Anda di halaman 1dari 214

PERTEMUAN 1:

PENCATATAN DAN PEMBUKUAN MENURUT KETENTUAN UMUM


PERPAJAKAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu dan memahami dasar pencatatan dan
pembukuan sesuai dengan Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), seperti: pencatatan, pembukuan
dan perbedaan pencatatan dan pembukuan.

B. URAIAN MATERI
1. Pencatatan
Pencatatan diatur dalam Pasal 28 UU nomor 28 tahun 2007 Terdiri atas data yang dikumpulkan
secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau ph bruto sbg dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk ph yang bukan objek pajak dan/atau yang
dikenai pajak yang bersifat final (Bentuk dan tatacara Pencatatan diatur dgn PMK) Peraturan
Menteri Keuangan nomor 197/ PMK 03/2007 tentang bentuk dan tata cara Pencatatan bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi , pasal 1 menyatakan :
1). Wajib Pajak orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan
tetapi wajib menyelenggarakan pencatatan adalah :
a). Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; dan
b). Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya
dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam
bahasa Indonesia. Pencatatan dalam satu tahun diselenggarakan secara kronologis. Catatan dan
dokumen satu tahun yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan di tempat tinggal wajib pajak
atau tempat kegiatan usaha pekerjaan bebas dilakukan selama 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 14 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang – Undang Nomor
7 tahun 1993 tentang Pajak Penghasilan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran bruto-nya dalam 1 tahun kurang
dari 4,8 miliar rupiah, maka Anda tidak wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib
melakukan pencatatan.
Wajib Pajak dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetap ditentukan suatu
kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan yang tujuannya secara gari besar sama dengan
penyelenggaraan pembukuan. Syarat – syarat Pencatatan :
a). Pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
b). Pencatatan harus diselenggarakan dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata
uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia
c). Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara kronologis.
d). Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/ atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak
terhutang, termasuk penghasilan bukan objek pajak dan/ atau yang dikenai pajak bersifat final.
e). Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/ atau tempat usaha,
pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing – masing jenis usahadan/atau
tempat usaha yang bersangkutan.
f). Selain kewajiban menyelenggarakan pencatatan sebagaimana di maksud pada angka (4),
wajib pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas juga harus
menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
g). Bbuku, catatan,dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan serta dokumen lain wajib
disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak
Orang Pribadi.
2. Pembukuan
Perpajakan di Indonesia juga mengenal adanya Laporan Keuangan pembukuan. Sesuai dengan
Pasal 4 (4) UU KUP nomor 28 tahun 2007 bahwa SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang wajib
menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa neraca dan
laporan rugi laba serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasiian
Kena Pajak.
Pasal 1 angka 29 UU KUP (UU nomor 28 tahum 2007) Pembukuan adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca
dan laba rugi laba untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Ini berarti bahwa setiap WP yang menyelenggarakan Pembukuan wajib menyelenggarakan
Neraca, Laporan Laba Rugi. Dalam Perpajakan dikenal dengan Pencatatan dan Pembukuan
dimana masing – masing mempunyai dasar hukum. Kewajiban menyelenggarakan Pembukuan :
a). Yang wajib menyelenggarakan pembukuan :
1). Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
2). Wajib Pajak Badan di Indonesia
b). Dikecualikan dari Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan :
1). Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan diperbolehkan menghitung
penghasilan netto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto. Sesuai
dengan UU Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang – Undang Nomor 7
tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Wajib Pajak yang boleh menghitung Penghasilan Netto
aadalah yang mempunyai Peredaran Bruto usahadalam satutahun kurang dari Rp
4.800.000.000,00. Wajib Pajak tersebut diwajibkan untuk memberitahukan kepada Direktur
Jendral Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
2). Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
3. Syarat Menyelenggakan Pembukuan:
a). Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad
baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya (full disclosure).
b). Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan di Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
c). Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas (consistency) dan dengan stelsel akrual
stesel kas. Sedangkan yang dimaksud dengan stelsel adalah metode pengakuan Penghasilan dan /
atau biaya yang terjadi dalam satu periode Pembukuan yang terdiri dari :
1). Stelsel akrual, adalah suatu metode pengakuan penghasilan dan biaya yang didasarkan pada
waktu dan diperolehnya atau diterimanya penghasilan serta waktu terutangnya suatu biaya tanpa
memperhatikan arus kas masuk dan arus kas keluar. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu
diperoleh dan kapan biaya itu dibayar secara tunai.
2). Stelsel Kas adalah suatu metode pengakuan penghasilan dan biaya yang didasarkan pada
waktu dan diperolehnya atau diterimanya penghasilan serta waktu terutangnya suatu biaya
dengan memperhatikan arus kas masuk dan arus kas keluar. Jadi tergantung kapan penghasilan
itu diperoleh dan kapan biaya itu dibayar secara tunai
Penghasilan dalam Pemakaian stelsel kas harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a). Perhitungan jumlah penjualan dalam satu periode harus meliputi seluruh penjualan,baik
yangtunai maupun yang bukan. Dalam menghitung pokok penjualan harus diperhitungkan
seluruh pembelian dan persediaan.
b). Dalam memperoleh harta yang disusutkan dan hak – hak yang dapat diamortisasi, biaya –
biaya yangdikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan
amortisasi.
c). Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten)
d). Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari
Direktur Jenderal Pajak. Pada dasarnya Wajib Pajak tidak diperbolehkan mengubah tahun
buku/ tahun pajak sesuka hati melanggar konsistensi dan dikahawatirkan terjadi penggeseran
Laba/ Rugi Perusahaan. Wajib Pajak yang akan mengubah metode pembukuan dan/ atau tahun
buku harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini Kepala
Kantor Pelayanan Pajak karena wewenang persetujuan atau penolakantelah dilimpahkan kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak
e). Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak
yang terutang.
f). Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
g). Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang
terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak yang
bersifat final.
h). Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen
lain termasuk hasil pengelolaan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara
program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu
ditempatkan kegiatan atau tempat tinggal wajib pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan
wajib pajak badan.
4. Perbedaan antara Pencatatan dan Pembukuan
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan adanya perbedaan Pembukuan dan Pencatatan :
a). Pencatatan
1). Perhitungan mengenai jumlah peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto.
2). Tidak perlu menyusunLaporanKeuangan.
3). Penghasilan kena pajak (PhKP) berdasarkan pencatatan adalah menggunakan total peredaran
usaha.
4). Pencatatan tidak mengenal istilah Laba/ Rugi.
b). Pembukuan
1). Perhitungan mengenai harta, kewajiban, modal, pendapatan dan biaya.
2). Perlu menyusun laporan keuangan (neraca dan laba rugi)
3). Penghasilan kena pajak (PhKP) berdasarkan laba yang dihasilkan dari Laporan Keuangan
4). Pembukuan mengenal istilah rugi/laba.

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Apa yang dimaksud dengan pencatatan sesuai dengan pasal 28 Undan-undang Nomor 28
tahun 2007?
2. Sebutkab syarat-syarat pencatatan sesuai dengan pasal 28 Undang-undang nomor 28 tahun
2007?
3. Jelaskan pembukuan sesuai dengan Pasal 28 Undang-undang nomor 28 tahun 2007?
4. Jelaskan perbedaan antara pencatatan dan pembukuan?

D.DAFTAR PUSTAKA
1. UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang – Undang Nomor 7
tahun 1993 tentang Pajak Penghasilan
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan
3. Peraturan Menteri Keuangan nomor 197/ PMK 03/2007 tentang bentuk dan tata cara
Pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
4. Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga

E.GLOSARIUM
1. Transaksi : Sebuah Peristiwa dimana dapat diukur dengan satuan moneter dimana dapat
mempengaruhi posisi keuangan. Peristiwa ini dapat terjadi akibat dengan ekstern dan intern.
2. Bukti : Dokumentasi tertulis yang telah disahkan untuk menjadi kelengkapansebuah
transaksi baik transaksi intern atau ekstern.
3. Jurnal : Input data dari sebuah dokumen yang berisikan kaidah akuntansi (debet, kredit
dan nominal).
4. Posting : Suatu Proses Pemindahan dari Jurnal ke Buku Besar.
5. Buku Besar : Pencatatan masing – masing akun dalam Keuangan berdasarkan urutan
tanggal (contoh akun : Kas, Bank, Piutang, dll)
6. Neraca Saldo : Kumpulan dari saldo – saldo yang ada dari setiap akun di buku besar.
7. Adjustment : Jurnal yang dilakukan akhir periode dilakukan untuk mencatat kondisi yang
sebenarnya sehingga pendapatan dan biaya dapat dikethui sebelum Laporan Keuangan di
buat.
8. Laporan Keuangan : Ikhtisar atau informasi keuangan yang menggambarkan posisi
keuangan, hasil usaha, arus kas, serta perubahan eku itas suatu organisasi dalam suatu posisi
waktu tertentu.
9. Neraca : Laporan yang menggambarkan posisi keuangan suatu perusahaan dimana
didalamnya terdapat asset, kewajiban dan modal yang dimiliki oleh Perusahaan.
10. Laporan Laba Rugi : Laporan hasil Usaha yang menggambarkan Pendapatan dikurangkan
dengan biaya, dimana menunjukan hasil usaha Perusahaan dalam periode waktu tertentu.
11. Laporan Arus Kas : Laporan yang menunjukan saldo kas akhir Perusahaan yang dirinci dari
aktivitas operasi, aktivitas investasi dan akitivitas pendanaan.
12. Laporan Perubahan Modal : Laporanyang menunjukan posisi terakhir dari suatu
permodalan dalam Perusahaan.
13. Stake Holder : Pemegang kepentingan..
PERTEMUAN 2:
KONSEP DASAR AKUNTANSI PAJAK

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu dan memahami akuntansi komersial dan
perpajakan, seperti: laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal.

B. URAIAN MATERI
1. Laporan Keuangan Komersial
Laporan Keuangan sebuah lembaga/ institusi/ Perusahaan/ Pemerintah dan lain- lain berawal dari
sebuah siklus akuntansi. Siklus Akuntansi berawal dari sebuah proses data yang dibutuhkan oleh
seorang akuntan yang bernama data mentah. Apakah data mentah itu ? Data mentah itu adalah
sebuah data yang diperoleh dari sebuah peristiwa atau transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan
.
Berawal dari sebuah data mentah yang disebabkan adanya suatu transaksi oleh Perusahaan.
Transaksi yang biasa dilakukan oleh Perusahaan adalah bersumber dari transaksi Kas,
Penjualan,/ Penghasilan, Hutang, Bank dan Transasksi memorial (diluar transaksi diatas).
Transaksi tersebut haruuslah didukung oleh .Bukti Pendukung yang kuat untuk dapat dimasukan/
diinput dalam penjurnalan. Sebelum membuat jurnal, data pendukung tersebut haruslah
dilakukan sebuah verifikasi dokumen mengenai apakah kelengkapan dari sebuah dokumen sudah
terpenuhi untuk dibuat jurnal. Apabila kelengkapan sebuah dokumen terpenuhi maka kita
lakukan penjurnalan atas transaksi tersebut. Posting jurnal tersebut ke dalam sebuah buku besar.
Setelah melakukan Posting ke Buku Besar (ledger) maka akan terlihat posisi saldo normal dari
setiap akun tersebut di dalam neraca saldo sebelum penyesuaian (trial balance). Dilakukan
Penyesuaian akhir periode sebelum menyusun neraca saldo setelah Penyesuaian. Akhir dari
siklus akuntansi tersebut adalah Laporan Keuangan. Laporan Keuangan yang diperoleh dari
siklus akuntansi tersebut adalah : Neraca, Laba Rugi, Arus Kas dan Perubahan Modal
Masing – masing dari siklus akuntansi mempunyai manfaat, diantaranya manfaat dari Neraca
Saldo adalah :
a). Mengetahui jumlah saldo dari ringkasan akun – akun dalam Buku Besar
b). Mengetahui perhitungan kesalahan saldo normal dari setiap akun dari Neraca dan Laba
c). Dapat digunakan untuk mendeteksi setiap kesalahan matematis dan penjurnalan.
Jurnal Penyesuaian (Adjustment entries) berfungsi sebagai Menetapkan saldo catatan akun buku
besar pada akhir periode sehingga sesuai dengan saldo riil (yang sesungguhnya). Jurnal
Penyesuaian dilakukan pada akhir periode, terhadap :
a). Biaya dibayar di muka, dilakukan perhitungan terhadap yang menjadi beban/ biaya dalam
satu periode.
b). Pendapatan yang diterima di muka, perhitungan terhadap pendapatan yang harus diakui pada
periode bersangkutan.
c). Biaya yang habis terpakai, biaya dalam suatu perlengkapan yang dipakai dalam satu periode.
d). Biaya akibat pembelian Asset Tetap, Biaya penyusutan dari pembelian suatu Asset Tetap
sebagai akibat dari berkurangnya umur ekonomis Asset Tetap.
e). Biaya yang masih harus dibayar, Biaya terhadap suatu transaksi yang terhutang contoh : biaya
gaji..
f). Pendapatan yang masih harus diterima, timbulnya suatu piutang seebagai akibat pendapatan
yang belum di terima.
g). Persediaan barang dagangan, Persediaan akhir dikurangi dengan persediaan awal untuk
mengetahui biaya pemakaian persediaan.
h). Taksiran terhadap Piutang tak tetagih, Dilakukan untuk mencadangkanpiutang tak tertagih
dalam satu periode akuntansi disesuaikan dengan umur piutang.
Hasil akhir dari siklus akuntansi adalah Laporan Keuangan yang terdiri dari laba – Rugi, Neraca
dan Arus kas, Perubahan Modal. Laporan Laba Rugi. Pembuatan sebuah Laporan Keuangan
harus ditunjang dengan skill atau kompetensi dimana didapat dari Perguruan Tinggi dan
Pengetahuan lainnya (seperti seminar, buku, diskusi, dll), selain itu terdapat suatu Standar
Akuntansi dalam Penyusunan yang dikenal dengan Standar Akuntansi Keuangan. Sebuah
Laporan Keuangan yang bagus adalah sebuah Laporan Keuangan sesuai dengan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan dan dapat dipakai oleh stake holder dari suatu Perusahaan.
Laporan Keuangan menurut SAK memiliki dimensi bertujuan umum karenaditujukan untuk
memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna Laporan Keuangan, termasuk Direktorat
Jendral Pajak sebagai pengguna. Laporan Keuangan yang lengkap terdiri dari :
a). Laporan Posisi Keuangan (balance sheet) pada atau per akhir periode laporan.
b). Laporan Laba Rugi Komprehensif (income Statement ) sealama periode pelaporan.
c). Laporan Perubahan ekuitas selama periode pelaporan.
d). Laporan Arusa Kas selama periode pelaporan.
e). Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Keuangan komersial yang dibuat oleh seorang akuntan dengan mengacu pada PSAK
disebut dengan Laporan Keuangan Komersial dimana seperti kita ketahui pemakai Laporan
Kueangan Komersial tersebut adalah :
Intern , Pemakai Laporan Keuangan dari sisi Perusahaan
a). Pegawai, Berkaitan dengan kelangsungan hidup perusahaan dan biasanya berkaitan dengan
kesejahteraan karyawan, contoh : gaji, bonus , dll
b). Manajemen Perusahaan, Pihsk ysng bertanggung jawab terhadap aktivitas
Perusahaan,bertujuan untuk mengetahui kinerja perusahaan dan untuk mengetahui kebiajakan
keuangan yang akan mendukung keputusan strategis yang dibuat oleh Perusahaan.
Ekstern, Pihak yang berkepentingan di luar Perusahaan.
c). Pemegang saham atau Pemilik, Pemilik adalah bukan pengelola Perusahaan dalam Perseroaan
terbuka, fungsi Laporan Keuangan digunakan untuk mengetahui share profit yang didapat oleh
Pemilik.
d). Pemerintah, Pemerintah berkepentingan untuk mendata jumlah Perusahaan dan keterkaitan
dengan penerimaan pajak bagi perusahaan.
e). Investor. Penempattan dana dalam Perusahaan apakah akan ditambah atau dikurangi dengan
menganalisa keuangan.
f). Kreditur, Berkaitan dengan dana yang akan dikucurkan oleh Pihak Kreditur terhadap
Perusahaan.
g). Masyarakat Luas, Berkaitan dengan social responsibility yang dimiliki oleh Perusahaan
dimana Perusahaan tersebut berada.
SAK atau PSAK wajib diterapkan untuk mendapatkan keseragaman dalam penyusunan laporan
keuangan karena ada pedoman baku sehingga meminimalkan bias yang banyak mengganggu
para penyusunLaporan Keuangan, memudahkan auditor menilai kewajaran laporan keuangan
yang di auditnya, memudahkan pembaca Laporan Keuangan menginterprestasikan dan
membandingkan Laporan Keuangan entitas yang berbeda, memberikan informasi yang relevan
bagi pengguna Laporan Keuangan. Fenomena saat ini adalah standar akuntansi keuangan di
Indonesia telah bergerak dinamis dengan mengadopsi International Financial Reporting
Standard (IFRS) dan International Accounting Standard (IAS). Indonesia melakukan adopsi
penuh IFRS pada SAK/ PSAK per 1 Januari 2012. SAK diperkirakan akan terus dinamis seiring
dengan IFRS yang dinamis mengikuti perubahan atau perkembangan lingkungan usaha.
Dinamika SAK ini tentu saja berpengaruh pada semakin banyaknya perbedaan perlakuan
perpajakan.
Siklus akuntansi dapat digambarkan sebagai berikut :

Transaksi

Jurnal pembalik Menyiapkan jurnal

Neraca saldo setelah Memasukkan jurnal


jurnal penutup ke buku besar

Menyusun jurnal Menyusun neraca


penutup saldo

Menyusun laporan Menyusun kertas Menyusun jurnal


keuangan kerja penyesuaian

Menyusun neraca
saldo yang
disesuaikan

Bagan 1. Siklus Akuntansi


1. Laporan Keuangan Fiskal
Besarnya Laba atau Rugi yang diperoleh dari Laporan Laba Rugi (Income statement) merupakan
laba atau rugi yang didasarkan pada perhitungan menurut prinsip – prinsip yang berlaku umum,
sedangkan untuk menghitung besarnya PPh terhutang didasarkan pada Penghasilan Kena Pajak
yang diperoleh dari perhitungan menurut peraturan perpajakan. Dari penghasilan neto (laba
fiskal) ini lalu akan dihitung besarnya penghasilan kena pajak (PKP).Selanjutanya PKP ini yang
akan digunakan untuk dasar dalam menentukan PPh terutang (yaitu dengan cara mengalikan
Penghasilan Kena Pajak dengan tarif PPh yang berlaku sesuai dengan Pasal 17 UU PPh nomor
36 tahun 2008).
Undang – undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) menyatakan WP Badan dan
orang pribadi yang wajib pembukuan harus melampirkan laporan keuangan pada Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. KUP menyatakan pembukuan adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biayaserta jumlah harga perolehandan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca
dan Laporan Laba Rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan dan
digunakan untuk kepentingan penghitungan pajak. UU pajak tidak mengatur secara khusus
bentuk dari laporan keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal - hal tertentu, baik
dalam pengakuan penghasilan maupun biaya. Akibat dari perbedaan pengakuan ini
menyebabkan laba akuntansi dan laba fiskal dapat berbeda. Perusahaan dapat menyusun laporan
keuangan akuntansi (komersial) dan laporan keuangan fiskal secara terpisah atau melakukan
koreksi fiskal terhadap laporan keuangan komersial. Lap keuangan komersial yang direkonsiliasi
dengan koreksi fiskal akan menghasilkan laporan keuangan fiskal.

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Jelaskan konsep Akuntansi Pajak ?
2. Jelaskan Perbedaan Akuntansi Pajak dan Akuntansi Keuangan.?

D. DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE
YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa
5. Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
6. Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
7. Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
8. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan

E.GLOSARIUM
1. Transaksi : Sebuah Peristiwa dimana dapat diukur dengan satuan moneter dimana dapat
mempengaruhi posisi keuangan. Peristiwa ini dapat terjadi akibat dengan ekstern dan intern.
2. Bukti : Dokumentasi tertulis yang telah disahkan untuk menjadi kelengkapansebuah
transaksi baik transaksi intern atau ekstern.
3. Jurnal : Input data dari sebuah dokumen yang berisikan kaidah akuntansi (debet, kredit
dan nominal).
4. Posting : Suatu Proses Pemindahan dari Jurnal ke Buku Besar.
5. Buku Besar : Pencatatan masing – masing akun dalam Keuangan berdasarkan urutan
tanggal (contoh akun : Kas, Bank, Piutang, dll)
6. Neraca Saldo : Kumpulan dari saldo – saldo yang ada dari setiap akun di buku besar.
7. Adjustment : Jurnal yang dilakukan akhir periode dilakukan untuk mencatat kondisi yang
sebenarnya sehingga pendapatan dan biaya dapat dikethui sebelum Laporan Keuangan di
buat.
8. Laporan Keuangan : Ikhtisar atau informasi keuangan yang menggambarkan posisi
keuangan, hasil usaha, arus kas, serta perubahan eku itas suatu organisasi dalam suatu posisi
waktu tertentu.
9. Neraca : Laporan yang menggambarkan posisi keuangan suatu perusahaan dimana
didalamnya terdapat asset, kewajiban dan modal yang dimiliki oleh Perusahaan.
10. Laporan Laba Rugi : Laporan hasil Usaha yang menggambarkan Pendapatan dikurangkan
dengan biaya, dimana menunjukan hasil usaha Perusahaan dalam periode waktu tertentu.
11. Laporan Arus Kas : Laporan yang menunjukan saldo kas akhir Perusahaan yang dirinci dari
aktivitas operasi, aktivitas investasi dan akitivitas pendanaan.
12. Laporan Perubahan Modal : Laporanyang menunjukan posisi terakhir dari suatu
permodalan dalam Perusahaan.
13. Stake Holder : Pemegang kepentingan..
PERTEMUAN 3:
LAPORAN KEUANGAN FISKAL (PRINSIP AKUNTANSI SEBAGAI SUBJEK
PERBEDAAN DAN PROSES PENYUSUNAN LAPORAN FISKAL)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuaan ini diharapkan mahasiswa mampu dan memahami mengenai akuntansi
komersial dan perpajakan, seperti: laporan keuangan fiskal (prinsip akuntansi sebagai subjek
perbedaan) dan proses penyusunan laporan fiskal.

B. URAIAN MATERI
1. Prinsip Akuntansi Yang Diakui oleh Akuntansi Pajak
a). Cost Principle
Laporan Komersial, Prinsip akuntansi mengharuskan sebagian besar asset diperlakukan dan
dilaporkan berdasarkan harga perolehan (biaya historis). Biaya Historis ini merupakan dasar
penilaian yang tepat untuk mencatat harga perolehan barang dan jasa. Baiya historis dibedakan
menjadi dua expired cost (biaya yang sudah kadaluarsa) adalah pengeluaran – pengeluaran yang
telah menjadi bebanmelalui penerimaan manfaat dalam periode berjalan dan bebanini akan
dikurangkan atau ditandingkan langsung dengan pendapatan periode berjalan, unexpired cost
(biaya yang belum kadaluarsa) adalah pengeluaran – pengeluaran yang belum menjadi beban
pada periode berjalan.
Laporan Fiskal, Sesuai Pasal 10ayat (6) Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008,
persediaan dan pemakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga
perolehan, baik yang dilakukan secara rata – rataatau dengan cara mendahulukan persediaan
yang diperoleh.
Revenue Principle
Laporan Komersial, Pengakuan Pendapatan seharusnya diakui pada saat :
1). Telah direalisasi/ dapat direalisasi pendapatan dapat terealisasi ketika dapat di konversi
menjadi kas, telah terjadai pembayaran (telah direalisasi) atau setidaknya janji pembayaran yang
sah kepada perusahaan (dapat direlaisasi).
2). Telah dihasilkan/ telah terjadi pendapatan dianggap telah dihasilkan/ telah terjadi (earned)
apabila perusahaan telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan hak atas
pendapatan tersebut. Pendapatan diakui ketika jasa/ barang telah dikirim atau jasa telah diberikan
kepada pelanggan.Pendapatan diakui ketika sebagian besar barang atau jasa yang dijanjikannya
kepada pelanggan.
Laporan Fiskal, Sesuai Pasal 4 ayat (1) Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, yang
menjadi objek pajak adalah Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Matching Principle
Laporan Komersial, Untuk mencatat besarnya jumlah pendapatan dan beban secara tepat dalam
periode yang tepat, ada dua pilihan yang tersedia yang dapat dijadikan sebagai dasar pencatatan
oleh akuntan yaitu cash basis dan accrual basis. Apabila dasar pencatatan akuntansi yang
digunakan adalah cash basis, maka pendapatan dan beban dilaporkan dalam laporan laba rugi
pada periode dimana uang kas diterima (untuk pendapatan) atau uang kas yang dibayarkan
(untuk beban). Besarnya laba bersih yang dihasilkan dari selisih antara pendapatan dengan
beban, akan mencerminkan jumlah bersih uang kas yang dihasilkan untuk net income (laba) atau
jumlah bersih uang kas yang dikeluarkan untuk net loss (rugi). Apabila dasar pencatatan
akuntansi yang digunakan adalah accrual basis, maka pendapatan dan beban dilaporkan dalam
laporan laba rugi dalam periode dimana pendapatan dan beban tersebut terjadi, tanpa
memperhatikan arus kas uang masuk dan arus kas uang keluar.
Laporan Fiskal, menurut pasal 6 ayat (1) Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008,
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
Objectivity Principle
Laporan Komersial, Manfaat laporan keuangan akan tergantung pada tingkat kepercayaan
pemakai akan prosedur pengukuran yang digunakan. Untuk memberikan keyakinan ini,
Objectivity Principle sebagai dsar pembenaran untuk memperoleh suatu ukuran atau prosedur.
Objectivity sesungguhnya merupakan realitas yang dikemukakan oleh pihak luar yang
independen dari orang yang merasakannya. Objectivity dianggap sebagai suatu ukuran yang
dapat diverifikasi kebenarannya (keabsahannya), berdasarkan pada bukti yang ada, Ukuran
Objectivity juga dianggap sebagai hasil konsensus diantara kelompok – kelompok tertentu yang
mengamatinya atau mengukurnya. Nilai perolehan suatu asset yang bersifat objectivity
mencakup seluruh pengeluaran yang terkait dengan perolehannya dan persiapannya sampai asset
dapat digunakan.Jadi disamping harga beli, pengeluaran – pengeluaran lain yang diperlukan
untuk mendapatkan dan mempersiapkan asset harus disertakan sebagai perolehan.
Laporan Fiskal, menurut penjelasan pasal 11A ayat (1) Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun
2008, Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran
lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan
muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang
sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan
cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada
akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Constency Principle
Laporan Komersial, Transaksi danperistiwa ekonomi yang sejenis harus dicatat dan dilaporkan
dengan cara yang sama dari satu periode ke periode berikutnya agar Laporan Keuangan dapat
dibandingkan (memiliki daya banding). Apabila sebuah Perusahaan menerapkan perlakuan
akuntansi yang sama untuk kejadian – kejadian yang serupa dari periode ke periode, maka
perusahaan tersebut dianggap telah konsisten dalam menerapkanstandar akuntansinya.
Laporan Fiskal, menurut pasal 28 ayat (5)Undang – Undang KUP Nomor28 tahun 2007,
pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
Contoh lain dalam pasal 11 ayat (2) Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, Penyusutan
atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat
juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan
cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa
buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Disclosure Principle
Laporan Komersial, Seluruh informasi dalam Laporan Keuangan seharusnya disajikan dengan
cara yang tidak memihak, dapat dipahami dan tepat waktu.Dalam memtutuskan informasi yang
dilaporkan , pembuat Laporan Keuangan harus memperhatikan kecukupaninformasi yang dapat
mempengaruhi penilaianpemakai Laporan Keuangan.
Laporan Fiskal, menurut penjelasan pasal 14 Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008,
Informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak sangat penting untuk dapat
mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Untuk
dapat menyajikan informasi dimaksud, Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan.

Conservatism Principle
Laporan Komersial, Apabila akuntan dihadapkan untuk memilih salah satu diantara dua atau
lebih metode akuntansi yang sama – sama diterima atau berlaku umum, maka akuntan harus
mengutamakan pilihan yang akan memberikan pengaruh keuntungan yang paling kecil pada
ekuitas. Contoh metode penyisihan yang digunakan untuk mencatat piutang tak tertagih, dimanaa
piutang usaha dilaporkan dalam neraca sebesar jumlah yang lebih realistis (dan lebih rendah)
sehingga mencerminkan dengan baik jumlah piutang sesungguhnya yang dapat ditagih.
Laporan Fiskal, menurut pasal 9 ayat (1) huruf c Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun
2008,untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajakbangi WP dalam negeri dan Bentuk
Usaha Tetap tidak boleh dikurangkan dengan pembentukan atau penumpukan dana cadangan
kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan
anjak piutang;
Materiality Principle
Laporan Komersial, Dampak dari suatu item terhadap hasil operasi dan posisi keuangan
Perusahaan secara keseluruhan.
Laporan Fiskal, menurut pasal 9 ayat (2) Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008,
Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan
dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau
Pasal 11A.
Uniformitydan Comparability Principle
Laporan Komersial, Sesungguhnya hakekat dari Comparability adalah bahwa informasi akan
menjadi lebih berguna ketika informasi tersebut dapat dikaitkan dengan standar. Perbandingan
dapat dilakukan dengan informasi serupa dengan perusahaan lain yang berada dalam satu
industri yang sama atau dikaitkan dengan data industri (sebagai patokan) pada periode waktu
yang sama (memerluakan keseragaman metode) dengan informasi serupa dari perusahaan yang
sama tetapi untuk periode waktu yang berbeda. Comparability data akuntansi untuk perusahaan
yang sama untuk periode yang berbeda memerlukan konsistensi.
Laporan Fiskal, menurut penjelasan pasal 13 Undang – Undang PPh, Kewajiban
pembukuanmenggunakan cara atausistemyang dipakai di Indonesia, yaitu SAK, kecuali
Perundang- undangan perpajakan menghendaki lain. Jika ada perbedaan antara akuntansi
komersial dengan perpajakan maka undang – undang perpajakan memiliki prioritas untuk
dipenuhi agar tidak menimbulkan kerugian yang material bagi WP.
2. Proses Penyusunan Laporan Fiskal
Laporan keuangan Fiskal dibuat dengan caramelakukan rekonsiliasi Fiskal dengan cara
melakukan rekonsiliasi Fiskal terhadap Laporan Keuangan Komersial.

Rekonsiliasi Fiskal

Gambar 1. Rekonsiliasi Fiskal


Perusahaan harus menyajikan Laporan Keuangan kepada pemegang saham sesuai dengan PSAK,
nemun disisi lain, sebagai WP, Perusahaan harus menyajikan Laporan Keuangan kepada
Pemerintah (dalam hal ini Direktorat jendral Pajak) sesuai dengan ketentuan Perpajakan yang
berlaku. Karena SAK dan Ketentuan Perpajakan memiliki dsar ynag berbeda, maka penentuan
Laba Akuntansi (pretax Financial Income) dan Penghasilan Kena pajak atau laba Fiskal (taxable
Income) juga menghasilkan angka yang berbeda. Perbedaan antara besarnya Laporan Akuntansi
dan Laba Fiskal ini dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu perbedaan permanen/
perbedaan tetap (Permanent Differences) dan perbedaan sementara (temporary/timing
differences) Perbedaan PSAK dan Pengaturan Perpajakan dibagi menjadi 2 :
a). Beda Tetap (Permanent Differences)
1). Penghasilan
menurut Akuntnasi Komersial merupakan penghasilan sedang menurut Perpajakan telah
dikenakan PPh Final.
2). Biaya
menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedang menurut Perpajakan telah
dikenakan PPh Final.
3). Beda Waktu (temporary difference)
Perbedaan Pengakuan/ Penghasilan dan Biaya yang sifatnya sementara akan mengakibatkan
koreksi fiskal Positif pada saat diterima dan menyebabkan koreksi negatif pada tahun berikutnya.
Contoh :
a). Penyusutan/Amortisasi
b). Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 adalah:
:
a). Metode Garis Lurus (straight-line method)
b). Metode Saldo Menurun (declining-balance method)
c). Penilaian Persediaan UU PPh No. 36 Tahun 2008 pasal 10 ayat (6), yaitu : metode rata-rata
(average) atau metode FIFO.
Koreksi Positif biasanya dilakukan akibatadanya hal –hal berikut :
a). Biaya yang tidak diakui oleh Pajak sesuai Pasal 9 ayat (1) UU PPh no 36 tahun 2008
b). Penyusutan menurut Akuntansi lebih besar dibanding menurut Pajak
c). Amortisasi menurut Akuntansi lebih besar dibanding menurut Pajak
d). Pendapatan yang ditangguhkan pengakuannya(pendapatan diterima di muka yang
diperlakukansebagai utang).
e). Kerugian yang belum direalisasi atas penurunan sementara nilai sekuritas trading.
f). Kerugian yang belum direalisasi atas penurunan sementara nilai sekuritas persediaan.
g). Biaya garansi produk menurut Akuntansi lebih besar dibanding menurut pajak.
h). Penyesuaian Fiskal Positif lainnya.
Koreksi Negatif biasanya dilakukan akibatadanya hal –hal berikut :
a). Biaya yang tidak termasuk objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh no 36 tahun 2008
b). Penghasilan yang dikenakan PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPh no 36 tahun 2008
c). Amortisasi menurut Akuntansi lebih kecil dibanding menurut Pajak
d). Penyusutan menurut Akuntansi lebih kecil dibanding menurut Pajak
e) Pendapatan yang masih harus diterima (telah diakui sebagai pendapatan meskipun belum ada
realisasi penerimaan uang).
f). Kerugian yang belum direalisasi atas kenaikan sementara nilai sekuritas trading.
g). Penjualan cicilan
h). Penyesuaian Fiskal Negatif lainnya.

Kertas Kerja Rekonsiliasi Fiskal


Deskripsi Menurut Koreksi Koreksi Menurut Keterangan
Nama Akun Akuntansi Fiskal Poitif Fiskal Pajak
Negatif
Penjualan
Harga Pokok
Penjualan

Penghasilan
Bruto Bersih

Beban Usaha

Laba Bersih
Tabel 1. Kertas Kerja Rekonsiliasi Fiskal

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Jelaskan Perbedaan Prinsip dalam Akuntnasi Komersial dan Akuntansi Fiskal ?
2. Jelaskan Penyusunan Laporan Fiskal?
D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa
1. Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
2. Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
3. BinaFiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan
5. Gunadarma. 2015. “Akuntansi Pajak”. http://elearning.gunadarma.ac.id diakses 5 Sept 2016.

GLOSARIUM
1. Koreksi Fiskal Positif : koreksi yang mengakibatkan laba kena pajak bertambah atau rugi
fiskal berkurang.
2. Koreksi Fiskal Negatif : koreksi yang mengakibatkan laba kena pajak berkurang atau rugi
fiskal bertambah.
3. Rekonsiliasi fiskal (Koreksi Fiskal) : sebuah lampiran SPT Tahunan PPh berupa kertas
kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial/ pembukuan
dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan
PERTEMUAN 4: LAPORAN KEUANGAN FISKAL (PENDEKATAN UMUM DAN
PERBEDAAN ORIENTASI PELAPORAN)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu dan memahami laporan keuangan fiskal
dengan pedekatan umum dan laporan keuangan fiskal dan komersial dengan perbedaan
orientasi pelaporan.

B. URAIAN MATERI Fiskal dengan Pendekatan Utam


1. Akuntansi Pajak
Transaksi Pajak pada dasarnya serupa dengan transaksi pada akuntansi. Jadi, transaksi pajak
adalah transaksi ekonomi yangmenjadi objek akuntansi untuk dihitung, dicatat, dilaporkan,
disajikan dan diungkapkan sesuai denganstandar akuntansi yang berlaku. Kekeliruan atau
bahkankesalahan yang disengaja atau penghilangan transaksi ekonomi yangmenjadi objek
pajak akan berimplikasi pada koreksi dan sanksi Fiskaldan berkembang istilah akuntansi
pajak. Pasal 1 angka 29 UU KUP (UU nomor 28 tahum 2007) Pembukuan adalah suatu
proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Laporan
Keuangan tersebut wajib dilampirkan dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
sesuai dengan pasal 4, (4A) dan 4 (B) Undang – Undang KUP.
Ketentuan Pajak sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (4) Undang –UndangKUP yang
menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak yang
wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa
neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung
besarnya Penghasilan Kena Pajak. Hal ini menunjukan bahwa Laporan Keuangan memiliki
peran penting dalam bidang perpajakan, khususnya sebagai dasar dalam penghitungan
besarnya pajak yang terhutang. Laporan Keuangan yang dihasilkan dari pembukuan,
disamping sebagai dasr dalam pengisian SPT juga nantinya harus mampu mendukung atau
membuktikan kebenaran angka –angka yang dilaporkan dalam SPT tersebut khususnya pada
saat pemeriksaanatau penyidkan pajak.
2. FUNGSI AKUNTANSI PAJAK
Fungsi akuntansi adalah menyajikan data kuantitatif yang akan digunakan untuk
pengambilan keputusan, oleh karena itu akuntansi harus dapat memenuhi tujuan kualitatif.
Sedangkan fungsi akuntansi pajak adalah mengolah data kuantitatif yang akan digunakan
untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakan. Agar dapat
menyajikan data kuantitatif yang aakan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
berkaitan dengan perpajakan maka Akuntansi pajak harus memenuhi tujuan kualitatif. Tujuan
Kualitatif Akuntansi pajak antara lain sebagai berikut:

1. Relevan
a). Laporan Keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus relevan antara data yang
dimiliki WP dengan adanya kewajiban ataupun yang timbul dalam kaitannya dengan
perpajakan
b). Berdasarkan pasal 28 ayat 9, catatan termasuk laporan keuangan yang dihasilkan dapat
dipergunakan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dan besarnya pajak yang
terhutang.
2. Dapat Dimengerti
a). Laporan Keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus dapat dimengerti, baik
oleh wajib pajak maupun pihak lain termasuk oleh fiskus.
b). Berdasarkan pasal 28 ayat 4, pembukuan diselenggarakan dengan menggunakan huruf
latin dan angka arab, satuan mata uang rupiah, dengan menggunakan bahasa Indonesia atau
bahasa asing yang diizinkan, mengandung arti agar laporan keuangan yang dihasilkan dapat
dimengerti
3. Daya uji
a). Laporan keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus mempunyai daya uji,
perhitungan yang dilakukan oleh WP akan menghasilkan angka yang sama apabila dilakukan
oleh pihak lain termasuk oleh fiskus.
b). Pasal 28 ayat 9 Undang-Undang KUP bahwa catatan yang dipergunakan untuk
menghitung penghasilan kena pajak, yang dilakukan oleh WP akan menghasilkan angka yang
sama Apabila dihitung oleh pihak lain, termasuk fiskus.
4. Netral
a). Laporan keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus netral, tidak memihak
kepada WP dan juga tidak memihak kepada pihak lain termasuk pihak Negara (pihak yang
sangat berkaitan dengan penerimaan pajak).
b). Pasal 28 ayat 3 UU KUP, pembukuan yang dilakukan oleh WP harus berdasarkan itikad
baik dan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.
5. Tepat Waktu
a). Laporan keuangan yang disajikan dalam akuntansi harus tepat waktu, sesuai dengan tahun
takwin atau tahun buku yang dipergunakan oleh WP.
b). Pasal 1 ayat 7 UU PPh, laporan keuangan WP dibuat berdasarkan tahun takwin atau tahun
buku.
6. Daya Banding
a). Laporan keuangan yang dihasilkan dalam akuntansi pajak harus memiliki daya banding,
terutama dengan peraturan perpajakan.
b). Penjelasan pasal 28 ayat 7 UU KUP, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau
system yang lazim dipakai di Indonesia, seperti Standar Akuntansi Keuangan (SAK), atau
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan.
7. Lengkap
a). Laporan keuangan yang disajikan dalam akuntansi pajak harus lengkap, tidak terdapat
data yang tidak terakumulasi dalam laporan keuangan.
b). Pasal 28 ayat 7 UU KUP, pembukuan sekurang-kurangnya memuat catatan harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta pembelian dan Penjualan. Dalam sistem
perpajakan, negara mempunyai instrumen untuk mencapai dua tujuan utama yaitu menutup
kebutuhan finansial sesuai dengan fungsi budgetair pajak yaitu pajak merupakan alat untuk
mentransfer sumber daya dari sektor privat (masyarakat) kepada sektor publik dan
mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi nasional. Apabila kita lihat dari pemakai laporan
keuangan fiskal, yaitu negara (administrasi pajak) lebih berkepentingan terhadap beberapa
unsure yang terdapat laporan keuangan fiskal antara lain laba tahun berjalan untuk
menghitung pajak penghasilan. Distribusi laba untuk menghitung pajak atas pembayaran
deviden, peredaran usaha untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), pengeluaran untuk karyawan dan pembelian jasa
lain untuk menghitung pemotongan pajak penghasilan. Berbeda dengan laporan keuangan
fiskal, pemakaian laporan keuangan komersial adalah berbeda dengan laporan keuangan
fiskal, pemakai laporan keuangan komersial adalah berbagai pihak yang mempeunyai
kepentingan yang berbeda-beda sehingga informasi yang diperlukan adalah berkaitan dengan
kinerja ekonomi dan keadaan financia perusahaan. Pelaporan akuntansi komersial dan
akuntansi pajak memerlukan penilaian atas setiap fakta untuk menentukan posisi financial
(harta,utang, dan modal) dan hasil operasi perusahaan (pendapatan dan biaya). Walaupun
berbeda antara kedua laporan keuangan tersebut tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain.
Dalam penyusunan laporan keuangan komersial dan pajak terdapat perbedaan orientasi dan
sifat pelaporan terutama menyangkut tingkat toleransi fleksibilitas pemilihan standar.
Pelaporan keuangan komersial disusun berdasarkan konsep “konsep kewajaran” dengan
implikasi manajemen dapat mengambil suatu pertimbangan sepanjang batasan toleransi
prinsip/standar akuntansi. Apabila terdapat keraguan pengukuran atas suatu transaksi (yang
belum merupakan fakta), prinsip konservatisme dalam akuntansi komersial untuk mengambil
solusi yang akan menghasilkan under stated agar laporan tampak low profile. Laporan
keuangan fiskal umumnya kurang memberikan toleransi atau fleksibilitas pemilihan standar.
Ekualisasi (persamaan) perlakuan kepada semua Wajib Pajak menghendaki adanya
keseragaman penyelenggaraan dan pengaturan untuk keperluan penentuan laba yang
digunakan sebagai dasar penentuan besarnya pajak. Walaupun mengikuti prinsip akuntansi,
assesment pajak bergantung pada kebijakan dan putusan otoritas pajak yang dapat
mengesampingkan praktek dan pemikiran profesi dan ketentuan pajak yang terutama didesain
untuk kebijakan ekonomi dapat mengakibatkan pelaporan yang dihasilkan menyimpang dari
konsep “Kewajaran penyajian”yang digunakan dalam akuntansi komersial.
3.HUBUNGAN AKUNTANSI PAJAK DENGAN AKUNTANSI KOMERSIAL
Dari akuntansi komersial, seseorang dapat memperoleh suatu konsepsi bahwa tiap organisasi
(satuan usaha atau aktivitas) memerlukan informasi tentang keadaan yang sudah terjadi
selama suatu periode tertentu. Informasi itu disajikan oleh akuntansi kepada manajemen atau
pihak lain sehingga dapat diambil suatu penilaian dan kesimpulan yang terjadi serta
keputusan yang dilakukan selanjutnya. Bagaimana informasi itu diramu, dikemas dan
disajikan sangat ditentukan oleh praktek dan kelaziman yang berlaku dalam profesi akuntansi
serta diselaraskan dengan pembaca dan tujuan pembuatan laporan.
Tujuan akuntansi komersial antara lain untuk menyediakan laporan dan informasi keuangan
serta informasi yang lain kepada, misalnya pimpinan perusahaan. Akuntansi perpajakan dapat
dirumuskan sebagai bagian dari akuntansi yang menekankan kepada penyusunan surat
pemberitahuan pajak (tax return) dan pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap
transaksi atau kegiatan perusahaan. Akuntansi perpajakan secara khusus menyajikan laporan
keuangan dan informasi lain kepada administrasi pajak. Penyajian itu sebagai pemenuhan
kewajiban perpajakan (tax compliance). Walaupun secara teknis proses penyajian laporan
tidak diatur secara rinci dalam ketentuan perpajakan, pengukuran dan penilaian atas suatu
fakta sangat dipengaruhi oleh ketentuan perpajakan. Ketentuan perpajakan merupakan
produk lembaga legislatif yang mengikat semua anggota masyarakat (termasuk profesi
akuntan). Dengan demikian, apabila terjadi kekurangsesuaian antara ketentuan perpajakan
dan praktek atau standar akuntasi yang berlaku umum, Undang-undang Perpajakan
mempunyai prioritas untuk dipatuhi di atas praktek dan kelaziman akuntansi. Keengganan
mematuhi ketentuan itu dapat membawa kerugian material bagi perusahaan. Akuntansi
mengasumsikan bahwa praktek-praktek akuntasi dilakukan dengan sehat (sound-accounting
practice) yaitu sesuai dengan SAK. Jika terjadi praktek-praktek akuntansi yang tidak sehat
atau menyimpang dari SAK, dibedakan antara :
a). penyimpangan akan dilakukan koreksi fiskal walaupun tidak material.
b).material dan akan mempengaruhi opini akuntan.
c).Undang-undang perpajakan menghendaki praktek-praktek akuntansi yang sehat, jika
terjadi.

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Jelaskan fungsi akuntansi pajak?
2. Sebutkan tujuan kualitatif akuntansi pajak?
3. Jelaskan hubungan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak?

D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana
Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE
YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja
Grafindo Perkasa.
5.Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
1. Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
2. Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga
atas undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara
Perpajakan.

E.GLOSARIUM
1. Beban pajak (Penghasilan pajak) : jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan yang
diperhitungkan dalam menentukan laba atau rugi pada satu periode  dipadankan dengan
dengan laba akuntansi
2. Biaya perolehan aset : adalah jumlah biaya yang dikeluarkan oleh entitas dan diperlukan
untuk menyiapkan aset tetap tersebut agar dapat digunakan sebagaimana mestinya sebagai
aset tetap.
3. Koreksi Fiskal Positif : koreksi yang mengakibatkan laba kena pajak bertambah atau rugi
fiskal berkurang.
4. Koreksi Fiskal Negatif : koreksi yang mengakibatkan laba kena pajak berkurang atau
rugi fiskal bertambah.
5. Liabilitas pajak tangguhan : jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
6. Laba akuntansi adalah laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.
7. Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal) : laba (rugi) selama satu
periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Pajak atas
pajak penghasilan yang terutang (dilunasi).
8. Liabilitas pajak tangguhan : jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
PERTEMUAN 5: KAS DAN SETARA KAS SERTA ASPEK FISKAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat mengerti tentang Kas setara
kas. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan mengenai pos-pos aktiva lancar seperti kas
dan setara kas.

B. URAIAN MATERI
1. Kas setara kas
Pengendalian internal (internal control) meliputi semua perencanaan dari suatu organisasi dan
semua metode serta prosedur yang diterapkan oleh manajemen dalam rangka untuk :
a. Menjaga harta perusahaan dari pencurian oleh karyawan, perampokan, serta penggunaan yang
tidak diotorisasi;
b. Meningkatkan akurasi dan kepercayaan dari catatan akuntansi dengan cara mengurangi resiko
kesalahan (error) dan iregularitas (irregularities) dalam proses akuntansi yang dilakukan.
2. Prinsip-prinsip dari Pengendalian Internal
a. Dibentuk pertanggungjawaban (establishment Of responsibility)
Pengendalian akan efektif jika hanya satu orang yang bertanggungjawab atas tugas yang
diberikan. Pembentukan pertanggungjawaban meliputi otorisasi dan persetujuan atas suatu
transaksi.
b. Pembagian tugas harus jelas (segretion of duties)
Ada dua prinsip umum yang perlu diperhatikan, yaitu :
1). Tanggungjawab atas pekerjaan-pekerjaan harus diberikan kepada individu yang berbeda, dan
2). Tanggungjawab untuk memelihara pencatatan harus terpisah dengan tanggungjawab untuk
menjaga fisik aktiva.
c. Prosedur dokumentasi harus ada (documentation procedure)
Dokumen sebagai bukti transaksi harus memenuhi syarat dalam prosedur dokumentasi. Ada
beberapa prinsip dalam prosedur dokumentasi, yaitu :
1). Semua dokumen harus diberi nama terlebih dahulu, yang tercetak serta semua dokumen harus
dipertanggungjawabkan, dan
2). Dokumen sebagai bukti pencatatan akuntansi (journal) disampaikan ke bagian akuntansi
untuk menyakinkan bahwa transaksi telah dicatat tepat waktu.
d. Pengendalian secara fisik, mekanik, dan elektronik harus ada.
Pengendalian ini sangat penting karena akan meningkatkan akurasi akuntansi.
e. Verifikasi internal yang independen harus ada (independent internal verification)
Guna menciptakan pengendalian yang efektif perlu dibentuk bagian verifikasi yang bertugas me-
review, merekonsiliasi, serta menjaga pengendalian internal agar lebih efektif. Untuk
menciptakan pengendalian internal yang efektif, verifikasi internal harus dilakukan sebagai
berikut :
1). Vertifikasi harus dilakukan secara periodik atau mendadak;
2). Verifikasi harus dilakukan oleh karyawan (petugas) yang independen;
3). Saran disampaikan kepada manajer untuk dilakukan tindakan koreksi.
3. Keterbatasan pengendalian internal ialah sebagai berikut :
a. Ada kemungkinan beban untuk mendesain pengendalian internal lebih besar dibandingkan
manfaat yang diperoleh;
b. Ada faktor sumber daya manusia;
c. Besarnya perusahaan (size).
4. Pengendalian Internal terhadap Kas
Kas (cash) merupakan harta yang paling likuid (lancar) yang setiap saat digunakan untuk
operasional perusahaan tanpa pembatasan-pembatasan. Yang termasuk dalam kas, antara lain,
ialah uang logam, uang kertas, cek, deposito, dll. Ada beberapa cara pengendalian terhadap kas,
antara lain :
1. Petty Cash funds (dana kas kecil);
2. Bank reconciliation (Rekonsiliasi bank).
Ad. 1. Petty Cash Funds (dana kas kecil).
Dalam praktek di samping pengeluaran yg besar jumlahnya, terdapat pula pengeluaran kecil
sehari-hari, seperti pembelian materai, pembelian persedian keperluan kantor, biaya parkir, dll.
Untuk keserasian pembukuan, maka pencatatan pengeluaran-pengeluaran kecil itu hendaklah
melakukannya melalui sebuah buku yang khusus untuk itu, buku kas kecil namanya. Buku ini
dapat diserahkan pengerjaannya kepada seorang juru tata usaha yang ringan pekerjaannya. Jadi
kepada pegawai ini diberikan sejumlah uang, yang oleh pemegang buku catatan kas dicatat
disebelah debet buku kas kecil itu dengan keterangan “Pengadaan dana”, sedangkan oleh
pemegang kas (besar) jumlah tersebut dicatat disebelah kredit buku kas (besar) jumlah tersebut
dicatat disebelah kredit buku kas (besar) dengan perkiraan tandingan “”Kas Kecil (Petty Cash)”
dan dengan keterangan “Pembentukan dana kas kecil”. Besar jumlah uang yang diserahkan ke
Kas Kecil tergantung kepada pengeluaran kecil sehari-hari dalam seminggu, setengah bulan atau
sebulan. Kas Kecil dapat juga diadakan untuk bagian-bagian yang terpisah jauh dari kantor pusat
misalnya perusahaan A mempunyai sebuah gudang yang terletak jauh dari kantor perusahaan itu.
Jadi untuk memudahkan membayar biaya kecil sehari-hari di gudang itu, maka kepada kepala
gudang memberikan sejumlah uang tertentu. Buku tempat mencatat pengeluaran-pengeluaran
kecil di gudang itu disebut juga buku kas kecil.
a. Sistem Penyedian Dana Kas Kecil (Petty Cash Funds)
Pada sistem ini jumlah dana kas kecil selalu tetap besarnya, artinya kalau kas kecil (petty Cash)
selalu diisi pada tiap akhir bulan, maka pemegang kas kecil akan diberi tambahan uang sejumlah
yang sama dengan jumlah pengeluaran. Jadi kalau besar dana kas kecil itu hanya boleh dari kas
kecil telah dikeluarkan sebanyak Rp. 75.000,- kepada pemegang kas kecil diberi tambahan uang
sebanyak jumlah pengeluaran itu pula, yaitu Rp. 75.000,-Hendaklah diingat bahwa pada sistem
dana tetap, buku kas kecil merupakan pembantu buku kas besar. Dengan demikian dari buku kas
kecil tidak diadakan penjurnalan. Penjurnalan pengeluaran-pengeluaran yang terdapat di dalam
buku kas kecil, pemegang kas ini membuat laporan tentang pengeluaran-pengeluaran itu. Setelah
laporan itu beserta surat-surat bukti pembukuannya diperiksa oleh pemegang buku kas besar,
pemegang buku ini membukukan laporan tersebut di sebelah kredit buku kasnya ke dalam lajur-
lajur yang sesuai dengan pengeluaran-pengeluaran itu, kalau buku kas diselenggarakan secara
tabelaris. Sedang sebagai pemegang uang diserahkan kepada petugas yang lain. Ayat jurnal
mengenai pengeluaran-pengeluaran kas kecil, yang menariknya melalui sebelah kredit buku kas
akan berbunyi, misalnya sebagai berikut :
Tgl Keterangan P/R Debet Kredit
Biaya Iklan - Rp. Xxxxx -
Biaya angkutan barang - Rp. xxxxx -
yg dibeli - Rp. xxxxx -
Biaya kantor serba-serbi - - Rp. xxxxx
Kas
Tabel 2. Jurnal Kas Kecil
Mengenai pembentukan dana kas kecil, dibuka ayat jurnal
Tgl Keterangan P/R Debet Kredit
Kas Kecil - Rp. Xxxxx -
Kas - - Rp. xxxxx
Tabel 3. Jurnal Kas Kecil
Hendaklah dingat, bahwa perkiraan “Kas Kecil” di dalam buku besar di debet hanya pada waktu
dana kas kecil pertama-tama dibentuk. Selanjutnya tidak akan ada lagi pembukuan disebelah
debet perkiraan “Kas Kecil”, kecuali kalau besarnya dana kecil diadakan perubahan, misalnya
besar dana itu yang semula Rp. 100.000,- dinaikkan Rp. 150.000,-, maka penambahan Rp.
50.000,- itu tentu ditarik ayat jurnal berikut dari sebelah kredit buku kas besar :
Tgl Keterangan P/R Debet Kredit
Kas Kecil - Rp. Xxxxx -
Kas - - Rp. xxxxx
Tabel 4. Jurnal Kas Kecil
b. Sistem dana tidak tetap (fluatuating fund system)
Pada sistem dana tetap, saldo perkiraan Kas Kecil (petty cash) dalam neraca selalu sama besar
dengan dana yang mula-mula ditetapkan. Sedang pada sistem dana tidak tetap saldo Kas Kecil
dari neraca, selalu berubah-ubah, akan tetapi saldo yang ditunjukkan oleh saldo Kas Kecil yang
terdapat dalam neraca. Pengadaan dana pada Kas Kecil :
Tgl Keterangan P/R Debet Kredit
Kas Kecil - Rp. Xxxxx -
Kas - - Rp. xxxxx
Tabel 5. Kas Kecil
Dan dari buku kas kecil, mengenai penerimaan sebagaimana hal dengan pemakaian sistem dana
tetap, juga tidak dijurnal. Kalau buku kas kecil pada contoh yang lalu digunakan sebagai buku
harian, maka ayat jurnal yang dari buku tersebut pada tanggal 30 April 2010 tentang
pengeluaran-pengeluaran yang terdapat di dalamnya itu tentu berbunyi :
Tgl Keterangan P/R Debet Kredit
Biaya Materai - Rp. Xxxxx -
Biaya angkutan barang - Rp. xxxxx -
yang dibeli - Rp. xxxxx -
Biaya umum serba-serbi - - Rp. xxxxx
Kas Kecil
Tabel 6. Jurnal Kas Kecil
c. Rekonsiliasi Bank (Bank Reconcilliation)
Rekonsiliasi bank merupakan suatu laporan yang berisi saldo kas menurut perusahaan dengan
saldo kas menurut bank disertai dengan penyebab perbedaan keduanya. Ada beberapa unsur
yang menyebabkan kedua saldo tersebut berbeda, yang intinya disebabkan oleh adanya
perbedaan waktu pengakuan (timelag) dan kesalahan (error). Secara rinci penyebab perbedaan
tersebut dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Adanya setoran dalam perjalanan (deposit in transit), yang merupakan setoran yang dilakukan
oleh perusahaan menjelang akhir bulan, sudah dicatat dalam jurnal penerimaan kas oleh
perusahaan, tetapi belum sampai ke pihak bank sehingga bank belum melakukan pencatatan.
Oleh karena itu, dalam rekonsiliasi bank, deposit in transit akan ditambahkan pada saldo
bank;
2. Cek yang masih beredar (outstanding check), yang merupakan cek yang ditulis oleh
perusahaan untuk pembayaran-pembayaran tertentu, telah dicatat dalam jurnal pengeluaran
kas oleh perusahaan, tetapi sampai akhir bulan penerima cek belum mencairkannya ke bank
sehingga bank belum mencatatnya. Jika terdapat cek yang masih beredar, dalam rekonsiliasi
bank akan dikurangkan pada saldo bank;
3. Beban bank (Bank Charge), yang merupakan beban yang dikenakan oleh bank, kepada
perusahaan atas jasa yang telah dilakukan oleh bank, tetapi sampai akhir bulan perusahaan
belum mengetahui sehingga belum mencatatnya. Jika terdapat beban bank, dalam rekonsiliasi
bank akan dikurangkan pada saldo kas perusahaan ;
4. Penagihan yang dilakukan oleh bank (collection by bank), yang merupakan penagihan yang
telah dilakukan oleh bank atas piutang perusahaan, telah ditambahkan pada saldo bank, tetapi
sampai akhir bulan perusahaan belum mengetahui sehingga belum dicatat. Jika terdapat hal
seperti ini, dalam rekonsiliasi bank akan ditambahkan pada saldo perusahaan;
5. Cek yang tidak cukup dananya (not sufficient fund-check), yang merupakan cek yang
diterima dari pihak ketiga atas pembayaran-pembayaran transaksi tertentu, telah dicatat
dalam jurnal penerimaan kas pada saat penerimaan cek, tetapi pada saat diuangkan dananya
tidak mencukupi sehingga cek tersebut ditolak oleh bank. Jika terdapat cek yang tidak
mencukupi, dalam rekonsiliasi bank akan dikurangkan dari saldo perusahaan;
6. Kesalahan (error), yang dalam hal ini bisa disebabkan oleh kesalahan perusahaan ataupun
bank.
Bentuk Rekonsiliasi Bank dapat digambarkan sebagai berikut :

Perusahaan “ABC”
Rekonsiliasi Bank
Untuk 30 September 2010

Saldo perusahaan xxxxx


Ditambah :
Penagihan oleh Bank xxxx
Kesalahan oleh Perusahaan xxxx +
xxxxx

xxxxx
Dikurangi :
Beban Jasa bank (xxxx)
Cek Kosong (xxxx)
Kesalahan oleh Perusahaan (xxxx )
(xxxx)
Saldo menurut perusahaan yang telah disesuaikan
xxxxx
Saldo Bank
Ditambah :
Setoran dalam perjalanan xxxx
Kesalahan oleh Bank xxxx +
xxxxx
Dikurangi :
Cek yang masih beredar (xxxx)
Kesalahan oleh bank (xxxx)
(xxxx)
Saldo menurut bank yang telah disesuaikan
xxxx

Dalam menyusun rekonsiliasi bank, perusahaan harus membuat jurnal penyesuaian, yang cirinya
adalah salah satu unsur (debet atau kredit) akun kas dan jurnal penyesuaian ini hanya yang
terkait dengan saldo kas perusahaan. Oleh karena itu, penyesuaian yang harus dilakukan ialah
seperti berikut :
Tanggal Keterangan Debet Kredit
- 1. Penagihan oleh bank :
Kas xxx -
Beban Penagihan xxx -
Wesel Tagih Xxx
- 2. beban Jasa Bank :
Beban bank Xxx
Tanggal Keterangan Debet Kredit
Kas Xxx
- 3. Cek yang tidak mencukupi :
Piutang Usaha Xxxx
Kas Xxxx
- 4. Kesalahan ….> Jurnal
Penyesuaiannya tergantung
kesalahan yang dilakukan oleh
perusahaan.
Tabel 7. Jurnal Rekonsiliasi Bank
d. Kasus dan Solusi:
PT. Sachers Ugys telah mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyusun laporan
rekonsiliasi bank per 31 desember 2012. Data tersebut adalah sebagai berikut :
1. Saldo perkiraan cash in bank menurut catatan perusahaan (depositors record) pada tanggal
31 desember 2012 menunjukkan saldo debet sebesar Rp. 6.080.000,- sedangkan rekening
Koran (bank statement) pada tanggal yang sama memperlihatkan saldo kredit sebesar Rp.
5.787.000,-
2. Pembayaran utang kepada PT. Jaya sebesar Rp. 3.650.000,- dengan menyerahkan cek
No.AGH-052, oleh perusahaan dibukukan sebesar Rp. 6.350.000,-
3. Setoran uang ke bank pada tanggal 31 Desember 2012 sebesar Rp. 2.930.000,- baru
dibukukan oleh bank yang bersangkutan pada tanggal 02 Januari 2013.
4. Rekening Koran menunjukkan adanya penerimaannya tagihan dari PT. Graker sebesar Rp.
1.850.000,- pada tanggal 27 Desember 2012. Bank memperhitungkan biaya penagihan
sebesar Rp. 50.000,-
5. Cek yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan tetapi belum diuangkan oleh pemegangnya
sampai dengan tanggal 31 Desember 2012 berjumlah Rp. 2.070.000,-
6. Bunga (jasa giro) yang diberikan bank atas simpanan perusahaan sebesar Rp. 42.000,- belum
dibukukan oleh perusahaan.
7. Bank memberikan nota debet kepada perusahaan atas :
- Tolakan setoran yang berupa cek dari PT. Abadi sebagai pelunasan utangnya sebesar Rp.
850.000,-
- Biaya administrasi bank untuk bulan Desember 2012 adalah sebesar Rp. 25.000,-
8. Setoran perusahaan berupa cek sebesar Rp. 1.550.000,- ternyata dalam rekening Koran bank
malahan dicatat disebelah debet seolah-olah sebagai penarikan uang oleh perusahaan.
Diminta :
a). Buatlah rekonsiliasi saldo bank dan saldo buku untuk mencari saldo cash in bank yang benar
per tanggal 31 Desember 2012 !
b). Membuat ayat jurnal koreksi yang diperlukan !

Solution :
PT. Sachers Ugys
Bank Reconcillition
December, 31,2012

Bank Statement Balance 5.787.000


Deposit In-Transit 2.930.000
Outstanding Check (2.070.000)
Recording Error 3.100.000
Corrected Bank Balance 9.747.000

Depositors Record Balance 6.080.000


Recording Error 2.700.000
Bank collection fees (50.000)
Receivable Collected by Bank 1.850.000
Interest 42.000
Not Sufficient Fund Bank (850.000)
Bank Service Charge 25.000
CorrectedBookBalance 9.747.000
Correcting Journal Entries:
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
1. Cash 11 2.700.000 -
Account Payable 21 - 2.700.000
2. Cash 11 1.850.000 -
Account Receivable 12 - 1.850.000
3. Miscellanneous Adm.Exp 51 75.000 -
Cash 11 - 75.000
4. Cash 11 42.000 -
Interest Income 41 - 42.000
5. Cash 11 850.000 -
Account Receivable 12 - 850.000
Tabel 8. Jurnal Rekonsiliasi Bank
e. Akuntansi Pajak
Sebagaimana telah dijelaskan dalam akuntansi komersial, kas merupakan aktiva yang paling
lancer meliputi uang logam, uang ketas, cek, wesel pos, dan simpanan kas di bank yang tersedia
untuk penarikan. Kas mencerminkan informasi tentang saldo uang kas yang ada di tangan
maupun simpanan uang kas di bank yang dimiliki perusahaan, sedangkan setara kas adalah
investasi jangka pendek dan deposito yang sangat likuid yang dapat dikonversi atau dicairkan
menjadi uang kas dalam jangka waktu yang sangat segera, biasanya kurang dari atau sama
dengan tiga bulan (90 hari).
Perlakuan akuntansi untuk kas dan setara kas tidak diatur tersendiri dalam undang-undang
perpajakan sehingga mengikuti ketentuan akuntansi komersial. Penyajian kas di dalam neraca
komersial ataupun neraca fiscal dicantumkan sebesar nilai nominalnya. Apabila terdapat kas dan
bank dalam mata uang asing, maka kurs yang biasa digunakan adalah nilai kurs tetap (historis)
atau kurs pada tanggal neraca. Pengunaan salah satu dari kedua kurs tersebut harus dilakukan
secara konsisten (taat asas); dengan kata lain apabila perusahaan memutuskan untuk
menggunakan kurs tetap, maka nilai kurs tetap inilah yang akan terus dipergunakan dalam
menyajikan kas dan bank di neraca komersial ataupun neraca fiskal.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas
Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SErtifikat Bank Indonesia jo. KMK-51/KMK-
04/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta
Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, penghasilan dalam bentuk bunga yang didapat dari deposito
atau tabungan, yang ditempatkan pada bank yang didirikan di dalam negeri maupun di luar
negeri melalui cabangnya di Indonesia, termasuk jasa giro serta diskonto SBI, Kecuali Wajib
Pajak orang pribadi yang selurh penghasilannya dalam satu tahun pajak termasuk bunga dan
diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dikenakan PPh final sebesar
20% dari jumlah bruto.
Penghasilan atas bunga deposito atau tabungan, diskonto SBI, dan jasa giro dipotong oleh bank
pembayar pada saat pembayaran atau pembebanan biaya dilakukan. Nantinya pihak bank
tersebut akan membayar atau menyetor PPh final ke kas Negara dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan
menggunakan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2). Pihak bank (selaku pemotong) wajib
menyetorkan PPh final tersebut paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir dan melaporkannya paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Dengan menggunakan metode neto (sesuai dengan Buku Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh
Badan), penghasilan bunga dicatat sebesar jumlah bersihnya (80% dari jumlah bruto). Perlakuan
akuntansi pajak untuk jasa giro dan bunga deposito sama seperti perlakuan akuntansi pajak untuk
bunga tabungan, yaitu dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto. Karena penghasilan
ini terkena PPh final, maka memerlukan koreksi negatif dalam rekonsiliasi fiskal pada akhir
tahun. Hal ini berarti bahwa penghasilan bunga yang sudah dipotong pajak (yang masuk dalam
perhitungan laba rugi sebagai penambah laba akuntansi) tidak lagi dimasukkan dalam
perhitungan laba fiskal. Oleh sebab itu, penghasilan bersih dari bunga tersebut haruslah
dikurangkan dari laba akuntansi untuk mendapatkan laba fiskal. Koreksi negatif adalah koreksi
pajak yang akan membuat laba fiskal menjadi lebih kecil disbanding laba akuntansi.
Untuk mengilustrasikan pembukuan atas penghasilan bunga dengan menggunakan metode neto,
misalkan bahwa PT.HIjau Daun memperoleh jasa giro sebesar Rp. 2.000.000,- (jumlah
penghasilan bruto). Penghasilan bunga ini dipotong PPh final sebesar Rp. 400.000,-. Adapun
ayat jurnal yang akan dibuat oleh PT. Hijau Daun untuk membukukan penghasilan bersihnya
(dengan menggunakan metode neto) atas jasa giro yang diterimanya tersebut adalah:
Tgl Keterangan P/R Debet Kredit
Kas di Bank - Rp. 1.600.000,- -
Pendapatan Bunga - - Rp. 1.600.000,-
Tabel 9. Jurnal Metode Neto
Masih dalam contoh yang sama, jika metode bruto digunakan untuk membukukan penghasilan
bunga di atas maka ayat jurnal yang perlu dibuat oleh PT. HIjau Daun akan menjadi:
Tgl Keterangan P/R Debet Kredit
Kas di Bank - Rp. 1.600.000,- -
PPh Pasal 4 ayat (2) - Rp. 400.000,- -
Pendapatan Bunga - - Rp. 2.000.000,-
Tabel 10. Jurnal Metode Bruto
Dengan menggunakan metode bruto, PPh Final sebesar Rp. 400.000,- ini diperlakukan sebagai
beban (yaitu beban operasional) dengan klasifikasi beban umum dan administrasi.

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. PT. Dinamika telah membuka pada Bank Lipo sejak awal tahun 2008. Untuk yang kesekian
kalinya, per 30 Juni 2012 perusahaan menerima rekening Koran bank yang menunjukkan
saldo kredit sebesar Rp. 100.210.000,- sedangkan menurut catatan (pembukuan) perusahaan
pada tanggal yang sama menunjukkan saldo debet sebesar Rp. 108.020.000,- . setelah diteliti
oleh bagian akuntansi, ternyata selisih saldo tersebut disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
2. pembayaran utang usaha kepada PT. Bhineka Cakra sebesar Rp. 48.000.000,- telah didebet
oleh bank sesuai perintah direktur utama perusahaan, namun bagian akuntansi perusahaan
belum membukukannya hingga per 30 Juni 2012.
3. penarikan cek sebesar Rp. 16.000.000,- oleh CV.Multi Bara Dinamika telah keliru didebet
oleh bank ke rekening perusahaan.
4. setoran cek ke bank senilai Rp. 20.000.000,- sebagai hasil penagihan piutang pada bulan Juni
2012 dari PT. Mahyus Ekananda dikembalikan (ditolak) oleh bank karena tidak ada dananya.
5. wesel bayar dari PT. Intan Berlian dengan nilai nominal sebesar Rp. 95.000.000,- dan
bunganya sebesar Rp. 1.004.000,- yang diserahkan kepada bank untuk ditagihkan telah
berhasil diterima uangnya lewat bank, disamping itu, bank juga mendebet biaya penagihan
sebesar Rp. 400.000,- Bagian akuntansi perusahaan belum membukukan transaksi ini.
6. setoran cek yang diterima dari PD.Marchella Jaya sebesar Rp. 44.600.000,- telah dicatat
dalam pembukuan perusahaan sebesar Rp. 46.400.000,-
7. setoran cek senilai Rp. 41.814.000,- pada tanggal 30 Juni baru dicatat oleh bank pada tanggal
2 Juli bulan berikutnya.
8. pembayaran utang kepada PT. Rama Suci dengan cek senilai Rp. 16.000.000,- ternyata belum
dicairkan sampai dengan tanggal 30 Juni oleh PT. Rama Suci tersebut.
9. pengambilan uang oleh perusahaan sebesar Rp. 50.400.000,- telah keliru didebet oleh bank
sebesar Rp. 45.000.000,-
10. bank telah mendebet rekening perusahaan sebesar Rp. 800.000,- untuk beban administrasi
bulan Juni 2012 dan mengkredit sebesar Rp. 3.600.000,- untuk pendapatan jasa giro.
Diminta :
a. buatlah rekonsiliasi saldo bank dan saldo buku untuk mencari saldo cash in bank yang benar
per tanggal 30 Juni 2012!
b. membuat ayat jurnal koreksi yang diperlukan!

D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
5.Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia.
1. Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
2. Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam.
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan.

E.GLOSARIUM
1. Kas : aktiva lancar yang meliputi uang kertas/logam dan benda-benda lain yang dapat
digunakan sebagai media tukar/alat pembayaran yang sah dan dapat diambil setiap saat. Yang
termasuk dalam kas (cash): uang tunai dalam bentuk kertas/logam.
2. Kas Kecil (Petty Cash): uang tunai yang disediakan untuk membayar pengeluaran-
pengeluaran yang jumlahnya relative kecil dan tidak ekonomis bila dibayar dengan cek.
3. Pengendalian Internal : rencana, metode, prosedur, dan kebijakan yang didesain oleh
manajemen untuk member jaminan yang memadai atas tercapainya efisiensi dan efektivitas
operasional, kehandalan pelaporan keuangan, pengamanan terhadap aset, ketaatan/kepatuhan
terhadap undang-undang, kebijakan dan pearaturan lain.
4. Rekonsiliasi Bank : suatu prosedur pengendalian terhadap kas di Bank dengan
membandingkan catatan kas perusahaan secara periodic Bank mengirimkan laporan berupa
kas statement yang berisi semua transaksi penyetoran selama periode tertentu.
PERTEMUAN 6: PIUTANG USAHA DAN
ASPEK FISKAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat mengerti tentang piutang
usaha dan aspek fiskal. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan mengenai pengertian
piutang usaha, pengakuan piutang usaha, penilaian pelaporan piutang usaha, metode
penghapusan piutang usaha, akuntansi wesel tagih, dan piutang usaha dari aspek fiskal. .

B. URAIAN MATERI
1. Piutang usaha
Piutang (receivable) mengandung pengertian klaim terhadap sejumlah uang yang diharapkan
akan diperoleh pada masa yang akan datang. Jenis piutang, antara lain, ialah : piutang dagang
(account receivable), wesel tagih/bayar (notes receivable), dan piutang lain (other receivable).
Akuntansi atas piutang secara umum dibagi menjadi: akuntansi untuk pengakuan (recognition),
akuntansi untuk penilaian dan pelaporan (valuation and reporting), dan akuntansi untuk
pelepasan (disposal).
Akuntansi untuk Piutang Dagang (Account Receivable)
1. Pengakuan Piutang Dagang
Akuntansi untuk pengakuan piutang dagang sangat terkait dengan penjualan kredit barang
dagangan. Jurnal-jurnal yang terkait dengan pengakuan account receivable adalah sebagai
berikut :
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
1. Saat terjadi penjualan secara
kredit : xxxx -
Piutang usaha (account receivable) - Xxxx
Penjualan (sales)
2. Saat barang dagangan
dikembalikan xxxx -
Retur dan potongan penjualan - Xxxx
(return & discount sales)
Piutang usaha
3. Saat penagihan kas dalam periode
diskon : xxxx -
Kas xxxx -
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
Potongan penjualan - Xxxx
Piutang usaha
(2/10,n/30)
4. Saat penagihan kas diluar periode
diskon :
Kas xxxx -
Piutang usaha - Xxxx
Tabel 11. Jurnal Piutang Usaha
2. Penilaian dan Pelaporan Piutang Dagang
Piutang dagang (account receivable) dinilai dan dilaporkan sebesar nilai kas yang diharapkan
akan diperoleh pada masa yang akan datang (net realizable value). Dalam menentukan
penghapusan piutang ada dua metode, yaitu :
a. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write off Method)
Jumlah piutang merupakan bagian yang relatif kecil dari total aktiva lancarnya. Dalam hal
demikian, lebih baik menangguhkan pengakuan atas ketidaktertagihan sampai periode yang
jumlah tersebut dianggap tidak berharga dan benar-benar dihapuskan sebagai beban.
Jurnal untuk menghapuskan suatu perkiraan piutang tak tertagih sebagai berikut :
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
Beban piutang tak tertagih (bad xxx -
debt expense/doubtfull - Xxx
acc.expense)
Piutang usaha (A/R)
Piutang xxx -
Beban piutang tak tertagih - Xxx
Kas
Piutang
Tabel 12. Jurnal Piutang Usaha Penghapusan Langsung
Apabila suatu piutang yang telah dihapuskan dikemudian hari dapat ditagih kembali, maka
piutang tersebut harus ditimbulkan.
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
Piutang usaha xxx -
Beban piutang tak tertagih - xxx

Pada saat menerima kas


Kas xxx -
Piutang usaha - Xxx
b. Metode Penyisihan (Allowance for Doubtful account Method)
Nilai yang dapat direalisasi merupakan nilai piutang dikurangi dengan estimasi penyisihan
piutang tak tertagih (allowance for doubtful accounts). Allowance for doubtful accounts dapat
ditentukan dengan dua pendekatan, seperti berikut :
1. Pendekatan Laba Rugi (Income Statement Approach)
Estimasi penyisihan piutang tak tertagih dihitung dengan cara mengalikan persentase tertentu
dengan penjualan kredit tahun berjalan.
Penyisihan piutang tak tertagih = % x Penjualan Kredit
Jurnal untuk mencatat penyisihan piutang tak tertagih tersebut adalah sebagai berikut :
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
Beban piutang tak tertagih xxx -
Penyisihan piutang tak - Xxx
tertagih
Tabel.13. Jurnal Piutang Usaha Metode Penyisihan
Pada saat piutang sdh benar2 tidak dpt ditagih dan manajemen memutuskan penghapusan
piutang,maka jurnalnya :
1. Pendekatan Neraca (Balance Sheet Approach)
Estimasi penyisihan piutang tak tertagih dihitung berdasarkan saldo piutang berdasarkan
analisis umur piutang (aging schedule analysis).
Analisis umur piutang tanggal 31 Desember 2001 dapat digambarkan sbb :
2. Pelepasan Piutang Dagang
Piutang dagang yang belum jatuh tempo dapat digunakan sebagai sumber kas bagi
perusahaan dengan melakukan :
a. Penjualan piutang dagang (factoring), yaitu dengan cara menjual
piutang dagang sebelum jatuh tempo, maka perusahaan akan memperoleh kas. Jurnal
untuk mencatat factoring adalah :
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
Kas xxx -
Beban lain-lain xxx -
Piutang usaha - Xxx
b. Menjaminkan untuk memperoleh pinjaman (assignment), yaitu
dengan cara seperti ini perusahaan akan memperoleh kas dari pinjaman pada lembaga
keuangan dengan jaminan piutang yang dimiliki. Utang kepada lembaga keuangan akan
dibayar dengan hasil penagihan piutang kepada pelanggan. Jurnal yang digunakan untuk
mencatat transaksi tersebut antara lain :
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
1. Saat menjaminkan
piutang : xxx -
Kas xxx -
Beban lain-lain - Xxx
Wesel bayar

2. Saat memperoleh hasil


penagihan : xxx -
Kas - Xxx
Piutang usaha
3. Saat membayar utang
plus bunga : Xxx -
Wesel bayar Xxx -
Beban bunga - Xxx
Kas

Akuntansi untuk Wesel Tagih (Notes Receivable)


Wesel tagih merupakan klaim terhadap bukti surat utang dari pihak ketiga secara formal.
Akuntansi atas wesel tagih terdiri atas hal-hal berikut :
1. Pengakuan Wesel Tagih
Wesel tagih biasanya timbul dari piutang dagang yang telah jatuh tempo, kemudian
pelanggan belum membayar dan mengeluarkan surat wesel. Misalnya : wesel tagih
tertanggal 12 September 2010 dari PT. Ikrar senilai Rp. 500.000,- jangka waktu 90 hari,
bunga 10% maka tanggal jatuh tempo dapat dihitung sebagai berikut :
Jangka waktu wesel bayar = 90 hari
September (30-12) = 18 hari
Oktober = 31 hari
November = 30 hari
= (79 hari)
Desember = 11 hari
Jadi tanggal jatuh tempo wesel ialah pada tanggal 11 Desember 2010.

Bunga atas wesel dapat dihitung dengan formula :

Bunga = Nilai Nominal x Tingkat Bunga x Jangka Waktu Wesel

= Rp. 500.000,- x 10% x 90/360 = Rp. 12.500,-

Jurnal saat pengakuan wesel tagih (Notes Receivable)


Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
Wesel tagih Xxx -
Piutang usaha - Xxx

2. Penilaian Wesel Tagih (Valuation of Note Receivable)


Wesel tagih dinilai dan dilaporkan sebesar nilai yang dapat direalisasi (net realizable value)
dan pada prinsipnya sama seperti piutang dagang
3. Pelepasan Wesel Tagih (Disposal of Note Receivable)
Pada saat jatuh tempo terdapat dua kemungkinan kolektibilitas kas atas suatu wesel, yaitu
sebagai berikut :
a. Debitur mampu membayar (honor of note receivable)
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
Kas xxx -
Wesel tagih - xxx
Pendapatan bunga - xxx
b. Debitur tidak mampu membayar (dishonor of note receivable)
1) Masih ada harapan pembayaran
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
Piutang usaha Xxx -
Wesel tagih - xxx
Pendapatan bunga - xxx

2) Tidak ada harapan pembayaran


Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
Beban piutang tak tertagih Xxx -
Wesel tagih - Xxx
Jika wesel tagih (note receivable) dijual sebelum jatuh tempo, pencatatannya sama seperti pada
piutang usaha (account receivable

Contoh Soal/Kasus Piutang Usaha


Perusahaan menggunakan metode pencadangan dalam mencatat besarnya piutang usaha yang
tidak dapat ditagih. Pada tanggal 31 Maret 2008, neraca PT. Chatar Gichaki menunjukkan saldo
bersih piutang usaha sebesar Rp. 88.000.000,- dimana di dalamnya sudah memperhitungkan
cadangan piutang tak tertagih sebesar Rp. 27.000.000,- .
Transaksi-transaksi yang terjadi selama bulan April 2008, terkait dengan saldo piutang usaha,
adalah sebagai berikut :
a) Telah terjadi penjualan sebesar Rp. 646.200.000,- di mana 30% nya merupakan penjualan
tunai, sedangkan sisanya dilakukan secara kredit.
b) Terdapat penagihan piutang usaha sebesar Rp. 291.000.000,-
c) Piutang usaha sebesar Rp. 30.340.000,- tidak dapat ditagih dan disetujui oleh pejabat
perusahaan yang berwenang untuk dihapuskan.
Diminta :
a) Buatlah ayat jurnal untuk mencatat transaksi-transaksi yang telah terjadi selama bulan April
2008 di atas!
b) Buatlah ayat jurnal penyesuaian pada tanggal 30 April 2008 apabila besarnya estimasi atas
beban piutang tak tertagih ditetapkan sebesar 2% dari total penjualan kredit!
c) Sajikanlah piutang usaha di neraca pada tanggal 30 April 2008!
d) Dengan mengabaikan pertanyaan nomor 2 dan 3 di atas, dan jika seandainya cadangan piutang
tak tertagih ditetapkan sebesar 2% dari saldo bruto piutang usaha, maka buatlah ayat jurnal
penyesuaian yang diperlukan pada tanggal 30 April 2008 untuk mencatat besarnya estimasi
atas beban piutang tak tertagih!

Solution 1 :
a) Cash 193.860.000 -
Account Receivable 452.340.000 -
Sales - 646.200.000
b) Cash 291.000.000 -
Account Receivable - 291.000.000
Allowance for doubtful account 30.340.000 -
Account Receivable - 30.340.000
c) Bad debt expense 9.046.800 -
Allowance for doubtful account - 9.046.800
Note :
452.340.000 x 2% = 9.046.800
d) Account Receivable = 246.000.000
Allowance for doubtful account =( 5.706.800)
Account Receivable = 240.293.200
Note :
Account Receivable =
452.340.000-291.000.000-30.340.000+88.000.000+27.000.000 = 246.000.000
Account Receivable = 452.340.000 x 2% = 9.046.800-3.340.000 = 5.706.800
e) Bad debt expense 8.260.000 -
Allowance for doubtful account - 8.260.000
Noted :
(246.000.000x0,02)+3.340.000 =8.260.000

C. Putang Usaha dari Aspek Akuntansi Pajak


Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 telah mengatur perihal
pembebanan biaya atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Berdasarkan ketentuan
tersebut, penghapausan piutang yang nyata-nyata tidak dapat dilakukan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak.
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang Negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang (pembebanan utang) antara kreditor dan debitor yang bersangkutan; atau
telah dipublikasikan dalam sebuah penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari
debitor bahwa utangnya telah dihapuskan sebesar jumlah tertentu.
Terkait dengan metode penghapusan piutang usaha, metode hapus langsung merupakan metode
yang diwajibkan (diharuskan) untuk tujuan perhitungan pajak penghasilan (income tax purposes)
dan tidak diperbolehkan menggunakan metode penyisihan. Sebagaimana yang telah dijelaskan
pada bagian sebelumnya, ketika metode hapus langsung digunakan, beban kredit macet atau
beban piutang yang tidak ditagih hanya akan dicatat atau diakui apabila benar-benar (realitas)
telah terjadi pelanggan tertentu yang menyatakan tidak bisa membayar (actual loss), bukan
berdasarkan pada kerugian estimasi. Jadi, pada saat perusahaan mendapati bahwa pelanggan
tertentunya tidak bisa membayar maka pada saat itulh perusahaan akan menghapus langsung
piutang usahanya atas pelanggan tertentu di sebelah kredit (tanpa melakukan penyisihan terlebih
dahulu) dan membebankannya di sebelah debet sebagai beban kredit macet atau beban piutang
yang tidak dapat ditagih. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPh Nomor 36
Tahun 2008 jo. PMK-81/PMK.03/2009 menyatakan bahwa perusahaan tidak diperkenankan
untuk melakukan pembentukan atau pemupukan dana cadangan (penyisihan) yang akan
dibebankan sebagai biaya, Kecuali:
a.Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan
anjak piutang;
b.Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha asuransi, termasuk cadangan bantuan social yang
dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan social (BPJS);
c.Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan (LPS);
d.Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
e.Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
f.Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha
pengolahan limbah industri.
Aspek akuntansi pajak lainnya dari piutang usaha, selain menyangkut penghapusan dan
penyisihan piutang tak tertagih adalah terkait dengan pendapatan bunga yang dihasilkan dari
piutang wesel. Pendapatan bunga yang dihasilkan dari piutang wesel dikenakan PPh Pasal 23
dengan tariff 15% dari penghasilan bruto. PPh Pasal 23 ini tergolong pajak yang dibayar di
muka, di mana pada akhir tahun pajak pihak yang menerima penghasilan dapat mengkreditkan
pajak yang dibayar di muka tersebut menghitung besarnya PPh kurang bayar atau PPh lebih
bayar. Khusus untuk bank, berdasarkan Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23
ayat (4), bunga yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23 adalah bunga yang diterima oleh
bank karena penghasilan bunga tersebut bagi pihak bank merupakan penghasilan utama bank
(penghasilan yang didapatkan sehubungan dengan aktivitas inti/sentral atau aktivitas normal
bisnis bank) sehingga pajaknya akan diperhitungkan tersendiri sebagai PPh Badan.

D. LATIHAN SOAL/TUGAS
Perusahaan menggunakan metode pencadangan/penyisihan dalam mencatat besarnya piutang
usaha yang tidak dapat ditagih. Pada tanggal 31 Maret 2008, neraca PT. Chatar Gichaki
menunjukkan saldo bersih piutang usaha sebesar Rp. 88.000.000,- dimana di dalamnya sudah
memperhitungkan cadangan piutang tak tertagih sebesar Rp. 27.000.000,- . Transaksi-transaksi
yang terjadi selama bulan April 2008, terkait dengan saldo piutang usaha, adalah sebagai berikut
:
a). Telah terjadi penjualan sebesar Rp. 646.200.000,- di mana 30% nya merupakan penjualan
tunai, sedangkan sisanya dilakukan secara kredit.
b). Terdapat penagihan piutang usaha sebesar Rp. 291.000.000,-
c). Piutang usaha sebesar Rp. 30.340.000,- tidak dapat ditagih dan disetujui oleh pejabat
perusahaan yang berwenang untuk dihapuskan.
Diminta :
a). Buatlah ayat jurnal untuk mencatat transaksi-transaksi yang telah terjadi selama bulan April
2008 di atas!
b). Buatlah ayat jurnal penyesuaian pada tanggal 30 April 2008 apabila besarnya estimasi atas
beban piutang tak tertagih ditetapkan sebesar 2% dari total penjualan kredit!
c). Sajikanlah piutang usaha di neraca pada tanggal 30 April 2008!
d). Dengan mengabaikan pertanyaan nomor 2 dan 3 di atas, dan jika seandainya cadangan
piutang tak tertagih ditetapkan sebesar 2% dari saldo bruto piutang usaha, maka buatlah
ayat jurnal penyesuaian yang diperlukan pada tanggal 30 April 2008 untuk mencatat
besarnya estimasi atas beban piutang tak tertagih!

D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
5.Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
6.Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
7.Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
8.Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan

E.GLOSARIUM
1. Piutang : salah satu jenis transaksi akuntansi yang mengurusi penagihan konsumen yang
berhutang pada seseorang, suatu perusahaan, atau suatu organisasi untuk barang dan layanan
yang telah diberikan pada konsumen tersebut.
2. Piutang usaha : suatu jumalh pembelian kredit dari pelanggan. Piutang timbul sebagai akibat
dari penjualan barang atau jasa. Piutang ini biasanya diperkirakan akan tertagih dalam waktu
30 sampai 60 hari. Secara umum, jenis piutang ini merupakan terbesar yang dimiliki
perusahaan.
3. Wesel tagih : surat pengakuan hutang yang diterbitkan oleh pelanggan sehingga wesel tagih
bersifat lebih lancar daripada piutang dagang.
4. Piutang lain-lain : piutang lain-lain terdiri dari piutang karyawan, piutang bunga, piutang
deviden, dan piutang antar perusahaan.
5. Potongan : memberikan potongan dalam hal membeli dalam skala besar dan sifatnya
musiman, yaitu adanya pada saat promosi.
6. Potongan tunai : potongan harga yang diberikan apabila pembayaran dilakukan lebih cepat
dari jangka waktu kredit yang disepakati.
7. Metode penghapusan langsung : metode penghapusan piutang yang lansung dihapus dari
saldo piutang perusahaan jika piutang tersebut telah benar-benar tidak dapat ditagih setelah
dilakukan upaya-upaya penagihan.
8. Metode penyisihan : metode yang digunakan oleh suatu perusahaan yang menyisihkan
piutang dagangnya sebagai cadangan piutang ragu-ragu atau cadangan piutang tak tertagih.
PERTEMUAN 7: PERSEDIAAN BARANG DAN ASPEK FISKAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat mengerti tentang persediaan
barang. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan mengenai pos-pos aktiva lancar seperti
persediaan barang tentang sistem pencatatan persediaan, sistem persediaan periodik, dan
penilaian persediaan.

B. URAIAN MATERI
Persediaan pada perusahaan dagang adalah barang-barang yang dimiliki untuk dijual dalam
kegiatan normal perusahaan. Persediaan pada perusahaan manufaktur adalah barang-barang yang
sedang diproduksi pada perusahaan manufaktur dan terbagi atas barang jadi (finished goods).
Barang dalam proses (goods in process), dan bahan baku (raw material).
a. Sistem Pencatatan Persediaan (Inventory System)
b. Sistem Persediaan Periodik (periodic inventory system)
Pada akhir periode akuntansi dengan menggunakan sistem pencatatan periodik harus melakukan
pengecekan fisik terhadap persediaan (stock opname of inventories) dengan cara mengukur dan
menghitung berapa jumlah barang yang ada di gudang. Sistem pencatatan ini pada akhir periode
dibutuhkan ayat jurnal penyesuaian, yaitu sebagai berikut :
Untuk persediaan awal :
Tanggal Keterangan Debet Kredit
Ikhtisar laba rugi (income summary) xxx -
Persediaan (inventories) - Xxx
Tabel 14. Jurnal Persediaan Barang Awal
Untulk persediaan akhir :
Tanggal Keterangan Debet Kredit
Persediaan (inventories) xxx -
Ikhtisar laba rugi (income - Xxx
summary)
Tabel 15. Jurnal Persediaan Barang Akhir
1). Sistem Persediaan Perpectual (perpectual inventory system)
Sistem pencatatan perpectual selalu membuat catatan setiap terjadinya mutasi persediaan
(pembelian, penjualan (K), ataupun retur penjulan (D),potongan penjualan (D).
2). Penilaian Persediaan (valuation invetories)
Penilaian persediaan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema sebagai berikut :

Gambar.2 Penilaian Persediaan Barang


Dari skema di atas dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut :
a). Penilaian dengan pendekatan Arus Harga Pokok (Cost Basis Flow Approach)
Dalam pendekatan ini terdapat dua sistem pencatatan persediaan, yaitu sistem periodik dan
sistem perpectual yang masing-masing ada tiga cara penilaian persediaan, yaitu sebagai
berikut :
(1). Masuk pertama keluar pertama (FIFO=First in first out)
Metedo ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan awal (pertama) masuk akan
dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dengan nilai perolehan
persediaan yang terakhir masuk (dibeli). Metode ini cenderung menghasilkan persediaan yang
nilainya tinggi dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan yang dibeli.
(2). Masuk terakhir keluar pertama (LIFO= last in first out)
Metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan terakhir masuk akan dijual
(digunakan) terlebih dahulu, sehingga inventory akhir dinilai dan dilaporkan berdasarkan nilai
perolehan persediaan awal (pertama) masuk atau dibeli. Metode ini cenderung menghasilkan
nilai persediaan akhir yang rendah dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan yang rendah.
(3). Metode rata-rata (Average method)
Dengan menggunakan metode ini nilai persediaan akhir akan menghasilkan nilai antara nilai
persediaan FIFO method dan nilai persediaan LIFO method. Metode ini juga akan berdampak
pada nilai harga pokok penjualan dan laba kotor.
b). Penilaian Persediaan Selain Arus Harga Pokok
Dalam pendekatan ini terdapat tiga metode yang dikenal secara luas. Yaitu sebagai berikut :
(1). Metode harga terendah antara harga pokok dan harga pasar (lower cost or market)
Kadang-kadang, nilai persediaan yang lama menjadi turun sebagai akibat dari perubahan
teknologi dan mode yang berkembang dengan sangat pesat. Ketika harga pokok untuk membeli
barang yang sama pada saat ini (harga pasar) lebih kecil dibandingkan dengan harga perolehan
(cost) pada saat barang pertama kali dibeli, maka metode harga yang terendah antara harga
perolehan dengan harga pasar (lower of cost or market method) digunakan untuk penilaian
persediaan. Harga pasar yang digunakan di dalam metode LCM adalah harga pokok untuk
membeli barang yang sama pada saat ini dari pemasok yang biasa dan dalam jumlah yg biasa.
Jadi, harga pasar yang dimaksud dalam metode LCM ini adalah bukan merupakan harga jual
(selling price) atau nilai keluar (exit value, output value) akan tetapi merupakan harga barang
pengganti saat ini (current replacement cost), yang kadang-kadang dikenal sebagai biaya masuk
(entry cost, input cost). Untuk lebih jelas, harga barang pengganti saat ini merupakan harga
pokok untuk menggantikan barang yg sama pada tanggal dimana persediaan dilaporkan
sedangkan harga pokok pada saat persediaan pertama kali dibeli merupakan biaya historis
(historical cost). Metode ini juga sering disebut dengan COMWIL (cost or market whichever is
lower). Metode ini dapat diterapkan dalam kondisi persediaan tidak normal. Misalnya cacat,
rusak, dan kadaluwarsa. Inti metode ini adalah membandingkan nilai yang lebih rendah antara
nilai pasar (replacement value) dan nilai perolehan (cost). Nilai pasar yang akan dipilih harus
dibatasi, yaitu tidak boleh lebih rendah dari batas bawah (floor limit) dan tidak boleh lebih tinggi
dari batas atas (ceiling limit). Untuk mengilustrasikan penerapan metode LCM (Lower Cost or
Market), perhatikan contoh berikut :

Komoditas Harga Harga Pasar LCM


Perolehan
Kategori A :
Produk X Rp. 60.000.000,- Rp. 55.000.000,- Rp. 55.000.000,-
Produk Y Rp. 45.000.000,- Rp. 52.000.000,- Rp. 45.000.000,-
Kategori B :
Produk Z Rp. 48.000.000,- Rp. 45.000.000,- Rp. 45.000.000,-
Produk Y Rp. 15.000.000,- Rp. 14.000.000,- Rp. 14.000.000,-
Total Rp. Rp. Rp.
168.000.000,- 166.000.000,- 159.000.000,-
Tabel 16. Metode LCM
(a). Jika metode LCM diterapkan ke setiap item persediaan, maka besarnya persediaan yang akan
dilaporkan dalam neraca adalah Rp. 159.000.000,- dan besarnya kerugian akibat penurunan nilai
pasar yang akan dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pengurang laba bersih adalah Rp.
9.000.000,- (Rp. 168.000.000,- - Rp. 159.000.000,-).
(b). Jika metode LCM diterapkan ke kelompok atau kategori utama dari item persediaan, maka
besarnya persediaan yang akan dilaporkan dalam neraca adalah Rp. 164.000.000,- (Rp.
105.000.000,- + Rp. 59.000.000,-) dan besarnya kerugian akibat penurunan nilai pasar yang akan
dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pengurang laba bersih adalah Rp. 4.000.000,- (Rp.
168.000.000,- - Rp. 164.000.000,-).
(c). Jika metode LCM diterapkan ke persediaan secara keseluruhan, maka besarnya persediaan
yang akan dilaporkan dalam neraca adalah Rp. 166.000.000,- dan besarnya kerugian akibat
penurunan nilai pasar yang akan dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pengurang laba
bersih adalah Rp. 2.000.000,- (Rp. 168.000.000,- - Rp. 166.000.000,-).
(2). Metode laba kotor (gross profit method)
Metode penilaiaan persediaan ini bersifat estimasi. Biasanya ditetapkan karena keterbatasan
dokumen yang terkait dengan persediaan, misalnya terjadi bencana kebakaran dan banjir.
Penilaian persediaan mendasarkan pada persentase laba kotor perusahaan tahun berjalan atau
rata-rata selama beberapa tahun.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah :
(a). mengestimasi nilai penjualan tahun berjalan,
(b). menghitung harga pokok penjualan berdasarkan pada persentase laba kotor yang telah
diketahui, dan
(c). Menghitung estimasi nilai persediaan akhir dengan menggunakan harga pokok penjualan
terhadap penjualan.
Untuk mengilustrasikan aplikasi dari metode laba kotor, perhatikanlah contoh berikut ini dari PT.
Cadira Lestari Makmur :
Saldo persediaan awal, 1 Januari Rp. 250.000.000,-
Penjualan bersih selama bulan Januari Rp. 500.000.000,-
Harga pokok barang yg dibeli selama bulan Januari Rp. 400.000.000,-
Persentase laba kotor periode lalu (data historis) 40%
PT. Cadira Lestari Makmur sedang akan menyiapkan laporan keuangan 31 Januari dan memilih
menggunakan teknik estimasi untuk menghitung besarnya persediaan akhir daripada melakukan
penghitungan fisik atas persediaannya. Persentase laba kotor periode lalu sebesar 40% akan
digunakan untuk menentukan besarnya estimasi laba kotor bulan Januari, yang kemudian
selanjutnya memungkinkan untuk melakukan penghitungan atas besarnya estimasi harga pokok
penjualan dan persediaan akhir.
Penjualan bersih (aktual) Rp. 500.000.000,- (100%)
Harga pokok penjualan (estimasi) (Rp. 300.000.000,-) (60%)
Laba kotor (estimasi) Rp. 200.000.000,- (40%)
Setelah besarnya estimasi harga pokok penjualan diperoleh, estimasi persediaan akhir dapat
dihitung dengan cara :
Persediaan awal (aktual) Rp. 250.000.000,-
Harga pokok barang yang dibeli (aktual) Rp. 400.000.000,-
Harga pokok barang yg tersedia utk dijual(aktual) Rp. 650.000.000,-
Harga pokok penjualan (estimasi) (Rp. 300.000.000,-)
Persediaan akhir (estimasi) Rp. 350.000.000,-
Besarnya estimasi persediaan akhir ini sekarang dapat digunakan dalam laporan keuangan 31
Januari atau dapat dibandingkan dengan catatan persediaan perpectual (jika ada), atau juga dapat
digunakan sebagai dasar dalam penghitungan klaim asuransi jika seandainya saja musibah terjadi
atas persediaan. Sebagai catatan, besarnya harga pokok dari barang yang dibeli ini merupakan
penjumlahan antara besarnya pembelian bersih (pembelian dikurangi dengan potongan
pembelian dan retur pembelian serta penyesuaian harga beli) dengan besarnya ongkos angkut
masuk.
(3). Metode eceran (retail method)
Metode eceran menilai persediaan akhir dengan cara menghitung terlebih dahulu nilai persediaan
akhir berdasarkan eceran. Nilai persediaan akhir dengan harga pokok akan diketahui dengan cara
menghitung rasio antara nilai persediaan yang tersedia untuk dijual dengan pendekatan harga
pokok dibandingkan dengan pendekatan ritel. Kemudian rasio yang diperoleh dikalikan dengan
persediaan akhir yang dinilai dengan pendekatan eceran dapat diformulasikan sebagai berikut :

Ikhtisar Rumus :
(a). Persentase harga pokok (harga perolehan) =
Harga pokok dari barang yg tersedia untuk dijual menurut harga perolehan
dibagi dengan
Harga pokok dari barang yang tersedia untuk dijual menurut harga eceran

(b). Nilai persediaan akhir menurut harga eceran =


Harga pokok dari barang yang tersedia untuk dijual menurut harga
eceran
Dikurangi dengan
Penjualan bersih sepanjang periode

(c). Nilai persediaan akhir menurut estimasi harga pokok (harga perolehan) =
Persentase harga pokok (harga perolehan)
Dikalikan dengan
Nilai persediaan akhir menurut harga eceran

Untuk mengilustrasikan aplikasi dari metode harga eceran, perhatikanlah contoh berikut ini :
Harga Pokok Harga Eceran
Saldo persediaan awal, 1 Januari Rp. 30.000.000,- Rp. 50.000.000,-
Harga pokok barang yang dibeli
selama Januari Rp. 30.000.000,- Rp. 40.000.000,-
Harga pokok barang yg tersedia untuk
dijual Rp. 60.000.000,- Rp. 90.000.000,-
Persentase harga pokok (60. Jt : 90 jt)
= 66,7%
Penjualan bersih selama bulan Januari
Persediaan akhir menurut harga (Rp. 65.000.000,-)
eceran
Persediaan akhir menurut estimasi Rp. 16.675.000,- (Rp. 25.000.000,-)
harga pokok

Tabel 17. Metode Eceran

 (Rp. 16.675.000,- = Rp. 25.000.000,- x 66,7%)

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
Dibawah ini terdapat catatan mengenai persediaan PT. Marko selama bulan Nopember 2011
sebagai berikut :
01/11/2011 Persediaan awal 100 unit@ Rp. 10,00
05/11/2011 Pembelian 500 unit@ Rp. 12,00
12/11/2011 Pembelian 100 unit@ Rp. 15,00
22/11/2011 Penjualan 300 unit@ Rp. 25,00
27/11/2011 Pembelian 100 unit@ Rp. 20,00
30/11/2011 Penjualan 50 unit@ Rp. 30,00
Diminta :
Tentukan nilai persediaan akhir, HPP, dan Laba kotor jika diasumsikan perusahaan menerapkan
sistem periodik FIFO,LIFO, Average dan sistem perfectual (FIFO, LIFO, AVERAGE).

D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
1. Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
2. Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
3. Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan
E.GLOSARIUM
1. Persediaan barang : sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada
masa atau periode yang akan datang.
2. Persediaan bahan baku : bahan mentah yang dibeli oleh perusahaan untuk diproses menjadi
barang setengah jadi dan akhirnya barang jadi atau produk akhir dari perusahaan.
3. Persediaan bahan setengah jadi : persediaan barang dalam proses terdiri dari keseluruhan
barang-barang yang digunakan dalam proses produksi tetapi masih membutuhkan proses lebih
lanjut untuk menjadi barang yang siap untuk dijual (barang jadi).
4. Persediaan barang jadi : Persediaan barang jadi adalah merupakan persediaan barang-barang
yang telah selesai diproses oleh perusahaan tetapi masih belum terjual.
PERTEMUAN 8: LAPORAN ARUS KAS DAN
ASPEK FISKAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
memberikan informasi tentang penerimaan kas dan pembayaran kas entitas selama suatu periode.
Tujuan keduanya adalah untuk melaporkan kegiatan operasi, investasi, dan pembiayaan suatu
entitas selama periode berjalan.

B. URAIAN MATERI
1. Keunggulan Laporan Arus Kas
Fokus utama dari pelaporan keuangan adalah laba, dan informasi mengenai laba merupakan
indikator yang baik untuk menentukan atau menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
kas di masa yang akan datang. Laporan arus kas dibutuhkan karena :
a. Kadangkala ukuran laba tidak menggambarkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya;
b. Seluruh informasi mengenai kinerja perusahaan selama periode tertentu dapat diperoleh
lewat laporan ini;
c. Dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi arus kas perusahaan di masa mendatang.
Dalam beberapa kasus, ukuran laba (net income) tidak memberikan gambaran yang akurat
mengenai hasil kinerja perusahaan yang sesungguhnya selama periode tertentu. Ketika
perusahaan melaporkan beban non kas (non cash outlay expenses) yang besar, seperti beban
penyisihan piutang ragu-ragu dan penyusutan aktiva tetap, ukuran laba mungkin akan
memberikan gambaran yang suram mengenai hasil kondisi operasional perusahaan. Beban non
kas yang besar ini akan membuat laba bersih seolah-olah menjadi tampak kecil, padahal beban-
beban tersebut diakui tanpa adanya pengeluaran uang kas. Sebaliknya, perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan laba yang tinggi, laba bersih yang dihasilkan tidak menjamin bahwa
perusahaan tersebut memiliki uang kas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kas jangka
pendeknya. Hal ini dikarenakan bahwa laporan laba rugi disusun atas dasar akrual (bukan dasar
kas), yaitu melalui sebuah proses penandingan antara beban dengan pendapatan, sehingga angka
laba yang dihasilkan tidak identik dengan besarnya uang kas yang tersedia. Tidaklah
mengherankan apabila sebuah perusahaan bonafit, dengan tingkat pertumbuhan laba yang besar,
namun mengalami kesulitan dalam hal tingkat likuiditas. Seringkali, perusahaan yang tergolong
bonafit membelanjakan kelebihan uang kasnya yang tidak terpakai dalam kegiatan operasional
dengan cara melakukan investasi maupun ekspansi. Laporan arus kas merinci sumber
penerimaan maupun pengeluaran kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi, dan pembiayaan.
Informasi apapun yang kita ingin ketahui mengenai kinerja perusahaan selama periode tertentu
tersaji secara ringkas lewat laporan arus kas ini. Laporan arus juga dapat digunakan sebagai alat
untuk menganalisis apakah rencana perusahaan dalam hal investasi maupun pembiayaan telah
berjalan sebagaimana mestinya.
Ingat kembali bahwa laporan keuangan utama terdiri atas laporan laba rugi, laporan laba ditahan
(untuk perusahaan perseroaan), neraca, dan laporan arus kas. Laporan laba rugi menunjukkan
besarnya jumlah laba bersih, dan tidak menunjukkan jumlah kas yang dihasilkan dari aktivitas
operasi. Laporan laba ditahan menunjukkan besarnya dividen tunai yang diumumkan oleh
investee kepada investor sepanjang periode berjalan, bukan besarnya deviden tunai yang
dibayarkan. Neraca komparatif menunjukkan besarnya penambahan aktiva tetap yang terjadi
selama periode berjalan, namun tidak menunjukkan bagaimana penambahan aktiva tersebut
dibiayai. Demikian juga, dalam neraca komparatif menunjukkan adanya penambahan jumlah
lembar saham biasa yang beredar dan penurunan jumlah utang obligasi tersebut dibiayai. Dengan
laporan arus kas, informasi mengenai dari mana saja sumber penerimaan kas dan untuk apa saja
kas dikeluarkan akan tersaji secara rinci.
2. Pelaporan Arus Kas
Laporan arus kas melaporkan arus kas masuk maupun arus kas keluar perusahaan selama satu
periode. Laporan arus kas ini akan memberikan informasi yang berguna mengenai kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan kas dari aktivitas operasi, melakukan investasi, melunasi
kewajiban, dan membayar deviden. Laporan arus kas digunakan oleh manajemen untuk
mengevaluasi kegiatan operasional yang telah berlangsung, dan merencanakan aktivitas investasi
dan pembiayaan di masa yang akan datang. Laporan arus kas juga digunakan oleh kreditor dan
investor dalam menilai tingkat likuiditas maupun potensi perusahaan dalam menghasilkan laba
(keuntungan). Dalam laporan arus kas, penerimaan dan pembayaran kas diklasifikasikan menurut
tiga kategori utama, yaitu aktivitas operasi, investasi, dan pembiayaan.
Aktivititas operasi meliputi transaksi-transaksi yang tergolong sebagai penentu besarnya
laba/rugi bersih. Penerimaan kas dari penjualan barang atau pemberian jasa merupakan sumber
arus kas masuk yang utama. Penerimaan kas lainnya berasal dari pendapatan bunga, dividen, dan
sebagainya. Sedangkan arus kas keluar meliputi pembayaran untuk membeli barang dagangan,
membayar gaji/upah,beban pajak, bunga, beban utilitas, sewa, dan sebagainya. Perlu
diperhatikan di sini, kas yang diterima dari pendapatan bunga dan deviden tidaklah dikategorikan
sebagai aktivitas investasi, melainkan aktivitas operasi. Seluruh akun pendapatan dan beban yang
merupakan komponen penentu laba bersih menggambarkan (identik dengan) aktivitas operasi
perusahaan. Pendapatan bunga dan deviden dilaporkan dalam laporan laba/rugi bersih, sehingga
kas yang diterima dari pendapatan bunga dan deviden akan dilaporkan dalam laporan arus kas
dari aktivitas operasi, bukan aktivitas investasi.
Yang termasuk sebagai aktivitas investasi adalah membeli atau menjual tanah, bangunan, dan
peralatan. Sedangkan aktivitas pembiayaan meliputi transaksi-transaksi yang di mana kas
diperoleh atau dibayarkan kembali ke pemilik dana (investor) dan kreditor. Sebagai contoh, kas
bersih yang diterima dari penerbitan saham (sekuritas modal) atau obligasi (sekuritas utang),
pembayaran untuk membeli kembali saham biasa (sebagai treasury stock), atau untuk menebus
kembali utang obligasi, dan pembayaran deviden tunai. Jadi, yang termasuk ke dalam aktivitas
pembiayaan adalah meliputi transaksi-transaksi yang berkaitan dengan utang jangka panjang
maupun ekuitas (modal) perusahaan. Pembayaran utang lancar tidak tergolong sebagai aktivitas
pembiayaan, melainkan aktivitas operasi. Beberapa aktivitas invvestasi dan pembiayaan tidak
mempengaruhi arus kas perusahaan (non cash investing and financing activities). Sebagai contoh
dari aktivitas invvestasi dan pembiayaan yang tidak memengaruhi arus kas adalah penerbitan
saham biasa atau surat utang dalam rangka pembelian aktiva tetap, dan penerbitan saham biasa
untuk ditukar dengan saham preferen konvertibel.
3. Arus Kas dari Aktifitas Operasi
Arus kas yang paling utama dari perusahaan adalah terkait dengan aktivitas operasi. Ada dua
metode yang digunakan di dalam menghitung dan melaporkan jumlah arus bersih dari aktivitas
operasi, yaitu metode tidak langsung dan metode langsung. Pilihan antara metode tidak langsung
dan metode langsung bukanlah sebagai suatu cara untuk memanipulasi jumlah kas yang
dilaporkan dari aktivitas operasi. Kedua metode tersebut akan menghasilkan angka kas yang
sama. Namun, metode yang paling sering digunakan dalam praktik pelaporan keuangan adalah
metode tidak langsung.
Metode langsung (atau disebut juga metode laporan laba rugi) pada hakikatnya adalah menguji
kembali setiap item (komponen) laporan laba rugi dengan tujuan untuk melaporkan berapa besar
kas yang diterima atau yang dibayarkan terkait dengan setiap komponen dari laporan laba rugi
tersebut. Sebagai contoh, besarnya penjualan yang tersaji dalam laporan laba rugi akan diuji
kembali dengan menggunakan laporan arus kas untuk mengetahui berapa besarnya uang kas
yang telah diterima dari pelanggan sepanjang periode. Demikian juga besarnya harga pokok
penjualan yang akan diuji kembali untuk mengetahui berapa besarnya uang kas yang telah
dibayarkan ke supplier sepanjang periode untuk membeli barang dagangan. Untuk beban
gaji/upah, beban bunga, beban pajak penghasilan, dan beban-beban lainnya yang tersaji dalam
laporan laba rugi juga akan diuji kembali untuk mengetahui berapa besarnya uang kas yang
benar-benar telah dibayarkan atas beban-beban tersebut.
Metode tidak langsung (atau disebut juga metode rekonsiliasi) dimulai dengan angka laba/rugi
bersih sebagaimana yang dilaporkan dalam laporan laba rugi dan menyesuaikan besarnya
laba/rugi bersih tersebut (yg telah diukur atas dasar akrual) dengan item-item yang tidak
mempengaruhi arus kas. Dengan kata lain, besarnya laba/rugi bersih sebagai hasil dari akuntansi
akrual akan disesuaikan (direkonsiliasi) untuk menentukan jumlah arus kas bersih dari aktivitas
operasi. Penyesuaian-penyesuaian tersebut terdiri atas :
a. Pendapatan dan beban yang tidak melibatkan arus kas masuk atau arus kas keluar, contohnya
adalah amortisasi premiun/diskonto investasi obligasi, beban penyisihan piutang ragu-ragu,
beban penyusutan aktiva tetap, beban amortisasi aktiva tidak berwujud, dan beban amortisasi
premiun/diskonto utang obligasi;
b. Keuntungan dan kerugian yang terkait dengan aktivitas investasi atau pembiayaan, contohnya
adalah keuntungan/kerugian penjualan aktiva tetap, keuntungan/kerugian penjualan invvestasi
dalam saham, dan keuntungan/kerugian atas penebusan kembali utang obligasi;
c. Perubahan dalam aktiva lancar (selain kas) dan kewajiban lancar sebagai hasil dari transaksi
pendapatan dan beban yang tidak memengaruhi arus kas, contohnya adalah perubahan dalam
saldo piutang usaha, persediaan barang dagangan, biaya dibayar dimuka, utang usaha, utang
gaji/upah, utang bunga, dan utang pajak penghasilan.
Perubahan yang terjadi dalam saldo utang deviden (meskipun termasuk sebagai kewajiban
lancar) tidak diperhitungkan dalam melaporkan arus kas bersih dari aktivitas operasi, mengingat
bahwa utang deviden timbul sebagai akibat dari aktivitas pembiayaan perusahaan dan besarnya
deviden yang diumumkan tidak memengaruhi besarnya laba/rugi bersih. Ingat kembali bahwa
aktivitas operasi meliputi transaksi-transaksi yang tergolong sebagai penentu besarnya laba/rugi
bersih. Besarnya deviden tunai yang diumumkan oleh investee akan dilaporkan oleh investee
dalam laporan laba ditahan, bukan laporan laba rugi.
Baik metode langsung maupun metode tidak langsung akan menghasilkan angka kas yang sama,
yaitu jumlah arus kas bersih yang sama yang dihasilkan oleh (atau yang digunakan dalam)
aktivitas operasi perusahaan. Metode tidak langsung lebih disukai oleh pembuat laporan
keuangan dalam melaporkan arus kas bersih dari aktivitas operasi karena relatif lebih mudah
dalam penerapannya (penyusunannya), yaitu merekonsiliasi perbedaan antara angka laba/rugi
ersih dengan arus kas bersih yang dihasilkan oleh (atau yang digunakan dalam aktivitas operasi
perusahaan).
Metode tidak langsung melaporkan arus kas operasi yang dimulai dengan laba/rugi bersih dan
menyesuaikan laba/rugi bersih tersebut dengan pendapatan dan beban yang tidak melibatkan
penerimaan atau pembayaran kas. Dengan menggunakan metode tidak langsung, data yang
diperlukan untuk melaporkan arus kas bersih dari aktivitas operasi dapat dengan segera diperoleh
(tanpa dianalisis lebih lanjut) lewat laporan laba rugi dengan neraca komparatif. Data mengenai
besarnya amortisasi premiun/diskonto invvestasi obligasi, beban penyisihan piutang ragu-ragu,
beban penyusutan aktiva tetap, beban amortisasi aktiva tidak berwujud, beban amortisasi
premiun/diskonto utang obligasi, keuntungan/kerugian penjualan aktiva tetap,
keuntungan/kerugian penjualan invvestasi dalam saham, dan keuntungan/kerugian atas
penebusan kembali utang obligasi dapat langsung diperoleh dari laporan laba rugi. Sedangkan
data mengenai besarnya perubahan dalam aktiva lancar dan kewajiban lancar dapat langsung
diperoleh dari neraca komparatif.
Banyak pemakai laporan keuangan yang menyukai metode langsung karena metode ini
melaporkan secara langsung sumber arus kas masuk dan arus kas keluar tanpa harus
dibingungkan dengan masalah penyesuaian terhadap besarnya laba/rugi bersih. Jadi, dengan
metode langsung, para pemakai laporan keuangan akan dapat secara langsung memperoleh
informasi mengenai dari mana saja sumber arus kas masuk dan untuk apa saja kas yang
dikeluarkan. Metode langsung jarang dipakai oleh pembuat laporan keuangan mengingat data
yang diperlukan tidak dapat langsung tersedia, namun harus dianalisis terlebih dahulu agar pada
akhirnya baru dapat diketahui mengenai berapa besarnya uang kas yang diterima dari pelanggan,
besarnya uang kas yang dibayarkan ke supplier untuk membeli barang dagangan, besarnya uang
kas yang dikeluarkan untuk membayar gaji/upah karyawan, besarnya uang kas yang dibayarkan
ke pemerintah atas pajak penghasilan, dan sebagainya. Proses penyusunan atau pelaporan arus
kas bersih dari aktivitas operasi dengan menggunakan metode langsung kurang efisien
mengingat banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk menganalisis lebih lanjut keterkaitan antara
angka-angka yang terdapat dalam laporan laba rugi dengan angka-angka yang terdapat dalam
neraca komparatif. Dari hasil analisis inilah, seluruh penerimaan dan pembayaran kas pada
akhirnya dapat dirinci.
Pilihan antara metode tidak langsung hanya memengaruhi format penyusunan laporan arus kas
dari aktivitas operasi. Sedangkan untuk format penyusunan laporan arus dari aktivitas investasi
dan pembiayaan adalah sama tanpa memerhatikan metode mana yang digunakan dalam
melaporkan arus kas dari aktivitas operasi.
Metode Tidak Langsung
PT.ABC
Laporan Arus Kas
Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2010
Arus kas dari aktivitas operasi:
Laba(rugi) bersih xxxxx
Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba(rugi) bersih
Ke arus kas bersih dari aktivitas operasi :
Amortisasi diskonto investasi obligasi (xxxx)
Amortisasipremiun investasi obligasi xxxx
Penyisihan piutang ragu-ragu xxxx
Penyusutan aktiva tetap xxxx
Amortisasi aktiva tidak berwujud xxxx
Amortisasi diskonto utang obligasi xxxx
Amortisasi premiun utang obligasi
( xxxx)
Keuntungan penjualan aktiva tetap
(xxxx)
Kerugian penjualan aktiva tetap
xxx
Kenaikan dalam aktiva lancar (selain kas)
(xxxx)
Penurunan dalam aktiva lancar (selain kas)
xxxx
Kenaikan dalam kewajiban lancar
xxxx
Penurunan dalam kewajiban lancar
(xxxx)
Arus kas bersih yang dihasilkan oleh aktivitas operasi
xxxx
Atau
Arus kas bersih yang digunakan dalam aktivitas operasi
(xxxx)
Penjelasan :
1. Amortisasi diskonto invevstasi obligasi;
Diskonto investasi obligasi terjadi apabila besarnya uang kas yang dikeluarkan untuk membeli
obligasi (tidak termasuk bunga berjalan) lebih kecil dibanding dengan nilai nominal obligasi.
Akun investasi obligasi akan dicatat (di debet) dalam pembukuan sebesar harga perolehannya
tersebut (harga kas yang dibayar dan tidak termasuk bunga berjalan). Amortisasi diskonto perlu
dilakukan agar pada saat obligasi jatuh tempo, saldo akun invvestasi obligasi akan sama dengan
besarnya nilai nominal obligasi. Oleh karena itu, amortisasi atas diskonto investasi obligasi akan
dilakukan dengan cara mendebet akun investasi obligasi dan mengkredit akun pendapatan bunga.
Pendapatan bunga merupakan salah satu komponen penentu besarnya laba/rugi bersih yang
dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan lain-lain. Amortisasi atas diskonto
investasi obligasi akan menambah besarnya laba bersih (karena pendapatan bunga bertambah).
Namun, pendapatan bunga yang bertambah dalam kaitannya dengan proses amortisasi ini
tidaklah melibatkan arus kas masuk, sehingga besarnya laba/rugi bersih (sebagai hasil dari
akuntansi akrual) akan disesuaikan untuk menentukan jumlah arus kas bersih dari aktivitas
operasi. Penyesuaian dilakukan dengan cara mengurangkan angka laba/rugi bersih dengan
besarnya amortisasi yang telah dilakukan selama periode berjalan.
2. Amortisasi premiun investasi obligasi;
Premiun investasi obligasi terjadi apabila besarnya uang kas yang dikeluarkan untuk membeli
obligasi (tidak termasuk bunga berjalan) lebih besar dibanding dengan nilai nominal obligasi.
Akun invevstasi obligasi akan dicatat (di debet) dalam pembukuan sebesar harga perolehannya
tersebut (harga kas yang dibayar dan tidak termasuk bunga berjalan). Amortisasi premiun perlu
dilakukan agar pada saat obligasi jatuh tempo, saldo akun investasi obligasi akan sama dengan
besbarnya nilai nominal obligasi. Oleh karena itu, amortisasi atas premiun investasi obligasi akan
dilakukan dengan cara mendebet akun pendapatan bunga dan mengkredit akun invvestasi
obligasi. Amortisasi atas premiun invvestasi obligasi akan mengurangi besarnya laba bersih
(karena pendapatan bunga berkurang). Namun, pendapatan bunga yang berkurang dalam
kaitannya dengan proses amortisasi ini tidaknya melibatkan arus kas, sehingga besarnya
laba/rugi bersih (sebagai hasil dari akuntansi akrual) akan disesuaikan untuk menentukan jumlah
arus kas bersih dari aktivitas operasi. Penyesuaian dilakukan dengan cara menambahkan kembali
angka laba/rugi bersih dengan besarnya amortisasi yang telah dilakukan selama periode berjalan.
3. Penyisihan piutang ragu-ragu, penyusutan aktiva tetap, dan amortisasi aktiva tidak
berwujud;
Ingat kembali bahwa beban penyiisihan piutang ragu-ragu, beban penyusutan aktiva tetap, dan
beban amortisasi aktiva tidak berwujud diakui dalam kaitannya dengan konsep atau prinsip
penandingan. Beban-beban tersebut dicatat dalam pembukuan agar dapat ditandingkan dengan
pendapatan terkait selama periode berjalan. Beban penyisihan piutang ragu-ragu, beban
penyusutan aktiva tetap, dan beban amortisasi aktiva tidak berwujud merupakan beban-beban
yang tidak melibatkan arus kas keluar. Namun, dalam laporan laba rugi, beban-beban ini diakui
dan dilaporkan sebagai pengurang besarnya laba bersih. Untuk menyesuaikan besarnya laba
bersih ke jumlah arus kas bersih dari aktivitas operasi, maka angka laba bersih ini akan
ditambahkan kembali dengan besarnya beban-beban yang tidak melibatkan arus kas keluar
tersebut.
4. Amortisasi diskonto utang obligasi;
Diskonto utang obligasi terjadi apbila besarnya uang kas yang diterima (di luar bunga berjalan)
atas penerbitan/penjualan obligasi lebih kecil dibanding dengan nilai nominal obligasi. Akun
utang obligasi akan dicatat (di kredit) dalam pembukuan sebesar nilai nominal obligasi, dan akun
diskonto akan dicatat ( di debet) dalam pembukuan sebesar selisih antara nilai nominal obligasi
dengan besarnya uang kas yang diterima (di luar bunga berjalan). Nilai buku utang obligasi
adalah selisih antara nilai nominal obligasi dengan besarnya diskonto yang belum diamortisasi.
Pada saat obligasi dijual, nilai buku utang obligasi menggambarkan jumlah uang kas yang
diterima oleh debitur dari kreditur. Amortisasi diskonto perlu dilakukan agar supaya pada saat
obligasi jatuh tempo, nilai buku utang obligasi akan sama dengan besarnya nilai nominal
obligasi. Amortisasi atas diskonto utang obligasi dilakukan dengan cara mendebet akun beban
bunga dan mengkredit akun diskonto utang obligasi. Ingat kembali bahwa amortisasi atas
diskonto utang obligasi akan menambah besarnya beban bunga. Beban bunga merupakan salah
satu komponen penentu besarnya laba/rugi bersih yang dilaporkan dalam laporan laba rugi
sebagai beban lain-lain. Amortisasi atas diskonto utang obligasi akan memperkecil laba bersih
(karena beban bunga bertambah). Namun, beban bunga yang bertambah dalam kaitannya dengan
proses amortisasi ini tidaklah melibatkan arus kas keluar, sehingga besarnya laba/rugi bersih
(sebagai hasil dari akuntansi akrual) akan disesuaikan untuk menentukan jumlah arus kas bersih
dari aktivitas operasi. Penyesuaian dilakukan dengan cara menambahkan kembali angka
laba/rugi bersih dengan besarnya amortisasi yang telah dilakukan selama periode berjalan.
5. Amortisasi premiun utang obligasi;
Premiun utang obligasi terjajdi apabila besarnya uang kas yang diterima ( di luar bunga berjalan)
atas penerbitan/penjualan obligasi lebih besar dibanding dengan nilai nominal obligasi. Akun
utang obligasi akan dicatat (di kredit) dalam pembukuan sebesar nilai nominal obligasi, dan akun
premiun akan dicatat (di kredit) dalam pembukuan sebesar selisih antara besarnya uang kas yang
diterima (di luar bunga berjalan) dengan nilai nominal obligasi. Nilai buku utang obligasi adalah
penjumlahan antara nilai nominal obligasi dengan besarnya premiun yang belum diamortisasi.
Pada saat obligasi dijual, nilai buku utang obligasi menggambarkan jumlah uang kas yang
diterima oleh debitur dari kreditor. Amortisasi premiun perlu dilakukan agar pada saat obligasi
jatuh tempo, nilai buku utang obligasi akan sama dengan besarnya nilai nominal obligasi.
Amortisasi atas premiun utang obligasi dilakukan dengan cara mendebet akun premiun utang
obligasi dan mengkredit akun beban bunga. Ingat kembali bahwa amortisasi atas premiun utang
obligasi akan mengurangi besarnya beban bunga. Amortisasi atas premiun utang obligasi akan
memperbesar laba bersih (karena beban bunga berkurang). Namun, beban bunga yang berkurang
dalam kaitannya dengan amortisasi ini tidaklah melibatkan arus kas, sehingga besarnya laba/rugi
bersih (sebagai hasil dari akuntansi akrual) akan disesuaikan untuk menentukan jumlah arus kas
bersih dari aktivitas operasi. Penyesuaian dilakukan dengan cara mengurangkan angka laba/rugi
bersih dengan besarnya amortisasi yang telah dilakukan selama periode berjalan.
6. Keuntungan penjualan aktiva tetap;
Keuntungan dalam penjualan aktiva tetap terjadi apabila uang kas bersih yang diterima sebagai
hasil dari penjualan aktiva tetap lebih besar dibanding dengan nilai buku dari aktiva tetap yang
dijual. Ingat kembali bahwa nilai buku aktiva tetap dihitung dengan cara mengurangkan harga
perolehan aktiva tetap dengan besarnya akumulasi penyusutan. Kas bersih sebagai hasil dari
penjualan aktiva tetap, yang di mana di dalamnya meliputi nilai buku dari aktiva tetap yang
dijual beserta keuntungannya, akan dilaporkan dalam pelaporan arus kaks dari aktivitas investasi.
Besarnya keuntungan atas penjualan aktiva tetap ini juga masuk sebagai komponen penambah
laba bersih dalam laporan laba rugi. Jadi, untuk menghindari pelaporan berganda, maka besarnya
keuntungan atas penjualan aktiva tetap yang dilaporkan dalam laporan laba rugi akan
dikurangkan dari laba bersih untuk menentukan arus kas dari aktivitas operasi. Dengan demikian,
setelah laba bersih dikurangkan dengan besarnya keuntungan atas penjualan aktiva tetap, akas
bersih yang diterima sebagai hasil dari penjualan aktiva tetap hanya akan dilaporkan secara
keseleuruhan (tunggal) dalam pelaporan arus kas dari aktivitas investasi.
7. Kenaikan/penurunan dalam aktiva lancar (selain kas);
Kenaikan atau penurunan saldo aktiva lancar sepanjang periode berjalan dapat dilihat dari neraca
komparatif, yaitu neraca yang menyajikan saldo dari masing-masing komponen aktiva lancar,
aktiva tetap, kewajiban lancar, kewajiban jangka panjang, dan modal selama dua periode
(periode berjalan dan periode yang lalu). Yang tergolong sebagai aktiva lancar (selain kas)
adalah piutang usaha, persediaan barang dagang, dan biaya dibayar dimuka (termasuk
perlengkapan). Kenaikan saldo piutang usaha di antara dua tunggal neraca menunjukkan bahwa
penjualan secara kredit yang telah terjadi sepanjang periode berjalan lebih besr dibanding dengan
hasil penagihan dari pelanggan. Jumlah yang dilaporkan sebagai penjualan dalam laporan laba
rugi, oleh karena itu termasuk besarnya penjualan yang belum menghasilkan arus kas masuk
sepanjang periode berjalan. Jadi, besarnya penjualan yang belum menghasilkan arus kas masuk
ini akan dikurangkan dari laba bersih. Ingat bahwa penjualan merupakan komponen penambah
laba bersih dalam laporan laba rugi. Dan penjualan lebih besar dibanding dengan hasil penagihan
(penerimaan kas), maka laba bersih yang kebesaran ini perlu dikurangkan dengan besarnya
penjualan yang belum menghasilkan arus kas masuk.
Penurunan saldo persediaan barang dagang diantara dua tanggal neraca menunjukkan bahwa
HPP lebih besar dibanding dengan Harga Pokok Pembelian. Jumlah yang dikurangkan sebagai
HPP dalam laporan laba rugi, oleh karena itu termasuk besarnya HPP yg belum memerlukan arus
kas keluar sepanjang periode berjalan. Jadi, besarnya HPP yang belum memerlukan arus kas
keluar ini akan ditambahkan ke laba bersih. Ingat bahwa HPP merupakan komponen pengurang
laba bersih dalam laporan laba rugi. Dana, karena HPP lebih besar dibanding dengan HPP lebih
besar dibanding dengan Harga pokok pembelian (pembayaran kas), maka laba bersih yang
kekecilan ini perlu ditambahkan dengan besarnya HPP yang belum memerlukan arus kas keluar.
Penurunan saldo biaya dibayar di muka (seperti sewa dibayar di muka dan asuransi dibayar di
muka) di antara dua tanggal neraca menunjukkan bahwa beban yang terjadi sepanjang periode
berjalan lebih besar dibanding dengan kas yang dibayarkan. Jumlah yang dikurangkan sebagai
beban dalam laporan laba rugi, oleh karena itu termasuk besarnya beban yang belum
memerlukan arus kas keluar ini akan ditambahkan ke laba bersih. Ingat bahwa beban merupakan
komponen pengurang laba bersih dalam laporan laba rugi. Dan, karena beban lebih besar
dibanding dengan pembayaran kas, maka laba bersih yang kekecilan ini perlu ditambahkan
dengan besarnya beban yang belum memerlukan arus kas keluar.
8. Kenaikan/penurunan dalam kewajiban lancar.
Penurunan saldo utang usaha di antara dua tanggal neraca menunjukkan bahwa jumlah
pembayaran kas (pelunasan utang) lebih besar dibanding dengan pembelian barang dagang
secara kredit. Ingat bahwa utang usaha timbul sebagai akibat dari pembelian barang dagangan
secara kredit. Dan, karena besarnya pembelian kekecilan, maka jumlah HPP juga menjadi
kekecilan. Jumlah HPP yang dilaporkan dalam laporan laba rugi, oleh karena itu belum termasuk
besarnya pembelian yang memerlukan arus kas keluar sepanjang periode berjalan. Jadi, besarnya
pembelian yang memerlukan arus kas keluar ini akan dikurangkan dari laba bersih. Ingat bahwa
HPP merupakan komponen pengurang laba bersih dalam laporan laba rugi. Dan, karena HPP
lebih kecil dibanding dengan pembayaran kas (pelunansan utang), maka laba bersih yang
kebesaran ini perlu dikurangkan dengan besarnya pembelian yang memerlukan arus kas keluar.
Kenaikan saldo utang gaji/upah di antara dua tanggal neraca menunjukkan bahwa beban
gaji/upah yang terjadi sepanjang periode berjalan (secara akrual) lebih besar dibanding dengan
kas yang dibayarkan. Jumlah beban gaji/upah yang dilaporkan dalam laporan laba rugi, oleh
karena itu termasuk besarnya gaji/upah yg belum memerlukan arus kas keluar sepanjang periode
berjalan. Jadi, besarnya gaji/upah yang belum memerlukan arus kas keluar ini akan ditambahkan
ke laba bersih.
Metode Langsung
PT.ABC
Laporan Arus Kas
Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2010
Arus kas dari aktivitas operasi :
Penerimaan kas dari penjualan
xxx
Penerimaan kas dari deviden
xxx
Penerimaan kas dari bunga xxx
Kas yang dibayarkan untuk membeli barang dagangan
(xxx)
Kas yang dikeluarkan untuk biaya dibayar dimuka
(xxx)
Kas yang dibayarkan untuk gaji/upah karyawan
(xxx)
Kas yang dibayarkan atas bunga pinjaman
(xxx)
Kas yang dibayarkan atas pajak penghasilan
(xxx)
Arus kas bersih yang dihasilkan oleh aktivitas operasi
xxx
Arus kas bersih yang digunakan dalam aktivitas operasi
(xxx)

Penjelasan :
1) Penerimaan kas dari penjualan
Saldo awal piutang usaha
xxx
Penjualan kredit
xxx
Saldo akhir piutang usaha
(xxx)

xxx

Piutang Usaha
Saldoawal xxxx Penerimaankas xxxx
Penjualankredit xxxx Saldoakhir xxxx
Xxxx xxxx

2) Penerimaan kas dari deviden


Saldo awal piutang deviden tunai xxx
Pendapatan deviden xxx
Saldo akhir piutang deviden tunai xxx

Piutang Deviden Tunai


Saldoawal Penerimaankas xxxx
xxxx Saldo akhir xxxx
Pendapatandeviden(akrual) xxxx xxxx

Xxxx
3) Penerimaan kas dari bunga
Saldo awal piutang bunga xxxx
Pendapatan bunga xxxx
Saldo akhir piutang bunga xxxx

Piutang Bunga
Saldo awal Penerimaan kas xxxx
xxxx Saldo akhir xxxx
Pendapatanbunga(akrual) xxxx Xxxx

Xxxx

Apabila terdapat amortisasi atas diskonto/premium investasi obligasi, maka besarnya


pendapatan bunga yang dilaporkan dalam laporan laba rugi harus dikurangkan terlebih dahulu
dengan besarnya amortisasi diskonto, atau ditambahkan dengan besarnya amortisasi premiun
yang telah dilakukan selama periode berjalan.

4) Kas yang dibayarkan untuk membeli barang dagangan


Harga pokok penjualan
xxxx
Saldo akhir persediaan barang dagangan
xxxx
Saldo awal persediaan barang dagangan
(xxxx)
Saldo awal utang usaha
xxxx
Saldo akhir utang usaha
(xxxx)

xxxx

Persediaan Barang
Saldo awal HPP xxxx
xxxx Saldo akhir xxxx
Harga pokok pembelian Xxxx
xxxx

Xxxx
Utang Usaha
Pembayarankas Saldo awal xxxx
xxxx Harga Pokok Pembelian xxxx
Saldo Akhir Xxxx
xxxx

Xxxx

5) Kas yang dikeluarkan untuk biaya dibayar di muka (misalnya perlengkapan)


Beban perlengkapan
xxxx
Saldo akhir perlengkapan
xxxx
Saldo awal perlengkapan
(xxx)

xxx
Perlengkapan
Saldo awal Beban Perlengkapan xxxx
xxxx Saldo akhir xxxx
Pembayaran kas Xxxx
xxxx

Xxx

6) Kas yang dibayarkan untuk gaji/upah karyawan


Saldo awal utang gaji/upah
xxxx
Beban gaji/upah
xxxx
Saldo akhir utang gaji/upah
(xxx)
xxxx
Utang Gaji/Upah
Pembayarankas Saldoawal xxxx
xxx Bebangaji/upah(akrual) xxxx
SaldoAkhir xxx xxxx

Xxx
7) Kas yang dibayarkan atas bunga pinjaman
Saldo awal utang bunga
xxxx
Beban bunga
xxxx
Saldo akhir utang bunga
(xxxx)
xxxx
Utang Bunga
Pembayaran kas Saldo awal xxxx
xxx Beban bunga(akrual) xxxx
Saldo Akhir Xxxx
xxx

Xxx

Apabila terdapat amortisasi atas diskonto/premiun utang obligasi, maka besarnya beban
bunga yang dilaporkan dalam laporan laba rugi harus dikurangkan terlebih dahulu dengan
besarnya amortisasi diskonto, atau ditambahkan dengan besarnya amortisasi premiun yang
telah dilakukan selama periode berjalan.
8) Kas yang dibayarkan atas pajak penghasilan
Saldo awal utang pajak penghasilan
xxxx
Beban pajak penghasilan
xxxx
Saldo akhir utang pajak penghasilan (xxxx) (xxxx)
xxxxx
Utang Pajak Penghasilan
Pembayarankas Saldoawal xxxx
xxx Beban PPh(akrual) xxxx
Saldo Akhir xxxx
xxx

Xxx

4. Arus Kas dari Aktivitas Investasi


Seperti yang telah disebut di awal, yang termasuk sebagai aktivitas invevstasi adalah membeli
atau menjual tanah, bangunan, dan peralatan. Pelaporan arus kas dari aktivitas investasi tidak
dipengaruhi oleh metode langsung ataupun metode tidak langsung, Jika arus kas masuk dari
aktivitas investasi lebih besar dibanding dengan arus kas keluarnya, maka arus kas bersih yang
dihasilkan oleh aktivitas investasi lebih kecil dibanding dengan arus kas keluarnya, maka arus
kas bersih yang digunakan dalam aktivitas invevstasi dilaporkan. Berikut adalah contoh
pelaporan arus kas dari aktivitas investasi.
PT.ABC
Laporan Arus Kas
Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2010
Arus kas dari aktivitas investasi :
Kasa dari penjualan tanah
xxxx
Kas yang dibayarkan untuk membeli bangunan
(xxx)
Kas yang dibayarkan untuk membeli peralatan
(xxx)
Arus kas bersih yang dihasilkan oleh aktivitas investasi
xxxx
Atau
Arus kas bersih yang digunakan dalam aktivitas investasi (xxx)

Untuk mengilustrasikan aktivitas invevstasi, asumsi bahwa PT.Kupu Indah sepanjang tahun 2010
telah membeli sebidang tanah secara tunai dengan harga Rp. 75.000.000,-. Disamping itu, tanah
lainnya yang memiliki harga perolehan Rp. 300.000.000,- dijual secara tunai dengan harga Rp.
360.000.000,-. PT.Kupu Indah juga telah membeli secara tunai sebuah bangunan dengan harga
Rp.300.000.000,-. Berdasarkan data yang diperoleh lewat neraca komparatif dan laporan laba
rugi, diketahui bahwa :
a). saldo akun tanah pada akhir tahun 2010 dan 2009 masing-masing adalah Rp. 400.000.000,-
dan Rp. 625.000.000,-
b). saldo akun bangunan pada akhir tahun 2010 dan 2009 masing-masing adalah Rp.
1.300.000.000,- dan Rp. 1.000.000.000,-
c). saldo akun akumulasi penyusutan bangunan pada akhir tahun 2010 dan 2009 masing-
mmasing adalah Rp. 326.500.000,- dan Rp. 291.500.000,-
d). besarnya beban penyusutan bangunan untuk tahun 2010 adalah Rp. 35.000.000,-
e). besarnya keuntungan atas penjualan tanah 2010 adalah Rp. 60.000.000,-
Berdasarkan informasi di atas, berikut adalah pelaporan arus kas dari aktivitas invevstasi pada
PT.Kupu Indah untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2010 :

PT. Kupu Indah


Laporan Arus Kas
Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2010
Arus kas aktivitas investasi :
Kas dari penjualan tanah
360.000.000
Kas yang dibayarkan untuk membeli tanah
(75.000.000)
Kas yang dibayarkan untuk membeli bangunan
(300.000.000)
Arus kas bersih yang digunakan dalam aktivitas investasi (15.000.000)

Dengan menggunakan metode tidak langsung, besarnya beban penyusutan bangunan (Rp.
35.000.000,-) dan keuntungan atas penjualan tanah (Rp. 60.000.000,-) akan dilaporkan dalam
pelaporan arus kas dari aktivitas operasi. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, beban
penyusutan mengurangi laba bersih, tetapi tidak memerlukan arus kas keluar, sehingga Rp.
35.000.000,- akan ditambahkan kembali ke laba bersih untuk menentukan arus kas dari aktivitas
operasi. Kas bersih sebagai hasil penjualan tanah (Rp. 360.000.000,-) yg dimana di dalam nya
meliputi nilai buku dari tanah yang dijual (Rp. 300.000.000,-) beserta keuntungannya (Rp.
60.000.000,-), dilaporkan dalam pelaporan arus kas dari aktivitas investasi. Besarnya keuntungan
atas penjualan tanah ini juga masuk sebagai komponen penambah laba bersih dalam laporan laba
rugi. Jadi, untuk menghinadri pelaporan berganda, maka besarnya keuntungan yg telah
dilaporkan dalam laporan laba rugi akan dikurangkan dari laba bersih untuk menentukan arus kas
dari aktivitas operasi.
5. Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan
Seperti yang telah disebut di awal, aktivitas pembiayaan meliputi transaksi-transaksi yang
dimana kas diperoleh atau dibayarkan kembali ke pemilik dana investor dan kreditor. Sebagai
contoh, kas bersih yang diterima dari penerbitan saham (sekuritas modal) atau obligasi (sekuritas
utang), pembayaran untuk membeli kembali utang obligasi, dan pembayaran deviden tunai. Jadi,
yang termmasuk ke dalam aktivitas pembiayaan adalah meliputi trannsaksi-transaksi yang
berkaitan dengan utang jangka panjang maupun ekuitas (modal) perusahaan. Pembayaran utang
lancar tidak tergolong sebagai aktivitas pembiayaan, melainkan aktivitas operasi. Pelaporan arus
kas dari aktivitas pembiayaan tidak dipengaruhi oleh metode langsung ataupun tdk langsung.
Jika arus kas masuk dari aktivitas pembiayaan lebih besar dibanding dengan arus kas keluarnya,
maka arus kas bersih yang dihasilkan oleh aktivitas pembiayaan akan dilaporkan. Sebaliknya,
jika arus kas masuk dari aktivitas pembiayaan lebih kecil dibanding dengan arus kas
keluarnya,maka arus kas bersih yang digunakan dalam aktivitas pembiayaan dilaporkan. Berikut
adalah contoh pelaporan arus kas dari aktivitas pembiayaan.

PT.ABC
Laporan Arus Kas
Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2010
Arus kas dari aktivitas pembiayaan :
Kas dari penjualan saham biasa
xxxx
Kas yang dibayarkan untuk menebus utang obligasi
(xxx)
Kas yang dibayarkan untuk deviden
(xxx)
Arus kas bersih yang dihasilkan oleh aktivitas pembiayaan
xxxx
Atau
Arus kas bersih yang digunakan dalam aktivitas pembiayaan
xxxx

Untuk mengilustrasikan aktivitas pembiayaan, asumsi bahwa PT.Kupu Indah sepanjang tahun
2010 telah menerbitkan dan menjual secara tunai 400.000 lembar saham biasa (nilai pari Rp.
2.000,- per lembar) dengan harga Rp. 940.000.000,-. Besarnya utang obligasi dan deviden
tunai yang dibayarkan sepanjang tahun 2010 masing-masing adalah Rp. 300.000.000,- dan
Rp. 144.000.000,-. Berdasarkan data yang diperoleh lewat neraca komparatif dan laporan laba
rugi, diketahui bahwa :
a). saldo akun saham biasa pada akhir tahun 2010 dan 2009 masing-masing adalah Rp.
2.400.000.000,- dan Rp. 1.600.000.000,-
b). saldo akun “kelebihan harga jual di atas nilai pari” pada kahir tahun 2010 dan 2009
masing-masing adalah Rp. 237.000.000,- dan Rp. 97.000.000,-
c). Saldo akun utang obligasi pada akhir tahun 2010 dan 2009 masing-masing adalah Rp.
600.000.000,- dan Rp. 900.000.000,-. Diasumsikan bahwa obligasi dijual sebesar nilai
nominalnya sehingga tidak ada premiun/diskonto
d). saldo akun utang deviden tunai pada akhir tahun 2010 dan 2009 masing-masing adalah
Rp. 84.000.000,- dan Rp. 60.000.000,-
e). saldo akun laba ditahan pada akhir tahun 2010 dan 2009 masing-masing adalah Rp.
28.000.000.000,- dan Rp. 20.000.000.000,-
f). besarnya laba bersih untuk tahun 2010 adalah Rp. 8.168.000.000,-
Dalam ilustrasi ini, diasumsikan bahwa kenaikan yang terjadi dalam saham biasa sepanjang
tahun 2010 hanya dikarenakan oleh penjualan secara tunai, bukan oleh pembagian deviden
saham biasa, ataupun transaksi lainnya yang melibatkan saham biasa. Besarnya kas bersih
yang diterima dari hasil penjualan saham biasa (Rp. 940 juta) dapat dirinci dengan cara
menjumlahkan antara Rp. 800 juta (Rp. 2,4 miliar – Rp. 1,6 miliar) dengan Rp. 140 juta (Rp.
237 juta – Rp. 97 juta), melalui ayat jurnal :

Tgl Keterangan P/R Debet Kredit


Kas - Rp. 940.000.000,- -
Saham biasa - - Rp. 800.000.000,-
Kelebihan harga jual di - - Rp. 140.000.000,-
atas nilai pari

Besarnya deviden tunai yang diumumkan sepanjang tahun 2010, dapat dihitung dengan
menggunakan bantuan buku besar utang deviden tunai (bentuk T account) sbb :
Utang deviden Tunai
Pembayarankas 144juta Saldo 1/1/2010 60 juta
Saldo31/12/2010 Pengumuman deviden 166 jt
84 juta 228 juta
228 juta

Berikut adalah laporan laba ditahan untuk tahun yg berakhir 31 Desember 2010 (asumsi
sepanjang tahun 2010 tidak ada deviden saham biasa yang diumumkan).
PT. Kupu Indah
Laporan Laba Ditahan
Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2010
Saldo 1/1/2010 Rp. 20.000 juta
Laba bersih Rp. 8.168 juta
Deviden tunai yg diumumkan (Rp. 168 juta)
Saldo 31/12/2010 Rp. 28.000 juta

Berdasarkan data-data di atas, berikut adalah pelaporan arus kas dari aktivitas pembiayaan
pada PT.Kupu Indah untuk tahun yg berakhir 31 Desember 2010 :

PT. Kupu Indah


Laporan Laba Ditahan
Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2010
Arsu kas dari aktivitas pembiayaan :
Kas dari penjualan saham biasa
940.000.000
Kas yang dibayarkan utk menebus utang obligasi (300.000.000)
Kas yg dibayarkan utk deviden (144.000.000)
Arus kas bersih yg dihasilkan oleh aktivitas pembiayaan 496.000.000

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
Berikut ini adalah informasi yang diperoleh dari beberapa perkiraaan PT. Yan’s Jaya untuk tahun
pembukuan yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010 :
Penerimaan kas dari penerbitan obligasi Rp. 1.140.000,-
Beban penyusutan dan amortisasi Rp. 4.000.000,-
Keuntungan dari penjualan peralatan Rp. 120.000,-
Penerimaan kas dari penerbitan sham biasa Rp. 3.680.000,-
Pengeluaran kas untuk pembelian perabot kantor Rp. 8.680.000,-
Penerimaan kas dari penjualan peralatan Rp. 740.000,-
Pembayaran deviden tunai Rp. 2.020.000,-
Pembagian deviden saham Rp. 9.350.000,-
Laba bersih Rp. 8.200.000,-
Kenaikan(penurunan) dalam aktiva lancar dan kewajiban lancar adalah sbb :
Kas Rp. 2.000.000,-
Piutang usaha Rp. 10.080.000,-
Utang usaha Rp. 2.480.000,-
Wesel bayar Rp. 3.340.000,-
Utang pajak penghasilan Rp. (680.000,-)
Diminta :
Jika besarnya saldo awal kas (1Januari 2010) adalah Rp. 5.250.000,- maka dengan menggunakan
data di atas, susunlah laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember
2010 dengan menggunakan metode tidak langsung !

D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
1. Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
2. Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
3. Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan

E.GLOSARIUM
1. Laporan arus kas : bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada
suatu periode akuntansi yang menunjukkan aliran masuk dan keluar uang (kas) perusahaan.
2. Pembiayaan : pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak
yang merupakan defisit unit.
3. Investasi : atau disebut juga dengan penanaman modal.
4. Aktivitas operasi : aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk menghasilkan laba/rugi pada
periode akuntansi.
5. Aktivitas investasi : perolehan dan pelepasan aset jangka panjang serta investasi lain yang
tidak termasuk setara kas.
6. Aktivitas pendanaan (financing) adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam
komposisi modal dan pinjaman perusahaan.
PERTEMUAN 9: ASET BERWUJUD DAN ASET TAK BERWUJUD

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan ini diharapkan mahasisw dapat menjelaskan aset berwujud dan
aset tak berwujud, menjelaskan konsep dan cara pencatatan aset berwujud dan aset tak berwujud,
menjelaskan cara perolehan aset berwujud dan aset tak berwujud, dan membandingkan cara
perhitung penyusutan menurut akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

B. URAIAN MATERI
Aset tetap (Fixed Assets) merupakan sumber daya berwujud dan tak berwujud yang dimiliki oleh
perusahaan, digunakan dalam kegiatan (operasi) perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk
dijualbelikan. Secara umum, ciri aset tetap adalah sebagai berikut:
1. Usia manfaatnya lebih dari satu tahun,
2. Diperoleh dan digunakan untuk operasi perusahaan,
3. Bersifat permanen, dan
4. Tidak dimaksudkan untuk dijualbelikan.
Secara umum aset tetap dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Aset tetap berwujud (tangible fixed assets) misalnya : tanah (land), bangunan (building),
peralatan (equipment),
2. Aset tetap tidak berwujud (intangible fixed asset) misalnya : goodwill, franchise, trade mark,
dan copy right.
Akuntansi atas aset tetap secara umum dibagi atas tiga, yaitu :
1. Akuntansi saat perolehan (accounting for acquisition of plant assets),
2. Akuntansi saat penggunaan (accounting for usage of plant assets), dan
3. Akuntansi saat pelepasan (accounting for disposal of plant assets).
Ad.1. Akuntansi untuk Perolehan Aset Tetap
Aset tetap (plant assets) dicatat sebesar harga perolehan (cost of plant assets). Harga perolehan
(cost) adalah semua pengeluaran yang terjadi dalam rangka memperoleh aset tetap sampai
dengan aktiva tersebut siap digunakan. Berdasarkan pengertian ini, maka cost of plant assets
terdiri atas harga beli, biaya survey, biaya asuransi dalam perjalanan, biaya angkut, biaya broker,
biaya pemasangan, biaya uji coba, dan lain-lain.
Perolehan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagai berikut :
a. Aset tetap diperoleh secara pembelian tunai;
b. Aset tetap diperoleh secara penerbitan surat berharga;
c. Aset tetap diperoleh secara pertukaran;
d. Aset tetap diperoleh secara membangun sendiri;
e. Aset tetap diperoleh secara perjanjian sewa guna usaha.
Contoh perolehan aset tetap secara tunai :
Misalnya, diperoleh peralatan (equipment) dengan pengeluaran-pengeluaran sebagai berikut :
harga beli Rp. 10.000.000,-, biaya pajak Rp.1.000.000,-, biaya angkut dalam perjalanan Rp.
100.000,-, biaya asuransi dalam perjalanan Rp. 500.000,- , biaya pemasangan Rp. 200.000,-,
biaya uji coba peralatan Rp. 200.000,-. Harga perolehan peralatan tersebut dihitung sebagai
berikut :
Harga beli peralatan = Rp. 10.000.000,-
Pajak = Rp. 1.000.000,-
Biaya asuransi = Rp. 500.000,-
Biaya angkut peralatan = Rp. 100.000,-
Biaya pemasangan = Rp. 200.000,-
Biaya uji coba = Rp. 200.000,-
Harga perolehan = Rp. 12.000.000,-
Jurnal dari perolehan peralatan secara tunai tersebut ialah sebagai berikut :
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
Peralatan(equipment) Rp. 12.000.000,- -
Kas(cash) - Rp. 12.000.000,-
Tabel 18. Jurnal Perolehan Peralatan Secara Tunai

Ad.2. Akuntansi untuk penggunaan Aset Tetap


Penggunaan aset tetap terlepas dari pengertian penyusutan (depreciation). Penyusutan
(depreciation) merupakan proses alokasi harga perolehan (cost) menjadi beban selama usia
ekonomis aset tetap secara rasional dan sistematis. Faktor-faktor yg mempengaruhi penyusutan,
antara lain, ialah sebagai berikut :
a. Harga perolehan (cost);
b. Usia ekonomis aset tetap (economic life), dan;
c. Nilai sisa (salvage/residual value).
Secara umum metode penyusutan terdiri atas :
a. Metode garis lurus (straight line method);
b. Metode saldo menurun (declining balance method);
c. Metode unit aktivitas (units of activity).
d. Metode jumlah angka tahun (sum of the year digits method)
Ad.a. Metode garis lurus (straight line method)
Metode penyusutan tersebut paling banyak digunakan oleh perusahaan, ciri-ciri metode tersebut
adalah :
1). Sederhana (simple),
2). Penyusutan per periode tetap, dan
3). Tidak memperhatikan pola penggunaan aset tetap
Penyusutan per periode dihitung sebagai berikut :
Harga perolehan – Nilai sisa
Penyusutan = -----------------------------------------------------------------------
Umur ekonomis

Atau dapat dihitung dengan persentase sebagai berikut :


100%
Tarif penyusutan = -----------------------------------------------------------------
Umur ekonomis

Penyusutan = tarif x harga perolehan

Misalnya :
Pada awal tahun 2001 diperoleh peralatan (equipment) dengan harga perolehan (cost) sebesar
Rp. 10.100.000,- dan diperkirakan dapat digunakan selama lima tahun dengan nilai sisa Rp.
100.000,-. Beban penyusutan secara lengkap dihitung :
Rp. 10.100.000,- - Rp. 100.000,-
Beban penyusutan per tahun = ----------------------------------------------
5
= Rp. 10.000.000,-
----------------------- = Rp. 2.000.000,-
5
Skedul penyusutan disusun sebagai berikut :
Akhir Tahun Harga Perolehan Beban Penyusutan Akumulasi Penyusutan Nilai Buku (HP-
Ak.penyusutan)
2001 Rp. 10.100.000,- Rp. 2.000.000,- Rp. 2.000.000,- Rp. 8.100.000,-
2002 Rp. 10.100.000, Rp. 2.000.000, Rp. 4.000.000,- Rp. 6.100.000,-
2003 Rp. 10.100.000, Rp. 2.000.000, Rp. 6.000.000,- Rp. 4.100.000,-
2004 Rp. 10.100.000, Rp. 2.000.000, Rp. 8.000.000,- Rp. 2.100.000,-
2005 Rp. 10.100.000, Rp. 2.000.000, Rp. 10.000.000,- Rp. 100.000,-
Tabel 19. Penyusutan Metode Garis Lurus
Ad.b. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Metode penyusutan saldo menurun (declining balance) menghasilkan beban penyusutan yang
semakin menurun setiap periode. Ciri-ciri dari metode penyusutan tersebut, antara lain ialah
sebagai berikut :
Tarif penyusutan tetap dan merupakan dua kali tariff garis lurus,
1) Beban penyusutan per periode semakin menurun;
2) Perhitungan penyusutan tanpa memperhitungkan estimasi nilai sisa;
3) Metode ini selalu menghasilkan angka yang harus dibulatkan pada akhir usia ekonomis.
Misalnya :
Pada awal tahun 2001 diperoleh peralatan (equipment) dengan harga perolehan (costs) Rp.
13.000.000,- dan estimasi nilai sisa Rp. 1.000.000,- diperkirakan usia ekonomis peralatan
(equipment) tersebut selama 5 tahun.
 Beban penyusutan :
Tarif penyusutan = Tarif garis lurus x 2
= 100%
--------- x 2 = 40%
5
 Skedul penyusutan :
Akhir Harga Tarif Beban Akumulasi Nilai Buku
Tahun Perolehan DDB Penyusutan Penyusutan (HP-
Ak.penyusutan)
2001 Rp. 3.000.000,- 40% Rp. 5.200.000,- Rp. 5.200.000,- Rp. 7.800.000,-

2002 Rp. 13.000.000,- 40% Rp. 3.120.000,- Rp. 8.320.000,- Rp. 4.680.000,-
2003 Rp. 13.000.000,- 40% Rp. 1.872.000,- Rp. 10.192.000,- Rp. 2.808.000,-
2004 Rp. 13.000.000,- 40% Rp. 1.123.000,- Rp. 11.315.000,- Rp. 1.685.000,-
2005 Rp. 13.000.000,- 40% Rp. 685.000,- Rp. 12.000.000,- Rp. 1.000.000,-
Ad.3. Metode Unit Aktivitas (Units of Activity Method)
Metode penyusutan unit of activity akan menghasilkan beban penyusutan yang berfluktuasi
setiap periode. Tergantung besar kecilnya aktivitas yang dilakukan. Ciri-ciri units of accounts,
antara lain ialah sebagai berikut :
1) Beban penyusutan per periode berflutuaksi,
2) Tariff penyusutan tetap,
3) Diperhatikan pola penggunaan.
Harga perolehan – Nilai sisa
Tarif penyusutan = --------------------------------------------------
Estimasi aktivitas
Penyusutan = tarif penyusutan x aktivitas yang dilakukan
Misalnya :
Pada awal tahun 2001 diperoleh peralatan (equipment) dengan harga perolehan (costs) Rp.
10.100.000,- dengan estimasi nilai sisa Rp. 100.000,- dan diperkirakan dapat digunakan selama
100.000 jam. Penggunaan peralatan tersebut adalah pada tahun 2001 sebanyak 20.000 jam;
tahun 2002 sebanyak 30.000 jam; tahun 2003 sebesar 10.000 jam; tahun 2004 sebesar 40.000
jam. Beban penyusutan dan schedule penyusutan dihitung sebagai berikut :
 Beban penyusutan :
Rp. 10.100.000,- - Rp. 100.000,-
Tarif/Jam = ----------------------------------------------------
100.000 Jam
= Rp. 100/jam
 Skedul penyusutan :
Akhir Harga Tarif Jam Beban Akumulasi Nilai Buku (HP-
Tahu Perolehan per Kerja Penyusutan Penyusutan Ak.penyusutan)
n Jam Aktual
2001 Rp. 10.100.000,- 100 20.000 Rp. 2.000.000,- Rp. 2.000.000,- Rp. 8.100.000,-
2002 Rp. 10.100.000,- 100 30.000 Rp. 3.000.000,- Rp. 5.000.000,- Rp. 5.100.000,-
2003 Rp. 10.100.000,- 100 10.000 Rp. 1.000.000,- Rp. 6.000.000,- Rp. 4.100.000,-
2004 Rp. 10.100.000,- 100 40.000 Rp. 4.000.000,- Rp. 10.000.000,- Rp. 100.000,-

Ad.3. Akuntansi untuk Penghentian Aset Tetap


Penghentian aset tetap terjadi pada saat aset tetap belum habis masa manfaatnya. Jika aset tetap
telah habis masa manfaatnya, maka pada saat penghentian aset tetap tersebut telah disusut penuh.
Misalnya, pada tanggal 10 Oktober 2001 PT”Dina Palenta” mempunyai peralatan dengan harga
perolehan senilai Rp. 20.000.000,- pada tanggal tersebut aset tersebut telah habis masa
manfaatnya sehingga telah disusut penuh. Jurnal untuk penghentian peralatan tersebut
adalah sebagai berikut :
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
10 Okt. Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 20.000.000,- -
Peralatan - Rp. 20.000.000,-

Jika aset tetap dihentikan sebelum habis usia ekonomisnya, maka akan timbul adanya laba atau
rugi akibat penghentian aset tetap tersebut. Penghentian aset tetap sebelum habis usia
ekonomisnya dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain, dengan :
1) Dijual atau,
2) Ditukar dengan aset tetap lain.
1. Penjualan Aset Tetap
Aset tetap yang dijual sebelum habis usia ekonomisnya akan diperoleh laba atau rugi dari
penjualan aset tersebut. Laba atau rugi dari penjualan aset tetap dihitung dengan cara
membandingkan antara harga jual aset dan nilai buku pada saat dijual. Jika harga jual (selling
price) lebih tinggi dari nilai buku (book value), maka akan diperoleh Laba (gain), sedangkan jika
harga jual (selling price) sama dengan nilai buku, maka tidak terdapat laba atau rugi dari
penjualan aset tetap tersebut. Misal pada tanggal 12 Oktober 2010 peralatan dengan harga
perolehan Rp.20.000.000,- telah disusut sebesar Rp. 12.000.000,- Hitung laba atau rugi dari
penjualan aset tetap tersebut jika dijual seharga (a) Rp. 9.000.000,-, (b) Rp. 8.000.000,- dan (c)
Rp. 7.000.000,- Transaksi di atas akan dihitung dan dijurnal sebagai berikut :
a. Jika harga jual Rp. 9.000.000,-
Harga perolehan peralatan Rp. 20.000.000,-
Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 12.000.000,-
Nilai buku Rp. 8.000.000,-
Harga jual Rp. 9.000.000,-
Laba penjualan peralatan Rp. 1.000.000,-
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
12 Okt. Kas Rp. 9.000.000,- -
Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 12.000.000,- -
Peralatan - Rp. 20.000.000,-
Laba penjualan peralatan - Rp. 1.000.000,-

b. Jika harga jual Rp. 8.000.000,-


Harga perolehan peralatan Rp. 20.000.000,-
Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 12.000.000,-
Nilai buku Rp. 8.000.000,-
Harga jual Rp. 8.000.000,-
Laba/Rugi penjualan peralatan Rp. 0
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
12 Okt. Kas Rp. 8.000.000,- -
Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 12.000.000,- -
Peralatan
- Rp. 20.000.000,-

c. Jika harga jual Rp. 7.000.000,-


Harga perolehan peralatan = Rp. 20.000.000,-
Akumulasi penyusutan peralatan = Rp. 12.000.000,-
Nilai buku = Rp. 8.000.000,-
Harga jual = Rp. 7.000.000,-
Rugi penjualan peralatan = Rp. 1.000.000,-
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
12 Okt. Kas Rp. 7.000.000,- -
Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 12.000.000,- -
Rugi penjualan peralatan Rp. 1.000.000,- -
Peralatan - Rp. 20.000.000,-

2. Pertukaran Aset Tetap


Pertukaran aset tetap diklasifikasi ke dalam dua kategori, yaitu sebagai berikut :
a. Pertukaran Aset Tetap Sejenis
Pertukaran aset sejenis merupakan pertukaran aset tetap yang fungsinya sama. Pertukaran aset
tetap sejenis jika terdapat laba pertukaran tidak diakui, sedangkan jika terjadi rugi pertukaran
diakui. Misalnya, pada tanggal 10 Oktober 2010, PT”Pratama” mempunyai peralatan dengan
harga perolehan senilai Rp. 13.000.000,- pada saat itu telah disusut sebesar Rp. 6.000.000,-
peralatan tersebut dihargai dalam pertukaran sebesar Rp. 7.500.000,-. Harga pasar peralatan yang
diperoleh senilai Rp. 8.500.000,- dan PT”Pratama” menyerahkan kas dalam pertukaran tersebut
sebesar Rp. 1.000.000,-. Transaksi pertukaran tersebut dihitung dan dijurnal oleh PT”Pratama”
sebagai berikut :
Harga perolehan peralatan = Rp. 13.000.000,-
Akumulasi penyusutan peralatan = Rp. 6.000.000,-
Nilai buku saat pertukaran = Rp. 7.000.000,-
Harga pertukaran = Rp. 7.500.000,-
Laba pertukaran peralatan = Rp. 500.000,-
Harga perolehan peralatan yang diperoleh oleh perusahaan dicatat sebesar nilai pasar peralatan
yang diperoleh dikurangi dengan laba yang tidak diakui dalam pertukaran Rp. 8.500.000,- - Rp.
500.000,- sebesar Rp. 8.000.000,-
Jurnal yang harus dibuat atas pertukaran tersebut adalah sebagai berikut :
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
12 Okt. Peralatan (baru) Akumulasi penyusutan Rp. 8.000.000,- -
peralatan Rp. 6.000.000,- -
Peralatan (Lama) - Rp. 13.000.000,-
Kas - Rp. 1.000.000,-

Jika harga pertukaran peralatan tersebut di atas senilai Rp. 6.200.000,- ,maka perusahaan
mengalami kerugian senilai Rp. 800.000,- yaitu merupakan selisih antara nilai buku Rp.
7.000.000,- dengan harga pertukaran senilai Rp. 6.200.000,-. Kas yang diberikan dalam
pertukaran sebesar Rp. 2.300.000,-. Transaksi pertukaran tersebut akan dijurnal sebagai berikut :
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
10 Okt. Peralatan (baru) Rp. 8.500.000,- -
Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 6.000.000,- -
Rugi pertukaran aktiva tetap Rp. 800.000,-
Peralatan (Lama) - Rp. 13.000.000,-
Kas Rp. 2.300.000,-

b. Pertukaran Aset Tetap Tidak Sejenis


Pertukaran tidak sejenis merupakan pertukaran aset tetap yang secara fungsional aset tetap
tersebut berbeda. Dalam hal pertukaran tidak sejenis, maka jika terjadi laba pertukaran dan rugi
pertukaran akan diakui dan muncul dalam jurnal pertukaran. Misal, dalam kasus di atas,
misalnya, peralatan ditukar dengan mesin dengan nilai pasar Rp. 8.500.000,-, peralatan dihargai
senilai Rp. 7.600.000,- . Kas yang diberikan dalam pertukaran sebesar Rp. 900.000,-. Dalam
pertukaran tersebut diperoleh laba dari pertukaran dihitung sebagai berikut :
Harga perolehan peralatan = Rp. 13.000.000,-
Akumulasi penyusutan peralatan = Rp. 6.000.000,-
Nilai buku saat pertukaran = Rp. 7.000.000,-
Harga pertukaran = Rp. 7.600.000,-
Laba pertukaran peralatan = Rp. 600.000,-
Harga perolehan mesin dicatat sebesar harga pasar mesin yang diperoleh, yaitu senilai Rp.
8.500.000,-. Transaksi pertukaran di atas dijurnal sebagai berikut :
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
10 Okt. Mesin Rp. 8.500.000,- -
Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 6.000.000,- -
Laba pertukaran aktiva tetap - Rp. 600.000,-
Peralatan - Rp. 13.000.000,-
Kas - Rp. 900.000,-

Jika peralatan tersebut ditukar dengan mesin (machinery) yang mempunyai nilai pasar Rp.
8.000.000,- dan nilai tukar peralatan dihargai sebesar Rp. 5.800.000,-, maka perusahaan akan
mengalami kerugian sebesar selisih nilai buku peralatan dengan nilai pertukaran, dihitung
sebagai berikut :
Harga perolehan peralatan = Rp. 13.000.000,-
Akumulasi penyusutan peralatan = Rp. 6.000.000,-
Nilai buku saat pertukaran = Rp. 7.000.000,-
Harga pertukaran = Rp. 5.800.000,-
Rugi pertukaran peralatan = Rp. 1.200.000,-
Harga perolehan mesin dicatat sebesar nilai pasar mesin yang diperoleh yaitu sebesar Rp.
8.000.000,-. Kas yang diberikan dalam pertukaran sebesar Rp. 2.200.000,-. Jurnal yang harus
dibuat atas transaksi pertukaran tersebut adalah sebagai berikut :
Tanggal Keterangan P/R Debet Kredit
10 Okt. Mesin Rp. 8.000.000,- -
Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 6.000.000,- -
Rugi pertukaran aktiva tetap Rp. 1.200.000,- -
Peralatan - Rp. 13.000.000,-
Kas - Rp. 2.200.000,-

3. Aset Berwujud dan Tak Beruwjud dari Aspek Perpajakan


a. Penyusutan Aset Berwujud
Menurut ketentuan perpajakan (sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun
2008), aset berwujud adalah aset berwujud adalah aset yang disusutkan, di mana aset tersebut
terletak atau berada di Indonesia, yang dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak tidak final, serta mempunyai masa
manfaat lebih dari 1(satu) tahun. Khusus untuk tanah (baik menurut akuntansi maupun
perpajakan), tanah yang berstatushak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai
tidaklah disusutkan, Kecuali tanah tersebut nilainya berkurang selama pemakaian. Untuk aset
terwujud selain tanah, metode penyusutan yang diperkenankan menurut ketentuan perpajakan
adalah:
1). Metode garis lurus, untuk kelompok bangunan maupun bukan bangunan (sesuai dengan
Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008).
2). Metode saldo menurun, khusus untuk kelompok yang bukan bangunan saja, di mana pada
akhir masa manfaat nilai sisa bukunya akan disusutkan sekaligus (sesuai dengan Pasal 11 ayat 2
Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008). Ayat (1). Penyusutan atas pengeluaran untuk
pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan aset berwujud, Kecuali tanah
yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagina-bagian yang sama besar selama masa
manfaat yang telah ditentukan bagi aset tersebut.
Kelompok Harta Berwujud/Tidak Tarif & Metode
Masa Manfaat
Berwujud Grs Lurus Saldo Menurun
Bukan Bangunan :
Kelompok I 4 Tahun 25% 50%
Kelompok II 8 Tahun 12,5% 25%
Kelompok III 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok IV 20 Tahun 5% 10%

Bangunan :
Permanen 20 Tahun 5% -
Non Permanen 10 Tahun 10% -
Contoh:
Pada bulan Januari 2013 dibeli sebuah gedung dengan harga perolehan sebesar Rp.
600.000.000,-. Sesuai dengan ketentuan perpajakan, bangunan permanen ini memiliki masa
manfaat 20 tahun dan disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus (dengan tariff 5% per
tahun). Dalam contoh ini, besarnya penyusutan per tahun akan memiliki bagian yang sama besar,
yaitu Rp. 30.000.000,- (5% x Rp. 6000.000.000,-).
b. Amortisasi Aset Tak Berwujud
Penyusutan untuk aset tak berwujud dalam akuntansi dan perpajakan dinamakan amortisasi. Di
dalam perpajakan tidak mengenal nilai sisa dalam menghitung amortisasi atas aset tak
berwujudmaupun penyusutan atas aset berwujud. Hal ini berbeda dengan akuntansi yang
mengenal nilai sisa. Dalam kuntansi, deplesi adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan
alokasi secara sistematis dan periodic atas harga perolehan sumber lam, sedangkan dalam
perpajakan menggunakan istilah amortisasi. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukkannya
pengeluaran, Kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri Keuangan. Menurut PMK-248/PMK.03/2008, amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh aset tak berwujud dan pengeluaran lainnya dalam bidang usaha kehutanan,
perkebunan, dan peternakan dimulai pada bulan produksi komersial, yaitu bulan di mana
Penjualan mulai dilakukan. Hal ini dikarenakan bahwa untuk bidang usaha kehutanan,
perkebunan, dan peternakan dapat berproduksi berkali-kali dan baru akan menghasilkan (dapat
dijual) setelah tanaman tersebut ditanam atau ternak tersebut dipelihara sekurang-kurangnya 1
tahun.
Kelompok Aset Tak Masa Manfaat Tarif Amortisasi
Berwujud Garis Lurus Menurun
Kelompok I 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Contoh:
Asumsi bahwa PT. Inkosindo berdiri pada tahun 2012 dan telah mengeluarkan biaya pra-operasi
sebesar Rp. 40.000.000,- untuk pengurusan ijin pendirian perusahaan. Pengeluaran atas biaya
pra-operasi ini dikapitalisasi dan dicatat sebagai aset lainnya dengan estimasi masa manfaat 10
tahun. Metode yang digunakan untuk mengamortisasi pengeluaran tersebut adalah metode garis
lurus. Berikut adalah ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat kapitalisasi tas biaya pendirian
perusahaan beserta amortisasinya pada tahun pertama.
Nama Perkiraan Debet Kredit
Aset lainnya 40.000.000 -
Kas - 40.000.000

Beban Amortisasi 4.000.000 -


Aset Lainnya - 4.000.000

Contoh Kasus Aset Berwujud dan AsetTak Berwujud


Pada awal Januari 2009 dibeli sebuah aset tetap dengan cost sebesar $.100.000. Aset tetap ini
diperkirakan memiliki economic life (useful life) selama 5 tahun dengan residual value sebesar $
5.000 pada akhir tahun ke lima.
Diminta :
Buatlah table alokasi harga perolehan aset tetap apabila menggunakan :
a. Metode garis lurus (straight line method)
b. Metode saldo menurun ganda (double declining balance method).
Catatan : dalam table alokasi yang saudara/I buat haruslah secara jelas menampilkan berapa
besarnya jumlah penyusutan, akumulasi penyusutan dan nilai buku pada akhir masing-masing
tahun.
Metode Garis Lurus (straight line method)
$ 100.000 - $ 5.000 : 5 tahun = $ 19.000
Akhir Tahun Penyusutan Akumulasi Nilai Buku Akhir
Penyusutan
- - - $ 100.000
2009 $ 19.000 $ 19.000 $ 81.000
2010 $ 19.000 $ 38.000 $ 62.000
2011 $ 19.000 $ 57.000 $ 43.000
2012 $ 19.000 $ 76.000 $ 24.000
2013 $ 19.000 $ 95.000 $ 5.000
Metode Saldo Menurun ganda (double declining balance method)
Tarif penyusutan = Tarif garis lurus X 2
= 100%
5
= 20 x 2 = 40%

Akhir Harga Tarif Beban Akumulasi Nilai Buku


Tahun Perolehan DDB Penyusutan Penyusutan (HP-
Ak.penyusutan)
- - - - - $ 100.000
2001 $100.000 40% $ 40.000 $ 40.000 $ 60.000
2002 $100.000 40% $ 24.000 $ 64.000 $ 36.000
2003 $100.000 40% $ 14.400 $ 78.400 $ 21.600
2004 $100.000 40% $ 8.640 $ 87.040 $ 12.960
2005 $100.000 40% $ 7.960 $ 95.000 $ 5.000

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
Caty Cooperation mempunyai sebuah mesin dengan harga perolehan sebesar $ 52.000 nilai buku
$ 35.000, dan nilai pasar $ 40.000. Mesin ini digunakan dalam proses produksi Caty Corperation
untuk setiap situasi berikut di bawah ini, tunjukkanlah melalui jurnal, berapa nilai yang harus
dicatat Caty atas setiap perolehan aktiva yang baru diterimanya melalui pertukaran.
a). Caty menukarkan mesin dengan truk yang memiliki harga pasar sebesar $.40.000
b). Caty menukarkan mesin itu dengan mesin model baru yang sejenis dari dealer. Harga pasar
mesin baru tersebut adalah $.55.000 dan Caty membayar tunai $.15.000.
D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
1. Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
2. Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
3. Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan

E.GLOSARIUM
1. Aset : sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan
darimana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.
2. Aset tetap : aset berwujud yang digunakan dalam operasi perusahaan dan tidak dimaksudkan
untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan. Aset semacam ini biasanya memiliki
masa pemakaian yang lama dan diharapkan dapat member manfaat pada perusahaan selama
bertahun-tahun.
3. Aset tetap berwujud : aktiva-aktiva yang berwujud yang sifatnya relative permanen yang
digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal.
4. Aset tak berwujud : intangible assets, adalah jenis aset yang tidak berwujud, yang nilainya
sangat tergantung pada hak-hak yang dapat dinikmati pemiliknya.
5. Penyusutan : alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur
manfaatnya.
6. Metode garis lurus : metode penyusutan dimana besarnya penyusutan selalu sama dari tiap
periode akuntansi selama umur ekonomis dari aset tetap yang bersangkutan.
7. Metode saldo menurun : metode penyusutan saldo menurun ganda (double declining balance
method) menghasilkan perhitungan beban penyusutan periodik yang semakin menurun selama
estimasi masa manfaat aset tetap.
PERTEMUAN 10: UTANG DAN KEWAJIBAN LAINNYA DAN
ASPEK FISKAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menghitung dan menjelaskan kewajiban lancar dan kewajiban kontinjen,
mengidentifikasi jenis-jenis utama kewajiban lancar, mendeskripsikan jenis-jenis utama
kewajiban lancar, mendeskripsikan akuntansi untuk wesel bayar, menjelaskan akuntansi untuk
kewajiban lancar lainnya, dan kaitannya dengan aspek perpajakannya.

B. URAIAN MATERI
Kewajiban lancar adalah kewajiban yang akan dibayar dengan menggunakan aktiva lancar dan
harus segera dilunasi dalam jangka waktu satu tahun. Yang termasuk dalam kategori kewajiban
lancar adalah :
1. utang usaha (accounts payable),
timbul pada saat barang atau jasa diterimasebelum melakukan pembayaran. Dalam transaksi
perusahaan dagang, seringkali perusahaan membeli barang dagangan secara kredit dari pemasok
untuk dijual kembali kepada para pelanggannya. Dalam hal ini, perusahaan akan mencatat
pembelian barang dagangan tersebut dalam pembukuan dengan cara mendebet akun pembelian
(jika sistem persediaan periodik) atau akun persediaan barang dagangan (jika sistem persediaan
perpectual) dan mengkredit akun utang usaha. Utang usaha ini biasanya akan segera dilunasi
oleh perusahaan dalam jangka waktu yang sangat singkat sesuai dengan (invoice). Pada waktu
utang usaha jatuh tempo dan dilunasi, akun utang usaha akan didebet dan akun kas dikredit.
Untuk pembayaran yang dilakukan dalam periode diskon, akun potongan pembelian (jika sistem
persediaan periodik) atau akun persediaan barang dagangan (jika sistem perpectual) juga akan
dikredit dalam jurnal sebesar potongan yang diterima.
2. Pendapatan diterima dimuka (unearned revenue)
timbul pada saat pembayaran diterima sebelum barang atau jasa diberikan. Contohnya : Sewa
diterima di muka (unearned rent), di mana pihak yang menyewakan biasanya akan menerima
terlebih dahulu uang muka dari pihak penyewa untuk pemakaian sewa beberapa bulan ke depan.
Uang yang diterima di muka ini, bagi pihak yang menyewakan (yang menerima uang muka)
adalah merupakan utang, karena uang telah diterima atas periode sewa yang belum berjalan.
Pihak yang menyewakan akan mencatat penerimaan uang muka tersebut dalam pembukuan
dengan cara mendebet akun kas dan mengkredit akun sewa diterima dimuka. Utang secara
berangsur-angsur akan berkurang secara proporsional dari bulan ke bulan sepanjang pemakaian
sewa yang telah terjadi. Setiap bulannya, begitu sewa telah “dinikmati” oleh penyewa, maka
bagi pihak yang menyewakan (yang menerima uang muka tadi), utangnya akan berubah menjadi
pendapatan sewa secara bertahap. Jurnal akan dibuat dengan cara mendebet akun sewa diterima
dimuka dan mengkredit akun pendapatan sewa, yaitu sebesar sewa yg telah “dinikmati” oleh
penyewa secara proporsional.
3. utang pajak penghasilan karyawan (employees income taxes payable)
merupakan jumlah pajak yang terutang kepada pemerintah atas besarnya gaji karyawan yang
terkena pajak penghasilan. Pemberi kerja selaku Wajib Pungut (WAPU) berkewajiban untuk
memotong dan memungut pajak atas gaji karyawan yang melebihi jumlah Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). Pada waktu gaji karyawan dibayarkan, kewajiban pajak akan dicatat dalam
pembukuan perusahaan dengan cara mendebet akun beban gaji dan mengkredit akun kas dan
akun utang pajak penghasilan karyawan. Akun beban gaji di debet dalam jurnal sebesar jumlah
gaji bruto (gaji pokok ditambah dengan seluruh tunjangan yang ada dan sebelum dikurangi
dengan potongan-potongan). Utang pajak penghasilan karyawan ini harus segera dibayar atau
disetorkan ke kas Negara melalui bank persepsi (bank yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
menampung sementara pemasukan kas negera berupa pajak) atau melalui kantor pos, selambat-
lambatnya tanggal 10 di bulan berikutnya setelah gaji dibayarkan. Utang pajak penghasilan
karyawan yang disetorkan ke kas Negara akan dicatat dalam pembukuan perusahaan dengan cara
mendebet akun utang pajak penghasilan karyawan dan mengkredit akun kas.
4. Utang bunga (interest payable)
merupakan jumlah bunga yang terutang kepada kreditor atas dana yang dipinjam. Dalam hal ini,
debitur telah menikmati dana kreditor selama periode berjalan namun baru akan dibayarkan di
periode akuntansi berikutnya sesuai dengan tanggal jatuh tempo pinjaman. Bunga ini terutang
karena adanya perbedaan antara tanggal pembayaran dengan tanggal tutup buku perusahaan,
dimana pemanfaatan atas dana kreditor dalam periode berjalan baru akan dibayarkan di periode
akuntansi berikutnya setelah pembukuan periode berjalan ditutup. Pada akhir periode berjalan
tersebut, debitur akan membuat ayat jurnal penyesuaian untuk mencatat besarnya bunga berjalan
(bunga yang masih harus dibayar atau bunga terutang) atas saldo pinjaman yang belum dilunasi.
Atas dasar akrual (accrual basis), jurnal penyesuaian akan dibuat dalam pembukuan debitur
dengan cara mendebet akun beban bunga dan mengkredit akun utang bunga. Utang bunga ini
akan segera dibayar dalam jangka waktu beberapa bulan di tahun mendatang (periode akuntansi
berikutnya).
5. Utang upah (wages payable)
merupakan jumlah upah yang terutangkepadakaryawan atas manfaat yang telah diterima
perusahaan melalui pemakaian jasa karyawan selama periode berjalan. Dalam hal ini, perusahaan
telah menikmati atau menggunakan jasa karyawan dalam periode berjalan namun baru akan
dibayarkan di periode akuntansi berikutnya sesuai tanggal pembayaran yang telah ditetapkan.
Upah ini terutang karena adanya perbedaan antara tanggal pembayaran dengan tanggal tutup
buku perusahaan, dimana pemakaian jasa karyawan dalam periode berjalan baru akan dibayarkan
diperiode akuntansi berikutnya setelah pembukuan periode berjalan ditutup. Pada akhir periode
berjalan tersebut, perusahaan(pemberi kerja) akan membuat ayat jurnal penyesuaian untuk
mencatat besarnya upah karyawan yang terutang yang telah dinikmati dalam periode berjalan.
Atas dasar akrual, jurnal penyesuaian tersebut akan dibuat dengan cara mendebet akun beban
upah dan mengkredit akun utang upah. Utang upah ini biasanya akan segera dibayar dalam
jangka waktu beberapa hari di tahun mendatang (periode akuntansi berikutnya).
6. Utang pajak penjualan (sales taxes payable)
merupakan utang atas pajak yang dipungut dari pembeli ketika penjualan terjadi. Seperti kita
ketahui bahwa sebagian besar produk yang kita beli dari toko pengecer dikenakan pajak
penjualan. Pajak penjualan ini dibebankan kepada pembeli sebesar persentase tertentu dari harga
jual. Jadi, penjual akan memungut pajak dari pembeli ketika penjualan terjadi. Nantinya secara
berkala (biasanya bulanan), pajak ini akan disetorkan oleh penjual yang bersangkutan ke kas
Negara. Penjual akan mencatat besarnya penjualan harian dan pajak penjualan dengan cara
mendebet akun kas dan mengkredit akun penjualan dan akun utang pajak penjualan. Sebagai
contoh, jika besarnya penjualan harian adalah Rp. 5.000.000,- dan tarif pajak penjualan 10%,
maka besarnya utang pajak penjualan adalah Rp. 500.000,-. Dalam hal ini, uang kas yang akan
diterima oleh penjual dari pembeli menjadi Rp. 5.500.000,- di mana Rp. 500.000,- nya dipungut
untuk selanjutnya dibayarkan ke pemerintah. Ketika pajak penjualan tersebut disetor ke kas
Negara, penjual akan mencatatnya dalam pembukuan dengan cara mendebet akun utang pajak
penjualan dan mengkredit akun kas, yaitu masing-masing sebesar Rp. 500.000,-.
Wesel bayar dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu wesel bayar berbunga dan wesel
bayar yang didiskontokan. Untuk wesel bayar berbunga, beban bunga akan diakui atau dicatat
pada akhir periode akuntansi dan atau pada saat wesel jatuh tempo. Beban bunga yang dicatat
pada akhir periode akuntansi merupakan beban bunga berjalan, terhitung mulai pada saat wesel
diterbitkan sampai dengan tanggal tutup buku perusahaan. Dalam praktik, kadang-kadang debitur
dapat menerbitkan wesel bayar yang didiskontokan, bukan wesel bayar berbunga. Meskipun
wesel bayar yang didiskontokan tidak menyebutkan secara spesefik besarnya tingkat suku bunga,
akan tetapi kreditor sesungguhnya telah menetapkan tingkat suku bunga. Bunga yang ditetapkan
oleh kreditor ini akan secara otomatis mengurangi nilai nominal wesel yang diterbitkan oleh
debitur. Bunga yang mengurangi nilai nominal wesel dinamakan diskonto. Untuk wesel bayar
yang didiskontokan, akun beban bunga akan langsung dicatat atau diakui pada saat wesel bayar
diterbitkan (ditandatangani), tidak ada jurnal yang dibuat untuk mengakui bunga berjalan,
demikian juga tidak ada pengakuan atas beban bunga pada saat utang wesel dibayarkan. Suatu
transaksi yang terjadi dimasa lampau akan menimbulkan kewajiban apabila,kejadian tertentu
terjadi di masa mendatang. Kewajiban potensial ini dinamakan sebagai kewajiban kontinjensi, di
mana kewajiban belum terjadi pada tanggal neraca. Kewajiban ini baru akan terjadi secara actual
tergantung pada adanya kejadian di masa mendatang. Salah satu Contoh: Kewajiban Kontinjensi
adalah utang garansi produk. Untuk tujuan pembukuan atau akuntansi, estimasi atas beban
garansi produk seharusnya dibuat dan dicatat pada saat terjadinya penjualan produk, bukan pada
saat terjadinya klaim actual dari pembeli yang membutuhkan perbaikan.
Istilah gaji biasanya digunakan untuk pembayaran atas pemakaian jasa karyawan bagian
manajerial dan administrasi. Besarnya gaji yang diterima oleh karyawan dihitung berdasarkan
tarif bulanan, bukan per jam ataupun harian. Sedangkan untuk upah biasanya dibayarkan
berdasarkan hitungan jam, harian, mingguan,atau kesatuan pekerjaan (borongan). Umumnya,
upah dibayarkan kepada karyawan bagian toko, buruh pabrik, mekanik bengkel, dan pekerjaan
borongan. Dalam praktik, istilah gaji dan upah sering digunakan secara bergantian. Besarnya gaji
yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada karyawannya biasanya tidak hanya terdiri atas gaji
pokok saja, melainkan juga tunjangan-tunjangan, seperti tunjangan transport, tunjangan makan,
tunjangan keluarga (nikah), dan tunjangan-tunjangan lainnya. Jumlah gaji bruto (kotor) adalah
besarnya gaji pokok ditambah dengan tunjangan-tunjangan, sebelum dikurangi dengan potongan-
potongan. Jumlah gaji bruto setelah dikurangi dengan potongan-potongan, dinamakan gaji
bersih. Gaji bersih ini merupakan jumlah yang akan diterima oleh karyawan dari pemberi kerja.
Gaji bersih ini sering dinamakan sebagai jumlah gaji yang akan dibawa pulang oleh karyawan
(take homepay). Potongan-potongan yang mengurangi jumlah gaji yang diterima oleh karyawan
biasanya terdiri atas potongan untuk pajak penghasilan dan jaminan sosial tenaga kerja
(jamsostek).
Pengendalian internal atas sistem penggajian diperlukan untuk menjamin agar pembayaran gaji
dapat dilakukan secara akurat dan tepat waktu serta tersedianya catatan akuntansi yang memadai
atas penggajian. Selain itu juga, sistem penggajian harus dapat menyediakan pengamanan yang
memadai terhadap tindakan pencurian, penyelewengan, dan penyalagunaan atas dana gaji.
Perusahaan perlu menerapkan suatu sistem penggajian yang mencakup prosedur otorisasi
penggajian yang tepat. Aktivitas penggajian meliputi 4 fungsi, yaitu perekrutan karyawan,
pencatatan jam kerja atau kehadiran karyawan, menyiapkan (verifikasi) penggajian, dan
pembayaran gaji.

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
Berikut ini adalah transaksi penerbitan wesel bayar yang terjadi pada PT.Indah Pratama dalam
tahun 2015 :
9 Februari Membeli peralatan kantor secara kredit dengan nilai Rp. 40.000.000,-. Dalam hal
ini, PT.Indah Pratama menerbitkan sebuah wesel bayar yang berjangka waktu 60
hari dengan bunga 6% p.a.
10 April PT. Indah Pratama melunasi wesel bayar yang telah jatuh tempo sehubungan
dengan pembelian peralatan kantor yang telah dilakukan pada tanggal 9 Februari
yang lalu. (Rp. 40.000.000,- x 6%x 60/360= Rp. 400.000,-).
5 Mei PT. Indah Pratama meminjam uang dari Bank Panin dengan cara mendiskontokan
sebuah wesel yang bernilai nominal Rp. 48.000.000,- berjangka waktu 90 hari.
Besarnya tingkat diskonto adalah 6,75% p.a. (Rp. 48.000.000,- x 6,75%x 90/360=
Rp. 810.000,-).
3 Agustus membayar wesel yang telah jatuh tempo kepada Bank Panin.
1 Nov PT. Indah Pratama menerbitkan sebuah wesel bayar, berjangka waktu 90
hari, bunga 7% p.a untuk meminjam uang dari Bank Lippo senilai Rp.
300.000.000,- . (Rp.300.000.000 x 7%x60/360 = Rp. 3.500.000,-).
31 Des Mencatat bunga berjalan atas wesel yang diterbitkan untuk Bank Lippo.
31 Des Sepanjang tahun 2015 perusahaan telah berhasil menjual produk elektronik
dengan total nilai penjualan sebesar Rp. 320.000.000,-. Produk ini bergaransi 12
bulan. Diestimasi bahwa rata-rata biaya garansi sebesar 2% dari harga jual. (2% x
Rp. 320.000.000,- = Rp. 6.400.000,-).
Diminta :
Buatlah semua ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi-transaksi di atas dalam
pembukuan PT. Indah Pratama sepanjang tahun 2015!

D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
5.Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
6.Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
7.Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
8.Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan

E.GLOSARIUM
1. Utang usaha : suatu badan usaha/ perusahaan kepada pihak ketiga yang dibayar dengan cara
menyerahkan aktiva atau jasa dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat dari transaksi di
masa lalu.
2. Pendapatan diterima dimuka : transaksi yang sejak awalnya dicatat sebagai utang
(kewajiban), tetapi akan menjadi pendapatan di kemudian hari.
3. Utang pajak penghasilan karyawan : pajak yang dikenakan atas penghasilan beruapa gaji,
honor/honorarium, upah, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, jabatan dan
kegiatan.
4. Utang bunga : imbalan atas pemakaian uang yang dipinjamkan kepada perusahaan.
5. Utang gaji : biaya gaji yang sudah merupakan kewajiban perusahaan untuk membayarkan
kepada karyawan, namun jumlah yang harus dibayarkan tersebut belum dibayarkan
perusahaan, sehingga masih merupakan utang perusahaan terhadap karyawannya.
6. Utang pajak penjualan :
7. Utang jangka pendek : utang yang jatuh tempo dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.
8. Utang jangka panjang : utang yang pelunasannya akan dilakukan dalam jangka waktu lebih
dari satu tahun
PERTEMUAN 11: INVESTASI JANGKA PANJANG (SAHAM DAN OBLIGASI) DAN
ASPEK FISKAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menghitung investasi jangka panjang untuk saham dan
obligasi, mengidentifikasi jenis-jenis utama saham dan obligasi, mendeskripsikan jenis-jenis
utama saham dan obligasi, mendeskripsikan saham dan obligasi, menjelaskan akuntansi untuk
saham dan obligasi, dan kaitannya dengan aspek perpajakannya.

B. URAIAN MATERI
1. TUJUAN INVESTASI
Pada dasarnya, ada lima alasan yang membuat perusahaan tertarik untuk membeli obligasi atau
saham perusahaan lain. Kelima alasan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Sebagai antisipasi atau untuk mejamin bahwa perusahaan tetap dapat melanjutkan kegiatan
operasionalnya meskipun dalam kondisi yang sulit (resesi ekonomi); nanti, pada saat keadaan
perekonomian kurang menguntungkan, investasi ini akan segera dicairkan. Jadi, investasi
dilakukan untuk memberikan perusahaan ketersediaan sumber dana yang dapat ditarik
kembali ketika dibutuhkan.
b. Memanfaatkan kelebihan kas yang tidak terpakai dalam kegiatan operasional perusahaan
sebagai hasil dari puncak penjualan; kelebihan kas yang terjadi selama penjualan akan lebih
menguntungkan bagi perusahaan apabila diinvestasikan dalam bentuk sekuritas (obligasi dan
saham) dibanding disimpan di bank. Nanti, begitu saat penjualan tiba kembali maka investasi
akan dicairkan dan dananya akan dipakai untuk membeli persediaan barang dagangan, dan
seterusnya.
c. Untuk memperoleh pendapatan bunga dari investasi obligasi atau dividen dari investasi saham
(termasuk keuntungan dari selisih harga saham jangka pendek); banyak perusahaan yang tidak
puas dengan tingkat suku bunga yang rendah yang ditawarkan oleh deposito bank sehingga
perusahaan lebih memilih atau beralih ke alternatif investasi lain (investasi dalam obligasi dan
saham) dengan menerima tingkat resiko yang tinggi pula. Perlu dibedakan di sini, perusahaan
(investor) melakukan investasi dalam saham hanya sekedar untuk mendapatkan deviden
dan/atau keuntungan dari selisih harga jangka pendek, bukan untuk memengaruhi apalagi
mengendalikan perusahaan investee.
d. Untuk menjamin tersedianya bahan mentah, memengaruhi dewan komisaris, atau untuk
mendiversifikasi produk yang ditawarkan; sebagai contoh adalah perusahaan pembuat helm
yang menyerahkan pekerjaan pengecatan helmnya kepada sebuah perusahaan khusus, dan
untuk menjamin kesinambungan dari kontrak pekerjaan pengecatan ini maka perusahaan
pembuat helm mungkin akan membeli 20% hingga 50% kepemilikan saham dari perusahaan
pengecatan tersebut. Dalam hal ini, berarti bahwa alasan perusahaan melakukan investasi
dalam saham adalah untuk memengaruhi perusahaan investee.
e. Untuk mengendalikan aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan dari perusahaan lain; dalam
hal ini perusahaan induk menguasai lebih dari 50% kepemilikan saham perusahaan anak, di
mana perusahaan induk melalui investasinya tersebut bermaksud bukan untuk memperoleh
deviden ataupun sekedar memengaruhi perusahaan anak, melainkan lebih dari itu, yaitu ingin
mengendalikan seluruh aktivitas perusahaan anak.
2. PEMBELIAN INVESTASI OBLIGASI
Pembelian investasi obligasi (sekuritas utang) dicatat sebesar harga perolehan, sama seperti
pembelian aktiva lainnya. Harga perolehan di sini meliputi seluruh pengeluaran yang diperlukan
untuk memperoleh investasi tersebut. Jadi, selain harga beli, pajak dan komisi broker juga turut
diperhitungkan sebagai bagian dari harga perolehan investasi.
Ketika obligasi diperoleh di antara tanggal bunga, jumlah uang kas yang dibayarkan untuk
membeli sekuritas akan menjadi bertambah dengan adanya bunga berjalan (yang terhitung sejak
tanggal obligasi diterbitkan sampai dengan tanggal pembelian dilakukan). Meskipun besarnya
bunga berjalan akan menambah jumlah uang kas yang dibayarkan, namun pencatatan atas bunga
berjalan ini seharusnya tidak dilaporkan sebagai bagian dari harga perolehan investasi
melainkan seolah-olah dianggap sebagai pengurang besarnya pendapatan bunga. Nanti, pada saat
bunga (kas) untuk interval periode pertama diterima, maka sebagian dari pendapatan bunga
(jumlah uang kas yang diterima) tersebut dengan sendirinya akan menghapus/mengimbangi
(mengoffset) besarnya bunga berjalan yang telah seolah-olah dianggap sebagai pengurang
besarnya pendapatan bunga di awal.
Untuk mengilustrasikan pembelian obligasi yang terjadi diantara tanggal bunga, asumsi bahwa
pada tanggal 1 Juni 2010 obligasi PT. Graha Eden dengan nilai nominal Rp. 100.000.000,- dibeli
oleh PT.Kilang Nirwana dengan kurs 105 ditambah komisi broker Rp. 500.000,-. Besarnya
tingkat suku bunga nominal adalah 12% per tahun, dengan tanggal bunga, yaitu setiap 1 April
dan 1 Oktober. Obligasi tersebut diterbitkan pada tanggal 1 April 2010, sehingga ada bunga
berjalan selama 2 bulan, yaitu dari tanggal 1 April 2010 hingga 1 Juni 2010. Obligasi akan jatuh
tempo pada tanggal 1 April 2013. Ayat jurnal yang perlu dibuat dalam pembukuan PT. Kilang
Nirwana untuk mencatat pembelian obligasi, bunga berjalan, penerimaan bunga, dan bunga yang
masih harus diterima adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Juni 2010 Investasi Obligasi PT.Graha Eden 105.500.000 -
Kas - 105.500.000
(100 juta x 1,05) + 0,5 juta)

Pendapatan bunga 2.000.000 -


Kas - 2.000.000
(100 juta x 12% : 12 bulan x 2 bulan)
1 Okt 2010 Kas 6.000.000 -
Pendapatan Bunga - 6.000.000
(100 juta x 12% : 12 bulan x 6 bulan)
31Des 2010 Piutang Bunga 3.000.000 -
Pendapatan Bunga - 3.000.000
(100 juta x 12% : 12 bulan x 3 bulan)
Tabel 20. Jurnal Investasi Obligasi
Perhatikan bahwa dari kedua ayat jurnal di atas (jurnal tanggal 1 Juni 2010 dan 1 Oktober
2010), dapat diketahui bahwa besarnya pendapatan bunga sesungguhnya untuk periode waktu
4 bulan (1/6/2010 s/d 1/10/2010) adalah Rp. 4.000.000,- (Rp. 6.000.000,- - Rp. 2.000.000).
Secara keseluruhan, besarnya akun pendapatan bunga yang akan masuk dalam perhitungan
laba rugi (sebagai pendapatan lain-lain) untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2010 adalah
Rp. 7.000.000,- (100 juta x 12% : 12 bulan x 7 bulan), dimana Rp. 4.000.000,- nya telah
diterima dari debitur dan sisanya Rp. 3.000.000,- masih harus ditagih (belum diterima). Jadi,
pendapatan bunga sebesar Rp. 7.000.000,- ini terhitung mulai 1 Juni 2010 hingga 31
Desember 2010.
Pada tanggal 1 Januari 2011, ayat jurnal balik akan dibuat atas piutang bunga tanggal 31
Desember 2010. Kemudian pada tanggal 1 April 2011, jurnal penerimaan bunga akan dicatat
untuk mengakui pendapatan bunga selama 6 bulan (1 Oktober 2010 hingga 1 April 2011)
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Jan 2011 Pendapatan Bunga 3.000.000 -
Piutang Bunga - 3.000.000
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1April Kas 6.000.000 -
2011 Pendapatan Bunga - 6.000.000
Harga perolehan obligasi dicatat dalam akun tunggal investasi. Nilai nominal obligasi dan
premiun/diskonto tidak dicatat dalam akun terpisah. Hal ini berbeda dengan akuntansi untuk
utang obligasi. Dalam akuntansi untuk investasi obligasi, akun premiun dan diskonto tidaklah
digunakan mengingat bahwa investasi harus dicatat sebesar harga perolehannya, bukan
sebesar nilai nominal seperti pada utang obligasi. Ketika obligasi dibeli dengan harga selain
nilai nominal, premiun atau diskonto seharusnya diamortisasi dengan menggunakan metode
garis lurus ataupun metode bunga. Sebagai kesimpulan, premiun dan diskonto yang timbul
sehubungan dengan pembelian investasi obligasi tidak dicatat dalam akun premiun atau
diskonto melainkan akun investasi, dan akan diamortisasi sepanjang periode kepemilikan
obligasi. Proses amortisasi premiun dan diskonto akan memengaruhi akun investasi dan
pendapatan bunga.
Nama Perkiraan Debet Kredit
Pendapatan bunga xxx -
Investasi dalam obligasi - Xxx
(mencatat amortisasi premiun)
Investasi dalam obligasi Xxx -
Pendapatan bunga - Xxx
(mencatat amortisasi diskonto)
Premiun akan timbul apabila harga beli obligasi melebihi nilai nominalnya, dan sebaliknya
diskonto akan timbul apabila harga beli obligasi lebih kecil dibanding dengan nilai
nominalnya. Yang dimaksud dengan harga beli obligasi di sini adalah tidak termasuk bunga
berjalan. Ingat kembali, bahwa tujuan dari dilakukannya amortisasi adalah agar nilai buku
investasi obligasi pada saat jatuh tempo akan sama dengan nilai nominal obligasi. Oleh sebab
itu, jika harga perolehan investasi obligasi melebihi nilai nominal obligasi maka amortisasi
akan dilakukan dengan cara mengkredit akun investasi. Sebaliknya, jika harga perolehan
investasi obligasi lebih kecil dibanding dengan nilai nominalnya maka amortisasi akan
dilakukan dengan cara mendebet akun investasi. Nilai buku investasi obligasi dihitung dengan
cara mengurangkan harga perolehan investasi dengan besarnya amortisasi premiun atau
menjumlahkan harga perolehan investasi dengan besarnya amortisasi diskonto.
Dengan melanjutkan ilustrasi di atas, asumsi bahwa PT. Kilang Nirwana mengamortisasi
premiun investasi obligasinya dengan menggunakan metode garis lurus dan dicatat pada
setiap akhir tahun. Besarnya amortisasi premiun per bulan dihitung sebagai berikut :
(Rp. 105.500.000,- - Rp. 100.000.000,-) : 34 bulan = Rp. 161.765,-
Berikut adalah ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat besarnya amortisasi premiun pada
tanggal 31 Desember 2010 :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
31 Des’10 Pendapatan bunga 1.132.355 -
Investasi Obligasi PT.Graha Eden - 1.132.355
(Rp. 161.765 x 7 bulan)

3. PENJUALAN KEMBALI INVESTASI OBLIGASI


Banyaknya investasi jangka panjang dalam obligasi yang dijual sebelum tanggal jatuh temponya.
Ketika investasi dijual, ayat jurnal harus dibuat untuk menghapus nilai buku investasi tersebut
dari pembukuan investor dan mencatat penerimaan kas. Ingat kembali bahwa nilai buku dari
investasi obligasi dihitung dengan cara mengurangkan harga perolehan investasi dengan
besarnya amortisasi premiun atau menjumlahkan harga perolehan investasi dengan besarnya
amortisasi diskonto. Kas bersih (cash proceeds) yang diterima sebagai hasil dari penjualan
investasi obligasi merupakan selisih antara besarnya harga jual dengan komisi dan biaya
penjualan lainnya yang dibayarkan.
Sebelum mencatat penerimaan kas bersih, penjual (investor) seharusnya terlebih dahulu mencatat
penerimaan bunga (terhitung sejak bunga terakhir kali diterima s/d tanggal di mana penjualan
dilakukan) dan mengamortisasi premiun atau diskonto (terhitung sejak amortisasi terakhir kali
dilakukan s/d tanggal penjualan). Laba atau rugi yang ditimbulkan dari penjualan investasi
obligasi merupakan selisih antara besarnya nilai buku investasi obligasi yang dijual (harga jual
dikurangi komisi dan biaya penjualan lainnya). Perlu diperhatikan di sini, besarnya bunga yang
diterima (bunga berjalan sejak tanggal penerimaan bunga terakhir) tidaklah memengaruhi
besarnya laba atau rugi dari penjualan investasi obligasi. Laba akan timbul apabila jumlah kas
bersih yang diterima melebihi nilai buku investasi yang dijual, dan sebaliknya rugi akan timbul
apabila jumlah kas bersih yang diterima lebih kecil dibanding dengan nilai buku investasi yang
dijual.
Dengan melanjutkan ilustrasi sebelumnya, asumsi bahwa investasi dalam obligasi PT. Graha
Eden dijual kembali oleh PT. Kilang Nirwana pada tanggal 1 Mei 2012 dengan harga Rp.
108.000.000,- besarnya biaya penjualan yang dikeluarkan adalah Rp. 1.200.000,-. Berikut adalah
ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat penjualan investasi tersebut.
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Mei’12 Kas 1.000.000 -
Pendapatan Bunga - 1.000.000
(100 juta x 12% : 12 bulan x 1 bulan)

Pendapatan Bunga 647.060 -


Investasi Obligasi PT. Graha Eden - 647.060
(Rp. 161.765 x 4 bulan)

Kas* 106.800.000 -
Invevstasi Obligasi PT. Graha Eden** - 101.779.405
Laba dari Penjualan Investasi - 5.020.595
*(Rp. 108 juta – Rp. 1,2 juta)
**(Rp. 105,5 juta – (Rp.161.765 x 23 bulan)
4. PEMBELIAN DAN PENJUALAN KEMBALI INVESTASI SAHAM
Lembar saham (sekuritas modal) menggambarkan kepemilikan investor dalam perusahaan
investor. Lembar saham ini umumnya akan memberikan investor hak untuk mendapatkan
deviden dari investee dan juga hak suara untuk ikut menentukan perihal aktivitas perusahaan
(investee). Pada umumnya, investasi dalam sekuritas modal ini cukup memikat investor
mengingat adanya potensi kenaikan harga yang cukup signifikan dari sekuritas tersebut.
Pembelian sekuritas obligasi dan saham dicatat sebesar harga perolehan, sama seperti pembelian
aktiva lainnya. Akan tetapi, karena obligasi dapat dibeli dan dijual kembali di antara tanggal
bunga, akuntansi untuk mencatat bunga berjalan obligasi sedikit lebih rumit. Ingat kembali,
bahwa obligasi (sekuritas utang) adalah salah satu instrument keuangan yang diterbitkan oleh
perusahaan (debitur) dengan karakteristik :
 Nilai nominal menggambarkan jumlah yang akan dibayarkan kembali oleh debitur kepada
kreditor pada saat obligasi jatuh tempo.
 Tingkat suku bunga yang menetapkan pembayaran bunga secara berkala, dan
 Tanggal jatuh tempo menunjukkan kapan kewajiban utang akan dibayarkan kembali.
Sama seperti investasi dalam obligasi, investasi dalam saham juga dicatat sebesar jumlah yang
dibayar, termasuk komisi broker,pajak, dan biaya lainnya. Bedanya kalau obligasi memiliki
tingkat suku bunga dan tingkat jatuh tempo, sedangkan saham tidak.
Alasan utama bahwa perusahaan melakukan investasi dalam obligasi atau saham adalah untuk
memperoleh hasil (return) baik dalam bentuk bunga atau dividen. Ingat kembali bahwa dalam
kasus obligasi, perhitungan bunga menjadi sedikit rumit oleh karena adanya selisih (perbedaan)
antara harga beli dengan nilai jatuh temponya. Premiun atau diskonto yang timbul akan dapat
memengaruhi jumlah pendapatan bunga yang diakui. Sedangkan untuk saham, pengakuan
pendapatan tergantung pada besarnya bagian kepemilikan investor dalam perusahaan investee.
Perlakuan akuntansi (accounting treatment) untuk mencatat investasi saham biasa dalam
pembukuan investor adalah berdasarkan pada seberapa luas pengaruh yang dimiliki oleh investor
adalah berdasarkan pada seberapa luas pengaruh yang dimiliki investor atas aktivitas yang
dijalankan investee. Jika besarnya bagian kepemilikan investor di perusahaan investee adalah
kurang dari 20%, dimana investor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perusahaan
investee, maka investor akan mencatat investasinya dalam pembukuan dengan menggunakan
metode harga pokok (cost method). Akan tetapi, jika besarnya bagian kepemilikan investor di
perusahaan investee adalah 20% sampai dengan 50%, dimana investor memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perusahaan, maka investor akan mencatat investasinya dalam pembukuan
dengan menggunakan metode ekuitas (equity method). Namun, jika besarnya bagian
kepemilikan investor di perusahaan investee adalah lebih dari 50%, dimana investor
mengendalikan perusahaan investee, maka investor akan mencatat investasinya dalam
pembukuan dengan menggunakan metode ekuitas dan prosedur konsolidasi. Prosedur
konsolidasi akan dijelaskan dalam mata kuliah akuntansi lanjutan.
Bagian Kepemilikan Rentang Pengaruh, atau Metode Akuntansi
Mengendalikan
Kurang dari 20% Tidak memiliki pengaruh yg Metode harga pokok
signifikan
20% sampai 50% Memiliki pengaruh yg Metode ekuitas
signifikan
Lebih dari %0% Mengendalikan Metode ekuitas dan prosedur
konsolidasi
5. Kepemilikan Kurang dari 20%
Untuk mencatat saham dengan kepemilikan kurang dari 20%, metode harga pokok digunakan.
Dengan metode ini, investasi dicatat sebesar harga perolehan, dan pendapatan diakui hanya
ketika deviden tunai diumumkan (jika investor mengetahui perihal pengumuman tersebut) atau
ketika deviden diterima dari investee. Dalam investasi saham dengan kepemilikan kurang dari
20% ini, investor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perusahaan investee, apalagi
mengendalikan.
Pada saat investasi saham diperoleh, prinsip harga pokok (cost principle) diterapkan. Harga
pokok atau harga perolehan di sini meliputi seluruh pengeluaran yang diperlukan untuk
memperoleh investasi tersebut. Di samping harga beli, biaya broker (komisi) juga termasuk
sebagai harga perolehan investasi. Investasi akan dicatat dalam pembukuan investor dengan cara
mendebet akun investasi saham dan mengkredit akun kas. Komisi broker yang dikeluarkan
dalam rangka perolehan (pembelian) saham akan menambah besarnya akun investasi saham.
Jadi, dalam jurnal tidaklah diperlukan akun beban untuk mencatat komisi broker yang
dikeluarkan tersebut. Pada saat deviden tunai diumumkan (jika investor mengetahui perihal
pengumuman tersebut), investor akan mencatatnya dalam pembukuan dengan cara mendebet
akun piutang deviden tunai (cash dividend receivable) dan mengkredit akun pendapatan deviden
(dividend income). Nanti, begitu deviden tunai diterima, maka akun kas akan didebet dan akun
piutang deviden tunai akan dikredit. Akan tetapi, jika investor tidak mengetahui perihal
pengumuman deviden yang dilakukan oleh investee, maka jurnal pendapatan deviden akan
dibuat pada saat deviden tunai diterima (akun kas didebet dan akun pendapatan deviden
dikredit). Pendapatan deviden akan dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan lain-
lain.
Nama Perkiraan Debet Kredit
Investasi dalam saham Xxxx
Kas Xxxx
(mencatat pembelian saham)
Apabila investor mengetahui pengumuman deviden
oleh investee: xxxx
Piutang Deviden Tunai xxxx
Pendapatan Deviden
(mencatat deviden tunai yg diumumkan oleh investee) xxxx
Kas xxxx
Nama Perkiraan Debet Kredit
Piutang Deviden Tunai
(mencatat penerimaan deviden tunai)
Apabila investor tidak mengetahui
pengumuman deviden oleh investee: Xxxx
Kas Xxxx
Pendapatan Deviden
(mencatat penerimaan deviden tunai)
Dengan kepemilikan saham kurang dari 20%, investor tidak perlu mencatat laba atau rugi bersih
yang dilaporkan investee. Hal ini dikarenakan bahwa investor hanya berkepentingan terhadap
deviden yang diumumkan dan/atau dibagikan investee, bukan terhadap peningkatan ataupun
penurunan dalam aktiva bersih (modal) investee. Apabila investee mengumumkan dan/atau
membagikan deviden saham, investor tidak perlu membuat jurnal, tetapi cukup membuat suatu
memo(catatan) yang menunjukkan kenaikan jumlah lembar saham yang dimiliki. Dalam hal ini,
harga pokok(perolehan) seluruh lembar saham akan tetap, sedangkan harga pokok per lembar
sahamnya akan berubah. Perkiraaan (akun) “Investasi dalam saham” akan tetap saldonya kecuali
terjadi pembelian tambahan atau penjualan atas saham-saham yang dimilikinya. Jadi, saldo akun
“investasi dalam saham” tidak akan terpengaruh (berubah) dengan adanya laba/rugi bersih yang
dilaporkan investee maupun deviden yang diumumkan dan/atau yang dibagikan oleh investee.
Ketika investasi saham dijual, selisih antara nilai kas bersih yang diterima dari penjualan (harga
jual dikurangi biaya broker) dengan harga pokok dari saham yg dijual akan diakui sebagai
keuntungan atau kerugian ini akan disajikan dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan atau
beban lain-lain. Ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat penjualan investasi saham adalah :
Nama Perkiraan Debet Kredit
Kas Xxxx
Kerugian atas Penjualan Investasi Saham xxxx
Investasi dalam Saham
xxxx
(nilai kas bersih yang diterima lebih kecil dari
harga pokok saham yang dijual)
atau
Kas
Keuntungan atas Penjualan Investasi Saham
Investasi dalam Saham xxxx
(nilai kas bersih yang diterima lebih besar dari xxxx
saham yg dijual)
xxxx
6. Kepemilikan Antara 20% sampai dengan 50%
Apabila besarnya kepemilikan investor atas perusahaan investee adalah antara 20% hingga 50%,
maka investor akan mencatat penyertaannya tersebut dalam pembukuan dengan menggunakan
metode ekuitas. Dengan metode ekuitas, investasi pada awalnya juga akan dicatat sebesar harga
pokok, sama seperti halnya dengan investasi lainnya. Akan tetapi, akun “investasi dalam saham”
secara berkala akan disesuaikan untuk mencerminkan perubahan yang terjadi dalam aktiva bersih
investee.
Saldo akun “investasi dalam saham” akan bertambah untuk mencerminkan bagian proporsional
atas laba bersih yang dilaporkan investee atau akan berkurang untuk mencerminkan bagian
proposional atas rugi bersih yang dilaporkan investee. Ketika deviden tunai diterima oleh
investor (atau pada saat investee mengumumkan deviden tunai), akun investasi akan berkurang.
Jadi, dengan metode ekuitas, saldo akun investasi akan bertambah ketika aktiva bersih investee
bertambah, dan saldo akun investasi akan berkurang ketika aktiva bersih investee juga
berkurang. Aktiva bersih investee akan bertambah dengan adanya laba bersih yang dilaporkan
(dihasilkan), dan sebaliknya, aktiva bersih investee akan berkurang dengan adanya rugi bersih
yang dilaporkan atau deviden tunai yg diumumkan/dibayarkan.
Dengan menggunakan metode ekuitas, berikut adalah ayat jurnal yang diperlukan dalam
pembukuan investor untuk mencatat besarnya pembelian saham, bagian proporsional atas laba
bersih/rugi bersih investee, dan penerimaan/pengumuman dividen tunai.

Nama Perkiraan Debet Kredit


Investasi dalam Saham Xxxx
Kas xxxx
(mencatat pembelian saham)
Investasi dalam Saham xxxx
Pendapatan dari Investasi xxxx
(mencatat bagian proporsional atas laba bersih investee)
Kerugian dari Investasi xxxx
Investasi dalam Saham xxxx
(mencatat bagian proporsional atas rugi bersih investee)
Kas/Piutang Deviden Tunia xxxx
Investasi dalam Saham xxxx
Nama Perkiraan Debet Kredit
(mencatat penerimaan/pengumuman deviden tunai)

Bagian Kepemilikan Rentang Pengaruh, atau Metode Akuntansi


Mengendalikan
Kurang dari 20% Tidak memiliki pengaruh yg Metode harga pokok
signifikan
20% sampai 50% Memiliki pengaruh yg Metode ekuitas
signifikan
Lebih dari %0% Mengendalikan Metode ekuitas dan prosedur
konsolidasi

7. Kepemilikan Kurang dari 20%


Untuk mencatat saham dengan kepemilikan kurang dari 20%, metode harga pokok digunakan.
Dengan metode ini, investasi dicatat sebesar harga perolehan, dan pendapatan diakui hanya
ketika deviden tunai diumumkan (jika investor mengetahui perihal pengumuman tersebut) atau
ketika deviden diterima dari investee. Dalam investasi saham dengan kepemilikan kurang dari
20% ini, investor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perusahaan investee, apalagi
mengendalikan.
Pada saat investasi saham diperoleh, prinsip harga pokok (cost principle) diterapkan. Harga
pokok atau harga perolehan di sini meliputi seluruh pengeluaran yang diperlukan untuk
memperoleh investasi tersebut. Di samping harga beli, biaya broker (komisi) juga termasuk
sebagai harga perolehan investasi. Investasi akan dicatat dalam pembukuan investor dengan cara
mendebet akun investasi saham dan mengkredit akun kas. Komisi broker yang dikeluarkan
dalam rangka perolehan (pembelian) saham akan menambah besarnya akun investasi saham.
Jadi, dalam jurnal tidaklah diperlukan akun beban untuk mencatat komisi broker yang
dikeluarkan tersebut. Pada saat deviden tunai diumumkan (jika investor mengetahui perihal
pengumuman tersebut), investor akan mencatatnya dalam pembukuan dengan cara mendebet
akun piutang deviden tunai (cash dividend receivable) dan mengkredit akun pendapatan deviden
(dividend income). Nanti, begitu deviden tunai diterima, maka akun kas akan didebet dan akun
piutang deviden tunai akan dikredit. Akan tetapi, jika investor tidak mengetahui perihal
pengumuman deviden yang dilakukan oleh investee, maka jurnal pendapatan deviden akan
dibuat pada saat deviden tunai diterima (akun kas didebet dan akun pendapatan deviden
dikredit). Pendapatan deviden akan dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan lain-
lain.

Nama Perkiraan Debet Kredit


Investasi dalam saham Xxxx
Kas Xxxx
(mencatat pembelian saham)
Apabila investor mengetahui pengumuman deviden
oleh investee: xxxx
Piutang Deviden Tunai xxxx
Pendapatan Deviden
(mencatat deviden tunai yg diumumkan oleh investee) xxxx
Kas xxxx
Piutang Deviden Tunai
(mencatat penerimaan deviden tunai)
Apabila investor tidak mengetahui
pengumuman deviden oleh investee: Xxxx
Kas Xxxx
Pendapatan Deviden
(mencatat penerimaan deviden tunai)
Dengan kepemilikan saham kurang dari 20%, investor tidak perlu mencatat laba atau rugi bersih
yang dilaporkan investee. Hal ini dikarenakan bahwa investor hanya berkepentingan terhadap
deviden yang diumumkan dan/atau dibagikan investee, bukan terhadap peningkatan ataupun
penurunan dalam aktiva bersih (modal) investee. Apabila investee mengumumkan dan/atau
membagikan deviden saham, investor tidak perlu membuat jurnal, tetapi cukup membuat suatu
memo(catatan) yang menunjukkan kenaikan jumlah lembar saham yang dimiliki. Dalam hal ini,
harga pokok(perolehan) seluruh lembar saham akan tetap, sedangkan harga pokok per lembar
sahamnya akan berubah. Perkiraaan (akun) “Investasi dalam saham” akan tetap saldonya kecuali
terjadi pembelian tambahan atau penjualan atas saham-saham yang dimilikinya. Jadi, saldo akun
“investasi dalam saham” tidak akan terpengaruh (berubah) dengan adanya laba/rugi bersih yang
dilaporkan investee maupun deviden yang diumumkan dan/atau yang dibagikan oleh investee.
Ketika investasi saham dijual, selisih antara nilai kas bersih yang diterima dari penjualan (harga
jual dikurangi biaya broker) dengan harga pokok dari saham yg dijual akan diakui sebagai
keuntungan atau kerugian ini akan disajikan dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan atau
beban lain-lain. Ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat penjualan investasi saham adalah :
Nama Perkiraan Debet Kredit
Kas Xxxx
Kerugian atas Penjualan Investasi Saham xxxx
Investasi dalam Saham
xxxx
(nilai kas bersih yang diterima lebih kecil dari
harga pokok saham yang dijual)
atau
Kas
Keuntungan atas Penjualan Investasi Saham
Investasi dalam Saham xxxx
(nilai kas bersih yang diterima lebih besar dari xxxx
saham yg dijual)
xxxx

8. Kepemilikan Antara 20% sampai dengan 50%


Apabila besarnya kepemilikan investor atas perusahaan investee adalah antara 20% hingga 50%,
maka investor akan mencatat penyertaannya tersebut dalam pembukuan dengan menggunakan
metode ekuitas. Dengan metode ekuitas, investasi pada awalnya juga akan dicatat sebesar harga
pokok, sama seperti halnya dengan investasi lainnya. Akan tetapi, akun “investasi dalam saham”
secara berkala akan disesuaikan untuk mencerminkan perubahan yang terjadi dalam aktiva bersih
investee.
Saldo akun “investasi dalam saham” akan bertambah untuk mencerminkan bagian proporsional
atas laba bersih yang dilaporkan investee atau akan berkurang untuk mencerminkan bagian
proposional atas rugi bersih yang dilaporkan investee. Ketika deviden tunai diterima oleh
investor (atau pada saat investee mengumumkan deviden tunai), akun investasi akan berkurang.
Jadi, dengan metode ekuitas, saldo akun investasi akan bertambah ketika aktiva bersih investee
bertambah, dan saldo akun investasi akan berkurang ketika aktiva bersih investee juga
berkurang. Aktiva bersih investee akan bertambah dengan adanya laba bersih yang dilaporkan
(dihasilkan), dan sebaliknya, aktiva bersih investee akan berkurang dengan adanya rugi bersih
yang dilaporkan atau deviden tunai yg diumumkan/dibayarkan.
Dengan menggunakan metode ekuitas, berikut adalah ayat jurnal yang diperlukan dalam
pembukuan investor untuk mencatat besarnya pembelian saham, bagian proporsional atas laba
bersih/rugi bersih investee, dan penerimaan/pengumuman dividen tunai.
Nama Perkiraan Debet Kredit
Investasi dalam Saham Xxxx
Kas xxxx
(mencatat pembelian saham)
Investasi dalam Saham xxxx
Pendapatan dari Investasi xxxx
(mencatat bagian proporsional atas laba bersih investee)
Kerugian dari Investasi xxxx
Investasi dalam Saham xxxx
(mencatat bagian proporsional atas rugi bersih investee)
Kas/Piutang Deviden Tunia xxxx
Investasi dalam Saham xxxx
(mencatat penerimaan/pengumuman deviden tunai)
Sama seperti halnya metode harga pokok, apabila investee mengumumkan dan/atau
membagikan deviden saham, investor tidak perlu membuat jurnal, tetapi cukup membuat
suatu memo (catatan) yang menunjukan kenaikan jumlah lembar saham yang dimiliki. Dalam
hal ini, jurnal tidak dibuat karena besarnya bagian kepemilikan investor atas perusahaan
investee akan tetap sama, baik sebelum maupun sesudah deviden saham dibagikan.
Untuk mengilustrasikan deviden saham, asumsi bahwa investor A memiliki 1.000 lembar atas
5.000 lembar saham biasa investee yang beredar. Dalam hal ini, besarnya bagian kepemilikan
investor A atas perusahaan investee adalah 20% (equity method). Besarnya bagian
kepemilikan ini akan tetap sama meskipun setelah investee mengumumkan/membagikan
deviden saham. Investee membagikan deviden saham sebesar 10% kepada seluruh pemegang
sahamnya. Setelah deviden saham tersebut dibagikan kepada seluruh investor (10% x 5.000
lbr). Investor A menerima deviden saham sebanyak 100 lembar (10% x 1.000 lbr), sehingga
besarnya total lembar saham investee yg dimiliki oleh investor A adalah 1.100 lembar.
Dengan demikian, besarnya bagian kepemilikan investor A atas perusahaan investee adalah
tetap sama, yaitu sebesar 20% (1.100/5.500).
9. Ilustrasi Perbandingan antara Cost Method dengan Equity Method
Metode Harga Pokok
Asumsi bahwa pada tanggal 2 Januari PT. Pratama Kencana membeli 5.000 lembar saham
biasa PT. Santika dengan harga Rp. 2.000,- per lembar, termasuk di dalamnya komisi broker
dan biaya-biaya lainnya. Total lembar saham biasa PT. Santika yang beredar adalah 50.000
lembar. Dalam hal ini, 5.000 lembar saham biasa yg dibeli oleh PT. Pratama Kencana
mewakili 10% bagian kepemilikan atas PT. Santika. Pada tanggal 31 Oktober, PT. Pratama
Kencana menerima deviden tunai sebesar Rp. 80,- per lembar saham dari PT. Santika. Pada
tanggal 31 Desember, PT. Santika melaporkan laba bersih sebesar Rp. 60.000.000,-. Berikut
adalah seluruh ayat jurnal yang diperlukan dalam pembukuan PT.Pratama Kencana untuk
mencatat transaksi-transaksi tersebut :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
2 Jan Investasi Saham PT. Santika 10.000.000
Kas 10.000.000
(5.000 lbr x Rp. 2.000,-) 400.000
31 Okt Kas 400.000
Pendapatan Deviden
(5.000 lbr x Rp. 80,-)
31 Des Tidak ada jurnal

10. Metode Ekuitas


Asumsi sama seperti dengan ilustrasi di atas, hanya saja bahwa besarnya total lembar saham
biasa PT. Santika yg beredar adalah 25.000 lembar. Dalam hal ini, 5.000 lembar mewakili
20% bagian kepemilikan. Berikut adalah seluruh ayat jurnal yang diperlukan dalam
pembukuan PT.Pratama Kencana untuk mencatat transaksi-transaksi tersebut :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
2 Jan Investasi Saham PT.Santika 10.000.000
Kas 10.000.000
31 Okt Kas 400.000
Investasi Saham PT. Santika 400.000
31 Des Investasi Saham PT. Santika 12.000.000
Pendapatan Investasi Saham 12.000.000
(20% x Rp. 60.000.000,-)

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
Berikut adalah transaksi PT. Asuransi Bahana Tita (PT. Asbati) selama tahun 2010 sehubungan
dengan investasi jangka panjang dalam saham milik perusahaan lain.
01 April PT. Asbati membeli 1.000 lbr saham biasa PT. Ramaya dengan kurs 105. Dalam
transaksi pembelian saham biasa ini, PT. Asbati harus membayar komisi untuk
pialang yang biayanya ditetapkan sebesar Rp. 250.000,-. Nilai nominal saham Rp.
10.000,- per lembar. Pada saat pembelian dilakukan, jumlah seluruh saham biasa
PT. Ramaya yang beredar adalah sebanyak 10.000 lembar
01 Agustus PT. Ramaya mengumumkan pembagian deviden tunai sebesar Rp. 600,- per
lembar. Pembayaran deviden dilakukan satu bulan kemudian, yaitu pada tanggal
01 September 2010.
27 Nov PT. Ramaya mengumumkan dan membagikan deviden saham sebesar 7,5%
20 Des PT. Asbati menjual 200 lembar saham biasa PT. Ramaya dengan kurs 110.
Besarnya biaya penjualan yang dikeluarkan adalah Rp. 100.000,-
31 Des PT. Ramaya menerbitkan laporan keuangan yang menunjukkan adanya laba
bersih sebesar Rp. 40.000.000,-.
Diminta : Buatlah semua ayat jurnal (in English) yang diperlukan sehubungan dengan
pencatatan investasi dalam saham oleh PT. Asbati!

D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
5.Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia.
6.Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
7.Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam.
8.Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan.

E.GLOSARIUM
1. Saham : surat berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan atas suatu perusahaan.
2. Saham yang dibeli kembali : saham sendiri yang dibeli kembali dan disimpan atas nama
perseroaan dan tidak dihentikan peredarannya secara formal.
3. Obligasi : suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta
janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal
jatuh tempo pembayaran.
4. Premiun : bunga obligasi diatas bunga pada harga pasar.
5. Diskonto : bunga obligasi dibawah bunga pada harga pasar.
6. Deviden : pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang
dimiliki.
7. Deviden Tunai : pembagian uang tunai secara pro rata kepada pemegang saham
8. Deviden Saham : deviden yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham
dalam bentuk, tujuanya untuk mempertahankan tingkat modal perusahaan, deviden ini
memberikan keuntungan kepada penerimanya karena mengurangi jumlah pajak yang harus
dibayarkan.
PERTEMUAN 12: HUTANG OBLIGASI DAN ASPEK FISKAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik hutang obligasi, harga pasar obligasi, nilai
sekarang dari nominal obligasi, nilai sekarang dari bunga obligasi, akuntansi untuk penjualan
obligasi dan amortisasi, obligasi dijual sebesar nilai nominal obligasi dijual pada tingkat diskoto,
obligasi dijual sebesar nilai nominal obligasi dijual pada tingkat premiun, penebusan kembali
obligasi, dan hutang obligasi dari aspek fiskal.

B. URAIAN MATERI
1. KARAKTERISTIK HUTANG OBLIGASI
Untuk memperoleh sejumlah besar dana jangka panjang, perusahaan (perseroan) pada umumnya
memiliki 2(dua) sumber alternatif pembiayaan, yaitu dengan cara menerbitkan saham (equity
financing) atau menerbitkan obligasi (debt financing). Dari sisi debitur, pendanaan atau
pembiayaan dengan cara menerbitkan obligasi memiliki beberapa keuntungan dibanding dengan
menerbitkan saham.
Beberapa keuntungan tersebut, di antaranya adalah : (1) kreditor(bondholders) tidaklah memiliki
hak suara seperti halnya pemegang saham biasa, sehingga pemilik perusahaan tetap memiliki
kendali penuh atas perusahaan; (2) beban bunga yang dibayarkan atas utang obligasi dapat
dikurangkan untuk tujuan pajak (dengan kata lain, beban bunga akan mengurangi laba bersih,
yang pada akhirnya memperkecil pajak laba perusahaan), sedangkan deviden yang dibagikan
kepada para pemegang saham tidak dapat dikurangkan untuk tujuan pajak (ingat bhw deviden
bukanlah merupakan komponen penentu besarnya laba rugi); dan (3) menghasilkan laba per
lembar saham biasa yang lebih besar, karena jika pendanaan dilakukan dengan cara menerbitkan
saham biasa maka jumlah lembar saham biasa yang beredar akan menjadi bertambah dan oleh
sebab itu laba per lembar saham biasa akan mejadi lebih kecil, meskipun beban bunga obligasi
mengurangi laba bersih (laba per lembar saham biasa dihitung dengan cara membagi laba bersih
(laba per lembar saham biasa dihitung dengan cara membagi laba bersih dengan jumlah lembar
saham biasa yang beredar).
Obligasi termasuk dalam kategori wesel bayar berbunga, di mana memerlukan pembayaran
bunga secara berkala, dan nilai nominalnya akan dibayarkan kembali pada saat obligasi tersebut
jatuh tempo. Bunga obligasi dapat dibayarkan setahun sekali, setahun 2 kali, atau setahun 4 kali.
Akan tetapi, kebanyakan obligasi bunganya dibayarkan setahun 2 kali. Harga jual obligasi
dinyatakan sebesar persentase tertentu dari nilai nominalnya, yaitu yang dikenal sebagai kurs.
Jadi, obligasi yang memiliki nilai nominal Rp. 10.000.000,- jika ditawarkan dengan kurs 120
maka berarti obligasi tersebut akan dijual dengan harga Rp. 12.000.000,- (1,2 x Rp. 10.000.000,-
).
Ketika seluruh obligasi yg diterbitkan memiliki tanggal jatuh tempo yg sama, maka obligasi
tersebut dinamakan obligasi berjangka (term bonds). Sedangkan obligasi yang memiliki waktu
jatuh tempo secara bertahap dinamakan obligasi berseri (serial bonds). Obligasi yang dapat
dikonversi menjadi saham biasa dinamakan convertible bonds. Obligasi yang dapat ditebus
kembali sebelum jatuh temponya dinamakan callable bonds.
2. HARGA PASAR OBLIGASI
Ketika perusahaan(debitur) menerbitkan obligasi, harga yang dimana pembeli (kreditor) bersedia
untuk membayarnya tergantung pada : (1) nilai nominal obligasi; (2) bunga yang akan dibayar
atas utang obligasi; (3) tingkat suku bunga pasar; dan (4) lamanya umur obligasi.
Nilai nominal obligasi (face amount) mencerminkan jumlah yang terutang pada saat obligasi
jatuh tempo (future value bukan present value). Pembayaran bunga dihitung sebagai hasil kali
antara tingkat suku bunga nominal (coupon rate atau contract rate) dengan nilai nominal
obligasi. Jadi, tingkat suku bunga nominal ini digunakan untuk menentukan besarnya jumlah kas
(bunga) yang akan dibayarkan oleh debitur(penerbit obligasi) kepada kreditor (pemegang
obligasi) secara berkala. Besarnya tingkat suku bunga nominal dinyatakan dalam per tahun,
misalnya 12% per tahun. Sedangkan tingkat suku bunga pasar (market rate atau effective rate)
adalah tingkat suku bunga yang diminta oleh kreditor atas sejumlah dana yang dipinjamkannya
kepada debitur. Tingkat suku bunga pasar ini selalu berfluktuasi setiap saat, yang besarnya
sangat dipengaruhi oleh banyak faktor (di antaranya adalah ekspektasi kreditor, kinerja
keuangan debitur, perkembangan kondisi ekonomi regional maupun global, dan sebagainya).
Tingkat suku bunga nominal dan tingkat suku bunga pasar seringkali berbeda. Alhasil, obligasi
dijual di bawah atau di atas nilai nominal.
Jika besarnya tingkat suku bunga nominal sama dengan tingkat suku bunga pasar, maka berarti
obligasi tersebut dijual dengan kurs 100, yaitu sebesar nilai nominalnya. Jika tingkat suku bunga
nominal lebih kecil dibanding tingkat suku bunga pasar, maka berarti obligasi tersebut dijual
dengan kurs kurang dari 100, yaitu di bawah nilai nominalnya atau dengan kata lain dijual pada
tingkat diskonto(discount). Sebaliknya, jika tingkat suku bunga nominal lebih besar dibanding
tingkat suku bunga pasar, maka berarti obligasi tersebut dijual dengan kurs di atas 100, yaitu di
atas nilai nominalnya atau dengan kata lain dijual pada tingkat premiun.

Bunga nominal = Bunga Pasar, maka Kurs = 100


Bunga Nominal < Bunga Pasar, maka kurs < 100, timbul diskonto
Bunga Nominal > Bunga Pasar, maka Kurs > 100, timbul premiun

Pembeli (kreditor) menentukan besarnya harga obligasi dengan cara menghitung nilai sekarang
dari nominal obligasi (PV pokok) dan nilai sekarang anuitas dari jumlah bunga yang akan
diterima pada setiap akhir interval periode bunga (PVA bunga). Tingkat suku bunga yang
dipakai dalam menghitung nilai sekarang (present value) menggambarkan harga obligasi yang
bersedia dibayar saat ini oleh kreditor kepada debitur (penerbit obligasi). Konsep present value
timbul berdasarkan kenyataan bahwa nilai uang sangat dipengaruhi oleh faktor waktu dan tingkat
bunga. Jadi, lamanya umur obligasi dan besarnya tingkat suku bunga pasar akan turut
menentukan harga obligasi.
Konsep present value mengakui bahwa jumlah kas yang diterima hari ini nilainya lebih besar
dibanding jika jumlah yang sama tersebut diterima di kemudian hari. Sebagai contoh, hari ini
dengan uang Rp. 6.800,- kita dapat membeli 1(satu) liter beras merek X, namun di masa yang
akan datang (beberapa waktu ke depan), dengan jumlah uang yang sama tersebut (Rp. 6.800,-)
mungkin kita hanya bisa membeli 0,8 liter beras merek yang sama (merek X). Perhatikanlah
bahwa meskipun jumlah uangnya sama, yaitu Rp. 6.800,- tetapi nilainya lebih besar hari ini
dibanding dengan hari esok. Contoh lainnya yang menggambarkan konsep present value adalah
bahwa nilai dari jumlah uang kas Rp. 100 juta hari ini akan sama atau setara dengan nilai dari
jumlah uang kas Rp. 110 juta di satu tahun mendatang (asumsi tingkat suku bunga pasar adalah
10% per tahun). Jadi, dalam contoh ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa jumlah uang kas
Rp. 100 juta hari ini nilainya lebih besar dibanding dengan jumlah uang kas Rp. 100 juta di satu
tahun mendatang. Pada hakikatnya, Rp. 100 juta hari ini merupakan present value dari Rp. 110
juta di satu tahun mendatang (future value).
Dengan menggunakan rumus, nilai sekarang dari Rp. 110 juta di satu tahun mendatang dapat
dihitung sebagai berikut : (asumsi tingkat suku bunga pasar adalah 10% per tahun)
PV = FV x 1/(1+i)n
= 110 juta x 1/(1+10%)1
= 110 juta x 1/1,1
= 110 juta x 0,90909
= 100 juta

Atau jika dibalik,

FV = PV x (1+i)n
= 100 juta x (1+10%)1
= 100 juta x 1,1
= 110 juta

Keterangan : notasi “n” dalam rumus di atas menggambarkan jumlah periode, yaitu 1 tahun.
3. Nilai Sekarang dari Nominal Obligasi
Nilai sekarang dari nominal obligasi merupakan nilai hari ini di atas jumlah yang akan diterima
kreditor pada saat obligasi jatuh tempo. Sebagai contoh, obligasi dengan nilai nominal Rp.
10.000.000,- akan jatuh tempo dalam jangka waktu 2 tahun. Dengan tingkat suku bunga pasar
10% per tahun (di mana bunga dibayarkan setahun sekali), nilai sekarang dari nominal obligasi
tersebut dapat dihitung dengan cara :
PV =FV x 1/(1+i)n
= 10 juta x 1/(1+10%)2
= 10 juta x 1/1,21
= 10 juta x 0,82645
= 8.264.500

Jika obligasi dengan nilai nominal Rp. 10.000.000,- tersebut di atas akan jatuh tempo dalam
jangka waktu 3 tahun, maka besarnya nilai sekarang dari nominal obligasi akan menjadi :

PV = FV x 1/(1+i)n
= 10 juta x 1/(1+10%)3
= 10 juta x 1/1,1,331
= 10 juta x 0,75131
= 7.513.100
Untuk mempermudah perhitungan di atas, nilai sekarang dari setiap rupiah nominal obligasi
dapat langsung ditentukan dengan cara menggunakan tabel present value factor. Berikut adalah
rincian mengenai besarnya present value factor untuk setiap Rp. 1,- nominal obligasi, yang
berdasarkan pada banyaknya jumlah interval periode bunga selama umur obligasi (n), dan
besarnya tingkat suku bunga pasar untuk setiap interval periode bunga (i).
Kolom periode menunjukkan banyaknya jumlah interval periode bunga selama umur obligasi,
sedangkan kolom persentase menunjukkan besarnya tingkat obligasi, sedangkan kolom
persentase menunjukkan besarnya tingkat suku bunga pasar untuk setiap interval periode bunga.
Jadi, nilai sekarang dari setiap rupiah nominal obligasi yang berjangka waktu 5 tahun dengan
tingkat suku bunga pasar 10% per tahun (dimana bunga dibayarkan setahun 2 kali) adalah Rp.
0,61391,-. Dalam hal ini, banyaknya jumlah interval periode bunga selama umur obligasi adalah
10 (yaitu 5x2), sedangkan besarnya tingkat suku bunga pasar untuk setiap interval periode bunga
adalah 5% (yaitu 10% : 2).
Demikian juga, nilai sekarang dari setiap rupiah nominal obligasi yang berjangka waktu 4 tahun
dengan tingkat suku bunga pasar 12% per tahun (di mana bunga dibayarkan setahun 2 kali)
adalah Rp. 0,62741,-. Dalam hal ini, banyaknya jumlah interval periode bunga selama umur
obligasi adalah 8 (yaitu 4 x 2), sedangkan besarnya tingkat suku bunga pasar untuk setiap
interval periode bunga adalah 6% (yaitu 12% : 2).
4. Nilai Sekarang dari Bunga Obligasi
Nilai sekarang dari bunga obligasi merupakan nilai hari ini atas jumlah yang akan diterima
kreditor pada setiap akhir interval periode bunga. Serangkaian penerimaan kas (bunga) dalam
jumlah yang sama pada beberapa interval periode dinamakan sebagai anuitas. Nilai sekarang
anuitas (PV annuity) merupakan jumlah nilai sekarang dari masing-masing penerimaan kas
(bunga). Sebagai contoh, obligasi dengan nilai nominal Rp. 10.000.000,- akan jatuh tempo dalam
jangka waktu 2 tahun. Dengan tingkat suku bunga pasar dan timgkat suku bunga nominal
masing-masing adalah sebesar 10% per tahun (di mana bunga dibayarkan setahun sekali), nilai
sekarang anuitas dari bunga obligasi tersebut dapat dihitung dengan cara :
PVA = FV x CR x (1-(1/(1+i)n)
I
= 10 juta x 10% x (1-(1/(1+10%)2)
10%
= 1 juta x (1-(1/1,21)
10%
= 1 juta x (1-0,82645)
10%
= 1 juta x (0,173554)
10%
= 1 juta x 1,73554
= 1.735.540
Keterangan :
Notasi “CR” dalam rumus di atas menggambarkan tingkat suku bunga nominal.
Jika obligasi tersebut akan jatuh tempo dalam jangka waktu 3 tahun, maka besarnya nilai
sekarang anuitas dari bunga obligasi akan menjadi :
PVA = FV x CR x (1-(1/ (1+i)n)
i
= 10 juta x 10% x (1-(1/(1+10%)3)
10%
= 1 juta x (1-(1/1,331))
10%
= 1 juta x (1-0,75132)
10%
= 1 juta x (0,24868)
10%
= 1 juta x 2,48685
= 2,486.850

Kita juga dapat langsung menentukan besarnya nilai sekarang anuitas dari bunga obligasi dengan
menggunakan tabel present value annuity factor. Berikut adalah rincian mengenai besarnya
present value annuity factor untuk setiap rupiah bunga obligasi yang berdasarkan pada
banyaknya jumlah interval periode bunga selama umur obligasi, dan besarnya tingkat suku
bunga pasar untuk setiap interval periode bunga.
5. AKUNTANSI UNTUK PENJUALAN OBLIGASI DAN AMORTISASI
Pada saat penjualan obligasi dilakukan, debitur akan mencatatnya dalam jurnal dengan cara
mendebet akun kas dan mengkredit akun utang obligasi. Akun kas dicatat dalam jurnal sebesar
harga pasar obligasi, yang ditunjukkan lewat kurs jual atau nilai sekarang dari obligasi
bersangkutan. Sedangkan akun utang obligasi dicatat dalam jurnal sebesar nilai nominal obligasi.
Selisih antara harga jual dengan nilai nominal obligasi akan dicatat dalam jurnal sebagai
diskonto (disebelah debet) atau premiun (disebelah kredit). Diskonto akan timbul apabila harga
jual obligasi lebih kecil dibanding dengan nilai nominalnya, sedangkan premiun akan timbul jika
harga jual obligasi melebihi nilai nominalnya.
Dalam praktik, tanggal penjualan obligasi tidak selalu bertepatan dengan tanggal penerbitannya.
Apabila obligasi terjual diantara tanggal bunga, maka debitur di dalam pembukuannya (pada saat
penjualan obligasi terjadi) akan mencatat besarnya bunga berjalan dengan cara mendebet akun
kas dan mengkredit akun beban bunga.
Nama Perkiraan Debet Kredit
Kas xxxx -
Beban Bunga - Xxxx

Besarnya bunga berjalan tersebut dihitung dengan cara sebagai berikut :


Nilai nominal x tingkat suku bunga nominal (per tahun) : 12 bulan x periode
Waktu antara tanggal penerbitan dengan tanggal penjualan (dalam bulan)

Atau
Nilai nominal x tingkat suku bunga nominal (per tahun) : 12 bulan x periode
Waktu antara tanggal bunga dengan tanggal penjualan (dalam bulan)

Nantinya, pada saat bunga obligasi untuk interval periode pertama dibayarkan, maka
debitur akan mencatatnya dalam jurnal dengan cara mendebet akun beban bunga dan mengkredit
akun kas.
Nama Perkiraan Debet Kredit
Beban bunga xxxx -
Kas - Xxxx

Yang besarnya dihitung sebagai berikut :


Nilai nominal x tingkat suku bunga nominal (per tahun) : 12 bulan x periode
Waktu antara tanggal penerbitan dengan tanggal pembayaran bunga pertama (dalam bulan)

Atau
Nilai nominal x tingkat suku bunga nominal (per tahun) : 12 bulan x periode
Waktu antara tanggal bunga dengan tanggal pembayaran bunga pertama (dalam bulan)
Untuk mengilustrasikan penjualan obligasi yang terjadi di antara tanggal bunga, asumsi bahwa
obligasi dengan nilai nominal Rp. 100.000.000,- terjual pada tanggal 1 Juni 2010. Besarnya
tingkat suku bunga nominal adalah 12% per tahun, dengan tanggal bunga yaitu setiap 1 April dan
1 Oktober. Obligasi tersebut diterbitkan pada tanggal 1 April 2010, sehingga ada bunga berjalan
selama 2 bulan yang harus dicatat (yaitu dari 1 April hingga 1 Juni). Ayat jurnal yang perlu
dibuat untuk mencatat bunga berjalan tersebut adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Juni’10 Kas 2.000.000 -
Beban Bunga - 2.000.000
(100 juta x 12% : 12 bulan x 2 bulan)

Nantinya, pada saat bunga obligasi untuk interval periode pertama dibayarkan (1 April 2010
hingga 1 Oktober 2010), maka debitur akan mencatatnya dalam jurnal sebagai berikut :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Okt’10 Beban Bunga 6.000.000 -
Kas - 6.000.000
(100 juta x 12% : 12 bulan x 6 bulan)

Dengan kedua ayat jurnal di atas, perhatikanlah bahwa besarnya bunga (kas) yang dibayarkan
sampai dengan 1 Oktober 2010 adalah sebesar Rp. 4.000.000,- (Rp. 6.000.000,- - Rp. 2.000.000,-
). Ini adalah logis mengingat bahwa debitur telah menikmati fasilitas utang obligasi selama 4
bulan, yaitu yang terhitung sejak obligasi dijual (1 Juni 2010) sampai dengan tanggal
pembayaran bunga yang pertama (1 Oktober 2010). Oleh sebab itu, besarnya bunga (kas) yang
dibayarkan sampai dengan 1 Oktober 2010 adalah sebesar Rp. 4.000.000,- (100 juta x 12% : 12
bulan x 4 bulan).
Pada tanggal 31 Desember 2010, ayat jurnal penyesuaian yang diperlukan untuk mencatat atau
mengakui besarnya bunga terutang (1 Oktober 2010 hingga 31 Desember 2010) adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
31 Des’10 Beban Bunga 3.000.000 -
Utang Bunga - 3.000.000
(100 juta x 12% : 12 bulan x 3 bulan)

Secara keseluruhan, besarnya akun beban bunga yang akan masuk dalam perhitungan laba rugi
(sebagai beban lain-lain) untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2010 adalah Rp. 7.000.000,-
(100 juta x 12% : 12 bulan x 7 bulan), di mana Rp. 4.000.000,- nya telah dibayarkan kepada
kreditor dan sisanya Rp. 3.000.000,- masih terutang (belum dibayarkan). Jadi, beban bunga
sebesar Rp. 7.000.000,- ini terhitung mulai 1 Juni 2010 hingga 31 Desember 2010.
Sebagai ilustrasi lainnya, asumsi bahwa obligasi dengan nilai nominal Rp. 100.000.000,- terjual
pada tanggal 1 November 2010. Besarnya tingkat suku bunga nominal adalah 12% per tahun,
dengan tanggal bunga yaitu 1 April dan 1 Oktober. Baik apakah obligasi tersebut diterbitkan
pada tanggal 1 April 2010 ataupun 1 Oktober 2010, bunga berjalan tetap akan dihitung dari 1
Oktober hingga 1 November. Ayat jurnal yang perlu dibuat untuk mencatat bunga berjalan
tersebut adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Nov’10 Kas 1.000.000 -
Beban Bunga - 1.000.000
(100 juta x 12% : 12 bulan x 1 bulan)

Pada tanggal 31 Desember 2010, ayat jurnal penyesuaian yang diperlukan untuk mencatat atau
mengakui besarnya bunga terutang (1 Oktober 2010 hingga 31 Desember 2010) adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
31 Des’10 Beban Bunga 3.000.000 -
Utang Bunga - 3.000.000
(100 juta x 12% : 12 bulan x 3 bulan)

Dengan kedua ayat jurnal di atas, perhatikanlah bahwa besarnya akun beban bunga yang akan
masuk dalam perhitungan laba rugi untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2010 adalah Rp.
2.000.000,- (Rp. 3.000.000,- - Rp. 1.000.000,-). Ini adalah logis mengingat bahwa debitur telah
menikmati fasilitas utang obligasi selama 2 bulan, yaitu yang terhitung sejak obligasi dijual (1
November 2010) sampai dengan akhir tahun (31 Desember 2010).
Pada tanggal 1 Januari 2011, ayat jurnal balik yang akan dibuat adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Jan’11 Utang Bunga 3.000.000 -
Beban Bunga - 3.000.000
(100 juta x 12% : 12 bulan x 3 bulan)

Nantinya, pada saat bunga obligasi untuk interval periode pertama dibayarkan (1 Oktober 2010
hingga 1 April 2011), maka debitur akan mencatatnya dalam jurnal sebagai berikut :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 April’11 Beban Bunga 6.000.000 -
Kas - 6.000.000
(100 juta x 12% : 12 bulan x 6 bulan)

Besarnya akun beban bunga yang akan masuk dalam perhitungan laba rugi untuk periode yang
berakhir 1 April 2011 adalah Rp. 3.000.000,- (Rp. 6.000.000,- - Rp. 3.000.000,-).
6. Obligasi Dijual Sebesar Nilai Nominal
Seperti yang telah disebutkan di bagian sebelumnya, jika besarnya tingkat suku bunga nominal
sama dengan tingkat suku bunga pasar, maka berarti obligasi tersebut dijual dengan kurs 100,
yaitu sebesar nilai nominalnya. Dalam hal ini, tidak akan muncul diskonto maupun premiun
karena besarnya PV obligasi (PV pokok + PVA bunga) akan sama dengan nilai nominal dari
obligasi bersangkutan.
Untuk mengilustrasikannya, asumsi bahwa pada tanggal 1 Februari 2010 perusahaan
menerbitkan dan menjual obligasi yang bernilai nominal Rp. 5.000.000,-. Obligasi ini akan jatuh
tempo dalam waktu 5 tahun, dan besarnya tingkat suku bunga nominal maupun tingkat suku
bunga pasar masing-masing adalah 12% per tahun. Bunga atas utang obligasi akan dibayarkan
sebanyak 2 kali dalam setiap tahunnya, yaitu setiap tanggal 1 Februari dan 1 Agustus.
Dengan menggunakan rumus present value,besarnya harga jual obligasi dapat dihitung sebagai
berikut :
PV obligasi = PV pokok + PVA bunga
= (Rp. 5.000.000 x PVF 6%;10) + (6%xRp. 5.000.000,-xPVAF 6%;10)
= (Rp. 5.000.000 x 0,55839) + (Rp. 300.000 x 7,36009)
= Rp. 2.791.950 + Rp. 2.208.050,-
= Rp. 5.000.000

Ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat penjualan obligasi (sebesar nilai nominalnya),
pembayaran bunga, dan bunga terutang tahun 2010 adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Febr’10 Kas 5.000.000 -
Utang Obligasi - 5.000.000
1 Agst’10 Beban Bunga 300.000 -
Kas - 300.000
(5 juta x 12% : 12 bulan x 6 bulan) -
31 Des’10 Beban bunga 250.000
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
Utang bunga - 250.000
(5 juta x 12% : 12 bulan x 5 bulan)

7. Obligasi Dijual pada Tingkat Diskonto


Jika besarnya tingkat suku bunga nominal lebih kecil dibanding dengan tingkat suku bunga
pasar, maka berarti obligasi tersebut dijual dengan kurs kurang dari 100, yaitu di bawah nilai
nominalnya atau dengan kata lain dijual pada tingkat diskonto (discount). Dalam hal ini,
besarnya PV obligasi (PV pokok + PVA bunga) lebih kecil dibanding dengan nilai nominal dari
obligasi bersangkutan.
Untuk mengilustrasikannya, asumsi bahwa pada tanggal 1 Februari 2010 perusahaan
menerbitkan dan menjual obligasi yang bernilai nominal Rp. 5.000.000,-. Obligasi ini akan jatuh
tempo dalam waktu 5 tahun, dan memiliki tingkat suku bunga nominal 11% per tahun serta
tingkat suku bunga pasar 12% per tahun. Bunga atas utang obligasi akan dibayarkan sebanyak 2
kali dalam setiap tahunnya, yaitu setiap tanggal 1 Februari dan 1 Agustus.
Dengan menggunakan rumus present value, besarnya harga jual obligasi dapat dihitung sebagai
berikut :
PV obligasi = PV pokok + PVA bunga
= (Rp. 5.000.000xPVF6%;10) + (5,5%xRp. 5.000.000xPVF 6%;10)
= (Rp. 5.000.000x0,55839)+(Rp. 275.000x7,36009)
= Rp. 2.791.950 + Rp. 2.024.025
= Rp. 4.815.975

Ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat penjualan obligasi, pembayaran bunga, dan bunga
terutang tahun 2010 adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Febr’10 Kas 4.815.975 -
Diskonto Utang Obligasi 184.025 -
Utang Obligasi - 5.000.000

1 Agst’10 Beban Bunga 275.000 -


Kas - 275.000
(5 juta x 11% : 12 bulan x 6 bulan)

31 Des’10 Beban bunga 229.167 -


Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
Utang bunga - 229.167
(5 juta x 11% : 12 bulan x 5 bulan)

Dalam neraca, akun diskonto utang obligasi akan dilaporkan sebagai akun pengurang (contra
account) dari akun utang obligasi. Akun utang obligasi akan dilaporkan dalam neraca sebesar
nilai nominalnya (face amount). Selisih antara besarnya akun utang obligasi dengan akun
diskonto utang obligasi dinamakan sebagai nilai buku atau nilai tercatat (book value/carrying
value) utang obligasi. Dengan melanjutkan ilustrasi di atas, berikut adalah tampilan dari akun
utang obligasi dan akun diskonto utang obligasi yang tampak dalam neraca perusahaan per 1
Februari 2010 sesaat setelah obligasi dijual :
Kewajiban Jangka Panjang
Utang obligasi Rp. 5.000.000
Diskonto Utang Obligasi (Rp. 184.025)
Nilai buku utang obligasi Rp. 4.815.975

Pada saat obligasi dijual (1 Februari 2010), nilai buku utang obligasi mencerminkan harga pasar
dari obligasi bersangkutan, yaitu harga yang dimana kreditur bersedia bayar. Nanti, pada saat
utang obligasi jatuh tempo, akun diskonto utang obligasi harus bersaldo nol, sehingga nilai buku
utang obligasi pada saat jatuh tempo akan sama dengan nilai nominalnya. Nila buku utang
obligasi dapat dihitung dengan cara mengurangkan nilai nominal utang obligasi dengan besarnya
diskonto utang obligasi yang belum diamortisasi.
Besarnya diskonto utang obligasi (Rp. 184.025) akan diamortisasi sebagai beban bunga
sepanjang umur obligasi. Jika obligasi dijual di antara tanggal bunga, maka pengertian umur
obligasi yg dimaksud di sini adalah lamanya periode waktu antara pada saat obligasi dijual
(bukan pada saat diterbitkan) hingga utang obligasi tersebut jatuh tempo. Ini adalah logis
mengingat bahwa tujuan daripada dilakukannya amortisasi adalah supaya nilai buku utang
obligasi pada saat jatuh tempo akan sama dengan nilai nominalnya.
Ada 2(dua) metode yang sering dipakai dalam mengamortisasi besarnya diskonto utang obligasi,
yaitu metode garis lurus (straight line method) dan metode bunga efektif (effective interest rate
of method). Dalam buku ini, asumsi bahwa besarnya diskonto utang obligasi akan diamortisasi
dengan menggunakan metode garis lurus. Metode bunga efektif akan dijelaskan nanti dalam
buku akuntansi lanjutan.
Amortisasi dengan menggunakan metode garis lurus akan memberikan besarnya amortisasi yang
sama untuk setiap bulannya. Amortisasi dapat dilakukan (dicatat) bersamaan dengan tanggal
pembayaran bunga dan atau pada setiap akhir periode akuntansi. Perlu diperhatikan di sini,
bahwa jika amortisasi dilakukan bersamaan dengan tanggal pembayaran bunga maka ayat jurnal
penyesuaian (AJP) pada akhir periode akuntansi tetap akan diperlukan untuk mencatat besarnya
amortisasi. Melanjutkan contoh di atas, jika amortisasi dilakukan dengan menggunakan metode
garis lurus dan dicatat bersamaan dengan tanggal pembayaran bunga, maka ayat jurnal yang
diperlukan sepanjang tahun 2010 dan 2011 untuk mencatat amortisasi diskonto utang obligasi
adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Agst’10 Beban Bunga 18.403 -
Diskonto Utang Obligasi - 18.403
(Rp. 184.025 : 60 bulan x 6 bulan)

31 Des’10 Beban Bunga 15.335 -


(AJP) Diskonto Utang Obligasi - 15.335
(Rp. 184.025 :60 bulan x 5 bulan)

1 Febr’11 Beban Bunga 3.067 -


Diskonto Utang Obligasi - 3.067
(Rp. 184.025 :60 bulan x 1 bulan)

1 Agst’11 Beban Bunga 18.403 -


Diskonto Utang Obligasi - 18.403
(Rp. 184.025 : 60 bulan x 6 bulan)

31 Des’11 Beban Bunga 15.335 -


(AJP) Diskonto Utang Obligasi - 15.335
(Rp. 184.025 : 60 bulan x 5 bulan)

Setelah ayat jurnal di atas diposting, berikut adalah tampilan dari akun utang obligasi dan akun
diskonto utang obligasi yang tampak dalam neraca perusahaan per 31 Desember 2011 :
Kewajiban Jangka Panjang :
Utang Obligasi = Rp. 5.000.000
Diskonto Utang Obligasi = (Rp. 113.482)
Nilai Buku Utang Obligasi = Rp. 4.886.518,-
Besarnya amortisasi diskonto utang obligasi dari 1 Februari 2010 hingga 31 Desember 2011
adalah Rp. 70.543 (Rp. 184.025 : 60 bulan x 23 bulan), sehingga besarnya diskonto utang
obligasi yang belum diamortisasi adalah Rp. 113.482 (Rp. 184.025 – Rp. 70.543). Besarnya
diskonto utang obligasi yang belum diamortisasi ini juga dapat dihitung dengan cara mengalikan
antara besarnya amortisasi per bulan (Rp. 184.025 : 60 bulan = Rp. 3.067,08) dengan lamanya
sisa umur obligasi yaitu untuk periode waktu antara 31 desember 2011 sampai 1 Februari 2015
(37 bulan).
8. Obligasi Dijual pada Tingkat Premiun
Jika tingkat suku bunga nominal lebih besar dibanding tingkat suku bunga pasar, maka berarti
obligasi tersebut dijual dengan kurs di atas 100, yaitu di atas nilai nominalnya atau dengankata
lain dijual pada tingkat premiun. Dalam hal ini, besarnya PV obligasi (PV pokok + PVA bunga)
melebihi nilai nominal dari obligasi bersangkutan.
Untuk mengilustrasikannya, asumsi bahwa pada tanggal 1 Februari 2010 perusahaan
menerbitkan dan menjual obligasi yang bernilai nominal Rp. 5.000.000,-. Obligasi ini akan jatuh
tempo dalam waktu 5 tahun, dan memiliki tingkat suku bunga nominal 13% per tahun serta
tingkat suku bunga pasar 12% per tahun. Bunga atas utang obligasi akan dibayarkan sebanyak 2
kali dalam setia tahunnya, yaitu setiap tanggal 1 Februari dan 1 Agustus.
Dengan menggunakan rumus present value, besarnya harga jual obligasi dapat dihitung sebagai
berikut :
PV obligasi = PV pokok + PVA bunga
= (Rp.5.000.000,-xPVF 6%;10) + (6,5%xRp. 5.000.000,-xPVAF 6%;10)
= (Rp. 5.000.000,- x 0,55839) + (Rp. 325.000 x 7,36009)
= Rp. 2.719.950,- + Rp. 2.392.029,-
= Rp. 5.183.979,-

Ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat penjualan obligasi, pembayaran bunga, dan bunga
terutang tahun 2010 adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Febr’10 Kas 5.183.979 -
Premiun Utang Obligasi - 183.979
Utang Obligasi - 5.000.000

1 Beban Bunga 325.000 -


Aggst’10 Kas - 325.000
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
(5 juta x 13% : 12 bulan x 6 bulan)

Beban Bunga 270.833 -


31 Des’10 Utang Bunga - 270.833
(5 juta x 13% : 12 bulan x 5 bulan)

Dalam neraca, akun premiun utang obligasi akan dilaporkan sebagai akun penambah (adjunct
account) dari akun utang obligasi. Akun utang obligasi akan dilaporkan dalam neraca sebesar
nilao nominalnya. Hasil penjumlahan antara besarnya akun utang obligasi dengan akun premiun
utang obligasi dinamakan sebagai nilai buku atau nilai tercatat utang obligasi. Dengan
melanjutkan ilustrasi di atas, berikut adalah tampilan dari akun utang obligasi dan akun premiun
utang obligasi yang tampak dalam neraca perusahaan per 1 Februari 2010 :
Kewajiban Jangka Panjang
Utang Obligasi Rp. 5.000.000,-
Premiun Utang Obligasi Rp. 183.979,-
Nilai buku Utang Obligasi Rp. 5.183.979,-
Pada saat obligasi dijual (1 Februari 2010), nilai buku utang obligasi mencerminkan harga pasar
dari obligasi bersangkutan. Nanti, pada saat utang obligasi jatuh tempo, akun premiun utang
obligasi harus bersaldo nol, sehingga nilai buku utang obligasi pada saat jatuh tempo akan sama
dengan nilai nominalnya. Nilai buku utang obligasi dapat dihitung dengan cara menjumlahkan
nilai nominal utang obligasi dengan besarnya premiun utang obligasi yang belum diamortisasi.
Besarnya premiun utang obligasi (Rp. 183.979,-) akan diamortisasi sebagai pengurang beban
bunga (kebalikan dari amortisasi diskonto utang obligasi). Melanjutkan contoh di atas, jika
amortisasi dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus dan dicatat bersamaan dengan
tanggal pembayaran bunga, maka ayat jurnal yang diperlukan sepanjang tahun 2010 dan 2011
untuk mencatat amortisasi premiun utang obligasi adalah
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Agst’10 Premiun Utang Obligasi 18.398 -
Beban Bunga - 18.398
(Rp. 183.979 : 60 bulan x 6 bulan)

31 Des’10 Premiun Utang Obligasi 15.332 -


(AJP) Beban Bunga - 15.332
(Rp. 183.979 : 60 bulan x 5 bulan)
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit

1 Febr’11 Premiun Utang Obligasi 3.066 -


Beban Bunga - 3.066
(Rp. 183.979 : 60 bulan x 1 bulan)

1 Agst’11 Premiun Utang Obligasi 18.398 -


Beban Bunga - 18.398
(Rp. 183.979 : 60 bulan x 6 bulan)

31 Des’11 Premiun Utang Obligasi 15.332 -


(AJP) Beban Bunga - 15.332
(Rp. 183.979 : 60 bulan x 5 bulan)

Setelah ayat jurnal di atas diposting, berikut adalah tampilan dari akun utang obligasi dan akun
premiun utang obligasi yang tampak dalam neraca perusahaan per 31 Desember 2011 :
Kewajiban Jangka Panjang
Utang Obligasi Rp. 5.000.000,-
Premiun Utang Obligasi Rp. 113.454,-
Nilai buku Utang Obligasi Rp. 5.113.454,-
Besarnya amortisasi premiun utang obligasi dari 1 Februari 2010 hingga 31 Desember 2011
adalah Rp. 70.525,- (Rp. 183.979 : 60 bulan x 23 bulan), sehingga besarnya premiun utang yang
belum diamortisasi adalah Rp. 113.454,- (Rp. 183.979,- - Rp. 70.525,-). Besarnya premiun utang
obligasi yang belum diamortisasi ini juga dapat dihitung dengan cara mengalikan antara besarnya
amortisasi per bulan (Rp. 183.979,- : 60 bulan=Rp. 3.066,32) dengan lamanya sisa umur obligasi
yaitu untuk periode waktu antara 31 Desember 2011 sampai 1 Februari 2015 (37 bulan).
9. PENEBUSAN KEMBALI OBLIGASI
Perusahaan (debitur) dapat menembus kembali obligasinya sebelum tanggal jatuh tempo. Hal ini
dilakukan jika tingkat suku bunga pasar mengalami penurunan secara dratis setelah obligasi
dijual. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan biasanya akan menerbitkan dan menjual obligasi
yang baru dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah, kemudian hasil dari penjualan obligasi
yang baru tersebut akan dipergunakan untuk menebus kembali obligasinya yang telah terlanjur
diterbitkan dan dijual pada beberapa waktu yang lalu (pada saat tingkat suku bunga pasar masih
tinggi).
Perusahaan biasanya akan menebus kembali obligasinya dengan harga yang berbeda dari nilai
buku utang obligasi. Ingat kembali, nilai buku utang obligasi dapat dihitung dengan cara
mengurangkan nilai nominal utang obligasi dengan besarnya diskonto utang obligasi yg belum
diamortisasi atau menjumlahkan nilai nominal utang obligasi dengan besarnya premiun utang
obligasi yang belum diamortisasi. Jika harga yang dibayarkan untuk penebusan kembali obligasi
lebih kecil dibandingkan dengan nilai buku utang obligasi, maka selisihnya akan dicatat sebagai
keuntungan dari penebusan obligasi. Sebaliknya jika harga yang dibayarkan untuk penebusan
kembali obligasi lebih besar dari nilai buku utang obligasi, maka selisihnya akan dicatat sebagai
kerugian dari penebusan obligasi. Keuntungan akan disajikan dalam laporan laba rugi sebagai
pendapatan atau beban lain-lain (bukan pendapatan atau beban operasional).
Komisi broker yang dibayarkan sehubungan dengan penebusan kembali obligasi sifatnya akan
menambah jumlah uang kas yang dibayarkan dan memperkecil jumlah keuntungan penebusan
obligasi atau memperbesar jumlah kerugian penebusan obligasi. Dalam jurnal, komisi broker
yang dibayarkan tidak perlu dibuatkan akun terpisah/khusus (akun komisi broker), mengingat
bahwa penebusan obligasi ini adalah merupakan salah satu dari aktivitas pembiayaan, bukan
aktivitas operasional perusahaan.
Jika obligasi ditebus di antara tanggal bunga, maka sebelum jurnal penebusan obligasi dibuat,
perlu dibuat terlebih dahulu jurnal untuk mencatat pembayaran bunga amortisasi diskonto atau
premiun utang obligasi atas obligasi yang ditebus. Sebagai contoh, asumsi bahwa pada tanggal 1
Februari 2010 perusahaan menerbitkan dan menjual obligasi yang bernilai nominal Rp.
5.000.000,-. Obligasi ini akan jatuh tempo dalam waktu 5 tahun (yaitu 1 Februari 2015), dan
memiliki tingkat suku bunga nominal 11% per tahun serta tingkat suku bunga pasar 12% per
tahun. Bunga atas utang obligasi akan dibayarkan sebanyak 2 kali dalam setiap tahunnya, yaitu
setiap tanggal 1 Februari dan 1 Agustus. Dengan menggunakan metode garis lurus, besarnya
amortisasi diskonto utang obligasi per bulan adalah Rp. 3.067,- yang dicatat bersamaan dengan
tanggal pembayaran bunga. Pada tanggal 1 April 2012, sebesar tiga per lima (60%) dari nilai
nominal obligasi ditebus kembali dengan kurs 120.
Ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat penebusan obligasi adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 April’12 Beban Bunga 55.000 -
Kas - 55.000
(60% x 5 juta x 11%:12 bulan x 2 bulan)
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit

Beban Bunga 3.680 -


Diskonto Utang Obligasi - 3.680
(60% x Rp. 3.067 x 2 bulan)

Utang Obligasi 3.000.000 -


Kerugian dari Penebusan Obligasi 662.567 -
Diskonto Utang Obligasi* - 62.567
Kas** - 3.600.000
*(60% x Rp.3.067 x 34 bulan)
**(1,2 x 3 juta)
Perhatikanlah cara menghitung besarnya kerugian dari penebusan obligasi :
Nilai nominal obligasi yang ditebus Rp. 3.000.000,-
Diskonto utang obligasi yg belum diamortisasi (Rp. 62.567) (1/4/12 s/d 1/2/15)
Nilai buku utang obligasi yg ditebus Rp. 2.937.433,-
Harga penebusan (Rp. 3.600.000)
Kerugian dari penebusan obligasi (Rp. 662.567)
Berikut adalah ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat besarnya pembayaran bunga,
amortisasi diskonto utang obligasi, dan bunga terhutang atas sisa obligasi yang tidak ditebus :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Agst’12 Beban Bunga 110.000 -
Kas - 110.000
(40% x 5 juta x 11% : 12 bulan x 6 bulan)

Beban bunga 7.361 -


Diskonto Utang Obligasi - 7.361
(40% x Rp. 3.067 x 6 bulan)

31 Des’12 Beban Bunga 6.134 -


Diskonto Utang Obligasi - 6.134
(40% x Rp. 3.067 x 5 bulan)

Beban Bunga 91.667 -


Utang Bunga - 91.667
(40% x 5 Juta x 11% : 12 bulan x 5 bulan)
C. LATIHAN SOAL/TUGAS
PT. Angin Ribut pada tanggal 1 Juni 2010 menerbitkan 10 lembar obligasi yang memiliki nilai
nominal Rp. 500.000,- per lembar. Besarnya tingkat suku bunga nominal adalah 18% per tahun
dan obligasi akan jatuh tempo dalam waktu 3 tahun. Bunga obligasi dibayarkan setahun dua kali,
yaitu setiap tanggal 1 Juni dan 1 Desember. Keseluruhan obligasi tersebut pada tanggal 1 Juni
2010 dijual dengan kurs 98. Pada tanggal 1 September 2012, sebanyak 4 lembar dari obligasi
tersebut ditebus kembali oleh PT. Angin Ribut dengan kurs 90, sedangkan sisanya akan dilunasi
pada saat jatuh tempo. PT. Angin Ribut melakukan amortisasi diskonto/premiun utang obligasi
dengan menggunakan metode garis lurus yang dicatat bersamaan dengan tanggal pembayaran
bunga.
Diminta : buatlah ayat jurnal untuk mencatat :
1. Penjualan 10 lembar obligasi pada tanggal 1 Juni 2010
2. Pembayaran bunga dan amortisasi diskonto/premiun utang obligasi selama tahun 2010,
termasuk ayat jurnal penyesuaian pada tanggal 31 Desember 2010.
3. Ayat jurnal balik atas beban bunga yang masih harus dibayar, pembayaran bunga dan
amortisasi diskonto/premiun utang obligasi, termasuk ayat jurnal penyesuaian di tahun 2011.
4. Ayat jurnal balik atas beban bunga yang masih harus dibayar (1 Januari 2012), serta
pembayaran bunga dan amortisasi diskonto/premiun utang obligasi (1 Juni 2012).
5. Penebusan sebagian utang obligasi pada tanggal 1 September 2012, pembayaran bunga dan
amortisasi diskonto/premiun utang obligasi pada tanggal 1 Desember 2012 serta ayat jurnal
penyesuaian pada tanggal 31 Desember 2012.
6. Pelunasan utang obligasi pada saat jatuh tempo (1 Juni 2013).

D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
5.Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia.
6.Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
7.Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
8.Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan

E.GLOSARIUM
1. Hutang : kewajiban suatu badan usaha/perusahaan kepada pihak ketiga yang dibayar dengan
cara menyerahkan aktiva atau jasa dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat dari transaksi
di masa lalu.
2. Hutang obligasi : utang jangka panjang yang diperoleh melalui Penjualan surat-surat obligasi.
3. Kreditur : pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah) yang memiliki tagihan
kepada pihak lain (pihak kedua) atas property atau layanan jasa yang diberikan (biasanya
dalam bentuk kontrak atau perjanjian) dimana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan
mengembalikan property yang nilainya besar.
4. Beban bunga : beban yang dibayarkan kepada nasabah atau pihak lain yang berkaitan dengan
kegiatan penghimpunan dana.
5. Nilai nominal : nilai intrinsik dari uang.
6. Amortisasi : pengurangan nilai aktiva tak berwujud, seperti merk dagang, hak cipta, dan lain-
lain, secara bertahap dalam jangka waktu tertentu pada setiap periode akuntansi.
PERTEMUAN 13:
PENDAPATAN MENURUT PERPAJAKAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini diharpakan mahasiswa mampu dan memahami akuntansi komersial dan
perpajakan seperti: pendapatan menurut akuntansi, menurut perpajakan rekonsiliasi fiskal
tentang pendapatan.

B. URAIAN MATERI
1. Definisi Pendapatan sesuai PSAK 23
Penghasilan didefinisikan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau
peningkatan aset atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal. Penghasilan (income) meliputi pendapatan ( revenue)
maupun keuntungan (gain). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul selama dalam aktivitas
normal entitas dan dikenal dengan bermacam-macam sebutan yang berbeda seperti penjualan,
penghasilan jasa (fees), bunga, dividen dan royalti. Tujuan Pernyataan ini adalah mengatur
perlakuan akuntansi atas pendapatan yang timbul dari transaksi dan kejadian tertentu.
PSAK 23 mengakui adanya Penghasilan dengan menggunakan dasar waktu ( accrual basic):
a). Penjualan barang
Penjualan barang baik yang diproduksi sendiri untuk dijual atau barang yang dibeli untuk dijual.
Pendapatan dari penjualan barang diakui jika seluruh kondisi pada penjualan barang memenuhi
syarat atau kondisi sebagai berikut :
1). Entitas telah memindahkan resiko dan manfaat kepemilikan barang secara signifikan kepada
pembeli.
2). Entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan kepemilikan atas
barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual.
3). Jumlah pendapatan dapat diukur dengan handal.
4). Kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait dengan transaksi tersebut akan mengalir
ke entitas.
5). Biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan transaksi penjualan tersebut dapat diukur
secara handal.
b). Penjualan jasa
Pelaksanaan tugasyang telah disepakati ruang lingkup dan bentuk penyerahannya oleh kedua
belah piahk selama suatu periode waktu kerja. Penjualan jasa dapat di estimasi secara handaljika
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1). Jumlah pendapatan dapat diukur secara handal.
2). Kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi penjualan jasa akan
mengalir ke entitas. Tetapi jika ketidakpastian timbul atas kolektibilitas piutang maka jumlah
tidak tertagih atau jumlah pemulihan yang kemungkinannya tidak lagi besar diakui sebagai
beban piutang tak tertagih sebagai penyesuaian terhadap pendapatan dari penjualan.
3). Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir pelaporan dapat diukur secara handal.
4). Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat
diukur secara handal.
c). Bunga, royalti, dan diviiden
Bunga, Penggunaan aset entitas oleh pihak yang menghasilkan bunga. Royalti, penggunaan asset
jangka panjang entitas seperti paten, merek dagang, hak cipt. Dividen, distribusi laba pemegang
saham sesuai proporsi kepemilikan. Pendapatan bunga, royalti, deviden diakui :
1). Jika manfaat ekonomi transaksi tersebut kemungkinan besar akan mengalir pada entitas.
Tetapi jika ketidakpastian timbul atas kolektibilitas piutang maka jumlah tidak tertagih atau
jumlah pemulihan yang kemungkinannya tidak lagi besar diakui sebagai beban piutang tak
tertagih sebagai penyesuaian terhadap pendapatan dari bunga, royalti dan dividen.
2). Jika pendapatan dapat diukur dengan handal. Tetapi tidak mengatur pendapatan tentang:
aa). Perjanjian sewa, (PSAK 30 (revisi 2007).
bb). Dividen dari investasi dengan metode ekuitas, (PSAK 15 (Revisi2009).
cc). Kontrak asuransi, (PSAK 28, 36)
dd). Perubahan nilai wajar dari aset dan liabilitas keuangan atau pelepasannya, (PSAK 55 (revisi
2006).
ee). Perubahaan nilai aset lancar lain
ff). Ekstraksi hasil tambang, (PSAK 33)
2. Pengukuran
a). Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima.
b). Diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima dan dikurangi diskon
atau rabat.
c). Jika pendapatan ditangguhkan,nilai wajar ditentukan dengan mendiskontokan arus kas yang
akan diterima dengan tingkat bunga tersirat (imputed).
d). Pertukaran barang serupa tidak dianggap transaksi yang menghasilkan pendapatan
menghasilkan pendapatan.
e). Pertukaran tidak serupa dianggap transaksi yang menghasilkan pendapatan.
2. Pendapatan Menurut Perpajakan.
Sesuai Pasal 4 (1) UU Nomor 36 tahun 2008 objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Berikut adalah apa saja yang termasuk dalam objek pajak menurut pasal 4 ayat 1 UU No. 36
Tahun 2008 :
a). Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau
imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b). Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan
c). Laba usaha
d). Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota
Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau
pengambilalihan usaha Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil.
e). Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
f). Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
g). Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
h). Royalty atau imbalan atas penggunaan hak
i). Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
j). Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
k). Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
l). Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
m). Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
n). Premi asuransi
o). Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p). Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
q). Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r). Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
3. Menurut Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) UU No. 36 tahun 2008 yang ternasuk
penghasilan Final adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:
a). penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
b). penghasilan berupa hadiah undian;
c). penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada
perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d). penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e). penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
4. Menurut pasal 4 ayat 3 UU No. 36 Tahun 2008 yang tidak termasuk Objek Pajak adalah
:
a). Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badanamil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia
b). Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
c). Warisan
d). Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal
e). Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali
yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau
Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh
f). Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa
g). Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
h). Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai
i). Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang tertentu yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
k). Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia
l). Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
m). Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut
n). Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Peenyelenggara Jaminan Sosial kepada
Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan
5.Rekonsiliasi Pendapatan
Rekonsiliasi dilakukan untuk menghilangkan perbedaan antara laporan keuangan komersial yang
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan laporan keuangan fiskal yang dibuat berdasarkan
ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Perbedaan antara laba akuntansi pada
laporan keuangan kornersial dengan penghasilan kena pajak pada laporan keuangan fiskal dapat
diidentifikasi sebagai perbedaan tetap (permanent differences) dan perbedaan temporer
(temporary differences). Disebut perbedaan perrnanen karena akurnulasi perbedaan tersebut akan
tetap ada sampai waktu yang tidak terhingga, sedangkan dalam perbedaan temporer akan terjadi
sating eliminasi antar tahun-tahun fiskal, sehingga tidak ada perbedaan lagi. ecara rinci
perbedaan permanen dan perbedaan temporer diuraikan pada paragraf di bawah ini. Untuk
Pendapatan.
a). Beda Tetap
Bagi akuntansi keuangan rnerupakan penghasilan, tetapi bagi fiskus penghasilan tersebut bukan
rnerupakan penghasilan (bukan objek pajak) atau merupakan penghasilan yang ditangguhkan
pengenaan pajaknya. Misalnya :
1). Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, sesuai pasal 4 ayat (3) UU PPh.
aa). bunga Deposito berjangka dan tabungan lainnya yang diatur dalam PP No.51 tahun 1994.
bb). Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi agio
saham baru dan revaluasi aktiva tetap sesuai penjelasan pasal 4 ayat (1) hutuf (g) UU PPh.
b). Beda Waktu (Temporary)
1). Penghasilan yang berdasarkan akuntansi pajak sudah merupakan penghasilan yang sudah
dapat dikenakan pajak, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan penghasilan yang
masih akan diterima.
2). Penghasilan yang berdasarkan akuntansi pajak sudah merupakan penghasilan yang sudah
dikenakan pajak, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan penghasilan yang diterima
di muka.

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Jelaskan pengertian pendapatan sesuai PSAK 23 ?
2. Jelaskan pengertian pendapatan menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 ?
3. Jelaskan mengenai rekonsiliasi pendapatan ?

D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
5.Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
6.Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
7.Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
8.Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan

E.GLOSARIUM
1. Pendapatan : jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari
Penjualan produk dan/atau jasa kepada pelanggan.
2. Pengukuran pendapatan : merupakan hasil imbalan terhadap adanya penyerahan barang atau
jasa yang telah di produksi dalam operasi perusahaan.
3. Rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil : laporan yang menyajikan rekonsiliasi antara
pendapatan bank yang menggunakan dasar akrual dengan pendapatan dibagi hasilkan kepada
pemilik dana yang menggunakan dasar kas.
PERTEMUAN 14: BIAYA MENURUT PERPAJAKAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu dan memahami akuntansi komersial dan
perpajakan seperti: biaya menurut akuntansi, menurut perpajakan, dan rekonsiliasi fiskal tentang
biaya.

B. URAIAN MATERI
Setiap perusahaan baik itu dibidang industri, dagang serta jasa pasti tujuan utamanya adalah
mencari keuntungan yang memadai. Pada setiap periode akuntansi perusahaan pada umumnya
akan membuat laporan keuangan. Berdasarkan laporan yang dibuat, pihak-pihak yang
berkepentingan dalam perusahaan dapat melihat posisi keuangan perusahaan dan pihak
manajemen dapat mengambil kebijakan - kebijakan guna kelangsungan perusahaan untuk
kedepannya.Dalam akuntansi pendapatan permasalahan utama adalah pada saat pengakuan itu
diakui. Permasalahan ini akan terus muncul bila terjadi transaksi yang berhubungan dengan
pendapatan. Pengakuan perlu dilakukan pada saat yang tepat atas suatu kejadian ekonomi yang
menghasilkan pendapatan. Jumlah pendapatan yang dihasilkan perusahaan harus diukur dengan
pasti. Jika perusahaan keliru dalam menentukan pendapatan maka akan mengakibatkan salah
dalam pengambilan keputusan.
Seperti diketahui bersama bahwa alat ukur kinerja Perusahaan salah satunya dengan melihat
instrumen- instrumen dalam Laporan Keuangan. Dengan melihat pos – pos dalam neraca atau
Laba Rugi. Dalam Laba Rugi Perlu disusunsecara benar dan tepat dengan menandingkan antara
Pendapatan dan Biaya dalam satu periode Laporan. Karena sistem yang kita gunakan adalah
Accrual Basis. Untuk itu itu kita harus benar – benar melihat unsur pembentuk dalam Laba –
Rugi dimana, unsur pembentuk terdiri dari Pendapatan dan Biaya.
1. Biaya dan Beban
Terdapat perbedaan antara Biaya dan Beban, berikut pembahasannya:
a). Menghasilkan Pendapatan
1). Cost : adalah Pengetahuan untuk mendapatkan harta / barang / jasa dengan harapan
mendapatkan pendapatan / penghasilan. Contoh : Peralatan digunakan untuk mengoperasikan
perusahaan dalam rangka memperole keuntungan.
2). Expenses :adalah Biaya yang kita keluarkan karena :
Penyusutan. Contoh : Accumulation Depre. Machine
Sudah kita nikmati.Contoh : elektrik expense,water expense,
b). Manfaat
Biaya adalah suatu nilai tukar prasyarat atau pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh
suatu manfaat, dimana periodenya lebih dari satu tahun. Beban adalah penurunan manfaat
ekonomi dalam suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar aktiva atau terjadinya
kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pada pembagian
kepada penanam modal.
c). Letak di Laporan Keuangan :
Biaya, di neraca (Belum terpakai, biaya-biaya yang dianggap akan memberi manfaat dimasa
yang akan datang, berupa aktiva) Misal : Sewa Dibayar Dimuka Beban, di laporan laba-rugi
(Pengeluaran/Biaya yang telah terpakai dan tidak dapat memberikan manfaat lagi dimasa yang
akan datang) Misal : Beban Sewa
d). Periode Akuntansi :
Biaya periodenya lebih dari satu tahun, merupakan pengeluaran modal (capital
expenditure).Beban periodenya kurang dari satu tahun, merupakan pengeluaran
pendapatan (revenue expenditure)
e). Jumlah Rupiah Yang Dikeluarkan :
Biaya, Jumlah rupiah yang dikeluarkan dalam jumlah yang besar. Beban, Jumlah rupiah yang
dikeluarkan relatif kecil.
f). Kasus :
Pada awal bulan tanggal 2 Januari 2009, PT. ABC membayar uang sewa kantor sebesar Rp.
800.000 untuk dua bulan dimuka. Pengeluaran (cost) ini merupakan suatu “aktiva” yang berupa
“hak untuk menempati kantor selama dua bulan.” Setiap hari berlalu dalam bulan tersebut
sebagian dari masa pakai harta tadi telah terpakai dan menjadi beban (expense). Pada tanggal 31
Januari 2009 separuhnya telah terpakai sebesar Rp. 400.000 dan harus diperlakukan sebagai
beban.
g). Jurnalnya :
Beban Sewa Rp. 400.000,- -
Sewa Dibayar Dimuka - Rp. 400.000,-
Perkiraan sewa dibayar dimuka sekarang mempunyai saldo Rp. 400.000 yang mencerminkan
pembayaran dimuka untuk selama satu bulan. Perkiraan beban sewa mencerminkan pengeluaran
Rp. 400.000 untuk bulan tersebut. Contoh biaya, perusahaan membeli sebuah mobil. Tujuan
mobil dibeli adalah untuk meningkatkan aktivitas pengiriman barang ke pelanggan, sehingga
dapat menghasilkan pendapatan yang berlipat ganda bagi perusahaan. Contoh beban, perusahaan
membayar bunga atas pinjaman berupa uang di bank maritim. Perusahaan melakukan
pembayaran bunga karena menerima manfaat berupa penggunaan sumber daya berupa uang
pinjaman yang diberikan kepada bank maritim. Membayar bunga pinjaman tidak ada sangkut
pautnya dengan usaha perusahaan dalam meningkatkan pendapatan namun lebih diklarifikasikan
sebagai kewajiban perusahaan. Penjelasan tambahan, biaya kas dan setara kas. Kas adalah
bentuk fisik dari uang. Sedangkan setara kas adalah bentuk fisik atau nonfisik yang bisa
disetarakan dengan uang. Misalnya, pembelian mobil dengan menggunakan check bank
perusahaan. Definisi lainnya, bahwa biaya didefinisikan sebagai pengorbanan untuk memperoleh
barang atau jasa. Biaya yang menghasilkan manfaat dimasa akan datang dicatat sebagai aset
dalam laporan perubahan posisi keuangan perusahaan (dahulu disebut neraca), sedangkan beban
didefinisikan manfaat yang dirasakan oleh perusahaan akibat pengeluaran biaya yang terjadi.
Contoh biaya, perusahaan membeli mobil. Mobil mempunyai masa manfaat lebih dari 10 tahun.
Maka mobil dapat diklarifikasikan sebagai aset (rincian, dalam aset, mobil dikatagorikan sebagai
aset tetap, karena mempunyai masa manfaat lebih dari 1 periode akuntansi). Contoh beban,
ketika membeli mobil, perusahaan harus mengeluarkan biaya – biaya untuk merasakan manfaat
atas pembelian mobil tersebut. seperti pembelian bahan bakar dan perawatan. Pembelian bahan
bakar dan perawatan atas mobil tersebut itulah yang dikatakan sebagai beban.
2. Pengukuran
a). Meskipun ada berbagai dasar pengukuran namun dalam praktik dasar paling banyak
digunakan untuk mengukur biaya adalah biaya historis. Dasar pengukuran tersebut antara lain:
1). Biaya Historis
2). Biaya Masuk Terkini
3). Setara Kas
Biaya pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua kriteria berikut dipenuh (SFAC No.5):
aa). Konsumsi manfaat
Biaya diakui bilamana manfaat ekonomik yang dikuasai suatu entitas telah dimanfaatkan atau
dikonsumsi dalam pengiriman atau pembuatan barang, penyerahan atau pelaksanaan jasa, atau
kegiatan lain yang merepresentasikan operasi utama atau sentral entitas tersebut.
bb). Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang
Biaya diakui bilamana aset yang telah diakui sebelumnya diperkirakan telah berkurang manfaat
ekonomiknya atau tidak lagi mempunyai manfaat ekonomi.
3.Biaya Menurut Perpajakan.
a). Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, termasuk.
1). Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
aa). Biaya pembelian bahan.
bb). Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.
cc). Bunga, Sewa, dan Royalti.
dd). Biaya perjalanan.
ee). Biaya pengolahan limbah.
ff). Premi asuransi.
gg). Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
hh). Biaya administrasi, dan
ii). Pajak kecuali Pajak Penghasilan.
jj). Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A.
kk).Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
ll). Dikerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
mm). Kerugian selisih kurs mata uang asing.
nn). Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
oo). Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
pp). Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
qq). Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
rr). Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat
Jenderal Pajak; dan
ss). Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atauinstansi pemerintah
yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa
utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
tt). Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak
tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
uu). Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah;
ww). Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
yy). Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
xx). Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
zz). Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
aaa). Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak
berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
bbb). Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa
Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. Pasal 9 UU No. 36 tahun
2008.
ccc). Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dlam negeri dan
bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan.
ddd). Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
eee). Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota.
fff). Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1). Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan
anjak piutang;
2). Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial;
3). Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4). Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5). Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6). Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk
usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
7). Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
8). Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai
serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
9). Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan;
10). Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah;
11).Pajak Penghasilan;
12). Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya;
13). Gaji yang dibayarkan kepada anggo ta persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham;
14). Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
15). Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan
dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau
Pasal 11A.
4. Rekonilisasi Biaya.
Rekonsiliasi dilakukan untuk menghilangkan perbedaan antara laporan keuangan komersial yang
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan laporan keuangan fiskal yang dibuat berdasarkan
ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan Perbedaan antara laba akuntansi pada
laporan keuangan kornersial dengan penghasilan kena pajak pada laporan keuangan fiskal dapat
diidentifikasi sebagai perbedaan tetap (permanent differences) dan perbedaan temporer
(temporary differences). Disebut perbedaan perrnanen karena akurnulasi perbedaan tersebut akan
tetap ada sampai waktu yang tidak terhingga, sedangkan dalam perbedaan temporer akan terjadi
sating eliminasi antar tahun-tahun fiskal, sehingga tidak ada perbedaan lagi. Secara rinci
perbedaan permanen dan perbedaan temporer diuraikan pada paragraf di bawah ini. Untuk
Pendapatan.

5. Beda Tetap.
a). Bagi akuntansi keuangan sudah merupakan pengeluaran, tetapi bagi akuntansi pajak
pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya. Hal ini seperti yang diatur dalam
pasal9 ayat (1) dan ayat (2) UU PPh.
b). Bagi akuntansi keuangan tidaklbelum merupakan biaya, tetapi bagi akuntansi pajak
pengeluaran tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya.
6. Beda Waktu (Temporary)
a). Beban atau pengeluaran yang berdasarkan akuntansi pajak sudah dapat dikurangkan sebagai
biaya, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan beban atau pengeluaran yang dibayar
dimuka.
b). Beban atau pengeluaran yang berdasarkan akuntansi pajak sudah dapat dikurangkan sebagai
biaya, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan beban atau pengeluaran yang masih
akan dibayar.
Perbedaan tersebut umumnya merupakan perbedaan antara metode penyusutan dan amortisasi
komersial dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan dan metode penilaian
persediaan komersial dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, penghapusan
piutang tidak tertagih yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukan taksiran piutang tidak
tertagih berdasarkan persentase tertentu atau cara-cara lain.

C. LATIHAN SOAL/TUGAS.
1. Jelaskan pengertian biaya sesuai PSAK 23?
2. Jelaskan pengertian biaya menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 :
3. Jelaskan mengenai rekonsiliasi biaya ?

D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
1. Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
2. Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
3. Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan

E.GLOSARIUM
1. Biaya : semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang
dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku baik yang sudah terjadi
maupun yang akan terjadi.
2. Biaya tetap : sebagai pengeluaran yang tidak berubah sebagai fungsi dari aktivitas suatu
bisnis dalam periode yang sama.
3. Biaya Variabel : jumlah marjinal terhadap semua unit yang diproduksi.
PERTEMUAN 15:
TRANSAKSI DENGAN MATA UANG ASING

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu dan memahami akuntansi komersial dan
perpajakan seperti: transaksi dengan mata uang asing menurut akuntansi dan menurut
perpajakan.

B. URAIAN MATERI
1. Transaksi dengan mata uang asing menurut akuntansi
Saat ini banyak perusahaan baik besar maupun kecil bergantung pada pasar internasional dalam
kegiatan jual beli produk dan jasa. Dengan harapan dengan masuknya sebuah perusahaan
tersebut pada pasar internasional, para pengusaha akan dapat meningkatkan dan
mengembangkan usaha dan tentu saja going concern perusahaan. Hampir setiap hari di media
memuat berita tentang mengenai dampak kegiatan ekspor dan impor pad perekonomian
Indonesia serta pengaruh aliran modal antarnegara di dunia.
Perusahaan yang beroperasi di pasar internasional dipengaruhi oleh bisnis normal yaitu seperti
kurangnya permintaan atas produk mereka di pasar luar negeri, unjuk rasa buruh, dan
transportasi yang tertunda dalam pengiriman produk mereka kepada pelanggan mereka yang
diluar negeri. Disamping itu perusahaan juga dapat mengalami resiko mata uang asing ketika
melakukan transaksi dalam mata uang lain. Sebagai contoh, jika perusahaan Indonesia
memperoleh mesin secara kredit dari perusahaan Jepang, perusahaan Jepang tersebut mungkin
mengharuskan pembayaran dalam Yen Jepang. Ini berarti perusahaan Indonesia tersebut
terkadang harus menggunakan pedagang mata uang asing atau bank untuk menukarkan rupiah ke
Yen Jepang untuk membeli mesin yang akan dibeli. Selama proses tersebut perusahaan
Indonesia dapat mengalami keuntungan atau kerugian kurs dari fluktuasi dalam nilai relatif
terhadap Yen Jepang. Beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan penggunaan mata uang
mencakup tingkat familier mata uang asing, potensi keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan
oleh kurs, nasionalisme, dan kepraktisan.
a). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 10
1). Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing
Tujuan dari Pernyataan ini menjelaskan bagaimana memasukkan transaksi dalam valuta asing
dan kegiatan usaha luar negeri ke dalam laporan keuangan entitas dan bagaimana menjabarkan
laporan keuangan ke dalam mata uang penyajian. Pernyataan ini diterapkan pada:
aa). Akuntansi transaksi dan saldo dalam valuta asing, kecuali transaksi dan saldo derivatif yang
termasuk dalam ruang lingkup PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
bb). Penjabaran hasil dan posisi keuangan dari kegiatan usaha luar negeri yang termasuk dalam
laporan keuangan entitas dengan cara konsolidasi atau metode ekuitas; dan
cc). Penjabaran hasil dan posisi keuangan suatu entitas ke dalam mata uang penyajian. Mata
uang fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi,
sedangkan mata uang penyajian adalah mata uang yang digunakan dalam penyajian laporan
keuangan. Pada pengakuan awal, transaksi valuta asing dicatat dalam mata uang fungsional.
Jumlah valuta asing dihitung ke dalam mata uang fungsional dengan kurs spot antara mata uang
fungsional dan valuta asing pada tanggal transaksi.
Pada akhir setiap periode pelaporan:
a). Pos moneter valuta asing dijabarkan menggunakan kurs penutup.
b). Pos nonmoneter yang diukur dalam biaya historis dalam valuta asing dijabarkan
menggunakan kurs pada tanggal transaksi, dan
c). Pos nonmoneter yang diukur pada nilai wajar dalam valuta asing dijabarkan menggunakan
kurs pada tanggal ketika nilai wajar diukur.
Entitas mengungkapkan:
a). Jumlah selisih kurs yang diakui dalam laba rugi, kecuali untuk selisih kurs yang timbul pada
instrumen keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi sesuai dengan PSAK 55:
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, dan.
b). Selisih kurs neto yang diakui dalam penghasilan komprehensif lain dan diakumulasikan
dalam komponen ekuitas yang terpisah, serta rekonsiliasi selisih kurs tersebut pada awal dan
akhir periode. Entitas menerapkan Pernyataan ini untuk periode tahun buku yang dimulai pada
atau setelah tanggal 1 Januari 2012. Penerapan dini diperkenankan. Jika entitas menerapkan
Pernyataan ini untuk periode tahun buku yang dimulai sebelum tanggal 1 Januari 2012, maka
fakta tersebut diungkapkan. Transaksi dalam mata uang asing adalah transaksi yang
didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing, termasuk transaksi
yang timbul ketika suatu perusahaan:
a). Membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasi dalam suatu mata uang
asing.
b). Meminjam (utang) atau meminjamkan (piutang) dana yang didenominasi dalam suatu mata
uang asing.
c). Menjadi pihak untuk suatu perjanjian dalam valuta asing yang belum terlaksana, atau
d) Memperoleh atau melepaskan asset, dan menimbulkan atau melunasi kewajiban yang
didenominasi dalam suatu mata uang asing.
b). Aktivitas perusahaan yang menyangkut valuta asing (foreign activities) ada 2, yaitu:
1). Melakukan transaksi dalam mata uang asing Suatu perusahaan dalam kegiatan operasionalnya
seringkali melakukan kegiatan yang menggunakan valuta asing, hal ini diatur dalam PSAK No.
10. Misalnya melakukan ekspor, impor, melakukan pinjaman luar negeri, dan menutup kontrak
berjangka dalam valuta asing.
2). Memiliki Kegiatan usaha luar negeri (foreign operations) Pada perusahaan multinasional
yang memiliki anak perusahaan atau cabang di luar negeri, laporan keuangannya harus
dijabarkan dalam mata uang pelaporan perusahaan (rupiah), hal ini diatur dalam PSAK No. 11.
Aktivitas-aktivitas diatas mengakibatkan timbulnya Laba atau Rugi Selisih Kurs.
2. Pelaporan Pada Tanggal Neraca
Pada setiap tanggal neraca:
a). Pos moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan
menggunakan kurs pada tanggal neraca, pos moneter adalah kas dan setara kas, aktiva dan
kewajiban yang akan diterima atau dibayar yang jumlahnya pasti atau dapat ditentukaan.
b). Pos non moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap
harus dilaporkan dengan mengghunakan kurs tanggal transaksi, dan
c). Pos non moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan
dengan mengghunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan.
3. Pengakuan Laba Rugi Selisih Kurs
Selisih kurs timbul apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal
penyelesain pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing.
a). Bila timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi berada dalam suatu periode akuntansi yang
sama, maka seluruh selisih kurs diakui dalam periode tersebut.
b). Jika timbulnya dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi,
maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkjan
perubahan kurs untuk masing masing periode.
4. Transaksi dengan mata uang asing menurut perpajakan.
Menurut Pasal 4 (1) huruf l UU No. 36 tahun 2008, “Yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk: keuntungan selisih kurs mata uang asing;” . Penjelasan Pasal:
Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem
pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku di Indonesia. Menurut Pasal 6 (1) Huruf e UU No. 36 tahun 2008.
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, termasuk:
a). Kerugian selisih kurs mata uang asing;
Penjelasan Pasal: Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem
pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku di Indonesia. Dari ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1). Laba selisih kurs merupakan obyek pajak penghasilan dan kerugian selisih kurs merupakan
biaya yang dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto.
2). Sejak berlakunya UU No. 36 tahun 2008, perlakuan selisih kurs menurut akuntansi fiskal
mengikuti ketentuan yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan.

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Jelaskan transaksi dengan mata uang asing menurut akuntansi ?
2. Jelaskan PSAK 10 mengenai kurs valuta asing ?
3. Jelaskan transaksi dengan mata uang asing menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 ?

D. DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
5.Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
6.Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
7.Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
8.Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan

E.GLOSARIUM
1. Transaksi : suatu aktivitas perusahaan yang menimbulkan perubahan terhadap posisi harta
keuangan perusahaan, misalnya seperti menjual, membeli, membayar gaji, serta membayar
berbagai macam biaya yang lainnya.
2. Kurs : harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata
uang lainnya.
3. Valuta asing : mata uang yang dapat dipakai atau mudah diterima oleh banyak Negara dalam
perdagangan internasional.
PERTEMUAN 16: REVALUASI ASET TETAP

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu dan memahami akuntansi komersial dan
perpajakan seperti: revaluasi aset tetap menurut akuntansi dan menurut perpajakan.

B. URAIAN MATERI
1. Revaluasi aset tetap menurut akuntansi
Dalam keadaan inflasi, dimana harga-harga barang secara keseluruhan mengalami kenaikan,
maka nilai buku dari aktiva/aset yang dimiliki perusahaan dipandang tidak relevan lagi.Bukan
hanya dalam keadaan inflasi, dalam keadaan ekonomi normal pun sebenarnya nilai buku
dianggap tidak relevan karena tidak mencerminkan nilai aktiva/aset yang sebenarnya.
Revaluasi merupakan salah satu cara untuk mewajarkan nilai aktiva/aset yang dimilki
perusahaan dan seringkali digunakan untuk menghemat pajak yang harus dibayar. Akan tetapi
ada banyak hal yang perlu diperhatikan apabila perusahaan ingin melakukan revaluasi terhadap
aktiva/aset yang dimilikinya.
Penilaian asset tetap lebih menekankan pada aspek relevansi laporan keuangan untuk
pengambilan keputusan. Penggunaan nilai historis (harga perolehan) menjadikan nilai asset tetap
kehilangan relevansi karena tidak menggambarkan kondisi perusahaan yang
sesungguhnya,sehingga perlu dilakukan revaluasi agar nilai asset tetap suatu perusahaan
menggambarkan kondisi sesungguhnya.
Dalam pemerintahan Presiden Jokowi,menerbitkan Paket Kebijakan Perekonomian Jilid V. Salah
satu aspek yang ada dalam kebijakan ini adalah tentang insentif pajak dalam revaluasi asset tetap
perusahaan baik BUMN ataupun Swasta yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 191/PMK.10/2015 tentang penilaian kembali asset tetap untuk tujuan perpajakan bagi
permohonan yang diajukan pada tahun 2015 dan tahun 2016.
Kebijakan tentang revaluasi asset tetap ini dikeluarkan karena masih banyak perusahaan yang
belum melakukan revaluasi aktiva karena terlalu tingginya tarif pajak untuk revaluasi yang
sebesar 10%. Kebijakan ini diharapkan bisa membantu perusahaan meningkatkan performa
finansialnya melalui perbaikan nilai asset. Dengan perbaikan performa finansial,ada ruang bagi
perusahaan untuk mendapatkan pinjaman modal lebih tinggi.
2. Pengertian Asset Tetap
Asset tetap didefinisikan dalam PSAK 16 sebagai aktiva berwujud yang :
a). Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa,untuk disewakan
kepada pihak lain,atau untuk tujuan administratif.
b). Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Contoh : Tanah, Bangunan
(Gedung kantor, gedung Pabrik) peralatan (kendaraan, mesin, peralatan kantor). Aset Tetap
harus dibedakan dengan aset lain yang secara fisik sama dengan aset tetap yaitu :
c). Aset tetap yang diperjual belikan diakui sebagai persediaan sesuai PSAK 14 Persediaan.
d). Aset tetap yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58 Asset
Tidak Lancar yang dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang dihentikan.
e). Aset Tetap yang dimiliki tidak untuk digunakan dalam operasi, produksi atau penyediaan
barang atau jasa, atau untuk disewakan (rental) kepada pihak lain,atau untuk tujuan administratif
dikategorikan sebagai properti investasi (PSAK 13 Properti investasi).
f). Aset tetap berupa hak penambangan dan reservasi tambangyang diakui dan diukur sebagai
aset eksplorasi dan evaluasi sesuai PSAK 64.
3. Pengakuan Aset Tetap
PSAK 16 menyatakan bahwa aset tetap harus diakui jika :
a). Besar kemungkinan manfaat ekonomis yang berhubungan dengan aktiva tersebut akan
mengalir ke perusahaan
b). Biaya perolehan aktiva dapat diukur secara andal.
aset tetap yang diperoleh dari pasar dapat memenuhi kriteria kedua dengan mudah akibat adanya
transaksi eksternal. Untuk asset tetap yang dibangun secara internal,pengukuran secara andal
terhadap biaya yang timbul dalam pembangunan tersebut juga sering kali tersedia. Adanya
bentuk fisik pada umumnya memungkinkan pengakuan asset tetap berdasarkan kedua kriteria di
atas menjadi lebih mudah dibandingkan aktiva tidak berwujud.
4.Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Suatu entitas harus memilih model biaya atau model revaluasi sebagai kebijakan akuntansinya
dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aktiva tetap dalam kelompok yang sama.
a). Model biaya : setelah diakui sebagai asset,suatu asset tetap dicatat sebesar biaya perolehan
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai asset.
b). Model revaluasi : setelah diakui sebagai aktiva,suatu aktiva tetap yang nilai wajarnya dapat
diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian,yaitu nilai wajar pada tanggal
revaluasian dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi
setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup regular
untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang
ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
5.Keuntungan dan kerugian Revaluasi Asset tetap
Salah satu keuntungannya adalah sebagai berikut :
a). Neraca akan menunjukkan posisi kekayaan yang wajar sehingga pemakai laporan keuangan
dapat memperoleh informasi yang lebih akurat dan tepat.
b). Selisih lebih penilaian kembali juga akan meningkatkan struktur modal sendiri, yang artinya
perbandingan antara pinjaman (debt) dengan modal sendiri (equity) atau DER membaik.
c). Dengan membaiknya DER, perusahaan dapat menarik dana melalui pinjaman dari pihak
ketiga maupun emisi saham.
Kekurangan dari revaluasi aktiva tetap antara lain :
a). Naiknya beban penyusutan aktiva tetap yang dibebankan dalam laba rugi atau dibebankan ke
harga pokok produksi.
b). Dari sisi perpajakan, selisih lebih yang diakibatkan dari revaluasi aktiva tetap merupakan
objek pajak yang dikenai pajak final 10%.
6. Model Revaluasi Asset tetap
Sesuai PSAK no16
Jika tidak ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar karena sifat dari aset tetap
yang khusus dan jarang diperjual-belikan, kecuali sebagai bagian dari bisnis yang berkelanjutan,
maka entitas mungkin perlu mengestimasi nilai wajar menggunakan pendekatan penghasilan atau
biaya pengganti yang telah disusutkan (depreciated replacement cost approach).
Frekuensi Revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari suatu aktiva tetap yang direvaluasi.
Jika nilai wajar dari aktiva yang direvaluasi berbeda secara material dari jumlah
tercatatnya,maka revaluasi lanjutan perlu dilanjutkan. Beberapa aktiva tetap mengalami
perubahan nilai wajar secara signifikan dan fluktuatif,sehingga perlu di revaluasi secara tahunan.
Revaluasi tahunan seperti itu tidak perlu dilakukan apabila perubahan nilai wajar tidak
signifikan. Namun demikian,aktiva tersebut perlu direvaluasi setiap tiga atau lima tahun sekali.
Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka akumulasi penyusutan pada tanggal revaluasi
diperlakukan dengan salah satu cara berikut ini:
a). Disajikan kembali secara porposional dengan perubahan dalam jumlah tercatat bruto aset
sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revaluasiannya. Metode ini
sering digunakan apabila aset direvaluasi dengan cara memberi indeks untuk menentukan biaya
pengganti yang telah disusutkan.
b). Dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto aset dan jumlah tercatat neto setelah eliminasi
disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut. Metode ini sering digunakan
untuk bangunan.
Jumlah penyesuaian yang timbul dari penyajian kembali atau eliminasi akumulasi penyusutan
membentuk bagian dari kenaikan atau penurunan dalam jumlah tercatat yang (carrying value).
Jika suatu Aset Tetap dalamkelompok yang samaharus direvaluasi. Suatu kelompok aset tetap
adalah pengelompokan asset yang memiliki sifat dan kegunaan yang serupa dalam operasi
normal entitas
Contoh : Aset tetap dengan biaya perolehan Rp 3.000.000 dengan akumulasi penyusutan Rp
1.650.000,00 dilakukan revaluasi dan menghasilkan nilai Rp 1.950.000,-
Akumulasi Penyusutan 1.650.000 -
Asset Tetap - 1.650.000
Asset Tetap - 600.000
Surplus Revaluasi - 600.000
1. Revaluasi aset tetap menurut perpajakan
Undang-Undang Pajak Penghasilan menyebutkan bahwa selisih lebih penilaian kembali aktiva
tetap merupakan objek pajak. Ketentuan dalam UU PPh ini dijabarkan lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008. PSAK 16 dan peraturan dalam PMK
sejalan karena pengaturan lebih detail dalam peraturan perpajakan menjadi aturan pelaksana
revaluasi aktiva tetap yang ada dalam standar akuntansi.
Dalam pemerintahan Presiden Jokowi,menerbitkan Paket Kebijakan Perekonomian Jilid V. Salah
satu aspek yang ada dalam kebijakan ini adalah tentang insentif pajak dalam revaluasi aktiva
tetap perusahaan baik BUMN ataupun Swasta yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan
nomor 191/PMK.10/2015 tentang penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan bagi
permohonan yang diajukan pada tahun 2015 dan tahun 2016. Tarif pajak penghasilan (PPh)
dalam revaluasi aktiva normalnya dikenakan 10%,namun dalam paket ini ada insentif
potongan,sebagai berikut :
a). Revaluasi aktiva hingga 31 Desember 2015,tarif PPh 3%
b). Revaluasi aktiva 1 Januari hingga 30 Juni 2016,tarif PPh 4%
c). Revaluasi aktiva 1 Juli hingga 31 Desember 2016,tarif PPh 6%
d). Revaluasi setelah 31 Desember 2016,tarif PPh 10%
8. Dasar Hukum Revaluasi
a). Undang-undang RI nomor 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang Undang
Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
b). Pasal 4 huruf m : yang menjadi objek pajak penghasilan adalah selisih lebih karena penilaian
kembali aktiva.
c). Pasal 11 ayat (5) : apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva maka dasar
penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
d). Keputusan Dirjen Pajak KEP-519/PJ/2002 tanggal 2 Desember 2002 tentang Tata Cara
Prosedur Pelaksanaan Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan
e). Keputusan Menteri Keuangan RI No. 486/KMK.03/2002 tentang Penilaian Kembali Aktiva
Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan.
f). Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva
Perusahan untuk Tujuan Perpajakan.
9. Siapakah Yang Berhak Melakukan Revaluasi?
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan 191/PMK.010/2015 Pasal 1 dan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 79/PMK.03/2008 yang dapat melakukan Revaluasi Aset Tetap adalah :
a). Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan
perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa
pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.
b). Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan
pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat.
10. Aset Tetap yang direvaluasi
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan 191/PMK.010/2015 Pasal 3 dan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 79/PMK.03/2008 mengenai Asset Tetap yang direvaluasi adalah :
a). Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap:
b). Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna
bangunan; atau
c). Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia,
dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak.
d). Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
dilakukan kembali sebelum lewat jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan terakhir yang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.
11. Tarif Revaluasi Aktiva Tetap
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan 191/PMK.010/2015 Pasal 3 dan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 79/PMK.03/2008 yang dapat melakukan Revaluasi Aset Tetap adalah :
Dalam hal hasil penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh kantor jasa penilai publik
atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah lebih besar daripada nilai perkiraan nilai
pasar atau nilai wajar yang diajukan dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) huruf b, atas selisih tersebut dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar:
a). 3% (tiga persen) , bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali
aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari
Pemerintah, dan melunasi Pajak Penghasilan dimaksud dalam jangka waktu sejak Peraturan
Menteri ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;
b). 4% (empat persen) , bagi Wajib Pajak yang telahmemperoleh penetapan penilaian kembali
aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari
Pemerintah, dan melunasi Pajak Penghasilan dimaksud dalam jangka waktu sejak tanggal 1
Januari 2016 sampai dengan tanggal 30 Juni 2016;
c). 6% (enam persen) , bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali
aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari
Pemerintah, dan melunasi Pajak Penghasilan dimaksud dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Juli
2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; atau
d). 10% (sepuluh persen) , bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian
kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari
Pemerintah, dan melunasi Pajak Penghasilan dimaksud pada tahun 2017.
C. LATIHAN SOAL/TUGAS
1. Jelaskan revaluasi aset tetap menurut akuntansi ?
2. Jelaskan model revaluasi aset tetap sesuai PSAK Nomor 16 ?
3. Jelaskan revaluasi aset tetap menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 ?

D. DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
5.Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
6.Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
7.Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
8.Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan

E.GLOSARIUM
1. Revaluasi : meningkatnya nilai mata uang dalam negeri terhadap uang luar negeri.
2. Revaluasi aset tetap : penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya
kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam
laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai
aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar.
3. Penyusutan : alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan.
PERTEMUAN 17: PSAK NOMOR 46

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu dan memahami akuntansi komersial dan
perpajakan seperti: PSAK 46 menurut akuntansi dan menurut perpajakan.

B. URAIAN MATERI
1. PSAK 46 menurut Akuntansi
Setiap entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara sesuai dengan Undang-
Undang Pajak Penghasilan. Penghasilan yang diterima atau diperoleh entitas dikenakan pajak
setelah dikurangkan beban yang diperbolehkan. Penghasilan tersebut kemudian akan dikenakan
pajak sesuai dengan tarif yang berlaku. Penghasilan menurut pajak adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia
atau dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan.
Ketentuan dalam UU PPh dan PSAK terkait pengakuan pendapatan dan beban tidak sama,
karena memiliki tujuan yang berbeda. Pajak menganut konsep matching principles artinya jika
penghasilan tersebut diterima pada suatu periode maka konsekuensi pajaknya harus
diperhitungkan pada periode tersebut. Perbedaan antara pajak dan akuntansi dapat dibedakan
menjadi dua, perbedaan permanen dan perbedaan temporer. Setiap akhir pelaporan entitas
melakukan rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal atas laba sebelum pajak untuk menghitung
jumlah penghasilan kena pajak. Oleh karena itu, penerapan PSAK No.46 tentang Akuntansi
Pajak Penghasilan diharapkan dapat menjembatani antara peraturan perpajakan dengan ketentuan
akuntansi. PSAK No. 46 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pajak
penghasilan entitas.
Beban pajak dalam laporan keuangan merupakan penjumlahan dari beban pajak kini dan beban
(manfaat) pajak tangguhan. Praktik sebelum PSAK No.46 beban pajak penghasilan dalam
laporan laba rugi adalah beban pajak kini saja, tanpa memperhitungkan pajak tangguhan. Beban
(manfaat) pajak tangguhan merupakan dampak dari perbedaan temporer yang menyebabkan
jumlah pajak terpulihkan atau pajak penghasilan terutang pada periode masa depan.
Perbedaan temporer ini akan menimbulkan jumlah pajak terutang pada periode mendatang atau
jumlah pajak terpulihkan di masa mendatang. Akibat pengakuan pendapatan menurut akuntansi
lebih besar dibandingkan menurut pajak, maka akan menimbulkan pajak terutang di masa depan
sehingga akan diakui kewajiban pajak tangguhan. Sebaliknya jika pengakuan pendapatan
menurut akuntansi lebih kecil dibandingkan penghasilan menurut pajak, maka entitas akan
melakukan pembayaran pajak terlebih dahulu atas pendapatan tersebut sehingga akan diakui aset
pajak tangguhan. Aset pajak tangguhan juga dapat terjadi karena akumulasi kerugian pajak yang
belum dikompensasikan.
Dengan PSAK No. 46 entitas tidak hanya diwajibkan memenuhi ketentuan perpajakan untuk
membayar dan melaporkan pajak, namun juga menyajikan dan mengungkapkan informasi
tersebut dalam laporan keuangan. Hal ini membantu para pengguna laporan keuangan tidak salah
dalam membaca laporan keuangan. Kesalahan itu bisa berupa overvalued atau undervalued
terhadap apa yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan. Suatu perusahaan bisa saja
membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih
besar di masa datang. Atau sebaliknya, bisa saja perusahaan membayar pajak lebih besar saat ini,
tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil di masa datang.
2. Prinsip Dasar Akuntansi Pajak Penghasilan
Akuntansi pajak penghasilan seperti diatur dalam PSAK 46 menggunakan dasar akrual, yang
mengharuskan untuk diakuinya pajak penghasilan yang kurang dibayar atau terutang dan pajak
yang lebih bayar dalam tahun berjalan.Secara garis besar prinsip dasar akuntansi pajak
penghasilan adalah sebagai berikut :
a). Pajak penghasilan tahun berjalan yang kurang bayar atau terutang diakui sebagai Kewajiban
Pajak Kini (Hutang Pajak) sedangkan yang lebih dibayar disebut Aktiva Pajak Kini (Piutang
Pajak)
b). Konsekuensi pajak peiode mendatang yang dapat didistribusikan dengan perbedaan temporer
kena pajak diakui sebagai Kewajiban Pajak Tangguhan, sedangkan efek perbedaan temporer
yang boleh dikurangkan dan sisa kerugin yang belum dikompensasikan diakui sebagai Aktiva
Pajak Tangguhan.
c). Pengukuran kewajiban dan aktiva pajak didasarkan pada peraturan pajak yang berlaku
Penilaian kembali Aktiva Pajak Tangguhan harus dilakukan pada setiap tanggal neraca, terkait
dengan kemungkinan dapat atau tidaknya pemulihan aktiva pajak direalisasikan dalam periode
mendatang.
3. Tujuan PSAK 46
Tujuan PSAK 46 adalah
a). Mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan
b). Bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak :
c). Pemulihan (penyelesaian) jumlah tercatat aset (liabilitas) di masa depan yang diakui pada
laporan posisi keuangan entitas.
d). Transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian lain pada periode kini yang diakui pada laporan
keuangan entitas.
e). Mengatur pengakuan aktiva pajak tangguhan yang berasal dari sisa rugi yang dapat
dikompensasi ke tahun berikut.
f). Perbedaan pengaturan dengan IAS 12 : SKP, penambahan kesesuaian dengan peraturan
perpajakan untuk definisi aset pajak tangguhan
4. Ruang Lingkup PSAK 46
Batasan/ Ruang Lingkup PSAK 46
a). Diterapkan untuk akuntansi pajak penghasilan.
b). Pajak penghasilan termasuk semua pajak dalam negeri maupun luar negeri yang didasarkan
pada laba kena pajak.
c). Pajak penghasilan termasuk : pemotongan pajak yang terutang oleh entitas anak, entitas
asosiasi atau ventura bersama atas distribusi kepada entitas pelapor.
Tidak berlaku pada :
a). Hibah pemerintah (PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah dan
b). Pengungkapan Bantuan Pemerintah) atau kredit pajak investasi. Namun, berlaku atas
perbedaan temporer yang dapat ditimbulkan dari hibah tersebut atau kredit pajak investasi.
5. Pencatatan Pajak Tangguhan
a). Jurnal untuk mencatat timbulnya asset pajak tangguhan adalah :
Aset pajak tangguhan ( D ) xxx -
Pendapatan pajak tangguhan ( K ) - xxx
b). Jurnal untuk mencatat timbulnya kewajiban pajak tangguhan adalah :
Beban pajak tangguhan ( D ) xxx -
Kewajiban pajak tangguhan ( K ) - xxx
6.PSAK 46 menurut Perpajakan
a). Pengertian Pajak Kini
Jumlah Pajak yang dihitung sendiri oleh Wajib Pajak atas Laba Fiskal yang dikalikan dengan
tarif Pajak.
b). Pengertian Pajak Tangguhan
Pajak yang kewajibannya ditunda sampai waktu yang ditentukan atau diperbolehkan. Pengakuan
Pajak Tangguhan dapat berakibat :
a). Berkurangnya Laba Bersih (Jika ada pengakuan Biaya Pajak tangguhan)
b). Berkurangnya Rugi Bersih (Jika ada pengakuan Manfaat Pajak tangguhan)
7. Perbedaan Temporer/ Beda Waktu
Perbedaan Pengakuan Penghasilan dan Biaya yang sifatnya sementara akan mengakibatkan
koreksi fiskal positif pada saat diterima dan menyebabkan koreksi fiskal negatif pada tahun
berikutnya.
Contoh :
Penyusutan/Amortisasi
Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 (1))
adalah :
a). Metode garis lurus (straight-line method) .
b). Metode saldo menurun (declining-balance method)
1). Penilaian Persediaan
UU PPh No. 36 Tahun 2008 pasal 10 ayat (6), yaitu :
aa). Metode rata-rata (average) atau
bb). Metode FIFO
Perbedaan Temporerdapat berupa :
a). Perbedaan Temporer Kena Pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan temporer
yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak (taxable amount) dalam perhitungan laba fiskal
periode mendatang pada saat nilai tercatat asset tidak dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat
liabilitas tersebut dilunasi (settled).
b). Perbedaan Temporer Yang Boleh Dikurangkan (deductable temporary differences) adalah
perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan (deductable
amount) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat asset tidak
dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat liabilitas tersebut dilunasi (settled).
7. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Asset dan DPP Liabilities
DPP Asset adalah jumlah yang dapat dikurangkan, untuktujuan fiskal, terhadap setiap manfaat
ekonomi (penghasilan) kena pajak yang akan diterima perusahaan pada saat memulihkan nilai
tercatat aktiva tersebut. Apabila manfaat ekonomi (penghasilan) tersebut tidak akan dikenakan
pajak maka DPP aktiva adalah sama dengan nilai tercatat aktiva. Contoh : 1) Piutang Bunga
mempunyai nilai tercatat 100.Untuktujuan Fiskal, pendapatan bunga diakui dengan dasar kas.
DPP Piutang adalah nihil DPP Liabilities adalah nilai tercatat liabilities dikurangi dengan
jumlah yang dapat dikurangkan pada masa yang akan datang.
Contoh : 1) Biaya yang masih harus dibayar (accrued expense) Biaya tersebut dapat dikurangkan
untuk tujuan fiskal dengan dasar kas. DPP nya adalah nol.
Penentuan dasar pengenaan pajak dari aktiva dan kewajiban tidaklah mudah, karena peraturan
perpajakan lebih mengutamakan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan beban daripada
pengakuan dan pengukuran aktiva dan kewajiban.Dalam akuntansi perpajakan, aktiva dan
kewajiban merupakan akibat semata mata dari hasil dari pengakuan dan pengukuran pendapatan
dan beban yang dilakukan sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku.
Gambar 18.1
Akuntansi PPh

Gambar 3. Akuntansi PPh


Laporan Keuangan terdiri dari neraca /Laba Rugi dibuat menggunakan acuan PSAK sedangkan
dalam proses menuju Laba Fiskal maka perlu diadakan koreksi Fiskal dari laporan Laba/ Rugi
Komersial (yang dicatat oleh Akuntansi) berdasarkan acuan UU Perpajakan dalam hal ini UU
Nomor 36 Tahun 2008 tentag Pajak Penghasilan> Koreksi yang dihasilkan dapat menghasilkan
koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif. Koreksi Fikal Positif berarti akan menambah
Laba Perusahaan sedangkan Koreksi Fiskal Negatif akan mengurangi Rugi Perusahaan. Koreksi
tersebut disebabkan adanya beda tetap dan beda waktu. Dari Koreksi Fiskal dapat menghitung
Pajak Kini dan Pajak Tangguhan. Pajak Kini terjadi dikarenakan adanya beda tetap sedangbeda
waktu mengakibatkan timbulnya pajak tangguhan (Asset dan Kewajiban Pajak han)Tangguhan.
Untuk Mengakomodir hal tersebut timbul PSAK 46.
Gambar 18.2
Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi Fiskal didalamnya terdapat beda tetap dan bedawaktu dimana beda
tetapberpengaruh pada tahun berjalan sedangkan beda waktu berpengaruh pada tahun berjalan
dan masa akan datang.
a). Contoh PSAK 46
Pada tanggal 2 Januari 2014, perusahaan membeli sepeda motor dengan harga perolehan sebesar
Rp 12.000.000,00. Perusahaan menggunakan metode garis lurus untuk menghitung beban
penyusutan aset tersebut. Perusahaan mengestimasi bahwa masa manfaat motor tersebut 3 tahun
dengan pertimbangan medan lapangan tempat perusahaan berada. Secara perpajakan, masa
manfaat sepeda motor yaitu 4 tahun karena masuk dalam kelompok 1 pada aset bukan bangunan.
Maka perbandingan perhitungan penyusutan aset tetap menurut perusahaan dan peraturan
perpajakan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tahun Perhitungan Perpajakan Perhitungan Perusahaan
Perhitungan B. Penyusutan Perhitungan B. Penyusutan
2014 12.000.000 : 4 = 3.000.000 12.000.000 : 3 = 4.000.000
2015 12.000.000 : 4 = 3.000.000 12.000.000 : 3 = 4.000.000
2016 12.000.000 : 4 = 3.000.000 12.000.000 : 3 = 4.000.000
2017 12.000.000 : 4 = 3.000.000 0
Jumlah 12.000.000 Jumlah 12.000.000
Pada tabel di atas dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan pengakuan beban penyusutan setiap
tahunnya, namun jumlah pembebanan pada akhirnya sama. Jadi inilah yang dimaksud dengan
beda temporer, hanya beda waktu pengakuan saja karena pada keseluruhannya sama. Nah,
bagaimana dengan aset pajak tangguhan? Maka kita perlu dahulu menghitung selisih pengakuan
perpajakan dan pengakuan perusahaan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tahun Perpajakan Perusahaan Selisih Koreksi
Fiskal
2014 3.000.000 4.000.000 1.000.000 Positif
2015 3.000.000 4.000.000 1.000.000 Positif
2016 3.000.000 4.000.000 1.000.000 Positif
2017 3.000.000 0 3.000.000 Negatif
12.000.000 12.000.000 Faktor Perpajakan
Kita sudah lihat jumlah selisih beban penyusutan dari masing-masing tahun. Koreksi fiskal
positif karena selisih pengakuan tidak diakui secara perpajakan, sehingga beban menjadi lebih
kecil dan menambah pajak. Koreksi fiskal negatif karena perusahaan tidak melakukan
pembebanan penyusutan, namun pajak mengakui adanya beban penyusutan sehingga biaya
bertambah dan pajak menjadi lebih rendah.
Aset pajak tangguhan diakui ketika adanya koreksi positif pada jenis beda temporer. Ketika pada
saat pengakuan aset pajak tangguhan, akun yang menjadi lawannya adalah manfaat pajak
tangguhan. Manfaat pajak tangguhan merupakan bagian dari laporan laba rugi yang akan
dinettokan dengan beban pajak penghasilan.

Seandainya pada kasus ini, peredaran usaha perusahaan mencapai lebih dari Rp
50.000.000.000,00. Maka dalam perhitungan pajak, perusahaan menggunakan tarif 25%. Maka
perhitungan manfaat pajak tangguhan adalah sebagai berikut:
Tahun Koreksi Fiskal Selisih Manfaat (Beban) Pajak Tangguhan
Perhitungan Nominal
2014 Positif 1.000.000 1.000.000 x 25% = 250.000
2015 Positif 1.000.000 1.000.000 x 25% = 250.000
2016 Positif 1.000.000 1.000.000 x 25% = 250.000
2017 Negatif 3.000.000 3.000.000 x 25% = (750.000)

Maka jurnal yang dilakukan perusahaan untuk mengakui manfaat dan beban pajak tangguhan
adalah sebagai berikut:
Tahun Keterangan Debet Kredit
2014 Aset pajak tangguhan 250.000
Manfaat pajak tangguhan 250.000
2015 Aset pajak tangguhan 250.000
Manfaat pajak tangguhan 250.000
2016 Aset pajak tangguhan 250.000
Manfaat pajak tangguhan 250.000
2017 Beban pajak tangguhan 750.000
Aset pajak tangguhan 750.000

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
Laba sebelum pajak tahun 2006 = Rp 900.000.000. Koreksi fiscal atas laba tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Pendapatan bunga deposito Rp 60.000.000
b. Beban jamuan tanpa daftar nominatif Rp 40.000.00
c. Penyusutan fiskal lebih kecil Rp 15.000.000 daripada penyusutan komersial.
Angsuran PPh 25 Rp 20.000.000 per bulan.
Pertanyaan:
a. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
b. Tentukan PPh Kurang/Lebih Bayar.
c. Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan.
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya.

D.DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa.
5.Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
6.Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit
Erlangga
7.Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center Unpam
8.Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas
undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan tata cara Perpajakan

E.GLOSARIUM
1. Rekonsiliasi fiskal : proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan
fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan pajak.
2. Koreksi positif : koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena
pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat.
3. Koreksi negatif : koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan berkurangnya laba kena
pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan menurun.
4. Aset pajak tangguhan : jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang
sebagai akibat adanya: perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Sisa kerugian yang
belum dikompensasikan.
PERTEMUAN 18: PERSEROAN TERBATAS

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu dan memahami akuntansi
komersial dan perpajakan seperti: karakteristik perseroan, pembentukan
perseroaan, modal perseroan, modal disetor, penerbitan saham, akuntansi untuk
saham yang diperoleh kembali, pemecahan saham, akuntansi untuk dividen,
laporan laba ditahan, dan pelaporan modal perseroaan.

B. URAIAN MATERI
1. Karakteristik Perseroan
Perseroan adalah sebuah badan hukum, yang dibedakan dan terpisah dari
individu-individu yang mendirikan dan menjalankan organisasi tersebut. Sebagai
badan hukum, perseroan harus tunduk terhadap ketentuan-ketentuan (Undang-
undang) yang berlaku di mana perusahaan tersebut didirikan, termasuk ketentuan
untuk membayar pajak atas laba yang dihasilkan organisasi.
Dilihat dari kepemilikannya, perseroan dapat dibedakan antara perseroan yang
dimiliki oleh publik (masyarakat luas) dan perseroan yang hanya dimiliki oleh
sekelompok orang tertentu saja. Perseroan yang sahamnya diperdagangkan secara
luas kepada publik di bursa efek (pasar modal) dinamakan public corporation,
sedangkan perseroan yang sahamnya tidak diperdagangkan kepada publik
melainkan hanya dimiliki oleh sekelompok keci investor saja dinamakan
nonpublik (private) corporation.
Sebagai badan hukum yang terpisah dan dibedakan dari pemiliknya, perseroan
bertindak atas namanya sendiri, bukan atas nama investornya (pemegang saham).
Perseroan dapat membeli, memiliki, dan menjual properti atas namanya sendiri.
Demikian juga jika perseroan melakukan transaksi peminjaman uang, maka
transaksi pinjaman ini akan dimasukan ke dalam sebuah kontrak (yang mengikat
secara hukum) atas nama perseroan itu sendiri. Berbeda dengan firma, di mana
tindakan pemilik (anggota sekutu) akan mengikat firma secara keseluruhan. Di
perseroan, tindakan pemegang saham tidak akan mengikat perseroan.

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 1


Para pemegang saham memiliki kewajiban yang terbatas. Kreditor hanya berhak
atau memiliki klaim (tuntutan) terhadap aktiva perusahaan saja, bukan atas harta
pribadi pemegang saham. Kewajiban atau tanggungjawab pemegang saham hanya
sebatas pada jumlah investasi yang dilakukannya dalam perseroan. Dalam kasus
bangkrutnya perseroan, secara hukum, kerugian keuangan yang akan menjadi
tanggungan pemegang saham adalah sebatas pada jumlah investasi modal yang
telah disetornya ke dalam perseroan.
Kepemilikan perseroan terbagi dalam bentuk lembar saham. Pemegang saham
adalah orang yang membeli dan memiliki saham perseroan. Pemegang saham
dapat melepas sebagian atau seluruh kepemilikannya dalam perseroan dengan cara
menjual sahamnya. Pemindahaan hak kepemilikan di antara pemegang saham
(melalui transaksi pembelian dan penjualan saham) tidak akan memengaruhi
eksistensi dan kesinambungan aktivitas operasional perseroan. Perseroan biasanya
relatif lebih mudah dalam memperoleh modal melalui penerbitan saham.
Karakteristik ini telah membuat perseroan mampu untuk meningkatkan modal
dalam jumlah yang besar. Pemegang saham sendiri biasanya tertarik untuk
membeli saham perseroan karena tanggungjawabnya yang terbatas (seperti yang
telah dijelaskan di atas) dan kemudahannya dalam melakukan penjualan kembali
atas lembar saham yang telah dimilikinya.
Secara hukum, pemegang saham dapat dikatakan sebagai pemilik perusahaan dan
akan mengendalikan perusahaan (secara tidak langsung) dengan cara memilih
dewan komisaris. Dewan komisaris ini memiliki wewenang untuk menetapkan
seluruh kebijakan perusahaan, baik yang menyangkut kebijakan operasional
maupun keuangan (finansial) perusahaan. Untuk selanjutnya, dewan komiisaris
akan mengangkat atau memperkerjakan seorang presiden direktur (direktur
utama) dan satu atau beberapa wakilnya (direktur), yang tugasnya adalah
melaksanakan seluruh kebijakan yang telah ditetapkan dan menjalankan fungsi
manajemen secara harian. Untuk perseroan yang dimana lingkup usahanya
berskala menengah ke atas, biasanya beberapa direktur akan dipekerjakan untuk
menangani bidang masing-masing, seperti bidang akuntansi dan keuangan, bidang
operasional, bidang pemasaran, bidang kepegawaian (personalia), dan bidang

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 2


lainnya yang tentu saja dapat digolong-golongkan sesuai dengan kebutuhan
perusahaan masing-masing.
Perseroan tidak seperti halnya perusahaan perorangan dan firma, yaitu sebuah
taxable entity di mana pajak dikenakan baik pada tingkat individu (pajak atas
dividen yg diterima investor) maupun juga atas penghasilan (laba) perusahaan.
Kelemahan bentuk pesero ini dalam kaitannya dengan pajak adalah cenderung
mengarah pada timbulnya pajak berganda (double tax), yang di mana laba
perusahaan yang telah dikenakan pajak akan dipajakkan kembali pada waktu
sebagian dari laba ini didistribusikan kepada para investor dalam bentuk deviden
tunai. Jika kita perhatikan, deviden yang dikenakan pajak adalah berasal dari laba
perusahaan yang telah dikenakan pajak terlebih dahulu, sebelum pada akhirnya
sebagian dari laba tersebut didistribusikan kepada para pemegang saham. Dalam
persero, ketentuan pajak berganda ini timbul mengingat terdapatnya dua pihak
yang saling terpisah satu sama lain yg dianggap turut menikmati laba, yaitu
perusahaan selaku badan hukum dan para investornya selaku individu.
2. Pembentukan Perseroan
Tahap awal dalam pembentukan perseroan adalah dengan mengajukan aplikasi
(permohonan) ke negara di mana organisasi tersebut akan didirikan. Aplikasi
memuat informasi mengenai nama dan tujuan didirikannya organisasi, jenis
saham, jumlah modal dasar, dan nama pendiri perusahaan. Setelah aplikasi
pendirian perusahaan disetujui, negara akan mengeluarkan piagam atau akta
pendirian perusahaan. Terbitnya akta ini secara resmi akan mensahkan berdirinya
perseroan. Setelah menerima piagam pendirian perusahaan, pendiri perusahaan
lalu akan menyiapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga ini memuat seperangkat aturan dan prosedur
mengenai pelaksanaan kegiatan perusahaan.
Pendirian perusahaan membutuhkan banyak biaya. Biaya-biaya yang terjadi
dalam rangka pendirian perusahaan dinamakan biaya pendirian perusahaan
(organization costs). Biaya-biaya ini meliputi biaya administrasi, biaya
pengurusan akta, biaya izin, pajak, biaya promosi dan lain sebagainya. Biaya
promosi biasanya dikeluarkan dalam rangka memperkenalkan kepada publik
mengenai keberadaan atas jenis usaha yang diselenggarakan oleh organisasi yang

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 3


baru berdiri tersebut. Biaya pendirian perusahaan akan dibebankan secara
langsung pada saat biaya tersebut terjadi (dikeluarkan). Penagguhan biaya tidak
dilakukan mengingat sulitnya untuk menentukan jumlah (nilai) dan saat
pengakuan atas manfaat yang akan diperoleh perusahaan di masa yang akan
datang dari pendirian perusahaan.
3. Modal Perseroan
Ketika perseroan secara resmi terbentuk (melalui akta pendirian perusahaan),
perseroan akan memulai melakukan penjualan hak kepemilikan dalam bentuk
lembar saham. Jika perseroan hanya memiliki satu jenis atau satu kelas saham,
maka saham tersebut dinamakan sebagai saham biasa (common stock). Setiap
lembar saham biasa akan memberikan pemegang saham hak untuk menentukan
perihal perusahaan (memiliki hak suara), memperoleh bagian atas laba perusahaan
(berupa dividen), membeli lebih dahulu tambahan saham biasa baru yang
diterbitkan oleh perusahaan agar dapat mempertahankan besarnya persentase
kepemilikan dalam jumlah yang sama (pre-emptive right), dan hak untuk
mendapatkan sisa klaim (residual claim) setelah klaim kreditor dan pemegang
saham preferen atas aktiva perseroan dipenuhi (pada saat terjadinya likuidasi).
Ingat kembali bahwa sesuai dengan makna yang terkandung dalam persamaan
dasar akuntansi, Aktiva = Kewajiban + Modal, maka pada saat perusahaan
dilikuidasi, seluruh aktiva perusahaan akan dijual, dan hasil dari penjualan aktiva
akan dipergunakan pertama kali untuk membayar utang kepada kreditor, sisanya
baru merupakan hak pemilik perusahaan.
Hak-hak yg akan diberikan oleh perusahaan kepada investor atas kepemilikan
saham biasanya dinyatakan secara tertulis dalam akta pendirian perusahaan atau
dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Kepemilikan saham dibuktikan
melalui sertifikat saham yang urut tercetak. Dalam sertifikat saham ini tertera
nama perseroan, nilai pari saham, nama pemegang saham, kelas saham, dan
jumlah saham yg dimiliki.
Modal pemilik dalam perseroan dinamakan modal pemegang saham
(stockholders’equity). Dalam neraca perseroan, bagian modal pemegang saham
akan melaporkan secara terperinci jumlah dari masing-masing dua sumber utama
modal. Sumber modal yang pertama adalah modal yang disetor atau yang

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 4


dikontribusi oleh pemegang saham, yang dinamakan sebagai modal disetor (paid
–in capital) atau modal yang dikontribusi(contributed capital). Sedangkan sumber
modal yang kedua adalah laba bersih yang ditahan atau diinvestasikan kembali ke
dalam perusahaan, yang dinamakan sebagai laba ditahan atau saldo laba (retained
earnings).
Modal disetor adalah keseluruhan jumlah kas dan aktiva lainnya yang disetorkan
oleh pemegang saham ke dalam perseroan untuk dipertukarkan dengan saham.
Sedangkan laba ditahan timbul sebagai hasil dari kegiatan operasional perusahaan,
yaitu laba bersih.
Pada setiap akhir periode akuntansi, laba bersih (net income) yang dihasilkan
selama periode berjalan akan ditutup ke akun laba ditahan melalui ayat jurnal
penutup, di mana akun ikhtisar laba rugi akan didebet dan akun laba ditahan akan
dikredit. Pengumuman atas pembagian keuntungan (sebagai hasil dari kegiatan
operasional perusahaan selama periode berjalan) kepada pemegang saham dalam
bentuk deviden juga kan ditutup ke akun laba ditahan akan didebet dan akun
deviden akan dikredit. Laba bersih yang dihasilkan selama periode berjalan ini
akan menambah jumlah laba ditahan yang ada pada awal periode, sedangkan
deviden yang diumumkan untuk periode berjalan akan mengurangi atau
memperkecil laba ditahan. Laba ditahan memiliki saldo normal di sebelah kredit,
sehingga pengurangan terhadap laba ditahan akan dicatat disebelah debet, dan
penambahan atas laba ditahan akan dicatat di sebelah kredit.
Nama Perkiraan Debet Kredit
Ikhtisar Laba Rugi xxxx
Laba Ditahan xxxx
(menutup saldo laba bersih)

Laba Ditahan xxxx


Deviden Tunai xxxx
Deviden Saham xxxx
(menutup akun deviden)

Besarnya laba ditahan pada akhir periode sesungguhnya adalah akumulasi laba
bersih dari beberapa periode (termasuk periode berjalan) yang masih tersisa
setelah dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk deviden (baik deviden
tunai maupun deviden saham biasa). Besarnya laba ditahan pada akhir periode ini

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 5


dapat dihitung dengan cara menjumlahkan antara besarnya laba ditahan untuk
periode berjalan. Laba ditahan untuk periode berjalan sendiri dihitung dengan cara
mengurangkan laba bersih yang dihasilkan selama satu periode (periode berjalan)
dengan deviden yang diumumkan untuk periode berjalan. Rugi bersih (net loss)
yang dihasilkan selama periode berjalan akan mengurangi besarnya laba ditahan
awal periode.
4. Modal Disetor
Sumber utama modal disetor berasal dari penerbitan saham (modal saham).
Jumlah maksimum lembar saham yang dapat diterbitkan oleh perseroan
dinamakan sebagai modal dasar (modal yang diotorisasi). Besarnya modal dasar
(authorized capital) ini biasanya disebutkan dalam piagam atau akta pendirian
perusahaan. Keseluruhan jumlah modal dasar sesungguhnya mencerminkan dua
hal. Yang pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan modal di awal pendirian
perseroan dan yang kedua adalah sebagai antisipapsi untuk memenuhi kebutuhan
modal di masa mendatang. Jadi, jumlah lembar saham yang diotorisasi (modal
dasar) umumnya akan melampaui jumlah lembar saham yang diterbitkan (dijual)
pertama kali, sedangkan sisanya akan diterbitkan (dijual) lagi secara bertahap
sesuai dengan jumlah kebutuhan modal nantinya. Jika seluruh saham yang
diotorisasi telah terjual, perseroan harus memperoleh izin dari negara untuk
mengubah akta pendirian sebelum dapat menerbitkan tambahan saham lagi.
Pengesahan (pengotorisasian) modal saham tidak memerlukan ayat jurnal
akuntansi karena peristiwa ini tidak memiliki efek langsung terhadap besarnya
aktiva maupun modal pemegang saham. Akan tetapi, pengungkapan atas jumlah
lembar saham yang diotorisasi tetap akan diperlukan di neraca, yaitu pada bagian
modal pemegang saham (stockholders’equity action).
Jumlah lembar saham yang beredar (outstanding) adalah jumlah lembar saham
yang telah diotorisasi, diterbitkan dan dimiliki oleh pemegang saham (berada di
tangan pemegang saham). Dalam keadaan beberapa sahamnya yang telah beredar
dari tangan pemegang saham. Untuk mengilustrasikan perbedaan antara jumlah
lembar saham yang diotorisasi dengan jumlah lembar saham yang diterbitkan dan
jumlah lembar saham yang beredar, asumsi bahwa sebuah perseroan dengan
modal dasar 10.000 lembar saham telah menerbitkan (menjual) 6.000 lembar

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 6


sahamnya, dan kemudian menarik kembali sahamnya dari tangan pemegang
saham sebanyak 2.500 lembar. Dalam kasus ini, jumlah lembar saham yang
diotorisasi adalah sebanyak 10.000 lembar, di mana 6.000 lembarnya telah
diterbitkan dan sisanya 4.000 lembar saham belum diterbitkan (sebagai antisipasi
untuk memenuhi kebutuhan modal di masa mendatang). Dari 6.000 lembar saham
yang telah diterbitkan, 3.500 lembarnya beredar (berada di tangan pemegang
saham) dan sisanya 2.500 lembar ditarik (dibeli) kembali oleh perusahaan.
Perhatikanlah bahwa 2.500 lembar saham yang ditarik kembali dari tangan
pemegang saham merupakan bagian dari 6.000 lembar saham yg telah diotorisasi
dan diterbitkan, hanya saja sekarang tidak beredar di tangan pemegang saham,
melainkan berada di perusahaan kembali.
Besarnya nilai saham dinyatakan dalam satuan unit moneter (mata uang), yang
dinamakan sebagai nilai pari (par value). Perseroan akan menerbitkan sertifikat
saham kepada masing-masing investor atas perseroan. Jadi, nilai pari adalah
besarnya nilai saham yang tertera pada sertifikat saham. Dalam sertifikat saham
juga tercantum nama perseroan, nama pemegang saham, kelas saham, dan jumlah
saham yang dimiliki. Nilai pari saham sering dianggap sebagai legal capital.
Saham juga dapat diterbitkan tanpa nilai pari (no-par stock). Di beberapa negara,
stated value (nilai yang ditetapkan) harus dibuat atas saham yang diterbitkan tanpa
nilai pari. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk menentukan besarnya legal
capital (modal resmi/sah) yang merupakan jumlah kontribusi minimum investor
terhadap kreditor perusahaan, khususnya apabila aktiva perusahaan tidak
mencukupi dalam menutup kewajibannya. Jadi, baik nilai pari maupun nilai yang
ditetapkan sesungguhnya sama-sama dianggap sebagai legal capital. Untuk tujuan
pelaporan, stated value diperlakukan sama seperti par value, dimana selisih antara
nilai nominal saham (baik yg dinyatakan lewat stated value maupun par value)
dengan harga pasarnya, seluruh saham yg diterbitkan memiliki nilai pari, dengan
kata lain tidak ada saham yang diterbitkan tanpa nilai pari.
Ketika perseroan hanya memiliki satu jenis atau satu kelas saham , maka saham
tersebut dinamakan sebagai saham biasa (common stock). Setiap lembar saham
biasa memiliki hak yang sama. Untuk menarik lebih banyak investor, perusahaan
dapat menerbitkan jenis saham tertentu yang memberikan beberapa hak istimewa

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 7


kepada pemegangnya. Jenis saham ini dinamakan saham preferen (preferred
stock). Umumnya, pemegang saham preferen memiliki hak prioritas dibanding
pemegang saham biasa dalam hal pembagian deviden dan aktiva perusahaan pada
saat likuidasi. Akan tetapi, pemegang saham preferen tidaklah memiliki hak suara
seperti halnya pemegang saham biasa.
Hak pemegang saham preferen untuk menerima deviden tunai biasanya
dinyatakan dalam satuan unit moneter atau sebesar presentase tertentu dari
nilaipari. Sebagai contoh 5% saham preferen dengan nilai pari Rp. 1.000,- per
lembar akan memberikan deviden tunai kepada pemegangnya sebesar Rp. 50,-
untuk setiap lembarnya. Perhatikanlah bahwa Rp. 50,- di sini mencerminkan
satuan mata uang yang berlaku di Indonesia di mana perseroan tersebut berdiri,
dan jumlah ini dapat diperoleh dengan cara mengalikan antara nilai pari, yaitu Rp.
1.000,- dengan 5%. Sesunggunhnya, perusahaan tidak menjamin perihal
pembagian deviden, akan tetapi karena pemegang saham preferen memiliki hak
yg pertama dibanding dengan pemegang saham biasa untuk mendapatkan
deviden, maka pada umumnya pemegang saham preferen memiliki peluang yang
lebih besar untuk menerima deviden secara teratur dibanding pemegang saham
biasa.
5. Penerbitan Saham
Nilai pari saham tidak mencerminkan harga pasarnya. Harga pasar saham (dari
perusahaan yg dimiliki publik) terbentuk sebagai hasil interaksi antara pembeli
dan penjual. Secara umum, harga saham akan mengikuti kecenderungan
perkembangan kondisi keuangan, laba, maupun deviden emiten (perusahaan
penerbit saham). Di samping itu juga, ada faktor-faktor lainnya di luar kendali
perusahaan (emiten) yang dapat memengaruhi harga saham, di antaranya adalah
perubahan tingkat suku bunga, embargo minyak, inflasi yang tidak menentu,
pemilihan kepala negara, dan perubahan situasi ekonomi maupun masalah politik
lainnya.
Uang kas yg diterima sebagai hasil dari penerbitan dan penjualan saham dapat
menyamai, lebih besar, atau bahkan lebih kecil dari nilai parinya. Ketika saham
dijual dgn harga di bawah nilai parinya, maka saham tersebut dikatakan dijual
dengan diskonto (disagio). Sebaliknya, ketika saham dijual dengan harga premiun

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 8


(agio). Jadi, jika saham dengan nilai pari Rp. 540,- per lembar dijual dengan harga
Rp. 490,- per lembar, maka berarti saham tersebut dijual dengan tingkat diskonto
sebesar Rp. 50,- per lembar. Namun, jika saham yg bersangkutan dijual dengan
harga Rp. 620,- per lembar, maka berarti saham tersebut dijual dengan tingkat
premiun sebesar Rp. 80,- per lembar. Banyak negara yg tidak mengizinkan saham
diterbitkan dengan diskonto.
Ketika saham yg bernilai pari diterbitkan dengan premiun, akun kas atau aktiva
lainnya akan didebet sebesar jumlah yg diterima. Akun saham biasa atau saham
preferen lalu dikredit sebesar nilai parinya. Kelebihan jumlah yang diterima di
atas nilai pari saham akan dicatat secara terpisah di sebelah kredit dengan
menggunakan akun yg diberi nama “Modal disetor dalam kelebihan harga jual di
atas nilai pari (paid-in capital in excess of issue price over par). Kelebihan jumlah
yang diterima ini merupakan bagian dari total investasi pemegang saham ke dalam
perusahaan. Oleh karena itu, kelebihan jumlah ini diklasifikasikan sebagai bagian
dari modal disetor, yaitu tambahan modal disetor (additional paid-in capital).
Untuk mengilustrasikan penerbitan saham, asumsi bahwa PT. Tobatus Aliano
menerbitkan dan menjual secara tunai 1.000 lembar saham preferen dan 5.000
lembar saham biasa. Nilai pari untuk setiap lembar saham preferen dan saham
biasa masing-masing adalah Rp. 1.400,- dan Rp. 600,-. Sedangkan harga pasar
(harga jual) untuk setiap lembar saham preferen dan saham biasa masing-masing
adalah Rp. 1.700,- dan Rp. 800,-. Jumlah saham yang diotorisasi sebanyak 3.500
lembar untuk saham preferen dan 8.000 lembar untuk saham biasa . Diasumsikan
juga bahwa sepanjang periode tidak ada jumlah saham yang ditarik kembali dari
tangan pemegang saham.
Ayat jurnal yg diperlukan untuk mencatat transaksi tersebut di atas adalah :
Nama Perkiraan Debet Kredit
Kas 5.700.000
Saham Preferen 1.400.000
Saham Biasa 3.000.000
Kelebihan Harga jual di atas Nilai pari-Saham 300.000
Preferen 1.000.000
Kelebihan Harga jual di atas Nilai Pari-Saham
Biasa

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 9


Perhatikanlah bahwa besarnya total modal disetor dari transaksi di atas adalah Rp.
5.700.000,- di mana Rp. 4.400.000,- (yg ditunjukkan lewat akun saham preferen
dan saham biasa) merupakan modal saham (capital stock) dan Rp. 1.300.000,-
merupakan tambahan modal disetor. Ingat kembali, akun saham preferen dan
saham biasa selalu dicatat di sebelah kredit sebesar nilai parinya, dan
menggambarkan legal capital.
Melanjutkan ilustrasi di atas, jika seandainya pada akhir tahun 2009 perusahaan
memiliki laba ditahan sebesar Rp. 40.000.000,- maka bagian modal pemegang
saham yang akan tampak dalam neraca perusahaan menjadi sbb :
PT. Tobatus Aliano
Neraca (sebagian)
31 Desember 2009
Modal Pemegang Saham
Modal Disetor
Modal Saham :
Saham Preferen (nilai pari Rp. 1.400,- Rp. 1.400.000,-
Per lembar, 3.500 lbr diotorisasi,
1.000lbr diterbitkan & beredar)
Saham biasa (nilai pari Rp. 600,- Rp. 3.000.000,-
Per lembar 8.000 lbr diotorisasi,
5.000 lbr diterbitkan & beredar)
Total Modal Saham Rp. 4.400.000,-
Tambahan Modal Disetor :
Kelebihan Harga jual di atas nilai pari
Saham Preferen Rp. 300.000,-
Kelebihan harga jual di atas nilai pari
Saham Biasa Rp. 1.000.000,-
Total tambahan Modal Disetor Rp. 1.300.000,-
Total Modal disetor Rp. 5.700.000,-
Laba Ditahan Rp. 40.000.000,-
Total Modal Pemegang Saham Rp. 45.700.000,-
Saham dapat juga diterbitkan atas dasar pesanan. Kontrak pesanan ini secara
hukum akan mengikat antara pemesan (pembeli saham) dengan perseroan
(penerbit saham). Dalam kontrak pesanan disebutkan jumlah lembar saham yang

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 10


dipesan, harga pesanan, dan persyaratan atau jangka waktu pembayaran. Pesanan
yang dituangkan dalam kontrak ini akan memberikan perseroan hak untuk
menerima sejumlah pembayaran berdasarkan harga kontrak dan memberikan
status hukum kepada pemesan sebagai pemegang saham. Biasanya, ketika saham
dijual melalui prosedur pesanan, sertifikat saham akan diserahkan kepada
pemesan jika seluruh harga saham yg dipesan dilunasi.
Untuk mengilustrasikannya, asumsi bahwa di akhir tahun 2009 PT. Tobatus
Aliano menerima pesanan saham biasa sebanyak 2.000 lembar dengan harga
pesanan Rp. 770,- per lembar. Dalam hal ini, perusahaan menerima uang muka
sebesar 30% dari total harga pesanan. Sedangkan sisanya sebesar 70% akan
diterima pelunasannya pada tanggal 7 Januari 2010.
Ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi tersebut di atas adalah
(akhir tahun 2009) :
Nama Perkiraan Debet Kredit
Kas 462.000
Piutang Pesanan Saham Biasa 1.078.000
Pesanan Saham Biasa 1.200.000
Kelebihan Harga Jual di atas Nilai Pari-Saham 340.000
Biasa

Perhatikan bahwa besarnya total modal disetor dari transaksi di atas adalah Rp.
462.000,-. Angka ini diperoleh dari Rp. 1.200.000,- + Rp. 340.000,- - Rp.
1.078.000,-. Dimana, Rp. 1.200.000,- (2.000 lbr x Rp. 600,-) yang ditunjukan
lewat akun pesanan saham biasa merupakan modal saham, dan Rp. 340.000,- (Rp.
770- Rp. 600,-)x 2.000 lbr) merupakan tambahan modal disetor, sedangkan Rp.
1.078.000,- (70% x Rp. 770,- x 2.000 lbr) yg ditunjukkan lewat akun piutang
pesanan saham biasa merupakan pengurangkan dari modal disetor.
Akun pesanan saham biasa merupakan akun sementara dari akun saham biasa.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, akun saham biasa selalu dilaporkan sebesar
nilai pari, oleh sebab itu akun pesanan saham biasa juga akan dilaporkan sebesar
nilai pari. Akun pesanan saham biasa akan direklas menjadi akun saham biasa
pada saat seluruh harga saham yang dipesan dilunasi.
Dengan melanjutkan tampilan dari neraca parsial di atas, maka pengaruh transaksi
pesanan saham biasa terhadap besarnya modal pemegang saham adalah sbb :

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 11


PT. Tobatus Aliano
Neraca (sebagian)
31 Desember 2009
Modal Pemegang Saham
Modal Disetor
Modal Saham :
Saham Preferen (nilai pari Rp. 1.400,- Rp. 1.400.000,-
Per lembar, 3.500 lbr diotorisasi,
1.0 00lbr diterbitkan & beredar)
Saham biasa (nilai pari Rp. 600,- Rp. 3.000.000,-
Per lembar 8.000 lbr diotorisasi,
5.000 lbr diterbitkan & beredar)
Pesanan Saham Biasa (2.000 lbr) Rp. 1.200.000,-
Total Modal Saham Rp. 5.600.000,-
Tambahan Modal Disetor :
Kelebihan Harga jual di atas nilai pari
Saham Preferen Rp. 300.000,-
Kelebihan harga jual di atas nilai pari
Saham Biasa Rp. 1.340.000,-
Total tambahan Modal Disetor Rp. 1.640.000,-
Dikurangi Piutang Pesanan Saham Biasa
(Rp. 1.078.000,)
Total Modal disetor Rp. 6.162.000,-
Laba Ditahan Rp. 40.000.000,-
Total Modal Pemegang Saham Rp. 46.162.000,-
Pada tanggal 7 Januari 2010, ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat
pelunasan pesanan saham biasa dan penerbitan sertifikat saham adalah :
Nama Perkiraan Debet Kredit
Kas 1.078.000
Piutang Pesanan Saham Biasa 1.078.000

Pesanan Saham Biasa 1.200.000


Saham Biasa 1.200.000

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 12


Berikut adalah bagian modal pemegang saham yang tampak dalam neraca
perusahaan setelah pelunasan saham biasa diterima dan sertifikat saham
diterbitkan.
PT. Tobatus Aliano
Neraca (sebagian)

Modal Pemegang Saham


Modal Disetor
Modal Saham :
Saham Preferen (nilai pari Rp. 1.400,- Rp. 1.400.000,-
Per lembar, 3.500 lbr diotorisasi,
2.0 00lbr diterbitkan & beredar)
Saham biasa (nilai pari Rp. 600,- Rp. 4.200.000,-
Per lembar 8.000 lbr diotorisasi,
7.000 lbr diterbitkan & beredar)
Total Modal Saham Rp. 5.600.000,-
Tambahan Modal Disetor :
Kelebihan Harga jual di atas nilai pari
Saham Preferen Rp. 300.000,-
Kelebihan harga jual di atas nilai pari
Saham Biasa Rp. 1.340.000,-
Total tambahan Modal Disetor Rp. 1.640.000,-
Total Modal disetor Rp. 7.240.000,-
Laba Ditahan Rp. 40.000.000,-
Total Modal Pemegang Saham Rp. 47.240.000,-
Perhatikanlah bahwa setelah pesanan saham biasa dilunasi dan sertifikat saham
diterbitkan, maka sekarang besarnya saham biasa yang telah diterbitkan dan
beredar menjadi 7.000 lembar. Saldo akun pesanan saham biasa menjadi nihil,
karena saldonya telah ditransfer atau direklas ke dalam saldo akun saham biasa.
Besarnya modal disetor dari saham biasa menjadi Rp. 4.200.000,- (diperoleh dari
hasil kali antara jumlah lembar saham yang telah diterbitkan dengan nilai pari per
lembar saham biasa). Akun piutang pesanan saham biasa menjadi nihil sebagai
hasil dari pelunasan. Setelah pesanan saham biasa menjadi nihil sebagai hasil dari

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 13


pelunasan. Setelah pesanan saham biasa dilunasi, transaksi pesanan saham biasa
ini secara keseluruhan menghasilkan penambahan modal disetor sebesar Rp.
1.540.000, (2.000 lbr x Rp. 770,-). Atau hal ini juga dapat dilihat dari selisih
antara besarnya modal disetor sesudah transaksi pesanan saham biasa dilunasi
(Rp. 7.240.000,-) dengan besarnya modal disetor sebelum adanya transaksi
pesanan saham biasa (Rp. 5.700.000,-).
Di beberapa negara, baik saham preferen maupun saham biasa dapat diterbitkan
tanpa nilai pari. Ketika saham tanpa nilai pari diterbitkan, keseluruhan hasil yg
diminta akan dikredit langsung ke akun saham bersangkutan. Ini benar-benar
dilakukan meskipun harga penerbitan saham bervariasi dari waktu ke waktu.
Sebagai contoh, asumsi bahwa perusahaan menerbitkan 10.000 lembar saham
biasa tanpa nilai pari dengan harga jual Rp. 870,- per lembar, dan kemudian
perusahaan menerbitkan lagi 2.000 lbr tambahan saham biasa tanpa nilai pari
dengan harga jual Rp. 820,- per lembar. Ayat jurnal yang diperlukan untuk
mencatat penerbitan atau penjualan tunai atas saham biasa tanpa nilai pari tersebut
di atas adalah :
Nama Perkiraan Debet Kredit
Kas 8.700.000
Piutang Pesanan Saham Biasa 8.700.000

Kas 1.640.000
Saham Biasa 1.640.000
Ketika saham biasa tanpa nilai pari memiliki nilai yang ditetapkan, jurnal yang
dibuat untuk mencatat penerbitan atau penjualan tunai atas saham tersebut sama
seperti yang telah dilustrasikan untuk penerbitan atas saham biasa yg memiliki
nilai pari. Nilai yang ditetapkan akan dikreditkan ke akun saham biasa. Juga,
ketika harga jual dari saham tanpa nilai pari melebihi nilai yang ditetapkan
kelebihannya akan dikredit ke akun yang diberi nama “Modal disetor dalam
kelebihan harga jual di atas nilai yang ditetapkan (paid-in capital in excess of
issue price over stated value).
Nama Perkiraan Debet Kredit
Kas Xxx
Saham Biasa xxx
Kelebihan Harga Jual di atas Nilai yang xxx
ditetapkan

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 14


Ketika saham diterbitkan dalam pertukaran untuk aktiva selain kas, seperti tanah,
bangunan, dan peralatan, maka aktiva yang diperoleh harus dicatat sebesar nilai
pasar wajarnya. Namun, jika nilai pasar wajar dari aktiva yg diperoleh tidak dapat
ditentukan secara objektif, maka harga pasar wajar saham akan digunakan untuk
mencatat perolehan dari aktiva yang diterima. Sebagai ilustrasi, asumsi bahwa
perusahaan memperoleh seperangkat peralatan yang di mana harga pasar wajarnya
sulit untuk ditentukan. Dalam pertukaran ini, perusahaan menerbitkan 12.000 lbr
saham biasa yg bernilai pari Rp. 525,- per lembar. Saat ini, saham tersebut
memiliki harga pasar sebesar Rp. 634,- per lembar. Ayat jurnal yang diperlukan
untuk mencatat transaksi tersebut di atas adalah :

Nama Perkiraan Debet Kredit


Peralatan 7.608.000
Saham Biasa 6.300.000
Kelebihan Harga Jual di atas nilai pari-saham 1.308.000
biasa

Perhatikanlah bahwa aktiva yg diterima (peralatan) justru dicatat sebesar harga


pasar saham (Rp. 634,- x 12.000 lbr), karena harga pasar wajar dari aktiva yang
bersangkutan sulit untuk ditentukan. Akun saham biasa dikredit sebesar nilai
parinya (Rp. 525,- x 12.000 lbr). Selisih antara nilai pasar saham dengan nilai pari
dicatat sebagai tambahan modal disetor (Rp. 634,-- Rp. 525,-) x 12.000 lbr).
6. Akuntansi untuk Saham yang Diperoleh Kembali
Saham yang diperoleh kembali (treasury stock) adalah saham milik perusahaan
yang telah diterbitkan dan beredar, kemudian dibeli kembali oleh perusahaan.
Perusahaan dapat membeli kembali saham miliknya untuk berbagai alasan,
diantaranya adalah :
a. diberikan sebagai bonus kepada pejabat dan karyawan perusahaan;
b. meningkatkan volume perdagangan saham di bursa efek dengan harapan dapat
mendongkrak harga pasar saham;
c. memperoleh tambahan saham yg akan dipergunakan dalam rangka akuisisi
perusahaan lain, dan

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 15


d. mengurangi jumlah lembar saham yang beredar, yang pada akhirnya akan
memperbesar laba per lembar saham.
Metode yang sering digunakan untuk mencatat pembelian dan penjualan kembali
treasury stock adalah metode harga pokok (cost method). Dengan metode harga
pokok, saham yang diperoleh kembali akan didebet sebesar harga yang dibayar
untuk mendapatkan saham tersebut. Pembelian treasury stock akan mengurangi
modal pemegang saham (stockholders’equity). Ingat kembali bahwa modal
memiliki saldo normal di sebelah kredit, sehingga perolehan kembali saham yang
dicatat di sebelah debet dalam jurnal otomatis akan mengurangi jumlah modal
pemegang saham. Saham yang diperoleh kembali akan dilaporkan dalam bagian
modal pemegang saham setelah penyajian laba ditahan. Yang perlu diperhatikan
di sini (pada saat saham diperoleh kembali), nilai pari dan harga dimana saham
pertama kali diterbitkan (dijual) adalah diabaikan.
Ketika treasury stock dijual kembali, akun saham yang diperoleh kembali akan
dikredit sebesar harga pokoknya, dan selisih antara harga pokok (harga yang
dibayarkan pada saat saham diperoleh kembali) dengan harga jual akan didebet
atau dikredit ke akun “modal disetor dari saham yang diperoleh kembali” (paid-in
capital form treasury stock). Akun tersebut akan dilaporkan di neraca (bagian
modal pemegang saham) sebagai tambahan modal disetor ( additional paid-in
capital).
Untuk mengilustrasikannya, asumsi bahwa tampilan dari bagian modal pemegang
saham PT. Tobatus Aliano sebelum pembelian treasury stock adalah sbb :

PT. Tobatus Aliano


Neraca (sebagian)

Modal Pemegang Saham


Modal Disetor
Modal Saham :
Saham Preferen (nilai pari Rp. 1.400,- Rp. 1.400.000,-
Per lembar, 3.500 lbr diotorisasi,
3.0 00lbr diterbitkan & beredar)

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 16


Saham biasa (nilai pari Rp. 600,- Rp. 4.200.000,-
Per lembar 8.000 lbr diotorisasi,
7.000 lbr diterbitkan & beredar)
Total Modal Saham Rp. 5.600.000,-
Tambahan Modal Disetor :
Kelebihan Harga jual di atas nilai pari
Saham Preferen Rp. 300.000,-
Kelebihan harga jual di atas nilai pari
Saham Biasa Rp. 1.340.000,-
Total tambahan Modal Disetor Rp. 1.640.000,-
Total Modal disetor Rp. 7.240.000,-
Laba Ditahan Rp. 40.000.000,-
Total Modal Pemegang Saham Rp. 47.240.000,-
Pada tanggal 9 Januari 2010, perusahaan memperoleh kembali 3.000 lembar
saham biasanya dengan harga Rp. 840,- per lembar. Nilai pari saham biasa adalah
Rp. 600,- per lembar, di mana saham biasa ini pertama kalinya diterbitkan (dijual)
dengan harga Rp. 800,- perlembar.
Ayat jurnal yang dipergunakan untuk mencatat pembelian atau perolehan kembali
saham biasa adalah :
Nama Perkiraan Debet Kredit
Saham yang Diperoleh Kembali 2.520.000
Kas 2.520.000
Perhatikanlah bahwa akun saham yang diperoleh kembali didebet sebesar harga
yang dibayar untuk mendapatkan saham tersebut, bukan sebesar nilai pari ataupun
harga di mana saham tersebut pertama kali diterbitkan (dijual).
Dari jurnal di atas juga terlihat bahwa perolehan kembali saham biasa tidak
mempengaruhi saldo akun saham biasa, sehingga besarnya modal disetor (modal
saham) tidak akan berubah. Hal ini terjadi karena jumlah lembar saham yang
diterbitkan akan tetap sama, baik sebelum maupun sesudah perolehan kembali
saham biasa.
Akun saham biasa akan dilaporkan di neraca (bagian modal pemegang saham)
sebesar nilai pari atau nilai yang ditetapkan dikali dengan jumlah lembar saham
biasa yang diterbitkan (bukan yang beredar). Saham yang diperoleh kembali

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 17


otomatis akan memengaruhi jumlah lembar saham yang telah diterbitkan. Akun
saham yang diperoleh kembali merupakan akun pengurang dari modal pemegang
saham.
Saham yang diperoleh kembali tidak memiliki hak suara maupun hak untuk
menerima deviden. Alasan logisnya adalah bahwa tidak mungkin deviden
dibayarkan kepada diri perusahaan sendiri. Deviden akan dibayarkan kepada para
investor berdasarkan jumlah lembar saham yang dimilikinya, demikian juga
halnya dengan hak suara.
Tampilan dari bagian modal pemegang saham PT. Tobatus Aliano setelah
pembelian treasury stock adalah sebagai berikut :

PT. Tobatus Aliano


Neraca (sebagian)

Modal Pemegang Saham


Modal Disetor
Modal Saham :
Saham Preferen (nilai pari Rp. 1.400,- Rp. 1.400.000,-
Per lembar, 3.500 lbr diotorisasi,
4.0 00lbr diterbitkan & beredar)
Saham biasa (nilai pari Rp. 600,- Rp. 4.200.000,-
Per lembar 8.000 lbr diotorisasi,
7.000 lbr diterbitkan & beredar)
Total Modal Saham Rp. 5.600.000,-
Tambahan Modal Disetor :
Kelebihan Harga jual di atas nilai pari
Saham Preferen Rp. 300.000,-
Kelebihan harga jual di atas nilai pari
Saham Biasa Rp. 1.340.000,-
Total tambahan Modal Disetor Rp. 1.640.000,-
Total Modal disetor Rp. 7.240.000,-
Laba Ditahan Rp. 40.000.000,-
Dikurangi Saham yang diperoleh kembali (3.000 lbr)

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 18


(Rp. 2.520.000,-)
Total Modal Pemegang Saham Rp. 44.720.000,-
Pada tanggal 15 Januari 2010, perusahaan menjual kembali 1.200 lembar treasury
stock dengan harga Rp. 880,- per lembar. Jurnal yang diperlukan untuk mencatat
transaksi tersebut adalah :
Nama Perkiraan Debet Kredit
Kas 1.056.000
Saham yang diperoleh kembali 1.008.000
Modal disetor dari saham yang diperoleh 48.000
kembali

Hasil penjualan terasury stock dicatat sebagai akun kas disebelah debet (1.200 lbr
x Rp. 880,-). Akun saham yang diperoleh kembali dikredit (karena dijual) sebesar
Rp. 1.008.000,- (1.200 lbr : 3.000 lbr x Rp. 2.520.000,-). Kelebihan harga jual di
atas harga pokok dari treasury stock yang dijual kembali dicatat dalam jurnal
disebelah kredit sebagai tambahan modal disetor.
Tampilan dari bagian modal pemegang saham PT. Tobatus Aliano setelah
penjualan kembali 1.200 lembar treasury stock adalah sebagai berikut :

PT. Tobatus Aliano


Neraca (sebagian)

Modal Pemegang Saham


Modal Disetor
Modal Saham :
Saham Preferen (nilai pari Rp. 1.400,- Rp. 1.400.000,-
Per lembar, 3.500 lbr diotorisasi,
1.000lbr diterbitkan & beredar)
Saham biasa (nilai pari Rp. 600,- Rp. 4.200.000,-
Per lembar 8.000 lbr diotorisasi,
7.000 lbr diterbitkan & beredar)
Total Modal Saham Rp. 5.600.000,-
Tambahan Modal Disetor :
Kelebihan Harga jual di atas nilai pari
Saham Preferen Rp. 300.000,-

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 19


Kelebihan harga jual di atas nilai pari
Saham Biasa Rp. 1.340.000,-
Modal disetor dari saham yang diperoleh
Kembali Rp. 48.000,-
Total tambahan Modal Diseto Rp. 1.688.000,-
Total Modal disetor Rp. 7.288.000,-
Laba Ditahan Rp. 40.000.000,-
Dikurangi Saham yang diperoleh kembali (1.800 lbr)
(Rp. 1.512.000,-)
Total Modal Pemegang Saham Rp. 45.776.000,-
Perhatikanlah bahwa dengan penjualan kembali 1.200 lembar treasury stock,
jumlah lembar saham biasa yang beredar berubah dari 4.000 lembar saham biasa
yang beredar berubah dari 4.000 lembar menjadi 5.200 lembar, tetapi tanpa
mengubah total modal saham. Total additional paid-in capital bertambah sebesar
Rp. 48.000,-. Jumlah treasury stock sekarang tinggal 1.800 lembar dengan harga
pokok sebesar Rp. 1.512.000,- (1.800 lembar x Rp. 840,-) . Secara keseluruhan,
modal pemegang saham bertambah sebesar Rp. 1.056.000,-.
Jika seandainya pada tanggal 19 Januari 2010 perusahaan menjual lagi treasury
stock sebanyak 1.000 lembar dengan harga Rp. 790,- per lembar, maka jurnal
yang diperlukan untuk mencatat transaksi tersebut adalah :
Nama Perkiraan Debet Kredit
Kas 790.000
Modal disetor dari saham yang diperoleh kembali 48.000
Laba ditahan 2.000
Saham yang diperoleh kembali 840.000
Hasil penjualan treasury stock dicatat sebagai akun kas disebelah debet (1.000 lbr
x Rp. 790,-). Akun saham yang diperoleh kembali dikredit sebesar Rp. 840.000,-
(1.000 lbr : 3.000 lbr x Rp. 2.520.000,-). Kelebihan harga pokok di atas harga jual
treasury stock dicatat dalam jurnal disebelah debet dengan menggunakan dua
akun, yaitu akun “modal disetor dari saham yang diperoleh kembali” dan akun
“Laba ditahan”. Tambahan modal diisetor dari penjualan treasury stock
sebelumnya (tanggal 15 Janurai 2010) adalah yang pertama kali akan didebet,
setelah itu sisanya baru akan didebet ke akun laba ditahan.

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 20


Hal ini dilakukan agar supaya setiap kali penjualan treasury stock terjadi, saldo
akhir dari akun “Modal disetor dari saham yang diperoleh kembali”, tidak berada
di sebelah debet. Maksudnya adalah bahwa jika seluruh kelebihan harga pokok
(Rp. 840.000,-) di atas harga jual (Rp. 790.000,-) yaitu sebesar Rp. 50.000,-
dicatat di sebelah debet dalam jurnal hanya dengan menggunakan akun “modal
disetor dari saham yang diperoleh kembali”, maka saldo akhir dari akun yang
bersangkutan akan berada (tersisa) disebelah debet sebesar Rp. 2.000,- dan hal ini
adalah kurang tepat. Dikatakan kurang tepat karena akun “modal disetor dari
saham yang diperoleh kembali” merupakan komponen modal yang seharusnya
bersaldo normal di sebelah kredit.
Laba ditahan dapat berkurang di sebelah debet oleh transaksi treasury stock, tetapi
tidak pernah dapat bertambah di sebelah kredit oleh pembelian maupun penjualan
treasury stock.
Kurang Tepat :
Modal Disetor dari Saham yang Diperoleh Kembali
19 Januari Rp. 50.000,- 15 Januari Rp.
48.000,-
Jika seluruh kelebihan harga pokok di atas harga jual, yaitu sebesar Rp. 50.000,-
dicatat (didebet) hanya dengan menggunakan akun”Modal disetor dari saham
yang diperoleh kembali” maka saldo akhir dari akun yang bersangkutan akan
berada (tersisa) di sebelah debet sebesar Rp. 2.000,-
Seharusnya :
Modal Disetor dari Saham yang Diperoleh Kembali
19 Januari Rp. 48.000,- 15 Januari Rp.
48.000,-

Kelebihan harga pokok di atas harga jual, yaitu sebesar Rp. 50.000,- dicatat
(didebet) dengan menggunakan dua akun, yaitu akun “modal disetor dari saham
yang diperoleh kembali” dan akun “Laba ditahan”. Tambahan modal disetor dari
penjualan treasury stock sebelumnya (tanggal 15 Januari 2010) adalah yang
pertama kali akan didebet (Rp. 48.000,-), setelah itu sisanya (Rp. 2.000,-) baru
akan didebet ke akun laba ditahan.

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 21


7. Pemecahan Saham
Perusahaan kadang-kadang mengurangi atau memperkecil nilai pari atau nilai
yang ditetapkan atas saham biasanya dengan cara menerbitkan sejumlah tambahan
lembar saham biasa yang besarnya sebanding (proporsional) dengan jumlah
penurunan nilai pari atau nilai yang ditetapkannya. Ketika ini dilakukan,
perusahaan dikatakan memecah sahamnya, dan prosesnya ini dinamakan sebagai
pemecahan saham (stock splits).
Ketika saham dipecah, pengurangan (penurunan) nilai pari atau nilai yang
ditetapkan akan diterapkan ke seluruh lembar saham, baik saham yang belum
diterbitkan, saham yang telah diterbitkan, maupun saham yang diperoleh kembali.
Tujuan utama dari dilakukannya pemecahan saham adalah untuk menurunkan
harga pasar per lembar saham, yang pada akhirnya akan dapat menarik lebih
banyak investor (membuka pangsa pasar) untuk ikut ambil bagian sebagai
pemegang saham dari perusahaan.
Proses pemecahan saham tidak akan memengaruhi saldo akun laporan keuangan,
sehingga tidak dicatat dalam ayat jurnal. Pemecahan saham hanya berakibat pada
berubahnya nilai pari atau nilai yang ditetapkan atas setiap lembar saham dan
jumlah lembar saham yang beredar. Peristiwa pemecahan saham akan tetapi perlu
diungkapkan dalam catatan laporan keuangan (notes to the financial statements).
Untuk mengilustrasikan pemecahan saham, asumsi bahwa perusahaan memiliki
30.000 lbr saham biasa yang beredar dengan harga pasar sebesar Rp. 1.500,- per
lembar. Nilai pari saham adalah Rp. 1.200,- per lembar. Dewan komisaris
mengumumkan pemecahan saham, di mana setiap lembar saham akan dipecah
menjadi 3 lembar. Alhasil, nilai pari per lembar saham akan menurun, yaitu dari
Rp. 1.200,- per lembar menjadi Rp. 400,- per lembar. Jumlah lembar saham biasa
yang beredar akan menjadi bertambah, yaitu dari 30.000 lembar menjadi 90.000
lembar. Akan tetapi, secara keseluruhan total nilai pari saham biasa adalah tetap
sama, yaitu sebesar Rp. 36.000.000,-baik sebelum maupun sesudah dilakukannya
pemecahan saham. Sejak bertambahnya jumlah lembar saham biasa yang beredar,
perusahaan berharap bahwa harga pasar dari saham yang dipecah juga akan
menurun, katakanlah kira-kira mendekati Rp. 500,- per lembar.

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 22


8. Akuntansi untuk Deviden
Perusahaan yang memiliki tingkat akumulasi laba bersih yang cukup baik, dari
satu periode ke periode berikutnya, biasanya memiliki potensi untuk dapat
membagikan sebagian dari laba bersih tersebut kepada pemilik perusahaan
(pemegang saham). Distribusi laba bersih kepada pemegang saham ini dilakukan
dalam bentuk deviden. Umumnya, deviden yang diberikan adalah berupa uang kas
atau saham biasa. Deviden merupakan salah satu daya tarik yang membuat
investor mau menginvestasikan uangnya ke dalam saham perseroan.
Ketika dewan komisaris mengumukan deviden tunai, maka berarti sejak saat itu
juga dewan komisaris menyetujui atau mensahkan pembagian sebagian
keuntungan perusahaan dalam bentuk uang kas kepada para pemegang saham.
Demikian juga, ketika dewan komisaris mengumumkan deviden saham, maka
berarti sejak saat itu juga dewan komisaris menyetujui atau mensahkan pembagian
sebagian keuntungan perusahaan dalam bentuk saham biasa kepada para
pemegang saham biasa. Baik pengumuman deviden tunai maupun deviden saham
akan dilaporkan sebagai pengurang laba ditahan pada saat deviden tersebut
diumumkan, tidak menunggu sampai deviden tersebut dibayarkan atau dibagikan.
a. Deviden Tunai
Dalam praktik, deviden tunai adalah bentuk pembagian keuntungan yang paling
sering dilakukan. Ada tiga hal penting yang membuat perusahaan dapat
membayarkan deviden tunai, yaitu tersedianya laba ditahan, cukup uang kas, dan
adanya tindakan resmi dari dewan komisaris. Deviden tunai dibayarkan dari laba
ditahan. Akan tetapi, perusahaan yang memiliki jumlah laba ditahan yang besar
belum tentu dapat membayar deviden tunai. Hal ini dikarenakan tidak adanya
hubungan (keterkaitan) antara saldo akun kas dengan laba ditahan.
Seperti yang telah dibahas di bagian sebelumnya, laba ditahan timbul sebagai
hasil dari kegiatan operasional perusahaan, yaitu laba bersih. Dalam akuntansi,
laba bersih sendiri diukur atas dasar akrual (accrual basis), bukan atas dasar kas
(cash basis), dimana beban yang telah terjadi ditandingkan dengan pendapatan
terkait dalam periode yang sama (matching concept). Dengan demikian, saldo
akun laba ditahan tidak mencerminkan atau tidak indentik dengan besarnya uang
kas yang tersedia. Banyak perusahaan yang memiliki saldo laba ditahan yang

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 23


cukup besar, akan tetapi tidak memiliki cukup kas untuk dapat membayar deviden
tunai. Oleh sebab itu, sebelum mengumumkan deviden tunai, dewan komisaris
melalui jajaran direksinya (direktur keuangan) biasanya akan mengevaluasi
terlebih dahulu besarnya posisi uang kas yang tersedia dan jumlah estimasi
kebutuhan kas jangka pendek. Setelah uang kas yang tersedia dirasa mencukupi
untuk membayar deviden tunai, langkah selanjutnya adalah pengumuman deviden
yang dilakukan oleh dewan komisaris.
Sesungguhnya, dewan komisaris tidaklah diwajibkan oleh Undang-undang untuk
mengumumkan deviden, sekalipun perusahaan memiliki jumlah laba ditahan dan
uang kas yang cukup besar untuk dapat membagikan deviden tunai. Akan tetapi,
seperti yang telah disebut di atas, bahwa salah satu daya tarik yang membuat
investor mau menginvestasikan uangnya ke dalam saham perseroan adalah
deviden. Bisa dibayangkan apa yang kira-kira akan terjadi kalau perusahaan tidak
membagi deviden kepada para pemegang saham, di antaranya adalah lepasnya
kepemilikan pemegang saham lama atas perseroan, dan tidak tertariknya investor
baru (potensial) untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.
Ada tiga tanggal penting sehubungan dengan pembagian deviden tunai, yaitu
tanggal pengumuman, tanggal pencatatan dan tanggal pembayaran. Di tanggal
pengumuman, dewan komisaris secara resmi mensahkan (mengumumkan)
pembagian deviden tunai kepada para pemegang saham. Pengumuman deviden
tunai ini akan membawa perusahaan pada kewajiban hukum yang mengikat dan
tidak dapat dibatalkan. Pengumuman deviden tunai akan dicatat dalam jurnal
dengan cara mendebet akun deviden tunai dan mengkredit akun utang deviden
tunai. Utang deviden tunai merupakan kewajiban lancar yang umumnya akan
segera dibayarkan dalam jangka waktu yang singkat. Pada akhirnya periode
akuntansi, ayat jurnal penutup akan dibuat untuk mentransfer saldo akun deviden
tunai ke laba tunai ke laba ditahan, yaitu dengan cara mendebet akun laba ditahan
dan mengkredit akun deviden tunai. Devidien sama halnya dengan prive, hanya
saja kalau deviden merupakan pembagian sebagian keuntungan perseroan kepada
pemegang saham, sedangkan prive merupakan penarikan uang tunai yang
dilakukan oleh pemilik perusahaan perorangan atau pengambilan gaji yang
dilakukan oleh anggota sekutu firma. Deviden dan prive sama-sama memiliki

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 24


saldo normal di sebelah debet, dan merupakan akun sementara yang saldonya
akan ditutup pada setiap akhir periode akuntansi. Seperti yang telah disebutkan di
bagian sebelumnya, laba ditahan akan berkurang pada saat deviden diumumkan
(bukan pada saat deviden dibayarkan). Ketika perusahaan yang memiliki saham
yang diperoleh kembali (treasury stock) mengumumkan deviden tunai, maka
deviden tidak akan dibayarkan atas saham yang diperoleh kembali tersebut.
Sebagai ilustrasi, asumsi bahwa pada tanggal 6 Desember 2009, dewan komisaris
PT. Makna Jaya Kusuma mengumumkan deviden tunai sebesar Rp. 72,- atas
100.000 lembar saham biasa yang beredar dengan nilai pari Rp. 1.440,- per
lembar.
Ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat pengumuman deviden tunai tersebut
adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
6-12- Deviden Tunai 7.200.000
2009 Utang Deviden Tunai 7.200.000
Selama kurun waktu antara tanggal pengumuman dan tanggal pencatatan,
perusahaan akan memperbaharui catatan kepemilikan sahamnya, dan jumlah
lembar saham yang beredar selama kurun waktu tersebut seharusnya tetap sama.
Di tanggal pencatatan, perusahaan mengindentifikasi siapa saja para investornya
yang akan menerima deviden berdasarkan kepemilikan atas jumlah lembar saham
yang beredar, bukan untuk menentukan jumlah kewajiban deviden. Pada tanggal
pencatatan ini, tidak ada ayat jurnal yang diperlukan, karena jumlah kewajiban
deviden yang telah diakui pada tanggal pengumuman tidaklah mengalami
perubahan. Selama kurun waktu antara tanggal pencatatan dan tanggal
pembayaran, saham biasanya akan dijual tanpa deviden.
Dalam contoh di atas (PT. Makna Jaya Kusuma), asumsi bahwa tanggal
pencatatan deviden adalah 23 Desember 2009.
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
23-12-09 Tidak ada ayat jurnal yg diperlukan

Pada akhir periode akuntansi (31 Desember 2009), ayat jurnal penutup yang
perlu dibuat untuk mentrasnfer saldo akun deviden tunai ke laba ditahan adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 25


31-12-09 Laba Ditahan 7.200.000
Deviden Tunai 7.200.000
Pada tanggal pembayaran (misalkan 20 Januari 2010), PT. Makna Jaya Kusuma
akan mencatatnya sebagai berikut :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
20-01-10 Utang Deviden Tunai 7.200.000
Kas 7.200.000
Perhatikanlah bahwa pembayaran deviden tunai akan mengurangin aktiva lancar
(kas) dan kewajiban lancar (utang deviden tunai). Pada saat deviden tunai
dibayarkan, pembayaran deviden ini tidak akan memengaruhi jumlah modal
pemegang saham. Akan tetapi, efek kumulatif dari pengumuman dan
pembayaran deviden tunai adalah mengurangi jumlah modal pemegang saham
dan total aktiva.
b. Deviden Saham
Distribusi sebagian keuntungan perusahaan dalam bentuk saham kepada para
pemegang saham dinamakan sebagai deviden saham. Seperti yang telah
disebutkan di atas, pada umumnya deviden saham dibagikan dalam bentuk
saham biasa dan diterbitkan kepada para pemegang saham biasa.
Efek dari deviden saham terhadap laporan keuangan investee (perusahaan yang
membagikan deviden) adalah mengurangi laba ditahan dan menambah modal
disetor. Akan tetapi, tidak seperti deviden tunai, deviden saham tidak akan
memengaruhi total aktiva, total kewajiban, maupun jumlah modal pemegang
saham. Total aktiva tidak terpengaruh oleh karena tidak ada pembayaran kas
(aktiva) dalam pembagian deviden saham. Demikian juga, jumlah modal
pemegang saham tidak terpengaruh oleh karena besarnya penurunan laba ditahan
sebanding dengan besarnya peningkatan modal disetor. Ingat kembali bahwa
modal disetor (modal saham dan tambahan modal disetor) serta laba ditahan
merupakan komponen dari jumlah modal pemegang saham. Jumlah yang
ditransfer dari laba ditahan ke modal disetor umumnya adalah nilai pasar wajar
dari saham yang diterbitkan dalam deviden saham.
Pengumuman deviden saham akan dicatat dalam jurnal dengan cara mendebet
akun deviden saham (sebesar nilai pasar wajar saat ini dari saham yang akan
dibagikan atau diterbitkan nantinya) dan mengkredit akun deviden saham yang
dapat dibagikan/stock dividends distributable (sebesar nilai pari dari saham yang

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 26


akan diterbitkan). Yang dimaksud dengan nilai pasar wajar saat ini adalah harga
pasar saham pada saat deviden saham diumumkan (bukan harga pasar pada saat
deviden saham dibagikan). Selisih atau kelebihan nilai pasar di atas nilai pari akan
dicatat dalam jurnal dengan cara mengkredit akun “ modal disetor dalam
kelebihan harga terbit di atas nilai pari (paid-in capital in excess of issue price
over par)” sebagai tambahan modal disetor.
9. Laporan Laba Ditahan
Seperti yang telah disebutkan di bagian sebelumnya, laba ditahan timbul sebagai
hasil dari kegiatan operasional perusahaan, yaitu laba bersih. Sebagian dari laba
bersih ini akan ditahan atau diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan.
Pada setiap akhir periode akuntansi, laba bersih yang dihasilkan selama periode
berjalan akan ditutup ke akun laba ditahan melalui ayat jurnal penutup, dimana
akun ikhtisar laba rugi akan didebet dan akun laba ditahan akan dikredit.
Pengumuman atas pembagian keuntungan (sebagai hasil dari kegiatan operasional
perusahaan selama periode berjalan) kepada pemegang saham dalam bentuk
deviden juga akan ditutup ke akun laba ditahan melalui ayat jurnal penutup,
dimana akun laba ditahan akan didebet dan akun deviden akan dikredit. Laba
bersih yang dihasilkan selama periode berjalan ini akan menambah jumlah laba
ditahan yang ada pada awal periode, sedangkan deviden yang diumumkan untuk
periode berjalan akan mengurangi atau memperkecil laba ditahan.
Ingat kembali bahwa laba ditahan memiliki saldo normal disebelah kredit,
sehingga pengurangan terhadap laba ditahan akan dicatat disebelah debet, dan
penambahan atas laba ditahan akan dicatat di sebelah kredit. Jika total laba
ditahan berakhir dengan saldo debet, maka berarti laba ditahan tersebut dikatakan
mengalami defisit. Laba ditahan termasuk sebagai salah satu komponen dari
jumlah modal pemegang saham (tepatnya setelah komponenmodal disetor),
dimana saldonya merupakan bagian dari tuntutan pemegang saham terhadap
aktiva perseroan. Defisit laba ditahan akan dilaporkan sebagai pengurang modal
pemegang saham.
Besarnya laba ditahan pada akhir periode sesungguhnya adalah akumulasi laba
bersih dari beberapa periode (termasuk periode berjalan) yang masih tersisa
setelah dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk deviden (baik deviden

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 27


tunai maupun deviden saham biasa). Besarnya laba ditahan pada akhir periode ini
dapat dihitung dengan cara menjumlahkan antara besarnya laba ditahan yang ada
pada awal periode dengan besarnya laba ditahan untuk periode berjalan. Laba
ditahan untuk periode berjalan sendiri dihitung dengan cara mengurangkan laba
bersih yang dihasilkan selama satu periode (periode berjalan) dengan dividen
yang diumumkan untuk periode berjalan. Rugi bersih (net loss) yang dihasilkan
selama periode berjalan akan menyebabkan laba ditahan untuk periode berjalan
menjadi defisit, yang pada akhirnya mengurangi besarnya laba ditahan awal
periode.
Dalam beberapa kasus, pencadangan atas laba ditahan mungkin dilakukan,
diantaranya adalah untuk membeli treasury stocks, melunasi utang jangka
panjang, melakukan perluasan pabrik, membuka kantor cabang baru, mengatasi
ketidakpastian, dan lain sebagainya. Selain dicatat dalam jurnal, peristiwa
pencadangan laba ditahan ini juga pada umumnya perlu diungkapkan dalam
catatan laporan keuangan. Jurnal akan dibuat dengan cara mendebet akun laba
ditahan yang tidak dicadangkan (unappropriated retained earnings) dan
mengkredit akun laba ditahan yang dicadangkan (appropriated retained
earnings). Sebagai ilustrasi, misalkan bahwa pada tanggal 29 Maret 2010 Direksi
menyetujui pembentukan apropriasi (cadangan) laba ditahan untuk ketidakpastian
sebesar Rp. 50.000.000,-. Ayat jurnal yang perlu dibuat untuk mencatat
pencadangan laba ditahan tersebut adalah :
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
29-03-10 Laba ditahan yang tidak dicadangkan 50.000.000
Laba ditahan yg dicadangkan untuk 50.000.000
ketidakpastian
Perhatikan bahwa besarnya laba ditahan yang tidak dicadangkan menjadi
berkurang (disebelah debet) dan dananya dialokasikan untuk membentuk laba
ditahan yang dicadangkan (disebelah kredit). Secara keseluruhan besarnya laba
ditahan sesungguhnya tidak mengalami perubahan, akan tetapi hanya “tukar
tempat” dari yang tidak dicadangkan menjadi dicadangkan.
Melalui ayat jurnal penutup, laba bersih yang dihasilkan selama periode berjalan
akan menambah jumlah laba ditahan yang tidak dicadangkan, sedangkan
pengumuman deviden akan mengurangi jumlah laba ditahan yang tidak
dicadangkan.

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 28


Nama Perkiraan Debet Kredit
Ikhtisar Laba Rugi Xxx
Laba ditahan yg tidak dicadangkan Xxx
(menutup saldo laba bersih)
Laba ditahan yang tidak dicadangkan xxx
Deviden tunai xxx
Deviden saham
(menutup akun deviden)
Ikhtisar Laba Rugi Xxx
Laba ditahan yg tidak dicadangkan Xxx
(menutup saldo laba bersih)
Laba ditahan yang tidak dicadangkan xxx
Deviden tunai Xxx
Deviden saham
(menutup akun deviden)

Berikut ini adalah contoh tampilan format dari laporan laba ditahan :
1). Tanpa Pencadangan Laba Ditahan

PT. Hijau Daun


Laporan Laba Ditahan
Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2010
Laba ditahan awal 150.000.000
Laba bersih 420.000.000
Deviden Tunai (161.500.000)
Deviden Saham ( 88.500.000)
Laba ditahan, akhir
320.000.000
2). Dengan Pencadangan Laba Ditahan

PT. Lingkar Prestasi


Laporan Laba Ditahan
Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2010
Laba Ditahan yang tidak dicadangkan :
Saldo Awal 600.000.000
Laba bersih 99.000.000
Deviden Tunai ( 34.000.000)
Deviden Saham ( 28.000.000)
Dicadangkan untuk Ketdkpastian (100.000.000)

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 29


Saldo Akhir 537.000.000
Laba Ditahan yang Dicadangkan :
Saldo Awal 0
Dicadangkan utk Ketidakpastian 100.000.000
Saldo Akhir 100.000.000
Total Laba Ditahan, Akhir 637.000.000
10.Pelaporan Modal Pemegang Saham
Secara keseluruhan bagian modal pemegang saham yang tampak dalam neraca
berisi komponen modal disetor (modal yg dikontribusikan), laba ditahan, dan
saham yang diperoleh kembali. Komponen modal disetor terdiri atas modal saham
dan tambahan modal disetor.
Modal saham (yang disajikan sebesar nilai pari) terdiri atas saham preferen,
saham biasa, dan dividen saham yang dapat dibagikan. Yang termasuk sebagai
tambahan modal disetor adalah kelebihan harga jual (terbit) saham preferen dan
saham biasa di atas nilai parinya, dan kelebihan harga jual treasury stocks di atas
harga perolehannya. Modal disetor dapat berkurang oleh karena adanya piutang
pesanan saham yang belum dilunasi oleh pembeli (pemesan).

PT. Biru Laut


Neraca (sebagian)

Modal Pemegang Saham


Modal Disetor
Modal Saham :
Saham Preferen (nilai pari Rp. 1.400,- Rp. 1.400.000,-
Per lembar, 3.500 lbr diotorisasi,
5.0 00lbr diterbitkan & beredar)
Saham biasa (nilai pari Rp. 600,- Rp. 4.200.000,-
Per lembar 8.000 lbr diotorisasi,
7.000 lbr diterbitkan & 5.200 beredar)
Pesanan Saham Biasa (1.000 lbr) Rp. 600.000,-
Deviden Saham yang dapat dibagikan Rp. 300.000,-
(500 lembar)

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 30


Total modal Saham Rp. 6.500.000,-
Tambahan Modal Disetor :
Kelebihan Harga Jual di atas Nilai Pari-
Saham Preferen Rp. 300.000,-
Kelebihan Harga Jual di atas Nilai Pari-
Saham Biasa Rp. 1.340.000,-
Modal Disetor dari Saham yang Diperoleh
Kembali Rp. 48.000,-
Total Tambahan Modal Disetor Rp. 1.688.000,-
Dikurangi Piutang Pesanan Saham Biasa (Rp. 800.000,-)
Total Modal Disetor Rp. 7.388.000,-
Laba Ditahan Rp. 40.000.000,-
Dikurangi Saham yang diperoleh kembali (1.800 lbr) (Rp. 1.512.000,-)
Total Modal Pemegang Saham Rp. 45.876.000,-

C. LATIHAN SOAL/TUGAS
Berikut ini adalah data mengenai besarnya modal dasar, modal disetor, dan laba
ditahan dari PT.Tetra Dalih Satria per 31 Desember 2009.
Modal Dasar :
 Saham Biasa, 300.000 lembar, nilai pari @ Rp. 5.000,- Rp. 1.500.000.000,-
 9% Saham Preferen, 40.000 lembar, nilai pari @ Rp. 7.500,-
Rp. 300.000.000,-
Rp. 1.800.000.000,-
Modal Disetor :
Saham biasa, 120.000 lembar diterbitkan dan beredar Rp. 600.000.000,-
Kelebihan harga jual di atas nilai pari - saham biasa Rp. 35.300.000,-
Total Modal Disetor Rp. 635.300.000,-
Laba ditahan yang tidak dicadangkan Rp. 430.000.000,-
Transaksi-transaksi yang telah terjadi selama tahun 2010 berkaitan dengan
ekuitas pemegang saham adalah :
15 Januari Dijual secara tunai 30.000 lembar saham preferen dengan
harga Rp. 240.000.000,-

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 31


2 Februari Dijual secara tunai 50.000 lembar saham biasa dengan
harga Rp. 265.000.000,-
3 April Dibeli sebuah peralatan dengan harga sebesar Rp.
58.000.000,- dari PD. Utama Jaya. Dalam transaksi ini
perusahaan menerbitkan selembar wesel bayar (tingkat suku
bunga 9% per tahun dan umur wesel adalah 60 hari) dengan
nilai nominal Rp. 16.000.000,- dan sisanya dibayar dengan
menerbitkan 8.400 lembar saham biasa.
20 April Menerima pesanan saham biasa dari Tn. Irwan sebanyak
30.000 lembar dengan harga Rp. 5.150,- per lembar dan
diterima pembayaran dimuka sebesar 1/3-nya.
23 Mei Membeli kembali saham biasa milik PT.Tetra Dalih Satria
sebanyak 13.600 lembar dengan harga Rp. 5.200,- per
lembar.
2 Juni Membayar utang wesel kepada PD.Utama Jaya.
18 Juni Menerima pembayaran dari Tn.Irwan atas saham biasa yang
dipesannya, yaitu sebesar Rp. 77.250.000,-
1 Juli Direksi PT.Tetra Dalih Satria mengumumkan pembagian
deviden tunai kepada para pemegang saham biasa sebesar
Rp. 700,- per lembar yang dicatat pada tanggal 03 Juli dan
baru akan dibayarkan pada tanggal 20 Juli nanti. Pada
tanggal 01 Juli juga dibentuk apropriasi laba ditahan untuk
pembayaran utang obligasi sebesar Rp. 50.000.000,-
20 Juli Dibayar deviden tunai kepada para pemegang saham biasa
sesuai dengan pengumuman pada tanggal 01 Juli.
18 Agt PT. Tetra Dalih Satria menerbitkan saham biasa sebanyak
45.000 lembar untuk ditukar dengan tanah dan bangunan
milik Tn.Karno nilai tanah adalah Rp. 100.000.000,-
sedangkan nilai bangunan ditaksir sebesar Rp.
150.000.000,-
20 Sept Dijual saham treasury sebanyak 4.200 lembar dengan harga
Rp. 22.470.000,-

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 32


10 Okt Menerima pelunasan pesanan saham biasa dan menerbitkan
sertifikat saham kepada Tn. Irwan.
Diminta : Buatlah ayat jurnal yang diperlukan dalam pembukuan PT. Tetra Dalih
Satria untuk mencatat seluruh transaksi ekuitas pemegang saham yang
terjadi sepanjang tahun 2010!

D. DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
2. Ilyas B.Wiryawan, Diaz.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra
Wacana Media.
3. Yusuf Al Haryono. 2014.Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta:
Penerbit STIE YKPN.
4. Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisiIFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit
PT.Raja Grafindo Perkasa.
5.Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana
Indonesia
6.Purwono Hery.2010. Dasar – dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta:
Penerbit Erlangga
7. Bina Fiscal Indonesia.2016. Brevet A dan B. Jakarta: Penerbit Tax Center
Unpam
8.Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan
ketiga atas undang- undang nomor 6 tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan
tata cara Perpajakan.

E.GLOSARIUM
1. Perseroan : sebuah badan hukum, yang dibedakan dan terpisah dari individu-
individu yang mendirikan dan menjalankan organisasi tersebut.
2. Aktiva : sumber daya dalam bentuk harta benda atau hak yang dikuasai oleh
perusahaan.
3. Kewajiban : sesuatu yang harus dilaksanakan, keharusan, sesuatu yang harus
dilaksanakan, atau juga tugas, dan hak tugas menurut hukum.

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 33


4. Modal : sesuatu yang sangat dibutuhkan di dalam sebuah peruasahaan, salah
satu yang utama di dalam perusahaan adalah ini.
5. Ikhtisar Laba Rugi : digunakan untuk menutup seluruh akun yang sifatnya
temporer seperti akun pendapatan dan akun beban.
6. Laba ditahan : sebuah akun tetap yang ada dalam neraca keuangan sebuah
perusahaan dengan judul modal pemegang saham.
7. Deviden Tunai : pembagian uang tunai secara pro rata kepada pemegang
saham.
8. Deviden Saham : pembagian laba dalam bentuk saham sesuai banyak saham
yang dimiliki oleh para pemegang saham.
9. Modal Dasar : modal dasar yang disetor oleh pemegang saham, akan tetapi
yang harus disetorkan oleh pemegang saham pada saat pendirian perseroan
terbatas adalah jumlah modal disetor seperti yang tertera dalam akte pendirian.
10. Saham : surat berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan atas suatu
perusahaan.
11. Saham biasa : surat berharga dalam bentuk piagam atau sertifikat yang
memberikan pemegangnya bukti atas hak-hak dan kewajiban menyangkut
andil kepemilikan dalam suatu perusahaan.
12. Saham Preferen : saham preferen yang membagikan dividen kepada
pemegangnya, pemilik saham ini setelah menerima deviden tetap mempunyai
hak untuk membagi keuntungan yang dinyatakan sebagai deviden kepada
pemegang saham biasa.

S1- Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang 34

Anda mungkin juga menyukai