Anda di halaman 1dari 7

2.

1 Perlindungan Terhadap Hak Pemegang Saham


Pada dasarnya, pemegang saham berhak mempertahankan haknya sehubungan dengan saham yang
dimilikinya dengan cara menggugat segala tindakan perseroan yang merugikan kepentingannya dalam
perseroan yang bersangkutan. Tindakan perseroan tersebut dapat berupa tindakan RUPS, Komisaris dan atau
Direksi (pasal 54 (1) Undang-undang No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas atau UUPT). Segala hak
dan kewajiban pemegang saham tersebut dituangkan dengan sejelas mungkin dalam Anggaran Dasar, yang
dapat dikatakan merupakan suatu perjanjian yang mengikat para pemegang saham suatu perusahaan.
Salah satu efek dari struktur kepemilikan melalui saham adalah terciptanya struktur pemegang saham
mayoritas dan minoritas. Umumnya masing-masing pemegang saham mempunyai hak yang sama. Hal ini
terutama terhadap hak suara, yaitu 1 saham kepemilikan adalah 1 suara. Ketentuan tambahan terhadap hak
suara dapat diatur secara tegas-tegas sehubungan dengan klasifikasi saham. Dengan mekanisme pemilikan
yang demikian, pemegang saham mayoritas menjadi pihak yang diuntungkan dengan sendirinya. Semakin
banyak saham yang dimilikinya, maka semakin besar pula kekuasaan yang dimiliki dalam menentukan
keputusan mengenai keberadaan dan jalannya suatu perseroan terbatas. Persoalannya adalah bagaimana
melindungi kepentingan pemegang saham minoritas yang beresiko dirugikan oleh kekuasaan pemegang
saham mayoritas.

2.2 Prinsip-Prinsip Perlindungan terhadap Pemegang Saham


1) Hak – Hak Dasar Pemegang Saham. Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
pada Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia Bab V tentang Pemegang Saham
dan Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) Principles of Corporate
Governance Bagian I Bab II tentang Hak Pemegang Saham dan Fungsi Kepemilikan Utama
dikatakan bahwa hak pemegang saham pada dasarnya meliputi:
1. Hak untuk berpartisipasi dalam RUPS berdasarkan ketentuan kepemilikan saham,
2. Hak untuk memperoleh informasi yang relevan mengenai perusahaan secara tepat waktu,
benar dan teratur,
3. Hak untuk menerima bagian dari keuntungan perusahaan,
4. Hak untuk memperoleh penjelasan lengkap dan informasi yang akurat mengenai prosedur
berkenaan dengan penyelenggaraan RUPS,
5. Hak untuk memilih dan mengganti anggota dewan,
6. Hak untuk mengetahui metode yang aman dari pencatatan kepemilikan.
2) Keputusan Material yang Memerlukan Persetujuan RUPS. Beberapa keputusan material yang
memerlukan persetujuan RUPS pada umumnya antara lain persetujuan atas perubahan anggaran
dasar perusahaan, pemilihan/pengangkatan dan penggantian dewan direksi dan dewan komisaris
perusahaan, kebijakan penambahan atau pengurangan saham yang beredar, persetujuan dalam
pembentukan komite audit, kebijakan remunerasi terhadap direksi dan komisaris, mengumumkan
pembagian laba (dividen).
3) RUPS, Penyelenggaraan RUPS yang Transparan, Wajar, dan Akuntabel. Pengertian Rapat
Umum Pemegang Saham (“RUPS”) menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang
yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Penyelenggaraan RUPS yang transparan, wajar, dan
akuntabel haruslah memenuhi prosedur yang harus dipenuhi dalam RUPS seperti jenis RUPS,
tempat penyelenggaraan dan tata cara RUPS, permintaan dan pemanggilan RUPS, dan peserta
RUPS.
4) Pengungkapan Struktur Kepemilikan (Termasuk Kepemilikan Piramid, Cash-Flow Right,
Control Right, dan Hubungannya dengan Insentif untuk Ekspropriasi). Kepemilikan piramida
adalah kepemilikan secara tidak langsung terhadap suatu perusahaan melalui perusahaan lain, baik
melalui perusahaan publik maupun perusahaan non publik. Hak aliran kas (cash flow right) adalah
klaim keuangan pemegang saham terhadap perusahaan; hak kontrol (control right) adalah hak suara
untuk ikut serta dalam menentukan kebijakan perusahaan. Deviasi hak aliran kas dari hak kontrol
dinamai cash flow right leverage. Cash flow right leverage menunjukkan terjadinya peningkatan
kontrol melalui berbagai mekanisme seperti kepemilikan piramida dan lintas kepemilikan (La Porta
et al., 1999). Ekspropriasi (expropriation) adalah proses penggunaan kontrol untuk
memaksimumkan kesejahteraan sendiri dengan distribusi kekayaan dari pihak lain (Claessens et al.,
2000b). Ada beberapa kebijakan yang dapat menimbulkan ekspropriasi salah satunya berkaitan
dengan insentif yaitu kebijakan operasi perusahaan (gaji dan tunjangan yang tinggi, bonus dan
kompensasi yang besar, dana pensiun yang tinggi, dan dividen tidak dibagi).
5) Peran Investor Institusi. Investor institusi merupakan suatu organisasi yang menginvestasikan
asetnya sendiri atau aset-aset pihak lain yang dipercayakan padanya melalui bursa efek (pasar
modal). Investor institusi bukan investor perorangan tetapi investor yang merupakan lembaga.
Misalnya dana pensiun, perusahaan asuransi, dan perusahaan lain melakukan investasi. Investor
institusi yang bertindak dalam kapasitas fidusia harus mengungkapkan kebijakan tata kelola
perusahaan dan pemungutan suara mereka secara keseluruhan sehubungan dengan investasi
mereka, termasuk prosedur yang mereka miliki di tempat untuk memutuskan penggunaan hak
pilihnya. Investor institusi yang bertindak dalam kapasitas fidusia harus mengungkapkan
bagaimana mereka mengelola konflik kepentingan material yang dapat mempengaruhi pelaksanaan
hak kepemilikan kunci mengenai investasi mereka.
6) Peran Akuntan Profesional dalam Memfasilitasi Pelaksanaan Hak Pemegang Saham. Audit
tahunan harus dilakukan oleh auditor independen, kompeten dan berkualitas, dalam rangka
memberikan jaminan eksternal dan obyektif kepada dewan dan pemegang saham bahwa laporan
keuangan yang cukup mewakili posisi keuangan dan kinerja perusahaan dalam semua hal yang
material. Auditor eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham dan berutang tugas
untuk perusahaan dalam melaksanakan pemeriksaan profesional karena dalam pelaksanaan audit.

2.3 Asas-Asas yang Harus Terpenuhi untuk Melindungi Pemegang Saham Minoritas
Pemenuhan terhadap kepentingan dan hak-hak dari pemegang saham oleh keberadaan dari prinsip good
corporate governance akan memberikan perlindungan hukum bagi para pemegang saham, khususnya untuk
pemegang saham minoritas. Hal ini dapat dilihat dari aspek transparansi dan aspek keadilan/kewajaran dalam
suatu perusahaan, hal ini dikarenakan kedua aspek tersebut mengandung bentuk perlindungan terhadap hak-
hak dari pemegang saham baik pemegang saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas tanpa adanya
pembedaan/diskriminasi pada keduanya sesuai dengan yang telah diatur dalam UUPT. Adapun aspek atas
implementasi prinsip good corporate governance khususnya yang berkaitan terhadap perlindungan pemegang
saham minoritas yaitu:
1. Keadilan antar pemegang saham untuk melindungi pemegang saham minoritas. Secara umum
yang dimaksud dengan asas keadilan adalah kesetaraan atau kewajaran dalam menemukan rasa adil
bagi pihak-pihak yang terkait dalam suatu perlindungan terhadap pemegang saham minoritas. Asas
keadilan yang dimaksud adalah perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, baik pemegang
saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas dengan keterbukaan informasi yang penting.
Untuk menjaga agar dapat terwujud suatu keseimbangan antara kedua belah pihak maka perlu
diterapkan prinsip majority rule minority protection. Berdasaarkan prinsip ini yang memerintah di
dalam perusahaan tetaplah pihak mayoritas, tetapi kekuasaan tersebut harus dijalankan dengan selalu
melindungi pihak minoritas.
2. Transparansi dalam perseroan terbatas terbuka untuk melindungi pemegang saham minoritas
Kewajiban disclosure atau transparansi (keterbukaan informasi) dalam suatu pengelolaan
perseroan terbatas merupakan hal pokok yang harus dilakukan untuk mewujudkan prinsip good
corporate governance. Prinsip good corporate governance mensyaratkan kewajiban disclosure
tersebut dilakukan dengan pendekatan yang bersifat lebih aktif. Bukan saja keterbukaan secara
konvensional lewat pengumuman di berita negara, tambahan berita negara atau surat-surat kabar,
melainkan juga secara aktif melakukan keterbukaan dalam menerapkan prinsip manajemen secara
terbuka dengan memberikan secara akurat, tepat waktu dan tepat sasaran terhadap sebanyak mungkin
akses kepada pihak pemegang saham minoritas mengenai informasi dan kebijaksanaan dari
perusahaan.
Penerapan keterbukaan informasi ini sangat melindungi kepentingan pemegang saham minoritas,
karena pemegang saham minoritas dapat mengetahui dan membaca kondisi perseroan tepat pada
waktunya sehingga jika terjadi suatu hal maka dapat secepatnya menentukan sikap agar resiko
kerugian dapat diminimalkan. Selain itu adanya keterbukaan informasi juga memberikan koridor yang
akan memberikan batasan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkuasa seperti
pemegang saham mayoritas, direksi dan komisaris untuk menyetujui suatu transaksi tertentu yang
menguntungkan pihak-pihak tersebut tetapi mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas.
3. Akuntabilitas dalam perseroan terbatas untuk melindungi pemegang saham minoritas
Akuntabilitas merupakan salah satu unsur dari Good Corporate Governance. Dengan prinsip
akuntabilitas ini, maka keterbukaan informasi khususnya yang berkenaan dengan keadaan keuangan
sangatlah penting artinya dalam suatu perusahaan. Untuk dapat dilakukan transparansi terhadap
keadaan finansial perusahaan tersebut, perhitungan keuangan, pembuatan neraca laba rugi dan
pembukuan haruslah menurut cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dari sinilah akuntabilitas yang merupakan unsur dari prinsip Good Corporate Governance mampu
memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas karena adanya dewan
komisaris dan proses pengawasan yang efektif maka praktek-praktek kecurangan di dalam perusahaan
dapat ditekan menjadi lebih rendah dan dominasi pihak pemegang saham mayoritas yang merugikan
pemegang saham minoritas juga dapat ditanggulangi lebih baik lagi.
4. Responsibilitas dalam perseroan terbatas untuk melindungi pemegang saham minoritas
Penekanan asas Responsibilitas di sini adalah perusahaan haruslah berpegang kepada hukum yang
berlaku dan melakukan kegiatan dengan bertanggungjawab kepada seluruh stakeholder dan kepada
masyarakat, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan para stakeholder tersebut.
Dalam hubungannya untuk mencapai adanya suatu responsibilitas maka harus ada hal-hal yang
menjadi tanggung jawab Board of Directors (Dewan Pengurus) yaitu:
a. Menyusun strategi dan mengarahkan bisnis perusahaan.
b. Memonitor kinerja manajemen senior perusahaan dalam mencapai tujuan strategis perusahaan.
c. Menghasilkan keuntungan yang optimal bagi para pemegang saham.
d. Menjaga keseimbangan kepentingan semua pihak yang terkait dalam perusahaan misalnya
keseimbangan kepentingan pemegang saham mayoritas dan minoritas, kepentingan pemegang
saham dan kreditur.

2.4 Hak-hak Pemegang Saham Minoritas yang Harus Dilindungi


Pemegang saham minoritas adalah pemegang saham atau kesatuan pemegang saham yang memiliki saham
yang nilainya tidak melebihi 1/3 bagian dari seluruh nilai saham yang dikeluarkan perusahaan, sehingga tidak
memiliki suara banyak untuk menentukan arah kebijakan perusahaan. Sehingga seringkali suaranya hanya
sebagai pelengkap dalam RUPS. Pemegang saham minoritas dan pemegang saham mayoritas mempunyai
kepentingan yang seringkali bertentangan satu sama lain, untuk itu agar dapat mencapai adanya suatu keadilan
maka diperlukan suatu keseimbangan sehingga pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas
mendapatkan haknya secara proporsional. Para pemegang saham minoritas sendiri mempunyai hak-hak yang
dilindungi oleh UUPT, antara lain (Tuti Rastuti, 2015: 297-300):
1) Hak perseorangan (personal right) yang mana berupa hak bagi pemegang saham minoritas untuk
mendapatkan perlakuan yang sama dalam perusahaan. Sebagaimana ketentuan pada Pasal 61 Ayat(1)
UUPT
2) Hak membela kepentingannya (appraisal right) yang mana berupa hak bagi pemegang saham
minoritas untuk membela kepentingannya dalam rangka menilai harga saham. Sebagaimana ketentuan
pada Pasal 62 Ayat (1) UUPT
3) Hak derivative (derivative action) yang mana berupa kewenangan pemegang saham minoritas untuk
menggugat dewan direksi dan dewan komisaris yang mengatasnamakan perusahaan akibat adanya
kesalahan dan kelalaian yang merugikan perusahaan. Sebagaimana ketentuan pada Pasal 97 Ayat (6)
UUPT.
4) Hak angket (enquete right) yang mana berupa hak untuk melakukan pemeriksaan terhadap perseroan
terbatas. Dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan pemeriksaan melalui pengadilan.
Sebagaimana ketentuan pada Pasal 138 Ayat (3) UUPT.

2.5 Bentuk Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Menurut UUPM


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar Modal yang selanjutnya
disebut UUPM maupun peraturan perundang-undangan dibawahnya juga ikut pula mengatur mengenai
upaya perlindungan terhadap pemegang saham minoritas, yaitu dalam bentuk :
1. Pasal 82 ayat (2) UUPM peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tahun 2008 tentang pengaturan
terhadap transaksi yang mengandung benturan kepentingan tertentu (conflict of interest).
Secara jelas dalam UUPM yaitu dalam Pasal 82 ayat (2) UUPM pemegang saham minoritas
terlindungi dalam hal terjadinya transaksi berbenturan kepentingan, akan tetapi dalam pasal
tersebut keterlibatan pemegang sahm minoritas tidak mutlak, hal ini dikarenakan dalam pasal
tersebut UUPM hanya memberi otoritas kepada Bapepam untuk “Dapat” mewajibkan, jadi dalam
hal ini dapat disimpulkan bahwa otoritas sepenuhnya ada di Bapepam, bukan UUPM.
Ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan tertentu
menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal menjunjung hak dan
perlindungan pemegang saham minoritas suatu perseroan berdasarkan asas kesetaraan. Setiap
pemegang saham secara hukum dinyatakan berhak untuk ikut menentukan kebijakan perseroan
berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam RUPS yang teramat penting dan membawa
dampak bagi kepentingan pemegang saham. Secara prinsip peraturan ini bertujuan :
a. Melindungi kepentingan pemegang saham independen yang umumnya merupakan pemegang
saham minoritas dari perbuatan yang melampaui kewenangan direksi dan komisaris serta
pemegang saham mayoritas dalam melakukan transaksi benturan tertentu (Pasal 82 ayat (2)
UUPM jo. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1).
b. Mengurangi kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh direksi, komisaris, atau pemegang
saham mayoritas untuk melakukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan tertentu.
c. Melaksanakan prinsip keterbukaan dan penghormatan terhadap hak pemegang saham
berdasarkan asas kesetaraan, persetujuan pemegang saham independen yang mewakili lebih
dari 50 % saham yang asa merupakan keharusan (Pasal 82 ayat (1) UUPM).
Pengaturan ini memberikan koridor yang akan membatasi pengambilan keputusan oleh pihak-
pihak yang berkuasa seperti pemegang saham mayoritas, direksi, dan komisaris perseroan untuk
bersepakat mengenai transaksi tertentu yang memberikan keuntungan pada pihak-pihak tersebut
dengan mengabaikan hak dan kepentingan pemegang saham minoritas. Pada dasarnya ketentuan
mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan tertentu bersifat preventif,
menerapkan prinsip keterbukaan sebagai asas fundamental dalam pasar modal dan lebih
memberdayakan pemegang saham minoritas.
2. Hak mendapatkan jaminan keamanan atas efek yang dimiliki, yang diatur dalam pasal 48
dan 49 UUPM
Dalam hal ini UUPM memberikan perlindungan kepada pemegang saham khususnya
pemegang saham minoritas dalam hal penitipan efek oleh Kustodian, yaitu Pihak yang
memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain,
termasuk menerima dividen, bunga, dan hak - hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan
mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya yang memberikan hak kepada pemegang
saham pada umumnya dan pemegang saham minoritas pada khususnya untuk mendapatkan
jaminan keamanan atas seluruh efek yang dititipkan, sehingga secara yuridis kustodian juga harus
bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kelalaian dan kesalahannya. Hal ini sejalan
dengan asas responsibilitas dalam asas Good Corporate Governanace.
Dalam pasal 49 UUPM memungkinkan pemegang saham memperoleh kenyamanan dan
keamanan dalam mendaftarkan sahamnya dengan memperbolehkan perusahaan melimpahkan
wewenang pengadministrasian, pemindahan pemilikan, penyerahan atau penerimaan efek kepada
Biro Administrasi Efek (BAE). Dalam peraturan No. IX.J.1 angka 11 diatur mengenai tata cara
pemindahan hak atas nama harus dibuktikan dengan dokumen yang ditandatangani oleh atau atas
nama pihak yang menerimanya. Biro Administrasi Efek (BAE) bertanggung jawab baik sendiri-
sendiri maupun bersama-sama kepada pemegang saham atas kerugian yang timbul sebagai akibat
kelalaiannya dalam melaksanakan tugas selain itu hak dasar pemegang saham juga diwujudkan
dengan adanya hak untuk mendapatkan informasi yang relevan tentang perseroan tepat waktu dan
mudah.
Dengan adanya jaminan keamanan dalam pendaftaran maka akan menimbulkan rasa aman
kepada investor dalam hal ini pemegang saham minoritas sesuai dengan tujuan pembangunan di
bidang pasar modal yaitu ikut meningkatkan minat investasi dan peningkatan pembangunan
ekonomi secara makro di Indonesia.
3. Hak memperoleh keterbukaan informasi
Dalam UUPM juga mengatur mengenai keterbukaan informasi dalam bidang pasar modal
yang merupakan pasar bagi perseroan terbuka dalam menawarkan perusahaan dan memberikan
pelayanan kepada investor yang termasuk didalamnya adalah pemegang saham minoritas. Hak
memperoleh keterbukaan informasi ini diatur dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 89 UUPM yang
mengatur kewajiban emiten atau perusahaan publik memberikan informasi kepada publik
termasuk pemegang saham minoritas mengenai keadaan perseroan baik secara berkala maupun
secara insidentil dalam hal terjadi peristiwa-peristiwa materiil yang menyangkut perseroan.
Hak mengenai keterbukaan informasi yang terdapat dalam UUPM juga diperkuat dengan
peraturan Bapepam Nomor X.K.1 tahun 1996 Tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera
Diumumkan Kepada Publik yang mewajibkan Setiap Perusahaan Publik atau Emiten yang
Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif, harus menyampaikan kepada Bapepam dan
mengumumkan kepada masyarakat secepat mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua)
setelah keputusan atau terdapatnya Informasi atau Fakta Material yang mungkin dapat
mempengaruhi nilai Efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal.

2.6 Kasus PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk.


Sengketa dalam perusahaan ini dipicu oleh anjloknya kinerja perusahaan, bahkan terus merugi
setiap tahunnya. Upaya untuk mendapat keterbukaan selalu kandas, bahkan di RUPS upaya ini selalu
digagalkan melalui voting, karena manajemen mendapat dukungan dari pemegang saham mayoritas/
pengendali. Selain persoalan tersebut, pemegang saham minoritas marasa yakin untuk memperkarakan
konflik tersebut ke meja hijau Kasus PT Sumalindo LJ Tbk. Dalam kasus tersebut, pelaksanaan kinerja
perusahaan PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk. berpotensi atau belum memenuhi prinsip-prinsip Good
Corporate Governance, sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi pemegang saham minoritas
perusahaan. Berdasarkan fakta-fakta dan informasi yang dapat diambil terkait kasus PT. Sumalindo
Lestari Jaya Tbk. dapat disimpulkan belum terimplementasinya prinsip Good Corporate Governance
kaitannya terhadap perlindungan hukum pemegang saham minoritas dalam pengelolaan perusahaan,
sedangkan prinsip Good Corporate Governance yang sangat sedikit pengimplementasinya adalah
prinsip transparansi dan prinsip akuntabilitas yang berakibat terjadinya pelanggaran terhadap
perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas.
Dalam pembahasan ini, penulis akan melakukan analisis terkait minimnya implementasi prinsip
Good Corporate Governance kaitannya terhadap aspekperlindungan hukum pemegang saham
minoritas. Hasil analisis terhadap kasus tersebut, penulis mendapati dua prinsip dari Good Corporate
Governace yang belum terimplemenasi dengan benar, kedua prinsip tersebut, yakni prinsip transparansi
dan prinsip akuntabilitas. Selain itu, penulis juga mendapatkan bahwa organ perusahaan PT. Sumalindo
Lestari Jaya Tbk., yaitu dewan direksi dan dewan komisaris tidak menjujung tinggi dan melanggar asas
itikad baik tersebut di dalam menjalankan perseroan dan penyalahgunaan wewenang (ultra vires)
sehingga dapat dikenai sanksi baik secara perdata maupun pidana. Namun, penulis akan menjelaskan
terkait belum terimplementasinya prinsip Good Corporate Governance yang sesuai, untuk lebih
jelasnya terkait hal tersebut penulis akan memaparkan lebih rinci, yaitu;
1) Belum mengimplementasikan prinsip transparansi.
Diketahui bahwa belum menerapkan prinsip transparansi terkait keterbukaan informasi
perusahaan dalam melakukan tindakan penjualan/ divestasi anak perusahaan sesuai prosedur yang
ada. Kewajiban untuk dilakukannya keterbukaan informasi dalam perseroan merupakan suatu
bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya setidak-tidaknya ada tiga fungsi dari prinsip keterbukaan/transparansi, yaitu untuk
memelihara kepercayaan publik dan menciptakan mekanisme pasar yang efisien serta mencegah
terjadinya penipuan. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka hak dan kedudukan pemegang
saham minoritas terpenuhi melalui keterbukaan informasi perusahaan, menunjukkan bahwa
penerapan prinsip good corporate governance yakni prinsip transparansi dalam suatu perusahaan.
Investor melalui adanya keterbukaan informasi dan fakta yang diungkap terkait suatu perusahaan
dapat melakukan pertimbangan untuk memutuskan berinvestasi atau bertransaksi yang akan
dilakukan dalam hal ini menyetujui atau tidak menyetujui suatu tindakan yang akan dilakukan
oleh suatu perusahaan. Dalam kasus PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk terkait penjualan saham
(divestasi) anak perusahaan tidak memenuhi prinsip transparansi dikarenakan tidak melalui
mekanisme/prosedur yang tepat terkait pengambilan persetujuan.
2) Belum mengimplementasikan prinsip akuntabilitas.
Dalam kasus PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk. diketahui bahwa belum menerapkan prinsip
akuntabilitas terkait keberadaan laporan piutang ragu-ragu dalam laporan keuangan perusahaan
serta tidak dicantumkannya surat hutang tanpa bunga/ ZCB dalam laporan keuangan perusahaan.
Kewajiban untuk pembuatan laporan keuangan terkait setiap tindakan/ transaksi yang
dilakukannya oleh perusahaan sangat diperlukan dikarenakan akan memberikan perlindungan
hukum terhadap para pemegang saham minoritas, sehingga dalam pelaksanaan pembuatan laporan
tersebut organ perusahaan tidak boleh melakukan penipuan/ manipulasi data serta harus
dibuktikan dengan penjelasan yang jelas sehingga tidak menimbulkan banyak pertanyaan. Dengan
adanya penerapan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan perusahaan akan menciptakan kualitas
dari suatu laporan keuangan perusahaan menjadi lebih transparan dan sebenar-benarnya tanpa
adanya manipulasi/ penipuan data yang dilakukan oleh organ-organ perusahaan terkait dengan
tujuan yang tidak baik seperti membuat suatu perusahaan terlihat sehat/ padahal perusahaan
tersebut mengalami kerugian. Hal tersebut akan menumbuhkan kepercayaan para stakeholders
maupun publik terhadap perusahaan. Dalam kasus PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk terkait adanya
7laporan piutang ragu-ragu dalam laporan keuangan perusahaan dan adanya penyelundupan surat
hutang tanpa bunga/ ZCB mencerminkan tidak memenuhi prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan
perusahaan dikarenakan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku serta tidak sesuai mekanisme
pembuatan laporan keuangan perusahaan. Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa tindakan
yang dilakukan oleh dewan direksi dan dewan komisaris PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk. tidak
mencerminkan suatu penerapan prinsip good corporate governance khususnya prinsip transparansi
dan prinsip akuntabiltas dengan maksimal dalam pengurusan perusahaan yang baik dan benar
karena tidak memperhatikan kewajiban hukum. Sehingga hal tersebut dapat berakibat pada
merugikan kepentingan dari para stakeholders, terutama pemegang saham minoritas. Sehingga
hasil dari tidak diimplementasikannya salah satu atau seluruhnya prinsip Good Corporate
Governancemengakibatkan tidak terakomodasinya perlindungan bagi pemegang saham minoritas.
3) Belum terlaksananya pemberian hak kepada pemegang saham.
Dengan adanya masalah mengenai informasi yang tidak terbuka tersebut, maka pihak direksi
mengabaikan hak pemegang saham yang kedua, yaitu Hak untuk memperoleh informasi yang
relevan mengenai perusahaan secara tepat waktu, benar dan teratur. Hal ini juga sekaligus
melanggar Hak memperoleh keterbukaan informasi yang diatur dalam Pasal 85 sampai dengan
Pasal 89 UUPM yang mengatur kewajiban emiten atau perusahaan publik memberikan informasi
kepada publik termasuk pemegang saham minoritas mengenai keadaan perseroan baik secara
berkala maupun secara insidentil dalam hal terjadi peristiwa-peristiwa materiil yang menyangkut
perseroan, sehingga memang pantas untuk dilakukannya pengaduan perkara ke meja hijau karena
merugikan pemegang saham, khususnya dalam hal ini pemegang saham minoritas.

Anda mungkin juga menyukai