Anda di halaman 1dari 11

Keuangan syariah

Bagian 7

GHARAR

1
Keuangan syariah

BAB 9
GHAHAR DAN KETIDAKPASTIAN
(UNCERTAINTY) DALAM KEUANGAN SYARI’AH

PENDAHULUAN

Risiko merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu proyek investasi. Hal ini
karena prinsip fundamental bisnis adalah pengambilan risiko, karena risiko selalu terdapat dalam
setiap aktivitas ekonomi.

Al-Suwailem menjelaskan masalah ketidakpastiian ini dengan menguraikan bagaimana


seorang pengusaha dapat membedakan antara proyek investasi dan perjudian (spekulasi), seperti
contohnya memberikan “karcis lotre” (permainan). Oleh karena itu, situasi ketidakpastian
dipandang sebagaimana memilih lotre. Dalam kerangka ini maka keberuntungan (change) dan
keterampilan (skill) diperlakukan sama, sehingga tidak ada kejelasan tentang perbedaan antara
perjudian (change) dan kewiraswastaan (skill).

PROSES PEMILIHAN PEMUTUSAN KEUANGAN

Dalam konsep ekonomi new-classic, dibedakan tiga teori tentang pengambilan dalam suatu
ketidakpastiian, yaitu: faktor alam, tindakan pembuat keputusan, dan konsekuensi dari tindakan.
Padahal menurut Knaigh (seorang ahli ekonomi) proses pemilihan merupakan hal penting dalam
suatu ketidakpastian investasi.

Al-Suwailem menjelaskan juga, dengan adanya ketidakpastian, berbagai upaya seseorang


dicurahkan untuk melakukan berbagai hal, maka sangat diragukan apakah seseorang itu
mempergunakan akalnya untuk melakukan sesuatu. Pendapat serupa juga dikatakan oleh Ben-
Ner dan Putterman (1998), dimana setiap individu dapat memperhatikan cara mereka sendiri dan
orang lain dalam melakukan suatu tindakan, termasuk bagaimana cara mereka mencapai hasil
yang diinginkan. Ben-Ner Putterman mempertimbangkan pilihan-pilihan (preference) individu
untuk dikelompokkan ke dalam pemilihan pribadi, pilihan lain, dan pilihan proses.

Sesuai dengan paparan diatas, maka tindakan pilihan terhadap masalah pengambilan
keputusan dalam ketidakpastian perlu diperkenalkan. Dengan cara memperkenalkan tindakan
pemilihan tersebut apakah konsisten dengan asumsi rasional dari teori ekonomi konvesional, dan
kemudian disajikan sesuai dengan pandangan islam terkait dengan pilihan tersebut.

RISIKO PASIF DAN RISIKO RESPPONSIF

Risiko bisnis dibedakan dalam 2 jenis, yaitu : Pertama, risiko pasif (risiko tidak
terkontrol), seperti game of change, yang hanya mengaldakan keberuntungan. Kedua, risiko
responsive (risiko terkontrol) atau disebut game of skill, yang memungkinkan adanya distribusi

2
Keuangan syariah

probabilitas hasil keluaran dengan hubungan kausalitas yang logis. Untuk itu, suatu risiko
diperbolehkan untuk mengembangkan dan memajukan pertumbuhan ekonomi

Risiko yang diperbolehkan yaitu risiko responsive yang dapat menciptakan insentif
atau rangsangan untuk melakukan usaha (entrepreneurship) dan menambah nilai suatu
pekerjaan. Hubungan antara game of change dengan game of skill, menunjukkan hubungan
suatu transaksi investasi itu halal atau haram (dibolehkan atau dilarang).

TANGGUNG JAWAB TERHADAP RISIKO

Dengan membedakan risiko dalam 2 tipe yaitu risiko responsive dan risiko pasif, maka dapat
dilihat mengapa risiko yang pertama diperbolehkan sedangkan yag kedua dipandang sebagai
perilaku yang tidak diperbolehkan.. Hal ini diperbolehkan karena perbuatan yang mengandung
unsur nilai. Selain itu, hal ini bukan tindakan mengambil risiko tetapi seperti tanggung jawab
dalam suatu usaha yang produktif, disamping adanya suatu risiko.

KEBERUNTUNGAN (CHANCE) DAN GHAHAR

Menurut Al-Suwailem, dalam ketidakpastian, setiap kejadian tetap mengikuti kausalitas atau
sebab akibat yang logis yang bisa mempengaruhi probabilitas. Hal ini mencari keuntungan jika
hanya dengan keberuntungan (chance) saja seperti membeli lotre yang menimbulkan kesalahan
dan merupakan transaksi ghahar.

Ghahar adalah semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan atau keraguan tentang
adanya komoditas yang menjadi objek akad, ketidakjelasan akibat, dan bahaya yang
mengancam antara untung dan rugi; pertaruhan atau perjudian. Dalam Islam, Gharar
adalah perkara yang dilarang dan haram hukumnya karena sangat merugikan salah satu pihak
yang lain.

KEBERUNTUNGAN (CHANCE) DAN UKURAN ZERO-SUM

Keberuntungan dalam suatu investasi adalah berhubungan dengan keadaan zero-sum game.
Sebagaimana dengan berjudi, masing-masing pemain bersandar dengan keberuntungan semata
untung menang murni. Zero-sum game merupakan suatu permainan yang hasilnya bila
dijumlahkan sama dengan nol, yaitu tidak mendapat apa-apa.

Kontrak yang mendapatkan ghahar sama dengan kontrak yang terdapat kondisi zero-sum
game, sehingga dapat dikatakan bahwa hal ini merupakan suatu permainan untung-untungan
(game of luck or chance).

RISIKO, KETIDAKPASTIAN, DAN PARITAS RISK-RETURN (RISIKO-IMBAL


HASIL)

3
Keuangan syariah

Dalam teori pengambilan keputusan, suatu kondisi dibedakan menjadi empat jenis, yaitu
kondisi tidak pasti, berisiko, pasti, dan kondisi konfik

Pertama, kondisi yang tidak pasti. Kondisi ini tidak memenuhi dua syarat, yaitu terdapat
alternative tindakan yang layak (dapat dilakukan) dan nilai probabilitas masing-masing kejadian
tidak diketauhi. Ada beberapa cirinya adalah tidak diketahui sama sekali tentang jumlah konsisi
yang mungkin timbul serta kemungkinan-kemungkinan munculnya kondisi tersebut, hal yang
diketauhi hanyalah kemungkinan hasil dari suatu tindakan tetapi tidak dapat dipredeksi berapa
besar yang dihasilkan.

Kedua, kondisi berisiko yang berlangsung dalam hal-hal berikut. Alternative tindakan ini
mengandung lebih dari satu kemungkinan hasil dan pengambil keputusan yang memiiliki lebih
dari satu alternative tindakan.

Ketiga, kondisi pasti yang berlangsung dengan indicator berikut: alternative yang dipilih
hanya memiliki satu konsekuensi (hasil) keputusan yang diambil didukung oleh informasi yang
lengkap sehingga hasil dari setiap tindakan yang dilakukan dapat diestimasi secara akurat.

Keempat, kondisi konflik (persaingan) yang tergambarkan ketika kepentingan dua atau lebih
pengambil keputusan saling bertentangan, dan mereka saling bersaing secara rasional, cermat,
dan bertujuan untuk memenangkan persaingan tersebut.

Ketika seorang manajer mengambil keputusan melakukan investasi pada suatu aktiva fisik atau
aktiva keuangan, maka ia harus menyadari adanya risiko dari keuntungan (outcome) yang
diharapkannya, arus kas masuk, atau return aplikasinya.

MACAM-MACAM TRANSAKSI GHAHAR

Dari penjelasan diatas, dengan tetap mengacu pada hadist yang diberikan dapat ditarik bahwa
sebuah transaksi yang ghahar dapat timbul karena dua sebab utama. Yang pertama kurangnya
informasi atau pengetauhan (jahala, ignorance) pada pihak yang melakukan kontrak. Jahala ini
menyebabkan tidak dimilikinya control atau skill pada pihak yang melakukan transaksi. Kedua,
karena tidak adanya (non-exist) obyek.

Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah, ada beberapa unsur larangan dalam ghahar yang
biasanya dilakukan orang-orang jahiliyah dalam masalah ini, yaitu :

1. Jual-beli dengan cara Hasbah


Orang jahiliyah dulu melakukan akad jual-beli tanah yang tidak jelas luasnya. Mereka
melemparkan hasbah (batu kecil). Pada tempat akhinya batu itu jatuh ditanah yang dijual.
Atau dengan cara jual-beli yang ditentukan. “Mereka melempar hasbah, barang yang terkena
batu itulah barang yang dijual”.

4
Keuangan syariah

2. Jual-beli “Tebakan Selam” (Dharbatul Gwassh)


Orang–orang juga melakukan jual-beli dengan cara menyelam. Barang yang ditemukan di
laut waktu menyelam itulah yang diperjualbelikan. Mereka bisa melakukan akad. Si pembeli
menyerahkan harga/bayaran sekalipun tak mendapat apa-apa. Dan terkadang si penjual
menyerahkan barang yang ditemukan sekalipun jumlah barang tersebut mencapai beberapa
kali lipat dari harga yang harus diterima. Jual beli semacam ini disebut Jual-beli “Tebakan
Selam” (Dharbatul Gwassh).

3. Jual-beli Nitaj
Yaitu akad untuk hasil binatang ternak sebelum memberikan hasil, diantaranya
menjualbelikan susu yang masih berada di mammae (kantung susu) binatang tersebut.

4. Jual-beli Mulamasah
Yaitu dengan cara di penjual dan si pembeli melamas (menyentuh) baju salah seseorang dari
mereka (saling menyentuh) atau barangnya. Setelah itu jual-beli harus dilaksanakan tanpa
diketahui keadaannya atau saling ridha.

5. Jual-beli Munazabah
Yakni kedua belah pihak saling mencela barang yang ada pada mereka dan ini dijadikan
dasar jual-beli yang tak saling ridha.

6. Jual-beli Muhaqalah
Muhaqalah ialah jual-beli tanaman dengan takaran makanan yang dikenal.

7. Jual-beli Muzabanah
Adalah jual-beli kurma yang masih di pohonnya dengan kurma.

8. Jual-beli Mukhadarah
Adalah jual-beli kurma hijau belum nampak mutu kebaikannya (ijon).

9. Jual-beli bulu domba di tubuh domba hidup sebelum dipotong

10. Jual-beli susu padat yang masih berada di susu.

11. Jual-beli Habalul Habalah (anak unta yang masih di dalam perut)

Keputusan dalam suatu tindakan ketidakpastian (Decision Under Uncertainty)


mengisyaratkan implementasinya sesuai dengan suatu penyebab (causes). Sebagai contoh, jika
hasil yang diharapkan (expected return) suatu invetasi tidak dapat terealisasi, maka nilai
penyebab (value of cause) dapat mengganti kerugian atas biaya-biaya yang dikeluarkan dalam

5
Keuangan syariah

usaha tersebut. Kepercayaan pada keberuntungan (chance) untuk mencapai hasil yang diinginkan
sama saja dengan perjudian, dan pada akhirnya akan membawa seseorang pada penyesalan dan
frustasi. Maka jelaslah bahwa investasi berbeda denngan judi. Investasi adalah suatu keputusan
untuk melaksanakan penyebab (cause) dengan mengandalkan skill sedangkan judi hanya
menerima keberuntungan (chance) semata.

Bagian menunjukkan bahwa hubungan antara pendekatan kausalitas terhadap pengambilan


keputusan dalam ketidakpastian dan larangan ghahar dalam perdagangan (exchange). Dalam
paper ini ditunjukkan bahwa ghahar berlaku dari perilaku reaktif individu dan kepercayaan pada
keberuntungan (chance). Dengan menetapkan prinsip kausalitas, ajaran Islam menyerang dan
menghilangkan ghahar dan penyakit social serupa pada akar ajarannya.

LARANGAN GHARAR

Gharar berarti bahaya, peluang, taruhan, atau risiko. Penjualan ikan di air, atau
burung di udara. Materi yang tersedia tentang Gharar dalam literatur tentang ekonomi dan
keuangan Islam jauh lebih sedikit daripada materi tentang Riba. Namun, para ahli hukum telah
mencoba untuk mendiskusikan aspek yang berbeda untuk menentukan apakah setiap transaksi
akan sesuai atau tidak dengan Syar'ah karena keterlibatan Gharar.

Ketidakpastian tidak dapat dihindari sama sekali dalam bisnis apa pun. Akhir-akhir ini,
para sarjana telah membedakan antara Gharar-al-Kathir dan Gharar Qalil dan menyatakan
bahwa hanya transaksi yang melibatkan terlalu banyak ketidakpastian sehubungan dengan materi
dan harga dalam kontrak yang harus dilarang. Oleh karena itu, meskipun lebih sulit untuk
didefinisikan daripada Riba, sebuah konsensus telah muncul di masa lalu mengenai sejauh mana
transaksi menjadi valid atau batal. Karenanya, Gharar dianggap kurang penting dibandingkan
dengan Riba.

Meskipun sedikit keterlibatan Riba membuat transaksi tidak sesuai dengan Syar'ah,
beberapa derajat Gharar dalam arti ketidakpastian dapat diterima dalam struktur bisnis dan
keuangan Islam. Seperti yang ditunjukkan di atas, Gharar mencakup ambiguitas / ketidakpastian
tentang hasil akhir kontrak dan sifat dan / atau kualitas dan spesifikasi materi pokok kontrak atau
hak dan kewajiban para pihak, kepemilikan dan / atau penyerahan item kontrak. bertukar.
Penjualan sesuatu yang tidak dapat dikontrol oleh penjual, seperti hewan yang melarikan diri
atau burung yang terbang di udara, atau kontrak yang harganya belum diselesaikan atau tanggal
pelaksanaan di masa depan tidak diketahui melibatkan Gharar, yang membuat transaksi liar.
Namun, dalam beberapa kasus lain, para ahli hukum sedikit berbeda pendapat tentang cakupan
Gharar.

Sejumlah sahabat Nabi telah melaporkan larangan Bai 'al Gharar dari Nabi suci.
Sementara sejumlah kitab Hadis dan fiqih Islam menyebutkan bentuk khusus dari Bai 'yang

6
Keuangan syariah

dilarang, istilah Gharar umumnya digunakan sebagai prinsip utama hukum Islam tentang Bai'.
Misalnya, Imam Bukhari dalam Sahihnya, tidak melaporkan hadits tentang Bai 'al Gharar tetapi
menulis sebuah bab Al Gharar Sale dan Habal-al-Hablah. Al 'Ayny, dalam Sharah on Bukhari,
telah menjelaskan mengapa rujukan ke Gharar hanya terkandung dalam tajuk sebuah bab, yang
tidak memasukkan Hadis tentang Gharar seperti itu.

Dia mengatakan bahwa Hadis melarang penjualan Habal-al-Hablah, yang merupakan


bentuk Gharar. Jadi, Imam Bukhari mengacu pada berbagai bentuk Gharar, yang dia pilih
Habal-al-Hablah, sebuah perangkat yang merujuk item tertentu ke semua item dengan deskripsi
serupa. Dari sini, para ahli hukum memperoleh prinsip hukum umum bahwa sebuah kontrak
tidak boleh diragukan dan tidak pasti sejauh menyangkut hak dan kewajiban para pihak, jika
tidak maka sama saja dengan menipu salah satu pihak. ketika terlibat dalam kontrak penjualan,
hal itu harus memengaruhi aspek-aspek utama kontrak, dan mungkin tidak diperlukan kontrak
yang sah seperti yang ada di Salam dan Istisna'a.

Gharar bisa dihindari jika beberapa standar kepastian terpenuhi, seperti dalam kasus
Salam, di mana sejumlah syarat harus dipenuhi. Komoditas tersebut harus diketahui dengan jelas
dan kuantitasnya harus ditentukan kepada pihak-pihak yang terikat kontrak. Seperti yang
ditunjukkan di atas, Gharar lebih terkait dengan ketidakpastian daripada risiko seperti yang
digunakan dalam terminologi komersial. Ketidakpastian ini berkaitan dengan keberadaan materi
pelajaran, hak atau manfaat bagi para pihak dan konsekuensi kontrak.

Beberapa ahli hukum menerapkannya pada kasus keraguan. Secara khusus, Maliki
memperluas cakupan Gharar atas dasar sarjana kontemporer terkemuka Shaikh Al-Dhareer
mengklasifikasikan prinsip-prinsip yang mencakup Gharar di bawah judul berikut.

I. Gharar dalam syarat dan hakikat akad meliputi:


(a) Dua penjualan menjadi satu.
(b) Penjualan uang muka ('Arbun).
(c) Penjualan “kerikil”, “sentuh” dan “lempar”.
(d) Penjualan yang ditangguhkan (Mu'allaq).
(e) Penjualan di masa depan

II Gharar dalam obyek akad meliputi:


(a) Ketidaktahuan tentang jenis benda.
(b) Ketidaktahuan tentang spesies benda.
(c) Ketidaktahuan tentang atribut benda.
(d) Ketidaktahuan tentang jumlah benda.
(e) Ketidaktahuan tentang identitas spesifik objek.
(f) Ketidaktahuan tentang waktu pembayaran dalam penjualan yang ditangguhkan.
(g) Ketidakmampuan eksplisit atau mungkin untuk mengirimkan objek.
(h) Membuat kontrak pada objek yang tidak ada.

7
Keuangan syariah

(i) Tidak melihat objeknya.

Untuk menghindari ketidakpastian, hukum Islam melarang kekuatan untuk menjual tiga
hal situasi:

1. Hal-hal yang tidak ada sebagai obyek transaksi hukum.


2. Hal-hal yang ada tetapi tidak dimiliki oleh penjual atau ketersediaannya yang mungkin tidak
diharapkan.
3. Hal-hal yang dipertukarkan atas dasar pengiriman dan pembayaran yang tidak pasti.

Transaksi semacam itu dilarang untuk menghindari aktivitas penipuan, perselisihan, dan
ketidakadilan dalam perdagangan, karena penjualan yang melibatkan Gharar dapat
menyebabkan mengurangi properti orang lain secara tidak sah. Abdullah ibn Abbas memperluas
larangan Bai 'al Gharar hingga Bai' al-Ghaib. Kontrak terakhir dianggap termasuk dalam
pengertian Gharar, karena objek penjualan tidak pasti dan pembeli memiliki hak opsi untuk
mencabut kontrak saat dilihat. Karena ketidakpastian ini dapat menyebabkan keuntungan yang
tidak semestinya bagi satu pihak dengan mengorbankan pihak lain, Gharar terkadang juga
menyiratkan tipu daya.

Gharar juga berarti penipuan melalui ketidaktahuan oleh satu atau lebih pihak
dalam kontrak. Berikut adalah beberapa contoh Gharar:

1. Menjual barang yang tidak dapat dikirim oleh penjual, karena ini melibatkan rekanan atau
penyelesaian risiko. Inilah sebabnya, untuk barang yang akan dicakup di bawah subjek Salam
(yang diizinkan), komoditas yang relevan harus tersedia di pasar setidaknya waktu pengiriman
telah ditetapkan.

2. Membuat kontrak bersyarat pada peristiwa yang tidak diketahui, seperti "saat hujan".

3. Dua penjualan dalam satu transaksi sedemikian rupa sehingga diberikan dua harga
berbeda untuk satu transaksi, satu untuk tunai dan satu untuk kredit, tanpa menyebutkan pada
harga berapa seseorang membeli barang dengan pemahaman bahwa penjualan mengikat pembeli
pada salah satu harga; atau menjual dua barang yang berbeda dengan satu harga, satu untuk
pengiriman segera dan yang lainnya untuk yang ditangguhkan sementara penjualan bergantung
satu sama lain.

4. Membuat kontrak terlalu kompleks untuk mendefinisikan dengan jelas manfaat / kewajiban
para pihak. Itulah mengapa Nabi (saw) melarang menggabungkan dua penjualan menjadi satu.
Shaikh Siddiq Al-Darir berpendapat dalam hal ini: “dua penjualan diakhiri bersama seperti
ketika penjual berkata: „Saya menjual rumah saya kepada Anda dengan harga seperti itu jika
Anda menjual mobil Anda kepada saya dengan harga seperti itu harga. Penjualan semacam itu
dilarang karena Gharar dalam kontrak: orang yang menjual barang dengan seratus tunai dan
seratus sepuluh setahun karenanya tidak tahu yang mana dari dua penjualan akan terjadi dan dia
8
Keuangan syariah

yang menjual rumahnya asalkan yang lain akan menjual. Mobilnya tidak tahu apakah kontrak ini
akan tercapai atau tidak, sejak itu Pemenuhan penjualan pertama tergantung pada pemenuhan
penjualan kedua. Gharar ada dalam kedua kasus: dalam kasus pertama, harga jual tidak
ditentukan; di kedua, penjualan mungkin atau mungkin tidak terjadi. "

5. Menjual barang atas dasar keterangan yang salah.

6. Semua kontrak di mana informasi yang relevan dengan nilai tidak tersedia secara jelas bagi
para pihak.

Sejumlah penjualan tidak valid termasuk dalam kategori ini, termasuk:

 Menjual barang yang diketahui atau tidak dikenal dengan harga yang tidak diketahui, seperti
penjualan susu di badan sapi; menjual isi kotak tertutup; atau seseorang mungkin berkata:
"Saya menjual apa pun yang ada di saku saya".
 Menjual barang tanpa deskripsi yang tepat, seperti menjual banyak kain diatasnya batu yang
dilempar akan jatuh (Bai 'al Hasat) atau pakaian dengan kualitas kain yang tidak ditentukan,
ukuran dan desain.
 Menjual barang tanpa menentukan harganya, seperti menjual dengan “harga pasar”.
 Menjual barang tanpa membiarkan pembeli memeriksa barang dengan benar.
Jahl juga merupakan bagian dari Gharar. Pembeli harus mengetahui keberadaan dan
kondisi barang dan vendor harus dapat mengirimkannya sesuai ketentuan yang disepakati dan
pada waktu yang disepakati. Prinsip umum untuk menghindari Gharar dalam transaksi
penjualan yang dapat disimpulkan dari pembahasan di atas adalah: kontrak harus bebas dari
ketidakpastian yang berlebihan tentang pokok bahasan dan nilai lawannya di bursa; komoditas
harus ditentukan dan dapat dikirim dan diketahui dengan jelas oleh pihak-pihak yang terikat
kontrak; kualitas dan kuantitas harus ditentukan; kontrak tidak boleh diragukan atau tidak pasti
sejauh menyangkut hak dan kewajiban para pihak; seharusnya tidak ada Jahl atau ketidakpastian
tentang ketersediaan, keberadaan, dan kemampuan pengiriman barang dan para pihak harus
mengetahui keadaan sebenarnya dari barang tersebut.

LARANGAN MAISIR / QIMAR (PERMAINAN KESEMPATAN)

Kata Maisir dan Qimar digunakan dalam bahasa Arab secara identik memiliki arti
kekayaan yang tersedia dengan mudah atau perolehan kekayaan secara kebetulan, apakah
itu merampas hak orang lain atau tidak. Menurut para ahli hukum, perbedaan antara Maisir dan
Qimar adalah bahwa yang terakhir adalah -jenis yang penting dari yang pertama. Maisir, berasal
dari Yusr, berarti mengharapkan sesuatu yang berharga dengan mudah dan tanpa membayar
kompensasi yang setara untuk itu atau tanpa mengupayakannya, atau tanpa melakukan kewajiban
apa pun terhadapnya, melalui permainan kebetulan. Hak atas uang atau keuntungan itu dengan
menggunakan kesempatan. Kedua kata tersebut berlaku untuk permainan untung-
untungan. Referensi dari Al-Qur'an dalam hal ini adalah:

9
Keuangan syariah

“Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras dan perjudian,


berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah tindakan keji
setan; jadi jauhkan diri dari mereka, agar kamu bisa beruntung." (QS. 5: 90)

“Setan bermaksud untuk menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu


dengan minuman keras dan perjudian, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah, dan
melaksanakan sholat; Maka tidakkah kamu akan mau berhenti?." (QS. 5: 91)

“Mereka bertanya kepadamu tentang anggur dan perjudian. Katakan: "Di dalamnya
ada dosa besar dan beberapa manfaat bagi orang-orang; tapi dosanya lebih besar dari
pada keuntungannya.” (QS. 4: 219).

Seseorang mempertaruhkan uangnya dimana jumlah yang dipertaruhkan dapat


menghasilkan uang dalam jumlah besar atau mungkin hilang atau rusak. FSC menambahkan
bahwa skema di mana uang investor aman dan utuh, tetapi hadiah yang akan diberikan terkait
dengan bunga yang dihasilkan dari modal yang terkumpul melalui itu, juga bertentangan dengan
prinsip syariah karena keterlibatan dari Qimar. Maisir dan Qimar terlibat dalam sejumlah
transaksi keuangan konvensional dan produk/skema bank yang harus dihindari oleh bank
syariah. Asuransi konvensional tidak patuh terhadap syar'i karena adanya keterlibatan Riba dan
Maisir.

Pemerintah dan perusahaan sektor publik / swasta memobilisasi sumber daya berdasarkan
lotre dan undian, yang berada di bawah bendera perjudian dan, oleh karena itu, dilarang. Dalam
kamus Webster, lotre diartikan sebagai pembagian hadiah dengan kesempatan. Dalam
praktiknya, sejumlah bentuk lotre lazim, beberapa di antaranya mungkin valid, tetapi mayoritas
tidak valid dari sudut pandang Syar'iyah.

Terkadang, pengusaha menawarkan produk di mana, ketika dijual dengan harga tertentu,
produk tambahan apa pun diberikan kepada pembeli sebagai insentif, tanpa skema penarikan
hadiah atau undian. Penjualan semacam itu, meskipun dibujuk dan dipublikasikan dengan
imbalan untuk menarik pelanggan, tidak terkena ketentuan atau prinsip apa pun dari
Syar'iyah. Namun, di mana pun itu adalah pertanyaan yang menyebabkan kerugian bagi beberapa
orang dalam penarikan undian dengan akibat bahwa orang lain mendapat manfaat dengan
mengorbankan mereka yang kalah, itu akan menjadi jenis yang dilarang.

Dalam beberapa skema lain, tiket, kupon diberikan saat pembelian produk, yang
selanjutnya mengarah ke penarikan lot. Hasil dari skema semacam itu berbentuk hutang dan
hadiah yang dibayarkan merupakan bagian dari pembayaran tambahan yang telah ditentukan
sebelumnya yang dilakukan oleh bank kepada pemberi pinjaman. Sementara pemenang hadiah
mengambil uang bunga melalui undian, yang bukan pemenang menunggu kesempatan
mereka. Menurut prinsip Syar'iyah, jika niat pembeli tiket pameran pada dasarnya adalah untuk
memenangkan hadiah, maka pembelian tiket tersebut tidak diperkenankan.

10
Keuangan syariah

Oleh karena itu, tidak hanya uang yang dihimpun untuk hadiah saja yang ilegal, namun
cara pendistribusiannya melalui sistem togel juga menyerupai judi. Sebagian besar lotere yang
dioperasikan oleh pemerintah, lembaga keuangan, dan LSM tidak sesuai dengan prinsip Syar'ah
karena insentif yang diberikan kepada investor bukanlah keuntungan yang diperoleh dari
investasi tetapi hadiah yang tidak proporsional yang dibagikan dengan penarikan undian. Dalam
skema obligasi hadiah, meskipun uang investor mungkin tetap aman, hadiah tersebut terkait
dengan bunga yang dihasilkan dari modal yang diakumulasi. Bank yang menjalankan skema
seperti itu biasanya tidak memberikan pengembalian apapun kepada peserta skema.

Beberapa yang lain memberikan pengembalian yang sangat kecil kepada peserta umum
skema dan memberikan perbedaan antara tarif kecil yang diberikan kepada mayoritas peserta dan
hadiah besar untuk beberapa dari ratusan ribu peserta. Hal ini menyebabkan kerugian bagi
mayoritas untuk memberikan keuntungan yang tidak semestinya kepada beberapa peserta
skema. Selain itu, daya tarik dalam skema ini adalah memanfaatkan kesempatan untuk
mendapatkan hadiah dan menjadi jutawan dalam semalam. Skema seperti itu mengalihkan aliran
sumber daya yang langka dari kegiatan ekonomi sektor riil ke permainan untung-untungan dan
spekulasi.

11

Anda mungkin juga menyukai