Anda di halaman 1dari 9

KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PERTANAHAN

(KHUSUSNYA MENGENAI KONVERSI TANAH PERTANIAN)

ANDI FIRANTI
AYU ADHIA SALSABILA
FAHMI AMIN
FIDELL MUHAMMAD
IDFI DWI CAHYANI
M. IQBAL IRSYADI
ROMMY SUHARTO
Indonesia sebagai negara agraris, tentu mayarakatnya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sangat bergantung pada
pemanfaatan tanah dalam kesehariannya. Kebutuhan dan
keadaan masyarakat Indonesia terus berkembang Sedangkan
pada sisi lain luas tanah dan kekayaan alam yang
dikandungnya relatif tetap dan terbatas Oleh sebab itu perlu
adanya aturan hukum yang mengatur masalah pertanahan,
terutama dalam hal kebijakan mengenai penatagunaan tanah
pertanian, yang mana aturan hukum tersebut bertujuan
untuk melindungi kepentingan seluruh masyarakat dan
terjaminnya kepastian hukum di bidang pertanahan.
Alasan utama pengendalian konversi lahan pertanian

• Sudut pandang finansial


• Sudut pandang pelestarian lingkungan
• Sudut pandang struktur sosial budaya
masyarakat
Peran pemerintah dalam kebijakan konversi lahan pertanian di
Indonesia

Di Indonesia hal mengenai konversi tanah


diakomodir dengan adanya Undang-Undang RI
Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
pemerintah telah menetapkan beberapa ketentuan di dalam kebijakan untuk
membatasi dan/atau mencegah konversi tanah pertanian yang subur menjadi
penggunaan nonpertanian seperti:
• 1. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri dan
Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah bagi
Pembangunan Kawasan Industri telah melarang pembangunan kawasan
industri serta pencadangan atau pemberian ijin lokasi dan pembebasan
tanahnya pada areal tanah pertanian subur.
• 2. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua
Bappenas Nomor 5334/MK/9/1994 tanggal 29 September 1994 tentang
Perubahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk Penggunaan
Tanah Non Pertanian.
• 3. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua
Bappenas kepada Menteri Dalam Negeri Nomor 5335/MK/9/1994 tanggal
29 September 1994 tentang Penyusunan RTRW Dati II.
Syarat- syarat pengalihfungsian lahan pertanian menjadi
lahan non pertanian

Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2009


diatur bahwa lahan yang sudah ditetapkan sebagai
lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi
dan dilarang dialihfungsikan. Lahan pertanian
yang dilindungi hanya dapat dialihfungsikan untuk
kepentingan umum, yang pelaksanaannya diatur
dengan peraturan perundang-undangan.
Pengalihfungsian lahan yang sudah ditetapkan
dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut :
• a. dilakukan kajian kelayakan strategis
• b. disusun rencana alih fungsi lahan
• c. dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik,
dan
• d. disediakan lahan pengganti dari lahan yang
dialihfungsikan.
Dampak positif dan negatif
dari konversi lahan pertanian
Dampak negatif tersebut antara lain:
• Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya
produksi padi, yang mengganggu tercapainya
swasembada pangan.
• Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan
sarana pengairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya
• Berkurangnya ekosistem sawah terutama di jalur pantai
utara Pulau Jawa yang konon terbaik dan telah terbentuk
puluhan tahun, sedangkan pencetakan sawah baru yang
sangat besar biayanya di luar Pulau Jawa seperti di
Kalimantan Tengah, tidak memuaskan hasilnya.
Dampak Positif :
• Tersedianya lahan untuk bermukim masyarakat,
• 2. Tersedianya perumahan yang masih
berudara relatif sejuk,
• 3.   Pemerataan kepadatan penduduk,
• 4.   Mengembangkan potensi suatu daerah yang
sebelumnya minim berpenduduk.

Anda mungkin juga menyukai