Anda di halaman 1dari 2

Nama : Anggraini Marpaung

NIM : 217060
Prodi : S1
Semester : VII
Dosen : Suyatno,.SH,.MH
Mata Kuliah : Hukum Hubungan Industrial

RINGKASAN UNDANG-UNDANG 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA

Halaman 558 : Pasal 157 s/d Selesai

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh
diterima bekerja

c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.

Perubahan juga dilakukan pada UU Cipta Kerja Omnibus Law, dengan menghilangkan kalimat 'paling
banyak' pada pasal 156 ayat dua. Pasal ini mengatur besar pesangon atau uang penggantian hak
yang diterima pekerja.

"Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau
uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima," tertera pada
pasal 156 ayat (1) di Bab IV tentang ketenagakerjaan

Lebih lanjut, pasal 157 ayat (1) dijelaskan komponen upah pesangon meliputi upah pokok dan
tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya.Komponen upah yang digunakan
sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja terdiri atas:
a.upah pokok; dan
b. tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja/ buruh dan keluarganya," terdapat di halaman 558
terdapat pada Bab IV tentang ketenagakerjaan.

Namun, pada pasal 160 ayat (1) tercantum pengusaha tidak wajib membayar pesangon jika para
pekerja yang ditahan oleh pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.

Sebagai gantinya pengusaha wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja yang menjadi
tanggungannya.

"Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana,
pengusaha tidak wajib membayar upah, tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga
pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya," terdapat di halaman 559 terdapat pada Bab IV
tentang ketenagakerjaan," tulis pasal 160 ayat (1). 

Jika pengusaha ini melanggar ketentuan yang sudah ditetapkan maka pengusaha ini bisa dikenai
sanksi pidana dan denda hingga ratusan juta rupiah. 

"Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal
69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1),
atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 Juta dan paling banyak Rp400 Juta," terdapat
pada halaman 560 yang merupakan perubahan ketentuan pasal 185 yang terdapat pada Bab IV
tentang ketenagakerjaan,"

Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh
kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.
Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah
tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara
pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar
perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
 PKWT hanya untuk pekerjaan yang memenuhi syarat-syarat tertentu atau pekerjaan
tidak tetap.
 PKWT memberikan perlindungan untuk kelangsungan bekerja dan perlindungan hak
pekerja sampai pekerjaan selesai.
 PKWT berakhir: pekerja mendapat uang kompensasi.
2. Upah
 Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tetap diatur.
 Upah Minimum ditetapkan dengan memperhatikan kelayakan hidup pekerja/buruh
dengan mempertimbangkan aspek pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
3. Pesangon dan JKP
 Pemerintah memastikan bahwa pesangon betul-betul menjadi hak dan dapat diterima
oleh pekerja/ buruh.
 Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) adalah skema baru terkait dengan jaminan
ketenagakerjaan yang tidak mengurangi manfaat dari berbagai jaminan sosial lainnya
seperti jaminan kecelakaan kerja (JKK) jaminan kematian (JMK), jaminan hari tua
(JHT), dan jaminan pensiun.
 JPK tidak menambah beban bagi pekerja/ buruh.
4. Tenaga Kerja Asing
 Tenaga Kerja Asing (TKA) dapat dipekerjakan hanya dalam hubungan kerja untuk
jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan
yang diduduki.
 Setiap pemberian kerja wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
(RPTKA).
 Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan TKA..

Anda mungkin juga menyukai