Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan suatu profesi yang difokuskan pada
perawatan individu, keluarga dan masyarakat dalam mencapai, memelihara
dan meningkatkan kesehatan yang optimal dan berfungsi. Keperawatan
didefenisikan sebagai ilmu penegetahuan dan suatu seni yang berfokus pada
promosi kualitas hidup. Menurut ICN (2010),

keperawatan mencakup

promosi kesehatan, pencegahan penyakit serta perawatan orang sakit. Dalam


pelayanan keperawatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang optimal
dan professional dalam memberikan pelayanan ataupun dalam menyelesaikan
masalah/ kasus keperawatan.
Kasus-kasus dalam keperawatan sangatlah kompleks yang salah
satunya adalah kasus sistem persyarafan. Sistem persyarafan merupakan salah
satu sistem organ dalam tubuh manusia yang dapat mempertahankan dan
mendukung interaksi antara tubuh dengan lingkungan serta mempertahankan
aktivasi organ internal (Dillon, 2007). Gangguan pada sistem persyarafan akan
muncul bila sel syaraf mengalami nekrosis neuron akibat tidak mendapatkan
oksigen 3 4 menit. Ketidak adekuatan transport oksigen pada otak
disebabkan oleh iskemik, kelainan genetik, tumor, penyakit degeneratif,
trauma, perdarahan dan kelainan obstruktif. Penyebab lain dapat terjadi karena
obat-obatan, toksin, radiasi, inflamasi, dan infeksi yang disebabkan oleh virus,
bakteri maupun autoimun (Silbernagl & Lang, 2006).
Gangguan pada sistem persyarafan akan menimbulkan manifestasi
yang beragam, meliputi nyeri kepala, gangguan kesadaran, kejang epileptik
umum, sindrom mental organik, tanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda
dan gejala lokal termasuk defisit neurologis fokal, defisit neuropsikologis,
gangguan visual, gangguan syaraf kranial dan kejang epileptik fokal
(Mamenthaler & Mattle, 2004). Manifestasi klinik pada pasien dengan
gangguan sistem persyarafan akan mempengaruhi semua aspek pada manusia

Universitas indonesia

seperti: sensorik, mototrik, kognitif, dan bahasa. Luasnya defisit neurologis


tersebut angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini meningkat. Kelemahan
pada sistem syaraf membuat tingginya kecacatan yang berdampak pada
tingginya ketergantungan pasien terhadap orang lain termasuk pertugas
kesehatan.
Teori model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan
yang dikembangkan oleh Sister Callista Roy pada tahun 1970. Teori ini
memandang pasien sebagai suatu sistem adaptasi, yang bersifat holistik
dimana pasien akan dipadang sebagai satu kesatuan dengan lingkungan, saling
berinteraksi secara konstan dengan perubahan lingkungan. Model konseptual
ini berpusat pada kemampuan seseorang dalam berespon secara efektif
terhadap stimulus dari lingkungan dengan menggunakn sifat dasar dan
pengalaman sebagai dasar pemilihan dan pembentukan mekanisme koping
yang ditampilkan. Teori ini menjelaskan bagaimana individu/klien mampu
meningkatkan kesehatannya dengan mempertahankan perilaku secara adaptif
dan merubah perilaku yang maladaptive (Roy, 2009). Sehingga teori ini tepat
digunakan pada pasien dengan gangguan neurologis. Penulis akan membahas
penerapan Teori Adaptasi Roy pada pengkajian sistem neurologis.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan teori Model Adaptasi Roy pada pengkajian sistem
persyarafan
2. Tujuan Khusus
a) Menjelaskan teori Adaptasi Roy
b) Menerapkan model Adaptasi Roy pada pengkajian sistem Persyarafan

BAB II

Universitas indonesia

TINJAUAN TEORITIS

A.

Gambaran Umum Model Adaptasi Roy


Model adaptasi roy dikembangkan pertama kali pada tahun 1964
1966 oleh Sister Calista Roy yang baru dioperasionalkan pada tahun 1968.
Roy menjelaskan secara filosofi manusia adalah makhluk biofisikososial
sebagai satu kesatuan yang utuh. Manusia selalu dihadapkan masalah yang
kompleks, sehingga dituntut untuk melakukan adaptasi (Tomey & Aligood,
2010). Roy menjelaskan bahwa adaptasi merupakan suatu proses dan hasil
dimana pemikiran dan perasaan seseorang sebagai individu sebagai
kelompok yang sadar bahawa manusia dan lingkungan adalah satu kesatuan.
Berdasarkan asumsi yang ada, bahwa berdasarkan model adaptasi Roy
terdapat empat faktor yang akan menjelasakan adaptasi antara lain manusia,
lingkungan, kesehatan dan keperawatan (Roy, 2009).
Model adaptasi Roy menekankan konsep adaptasi pada manusia.
Dasarnya meliputi keperawatan, manusia, sehat dan lingkungan yang
merupakan hubungan dan suatu sistem yang saling behubungan. Ada empat
mode adaptasi yang behubungan dengan manusia dalam merespon stimulus
lingkungan. Empat mode tersebut adalah :
a. Mode adaptasi fisiologis, mode ini berhubungan dengan proses fisik dan
kimiawi yang berhubungan dengan fungsi dan aktifitas kehidupan
(Tomey & Aligood, 2010). Ada lima kebutuhan yang berhubungan
dengan kebutuhan dasar dari mode fisiologi yaitu:
1. Oksigenasi yang merupakan kebutuhan tubuh untuk memperoleh
oksigen dan proses dasar kehidupan yang meliputi vintilasi,
pertukaran gas dan transport gas.
2. Nutrisi yang merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan sistem
pencernaan seperti ingesti dan asimilasi dari metabolism dan
makanan, penyimpanan energy, membentuk jaringan dan regulasi dari
proses metabolisme.

Universitas indonesia

3. Eliminasi merupakan proses fisiologis untuk mengeksresikan


pembuangan hasil-hasil metabolisme melalui ginjal dan intestinal.
4. Aktifitas dan istirahat merupakan keseimbangan dalam proses dasar
kehidupan yang mencakup mobilisasi dan tidur yang memberikan
fungsi fisiologis yang optimal dari semua komponen dan periode
perbaikan dan pemulihan.
5. Proteksi merupakan perlindingan pada dua proses kehidupan dasar
yaitu proses pertahanan spesifik dan non spesifik atau imunitas.
Ada empat proses kompleks yang berkontribusi dalam mode fisiologis
yaitu:
1. Sensasi

merupakan

proses

sensori

penglihatan,

pendengaran,

sentuhan, rasa, bau yang memungkinkan seseorang berinteraksi


dengan lingkungan. Sensasi nyeri adalah fokus partikuler komponen
ini.
2. Cairan dan Elektrolit, Keseimbangan Asam Basa. Keseimbangan
cairan dan elektrolit serta asam basa adalah proses yang berhubungan
dengan cairan, elektrolit dan asam basa yang diterima seluler,
ekstraseluler dan intertisial serta fungsi sistem.
3. Fungsi Neurologi untuk mengontrol dan mengkoordinasikan proses
perpindahan, kesadaran dan kongnitif, dan sebagai regulasi aktifitas
tubuh.
4. Endokrin merupakan proses yang berhubungan dengan sekresi
hormone

dan

bersamaan

dengan

fungsi

neurologi

untuk

mekoordinasikan fungsi tubuh.


b. Mode Adaptasi Konsep Diri, fokus spesifiknya adalah psikologi dan
spiritual pada manusia sebagai sistem. Konsep diri merupakan bentuk
dari reasksi persepsi internal dan persepsi lainnya. Konsep diri terdiri
dari Physical Self didalamnya terdapat Body Sensation dan Body Image,
dan Personal Self didalamnya terdapat Self Consistency, Self Ideal, dan
moral-ethic-spiritual. Body Sensasion yaitu bagaimana seseorang
merasakan keadaan fisik dirinya sendiri. Body Image yaitu bagaimana
seseorang memandang fisiknya sendiri. Self Consistency yaitu bagai
mana upaya seseorang untuk memelihara dirinya sendiri dan

Universitas indonesia

menghindari dari ketidak seimbangan. Self Ideal hubungannya dengan


apa yang harus dilakukan dan moral-ethic-spiritual yaitu keyakinan
seseorang dan evaluasi diri (Roy, 2009; Tomey &Aligood, 2010).
c. Mode fungsi peran adalah satu dari dua mode sosial dan foskus terhadap
peran seseorang dalam masyarakat. Fungsi peran merupakan proses
penyesuaina yang berhubungan dengan bagaimana peran seseorang
dalam mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan
orang lain. Peran dibagi menjadi peran primer, sekunder dan tertier.
Peran primer yaitu peran yang ditentukan oleh jenis kelamin, usia dan
tahapan tumbuh kembang. Peran sekunder yaitu peran yang harus
diselesikan oleh tugas peran primer. Peran tertier merupakan cara
individu menemukan harapan dari peran mereka (Roy, 2009; Tomey
&Aligood, 2010).
d. Mode adaptasi Interpendensi, berfokus pada hubungan seseorang dengan
orang lain. Hubungan interpendensi didalamnya mempunyai keinginan
dan kemampuan memberi dan menerima semua aspek seperti cinta,
hormat, nilai, rasa memiliki, waktu dan bakat (Roy, 2009; Tomey
&Aligood, 2010).

B.

Pengkajian Keperawatan Menurut Model Adaptasi Roy


Pengkajian keperawatan yang digambarkan dalam Model Adaptasi
Roy ada dua yaitu pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus.
a. Pengkajian Perilaku
Pengkajian tahap pertama mengkaji data tentang perilaku manusia sebagai
sistem adaptasi. Pengkajian perilaku untuk mendapatkan respon dari
empat mode adaptasi yaitu mode adaptasi fisiologis, konsep diri, fungsi
peran dan interpendensi. Pengkajian perilaku ini dapat diambil dengan
cara obsevasi dan non obsevasi (Roy, 2009).
b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus untuk mengkaji adanya perubahan yang ada didalam
maupun diluar. Pada pengkajian stimulus perawat mengumpulkan data
stimulus yang berupa stimulus fokal, kontekstual dan residual. Peroses ini

Universitas indonesia

mengkaji sebab suatu masalah dan mengidentifikasi suatu factor


kontekstual dan residual yang berarti. Stimulus biasanya dipengaruhi oleh
budaya, sosial ekonomi, etnis, kepercayaan, partisipasi keluarga, tahap
tumbuh kembang, integritas mode adaptasi, tahapan adapatasi, kognitif,
dan lingkungan seperti manajemen obat, alkohol dan kebijakan (Roy,
2009).

BAB III
PENERAPAN TEORI ADAPTASI ROY PADA PENGKAJIAN SISTEM
NEUROLOGI

Pengkajian Perilaku dan Stimulus

Universitas indonesia

Fokus pengkajian model adaptasi Roy adalah mengidentifikasi tingkah


laku yang aktual dan potensial memperlihatkan perilaku maladaptif serta
mengidentifikasi stimulus atau penyebab dari perilaku maladaptif tersebut. Empat
mode adaptasi dapat digunakan sebagai dasar kerangka kerja untuk pedoman
pengkajian. Mode tersebut meliputi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan mode
interdependensi. Pengkajian perilaku dan stimulus dilakukan secara bersamaan
pada masing-masing mode. Pengkajian perilaku (assessment behavior) merupakan
lengkah pertama dari proses keperawatan. Hasil dari pengkajian perilaku bisa
dilaporkan secara subjektif dan objektif melalui pengamatan dan pengukuran.
Tidak semua perilaku dapat diobservasi. Untuk itu, diperlukan kemampuan untuk
meliahat dan mendengar serta kejelian perawat untuk melihat adanya masalah
atau fenomena pada pasien. Sehingga hasil yang didapat bisa akurat. Stimulus
adalah segala bentuk ransangan yang memberikan respon baik dari internal
maupun eksternal dari manusia sehingga mampu memperngaruhi perkembangan
perilaku dari individu yang bersanggkutan.
Pengkajian stimulus merupakan langkah kedua dari proses keperawatan
yang melibatkan identifikasi dari stimulus internal dan eksternal yang
mempengaruhi tingkah laku adaptif individu. Pengkajian stimulus berfokus pada
fokal, kontekstual dan residual. Stimulus yang dimaksud untuk mempengaruhi
adaptasi adalah budaya (sosial ekonomi, suku/ras, dan keperacayaan). Tahap
perkembangan (usia, jenis kelamin, pekerjaan, keturunan dan faktor genetik),
keluarga (struktur dan tugas), sistem adaptif (fisiologis, konsep diri, fungsi peran
dan

interdependensi),

efektifitas

kognator

(persepsi,

pengetahuan,

dan

keterampilan), pertimbangan lingkungan (pengobatan dan penggunaan obat


tertentu, tembakau dan alkohol). Pengkajian stimulus diklasifikasikan atas focal
stimuli

merupakan stimulus yang secara langsung mempengaruhi individu.

Contextual stimuli

merupakan stimulus lain yang hadir dan mempengaruhi

situasi, Residual Stimuli merupakan stimulus yang memberikan efek pada situasi
tetapi belum jelas.
a. Mode Adaptasi Fisiologis

Universitas indonesia

Mode adaptasi fisiologis meliputi oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktifitas


dan istirahat, proteksi dan perlindungan, sensasi, cairan elektrolit, fungsi
neurologis dan endokrin.
1) Oksigenasi
Pengkajian oksigenasi

meliputi

kebutuhna

oksigen,

ventilasi,

pertukaran dan transportasi gas. Pernafasan klien dinilai dengan


menggunakan teknik inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
a. Pengkajian Perilaku
Pengkajian oksigen dan ventilasi dilakukan dengan menilai
kemampuan klien untuk melakukan pernafasan (inhalasi dan
ekshalasi). Pada pengkajian ini perawat harus mampu menilai
kepatenan jalan nafas dari semua benda atau kondisi yang
membuat adanya obstruksi. Yang dinilai dari pengkajian ini adalah
kecepatan,

irama

dan

kedalaman

pernafasan.

Pengkajian

pertukaran gas dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi


difusi atau pertukaran gas terutama di alveoli. Bisa dilihat dengan
melihat hasil laboratorium terutama hasil analisa gas darah (AGD).
Pengkajian transportasi gas dilakukan untuk melihat keadaan
sirkulasi gas sampai ke sel. Dilakukan dengan pengukuran nadi,
tekanan darah, bunyi jantung, membran mukosa. Penilaian hasil
diagnostik yang berhubungan dengan sistem respirasi dan
kardiovaskuler serta terapi medis yang diberikan kepada pasien.
b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus pada ventilasi dan difusi dilakukan dengan
menilai kepatenan jalan nafas, otot bantu nafas, fungsi pusat
pernafasan, serta jalur persyarafan terkait. Pengkajian stimulus
pada pertukaran gas dilakukan dengan menilai konsentrasi oksigen,
keadekuatan aliran darah ke alveoli dan integritas membran seluler.
Sedangkan pengkajian transportasi gas dilakukan dengan menilai
perdarahan, dehidrasi, latihan fisik, kondisi stress, perubahan suhu,
penggunaan tembakau, alergi, iritasi dan lain-lain.
2) Nutrisi
Nutrisi merupakan intake cairan dan makanan yang berhubungan
dengan kebutuhan metabolisme (Myers, 2006). Roy mendefenisiskan

Universitas indonesia

nutrisi sebagai proses digesti dan metabolisme untuk mempertahankan


fungsi tubuh, pertumbuhan dan berfungsi untuk mengganti jaringan
tubuh yang mengalami cidera (Roy & Andrews, 1999).
a. Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku nutrisi meliputi pengkajian digesti dan
metabolisme yang meliputi pola makan. Sensasi terhadap
makanan, alergi makanan, nyeri pada saat makan atau minum serta
perubahan cara intake nutrisi seperti melalui NGT atau
gastrostomy tube, berat badan dan tinggi badan, nafsu makan,
riwayat nutrisi, keadaan rongga mulut serta hasil laboratorium
seperti protein plasma. Pengkajian perilaku pada nutrisi berkaitan
dengan dengan rasa haus, lapar, pola makan TB dan BB, alergi,
kondisi kesehatan dan kebersihan rongga mulut dan gigi.
Perubahan cara pemasukan makanan, adanya gangguan makan
seperti anoreksia, nausea, vomit, bulimia, gangguan sensasi rasa
dan bau.
b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus yang berkaitan dengan nutrisi antara lain
penyakit yang mempengaruhi intake dan output nutrisi, kebiasaan
makan, tipe atau jenis makanan, medikasi atau prosedur medis
yang mempengaruhi proses pencernaan, kebutuhan klaori dan
metabolisme yang dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ukuran
tubuh, aktifitas, suhu dan diet.
3) Eliminasi
Eliminasi merupakan hal yang penting untuk mempertahankan
kesehatan. Sistem tubuh yang terlibat dalam proses eliminasi adalah
sistem perkemihan dan gastrointestinal. Eliminasi merupakan proses
yang penting untuk adaptasi dan proses metabolisme dieliminasi
melalui saluran cerna, ginjal, kulit dan paru-paru (Roy & Andrews,
1999). Fokus pengkajian eliminasi menurut Roy adalah eliminasi
intestinal dan eliminasi urinaria.
a. Pengkajian Perilaku
Pada pola eliminasi meliputi kemampuan klien melakukan BAB
dan BAK. Pada pengkajian BAB yang dinilai adalah kondisi feses

Universitas indonesia

10

yang diobservasi konsistensi, bau, warna, frekuensi, pola


pengeluaran

dan

penggunaan

pencahar.

Pengkajian

BAK

dilakuakan dengan menilai kondisi urin yang diliahat dari


frekuensi, warna, bau, adanya kondisi patologis berupa proteinuria
dan hematuria. Selain dilakukan pemeriksaan diagnostik terkait
kondisi urin dan feses seperti lab, urinalisa, kultur urin dan feses.
b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus eliminasi adalah adanyan proses penyakit
yang mempengaruhi proses normal sistem gastrointestinal atau
sistem urinaria, diet, intake cairan, kurangnya privasi, temperatur
dan ketidaknyamanan ruangan, ketersedian bedpan dan urinal,
nyeri dan stress (Roy & Andrews, 1999).
4) Aktifitas dan Istirahat
Aktifitas merupakan kegiatan hidup sehari-hari yang membutuhkan
energy termasuk aktifitas perawatan diri, exercise dan diwaktu
senggang. Menurut Roy, aktifitas dan istirahat merupakan kebutuhan
dasar dalam mode fisiologis yang meliputi mobilitas dan tidur (Roy &
Andrews, 1999).
a. Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku dilakukan dengan memberikan penilaian
terhadap aktifitas yang dinilai dari fungsi motorik seperti tonus otot
dan kekuatan otot, mobilitas sendi, postur tubuh, pergerakan
abnormal atau yang tidak disadarai. Sedangkan pengkajian perilaku
istirahat dinilai dari kondisi pemenuhan tidur (pola dan jumlah
tidur), frekuensi dan lama tidur, adanyan gangguan dalam tidur,
pemakain obat tidur, tanda kesulitan tidur baik fisik maupun psikis.
b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus dilakuakn dengan menilai adanya gangguan
neuromuskuler,kebutuhan aktifitas, rasa malas beraktifitas, pola
pemenuhan dan bantuan dalam ADL, ketidaknyamanan, nyeri,
perubahan kebiasaan dan pola tidur, perubahan mood dan
perubahan lingkungan.
5) Proteksi dan Perlindungan

Universitas indonesia

11

Proteksi dan perlindungan dibuthkan untuk pertahanan tubuh melawan


infeksi, trauma dan perubahan temperatur terutama oleh struktur
integument dan daya tahan tubuh yang didapat (Tommey & Alligood,
2006). Roy mengidentifikasi proteksi sebgai adaptasi yang penting
melalui mekanisme pertahanan spesifik (Sistem Imun) dan nonspesifik
(membran barrier, sel dan chemical) (Roy & Andrews, 1999).
a. Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan kebutuhan proteksi
diantaranya kondisi kulit atau integument adanya lesi, eritema,
penekanan yang lama pada kulit, resiko ulkus dekubitus yang
dinilai dengan skala Norton. Kondisi rambut dan kulit kepala.
Sensitifitas terhadap nyeri, resiko jatuh, alergi makanan dan obat,
status imonologi, suhu, tanda infeksi dan inflamasi.
b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus pada kulit biasanya penilai terhadap
kebutuhan proteksi dan kondisi lingkungan. Pengkajian meliputi
faktor lingkungan yaitu suhu ruangan, sirkulasi udara dan
kelembaban. Integritas mode sperti dehidrasi, CRF, stress, status
nutrisi, praktik hygien dan proses menua (Roy & Andrews, 1999).
6) Sensasi (Sensori)
Sensasi merupakan input yang penting untuk berinteraksi dengan
perubahan lingkungan meliputi penglihatan, pendengatan dan rasa.
Sensari dapat berupa cahaya, suara, panas, tekanan dan vibrasi
mekanik yang dihantarkan yang dihantarkan melalui aktifitas neuron
untuk menghasilkan persepsi (Roy & Andrews, 1999).
a. Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku pada sensai berupa penilaian kemampuan
klien dari panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan,
perasa dan penciuman. Yang dinilai dari penglihatan adalah
gerakan bola mata, ketajaman mata, adanya diplopia, pendangan
buram, reaksi pupil terhadap cahaya, dan buta warna. Kempauan
pendengaran: uji rinne weber dan swabach untuk menilai ambang
pendnegaran. Selain itu dilakuakn pemeriksaan kemampuan
menelan, uji sensitivitas kulit dan pemeriksaan penciuman.
b. Pengkajian Stimulus

Universitas indonesia

12

Kelainan neurologis sering mengkaji stimulus fokal yang


berhubungan dengan gangguan sensori persepsi terutama pada
panca

indera

seperti

gangguan

pendengaran,

penglihatan,

penciuman atau perabaan. Stimulus fokal lebih karena kerusakan


jaras sensorik motorik pengatur sensasi pada otak dan stimulus
residual adalah usia, budaya, pengatuhan, motivasi maupun
pemeliharaan kesehatan (Roy & Andrews, 1999).
7) Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Cairan, elektrolit dan asam basa menurut Roy merupakan satu dari
empat proses kompleks yang dihubungkan dnegan mode fisiologis.
Mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
memegang peranan penting dalam mempertahankan integritas individu
(Roy & Andrews, 1999).
a. Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku yang berkaitan dengan kebutuhan cairan dan
elektrolit diantaranya intake cairan baik melalui peroral maupun
parenteral. Output cairan melalui urine dan keringat. Kondisi
elektrolit tubuh yang diketahui melalui pemeriksaan laboratorium
terutama untuk menilai Na, K dan Cl.
b. Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit adalah penyakit kronis dan cidera. Stimulus lain berupa
pengobatan, muntah, pengetahuan dan usia yang terlalu muda atau
lansia (Roy & Andrews, 1999).
8) Fungsi Neurologis
Fungsi neurologis mempunyai mamfaat paling penting dalam proses
adaptasi manusia, fungsi ini komponen utama untuk menentukan
kemapuan adaptais manusia terhadap stimulus karena fungsi
neurologis menentukan, mengatur dan mengkoordinasikan semua
fungsi fisiologis yang lain.
a. Pengkajian Perilaku
Pengakajian perilaku pada fungsi neurologi meliputi komponen
sebagai mana diuraikan berikut ini. Penilaian kesadaran dilakukan
untuk mengetahui kondisi dan tingkatan kesadaran pasien baik

Universitas indonesia

13

secara kualitatif maupun kuantitatif mengguanakan GCS dan


AVPU. Dinyatakan kuantitatif dengan menggunakan angka pada
masing-masing eye, motorik dan verbal. Sedangkan secara
kualititatif dinyatakan dengan tingkatan mulai dari Compos Mentis
sampai dengan Coma. Selain itu pada pemeriksaan kesadaran juga
dinilai kondisi pupil seperti reaksi terhdap cahaya, diamneter pupil,
adanyan pin point, reaksi cahaya langsung dan tidak langsung.
Serta dinilai pula kondisi penampilan dan kontak dengan pasien
secara umum. Penilaian rangsangan selaput otak (meningeal)
dinilai adanya ransangan pada meningen dengan melakukan
pemeriksaan kaku kuduk, lasig, kerniq, brudzinski. LH. Bila pasien
adanya infeksi atau abses maka tanda rangsangan meningeal yang
harusnya tidak ada akan menjadi positif. Penilaian saraf cranial
meliputi penilaian dengan melakukan pemeriksaan pada saraf
cranium I-XII. Melakukan pemeriksaan pada masing-masing saraf
olfaktorius,
abducen,

optikus,
facialis,

okulomotorius,

vestibulocoklearis,

troklearis,

trigeminus,

glosofaringeus,

vagus,

aksesorius, dan hipoglosus. Penilaian kemampuan sensorik,


pemeriksaan dengan menilai kemampuan reseptor, sensibilitas
eksterioseptif, rasa interperatif, nyeri rujukan dan rasa somestesia
luhur. Penilaian kemampuan motorik, dilakuakn dengan melakukan
pemeriksaan inspeksi: sikap, bentuk, urakan, gerakan tidak
terkoordinasi, cara berjalan. Palpasi: massa otot. Pergerakan aktif
dan pasif pada ektermitas dan badan. Termasuk didalamnya
pengukuran kekuatan otot dan tonus otot. Penilaian fungsi luhur:
pemeriksaan untuk menilai status mental, kemampuan komunikasi
dan bicara, kalkulasi, memori, mood dan perasaan, orientasi,
abstraksi. Penilaian reflek: pemeriksaan untuk mengetahui kondisi
reflek di superficial maupun profundus. Dilakuakan dengan
melakukan pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis. Dimana
reflek fisiologis yang diperiksa misalnya: glabellea, masseter,
tendon bisep, trisep, abdominal, patella. Sedangkan reflek

Universitas indonesia

14

patologis seperti Babinski, caddock, oppenhim, Gordon, scafer dan


hoffmantrummer.
b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus

fokal

dilakuakn

dengan

melakukan

pemeriksaan munculnya gangguan atau defisit dari masing-masing


komponen diatas seperti diplopia, parese, anopsia, nyeri kepala,
mual muntah, TRM (+), dan penurunan tonus otot. Pemunculan
kondisi patologis tersebut dari fisik ditunjang dnegan hasil
pemeriksaan diagnostic seperti Lab, CT Scan, Rontgen, angiografi,
Kultur, Lumbal Punksi. Pemeriksaan stimulus kontestual seperti
riwayat penyakit penyerta yang menyebabkan munculnya defisit
neurologis. Dan stimulus residual berupa pengetahuan, motivasi
dan dukungan yang membuat kondisi klien dalam perawatan
menjadi kurang optimal.
9) Fungsi Endokrin
a. Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku fungsi endokrin adalah segala bentuk
manifestasi klinis dari fungsi terdahulu yang bisa menyebabkan
kondisi gula darah menjadi tidak balance baik itu hipoglikemi atau
hiperglikemi. Adanya semua tanda dan gejala yang mengarah pada
kondisi diabetes mellitus atau diabetes insipidus. Kondisi diatas
ditunjang dengan pemeriksaan diagnostic sperti pemeriksaan gula
darah: GD puasa, acak atau 2 jam Pos Parandial.
b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus yang dilakukan dengan pemeriksaan adanya
poliuri, polifagia, polidipsi, nilai GDS. Pengkajian stimulus
kontekstual: riwayat penyakit gula sebelumnya, riwayat pola
makan, riwayat penyakit penyerta terutama pada pencernaan dan
hepar. Pengkajian stimulus residual dari pengetahuan penagturan
diet, pola makan, control. Motivasi pengaturan vaskuler (gula dan
tekanan darah), riwayat konsumsi alcohol dan obat.
b. Mode Adaptasi Konsep Diri
Mode adaptasi konsep diri berhubungan dengan psikososial yang menekankan
pada aspek psikososial dan spiritual. Kebutuhan konsep diri berhubungan

Universitas indonesia

15

dengan integritas psikis yang meliputi persepsi aktifitas mental dan ekspresi
perasaan. Konsep diri menurut Roy meliputi fisik diri yaitu bagaimana
seseorang memandang dirinya dan kepribadaian diri yang berkaitan dengan
konsisitensi diri, ideal diri, moral-etik dan spiritual. Peraan cemas, hilangnya
kekuatan dan takut merupakan hanl yang berat pada kepribadian diri (Alligood
& Tommey, 2010).
1) Pengkajian Perilaku
Menurut Roy pengkajian perilaku tentang mode konsep diri adalah
bagaimana seseorang merasakan dirinya (body situation), bagaimana
seseorang memangdang dirinya (Body Image),

respon yang diberikan

terhadap situasi dan apa yang dilakukan terhadap dirinya (Self Ideal),
kepercayaan yang dimiliki (Moral-Ethical-Spiritual). Pengkajian perilaku
konsep diri dengan mengobservasi penampilan seperti postur, ekspresi
wajah, melalui pernyataan pasien tentang diri mereka dan ekspresi
perasaan.
2) Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus mencakup penilaian perkembangan, pembelajaran,
reaksi terhdap orang lain, persepsi, krisis, dan mekanisme koping. Masalah
adaptasi yang bisa muncul seperti kecemasan, kekuatan, disfungsi seksual,
gangguan citra diri, kehilangan. Prolonged griefing, rendah diri, menarik
diri. Kondisi ini menimbulkan perilaku kecemasan dan pesimistik dalam
perawatan dan harapan keberhasilan pengobatan klien.
c. Mode Adaptasi Fungsi Peran
Peran merupakan kesatuan fungsi dalam masyarakat yang menggambarkan
hubungan dnegan orang lain. Mode fungsi peran meliputi peran , posisi,
performa peran, penguasaan peran, hubungan sosial, perilaku instrumental dan
ekspresif. Peran terdiri dari peran primer, sekunder dan tertier. Seseorang
dapat menjalankan satu peran primer tetapi memiliki beberapa peran sekunder
dan tertier (Christensen & Kenney, 2009, Roy & Andrews, 1999).
1) Pengkajian perilaku
Pengkajian perilaku pada mode fungsi peran adalah penilaian pada segala
sesuatu yang bisa diamati dan diobservasi berhubungan dengan
pengalaman sehat dan sakit individu ditengah masyarakat. Pengkajiannya
meliputi anamneses peran individu dalam belajar dan bekerja.

Universitas indonesia

16

2) Pengakajian Stimulus
Pengkajian stimulusnya berupa kemampuan mengeskpresikan diri,
keberadaan di masyarakat, penghargaan dan support sistem.
d. Mode adaptasi Interdepedensi
1) Pengkajian Perilaku
Mode interdependensi menunjukan adanya kebutuhan akan sistem
dukungan orang adekuat dari keluarga, teman-taman dan masyarakat.
Pengkajian mode adaptasi interdependensi adalah semua perilaku dan
sikap yang ditunjukkan klien dalam memberi atau menerima support atau
dukungan dari orang lain dalam menjalani perawatan. Sistem pendukung
yang ada baik dari keluarga atau teman atau kelompok sosial yang bisa
membentuk pada pikiran positif, motivasi sampai dukungan sosial,
spiritual, ekonomi yang bisa membantu klien menjalani perawatannya
secara lebih baik.
2) Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus terkait dnegan harapan dan menyadari kebutuhan,
kemampuan merawat kedua pihak, harga diri, pengetahuan, usia seta
pemahaman hubungan interdependensi (Roy & Andrews, 1999).

BAB IV
PENUTUP

Universitas indonesia

17

A. Kesimpulan
1. Teori Adaptasi Roy dapat membantu perawat untuk memeberikan
asuhan keperawatan yang holisitk dan komprehensif.
2. Teori adaptasi Roy menjelaskan bagaimana individu/klien mampu
meningkatkan kesehatannya dengan mempertahankan perilaku secara
adaptif dan merubah perilaku yang maladaptif, sehingga teori ini tepat
digunakan pada pasien dengan gangguan neurologis.
B. Saran
1. Diharapkan praktisi keperawatan dalam melaksanakan fungsinya perlu
menerapkan teori atau model yang sesuai dengan situasi tertentu.
2. Diharapkan praktisi keperawatan dalam menerapkan asuhan
keperawatan yang konfrehensif sistem persyarafan dapat menjadikan
model teori Adaptasi Roy sebagai landasan.

DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M. R. & Tomey, A. M. (2006). Nursing Theory Utilization &
Application (3rd ed). St Louis, Missouri : Mosby Inc.

Universitas indonesia

18

Barker, E. (2002). Neuroscience Nursing: A Spectrum of Care. (2nd ed).


Philadelphia: Mosby, Inc.
Brunner & Suddarth. (2008). Texbook of Medical-Surgical Nursing (8th ed).
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Roy, S. C, & Andrews, H. A (1999). The Roy Adaption Model (2nd ed).
Connecticut: Appleton & Lange.
Silbernagl, S., Lang, F. (2006). Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:
EGC.
Tomey, A. M. & Alligood, M. R. (2010). Nursing Theory and Their Work (6th ed).
St Louis, Missouri : Mosby Inc.

Universitas indonesia

Anda mungkin juga menyukai