Oleh :
Elvin Aulia Zahara
D1A017090
Hukum Ekonomi Syariah A1
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Hukum Ekonomi Syariah”.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Ekonomi Syariah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara filosofis, cita-cita hukum ekonomi Indonesia adalah menggagas dan menyiapkan
konsep hukum tentang kehidupan ekonomi. Kehidupan ekonomi yang diinginkan adalah
kehidupan berbangsa dan bernegara yang rakyatnya memiliki kesejahteraan dan keadilan sosial,
sebagaimana yang dicita-citakan Pancasila. Bertolak dari cita-cita tersebut, ke depan hukum
ekonomi harus menunjukkan sifat yang akomodatif terhadap: 1) perwujudan masyarakat yang
adil dan makmur; 2) keadilan yang proporsional dalam masyarakat; 3) tidak adanya diskriminatif
terhadap pelaku ekonomi; 4) persaingan yang tidak sehat.
Cita-cita hukum ekonomi ini searah dengan cita hukum Islam yang tertuang dalam maqᾱṣid
asy-syari’ah dengan berintikan pada membangun dan menciptakan kemaslahatan dunia dan
akhirat bagi umat manusia. Cita hukum Islam dalam bidang ekonomi terlihat dalam konsepnya
tentang aktivitas ekonomi dipandang sebagai wahana bagi masyarakat untuk membawa kepada,
paling tidak pelaksanaan dua ajaran al-Qur’an, yaitu prinsip saling at- ta’awwun (membantu dan
saling bekerja sama antara anggota masyarakat untuk kebaikan) dan prinsip menghindari garar
(transaksi bisnis di mana didalamnya terjadi unsur penipuan yang akhirnya merugikan salah satu
pihak).
Masuknya unsur Islam (ekonomi syariah) dalam cita hukum ekonomi Indonesia, bukan
berarti mengarahkan ekonomi nasional ke arah ideologi ekonomi agama tertentu, tetapi
dikarenakan ekonomi syari’ah sudah lama hidup dan berkembang tidak hanya di Indonesia,
tetapi juga di dunia. Sistem ekonomi syari’ah adalah salah satu dari sistem-sistem ekonomi
lainnya seperti kapitalisme dan sosialisme. Menurut Jimly Asshiddiqie, dalam perspektif
konstitusi ekonomi, kita tidak perlu terjebak dalam diskusi mengenai ideologi ekonomi.
Ekonomi Syariah keberadaannya mempunyai landasan yang kuat baik secara formal syar’i
maupun formal konstitusi. Secara formal syar’i, keberadaan ekonomi Syariah mempunyai
landasan dalil yang kuat. Dalam konteks negara, ekonomi Syariah mempunyai landasan
konstitusional.
Perkembangan ekonomi Islam atau yang lazim dikenal dengan ekonomi syariah di Indonesia
berlangsung dengan begitu pesat. Hal ini juga didukung oleh sektor hukum, yakni dilandasi
dengan keluarnya peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi syariah, antara lain adalah
keluarnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yang memberikan kewenangan bagi Pengadilan
Agama untuk menangani perkara sengketa ekonomi syariah. Selain itu keluarnya Undang-
undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah semakin memperkokoh landasan hukum
ekonomi syariah di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dalam system ini semua kegiatan diambil alih untuk mencapai tujuan ekonomi, sementara
pendidika moral individu diabaikan. Dengan demikian, apabila pencapaian kepuasan kebendaan
menjadi tujuan utama dan nlai-nilai moral tidak diperhatikan lagi.
Manusia merupakan khalifah Allah SWT di muka bumi dengan dibekali perangkat baik jasmani
maupun rohani dapat berperan secara efektif sebagai khalifah-Nya. Implikasi dari prinsip ini
adalah persaudaraan yang universal, sumber daya adalah aman, gaya hidup sederhana dan
kebebasan manusia.
Keadilan adalah salah satu misi utama ajaran Islam, implikasi dari prinsip ini adalah Pemenuhan
kebutuhan pokok manusia, sumber-sumber pendapatan yang halal dan baik, distribusi
pendapatan dan kekayaan yang merata dan pertumbuhan dan stabilitas.
Dalam ekonomi Islam, hukum hak milik individu adalah hak untuk memiliki, menimati dan
memindah tangankan kekayaan yang diakui dan dipelihara oleh Islam, tetapi mereka mempunyai
kewajiban moral untuk menyedekahkan hartanya, karena kekayaannya itu juga merupakan hak
masyarakat bahkan hewan. Oleh karena itu, al-Qur’an tidak menginginkan harta kekayaan itu
hanya berputar diantara orang-orang kaya saja. Dalam ajaran Islam, hak milik dikategorikan
menjadi tiga, yaitu:
1. Hak milik individual (Milkiyah fardhiyah/privat ownership).
2. Hak milik Umum atau publik (Milkiyah ‘ammah/public ownership).
3. Hak milik negara (Milkiyah daulah/state ownership).
Ciri-Ciri Ekonomi Islam
Pertama, Harta adalah kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah atas harta. Kedua,
Ekonomi terikat dengan Akidah, Syariah (Hukum), dan Moral. Ketiga, Keseimbangan antara
Kerohanian dan Kebendaan. Keempat, Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbanagan Antara
Kepentingan Individu dengan Kepentingan umum. Kelima, Kebebasan individu dijamin dalam
islam. Keenam, Negara diberi kewenangan turut campur dalam perekonomian. Ketujuh, Zakat.
Kedelapan, Larangan riba.
Praktek ekonomi konvensional lebih dahulu dikenal oleh masyarakat. Masyarakat bersentuhan
langsung dengan konsep ekonomi konvensional, di berbagai bidang konsumsi, produksi,
distribusi dan lainya. Sehingga pemahaman baru sulit dipaksakan dan diterima oleh masyarakat
yang lebih dahulu beresntuhan dengan konsep ekonomi konvensional. Kita telah mengetahui
ekonomi konvensiona merupakan kepanjangan dari system ekonomi kapitalis meskipun tidak
sepenuhnya. Karena secara tersirat ekonomi konvensional juga mengadopsi system ekonomi
sosialis. Di sinilah salah satu letak kelemahan system ekonomi Islam.
Beberapa Negara yang menggunakan Islam sebagai pedoman dasar kenegaraanya ternyata belum
mampu sepenuhnya mengelola system perekonomiannya secara professional. Bahkan banyak
Negara-negara Islam di Timur Tengah yang tingkat kesejahteraanya kurang maju jika
dibandingkan dengan Negara Eropa dan Amerika.
Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan pengetahuan Eropa tidak lepas dari peranan pengetahuan
Islam. Masa transformasi pengetahuan yang terjadi pada abad pertengahan kurang dikenal oleh
masyarakat. Hal ini yang menyebabkan timbulnya pemahaman bahwa pengetahuan lahir di
daratan Eropa, apalagi berbagai informasi lebih mengarahkan pada pemikiran-pemikiran tokoh-
tokoh Eropa. Karenanya lebih mengenai Adam Smith, Robert Malthus, David Ricardo, JM
Keynes dan sebagainya, dibandingkan dengan tokoh-tokoh ekonomi Islam seperti Abu Yusuf,
Ibnu Ubaid, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khaldun dan sebagainya.
Padahal mengetahui perkembangan sejarah pemikiran ekonomi akan menimbulkan kebanggaan
masyarakat terhadap tokoh-tokoh ekonomi Islam. Secara tidak langsung hal ini akan
mempengaruhi ketertarikan mereka terhadap pemikiran tokoh-tokoh ini.
Pengangguran di masyarakat bukan murni cerminan perilaku malas. Tetapi, pengangguran di sini
lebih banyak disebabkan oleh dampak pemahaman masyarakat mengenai makna tentang jenis
dan pendapatan/penghasilan usaha yang belum tepat. Sementara kita harus jujur mengakui
ekonomi Islam masih belum berperanan maksimal dalam membantu mengangkat ekonomi
kerakyatan. Sebagai contoh pedagang lebih mnyukai meminjam pada rentenir di banding pada
BMT yang ada. Karena rentenir tidak memerlyukan persyaratan yang ‘ribet’, sementara BMT
atau BPRS memerlukan segudang jaminan sebagai syarat peminjaman.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Prinsip-prinsip Hukum Ekonomi Syariah
a. Prinsip Tauhid
b. Prinsip Keadilan
c. Prinsip Al-Maslahah
d. Prinsip Perwakilan Amar ma’ruf Nahy Munkar
e. Prinsip Tazkiyah
f. Prinsip Falah
g. Prinsip Kejujuran dan Kebenaran
h. Prinsip Kebaaikan
i. Prinsip Pertanggungjawaban
j. Prinsip Kifayah
k. Prinsip Keseimbangan.