Anda di halaman 1dari 31

BAB V

ANALISIS MEKANISME KEBIJAKAN PENCEGAHAN


DAN
PENGENDALAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN (LP2B)

5.1 Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan LP2B


Mekanisme kebijakan yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah khususnya
untuk wilayah Kabupaten Cianjur dalam rangka perlindungan dan pengendalian
lahan pertanian secara menyeluruh dapat ditempuh melalui 2 (dua) strategi,
yaitu :
a) Pencegahan atau memperkecil Peluang Terjadinya Konversi (Alih Fungsi)
Lahan. Dalam rangka memperkecil peluang terjadinya konversi lahan sawah
dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi
penawaran dapat berupa insentif kepada pemilik sawah yang berpotensi
untuk dirubah. Dari sisi permintaan pengendalian sawah dapat ditempuh
melalui:
1) Mengembangkan pajak tanah yang progresif;
2) Meningkatkan efisiensi kebutuhan lahan untuk non pertanian sehingga
tidak ada tanah yang terlantar.
3) Mengembangkan prinsip hemat lahan untuk industri, perumahan dan
perdagangan misalnya pembangunan rumah susun.
b) Mengendalikan Kegiatan Konversi Lahan (Alih Fungsi) Lahan
1) Membatasi konversi lahan sawah yang memiliki produktivitas tinggi,
menyerap tenaga kerja pertanian tinggi, dan mempunyai fungsi
lingkungan tinggi.
2) Mengarahkan kegiatan konversi lahan pertanian untuk pembangunan
kawasan industri, perdagangan, dan perumahan pada kawasan yang
kurang produktif.
3) Membatasi luas lahan yang dikonversi mengacu pada kemampuan
pengadaan pangan mandiri.
4) Menetapkan Kawasan Pangan Abadi yang tidak boleh dikonversi,
dengan pemberian insentif bagi pemilik lahan dan pemerintah daerah
setempat.

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 36


5.2 Instrumen Pengendalian Konservasi Lahan LP2B
Instrumen yang dapat digunakan untuk pencegahan dan pengendalian Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah melalui instrumen yuridis dan
non yuridis.
5.2.1 Instrumen Yuridis
Instrument yuridis berupa peraturan perundang-undangan yang
mengikat dengan ketentuan sanksi yang memadai. Usaha Pemerintah
dalam ini dimaksudkan untuk menerapkan peraturan perudang-
undangan sebagai suatu landasan hukum bagi pelaksanaan kegiatan
pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Peraturan
perudang-undangan mengenai alih fungsi lahan di tinjau mulai dari
peraturan perudang-undangan yang umum sampai pada peraturan
pelaksanaanya.
Beberapa peraturan perundangan menjadi landasan dalam usaha
pengendalian alih fungsi lahan diantaranya :

1) Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang


Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan
ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

2) Undang-Undang No 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan


Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)
Pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan
secara terkoordinasi. Pengendalian Lahan Pertanian Pangan

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 37


Berkelanjutan dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
melalui pemberian:
a. insentif;
b. disinsentif;
c. mekanisme perizinan;
d. proteksi; dan
e. penyuluhan.

3) PP Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah


Nasional.
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi
kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola
ruang. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang
meliputi:
a. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung;
b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya;
c. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis
nasional.
Kebijakan pengembangan kawasan budi daya meliputi
perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan
antarkegiatan budi daya; dan pengendalian perkembangan
kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya
tampung lingkungan.

4) PP Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan Dan Alih Fungsi


Lahan
Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah proses
menetapkan lahan menjadi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan melalui tata cara yang diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Alih
Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah perubahan
fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi bukan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik secara tetap maupun
sementara.

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 38


5) PP Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Insentif Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya memberikan
Insentif perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
kepada Petani.Pemberian Insentif perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan bertujuan untuk:
a) mendorong perwujudan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang telah ditetapkan;
b) meningkatkan upaya pengendalian alih fungsi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan;
c) meningkatkan pemberdayaan, pendapatan, dan kesejahteraan
bagi Petani;
d) memberikan kepastian hak atas tanah bagi Petani; dan
e) meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam
rangka pemanfaatan, pengembangan, dan perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan sesuai dengan tata ruang.

6) PP Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Sistem Informasi


Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Sistem informasi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan
perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan secara
terpadu dan berkelanjutan; danmenghasilkan data dan informasi
yang akurat, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan yang
digunakan sebagai dasar perencanaan, penetapan, pemanfaatan,
dan pengendalian kawasan serta lahan dan Lahan Cadangan
Pertanian Pangan Berkelanjutanyang dapat diakses oleh
Masyarakat dan Pemangku Kepentingan.

7) PP Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Pembiayaan Perlindungan


Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pembiayaan penyelenggaraan alih fungsi pada Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan merupakan tanggung jawab Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 39


selaku pihak yang melakukan alih fungsi. Jaminan Pembiayaan
penyelengaraan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
dibuktikan dengan pencantumannya berupa rencana kegiatan dan
pendanaan kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota
serta Rencana Kerja Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan/atau
Pemerintah Kabupaten/Kota, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang.

8) Permentan No 41 Tahun Tentang 2009 Kriteria Teknis Kawasan


Peruntukan Pertanian
Ciri-ciri Kawasan Peruntukan Pertanian Tanaman Pangan, sebagal
berikut:
a. Lokasi mengacu pada RTRW provinsi dan kabupaten/kota, dan
mengacu pada kesesuaian lahan baik pada lahan basah
maupun lahan kering.
b. Pengembangan komoditas tanaman pangan pada lahan
gambut mengacu pada kelas kesesuaian lahan gambut yang
telah berlaku.
c. Dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, swasta dan atau masyarakat sesuai dengan biofisik
dan sosial ekonomi dan Iingkungan.
d. Berbasis komoditas tanaman pangan nasional dan daerah
dan, atau komoditas lokal yang mengacu pada kesesuaian
lahan
e. Dapat diintegrasikan dengan komoditas budidaya Iainnya
f. Kawasan pertanian pangan pada lahan basah yang telah
diusahakan secara terus menenus tanpa melakukan alih
komoditas yang mencakup satu atau Iebih dan 7 (tujuh)
g. komoditas utama tanaman pangan (padi, jagung, kedelai,
kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubijalar).
h. Kawasan pertanian pangan pada lahan kering yang telah
diusahakan secara terus menerus di musim hujan tanpa
melakukan alih komoditas yang mencakup satu atau Iebih dan
7 (tujuh) komoditas utama tanaman pangan (padi, jagung,
kedelal, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan Ubi jalar),

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 40


dan tanaman pangan altennatif sesuai potensi daerah masing-
masing.

9) Permentan 07 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Kriteria


dan persyaratan kawasan, lahan, lahan cadangan P2B
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
maka kriteria lahan yang ditetapkan sebagai Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan adalah sebagai berikut:
a. Berada pada kesatuan hamparan lahan yang mendukung
produktivitas dan efisiensi produksi;
b. Memiliki potensi sesuai, sangat sesuai atau agak sesuai untuk
peruntukan pangan;
c. Didukung infrastruktur dasar; dan
d. Telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan.

10) Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat No.22 Tahun 2010


Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat
Tahun 2009 – 2029.
Kebijakan pengembangan pola ruang diantaranya adalah
pengembangan kawasan budidaya. Kebijakan pengembangan
kawasan budidaya meliputi:
a. mempertahankan lahan sawah berkelanjutan serta
meningkatkan produktivitas pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan dan perikanan guna menjaga
ketahanan pangan Daerah dan nasional;
b. mendorong pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau kecil
dengan pendekatan keterpaduan ekosistem, sumberdaya dan
kegiatan pembangunan berkelanjutan;
c. mengoptimalkan potensi lahan budidaya dan sumberdaya
alam guna mendorong pertumbuhan sosial ekonomi di
wilayah yang belum berkembang karena keterbatasan
dayadukung dan dayatampung lingkungan;
d. mengutamakan pembangunan hunian vertikal pada kawasan
permukiman perkotaan guna optimalisasi dan efisiensi ruang

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 41


budidaya yang semakin terbatas, terutama pada kawasan
yang perlu dikendalikan; dan
e. mengamankan kepentingan pertahanan dan keamanan
negara sesuai dengan rencana tata ruang pertahanan dan
keamanan.

11) Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat No.27 Tahun 2010


Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan
dengan penetapan :
a. kawasan pertanian pangan berkelanjutan; dengan kriteria,
meliputi :
 memiliki potensi menghasilkan pangan pokok dan tingkat
produksi kawasan, dengan ketentuan paling sedikit dapat
memenuhi kebutuhan pangan pokok masyarakat di
Daerah; dan
 memiliki hamparan lahan dengan luasan tertentu untuk
ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan
dan/atau lahan cadangan pangan.
b. lahan pertanian pangan berkelanjutan; dengan kriteria :
 memiliki kesesuaian dan potensi teknis lahan dengan
peruntukan pertanian pangan;
 ketersediaan infrastruktur dasar; dimanfaatkan sebagai
lahan pertanian pangan; dan/atau luasan kesatuan
hamparan dalam satu bidang lahan pertanian pangan
berkelanjutan.
c. lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan, dengan
kriteria, meliputi :
 memiliki kesesuaian dan potensi teknis lahan dengan
peruntukan pertanian pangan;
 ketersediaan infrastruktur dasar; dan
 luasan kesatuan hamparan dalam satu bidang lahan
pertanian panga berkelanjutan.

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 42


12) Peraturan Daerah Kab. Cianjur No.09 Tahun 2011 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Cianjur
Tahun 2005 – 2025.
13) Peraturan Daerah Kab. Cianjur No.17 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur Tahun 2011 –
2031.
Peningkatan fungsi kawasan untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan negara meliputi :
 menetapkan kawasan yang mempunyai fungsi pertahanan dan
keamanan negara yang terletak di daerah;
 mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di dalam
dan di sekitar kawasan untuk menjaga fungsi pertahanan dan
keamanan negara;
 mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi
daya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan
keamanan negara sebagai zona penyangga yang memisahkan
kawasan pertahanan dan kemanan negara dengan kawasan
budi daya terbangun;
 membantu memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan
dan keamanan Negara.

5.2.2 Instrumen Non Yuridis


Dalam Pasal 37 UU No. 41 Tahun 2009, Pengendalian Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (LP2B) dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah melalui pemberian: Insentif dan Disinsentif; Mekanisme RTRW,
Mekanisme Perizinan; Sanksi Pelanggaran, Proteksi; Penyuluhan, dan
Penggantian Lahan.
5.2.2.1 Mekanisme Insentif dan Disinsentif
Dalam Pasal 40 UU No. 41 Tahun 2009 dan PP No.12 Tahun
2012, Pemberian insentif diberikan dengan
mempertimbangkan:
a) Jenis/Tipologi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
meliputi :
1) Lahan beririgasi;
2) Lahan rawa pasang surut dan/atau lebak; dan/atau

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 43


3) Lahan tidak beririgasi.
b) Kesuburan tanah, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
dengan tingkat kesuburan rendah diberikan jenis Insentif
lebih banyak dibandingkan dengan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan dengan tingkat kesuburan tinggi.
c) Luas tanam; Paling sedikit 25 (dua puluh lima) hektar
dalam satu hamparan.
d) Irigasi;
Insentif diprioritaskan pada daerah irigasi yang:
1) memerlukan rehabilitasi jaringan irigasi; dan
2) operasi dan pemeliharaannya memiliki kategori baik.
Insentif yang diberikan oleh Pemerintah Pusat pada
daerah irigasi :
1) daerah irigasi dengan luasan paling banyak 3.000 (tiga
ribu) hektar yang berada di lintas provinsi; dan
2) daerah irigasi dengan luasan paling sedikit 3.000 (tiga
ribu) hektar.
Insentif yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi pada
daerah irigasi :
1) daerah irigasi dengan luasan paling banyak 1.000
(seribu) hektar yang berada di lintas kabupaten/kota
dalam satu provinsi; dan
2) daerah irigasi dengan luasan 1.000 (seribu) hektar
sampai dengan luasan 3.000 (tiga ribu) hektar.
Insentif yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
pada daerah irigasi dengan luasan paling banyak 1.000
(seribu) hektar dan berada dalam satu kabupaten/kota.
e) Tingkat fragmentasi lahan;
Insentif diprioritaskan diberikan pada Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang tidak mengalami fragmentasi
pada satu hamparan.
f) Produktivitas usaha tani;
1) Insentif diprioritaskan diberikan oleh Pemerintah pada
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang tingkat

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 44


produktivitasnya di bawah produktivitas rata-rata
nasional.
2) Insentif diprioritaskan diberikan oleh Pemerintah
Provinsi pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
yang tingkat produktivitasnya di bawah produktivitas
rata-rata provinsi.
3) Insentif diprioritaskan diberikan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota pada Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang tingkat produktivitasnya di bawah
produktivitas rata-rata kabupaten/kota.
g) Lokasi
1) Insentif diprioritaskan diberikan pada Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang berbatasan langsung
dengan jaringan jalan nasional, provinsi, dan/atau
kabupaten/kota dalam kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan.
2) Untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di
kawasan perkotaan yang terletak kurang dari 100
(seratus) meter dari badan jalan diberikan Insentif yang
lebih banyak daripada Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang terletak lebih dari 100 (seratus)
meter dari badan jalan.
h) Kolektivitas usaha pertanian; dan/atau
1) Insentif diberikan kepada Petani yang memiliki tingkat
kolektivitas usaha tani yang tinggi pada daerah irigasi
dan rawa pasang surut dan/atau lebak; dan
2) Petani yang memiliki kolektivitas usaha tani pada
daerah tidak beririgasi.
i) praktik usaha tani ramah lingkungan
Diprioritaskan pada Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang menerapkan pemanfaatan teknologi
ramah lingkungan yang meliputi:
1) Penerapan budidaya pertanian pangan organik
dan/atau hemat air;
2) Penerapan kaidah konservasi tanah dan air;

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 45


3) Penggunaan rekomendasi teknologi pertanian sesuai
anjuran; dan/atau
4) Penggunaan pupuk dan pestisida anorganik paling
rendah.
Pasal 41 UU No. 41 Tahun 2009 Selain insentif sebagaimana
dimaksud di atas, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
dan/atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat
memberikan insentif lainnya sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
Pasal 42 UU No. 41 Tahun 2009 Disinsentif dapt diberikan
berupa pencabutan insentif dikenakan kepada petani yang
tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam PP No.12 Tahun 2012 Pasal 5 Pemerintah memberikan
Insentif perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
kepada Petani dengan jenis berupa:
1) Pengembangan infrastruktur pertanian;
2) Pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan
varietas unggul;
3) Kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi;
4) Penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian;
5) Jaminan penerbitan sertipikat hak atas tanah pada Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan/atau
6) Penghargaan bagi Petani berprestasi tinggi.
Dalam PP No.12 Tahun 2012 Pasal 6 Pemerintah Provinsi
memberikan Insentif perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan kepada Petani dengan jenis berupa:
1) Pengembangan infrastruktur pertanian;
2) Pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan
varietas unggul;
3) Kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi;
4) Penyediaan sarana produksi pertanian;
5) Bantuan dana penerbitan sertipikat hak atas tanah pada
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan/atau
6) Penghargaan bagi Petani berprestasi tinggi.

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 46


Dalam PP No.12 Tahun 2012 Pasal 7 Pemerintah
Kabupaten/Kota memberikan Insentif perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan kepada Petani dengan jenis
berupa:
1) Bantuan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
2) Pengembangan infrastruktur pertanian;
3) Pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan
varietas unggul;
4) Kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi;
5) Penyediaan sarana produksi pertanian;
6) Bantuan dana penerbitan sertipikat hak atas tanah pada
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan/atau
7) Penghargaan bagi Petani berprestasi tinggi

Implementasi Pemberian Insentif


1) Pengembangan infrastruktur pertanian sebagai insentif
dari pemerintah meliputi:
a) Pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi;
b) Pembangunan , pengembangan, dan/atau rehabilitasi
jalan usaha tani;
c) Perluasan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;perbaikan kesuburan tanah; dan/atau
d) Konservasi tanah dan air.
2) Pengembangan infrastruktur pertanian sebagai insentif
dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
meliputi:
a) Pembangunan dan/atau peningkatan infrastruktur
pertanian;
b) Pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi
tersier;
c) Pembangunan , pengembangan, dan/atau rehabilitasi
jalan usaha tani;
d) Perbaikan kesuburan tanah; dan/atau
e) Konservasi tanah dan air.

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 47


3) Pembiayaan Penelitian dan Pengembangan Benih dan
Varietas Unggul meliputi:
a) Penyediaan demonstrasi pilot pengujian benih dan
varietas unggul, hibrida, dan lokal; dan
b) Pembinaan dan pengawasan penangkar benih.
4) Kemudahan dalam Mengakses Informasi dan Teknologi
meliputi penyediaan serta distribusi informasi dan
teknologi yang diselenggarakan melalui kelembagaan
penyuluhan pertanian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5) Penyediaan Sarana Produksi Pertanian yang diberikan
oleh Pemerintah Pusat meliputi : penyediaan benih
dan/atau bibit, alat dan mesin pertanian, pupuk organik
dan anorganik, pestisida, pembenah tanah, zat pengatur
tumbuh, dan fasilitas produksi. Fasilitas produksi
pertanian yang dimaksud paling sedikit meliputi:
a) Penggilingan padi dan lantai jemur;
b) Gudang
Sarana dan prasarana produksi pertanian yang dimaksud
diberikan kepada Petani sesuai dengan kebutuhan dan
rekomendasi dari tim penilai yang dibentuk oleh Menteri
yang diatur dengan Peraturan Menteri.
6) Penyediaan Sarana Produksi Pertanian yang diberikan
oleh Pemerintah Provinsi meliputi: penyediaan benih
dan/atau bibit, alat dan mesin pertanian, pupuk organik
dan anorganik, pestisida, pembenah tanah, dan zat
pengatur tumbuh. Sarana dan prasarana produksi
pertanian yang dimaksud diberikan kepada Petani sesuai
dengan kebutuhan dan rekomendasi dari tim penilai yang
dibentuk oleh Gubernur yang diatur dengan Peraturan
Gubernur.
7) Penyediaan Sarana Produksi Pertanian yang diberikan
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota meliputi: penyediaan
benih dan/atau bibit, alat dan mesin pertanian, pupuk
organik dan anorganik, serta pestisida. Sarana dan

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 48


prasarana produksi pertanian yang dimaksud diberikan
kepada Petani sesuai dengan kebutuhan dan rekomendasi
dari tim penilai yang dibentuk oleh bupati/walikota yang
diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.
8) Penerbitan Sertipikat Hak atas Tanah pada Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan diwujudkan melalui
Program sertipikasi tanah pada Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan. Dilakukan dengan cara pendaftaran tanah
secara sporadic dan sistematik yang diselenggarakan oleh
instansi yang membidangi urusan pertanahan. Instansi
yang membidangi urusan pertanahan berkoordinasi
dengan Menteri dan satuan kerja perangkat daerah yang
membidangi urusan pertanian pada Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
9) Bantuan dana penerbitan sertipikat hak atas tanah pada
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan disediakan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota. Program dan penganggaran bantuan
dana penerbitan sertipikat dikoordinasikan dengan
instansi yang membidangi urusan pertanahan.
10) Penghargaan Bagi Petani Berprestasi Tinggi diberikan
dalam bentuk:
a) pelatihan;
b) piagam; dan/atau
c) bentuk lainnya yang bersifat stimulan.
Penghargaan bagi Petani berprestasi tinggi diberikan oleh
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota berdasarkan penilaian tim yang masing-
masing dibentuk oleh Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota. Yang diatur dengan Peraturan Menteri,
Peraturan Gubernur,dan Peraturan Bupati/Walikota.
11) Bantuan Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan diberikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan. Pemerintah Kabupaten/Kota dapat

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 49


menyediakan dana untuk memfasilitasi keringanan pajak
bumi dan bangunan pada Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan milik Petani melalui Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah kabupaten/kota yang diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tata Cara Pemberian Insentif


Tata cara pemberian Insentif oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
meliputi:
1) Perencanaan ;
Perencanaan pemberian Insentif mengikuti mekanisme
perencanaan pembangunan nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota. Perencanaan pemberian Insentif dimuat
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
dan Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional dan Daerah, serta Rencana Kerja Pemerintah dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
2) Pengusulan
Pengusulan untuk memperoleh Insentif dari Pemerintah
Pusat dilakukan dengan tahapan :
1) Pemerintah Kabupaten/Kota mengusulkan luas lahan
dan daftar nama Petani yang diberikan Insentif kepada
Pemerintah Provinsi;
2) Pemerintah Provinsi mengkoordinasikan dan
memverifikasi usulan Pemerintah Kabupaten/Kota.
3) Hasil verifikasi disampaikan oleh Pemerintah Provinsi
kepada Pemerintah melalui Menteri;
4) Menteri melakukan evaluasi terhadap usulan
Pemerintah Provinsi dan mengkoordinasikannya
dengan pimpinan kementerian/lembaga yang terkait;
5) Hasil evaluasi disampaikan kepada menteri yang
membidangi urusan perencanaan pembangunan

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 50


nasional dan menteri yang membidangi urusan
keuangan serta dilaporkan kepada Presiden.
Pengusulan untuk memperoleh Insentif dari Pemerintah
Provinsi dilakukan dengan tahapan :
1) Pemerintah Kabupaten/Kota mengusulkan luas lahan
dan daftar nama Petani yang diberikan Insentif kepada
Pemerintah Provinsi;
2) Pemerintah Provinsi melalui Kepala Dinas
mengkoordinasikan dan memverifikasi usulan
Pemerintah Kabupaten/Kota
3) Hasil verifikasi disampaikan oleh Kepala Dinas kepada
gubernur melalui satuan kerja perangkat daerah yang
membidangi urusan perencanaan pembangunan
daerah provinsi;
4) Gubernur melakukan evaluasi terhadap usulan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pengusulan untuk memperoleh Insentif dari Pemerintah
Kabupaten/Kota dilakukan dengan tahapan:
1) Kepala Dinas mengusulkan lokasi, luas lahan, dan
daftar nama Petani yang diberikan Insentif kepada
bupati/walikota;
2) Kepala satuan kerja perangkat daerah yang terkait
mengusulkan jenis Insentif yang dibutuhkan Petani
kepada bupati/walikota melalui satuan kerja perangkat
daerah yang membidangi urusan perencanaan
pembangunan daerah kabupaten/kota;
3) Jenis Insentif diverifikasi dan dikoordinasikan oleh
satuan kerja perangkat daerah yang membidangi
urusan perencanaan pembangunan daerah
kabupaten/kota;
4) Hasil verifikasi disampaikan oleh satuan kerja
perangkat daerah yang membidangi urusan
perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota
kepada bupati/walikota;

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 51


5) Bupati/walikota melakukan evaluasi terhadap usulan
Kepala Dinas dan kepala satuan kerja perangkat
daerah yang terkait.
3) Penetapan
Penetapan untuk memperoleh Insentif dari Pemerintah
Pusat dilakukan dengan tahapan :
1) Penetapan Insentif dimuat dalam Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga terkait.
2) Menteri menyusun norma, standar, prosedur, dan
kriteria pemberian Insentif.
3) Menteri mengkoordinasikan pelaksanaan pemberian
Insentif kepada Petani yang dilakukan oleh
kementerian atau lembaga pemerintah non
kementerian terkait.
Penetapan untuk memperoleh Insentif dari Pemerintah
Provinsi dilakukan dengan tahapan :
1) Penetapan Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah
provinsi.
2) Gubernur menyusun norma, standar, prosedur, dan
kriteria pemberian Insentif.
3) Gubernur mengkoordinasikan pelaksanaan pemberian
Insentif kepada Petani dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Penetapan untuk memperoleh Insentif dari Pemerintah
Kabupaten/Kota dilakukan dengan tahapan :
1) Penetapan Insentif dimuat dalam Rencana Kerja
Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
2) Bupati/walikota menyusun norma, standar, prosedur,
dan kriteria pemberian Insentif.
Kewajiban Petani Penerima Insentif
Petani penerima Insentif wajib:
1) Memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya;
2) Menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah;
3) Mencegah kerusakan lahan; dan

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 52


4) Memelihara kelestarian lingkungan.
Kewajiban Petani sebagaimana tersebut diatas dilakukan
dengan cara :
1) Mengusahakan lahannya setiap tahun dengan komoditas
yang sesuai dengan pola tanam sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan; dan
2) Melaksanakan optimasi lahan pertanian pangan secara
lestari dan berkelanjutan atas dasar rekomendasi teknologi
spesifik lokalita dan/atau kearifan lokal.
Jika pada Lahan Pertanian Pangan Bekelanjutan terdapat
jaringan irigasi dan jalan usaha tani. Petani penerima Insentif
wajib memelihara dan mencegah kerusakan jaringan irigasi
dan jalan usaha tani. Hal ini dilakukan dengan melibatkan
peran masyarakat dalam operasi dan pemeliharaan jaringan
irigasi dan jalan usaha tani serta melaporkannya kepada para
pemangku kepentingan jika terjadi kerusakan.
Pencabutan Insentif
Pencabutan Insentif dilakukan Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal:
1) Petani tidak memenuhi kewajiban perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan;
2) Petani tidak mentaati norma, standar, prosedur, dan
kriteria pemberian Insentif; dan/atau
3) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan telah
dialihfungsikan.
Pengenaan pencabutan Insentif dilakukan melalui tahap:
1) Pemberian peringatan pendahuluan;
2) Pengurangan pemberian Insentif; dan
3) Pencabutan Insentif.
Pengendalian dan pengawasan pencabutan Insentif kepada
Petani, dilakukan melalui :
1) Pengendalian dan pengawasan pada tingkat Pemerintah
Pusat dilakukan melalui pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemantauan, evaluasi, dan

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 53


pelaporan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
2) Pengendalian dan pengawasan pada tingkat Pemerintah
Provinsi dilakukan melalui pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
dilaksanakan oleh tim yang masing-masing dibentuk oleh
gubernur, dan bupati/walikota.
3) Pengendalian dan Pengawasan pada tingkat Pemerintah
Kabupaten/Kota dilakukan melalui pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan dilaksanakan oleh tim yang
dibentuk oleh bupati/walikota.
Bagi Petani yang dikenakan pencabutan Insentif wajib
mendapatkan pembinaan dari Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pembinaan pasca
pengenaan pencabutan Insentif dilakukan guna meningkatkan
kinerja dan memberi motivasi bagi Petani.

5.2.2.2 Mekanisme RTRW


Dalam pasal 15 ayat 3 PERDA JABAR No.22 Tahun 2010
tentang RTRW Propinsi Jawa Barat, bahwa Pengembangan
Pola Ruang di tempuh melalui kebijakan pengembangan
kawasan budidaya sebagaimana meliputi :
 mempertahankan lahan sawah berkelanjutan serta
meningkatkan produktivitas pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan dan perikanan guna menjaga
ketahanan pangan Daerah dan nasional;
 mendorong pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau
kecil dengan pendekatan keterpaduan ekosistem,
sumberdaya dan kegiatan pembangunan berkelanjutan;
 mengoptimalkan potensi lahan budidaya dan sumberdaya
alam guna mendorong pertumbuhan sosial ekonomi di
wilayah yang belum berkembang karena keterbatasan
dayadukung dan dayatampung lingkungan;

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 54


 mengutamakan pembangunan hunian vertikal pada
kawasan permukiman perkotaan guna optimalisasi dan
efisiensi ruang budidaya yang semakin terbatas, terutama
pada kawasan yang perlu dikendalikan; dan
 mengamankan kepentingan pertahanan dan keamanan
negara sesuai dengan rencana tata ruang pertahanan dan
keamanan.
Dalam PERDA CIANJUR No. 17 Tahun 2012 tentang RTRW
Kabupaten Cianjur bahwa Rencana pola ruang wilayah terdiri
atas kawasan lindung dan kawasan budi daya (pasal 25).
Dalam pasal 33 PERDA CIANJUR No. 17 Tahun 2012 Kawasan
budi daya sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 ayat (1) huruf
b, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman;
i. kawasan peruntukan lainnya.
Dalam pasal 36 ayat 1 PERDA CIANJUR No. 17 Tahun 2012
Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada
Pasal 33 huruf c, seluas kurang lebih 98.637 (sembilan puluh
delapan ribu enam ratus tiga puluh tujuh) hektar terdiri atas :
 kawasan peruntukan tanaman pangan;
 kawasan peruntukan hortikultura;
 kawasan peruntukan perkebunan;
 kawasan peruntukan peternakan.
Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana
dimaksud pada pasal 36 ayat (1) huruf a, seluas kurang lebih
21.502 (dua puluh satu ribu lima ratus dua) hektar tersebar di
setiap kecamatan.

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 55


Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, yang akan ditetapkan sebagai
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) akan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Kawasan peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, seluas kurang lebih 42.936 (empat
puluh dua ribu sembilan ratus tiga puluh enam) hektar
tersebar di semua wilayah kecamatan.

5.2.2.3 Mekanisme Perizinan


Dalam Pasal 50 ayat 1 UU No.41 Tahun 2009 ; Segala bentuk
perizinan yang mengakibatkan alih fungsi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk
kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
ayat (2) UU No.41 Tahun 2009. Yaitu “Dalam hal untuk
kepentingan umum, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihfungsikan,
dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.
Setiap orang yang melakukan alih fungsi tanah Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 50 UU No.41 Tahun
2009, wajib mengembalikan keadaan tanah Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan ke keadaan semula.
Setiap orang yang memiliki Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dapat mengalihkan kepemilikan lahannya
kepada pihak lain dengan tidak mengubah fungsi lahan
tersebut sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

5.2.2.4 Mekanisme Proteksi


Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B) dilindungi dan dilarang dialihfungsikan
(Pasal 44 UU No.41 Tahun 2009). Alih fungsi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (LP2B) hanya dapat dilakukan oleh

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 56


Pemerintah atau pemerintah daerah dalam rangka pengadaan
tanah untuk kepentingan umum; atau terjadi bencana.
Pengalihfungsian Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk kepentingan umum
hanya dapat dilakukan dengan syarat:
1) Dilakukan kajian kelayakan strategis;
2) Disusun rencana alih fungsi lahan;
3) Dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik; dan
4) Disediakan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan.
Dalam hal terjadi bencana sehingga pengalihan fungsi lahan
untuk infrastruktur tidak dapat ditunda, persyaratan
sebagaimana dimaksud diatas tidak diberlakukan.
Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk infrastruktur akibat
bencana dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
setelah alih fungsi dilakukan.
Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang
dilakukan dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 UU No.41
Tahun 2009 dan Pasal 35 PP No.1 Tahun 2011 terbatas pada
kepentingan umum yang meliputi:
1) Jalan umum;
2) Waduk ;
3) Bendungan ;
4) Irigasi ;
5) Saluran air minum atau air bersih;
6) Drainase dan sanitasi;
7) Bangunan pengairan;
8) Pelabuhan ;
9) Bandar udara;
10) Stasiun dan jalan kereta api;
11) Terminal ;
12) Fasilitas keselamatan umum;
13) Cagar alam; dan/atau

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 57


14) Pembangkit dan jaringan listrik.
Pembebasan kepemilikan hak atas tanah yang dialihfungsikan
untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 UU No.41 Tahun 2009 dilakukan dengan pemberian ganti
rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain ganti rugi kepada pemilik, pihak yang mengalihfungsikan
wajib mengganti nilai investasi infrastruktur.

5.2.2.5 Mekanisme Penyuluhan


Dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan petani
pemerintah dan pemerintah daerah wajib melindungi dan
memberdayakan petani, kelompok petani, koperasi petani,
serta asosiasi petani (Pasal 61 UU No.41 Tahun 2009).
Perlindungan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
berupa pemberian jaminan:
1) harga komoditas pangan pokok yang menguntungkan;
2) memperoleh sarana produksi dan prasarana pertanian;
3) pemasaran hasil pertanian pangan pokok;
4) pengutamaan hasil pertanian pangan dalam negeri untuk
memenuhi kebutuhan pangan nasional; dan/atau
5) ganti rugi akibat gagal panen
Pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
meliputi:
1) penguatan kelembagaan petani;
2) penyuluhan dan pelatihan untuk peningkatan kualitas
sumber daya manusia;
3) pemberian fasilitas sumber pembiayaan/permodalan;
4) pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan pertanian;
5) pembentukan Bank Bagi Petani;
6) pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan rumah
tangga petani; dan/atau
7) pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan,
teknologi, dan informasi.

5.2.2.6 Mekanisme Sanksi Pelanggaran

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 58


a) Sanksi Administratif
Mekanisme penerapan sanksi pelanggaran terhadap
ketentuan kententuan dalam pengendalian lahan
pertanian berkelanjutan di atur dalam UU No.41 Tahun
2009. Dalam Pasal 70 UU No.41 Tahun 2009 ; Setiap orang
yang melanggar kewajiban atau larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 45, Pasal 50 ayat (2),
Pasal 57 ayat (3) dan ayat (4) dikenai sanksi administratif,
yaitu :
1) Pasal 34 tentang kewajiban pemanfaatan lahan
pertanian berkelanjutan,
2) Pasal 45 tentang pelanggaran alih fungsi lahan,
3) Pasal 50 ayat (2) yaitu setiap orang yang melakukan
alih fungsi tanah Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan di luar ketentuan,
4) Pasal 57 ayat (3) Dalam hal bupati/walikota tidak
melaksanakan langkah penyelesaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), gubernur wajib mengambil
langkah penyelesaian yang tidak dilaksanakan
bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
5) Pasal 57 ayat (4) Dalam hal gubernur tidak
melaksanakan langkah penyelesaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Menteri wajib
mengambil langkah penyelesaian yang tidak
dilaksanakan gubernur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 70
UU No.41 Tahun 2009 dapat berupa:
1) Peringatan tertulis;
2) Penghentian sementara kegiatan;
3) Penghentian sementara pelayanan umum;
4) Penutupan lokasi;
5) Pencabutan izin;
6) Pembatalan izin;

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 59


7) Pembongkaran bangunan;
8) Pemulihan fungsi lahan;
9) Pencabutan insentif; dan/atau
10) Denda administratif.
Setiap pejabat pemerintah yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 70 UU No.41 Tahun
2009 dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

b) Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana bagi pihak yang melakukan
pelanggaran sebagimana yang tercantum dalam UU No.41
Tahun 2009, yaitu ;
1) Pasal 72 ayat 1 yaitu ; Orang perseorangan yang
melakukan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2) Pasal 72 ayat 2 yaitu; Orang perseorangan yang tidak
melakukan kewajiban mengembalikan keadaan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ke keadaan
semula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat
(2) dan Pasal 51 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
3) Pasal 72 ayat 3 yaitu ; Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan oleh pejabat pemerintah, pidananya
ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang
diancamkan
4) Pasal 73 yaitu ; Setiap pejabat pemerintah yang
berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 60


ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
5) Pasal 74 ayat 1 yaitu ; Dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan oleh suatu korporasi, pengurusnya
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan
denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) dan paling banyak Rp7.000.000.000,00 (tujuh
miliar rupiah).
6) Pasal 74 ayat 2 yaitu ; Selain pidana denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi
dapat dijatuhi pidana berupa:
a) perampasan kekayaan hasil tindak pidana;
b) pembatalan kontrak kerja dengan pemerintah;
c) pemecatan pengurus; dan/atau
d) pelarangan pada pengurus untuk mendirikan
korporasi dalam bidang usaha yang sama.
7) Pasal 74 ayat 3 yaitu ; Dalam hal perbuatan
sebagaimana diatur dalam bab ini menimbulkan
kerugian, pidana yang dikenai dapat ditambah
dengan pembayaran kerugian.

5.2.2.7 Mekanisme Penggantian Lahan Pertanian


Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengalihfungsian Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk kepentingan umum
hanya dapat dilakukan dengan syarat:
1) Dilakukan kajian kelayakan strategis;
2) Disusun rencana alih fungsi lahan;

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 61


3) Dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik; dan
4) Disediakan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan.
Pembebasan kepemilikan hak atas tanah yang dialihfungsikan
untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 UU No.41 Tahun 2009 dilakukan dengan pemberian ganti
rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain ganti rugi kepada pemilik, pihak yang mengalihfungsikan
wajib mengganti nilai investasi infrastruktur.
Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk infrastruktur akibat
bencana dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
setelah alih fungsi dilakukan.
Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk kepentingan
umum dilakukan atas dasar kesesuaian lahan, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal yang
dialihfungsikan lahan beririgasi;
2) Paling sedikit dua kali luas lahan dalam hal yang
dialihfungsikan lahan reklamasi rawa pasang surut dan
nonpasang surut (lebak); dan
3) Paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal yang
dialihfungsikan lahan tidak beririgasi.
Penyediaan lahan pertanian pangan sebagai pengganti Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk kepentingan umum
sudah harus dimasukkan dalam penyusunan Rencana Program
Tahunan, Rencana Program Jangka Menengah (RPJM) maupun
Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) instansi terkait pada
saat alih fungsi direncanakan.
Penyediaan lahan pertanian pangan sebagai lahan pengganti
dapat dilakukan dengan:
1) Pembukaan lahan baru pada Lahan Cadangan Pertanian
Pangan Berkelanjutan;

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 62


2) Pengalihfungsian lahan dari nonpertanian ke pertanian
sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, terutama
dari tanah telantar dan tanah bekas kawasan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2); atau
3) Penetapan lahan pertanian sebagai Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan.
Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang dialihfungsikan dilakukan dengan jaminan
bahwa lahan pengganti akan dimanfaatkan oleh petani
transmigrasi maupun nontransmigrasi dengan prioritas bagi
petani yang lahannya dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Segala kewajiban yang harus dilakukan dalam proses
penggantian menjadi tanggung jawab pihak yang melakukan
pengalihfungsian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Dalam hal terjadi keadaan memaksa yang mengakibatkan
musnahnya dan/atau rusaknya Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan secara permanen, Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah melakukan penggantian Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan sesuai kebutuhan.
Lahan pengganti Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
ditetapkan dengan:
1) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dalam hal lahan
pengganti terletak di dalam satu kabupaten/kota pada
satu provinsi;
2) Peraturan Daerah Provinsi dalam hal lahan pengganti
terletak di dalam dua kabupaten/kota atau lebih pada
satu provinsi; dan
3) Peraturan Pemerintah dalam hal lahan pengganti terletak
di dalam dua provinsi atau lebih.
Dalam rangka pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan
khususnya lahan sawah untuk pembangunan industri dan
perumahan sebagai dampak pembangunan perekonomian di
Kabupaten Cianjur,serta untuk mengantisipasi penurunan
produksi padi sawah akibat terjadinya alih fungsi lahan

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 63


pertanian pangan dan untuk menjamin kemandirian,
ketahanan dan kedaulatan pangan yang berpengaruh pada
kesejahteraan masyarakat dan keseimbangan ekosistem,
dengan memperhatikan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 27 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan, perlu diatur mekanisme pelaksanaan
pencetakan sawah baru di Kabupaten Cianjur. Maka
dituangkan dalam Perbup No.31 Tahun 2011 yang mengatur
tentang mekanisme pencetakan sawah baru di Kabupaten
Cianjur.
Ruang lingkup Peraturan Bupati ini adalah mekanisme
pelaksanaan pencetakan sawah baru yang meliputi:
1. Pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan;
2. Mekanisme pencetakan sawah baru.
Dalam Pasal 4 Perbup No.31 Tahun 2011 Aspek yang
digunakan sebagai acuan dalam pengendalian alih fungsi lahan
pertanian pangan meliputi:
1) Produktivitas lahan sawah (tingkat dan stabilitas);
2) Investasi irigasi yang telah dilakukan (baik oleh pemerintah
maupun swadaya);
3) Sistem kelembagaan pertanian penunjang produksi
usahatani;
4) Peran relative wilayah pesawahan yang bersangkutan
dalam menunjang ketahanan pangan daerah;
5) Tingkatpenerapanteknologiusahatanipadi;
6) Status potensi ancaman dari alih fungsi lahan sawah
terhadap keberlanjutan swasembada pangan nasional;
7) Kontribusi usahatani padi terhadap perekonomian wilayah;
8) Perananekosistemsawahdalampelestarianlingkungan;
9) Peranan ekosistem sawah dalam konteks social danpolitik.
Alih fungsi lahan pertanian pangan produktif dapat
dilaksanakan mengacu pada konsep RTRW dikompensasikan
penggantiannya melalui :

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 64


1) Pencetakan sawah baru yaitu mengubah lahan tegalan,
Kebun atau lahan bekas perkebunan terlantar menjadi
Lahan sawah berpengairan;
2) Mengoptimalkan lahan sawah, yaitu mengubah lahan
Sawah tadah hujan menjadi lahan sawah berpengairan.
Pelaksanaan pencetakan sawah baru pengganti lahan
Pertanian pangan akibat alih fungsi lahan dikoordinasikan
olehTim Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan yang dibentuk
dengan Keputusan Bupati,terdiri dari unsur dinas/instansi
terkait.
Dalam Perbup No.31 Tahun 2011 Lahan yang dapat dijadikan
penggantian alihfungsi lahan harus memenuhi kriteria :
1) Memiliki kesesuaian dan potensi teknis lahan dengan
peruntukan sawah berpengairan;
2) Adanya infrastruktur dasar;
3) Dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan; dan/atau
4) Luasan kesatuan hamparan dalam satu bidang lahan
pertanian pangan
Lahan yang dapat dijadikan penggantian alih fungsi lahan
pertanian pangan harus memenuhi persyaratan:
1) Tidak berada pada kawasan hutan;
2) Tidak dalam sengketa penataan ruang;
3) Lahan dengan kemiringan tidak lebih dari 30%;
4) Terdapat sumber pengairan dengan debit air yang cukup;
5) Status lahan milik masyarakat;
6) Lahan tidak berada disempadan sungai dan bukan
kawasan hijau.

5.2.3 Pembinaan dan Pengawasan


 Pemantauan merupakan usaha atau perbuatan mengamati,
mengawasi dan memeriksa dengan cermat untuk melakukan
pengendalian lahan yang dilakukan secara periodik dan berjenjang
kepada para Petani oleh Bupati/Walikota, Gubernur, dan Menteri
Pertanian.

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 65


 Evaluasi dilakukan secara periodik berdasarkan hasil pemantauan
yang diperoleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, yang hasilnya
akan dapat digunakan dalam perencanaan penetapan lahan
pertanian pangan berkelanjutan sesuai dengan peruntukannya untuk
berbagai komoditas tanaman pangan yang dapat digunakan sebagai
standar dan acuan.
 Laporan diperlukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan
kegiatan dan permasalahan serta upaya pemecahan dalam
pencapaian sasaran. Laporan sebagai instrumen yang mencakup
antara lain data dan informasi tentang kawasan, lahan, dan lahan
cadangan pertanian pangan.berkelanjutan yang sesuai dengan kriteria
dan persyaratan yang ditetapkan. Laporan ini merupakan suatu
kewajiban yang harus dipenuhi dan disampaikan oleh setiap petani
dan/atau pelaku usaha kepada Pemerintah Daeradan Pemerintah
secara periodik sehingga dapat diketahui kinerja pemanfaatan lahan
tersebut.
 Pembinaan difokuskan pada aspek pelaporan yang disampaikan oleh
para pelaku usahatani. Berdasarkan laporan tersebut dilakukan
bimbingan dan rekomendasi terhadap permasalahan dan solusi yang
diberikan kepada pemerintah daerah, para pelaku usahatani, dan
termasuk petaninya

Penjelasan Kebijakan Perlindungan LP2B 66

Anda mungkin juga menyukai