Penjabaran deontologisme ke dalam asas keadilan dikemukakan oleh David Hume (1711-
1716). Hume mendasarkan teorinya pada anggapan bahwa setiap orang mempunyai hak
(claimes) terhadap sumber daya yang terbatas atau scarce resources (Brooks & Dunn, 2012:
146). Teori tentang hak dan keadilan mendasarkan baik-buruknya tindakan pada ada atau
Dari pandangan tersebut, kemudian muncul konsep keadilan (justice). Ada dua aspek
dalam keadilan, yaitu keadilan prosedural (procedural justice) dan keadilan distributif
yang dicerminkan dalam sistem hukum yang adil. Dua hal pokok tercakup dalam sistem
hukum dengan prosedur yang adil, yaitu fair dan transparen. Fair menghendaki bahwa setiap
orang harus diperlakukan sama di muka hukum dan bahwa aturan ditegakkan tanpa memihak
(impartial).
Keadilan distributif, sesuai argunen Aristoteies (384-322 SM), berarti hal yang sama
(equals) harus dipcrlakukan dengan cara yang sama (equally), yang tidak sama harus
diperlakukan dengan cara tidak sama, proporsional dengan perbedaan yang relevan. Hal
penting yang perlu dicatat dari argument tersebut adalah kata "perbedaan" dan
"proporsional". Ada tiga kriteria untuk mencntukan distribusi yang adil. Ketiga kriteria
tersebut, yaitu kebutuhan (need), kesamaan perhitungan (arithmetic equality), dan kepantasan
(merit).
John Rawls (1921-2002) dalam Brooks and Dunn (2012: 148-149) memandang
kepentingan (conflict of interest) diantara mereka. Oleh karena itu, prinsip kewajaran
keuntungan sosial yang tepat, Rawls mengajukan dianutnya prinsip perbedaan (diference
principle).
penetapan hak dan tugas dasar. Teori hak dan keadilan melihat perbuatan etis dari sudut
pandang ekonomi. Pemikirannya didasarkan atas kenyataan tentang terbatasnya sumber daya
(scarce resources). Persoalan yang dikaji adalah pembagian (alokasi) sumber daya yang
Dalam bidang bisnis, deontologisme sangat cocok untuk dijadikan sebagai pegangan
dalam perusahaan dapat dilakukan, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan.
penjabaran dari Visi dan misi, asas-asas dalam deontologisme harus sudah dipertimbangkan.
Sasaran dan strategi mencerminkan niat yang telah dijabarkan dalam langkah-langkah, pada
derajat lebih konkret, yang akan dijalankan untuk mencapai tujuan perusahaan
VIRTUISME
Etika keutanaan (virtue ethics) bermula dari Aristoteles (384-322 SM). Aristoteles
mengeksplorasi sifat (nature) dari kehidupan baik (good life). Kehidupan baik diartikan
sebagai kebahagiaan (happiness), tetapi bukan yang bersifat hedonistic. (Brooks & Dunn,
2012: 150-151). Etika keutamaan lebih menekankan pada karakter moral daripada
konsekuensi tindakan seperti dalam paham utilitarianisme atau motivasi seperti dalam paham
deontologisme. Keutamaan didefinisikan dalam Bertens (2013: 71) sebagai disposisi watak
yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkannya untuk bertingkah laku baik secara
moral.
(wise), adil, rendah hati, suka bekerja keras, hati hati. bertanggung jawab, dan iktikad baik
keyakinan yang melekat pada diri manusia yang berintegritas (Hartman dan Desjardins, 2011:
86). Tentu saja, karakter yang dimaksud adalah karakter yang peduli kepada orang lain
(altruisme). Kita ingin menjadi orang yang seperti apa? Keinginan yang tercermin dalam
budaya (culture) dan sistem nilai (value system) tersebut diharapkan akan mewujud dalam
(corporate culture) yang kemudian dijabarkan dalam etika bisnis dan sistem nilai perusahaan