Anda di halaman 1dari 8

ETIKA PROFESI KEPERAWATAN

Oleh : Ns Ni Made Sri Rahyanti, S.Kep

1. Pengertian Etika

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak
kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral
yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”,
yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang
baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang
sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau
moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih
baik (su). Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Sumber …

2. Pengertian Etika Profesi

Etika profesi keperawatan merupakan alut untuk mengukur perilaku moral dalam
keperawatan. Dalam penyusunan alat ukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai
standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat. Secara umum tujuan etika
profesi keperawatan adalah menciptakan dan mempertahankan kepercayaan klien kepada
perawat, kepercayaan di antara sesama perawat, dan kepercayaan masyarakat kepada profesi
keparawatan.

3. Teori Etika

A. HEDONISME
Teori hedonisme bermula dari pentingnya kesenangan bagi hidup manusia. Teori
hedonisme telah ada sejak zaman sebelum masehi, diadobsi dari perkataan yunani hedone yang
berarti kesenangan. Teori hedonisme menyatakan bahwa kecenderungan mencari kenikmatan
dan kepuasan itu masih merupakan faktor yang mendorong manusia untuk bertindak. Asumsi
dasar dari etika hedonis memberi penjelasan bahwa perangkat aturan atau prinsip moralitas,
menempatkan kenikmatan dan kesenangan sebagai pusat acuan bagi dorongan tindakan manusia.
Sehingga etika yang dimaksud, merupakan kumpulan prinsip bertindak, berisi sekumpulan
norma moral, berbasis kenikmatan lahiriah dan kesenangan menjadi prinsip moralitas bagi
tindakan manusia.
Hedonisme dimengerti sebagai pandangan yang menyamakan “baik secara moral”
dengan “kesenangan” (bertens, 2004: 241). Dalam teori hedonisme, orang yang akan
menyebabkan berkurangnya kesenangan atau menyebabkan ketidaksenangan akan dinamakan
jahat. Segala macam tindakan selalu mengedepankan pertimbangan kesenangan sebagai alasan
utamanya, begitupun pada sebuah kolektivitas besar akan mengarahkan tindakannya pada
kepuasan dan kesenangan bersama yang dinamai kesejahteraan sosial yang sebesar-besarnya.
Keinginan akan kesenangan merupakan dorongan yang sangat mendasar dalam hidup manusia
dalam teori hedonisme.
B. EUDEMONISME
Dalam teori eudemonisme, tindakan manusia selalu mengejar tujuan. Setiap tindakan
yang dimiliki dan akan dikerjakan manusia harus memiliki tujuan yang ingin dicapai dan ujung
dari segala tujuan tersebut adalah kebahagiaan (aristoteles). Kebahagiaan yang dimaksud adalah
kebahagiaan relatif, yaitu tujuan akhir yang telah dicapai oleh seseorang. Dimana, tujuan akhir
itu baru dapat dicapai jika seseorang dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Inti dari teori eudemonisme adalah keutamaan, keutamaan adalah keseimbangan antara
yang kurang dengan yang terlalu banyak, (Bertens 2004: 344). Karena keutamaan itu merupakan
prinsip yang mempengaruhi dijalankannya akal budi yang mana, akal budi merupakan jalan
manusia mencapai kebahagiaanya karena akal budi merupakan ciri khas yang dimiliki untuk
menjalankan segala yang ingin dijalankannya. Maka dari itu keutamaan merupakan jalan tengah
antara dua jalan yang sulit ditentukan titik tengahnya menurut teori eudemonisme. Teori
eudemonisme, merupakan perspektif penting yang tidak dapat diabaikan dalam hal keutamaan.
Karena keutamaan merupakan salah satu acuan dasar etika dan keutamaan menjadi sarana
penilaian kadar moralitas seseorang berdasarkan pada sejumlah perbuatannya.
C. UTILITARIAN
Teori utilitarian merupakan teori yanbg berasal dari pemikiran moral di United Kingdom,
yang digunakan untuk pembaharuan hukum pidana di Inggris. Karena hukum itu bertujuan untuk
kemajuan kepentingan nyata para para warga negara, bukan untuk mengatasi hal abstrak tetapi
untuk hal yang kongkrit. Yang baik adalah yang berguna, inilah prinsip dasar dari etika
utilitarian. Karena utilitis berarti berguna. Kegunaan untuk mencapai kebahagiaan manusia
merupakan dasar pertimbangan tindakan manusia.
Di dalam teori utilitarian, kegunaanlah yang menentukan segala-galanya, nilai guna
dalam politik menjadi pedoman untuk tindakan yang menyimpang. Karena menurut pemikiran
teori ini, segala tindakan yang disebut berguna bagi suatu usaha mencapai tujuan dapat dikatakan
sebagai tindakan yang etis. Namun, tindakan etis itu adalah tindakan yang tidak merugikan orang
lain atau menganggu kebahagiaan orang lain. Sehingga, teori utilitarian, merupakan teori yang
mengedepankan nilai kebergunaan yang mana nilai kebergunaan itu bertujuan untuk
kebahagiaan, namun tidak menganggu kebahagiaan orang lain.

DEONTOLOGI
Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti “yang wajib” atau kewajiban.
Teori deontologi merupakan teori yang membicarakan kewajiban sebagai hukum moral yang
menentukan tindakan manusia. Kewajiban itu harus ditaati dan ketaan itu tercermin dari tindakan
manusia, tidak perduli membawa sebuah kebahagiaan atau sebaliknya karena tidak perduli
akibatnya. Karena teori deontologi menolak pandangan benar atau salah, baik atau buruk suatu
tindakan akan ditentukan oleh akibat-akibatnya.
Menurut kant, perbuatan barulah dapat dikatakan memenuhi standart etika jika dilakukan
berdasarkan kewajiban. Dan bertindak sesuai kiewajiban disebut legalitas. Dengan legalitas, kita
memenuhi tuntutan hukum. Sehingga, inti dari aliran deontologi adalah kesesuaian dengan
pengalaman moral kita yang tampak dan terasakan dalam hati nurani. Karena kewajiban
seringkali terikat dalam perbuatan kita dan menentukan kesesuaian perbuatan kita maka dari itu
kewajiban merupakan aspek penting dari etika dan moralitas tindakan kita.
4. Konsep Moral dalam praktek keperawatan
Praktik keperawatan, termasuk etika keperawatan mempunyai dasar penting, seperti
advokasi, akuntabilitas, loyalitas, kepedulian, rasa haru, dan menghormati martabat manusia.
Diantara berbagai pernyataan ini, yang lazim termaktub dalam standar praktik keperawatan dan
telah menjadi bahan kajian dalam waktu lama adalah advokasi, responsibilitas dan akuntabilitas,
(fry, 1991)
1. Advokasi
Istilah advokasi sering digunakan dalam hukum yang berkaitan dengan upaya melindungi
hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela diri. Arti advokasi menurut ANA (1985)
adalah “melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik
tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun”.
Fry (1987) mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki
penyebab atau dampak penting. Definisi ini mirip dengan yang dinyatakan Gadow (1983) bahwa
“advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat
secara aktif kepada individu secara bebas menentukan nasibnya sendiri”.
Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak-hak
pasien. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat, dalam menemukan
kepastian tentang dua sistem pendekatan etika yang dilakukan yaitu pendekatan berdasarkan
prinsip dan asuhan. Perawat atau yang memiliki komitmen tinggi dalam mempraktekkan
keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat hal-hal sbb:
a. Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh komitmen utamanya
terhadap pasen.
b. Berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya.
c. Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi dalam kesembuhan
pasien.

Posisi perawat yang mempunyai jam kerja 8 sampai 10 atau 12 jam memungkinkannya
mempunyai banyak waktu untuk mengadakan hubungan baik dan mengetahui keunikan klien
sebagai manusia holistik sehingga berposisi sebagai advokat klien (curtin, 1986).
Pada dasarnya, peran perawat sebagai advokat klien adalah memberi informasi dan
memberi bantuan kepada klien atas keputusan apa pun yang di buat kilen, memberi informasi
berarti menyediakan informasi atau penjelasan sesuai yang dibutuhkan klien, memberi bantuan
mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan peran nonaksi. Dalam menjalankan peran aksi,
perawat memberikan keyakinan kepada klien bahwa mereka mempunyai hak dan tanggung
jawab dalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh
orang lain, sedangkan peran nonaksi mengandungarti pihak advokat seharusnya menahan diri
untuk tidak memengaruhi keputusan klien (Khonke, 1982).
Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai klien sebagai
induvidu yangmemiliki berbagai karakteristik. Dalam hal ini, perawat memberikan perlindungan
terhadap martabat dan nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit. Contoh : Tuan A
mengalami luka bakar. Dokter X yang merupakan mahasiswa kedokteran masih belum lulus
ujian tekhnik amputasi, jadi agar lulus ujian tersebut Dokter X berinisiatif mengamputasi Tuan
A, padahal luka bakar yang dialami Tuan A tersebut tidak parah dan sangat mempunyai
kemungkinan besar untuk sembuh. Tentu saja perawat yang bertugas merawat tuan a tidak
tinggal diam dan langsung menegur dokter tersebut bahkan terjadi perdebatan antar keduanya.
Berkat perjuangan perawat tersebut Tuan A tidak diamputasi

2. Responsibilitas
Tanggung jawab diartikan sebagai kesiapan memberikan jawaban atas tindakan-tindakan
yang sudah dilakukan perawat pada masa lalu atau tindakan yang akan berakibat di masa yang
akan datang. Misalnya bila perawat dengan sengaja memasang alat kontrasepsi tanpa persetujuan
klien maka akan berdampak pada masa depan klien. Klien tidak akan punya keturunan padahal
memiliki keturunan adalah hak semua manusia.

Perawat secara retrospektif harus bisa mempertanggung-jawabkan meskipun tindakan


perawat tersebut diangap benar menurut pertimbangan medis.Kepercayaan tumbuh dalam diri
klien, karena kecemasan akan muncul bila klien merasa tidak yakin bahwa perawat yang
merawatnya kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan kurang berpengalaman. Klien
tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas dalam sikap, keterampilan, pengetahuan
(integrity) dan kompetensi.
Beberapa cara dimana perawat dapat mengkomunikasikan tanggung jawabnya :
a. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset)
Contoh : “Mohon maaf bu demi kenyamanan ibu dan kesehatan ibu saya akan mengganti
balutan atau mengganti spreinya”.
b. Bila perawat terpaksa menunda pelayanan, maka perawat bersedia memberikan penjelasan
dengan ramah kepada kliennya (explanantion about the delay).
Misalnya; “Mohon maaf pak saya memprioritaskan dulu klien yang gawat dan darurat sehingga
harus meninggalkan bapak sejenak”.
c. Menunjukan kepada klien sikap menghargai (respect) yang ditunjukkan dengan perilaku
perawat.
Misalnya mengucapkan salam, tersenyum, membungkuk, bersalaman dsb.
d. Berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien (subjects the patiens desires)
bukan pada kepentingan atau keinginan perawat.
Misalnya “Coba ibu jelaskan bagaimana perasaan ibu saat ini”. Sedangkan apabila perawat
berorientasi pada kepentingan perawat ; “ Apakah bapak tidak paham bahwa pekerjaan saya itu
banyak, dari pagi sampai siang, mohon pengertiannya pak, jangan mau dilayani terus”
e. Tidak mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud menghina
(derogatory)misalnya “ pasien yang ini mungkin harapan sembuhnya lebih kecil dibanding
pasien yang tadi”
f. Menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam sudut pandang klien (see the
patient point of view). Misalnya perawat tetap bersikap bijaksana saat klien menyatakan bahwa
obatnya tidak cocok atau diagnosanya mungkin salah.

3. Akuntabilitas
Akuntabiliti dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu
keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi -konsekunsinya. Perawat hendaknya
memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani
menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya. Perawat harus
mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya.
Hal ini bisa dijelaskan dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
a. Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukan ?
Sebagai tenaga perawat kesehatan prawat memiliki tanggung gugat terhadap klien,
sedangkansebagai pekerja atau karyawan perawat memilki tanggung jawab terhadap direktur,
Sebagai profesional perawat memilki tanggung gugat terhadap ikatan profesi dan sebagai
anggota team kesehatan perawat memiliki tanggung gugat terhadap ketua tim biasanya dokter
sebagai contoh perawat memberikan injeksi terhadap klien.
b. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat ?
Perawat memilki tanggung gugat dari seluruh kegitan professional yang dilakukannya
mulai dari mengganti laken, pemberian obat sampai persiapan pulang. Hal ini bisa diobservasi
atau diukur kinerjanya.
c. Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya ?
Ikatan perawat, PPNI atau Asosiasi perawat atau Asosiasi Rumah sakit telah menyusun
standar yang memiliki krirteria-kriteria tertentu dengan cara membandingkan apa-apa yang
dikerjakan perawat dengan standar yang tercantum.baik itu dalam input, proses atau outputnya.
Misalnya apakah perawat mencuci tangan sesuai standar melalui 5 tahap yaitu Mencuci kuku,
telapak tangan, punggung tangan, pakai sabun di air mengalir selama 3 kali.

5. Tujuan Etika Keperawatan

Etika profesi keperawatan adalah alat untuk mengukur perilaku moral dalam
keperawatan. Dalam penyusunan alat pengukur ini, keputusan di ambil berdasarkan kode etik
sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat.
Dengan menggunakan kode etik keperawatan, organisasi profesi keperawatan dapat meletakkan
kerangka berpikir perawat untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab kepada
masyarakat, anggota tim kesehatan yang lain, dan kepada profesi (ANA,1976). Secara umum
tujuan etika profesi keperawatan adalah menciptakan dan mempertahankan kepercayaan di
antara semua perawat, dan kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan.
Sesuai dangan tujuan di atas, perawat ditantang untuk mengembangkan etika profesi secara
terus-menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru; dan mampu menurunkan
etika profesi kepada perawat generasi muda,secara terus-menerus juga meletakkan landasan
filsafat kepada keperawatan agar setiap perawat tetap menyenangi profesinya. Selain itu pula,
agar perawat dapat menjadi wasit untuk anggota profesi yang bertindak kurang profesional
karena melakukan tindakan “dibawah” standar profesional atau merusak kepercayaan
masyarakat terhadap profesi keperawatan.Menurut american etic commission bureau on
theaching, tujuan etika profesi keperawatan adalah mampu:
a. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan.
b. Membentuk strategi/cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktek
keperawatan.
c. Menghubungkan prinsip moral/pelajaran yang baik dan dapat di pertanggung
jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada tuhan, sesuai dengan
kepercayaannya.

6. Cakupan etika profesi keperawatan


Etika dalam keperawatan mencakup dua hal penting, yaitu etika dalam hal kemampuan
penampilan kerja dan etika dalam hal perilaku manusiawi. Etika yang berkaitan dangan
penampilan kerja merupakan respons terhadap ketentuan profesi lain, yang mangharapkan bahwa
sesuatu yang dilakukan oleh tenaga keperawatan memenuhi standar pelayanan yang telah
ditetapkan oleh perawatan sendiri, sedangkan etik yang berkaitan dengan perilaku manusiawi
merupakan reaksi terhadap tekanan dari luar, yang biasanya adalah individu atau masyarakat
yang di layani. Etik dalam penampilan kerja dinyatakan dengan kata-kata teknis dan etik dalam
perilaku manusia yang diwujudkan dalam bentuk kebutuhan yang ada dan nilai kehidupan
manusia yang konkret.

Anda mungkin juga menyukai