Anda di halaman 1dari 2

Keserakahan Dalam Bisnis

Bisnis merupakan salah satu sarana dalam ekonomi pasar untuk merealisasikan
keinginan manusia, yaitu untuk maju atau memperoleh kehidupan yang lebih baik, melalui
konsep pemilikan pribadi dan berjalannya mekanisme pasar. Bisnis memang suatu kegiatan
ekonomi yang didirikan dengan tujuan mencari laba. Oleh karena itu, saat berbicara tentang
bisnis, kepemilikan pribadi, dan pemupukan modal, kita akan selalu mengacu pada
perorangan. Walaupun bisnis dilakukan oleh perusahaan, tetapi pada akhirnya kepemilikan
dan modal akan bermuara pada perorangan.
Laba merupakan bagian dari kegiatan tukar menukar yang diperbolehkan untuk
diambil demi kepentingan diri sendiri. Bagian itu merupakan imbalan atas risiko yang selalu
terkandung dalam setiap usaha (bisnis). Besarnya kegiatan tukar menukar yang dapat diambil
untuk kepentingan diri sendiri sangat tergantung pada kondisi pasar, kondisi produk, dan
upaya dari yang bersangkutan.
Dalam pasar dengan kompetensi sempurna (perfect competition), kemungkinan
seseorang dalam memperoleh laba abnormal sangatlah kecil. Namun kondisi pasar
persaingan sempurna memerlukan persyaratan yang sulit dipenuhi, diantaranya jenis barang
harus homogen, jumlah penjual dan pembeli harus banyak, dan adanya keterbukaan informasi
yang juga harus sempurna. Kondisi pasar dengan persaingan tidak sempurna, misalnya
monopoli dan oligopoli, memungkinkan seseorang untuk memperoleh laba abnormal.
Upaya perluasan, penguasaan pasar, dan insentif yang diperoleh, yaitu laba abnormal,
membuat mereka yang bergerak dalam bisnis berlomba-lomba untuk meraihnya. Ini adalah
asal mula dari sifat serakah. Keserakahan merupakan penyebab dari hilangnya pengendalian
diri yang kemudian mengarah pada perilaku tidak etis.
Ketakutan karena gagal dalam berusaha merupakan sisi lain dari penyebab terjadinya
pelanggaran terhadap etika. Selain itu ketakutan akan gagal juga membuat orang dengan
segala cara berusaha untuk mengindarinya. Rasa takut juga dapat berkaitan dengan upaya
kepastian tentang keberlanjutan usaha.

Laba Abnormal
Laba abnormal sebagai pemicu keserakahan merupakan konsep yang abstrak dan
subjektif. Tidak ada ketentuan yang jelas dan tegas untuk mendefinisikan abnormalitas.
Selain aspek pengertian (unsur apa), abnormalitas dapat berkaitan dengan cara
memperolehnya (unsur bagaimana), dan bersinggungan dengan dari siapa bagian sumber
daya ekonomi yang ingin dialihkan (unsur siapa). Oleh karena itu, pengendalian diri dalam
bidang bisnis berhubungan dengan apa, bagaimana, dan dari siapa laba abnormal diperoleh
dan diperuntukkan.
Permasalahan tentang “apa” yang disebut laba abnormal berkaitan dengan jumlah,
sementara jumlah ditentukan oleh komposisi. Laba secara konsepsi adalah residu dari
kegiatan usaha berupa jual beli. Laba adalah selisish antara pendapatan dan beban.
Pertanyaannya “Apakah penentuan pendapatan dan beban telah dilakukan dengan tepat sesuai
kenyataan? Jika jawabannya “Ya”, jumlah yang tercatat sebagai laba tentu tidak dapat
dianggap melanggar kaidah-kaidah perdagangan. Oleh karena itu, hal tersebut tidak
mengandung keserakahan.
Cara memperoleh laba abnormal bersangkutan dengan metode perdagangan yang
diterapkan termasuk cara memperoleh pelanggan dan memenuhi pesanan pembelian. Jika
produk yang dijual harus melalui proses produksi, proses perdagangan akan mencakup
input-proses-output. Cara-cara yang benar dalam menghasilkan dan menjual produk
menunjukkan tidak adanya keserakahan dalam bisnis.
Konsep stakeholder, seperti yang telah diuraikan diawal, merupakan upaya untuk
menjabarkan pihak-pihak yang dianggap berkepentingan terhadap perusahaan. Kepentingan
dalam hal ini berkaitan dengan pengalihan sumber daya ekonomis atau kerugian yang
ditimbulkan akibat keberadaan perusahaan. Proteksi terhadap kepentingan para pihak tersebut
dengan sendirinya dapat melepaskan tuduhan keserakahan bagi perusahaan.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa laba baik itu normal maupun abnormal
bukan momok yang dapat digunakan untuk memberikan stigma serakah terhadap perusahaan.
Keserakahan lebih mengacu pada cara untuk memperoleh laba tersebut dan perlakuan yang
tidak adil (merugikan) terhadap pihak-pihak yang berkepentingan terhadap usaha. Cara
curang dan pengabaian terhadap hak orang lain adalah ciri keserakahan, bukan ciri laba.

Moral Hazard
Moral Hazard bersama dengan adverse selection merupakan topik utama dalam
ekonomi informasi (information economic). Moral Hazard terjadi apabila dalam suatu
transaksi, salah satu pihak melakukan tindakan yang memengaruhi penilaian pihak lain atas
transaksi tersebut dan pihak lain tidak dapat memonitor/memaksa secara sempurna
(Kreps, 1990: 577). Moral Hazard biasanya terjadi dalam suatu kontrak atau regulasi. Pihak
yang melakukan moral hazard berusaha untuk menyembunyikan informasi riil yang ia miliki
ketika berhubungan dengan pihak lain yang bertransaksi dengannya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa moral hazard adalah tindakan yang dilakukan
oleh seseorang demi keuntungan diri sendiri dan dapat menimbulkan kerugian bagi orang
lain. Walaupun moral hazard mungkin tidak didorong oleh keserakahan atau ketakutan, tetapi
tindakan yang mementingkan diri sendiri tersebut dapat digolongkan sebagai tindakan yang
tidak elok. Pada umumnya, moral hazard dilakukan dengan memanfaatkan celah yang
terdapat dalam kontrak atau regulasi. Tindakan moral hazard sulit dibuktikan atau barangkali
tidak dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum, tetapi secara etis tindakan itu tidak
diilakukan oleh orang yang memiliki iktikad baik.

Anda mungkin juga menyukai