Anda di halaman 1dari 7

HUKUM PAJAK

Ringkasan Materi Kuliah

Nyoman Wahyu Suryani ( 1506305023 )

Ketut Ita Diantari ( 1506305043 )

Ni Ketut Ari Susanti ( 1506305044 )

Ni Luh Ayounik Mahasabha ( 1506305057 )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2016
1.1 Sejarah Perpajakan
Pajak pada mulanya merupakan suatu utpeti (pemberian secara Cuma-Cuma), tetapi
sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh
rakyat. Namun dalam perkembangannya, pemberian yang dilakukan rakyat kepada raja atau
penguasa tidak hanya digunakan untuk kepentinganraja semata melainkan untuk kepentingan
umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air
untuk pengairan sawah dan membangun sarana sosial lainnya seperti taman. Seiring dengan
perkembangan masyarakat maka dibuatlah suatu aturan yang lebih baik dan bersifat memaksa
berkaitan dengan sifat utpeti tersebut dengan memperhatikan unsur keadilan. Berkembangnya
msyarakat hingga membentuk suatu negara dan dengan dilandasi unsur keadilan dalam
pemungutan pajak melatarbelakangi dibuatnya suatu ketentuan berupa undang-undang yang
mengatur tentang tata cara pemungutan pajak, jenis-jenis pajak yang dapat dipungut, pihak
yang harus membayar pajak, serta besarnya pajak yang harus dibayar.
Sejak zaman penjajahan Belanda ternyata sudah diberlakukan cukup banyak undng-
undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak diantaranya Ordonasi Rumah Tangga
(Stbl.1908 No.13), Aturan Bea Materai (Stbl. 1921 No. 498), UU Pajak Pembangunan I (UU
No.14 Tahun 1947). Kemudian dengan perkembangan ekonomi dan masyarakat maka
diundangkan lagi beberapa undang-undang, diantaranya adalah UU Pajak Penjualan Tahun
1951 yang diubah dengan UU No.2 Tahun 1968; UU No.74 Tahun 1958 tentang Pajak
Bangsa Asing dan UU No.19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat
Paksa.
Pada tahun 1983 pemerintah bersamasama dengan DPR sepakat melakukan reformasi
undang-undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang-undang yang ada dan
mengundangkan lima paket undang-undang perpajakan bahkan sistem perpajakan yang
semula official assessment diubah menjadi self assessment. Kelima paket undang-undang
tersebut yaitu UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP); UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh); UU No. 8 Tahun 1983
tentang PPN dan PPnBM; UU No. 12 Tahun1985 tentang PBB (masih menggunakan official
assessment); UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).
Kemudian pada Tahun 1994 empat dari kelima undang-undang tersebut mengalami
perubahan dengan mengubah beberapa pasal yang dianggap perlu. Selanjutnya pada Tahun
1997, pemerintah kembali mengadakan perubahan atas undang-undang perpajakan yang ada
dan membuat beberapa undang-undang baru demi mendukung undang-undang yang sudaha

1
ada. Selanjutnya pada tahun 2000 pemerintah kembali mengadakan perubahan terhadap
undang-undang yang dibuat pada tahun 1983. Pada tahun 2007 sampai dengan 2009,
pemerintah bersama DPR sepakat melakukan perubahan kembali dengan tujuan agar lebih
memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak (WP) dan untuk lebih
memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan teknologi informasi.
Dengan dilakukannya perubahan atas berbagai perangkat perundang-undangan di bidang
perpajakan menunjukkan bahwa pemerintah selalu mementingkan pemangku kepentingan
dalam melanjutkan pembangunan yang sumber utamanya dari pajak.

1.2 Penegrtian Pajak, Retribusi dan Sumbangan


Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH merumuskan pajak adalah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Dr. Soeparman
Soemahamidjaja pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan
jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Ada lima unsur yang melekat dalam
pengertian pajak yaitu pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang, sifatnya dapat
dipaksakan, tidak ada kontra prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan pleh pembayar
pajak, pemungutan pajak dilakukan oleh negara, pajak digunakan untuk membiayai berbagai
pengeluaran pemerintah bagi kepentingan masyarakat umum.
Retribusi merupakan pungutan yang diberikan atas pembayaran berupa jasa atau
pemberian izin tertentu yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah kepada setiap orang
atau badan, misalnya retribusi atas penyediaan tempat penginapan, retribusi tempat penyucian
mobil, pembayaran abonemen air minum, retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dan Retribusi
Izin Gangguan. Ada lima unsur yang melekat pada pengertian retribusi dimana empat
diantaranya sama dengan unsur dalam pengertian pajak namun bedanya adalah dakam
retribusi terdapat kontra-prestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
Sumbangan merupakan pungutan sukarela yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan
sekelompok masyarakat tertentu dan tidak memerlukan dasar hukum menurut undang-
undang serta tidak mempunyai unsur paksaan. Sumbanga lebih bersifat pada gotong royong
masyarakat setempat. Misalnya sumbangan pembangunn tempat-tempat ibadah dan
sumbangan perbaikan jalan.

2
1.3 Peran dan Fungsi Pajak dalam Pembangunan Nasional
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya
di dalam pelaksanaan pembangunan. Karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal
diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi budgeter (anggaran), adalah suatu fungsi ysng terletak di sektor publik
yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. Dan nantinya digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara, baik pengeluaran yang bersifat rutin maupun pembangunan,
seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan lain- lain.
2. Fungsi regulered (mengatur), adalah suatu fungsi dimana melalui kebijaksanan
pajak, pemerintah memiliki peluang yang lebih baik untuk mengatur pertumbuhan
ekonomi. Disini fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu
alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan.
Umumnya dapat dilihat pada sektor swasta.
3. Fungsi demokrasi, adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan
atau wujud sistem gotong royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan
pembangunan demi kemaslahatan manusia. Pada masa sekarang fungsi ini dikaitkan
dengan hak seseorang apabila akan memperoleh pelayanan dari pemerintah.
4. Fungsi redistribusi, yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur
pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Misalnya dengan adanya tarif progresif
yang mengenakan pajak yang lebih besar kepada masyarakat yang berpenghasilan
besar.

1.4 Kedudukan Hukum Pajak dalam Tata Hukum Nasional


Melihat sistematika dasar tata hukum nasional, maka letak hukum pajak merupakan
bagian dari hukum administrasi negara, yang merupakan segenap peraturan hukum yang
mengatur segala cara kerja dan pelaksanaan serta wewenang dari lembaga-lembaga negara
serta aparaturnya dalam melaksanakan tugas administrasi negara. Sekalipun kedudukan
hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi negara, tetapi hukum pajak sudah
berdiri sendiri di samping hukum administrasi negara, karena hukum pajak juga mempunyai
tugas yang bersifat lain dari pada hukum administtasi negara pada umumnya, yaitu hukum
pajak juga dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian Negara. Selain
itu, umumnya hukum pajak juga mempunyai tata tertib dan istilah-istilah tersenditi untuk

3
lapangan pekerjaannya. Walaupun hukum pajak merupakan hukum publik tetapi hukum pajak
mempunyai hubungan yang erat dengan hukum perdata (privat) dan saling bersangkutan. Hal
ini karena kebanyakan hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas
kejadian-kejadian, keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam
lingkungan perdata seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian, penyerahan, pemindahan hak
karena warisan, kompensasi pembebasan utang, dan sebagainya. Hubungan antara hukum
pajak dengan hukum perdata ini mungkin sekali timbul karena banyak di pergunakanya
istilah-itilah hukum perdata dalam pajak. Walaupun harus dipegang teguh prinsip bahwa
pengertian yang dianut oleh hukum perdata tidak selalu dianut oleh hukum pajak.

1.5 Syarat-Syarat Undang-Undang Pajak Bagi Suatu Negara


1. Syarat Keadilan, Syarat pemungutan pajak pada umumnya harus adil dan
merata, yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan
kemampuannya untuk membayar (ability to pay) pajak tersebut, sesuai dengan
manfaat yang diterimanya.
Syarat keadilan dapat dibagi menjadi: Keadilan Horizontal, Wajib Pajak yang
mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) sama harus dikenakan pajak yang
sama, Keadilan Vertikal, Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya
pikul) tidak sama harus dikenakan pajak yang tidak sama.
2. Syarat Yuridis, Syarat pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-
undang, oleh karenanya di Indonesia dimuar dalam UUD 1945. Hal ini memberikan
jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik itu bagi negara maupun warga
negara.
3. Syarat Ekonomis, Pungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan
ekonomi dan tidak boleh mengganggu kehidupan ekonomis dari si wajib pajak.
4. Syarat Finansial, Di mana pajak yang dipungut cukup untuk pengeluaran
Negara dan hendaknya pemungutan pajak tidak memakan biaya yang terlalu besar.
5. Syarat Pemungutan Pajak sistemnya harus sederhana, Salah satu dari Syarat
pemungutan pajak yaitu sistem pemungutannya harus sederhana, sehingga
memudahkan dan mendorong masyarakan dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Syarat pemungutan pajak ini dipenuhi oleh undang-undang
perpajakan yang baru.

1.6 The Four Maxims Adam Smith


4
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang
terkenal The Four Maxims, asas pemungutan pajak adalag sebagai berikut :
1. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)
Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara harus sesuai dengan kemampuan dan
penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib
pajak.
2. Asas Certainly (asas kepastian hukum) Semua pungutan pajak harus
berdasarkan UU sehingga bagi yang melanggara akan dapat dikenai sanksi hukum
3. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau
asas kesenangan) Pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat
yang paling baik bagi wajib pajak). Contohnya yaitu Wajib pajak baru saja
mendapatkan penghasilan , Wajib pajak baru saja mendapatkan laba dan keuntungan
4. Asas Eficiency (asas efisiensi atau asas ekonomis) Biaya pemungutan pajak
diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih
besar dar hasil pemungutan pajak

DAFTAR PUSTAKA

5
B. Ilyas, Wirawan, dan Richard Burton. 2014. Hukum Pajak Teori, Analisis, dan
Perkembangannya. Jakarta. Salemba Empat.

Supramono. 2005. Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan. Yogyakarta:


Gramedia.

Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai