Anda di halaman 1dari 6

Jenis-jenis Badan Usaha dan Karakteristiknya

Suatu kegiatan usaha yang berdiri dengan status perusahaan dagang atau usaha dagang (toko) yang telah berkembang secara kualitas dan kuantitas usaha apakah wajib untuk mengubah status usahanya? Bagaimana hubungan hukumnya dengan tenaga kerja yang dipekerjakan di tempat usahanya tersebut manakala hubungan antara pengusaha dan pekerja tidak dilandasi dengan perjanjian? Wajib atau tidakkah perusahaan/usaha dagang tersebut untuk membentuk peraturan perusahaan, serta hak-hak pekerja, sebagaimana menurut UU. tentang Ketenagakerjaan? Terima kasih.

Jawaban:
1. Apabila yang dimaksud dengan status usaha yaitu jenis badan usaha, maka pada dasarnya untuk mengubah suatu jenis badan usaha bergantung pada visi misi dan tujuan dari badan usaha tersebut. Dalam hal ini apabila Perusahaan Dagang/Usaha Dagang ("PD/UD") saat ini berjalan sesuai dengan kegiatan usahanya, maka PD/UD tersebut tidak perlu untuk "diubah" menjadi badan usaha lainnya. Namun, apabila dalam perkembangannya PD/UD memiliki visi misi dan tujuan untuk memperluas kegiatan PD/UD dan/atau diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan, maka jenis PD/UD tersebut dapat "diubah" dengan membentuk badan usaha baru. Adapun berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu, suatu badan usaha diwajibkan berbentuk badan hukum dalam hal menjalakan kegiatan usaha seperti Bank, Rumah Sakit, penyelenggara satuan pendidikan formal. Selain itu, apabila terdapat penyertaan modal asing dalam badan usaha tersebut, maka badan usaha tersebut wajib untuk berbentuk badan hukum yaitu Perseroan Terbatas. Sehingga apabila dalam perkembangannya PD/UD akan melakukan kegiatan usaha sebagaimana disebutkan sebelumnya dan/atau terdapat penyertaan modal asing dalam badan usahanya, maka PD/UD tersebut wajib untuk berbentuk badan hukum. Untuk mengetahui badan usaha yang tepat untuk PD/UD tersebut, berikut kami uraikan karakteristik untuk beberapa badan usaha baik yang merupakan badan hukum atau bukan badan hukum.

A.

Badan Usaha berbentuk Badan Hukum Karakteristik suatu badan hukum yaitu terdapat pemisahan kekayaan pemilik dengan kekayaan badan usaha, sehingga pemilik hanya bertanggung jawab sebatas harta yang dimilikinya.

Badan Usaha yang berbentuk Badan Hukum terdiri dari : (1) Perseroan Terbatas (PT) Memiliki ketentuan minimal modal dasar, dalam UU 40/2007 minimum modal dasar PT yaitu Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Minimal 25% dari modal dasar telah disetorkan ke dalam PT; Pemegang Saham hanya bertanggung jawab sebatas saham yang dimilikinya; Berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu diwajibkan agar suatu badan usaha berbentuk PT. (2) Yayasan Bergerak di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota; Kekayaan Yayasan dipisahkan dengan kekayaan pendiri yayasan. (3) Koperasi beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasar atas asas kekeluargaan. Sifat keanggotaan koperasi yaitu sukarela bahwa tidak ada paksaan untuk menjadi anggota koperasi danterbuka bahwa tidak ada pengecualian untuk menjadi anggota koperasi. B. Badan Usaha bukan berbentuk Badan Hukum Lain halnya dengan badan usaha yang bukan berbentuk badan hukum, pada bentuk badan usaha ini, tidak terdapat pemisahan antara kekayaan badan usaha dengan kekayaan pemiliknya.

Badan usaha bukan berbentuk badan hukum terdiri dari: (1) Persekutuan Perdata Suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya; Para sekutu bertanggung jawab secara pribadi atas Persekutuan Perdata.

(2)

Firma Suatu Perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha di bawah nama bersama; Para anggota memiliki tanggung jawab renteng terhadap Firma. Persekutuan Komanditer (CV) Terdiri dari Pesero Aktif dan Pesero Pasif/komanditer. Pesero Aktif bertanggung jawab sampai dengan harta pribadi, sedangkan pesero pasif hanya bertanggung jawab sebesar modal yang telah disetorkan ke dalam CV.

(3)

Apabila PD/UD akan "diubah" dengan badan usaha lainnya, maka PD/UD tersebut akan dibubarkan serta izin yang dimiliki oleh PD/UD tersebut akan dicabut. Selanjutnya, akan didirikan badan usaha yang sesuai dengan karakteristik dan visi misi yang diinginkan. 2. Perjanjian Kerja Apabila yang dimaksud dengan pertanyaan Anda terkait perjanjian tenaga kerja dengan pengusaha adalah perjanjian tertulis, maka pengusaha yang melakukan perjanjian secara lisan dengan tenaga kerja yang diperkerjakannya sudah merupakan Perjanjian yang memiliki akibat hukum, hal ini berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU No. 13/2003 yang menyatakan bahwaPerjanjian Kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Tanpa adanya perjanjian, maka tidak adanya kesepakatan untuk melakukan hubungan kerja antara pengusaha dan tenaga kerja baik lisan maupun tertulis. Hal ini diatur dalam Pasal 50 UU No. 13/2003 yang menyatakan hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Agar Perjanjian yang terjadi antara pengusaha dengan tenaga kerja dapat sah secara hukum, maka perjanjian yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja haruslah memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPer yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; dan Suatu sebab yang halal

4.

Sehingga, perjanjian baik secara tertulis maupun lisan antara pengusaha dengan tenaga kerja yang diperkerjakannya tetap memiliki hubungan hukum diantara mereka selama perjanjian tersebut sah secara hukum dengan mengikuti syarat-syarat sahnya perjanjian. 3. Kewajiban membentuk Peraturan Perusahaan Berdasarkan Pasal 108 ayat (1) UU 13/2003, diatur bahwa setiap Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Adapun yang dimaksud dengan Pengusaha berdasarkan Pasal 1 angka 5 huruf a UU 13/2003 adalah; orang perseorangan, persekutuan, atau badan menjalankan suatu perusahaan milik sendiri. hukum yang

Dari kedua ketentuan pasal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Perusahaan (termasuk PD/UD) harus memiliki peraturan perusahaan jika mempekerjakan pekerja/buruh sejumlah 10 (sepuluh) orang atau lebih. 4. Hak-Hak Pekerja Berdasarkan UU 13/2003, hak-hak pekerja yang diatur yaitu sebagai berikut : 1) Memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja (Pasal 11); 2) Memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang di selenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja (Pasal 18 ayat 1); 3) Memperoleh waktu istirahat dan cuti dengan ketentuan sebagai berikut (Pasal 79): istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. 4) Memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama (Pasal 86 ayat 1); 5) Memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1); 6) Memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 99 ayat 1); 7) Membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh (Pasal 104 ayat 1); 8) Melakukan mogok kerja sebagai akibat gagalnya perundingan ( Pasal 137); 9) Menerima pembayaran uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja jika terjadi pemutusan hubungan kerja (Pasal 156 ayat 1); 10)Hak khusus untuk pekerja/buruh perempuan (Pasal 82): Memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan; Memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan jika mengalami keguguran kandungan sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga bermanfaat. Dasar hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek,Staatsblad 1847 No. 23). 2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43). 3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian 4. Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasansebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004 5. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 1.

6. 7. 8.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Anda mungkin juga menyukai