Anda di halaman 1dari 28

Pertemuan Ke-13 Tanggal: 1 Desember 2016

Materi : Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) dan Bea Materai

Oleh : Kelompok 3

Ni Nyoman Wahyu Suryani 1506305023 ( 09 )

Ketut Ita Diantari 1506305043 ( 17 )

Ni Luh Ayounik Mahasabha 1506305057 ( 23 )

Putu Rian Mahendra 1506305093 ( 33 )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 20161.1 Pengertian PBB,PBHTB dan Bea Materai
A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah Pajak negara yang dikenakan terhadap Bumi dan atau Bangunan berdasarkan
Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
dirubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994. Definisi Pajak Bumi dan Bangunan
adalah Pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek pajak yaitu bumi dan bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak
ikut menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang.
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, permukaan bumi
meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak perairan) serta wilayah
Indonesia. Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan atau perairan.Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
 Jalan lingkungan dalam kesatuan dengan komplek bangunan.
 Jalan Tol.
 Kolam renang.
 Pagar mewah.
 Tempat olahraga.
 Galangan kapal, dermaga.
 Taman mewah.
 Tempat Penampungan/ kilang minyak, air dan gas, pipa minyak fasilitas lain
yang memberikan manfaat.

B. Pengertian Bea Perolehan Hak Atas tanah dan Bangunan


BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau
dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan.
Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB
adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak atau disingkat
menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NPOP tidak
diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar
pengenaan pajak BPHTB.
C.Pengertian Bea Materai
Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-
undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek

1
Bea Meterai harus sudah dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan
menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan. Karakteristik Bea Materai sebagai
berikut:
 Bea meterai tidak diperlukan nomor identitas baik untuk wajib pajak maupun
obyek pajak.
 Pembayaran bea meterai terjadi terlebih dahulu daripada saat terutang.
 Waktu pembayaran dapat dilakukan secara isidentil dan tidak terikat waktu.

1.2 Dasar Hukum PBB, BPHTB dan Bea Materai


A. Dasar Hukum PBB
Dasar hukum PBB adalah pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Sedang dasar pemungutannya
adalah pasal 23 ayat (2) yang berbunyi “Segala Pajak untuk keperluan negara berdasarkan
Undang-undang”.
Dalam pelaksanaan Pemungutannya adalah Undang-undang No.12 tahun 1985,
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No.12 Tahun 1994. Peraturan dan
keputusan yang mengatur pemungutan PBB adalah:
1. Peraturan Pemerintah No.46 tahun1985 tentang Persentase Nilai Jual Kena
Pajak pada Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Peraturan Pemerintah No. 104 tentang Penerimaan Negara dari PBB.
3. Peraturan pemerintah No. 47 tahun 1985 tentang pembagian hasil PBB antara
Pemerintah pusat dan daerah.
4. Keputusan Menteri Keuangan No.83/KMK.04/1994.
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-04 / PJ.6 /1998 tentang petunjuk
pelaksanaan pendaftaran, pendataan dan penilaian Objek Pajak dan subjek Pajak
Bumi dan Bangunan dalam rangka Pembentukan dan atau pemeliharaan Basis Sistem
Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP).

B. Dasar Hukum BPHTB


Dasar Hukum BPHTB yaitu :

2
1. UU No. 21 Tahun 1997, tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2000.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994, pasal 8 ayat (3).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1997.
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 635/KMK.04/1994.
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 393/KMK.04/1996.
7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 636/KMK.04/1997.
Dengan diterapkannya undang-undang ini, maka :
1. Dapat mengkompensasikan penurunan penerimaan daerah karena
diberlakukannya UU mengenai Pajak dan Retribusi Daerah karena 99 % penerimaan
BPHTB dikembalikan kepada daerah.
2. Meningkatka
n kepastian hukum dan keadilan
3. Menciptakan sistem perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan
pengawasan dan pengamanan keuangan negara

C. Dasar Hukum Bea Materai


1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea
Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran,
Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan
Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.
5. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan
Mesin Teraan.
6. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi
Percetakan.
7. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara
Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem
Komputerisasi.
8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan
Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.
9. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara
Pemeteraian Kemudian.

3
10. Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang
dikenakan Bea Meterai.

1.3 Objek dan Subjek PBB, BPHTB, dan Bea Materai


A. Objek dan subjek pajak bumi dan bangunan
Subjek Pajak
1. Yang dimaksud subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan
demikian tanda pembayaran atau pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan
hak.
2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam nomor 1 diatas, yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.
3. Dalam hal diatas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya maka
Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud
dalam nomor 1sebagai wajib pajak.
Objek Pajak
1. Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan.
2. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan
bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta
untuk memudahkan perhitungan pajak yang terutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi atau tanah perlu diperhatikan faktor- faktor sebagai
berikut:
1. Letak
2. Peruntukan
3. Pemanfatan
Dalam menentukan klasifikasi bangunan perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Bahan yang digunakan
2. Rekayasa
3. Letak
4. Kondisi lingkungan dan lain-lain

Objek pajak yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan adalah objek pajak yang:
1. Digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dan tidak untuk mencari
keuntungan, antara lain:
 Dibidang ibadah, contoh: Masjid, gereja, dan vihara.
 Dibidang kesehatan, contoh: Rumah sakit.

4
 Dibidang pendidikan, contoh: pesantren, madrasah.
 Dibidang sosial, contoh: panti asuhan.
 Dibidang kebudayaan nasional, contoh: Museum, candi.
2. Digunakan untuk perkuburan, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan itu.
3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani
suatu hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat, berdasarkan perlakuan asas
timbal balik.
5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh menteri keuangan.

B. Objek dan Subjek Pajak BPHTB


Obyek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang meliputi :
a. Pemindahan hak , karena :
1. Jual beli
2. Tukar menukar
3. Hibah
4. Hibah wasiat
5. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
6. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
7. Penunjukan pembeli dalam lelang
8. Pelaksanaan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
9. Hadiah
10. Waris
11. Penggabungan usaha
b. Pemberian hak baru, karena :
1. Kelanjutan pelepasan hak
2. Di luar pelepasan hak
Jenis-jenis hak-hak atas tanah adalah :
1. Hak milik
2. Hak guna usaha
3. Hak guna bangunan
4. Hak pakai
5. Hak milik atas satuan rumah susun
6. Hak pengelolaan

Obyek pajak yang diperoleh :


1. Perwakilan diplomatik, konsulat dengan asas timbal balik

5
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum
3. Badan / perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut
4. Orang pribadi/badan karena konversi hak/perbuatan hukum lain tanpa
perubahan nama
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf
6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah

Obyek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat dan hak pengelolaan
 Untuk obyek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat untuk
memberikan rasa keadilan karena :
a. hibah wasiat merupakan penetapan wasiat khusus yang berlaku pada saat
pemberi wasiat meninggal dunia
b. pada umumnya penerima hibah wasiat adalah orang pribadi yang tidak mampu
atau badan sebagai penghargaan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 111 tahun 2000, BPHTB yang terhutang
adalah sebesar 50 % dari yang seharusnya
 Untuk obyek pajak yang diperoleh karena hak pengelolaan yang merupakan
hak di luar Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) , pengenaannya sesuai Peraturan
Pemerintah No. 112 tahun 2000 adalah sebesar :
a. 0 % dari BPHTB yang seharusnya terhutang dalam hal penerima HPL adalah
Departemen, Lembaga Negara Non Departemen, Pemerintah
Propinsi/Kota/Kanupaten, lembaga pemerintah lainnya dan Perum Perumnas
b. 50 % dalam hal penerima HPL adalah selain angka 1 di atas.

Subjek Pajak
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut
perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

C. Objek dan Subjek Beamaterai


Objek Bea Meterai
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan
nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang
digunakan di muka pengadilan, antara lain:

6
 Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang
bersifat perdata.
 Akta-akta notaris termasuk salinannya.
 Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-
rangkapnya.
 Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
a. yang menyebutkan penerimaan uang
b. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening
bank
c. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
d. yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah
dilunasi atau diperhitungkan.
 Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.
 Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan
digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan
surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea
Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain, lain dan maksud semula.

Tidak Dikenakan Bea Meterai


Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang
berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran pajak dan
dokumen Negara. Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah:
 Dokumen yang berupa:
a. surat penyimpanan barang;
b. konosemen;
c. surat angkutan penumpang dan barang;
d. keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan
barang, konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang;
e. bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
f. surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
g. surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas.
 Segala bentuk ijazah
7
 Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran
lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan
untuk mendapatkan pembayaran itu.
 Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah daerah
dan bank.
 Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
 Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.

Subjek Bea Materai


Subjek Bea Materai adalah pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari
dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

1.4. TARIF PPB, BPHTB, BEA MATERAI


A. Tarif PBB
Tarif pajak yang berlaku pada pajak bumi dan bangunan adalah tarif sebanding yaitu
dengan prosentase tertentu, sehingga besar kecilnya pajak terutang akan tergantung dengan
besar kecilnya obyek pajak. Pada pasal 5 UU PBB dijelaskan tarif pajak bumi dan bangunan
adalah 0,5 % (lima per sepuluh persen).
Pada pasal 19 UU PBB ditentukan bahwa menteri keuangan dapat memberikan pajak yang
terutang:
a. Karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subyek pajak atau
karena sebab-sebab tertentu lainnya.
b. Dalam hal obyek pajak terkena bencana alam atau sebab yang lainnya. Maksud dari
kondisi tertentu obyek pajak yang ada hubungannya dengan subyek pajak dan sebab-
sebab tertentu lainnya yaitu berupa lahan pertanian yang sangat terbatas, bangunan yang
ditempati sendiri (yang tidak mengeluarkan hasil) yang dimiliki oleh golongan wajib
pajak. Adapun yang dimaksud dengan bencana alam antara lain: gempa bumi, banjir,
tanah longsor, dan yang dimaksud dengan sebab lain yang luar biasa adalah seperti
kebakaran, kekeringan, wabah penyakit tanaman, hama tanaman dan lain-lain.

B. Tarif BPHTB

8
Tarif BPHTB menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor
20 tahun 2000 Pasal 5 adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
(NPOPKP). Sedangkan menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD Pasal 88 disebutkan
bahwa tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% dan ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.

C. Tarif Bea Meterai


1) Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut:
 Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang
bersifat pendata
 Akta-akta Notaris termasuk salinannya
 Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dan
Rp1.000.000,00.;
 Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan,
yaitu:
 surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
 surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya,
jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dan tujuan
semula.
2) Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut:
 Nominal sampai Rp250.000,- tidak dikenakan Bea Meterai
 Nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-
 Nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-
3) Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa
batas pengenaan besarnya harga nominal.
4) Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai
dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang mempunyai
harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-.
5) Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat
kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,-
dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dan
Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,-.

TATA CARA PERHITUNGAN PBB, BPHTB, BEA MATERAI


A. Perhitungan PBB
Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak dengan NJKP.

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP


= 0,5% x [Persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP)]
9
Contoh:
Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya Rp 20.000.000,00
dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00, maka besarnya pajak yang terutang
adalah:
= 0,5% x 20% x (Rp 20.000.000,00- Rp 12.000.000,00)
= Rp 8.000,00
B. Perhitungan BPHTB
Perhitungan BPHTB berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 jo. Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2000 Pasal 8 adalah sebagai berikut:

Pajak Bumi dan Bangunan = 5% X (NPOP-NPOPTKP)


Atau
5% X (NJOP-NPOPTKP)

Contoh :
1. Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Ali membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang
berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga
perolehan sebesar Rp500.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut
ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP
ditentukan sebesar Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh
Bapak Ali
tersebut adalah :
5% x (600.000.000 - 50.000.000) = Rp27.500.000,-

BPHTB karena waris dan hibah wasiat


Sesuai dengan bunyi pasal 3 ayat (2) UU BPHTB pengenaan BPHTB karena waris dan
hibah wasiat diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah terbit Peraturan Pemerintah
No : 111/2000, tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :
1. BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar : 50 % dari yang seharusnya
terutang.
2. Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke Kantor Pertanahan
3. Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak.
4. Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan
adalah NJOP PBB

10
5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis :
a) Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang
diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas dan satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah
wasiat termasuk suami/istri.
b) Maksimum Rp60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang diatas.

Contoh :
1. Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan
dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta. Terhadap tanah dan
bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar Rp325 juta. Apabila
NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan sebesar Rp250 juta maka
BPHTB yang
terutang adalah sebesar :
50% x 5% x (Rp325 juta – Rp250 juta) = Rp1.875.000,-

BPHTB karena pemberian hak pengelolaan


Sesuai dengan pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian hak
pengelolaan diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah diterbitkan Peraturan
Pemerintah No: 112 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai
berikut :
1. Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas
tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya
untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk
keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan
atau bekerjasama dengan pihak ketiga.
2. Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah :
a) 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan
adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah
b) Propinsi/Kabupaten/Kota,. Lembaga Pemerintah Lain dan Perum Perumnas
50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yang diatas.
c) Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya
keputusan pemberian Hak Pengelolaan
d) Dasar pengenaan ( NPOP) adalah Nilai Pasar
e) Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah
NJOPPBB.
Contoh :
11
1. Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang tanah seluas
seluas 5 Ha dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp3 milyar. Apabila
NPOPTKP pada daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp60 juta maka besarnya BPHTB
yang harus dia bayar oleh Perum Perumnas tersebut adalah :
0% x 5% x (Rp3 milyar – Rp60 juta) = 0 ( nihil ).

2. Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak


pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parkir dengan nilai
pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap tanah dan bangunan
tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan NJOP sebesar Rp1,25 milyar. Apabila
NPOPTKP atas daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp50 juta maka besarnya BPHTB
yang harus dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut adalah sebesar :
50% x 5% x (Rp1,25 milyar – Rp50 juta) = Rp30 juta
C. Perhitungan Bea Materai
 Contoh 1 : Belanja Barang
Taufik Hidayat merupakan bendahara satker Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Purbalingga
yang beralamat di Jl. Letnan Jenderal S. Parman Kabupaten Purbalingga dengan NPWP
00.321.675.3-529.000 melakukan transaksi-transaksi sebagai berikut:
a. Pada tanggal 1 Oktober 2013, membeli secara tunai makanan siap saji dari sebuah
restoran untuk keperluan rapat seharga Rp800.000,00.
b. Pada tanggal 4 Oktober 2013, membeli secara tunai alat-alat tulis kantor
Rp1.100.000,00 dan buku pelajaran umum Rp1.500.000,00 dari toko buku PERWIRA
yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 90 Purbalingga milik Tuan Joko
dengan Nomor Pokok Wajib Pajak / Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
06.325.456.3-529.000. Tuan Joko menerbitkan Faktur Pajak dengan kode nomor seri
020.000-13.00000101 pada tanggal 4 Oktober 2013 dengan nilai PPN Rp110.000,00.
c. Pada tanggal 16 Oktober 2013, membeli bensin dari SPBU Pertamina untuk keperluan
kendaraan dinas seharga Rp500.000,00, membayar tagihan rekening listrik sebesar
Rp1.000.000,00 kepada PLN, serta membeli benda-benda pos sebesar Rp500.000,00 di
sebuah kantor pos.
d. Pada tanggal 18 Oktober 2013, membeli secara tunai buku pelajaran umum seharga
Rp2.500.000,00, pakaian seragam jadi seharga Rp3.000.000,00 serta pengadaan formulir
dan kertas untuk ujian sekolah sebesar Rp2.000.000,00 dari sebuah toko pedagang eceran
atas nama tuan Bagus yang beralamat di Jalan Jenderal Katamso Nomor 1 Purbalingga
dengan Nomor Pokok Wajib Pajak / Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

12
06.456.321-2-529.000. Pembelian tersebut dananya bersumber dari Bantuan Operasional
Sekolah. Tuan Bagus menerbitkan Faktur Pajak dengan kode nomor seri 020.000-
13.00000501 pada tanggal 18 Oktober 2013 dengan nilai PPN sebesar Rp500.000,00.
Perhitungan :
Pengeluaran atas pembelian secara tunai makanan siap saji dari restoran untuk keperluan
rapat sebesar Rp800.000,00, sehingga atas pengeluaran tersebut dikenakan bea meterai
sebesar Rp3.000,00, berdasarkan:
Apabila setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai pihak penerima kuitansi
terutang bea meterai sebesar:
a. Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp250.000,00
s.d. Rp1.000.000,00;
b. Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas
Rp1.000.000,00

 Contoh 2 : Belanja Modal


a. Bendahara satker Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Purbalingga melakukan pembelian
4 (empat) buah printer seharga Rp20.000.000,00 dari CV Susanto
b. Taufik Hidayat yang merupakan bendahara satker Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Purbalingga melakukan pembelian komputer kepada CV Wijaya dengan harga pembelian
Rp11.000.000,00, (sudah termasuk PPN).
c. Inspektorat Provinsi Jambi akan melakukan pembangunan gedung kantor Inspektorat
Provinsi. Adapun yg menjadi pemenang tender adalah PT Jaya Karya sebagai pelaksana
konstruksi dan Tuan Zaky, seorang PKP, sebagai perencana konstruksi. PT Jaya Karya
adalah perusahaan konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha menengah (dibuktikan
dengan sertifikasi pelaksana konstruksi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi),
sedangkan Tuan Zaky adalah konsultan sipil yang memiliki sertifikasi untuk perencanaan
konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil. Nilai proyek berdasarkan Kontrak adalah
sebesar Rp5.000.000.000,00 (tidak termasuk PPN).
d. Bendahara Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (00.695.754.0-
721.000) akan membangun gedung kantor yang baru. Untuk keperluan gedung tersebut,
kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah akan melakukan pembebasan
tanah seluas 2.000 m2 yang dimiliki oleh Bapak Nasrun (14.495.723.0-721.000) seluas
800 m2 (NOP 63.07.040.005.451.0010.0) dan Ibu Mega (08.614.284.0-721.000) seluas
1200 m2 (NOP 63.07.040.005.451.0054.0). NJOP Tahun 2013 atas tanah tersebut adalah
Rp400.000,00/m2 untuk tanah Bapak Nasrun dan Ibu Mega. Atas pembebasan lahan
tersebut Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah menetapkan ganti rugi

13
sebesar Rp400.000,00/m2. Bendahara Pemda Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Wahyono,
mengajukan SPM kepada KPPN untuk membayar ganti rugi pembebasan lahan kepada
Bapak Nasrun dan Ibu Mega. SP2D diterbitkan KPPN pada tanggal 25 Maret 2013.
e. Dinas Pekerjaan Umum akan melakukan pembayaran ganti rugi pembebasan tanah
untuk pembuatan saluran irigasi kepada Tuan Moelyana sebesar Rp75.000.000,00.
f. Untuk acara rapat koordinasi daerah, Bendahara Pemda Kota Gorontalo
(00.875.469.0-822.000) menunjuk CV Sedap (02.425.743.2-822.000) beralamat di Jalan
Inspeksi Kalimalang Nomor 40-42 Gorontolo yang bergerak di bidang jasa catering untuk
menyediakan konsumsi rapat tersebut. Kontrak yang disepakati untuk jasa katering
tersebut adalah Rp3.500.000,00. Bendahara Pemda Kota Gorontalo, Bagus, membayar
tagihan katering tersebut pada tanggal 25 Februari 2013.
Perhitungan :
Pengeluaran atas pembelian secara tunai makanan siap saji dari restoran untuk keperluan
rapat sebesar Rp800.000,00, sehingga atas pengeluaran tersebut dikenakan bea meterai
sebesar Rp3.000,00, berdasarkan:
Apabila setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai pihak penerima kuitansi
terutang bea meterai sebesar:
a. Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp250.000,00
s.d. Rp1.000.000,00;
b. Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas
Rp1.000.000,00

 Contoh 3 : Belanja Jasa


a. Untuk acara rapat koordinasi daerah, Bendahara Pemda Kota Gorontalo
(00.875.469.0-822.000) menunjuk CV Sedap (02.425.743.2-822.000) beralamat di Jalan
Inspeksi Kalimalang Nomor 40-42 Gorontolo yang bergerak di bidang jasa catering untuk
menyediakan konsumsi rapat tersebut. Kontrak yang disepakati untuk jasa katering
tersebut adalah Rp3.500.000,00. Bendahara Pemda Kota Gorontalo, Bagus, membayar
tagihan katering tersebut pada tanggal 25 Februari 2013.
b. Dalam rangka ikut melestarikan warisan budaya negara, maka Dinas Pendidikan
Kabupaten Boyolali membuat baju seragam dengan corak batik untuk seluruh
pegawainya dan untuk seluruh guru yang berada di bawah wilayah kerjanya sejumlah
2.000 potong. Pada tanggal 4 September 2013 telah disepakati kontrak pengerjaan
tersebut dengan PT Garmindo (02.425.347.2-527.000), sebuah perusahaan garmen yang
beralamat di Jalan Sakti Raya Nomor 101 Boyolali. Kontrak ditandatangani oleh direktur
PT Garmindo, Sdr. Budiman.

14
Spesifikasi, model ditentukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Boyolali serta bahan
baku utama berupa kain batik yang dibeli pada tahun sebelumnya dari PT Batikindo.

PT Garmindo sebagai pihak yang mengerjakan pembuatan baju seragam tersebut


menyediakan bahan tambahan yang diperlukan. Atas pekerjaan ini disepakati biaya
pengerjaan sebesar Rp60.000.000,00 (tidak termasuk PPN) selain biaya untuk bahan
tambahan sebesar Rp10.000.000,00 (tidak termasuk PPN) yang dikeluarkan PT
Garmindo.Rincian tagihan PT Garmindo kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Boyolali:
Biaya untuk bahan tambahan ..........Rp10.000.000,00
Biaya pembuatan baju seragam.......Rp60.000.000,00

Handayani, Bendahara Dinas Pendidikan Kabupaten Boyolali (NPWP 00.875.964.0-


527.000), menerima tagihan dari PT Garmindo atas pengerjaan baju seragam tersebut
pada tanggal 18 Oktober 2013 dengan Faktur Pajak bernomor seri 020.000-13.00000875.
Bendahara melunasi pembayarannya pada tanggal 22 Oktober 2013.

c. Pada tanggal 5 Juli 2013, Prabu Wijaya, Bendahara Dinas Tata Ruang Pemerintah
Kota Manado (NPWP 00.799.100.0-821.000) membayar sewa rukan semester kedua
tahun 2013 di Jalan Jaksa Nomor 1 kota Manado (NOP 49.73.100.821.676.9002.0)
sebesar Rp50.000.000,00 dan biaya service charge serta fasilitas lainnya sebesar
Rp12.000.000,00 tidak termasuk PPN kepada PT Maju Hidayat (NPWP/NPPKP
02.003.457.0-821.000) yang beralamat di Jalan Gunung Kerinci Nomor 46 Manado.

PT Maju Hidayat menerbitkan Faktur Pajak dengan kode nomor seri 020.000-
13.00001001 pada tanggal 5 Juli 2013 dengan nilai PPN Rp 6.200.000,00.
Perhitungan :
Pengeluaran atas kegiatan yang dilaksanakan atas belanja jasa, berdasarkan:

Dalam setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai pihak penerima kuitansi
terutang bea meterai sebesar:
a. Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp250.000,00
s.d. Rp1.000.000,00;
b. Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas
Rp1.000.000,00

 Contoh 4 : Belanja Hibah

15
Kementerian Pekerjaan Umum (NPWP:00.849.100.0-012.000) beralamat di Jalan Pattimura
20, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, melaksanakan proyek Pemerintah pembangunan jalan
lintas Kalimantan dengan menggunakan dana yang berasal dari Hibah Luar Negeri dari Asia
Foundation sebesar US$ 100.000.000,00 (Rp950.000.000.000,00 dengan kurs Menteri
Keuanganpada saat ditandatanganinya kontrak sebesar Rp9.500,00/US$) yang telah
tercantum dalam DIPA Kementerian Pekerjaan Umum. Proyek Pemerintah tersebut
dilaksanakan selama jangka waktu 3 tahun yaitu dari tahun 2011 sampai dengan 2013. Untuk
tahun 2013 sisa anggaran yang belum dicairkan adalah Rp350.000.000.000,00. Proyek
Pemerintah tersebut dilaksanakan oleh kontraktor utama PT Andang Konstruksi
(NPWP/NPPKP: 02.668.854.2-012.000) yang beralamat di Jalan Melawai No. 399 Jakarta
Selatan, dan memiliki kualifikasi usaha besar yang dibuktikan dengan sertifikasi pelaksana
konstruksi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.
Perhitungan :
Dalam setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai pihak penerima kuitansi
terutang bea meterai sebesar:
a. Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp250.000,00
s.d. Rp1.000.000,00;
b. Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas
Rp1.000.000,00

PENYETORAN DAN PELAPORAN PBB, BPHTB, BEA MATERAI


A. Penyetoran dan Pelaporan PBB
1. Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
Contoh:
Apabila SPPT diterima oleh wajib pajak tanggal 1 April 2005, maka jatuh tempo
pembayarannya adalah tanggal 30 September 2005.
2. Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu)
bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak.
Contoh:
Apabila SKP diterima oleh wajib pajak 1 Maret 2005, maka jatuh tempo
pengembaliannya adalah tanggal 31 Maret 2005.
3. Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau
kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang
dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling

16
lama 24 (dua puluh empat) bulan. Menurut ketentuan ini, pajak yang terutang pada saat
jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi 2%
(dua persen) setiap bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar tersebut untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
Contoh:
SPPT tahun pajak 2005 diterima oleh wajib pajak pada tanggal 1 Maret 2005 dengan
pajak yang terutang sebesar Rp 500.000,00. Oleh wajib pajak baru dibayar pada tanggal 1
September 2005. Maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda administrasi
sebesar 2% yakni:
2% x Rp 500.000,00 = Rp 10.000,00.
Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 1 September 2005 adalah:
Pokok pajak + denda administrasi = Rp 500.000,00 + Rp 10.000,00 = Rp 510.000,00.
Bila wajib pajak tersebut baru membayar utang pajaknya pada tanggal 10 Oktober 2005,
maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda 2 x 2% dari pokok pajak, yakni:
4% x Rp 500.000,00 = Rp 20.000,00.
Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 10 Oktober 2005 adalah: Pokok
pajak + denda administrasi = Rp 500.000,00 + Rp 20.000,00 = Rp 520.000,00
4. Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam no. 3 di atas, ditambah dengan
utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP)
yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP
oleh wajib pajak. Menurut ketentuan ini denda administrasi dan pokok pajak seperti
dalam no. 3 di atas, ditagih dengan menggunakan STP yang harus dilunasi dalam waktu
satu bulan sejak tanggal diterimanya STP tersebut.
5. Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro, dan tempat lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
6. Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur oleh Menteri Keuangan.
7. Surat pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), surat ketetapan pajak, dan Surat Tagihan
Pajak (STP) merupakan dasar penagihan pajak.
8. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan pada waktunya
dapat ditagih dengan Surat Paksa. Dalam hal tagihan pajak yang terutang dibayar setelah
jatuh tempo yang telah ditentukan, penagihannya dilakukan dengan surat paksa yang saat
ini berdasarkan UU no.19 tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU no.19 tahun
2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
B. Penyetoran dan Pelaporan BPHTB
1. BPHTB yang terutang harus dibayar/dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak,
yaitu sama dengan saat terutangnya BPHTB.
17
2. Wajib pajak wajib membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan pada
adanya surat ketetapan pajak. Sistem pemungutan BPHTB adalah self assessment.
3. BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan/atau Bank
BUMN atau Bank BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh MenKeu
dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB.
4. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang
Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata
jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar.
5. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kuramg
Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula
Belem terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang teritang
diterbitkannya SKBKBT.
6. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB dan WP dikenakan
sanksi berupa denda dan/atau bunga apabila:
a. BPHTB yang terutang tidak atau kurang bayar
b. Dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB terdapat kekurangan
pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis atau salah hitung. Pada saat WP
memperoleh Surat Tagihan BPHTB jumlah yang harus dibayar oleh WP adalah
sebesar BPHTB terutang yang tidak atau kurang bayar dalam Surat Tagihan BPHTB
ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebukan untuk jangka waktu
paling lama 24 bulan Sejas saat terutangnya BPHTB.

C. Penyetoran dan Pelaporan Bea Materai


 Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Meterai Tempel
Cara menggunakan meterai tempel :
 Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak diatas dokumen
yang yang dikenakan Bea Meterai.
 Meterai Tempel direkatkan di tempat di mana tanda tangan akan di bubuhkan.
 Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan dan tahun
dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu sehingga sebagian tanda tangan di
atas kertas dan sebagin lagi di atas Meterai Tempel.
 Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan
sebagian diatas semua meterai tempel dan sebagian lagi di atas kertas.

18
 Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Kertas Meterai
Cara menggunakan Kertas Meterai :
 Sehelai Kertas Meterai hanya dapat digunakan untuk sekali pemakaian.
 Kertas Meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
 Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat
seluruhnya diatas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih
tertinggal dapat digunakan kertas yang tidak bermeterai.
 Jika sehelai Kertas Meterai karena suatu hal tidak jadi dugunakan dan dalam hal ini
belum di tandatangani oleh yang berkepentingan, sedangkan dalam kertas meterai telah
terlanjur ditulis dengan beberapa kata/kalimat yang belum merupakan suatu dokumen
yang selesai dan kemudian tulisan yang ada pada kertas meterai tersebut dicoret atau di
muat tulisan atau keterangan baru, maka kertas meterai yang demikian dapat digunakan
dan tidak perlu dibubuhi meterai lagi.

 Pelunasan Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan
Pelunasan dengan cara ini memerlukan beberapa syarat :
 Pelunasan Bea Meterai dengan Mesin Teraan meterai hanya diperkenankan kepada
penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata – rata setiap hari
minimal sebanyak 50 dokumen.
 Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan Mesin Teraan
meterai harus melakukan prosedur sebagai berikut :
o Mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak
setempat dengan mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan
meterai yang digunakan, serta melampirkan surat pernyataan dengan jumlah rata –
rata dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari.
o Melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp.15.000.000
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
o Menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan meterai kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
o Ijin penggunaan mesin teraan meterai berlaku selama 2 tahun sejak tanggal
ditetapkannya, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

 Pelunasan Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Sistem


Komputerisasi
 Pelunasan Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi hanya diperkenankan untuk
dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dalam Pasal 1 huruf d PP

19
No.24 Tahun 2000 dengan jumlah rata – rata pemeteraian setiap hari minimal sebanyak
100 dokumen.
o Mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Dirjen Pajak dengan
mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata – rata dokumen yang akan
dilunasi Bea Meterai setiap hari.
o Pembayaran Bea Meterai dimuka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen
yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
o Menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea
Meterai kepada Dirjen Pajak paling lambat tanggal 15 seiap bulan.
 Ijin pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan
Sistem Komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar pada saat
mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1 bulan berikutnya.

 Pelunasan Bea Meterai Dengan Teknologi Percetakan


 Pelunasan Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan hanya di perkenankan untuk
dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, atau efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
 Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan Teknologi
Percetakan harus melakukan prosedur sebagai berikut :

I. Besarnya PBB Terhutang


Contoh 1
Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya Rp 20.000.000,00
dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00, maka besarnya pajak yang terutang
adalah :
= 0,5% × 20% × (Rp 20.000.000,00 – Rp 12.000.000,00)
= Rp 8.000,00

Contoh 2
Wajib Pajak CV Perdana mempunyai objek pajak berupa :
- Tanah seluas 800 m2 dengan NJOP Rp 335.000 per m2
- Bangunan (rumah) seluas 400 m2 dengan NJOP Rp 505.000 per m2

20
- Taman mewah seluas 200 m2 dengan NJOP Rp 98.000 per m2
- Pagar mewah sepanjang 100 m dan tinggi rata-rata 150 cm dengan NJOP Rp 1.200.000 per
m2
Persentase Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) sebesar 20 % dan NJOPTKP ditetapkan
sebesar Rp 10.000.000
Besarnya PBB yang terutang dihitung sebagai berikut :
- NJOP tanah (800 m2 x Rp 335.000) Rp 268.000.000
- NJOP bangunan :
- Rumah
(400 m2 x Rp 505.000) Rp 202.000.000
- Taman mewah
(200 m2 x Rp 98.000) Rp 19.600.000
- Pagar mewah
(100 x 1,50 m2 x Rp 1.200.000) Rp 180.000.000
Rp 401.600.000(+)
- NJOP sebagai dasar perhitungan PBB Rp 669.600.000
- NJOPTKP (diketahui) Rp 10.000.000 (-)
- NJOP sebagai dasar perhitungan PBB Rp 659.600.000
- NJKP (20% x Rp 659.600.000) Rp 131.920.000
- PBB :
0,5% x Rp 131.920.000 = Rp 659.600

Contoh 3
Pak Amin memiliki rumah seluas 50 meter persegi yang berdiri di atas sebidang tanah seluas
100 meter persegi. Diketahui harga bangunan tersebut adalah Rp500.000, sedangkan harga
tanah tersebut adalah Rp1.000.000. Jadi berapakah PBB yang harus dibayarkan oleh Pak
Amin?

Pertama, kita hitung terlebih dahulu nilai bangunan dan tanahnya:


Bangunan: 50 x Rp500.000 = Rp25.000.000
Tanah: 100 x Rp 1.000.000 = Rp100.000.000

Kedua, kita hitung NJOP nya dengan menjumlahkan nilai bangunan dan tanah
Nilai Bangunan: Rp25.000.000
21
Nilai Tanah:   Rp100.000.000
--------------------------------------- +
       Rp. 125.000.000

Terakhir, setelah diketahui NJOP nya, kita bisa langsung menghitung PBB nya:
NJKP: 20% x Rp125.000.000 = Rp25.000.000
PBB: 0,5% x Rp 25.000.000 = Rp125.000
Contoh 4
Objek perumahan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh PNS, ABRI dan para
pensiunan termasuk janda dan dudanya.
– Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000,00/m2 Nilai jual tanah tersebut termasuk
kelas 17 dengan nilai jual Rp 802.000,-/m2
– Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000,00/m2. Nilai jual bangunan tersebut
termasuk kelas 2 dengan nilai jual Rp 968.000,-/m2
Berapakah besar Pajak yang dikenakan kepada mereka?

Jawaban:

Penghitungan PBB-nya :
– Jumlah NJOP bumi 1.000 x Rp 802.000,- = Rp 802.000.000,-
– Jumlah NJOP Bangunan 400 x Rp 968.000,- = Rp 387.200.000,-
– NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 1.189.200.000,-
– NJOPTKP = Rp 12.000.000,-
– NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 1.181.200.000,-
– NJKP 40% x (NJOP – NJOPTKP)= 40% x (1.189.200.000-12.000.000)
= 40% x Rp.1,177.200.000
= Rp.470.880.000
PBB yang terutang
0,5% x Rp.470.880.000= Rp 2.354.400
(Dua juta tiga ratus lima puluh empat ribu empat ratus)

2. Apabila Objek Pajak pada contoh A dimiliki / dikuasai / dimanfaatkan oleh PNS, ABRI,
Pensiunan termasuk janda / dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari gaji atau uang
pensiun maka penghitungannya adalah :
22
NJKP 20% x (NJOP – NJOPTKP) = 20% x (1.189.200.000-12.000.000)
= 20% x Rp. 1,177.200.000
= Rp. 235.440.000
PBB yang terutang
0,5% x Rp 235.440.000,- = Rp 1.177.200,-
(Satu juta seratus tujuh puluh tujuh ribu dua ratus rupiah)

II. Besarnya BPHTB Terhutang


Contoh 1
Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan NPOP Rp 70.000.000,00. Sedangkan Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang berlaku di Kabupaten/Kota tersebut Rp
60.000.000,00.
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 70.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 60.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp 10.000.000,00
BPHTB yang terutang = Rp 10.000.000,00 × 5% = Rp 500.000,00

Contoh 2
Seseorang membeli sebuah rumah di Jakarta dengan luas tanah 200 m² dan luas
bangunan 100 m². Berdasarkan NJOP, harga tanah Rp 700.000 per m² dan nilai bangunan Rp
600.000 per m². Berapa besaran BPHTB yang harus dikeluarkan oleh pembeli rumah
tersebut?
Jawab :
Harga Tanah: 200 m² x Rp 700.000 = Rp 140.000.000
Harga Bangunan: 100 m² x Rp 600.000 = Rp 60.000.000
Jumlah Harga Pembelian Rumah = Rp 200.000.000
Nilai Tidak Kena Pajak = Rp 60.000.000
Nilai untuk penghitungan BPHTB = Rp 140.000.000
Maka, BPHTB yang harus dibayar :
5% x Rp 140.000.000 = Rp 7.000.000

Contoh 3
Diperjual-belikan sebidang tanah kosong di Jakarta Selatan dengan data-data sebagai berikut:
Luas 1.000 m2
23
NJOP = 1.000.000,- per meter
NPOPTKP adalah Rp. 80.000.000,- (DKI Jakarta)
Harga kesepakatan antara penjual dan pembeli adalah Rp. 2.000.000,- per meter
Maka nilai NPOP (Nilai Transaksi) = 1.000 x 2.000.000,- = Rp. 2.000.000.000,-

Besarnya PPh dan BPHTB adalah sebagai berikut


PPh = 2.5 % x NPOP
Besarnya PPh = 2.5 % x Rp. 2.000.000.000,- = Rp. 50.000.000,-
BPHTB = 5 % x (NPOP – NPOPTKP)
Besarnya BPHTB = 5 % x (Rp. 2.000.000.000 – Rp. 80.000.000) = Rp. 96.000.000,

1.1.1 Besarnya Bea Materai Terhutang


Contoh 1
Pak Usman membeli sebuah Genset Rp 150.000.000 pembayaran uang muka sebesar 20%
sisanya diangsur selama empat kali berturut-turut yaitu sebesar 25%. Hitunglah bea materai
jika :
a. Seluruh dokumen yang digunakan adalah kuitansi
b. Seluruh dokumen yang digunakan adalah cek
Jawab :
Jumlah uang yang telah dikeluarkan Pak Usman adalah :
Uang muka : 20% × Rp 150.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
Angsuran 1 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran 2 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran 3 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran 4 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 7.500.000,00

No Nominal Kuitansi Cek


1 Rp 30.000.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000
2 Rp 37.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000
3 Rp 37.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000
4 Rp 37.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000
5 Rp 7.500.000,00 Rp 6.000 Rp 3.000
Jumlah Rp 30.000 Rp 15.000

Contoh 2

24
Taufik Hidayat merupakan bendahara satker Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Purbalingga yang beralamat di Jl. Letnan Jenderal S. Parman Kabupaten Purbalingga
dengan NPWP 00.321.675.3-529.000 melakukan transaksi-transaksi sebagai berikut:

a. Pada tanggal 1 Oktober 2013, membeli secara tunai makanan siap saji dari
sebuah restoran untuk keperluan rapat seharga Rp800.000,00.
b. Pada tanggal 4 Oktober 2013, membeli secara tunai alat-alat tulis kantor
Rp1.100.000,00 dan buku pelajaran umum Rp1.500.000,00 dari toko buku
PERWIRA yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 90 Purbalingga milik
Tuan Joko dengan Nomor Pokok Wajib Pajak / Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak 06.325.456.3-529.000. Tuan Joko menerbitkan Faktur Pajak dengan kode
nomor seri 020.000-13.00000101 pada tanggal 4 Oktober 2013 dengan nilai PPN
Rp110.000,00.
c. Pada tanggal 16 Oktober 2013, membeli bensin dari SPBU Pertamina untuk
keperluan kendaraan dinas seharga Rp500.000,00, membayar tagihan rekening
listrik sebesar Rp1.000.000,00 kepada PLN, serta membeli benda-benda pos sebesar
Rp500.000,00 di sebuah kantor pos.
d. Pada tanggal 18 Oktober 2013, membeli secara tunai buku pelajaran umum
seharga Rp2.500.000,00, pakaian seragam jadi seharga Rp3.000.000,00 serta
pengadaan formulir dan kertas untuk ujian sekolah sebesar Rp2.000.000,00 dari
sebuah toko pedagang eceran atas nama tuan Bagus yang beralamat di Jalan Jenderal
Katamso Nomor 1 Purbalingga dengan Nomor Pokok Wajib Pajak / Nomor
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 06.456.321-2-529.000. Pembelian tersebut
dananya bersumber dari Bantuan Operasional Sekolah. Tuan Bagus menerbitkan
Faktur Pajak dengan kode nomor seri 020.000-13.00000501 pada tanggal 18
Oktober 2013 dengan nilai PPN sebesar Rp500.000,00.

Perhitungan :
Pengeluaran atas pembelian secara tunai makanan siap saji dari restoran untuk
keperluan rapat sebesar Rp800.000,00, sehingga atas pengeluaran tersebut dikenakan
bea meterai sebesar Rp3.000,00, berdasarkan:
Apabila setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai pihak penerima
kuitansi terutang bea meterai sebesar:

25
a. Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas
Rp250.000,00 s.d. Rp1.000.000,00;

b. Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas


Rp1.000.000,00
Contoh 3
Bendahara satker Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Purbalingga melakukan pembelian 4
(empat) buah printer seharga Rp20.000.000,00 dari CV Susanto
Taufik Hidayat yang merupakan bendahara satker Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Purbalingga melakukan pembelian komputer kepada CV Wijaya dengan harga pembelian
Rp11.000.000,00, (sudah termasuk PPN).
Inspektorat Provinsi Jambi akan melakukan pembangunan gedung kantor Inspektorat
Provinsi. Adapun yg menjadi pemenang tender adalah PT Jaya Karya sebagai pelaksana
konstruksi dan Tuan Zaky, seorang PKP, sebagai perencana konstruksi. PT Jaya Karya adalah
perusahaan konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha menengah (dibuktikan dengan
sertifikasi pelaksana konstruksi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi), sedangkan
Tuan Zaky adalah konsultan sipil yang memiliki sertifikasi untuk perencanaan konstruksi
dengan kualifikasi usaha kecil. Nilai proyek berdasarkan Kontrak adalah sebesar
Rp5.000.000.000,00 (tidak termasuk PPN).
Bendahara Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (00.695.754.0-
721.000) akan membangun gedung kantor yang baru. Untuk keperluan gedung tersebut,
kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah akan melakukan pembebasan
tanah seluas 2.000 m2 yang dimiliki oleh Bapak Nasrun (14.495.723.0-721.000) seluas 800
m2 (NOP 63.07.040.005.451.0010.0) dan Ibu Mega (08.614.284.0-721.000) seluas 1200 m2
(NOP 63.07.040.005.451.0054.0). NJOP Tahun 2013 atas tanah tersebut adalah
Rp400.000,00/m2 untuk tanah Bapak Nasrun dan Ibu Mega. Atas pembebasan lahan tersebut
Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah menetapkan ganti rugi sebesar
Rp400.000,00/m2. Bendahara Pemda Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Wahyono,
mengajukan SPM kepada KPPN untuk membayar ganti rugi pembebasan lahan kepada
Bapak Nasrun dan Ibu Mega. SP2D diterbitkan KPPN pada tanggal 25 Maret 2013.
Dinas Pekerjaan Umum akan melakukan pembayaran ganti rugi pembebasan tanah
untuk pembuatan saluran irigasi kepada Tuan Moelyana sebesar Rp75.000.000,00.
Untuk acara rapat koordinasi daerah, Bendahara Pemda Kota Gorontalo
(00.875.469.0-822.000) menunjuk CV Sedap (02.425.743.2-822.000) beralamat di Jalan
26
Inspeksi Kalimalang Nomor 40-42 Gorontolo yang bergerak di bidang jasa catering untuk
menyediakan konsumsi rapat tersebut. Kontrak yang disepakati untuk jasa katering tersebut
adalah Rp3.500.000,00. Bendahara Pemda Kota Gorontalo, Bagus, membayar tagihan
katering tersebut pada tanggal 25 Februari 2013.
Perhitungan :
Pengeluaran atas pembelian secara tunai makanan siap saji dari restoran untuk
keperluan rapat sebesar Rp800.000,00, sehingga atas pengeluaran tersebut dikenakan bea
meterai sebesar Rp3.000,00, berdasarkan:
Apabila setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai pihak penerima
kuitansi terutang bea meterai sebesar:

a. Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas


Rp250.000,00 s.d. Rp1.000.000,00;
b. Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas
Rp1.000.000,00

27

Anda mungkin juga menyukai