidak diambil dalam
beberapa tahun bisa terjadi utang itu atau simpanan itu menjadi berlipat ganda jumlahnya.
Ketiga hal tersebut di atas tampak jelas, bahwa praktik membungakan uang adalah upaya
pembayaran tambahan uang itu prakarsanya tidak datang dari yang meminjam, dengan jumlah
peminjam sebenarnya tidak mengetahui dengan pasti apakah usahanya akan berhasil atau tidak
dan apakah ia akan sanggup membayar tambahan dari pinjamannya itu; dan
pembayaran tambahan uang itu dihitung dengan persentase sehingga tidak tertutup kemungkinan
suatu saat jumlah seluruh kewajiban yang harus dibayar menjadi berlipat ganda.
Bagi hasil merupakan bentuk return (perolehan aktivitas usaha) dari akad investasi, dari
waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap dalam sistem operasional perbankan syariah. Besar-
kecil jumlah perolehan bagi hasil tergantung pada hasil usaha yang benar-benar diperoleh bank
syariah.
Dalam sistem perbankan syariah, bagi hasil merupakan suatu mekanisme yang dilakukan
para pihak baik shahibul maal maupun mudharib dalam upaya memperoleh hasil usaha sesuai
kontrak yang disepakati bersama pada awal akad. Penentuan porsi bagi basil antara kedua belah
32
pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (At-
Dalam hukum perbankan syariah penerapan bagi hasil harus memperhatikan prinsip At
Ta awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama di antara anggota masyarakat untuk
kebaikan. Di samping itu juga harus menghindari prinsip Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana)
dan membiarkannya menganggur (tidak digunakan untuk transaksi) sehingga tidak bermanfaat
Ada beberapa sistem bagi hasil dalam menentukan berapa bagian yang diperoleh oleh
masing-masing pihak yang terkait. Sistem bagi hasil yang pada dasarnya erat kaitannya dengan
Profit sharing
Profit sharing berupa perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil net (bersih) dari
total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut. Apabila suatu bank menggunakan sistem profit sharing, kemungkinan yang
akan terjadi adalah bagi hasil yang akan diterima shahibul maal akan semakin kecil.
Dalam kamus ekonomi profit dapat diartikan sebagai laba. Namun secara istilah, profit
adalah perbedaan yang timbul akibat total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih
besar dari biaya total (total cost). Dalam perbankan syariah istilah profit sharing sering
menggunakan istilah profit and loss sharing, dimana pembagian antara untung dan rugi dari
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian
kerja sama antara antara pemodal (investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam
menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana diantara keduanya akan terikat kontrak bahwa
33
didalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah
kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung
bersama sesuai porsi. Jadi, dalam sistem profit and loss sharing jika terjadi kerugian maka
pemodal tidak akan mendapatkan pengembalian modal secara utuh, sedang bagi pengelola tidak
akan mendapatkan upah dari kerjanya. Sedangkan keuntungan yang akan dibagikan adalah
seluruh pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional selama proses usaha.
Revenue sharing
Revenue sharing berupa perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh
pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut. Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari
dua kata yaitu, revenue yang berarti hasil, penghasilan, pendapatan, sedangkan sharing berarti
bagi atau bagian. Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima
oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang
dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue). Jadi revenue sharing merupakan
pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang
mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kegiatan produksi dikalikan
dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. Di dalam revenue terdapat unsur-
unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit)
merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan
keuangan.
Berdasarkan definisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip
ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang
merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang
34
tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah
dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi
modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit). Berbeda dengan revenue di dalam arti
perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga
bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang
diberikan oleh bank. Revenue pada perbankan syariah adalah hasil yang diterima oleh bank dari
penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva
Dalam perbankan syariah Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah sistem
bagi hasil dengan berlandaskan pada sistem revenue sharing. Bank syariah dapat berperan
sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank berperan sebagai pengelola maka
biaya tersebut akan ditanggung oleh bank, begitu pula sebaliknya jika bank berperan sebagai
pemilik dana akan membebankan biaya tersebut pada pihak nasabah pengelola dana. Bank yang
menggunakan sistem revenue sharing kemungkinan yang akan terjadi adalah tingkat bagi hasil
yang diterima oleh pemilik dana akan lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga pasar yang
berlaku, kondisi ini akan mempengaruhi pemilik dana untuk berinvestasi di bank syariah dan
Lebih jelasnya revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya
diperbankan syariah kedua sistem tersebut sangat berbeda, dan implikasinya dalam sistem
Dalam ekonomi Islam segala sesuatu yang dilakukan harus halalan thayyibah, yaitu benar
secara hukum Islam dan baik dari perspektif nilai dan moralitas Islam. Kebalikan dari halalan
thayyibah adalah haram, yaitu sesuatu yang jika dilakukan akan menimbulkan dosa.
Meninggalkan yang haram adalah mutlak kewajibannya dan sebaliknya melaksanakan yang halal
Dalam ibadah, kaedah hukum yang berlaku adalah bahwa semua hal dilarang, kecuali
yang ada ketentuannya berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah. Sedangkan dalam urusan
Hukum Asal
Ibadah Muamalah
Ini berarti ketika suatu akad atau perjanjian dan transaksi baru muncul dan belum dikenal
sebelumnya dalam hukum Islam, maka akad atau perjanjian dan transaksi tersebut dianggap
dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil al-Qur‟an dan as-Sunnah melarangnya, baik
secara ekplisit maupun implisit. Dengan demikian, dalam bidang muamalah, semua kegiatan
sebagai berikut:
a.Haram zatnya
seluruh rangkaian mata rantai terhadap komoditas dan aktivitas semua zat yang haram. Suatu
transaksi dilarang, karena objek yang ditransaksikan juga dilarang, misalnya minuman keras,
bangkai, daging babi dan sebagainya. Jadi bila ada nasabah mengajukan fasilitas pembiayaan
misalnya untuk membuka toko yang menjual minuman keras, maka transaksi tersebut hukumnya
unsur atau potensi ketidakadilan dan perbuatan zalim ( menzalimi atau dizalimi ). Disamping itu
termasuk juga perbuatan yang merusak harkat manusia dan alam semesta. Adapun rincian jenis
1). Riba. Secara bahasa riba berarti ziyadah yang berarti tambahan, pertumbuhan, kenaikan,
membengkak, dan bertambah, akan tetapi, tidak semua tambahan atau pertumbuhan
dikategorikan sebagai riba. Secara fiqih, riba diartikan sebagai setiap tambahan dari harta pokok
yang bukan merupakan kompensasi, hasil usaha ataupun hadiah. Namun pengertian riba secara
37
tehnis adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Batil dalam hal ini
adalah perbuatan ketidakadilan ( zalim ) atau diam menerima ketidakadilan. Pengambilan secara
batil akan menimbulkan kezaliman diantara para pihak dalam konteks pembiayaan. Dengan
demikian, esensi pelarangan riba adalah penghapusan ketidakadilan dan penegakan keadilan
2). Gharar. Disebut juga taghrir, adalah situasi dimana terjadi incomplete information (
kurangnya informasi ), yang mengakibatkan terjadi suatu ketidak pastian dalam suatu transaksi
3). Masyir. Secara sederhana, yang dimaksudkan masyir adalah suatu perjudian yang
menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban kerugian pihak lain sebagai akibat dari
perbuatan yang mengandung unsur masyir dalam suatu transaksi pembiayaan. ( Adiwarman A.
HARAM
Pengertian Akad
Pengertian akad dalam bahasa Indonesia disebut perjanjian; sedangkan dalam hukum
ekonomi syariah disebut akad. Kata akad berasal dari kata al-„aqd, yang berarti mengikat,
Akad (al-„Aqd), dalam pengertian bahasa Indonesia disebut kontrak, merupakan konsekuensi
logis dari hubungan sosial dalam kehidupan manusia. Hubungan ini merupakan fitrah yang
sudah ditakdirkan oleh Allah ketika menciptakan makhluk yang bernama manusia. Karena itu
akad dimaksud merupakan kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam
sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam
Akad sebagai suatu istilah dalam hukum ekonomi syariah merupakan pertemuan ijab
yang diajukan oleh salah satu pihak dengan qabul dari pihak lain yang menimbulkan akibat
hukum pada obyek akad. Ijab (serah terima). Hal dimaksud, diungkapan atau diucapan atau
sesuatu yang bermakna demikian yang datang dari orang yang memiliki sesuatu, baik berupa
barang maupun jasa sehingga dapat memindahkan hak kepemilikannya melalui akad.
Qabul merupakan ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang bermakna demikian yang
datang dari orang yang akan menerima pemindahan hak kepemilikan barang atau jasa yang
dijadikan obyek akad. Jika transaksi itu berupa jual beli, maka ucapan si penjual kepada pembeli
dapat berupa: "Saya jual buku ini kepada anda" adalah ijab sekalipun hal itu diucapkan
belakangan. Dalam transaksi jual-beli di sini, qabul adalah ucapan si pembeli kepada si penjual:
"Saya beli buku ini" sekalipun ucapan itu dikeluarkan di depan. Jika ijab dan qabul ini sudah
diikat satu sama lain sementara keduanya diucapkan oleh orang yang sehat akalnya maka akan
terjadi perubahan status hukum ke atas barang yang diselenggarakan akad atasnya (dalam hal ini
adalah buku yang dijual). Perubahan status hukum di sini adalah perpindahan hak kepemilikan;
yaitu sebelum akad, buku tersebut milik si penjual dan setelah akad status kepemilikannya
berpindah kepada si pembeli setelah membayar sejumlah uang sebagai harga dari buku itu.
Ijab dan qabul ini sangat penting dalam transaksi hukum ekonomi syariah dan menjadi
indikator kerelaan pihak-pihak yang melakukan akad. Dalam fiqh mu‟amalah, ijab dan qabul ini
adalah komponen dari shighatul „aqd, yaitu ekspresi dari dua pihak yang menyelenggarakan akad
atau aqidain (pemilik barang dan orang yang akan dipindahkan kepemilikan barang kepadanya)
yang mencerminkan kerelaan hatinya untuk memindahkan hak kepemilikan dan menerima hak
kepemilikan melalui pembuatan akad. Hal itu berarti tercapainya tujuan akad akan tercermin
pada terciptanya akibat hukum. Selain itu, di satu pihak memikul beberapa kewajiban dan
40
sekaligus merupakan hak pihak lainnya. Hak dan kewajiban ini disebut juga hukum tambahan
akad.
Akibat hukum tambahan akad dimaksud, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
akibat hukum yang ditentukan oleh syariah dan akibat hukum yang ditentukan oleh para pihak
sendiri. Apa yang baru dikemukakan terdahulu merupakan akibat hukum tambahan yang
ditentukan oleh syariah. Sebagai suatu pertalian antara ijab dengan qabul, maka akad dengan
sendirinya menimbulkan pengaruh pada obyek kontrak. Pertalian ijab dan qabul yang mengikat
kedua belah pihak yang saling bersepakat, yaitu masing-masing pihak dalam akad terikat untuk
Dalam fiqh muamalah, konsep akad dibedakan dengan konsep wa‟ad. Wa'ad adalah
janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya yang mengikat satu pihak saja, yaitu pihak
yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya; sedangkan pihak yang
diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Pada konsep wa'ad, syarat
dan kondisi belum ditetapkan secara rinci dan spesifik, sehingga jika pihak yang berjanji tidak
dapat memenuhi janjinya atau melakukan wanprestasi, maka sanksi yang diterimanya lebih
merupakan sanksi moral tanpa sanksi hukum. Di lain pihak, akad adalah kontrak antara dua
belah pihak yang mengikat kedua belah pihak untuk saling bersepakat, yaitu para pihak terikat
untuk melaksanakan kewajiban dan menerima hak masing-masing yang telah disepakati terlebih
dahulu. Dalam akad, persyaratan dan kondisi (terms and condition) sudah ditetapkan secara
rinci dan spesifik. Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam akad itu tidak dapat
memenuhi kewajibannya atau melakukan wanprestasi, maka akan menerima sanksi seperti yang
Bila akad itu dilihat dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, dalam fiqh muamalah
maka ditemukan bahwa akad terbagi dua bagian, yaitu akad tabarru' dan akad tijarah. Jenis akad
tabarru' (gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut non profit
transaction (transaksi nirlaba). Kata “tabarru'” berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang
artinya kebaikan. Transaksi dimaksud, pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari
keuntungan secara komersil. Namun akad tabarru' dilakukan dengan tujuan tolong-menolong
dalam rangka berbuat kebaikan sehingga pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan datang dari tabarru' adalah dari
Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh
meminta kepada counterpart (rekan/mitra yang bertransaksi) untuk sekadar menutupi biaya
(cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru' tersebut. Namun ia
tidak boleh sedikit pun mengambil laba dari akad tabarru' tersebut. Bentuk akad “tabarru” dapat
berupa memberikan sesuatu atau meminjamkan sesuatu baik uang maupun jasa. Contoh akad-
akad tabarru' adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi'ah, hibah, waqf, shadaqah,
Akad tabarru' yang sudah disepakati, tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah (akad yang
bertujuan mencari keuntungan) kecuali ada kesepakatan dari kedua belah pihak untuk
mengikatkan diri dalam akad tijarah tersebut. Misalkan bank setuju untuk menerima titipan
mobil dari nasabah (akad wadiah, dengan demikian bank melakukan akad tabarru'), maka bank
syariah, dalam perjalanan kontrak tidak boleh mengubah akad tersebut menjadi akad tijarah
dengan mengambil keuntungan dari jasa wadiah tersebut. Larangan yang tidak memperbolehkan
perubahan dari akad tabarru‟ menjadi akad tijarah memberi arti bahwa setiap transaksi yang
asalnya bermaksud untuk tidak mendapatkan keuntungan, kemudian setelah terjadi akad,
42
ternyata pihak terkait di dalamnya mengharapkan keuntungan dari transaksi tersebut, maka
transaksi dimaksud merupakan bentuk pengzaliman karena melakukan suatu akad yang berlainan
menyangkut for profit transaction (transaksi yang berorientasi pada keuntungan). Karena itu,
akad tijarah bertujuan untuk mendapatkan laba, bersifat komersiil. Hal ini didasari atas kaidah
bisnis bahwa “business is an activity for a profit” (bisnis adalah suatu aktivitas untuk
memperoleh keuntungan). Selain itu, perlu dikemukakan bahwa akad tijarah boleh di ubah
menjadi akad tabarru‟. Hal itu berarti setiap transaksi yang asalnya bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan, kemudian setelah terjadi akad, pihak yang terkait di dalamnya meringankan atau
memudahkan pihak yang lain dengan menjadikan akad dimaksud menjadi akad tabarru‟ (tanpa
ada imbalan keuntungan) atau lebih jelas lagi jika akad tijarah sudah disepakati, akad tersebut
boleh diubah menjadi akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya dengan rela
melepaskannya, sehingga menggugurkan kewajiban pihak lain. Contoh akad tijarah adalah akad-
JENIS AKAD/TRANSAKSI
TABARRU’ TIJARAH
(tidak mencari untung) (mencari untung)
PENDANAAN JASA
PERBANKAN SOSIAL PENDANAAN
PEMBIAYAAN JASA
PERBANKAN
- Sharf
Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh pihak yang melakukan akad
tijarah, maka akad dimaksud, dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: (a) Natural
Certainty Contracts (akad yang memberikan kepastian) dan (b) Natural Uncertainty Contracts
Konsep natural certainty contracts (NCC) dan natural uncertainty contracts (NUC)
berkaitan dengan teori pertukaran dan teori percampuran dalam suatu bentuk transaksi dalam
44
ekonomi syariah. Bentuk yang pertama (natural certainty contracts), aliran dana (cash flow)
dan waktu (timing) bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua
belah pihak yang bertransaksi di awal akad (fixed and predetermined). Para pihak yang
bersepakat dapat saling mempertukarkan aset yang dimiliki masing-masing, sehingga obyek
pertukarannya baik barang maupun jasa harus ditentukan di awal akad dengan pasti, akad jual-
beli dalam katagori ini, seperti: murabahah, salam, akad sewa-menyewa: ijarah, upah-mengupah
dan sebagainya.
Konsep natural uncertainty contracts merupakan kebalikan dari konsep natural certainty
contracts (NCC), dengan aliran dana (cash flow) dan waktu (timing) yang tidak pasti karena
sangat bergantung pada hasil investasi sehingga tingkat return (pendapatan) investasinya dapat
saja menjadi untung, rugi atau nol (not fixed and not predetermined).
Dalam jenis akad uncertainty contracs pihak-pihak yang melakukan transaksi saling
mencampurkan aset masing-masing (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu
kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Para
pihak menanggung keuntungan dan kerugian bersama, karena akad dimaksud tidak memberikan
kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing). Yang
termasuk dalam transaksi dimaksud adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini
secara "sunnatullah" (by their nature) tidak menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi
bersifat tidak fixed and predetermined. Akad-akad yang termasuk jenis uncertainty contracs
terdiri dari akad musyarakah atau syirkah yang mempunyai 5 (lima) variasi, yakni:
Dalam syirkah mufawadhah, para pihak yang bersepakat mencampurkan modal dalam
jumlah yang sama, yakni Rp. X dicampur dengan Rp. X juga; sedangkan pada syirkah 'inan, para
pihak yang berserikat mencampurkan modal dalam jumlah yang tidak sama, misalnya Rp. X
dicampur dengan Rp. Y; pada syirkah wujuh, terjadi percampuran antara modal dengan
reputasi/nama baik seseorang (wujuh, berasal dari kata bahasa Arab yang berarti wajah yang
dipersamakan dengan reputasi). Bentuk syirkah selanjutnya, syirkah 'abdan, yaitu percampuran
jasa-jasa antara orang yang melakukan kesepakatan. Dalam syirkah 'abdan tidak terjadi
percampuran modal (dalam arti uang), tetapi yang terjadi adalah percampuran
mudharabah. Dalam syirkah ini, terjadi percampuran antara modal dengan jasa
Semua bentuk syirkah yang disebutkan di atas, berlaku suatu ketentuan bila usaha/bisnis
untung maka pembagian keuntungannya didasarkan menurut nisbah (rasio) bagi hasil yang telah
disepakati oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi berdasarkan bentuk akad. Bila
usaha/bisnis dimaksud rugi, maka porsi pembagian kerugian didasarkan menurut porsi modal
Perbedaan penetapan untung dan rugi dimaksud, didasarkan dari perbedaan kemampuan
menyerap (absorpsi). Untung sebesar apa pun dapat diserap oleh pihak mana saja; Sedangkan
bila rugi suatu usaha, tidak semua pihak memiliki kemampuan menyerap kerugian yang sama.
Apabila terjadi kerugian, maka besar kerugian yang ditanggung disesuaikan dengan besarnya
Teori pertukaran dan teori pencampuran merupakan acuan dari akad tijarah yang
langsung dan dapat diterapkan pada pembagian terhadap akad dimaksud menurut tingkat
kepastian hasil suatu usaha. Sebagai akad yang memberikan kepastian pendapatan sebagaimana
dijelaskan terdahulu, maka semua akad yang termasuk dalam kategori natural certainty contracs
merupakan aplikasi dari teori pertukaran (the theory of exchange); sedangkan jenis akad-akad
yang tidak memberikan kepastian dalam mendapatkan hasil dari suatu usaha, termasuk dalam
natural uncertainty contracs dapat diterapkan berdasarkan teori pencampuran (the theory of
venture).
Teori pertukaran mempunyai dua faktor penting yang saling mempengaruhi antara satu
dengan yang lain. Pertama, ditinjau dari obyek pertukaran, fiqh mualamah membedakan jenis-
jenis yang dipertukarkan berupa „ayn (real asset) berbentuk barang maupun jasa dan dayn
(financial asset) berupa uang atau surat berharga sehingga dari pertukaran menurut obyek, dapat
Pertukaran antara „ayn (real asset) dengan dayn (financial asset), dan
Selain itu, fiqh muamalah membedakan dari segi waktu pertukaran, dapat dilakukan
secara tunai (naqdan) yang berarti waktu penyerahan pertukaran tersebut dilakukan saat itu juga,
dan waktu pertukaran yang dilakukan secara tangguh atau waktu penyerahan dilakukan
Istilah „ayn merupakan obyek pertukaran yang direpresentasikan dalam bentuk barang
atau jasa, jika pertukaran „ayn dengan „ayn memiliki perbedaan jenis (misalnya upah tenaga
kerja di bayar dengan hasil bumi), maka secara fiqh tidak menjadi masalah selama pertukaran
tersebut dilakukan secara tunai. Bila barang/jasa yang dipertukarkan sama, secara kasat mata
dapat dibedakan,maka hal tersebut diperbolehkan, sebagaimana jika mobil di tukar dengan
mobil, karena mutu mobil secara kasat mata dapat dibedakan. Berbeda dengan pertukaran antara
barang yang sejenis, namun secara kasat mata mutu barang tidak dapat dibedakan (misalnya
antara beras dengan beras), maka akad tersebut dilarang karena berdasarkan ketentuan fiqh
pertukaran barang sejenis dengan mutu yang berbeda akan menimbulkan riba. Kondisi yang
membolehkan pertukaran antara yang sejenis dan secara kasat mata mutu barang tidak dapat
dibedakan adalah kesamaan kuantitas (sawa-an bi saw-in), kesamaan kualitas (mitslan bi mistlin)
Pada suatu pertukaran antara barang atau jasa („ayn) dengan aset finansial (dayn), jika
dalam suatu pertukaran yang menjadi 'ayn berupa benda, maka disebut jual beli (al-bai‟), tetapi
apabila 'ayn berupa jasa atau manfaat maka disebut persewaan (al-ijarah).6 Ditinjau dari metode
pembayaran, fiqh membolehkan jual beli yang dilakukan secara tunai (bai' naqdan), secara
tangguh (bai' muajjal) dan secara tangguh serah (bai' salam). Jual beli tangguh dapat dilakukan
secara penuh, tetapi juga dapat dilakukan secara cicilan (taqsith); sedangkan jual beli serah
tangguh dapat dibedakan menjadi dua : pertama pembayaran lunas di muka (bai' salam), dan
kedua pembayaran dilakukan secara cicilan dengan syarat harus lunas sebelum barang
diserahkan (bai' istishna). Akad bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut
persewaan (ijarah), sedangkan bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat berupa jasa pihak
lain, maka disebut upah mengupah. Ijarah dapat dibedakan menjadi dua: ijarah yang
48
pembayarannya tergantung pada kinerja yang disewa disebut ju‟alah dan ijarah yang
Adapun pertukaran dayn dengan dayn, objek pertukaran dapat dibedakan menjadi dua:
pertama dayn berupa uang dan kedua dayn berupa surat berharga. Perbedaan antara uang dengan
surat berharga terdapat pada jangkauan fungsi masing-masing. Kalau uang dinyatakan sebagai
alat tukar resmi oleh pemerintah sehingga berlaku secara umum, keberadaan surat berharga
hanya terbatas pada kalangan tertentu saja yang menggunakan, jika dayn berupa uang,
pertukaran uang dengan uang dibedakan menjadi pertukaran uang sejenis dan pertukaran uang
yang tidak sejenis. Perbedaan ini menimbulkan akibat hukum yang berbeda pula. Pertukaran
uang sejenis hanya diperbolehkan jika memenuhi syarat kesamaan kuantitas (sawa-an bi sawa-
in) dan kesamaan waktu penyerahan (yadan bi yadin), seperti pada pertukaran uang Rp 100.000
dengan dua lembar uang Rp 50.000 serta diserahkan pada waktu yang sama. Pertukaran uang
tidak sejenis hanya dibolehkan bila memenuhi syarat yadan bi yadin. Pertukaran uang yang tidak
sejenis dalam fiqh dapat dikategorikan sebagai akad sharf di lembaga perbankan dikenal dengan
istilah money changer, suatu tempat valuta asing diperjualbelikan. Ketika nasabah ingin
menukarkan mata uang rupiah dengan mata uang dolar ($), agar sesuai dengan ketentuan syariah
maka harus dilakukan secara tunai (spot). Pada dasarnya pertukaran dayn berupa surat berharga
dalam bentuk akad jual beli tidak diperbolehkan, tetapi jika dilihat lebih rinci, maka dapat
dibedakan antara surat berharga yang merupakan representasi dari „ayn dan surat berharga yang
tidak merupakan representasi „ayn, maka menurut fiqh hanya surat berharga yang dianggap
Seperti halnya the theori of exchange (teori pertukaran). Teori percampuran memiliki
obyek dan waktu yang sama. Menurut obyek pencampuran, dapat dibedakan antara „ayn dan
dayn; sedangkan menurut waktunya dibedakan antara naqdan dan ghairu naqdan. Selain itu, dari
segi obyek pencampuran, akad ini dapat di identifikasi menjadi tiga jenis akad pencampuran:
pencampuran „ayn (real asset) dengan „ayn (real asset); pencampuran „ayn (real asset) dengan
dayn (financial asset); pencampuran dayn (financial asset) dengan dayn (financial asset).
Percampuran antara „ayn dengan „ayn merupakan pencampuran akad dalam bentuk jasa atau
keahlian dengan jasa atau keahlian lain. Pada kasus seorang tukang kayu bekerja sama dengan
tukang batu untuk membangun sebuah rumah. Baik tukang kayu maupun tukang batu, sama-
sama menyumbangkan tenaga dan keahliannya (jasa) dan mencampurkan jasa mereka berdua
Teori pencampuran antara dayn dengan dayn dapat pula terbentuk dalam beberapa
akad. Bila terjadi percampuran antara uang dengan uang dalam jumlah yang sama, Rp 100.000,-
dengan Rp 100.000,-, hal tersebut bernama syirkah mufawadhah. Namun bila jumlah uang yang
dicampurkan berbeda, maka hal ini disebut syirkah 'inan. Berbeda dengan mufawadhah, pada
pencampuran akad „inan tidak disyaratkan adanya kesamaan dalam hal modal dan bentuk kerja
percampuran dayn dengan dayn dapat juga berupa kombinasi antar surat berharga, misalkan
penggabungan saham antara PT A dengan saham PT B, dan lain-lain. Namun syarat dibolehkan
akad pencampuran ini bahwa surat berharga yang dipercampurkan tersebut harus merupakan
representasi dari kepemilikan aset riil, dalam hal ini surat berharga tersebut dipersamakan
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghofur Anshori , Payung Hukum Perbankan Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2007.
Yogyakarta, 2007.
Adiwarman A Karim, Bank Islam-Analisis fiqih dan Keuangan, edisi ketiga, PT Raja Grafindo
_________________, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani Press, Jakarta,
2001.
_________________, Ekonomi Mikro Islami, edisi ketiga, PT Raja Granfindo Persada, Jakarta,
2007.
_________________, Ekonomi Makro Islami, edisi kedua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007.
Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah Sebuah kajian Historis dan Kontemporer,
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam , Yayasan Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1996
Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris di Indonesia,
Erlangga,2010
Jakarta, 2007
51
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Bambang Poernomo, Filsafat Hukum, makalah program doktor ilmu hukum Universitas
Jayabaya, 1994
Briefcase Book, Edukasi Profesional Syariah Cara Untuk Memahami Akad-Akad Syariah,
Penyunting Mihammad Firdaus NH, Sofiniyah Ghufron, Muhammad Aziz Halim, dan Mukhtar
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika,
Jakarta, 1996.
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010
DR. Tarek El-Diwany, Bunga Bank dan Masalahnya The Problem With Interest: Suatu Tinjauan
Syariah dan Ekonomi Keuangan, diterjemahkan oleh Amdiar Amir, Media Eka Sarana, Jakarta,
2003.
Edi Wibowo dan Untung Hendi Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2005
Gemala Dewi, et al, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah-Deskripsi dan Ilustrasi, edisi kedua,
H.M Arfin Hamid, Hukum Ekonomi Islam ( Ekonomi Syariah di Indonesia ), Bogor, Ghalia
Indonesia, 2007
H.Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Ichtijanto SA, Hukum Islam dan Hukum Nasional, Jakarta, Ind-Hill co, 1990
Lewis, Mervyn dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah, diterjemahkan oleh Burhan
Moch Faisal Salam, Pertumbuhan hukum Bisnis Syariah di Indonesia, Pustaka, Bandung, 2006.
Mochammad Nadjib, et al, Investasi Syariah Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik,
Mohd Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Gema Insani dan Tazkia
Yogyakarta, 2006.
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, diterjemahkan oleh Ikhwan Abidin Basri, Gema Insani
Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, PT Citra
Jakarta, 2003
Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia,Cetakan Pertama, Bandung: Refika
Aditama, 2010
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Paramita,2004.
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan di
TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah, PT Putra Rizki Utama, Semarang, 2001.
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait ( BAMUI dan
Zainal Bahar Noor, Bank Muamalat Indonesia; Sebuah Mimpi, Harapan, dan Kenyataan, Bening
__________, Hukum Ekonomi Syariah, Cet. Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
54
__________, Hukum Perbankan Syariah, Cet. Kedua, Sinar Grafika, Jakarta 2010
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2000.