Penguasaan tanah adalah hubungan hukum antara orang per orang, kelompok orang, atau
badan hukum dengan tanah berdasarkan UUPA
Pemilikan Tanah (Hak milik atas tanah) adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah
Penggunaan tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan
alami maupun buatan manusia.
Pemanfaatan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah
wujud fisik penggunaan tanahnya.
Pasar Tanah/Land markets enable the transfer of land rights from one party to
another.
d. menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang timbul
selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin
terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsipprinsip sebagaimana
dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini.
b) Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam melalui identifikasi dan
inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai potensi pembangunan nasional.
c) memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumber daya alam
di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi
ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.
d) memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumber daya alam dan melakukan
upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumber alam tersebut.
e) menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang timbul selama ini sekaligus
dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya
penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4
Ketetapan ini.
f) mengupayakan pemulihan ekosistem yang telah rusak akibat eksploitasi sumber daya alam
secara berlebihan.
g) menyusun strategi pemanfaatan sumber daya alam yang didasarkan pada optimalisasi manfaat
dengan memperhatikan potensi, kontribusi, kepentingan masyarakat dan kondisi daerah maupun
nasional
PENGERTIAN LANDREFORM pada masa lahirnya UUPA
Arti Landreform dari UUPA yaitu Agrarian Reform (arti luas), yang
meliputi 3 masalah pokok:
1. perombakan dan pembangunan kembali sistem pemilikan dan
penguasaaan atas tanah dengan tujuan meniadakan pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampaui batas (groot grondbesiz), agar
tidak merugikan kepentingan umum (pasal-pasal 7, 10,17 UUPA)
2. perombakan dan penetapan kembali sistem penggunaan atas
tanah/Land Use Planning (pasal-psal 14, 15 UUPA)
3. Penghapusan hukum agraria kolonial dan pembangunan hukum
agraria nasional.
PENGERTIAN LANDREFORM
2. Penataan Aset adalah penataan kembali P4T dalam rangka menciptakan keadilan di
bidang penguasaan dan pemilikan tanah
1. Petani gurem, memiliki luas tanah min. 0,25 ha dan/atau menyewa tanah tidak lebih dari 2 (dua)
ha. untuk diusahakan di bidang pertanian sebagai sumber kehidupannya;
2. petani penggarap, yang mengerjakan atau mengusahakan sendiri tanah yang bukan miliknya;
3. buruh tani, yang mengerjakan atau mengusahakan tanah orang lain dengan mendapat upah;
4. nelayan kecil, yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
baik yang tidak menggunakan kapal penangkap ikan maupun yang menggunakan kapal
penangkap ikan berukuran paling besar 10 (sepuluh) Gross Tonnage (GT);
5. nelayan tradisional , yang melakukan penangkapan ikan di perairan yang merupakan hak
perikanan tradisional yang telah dimanfaatkan secara turun-temurun sesuai dengan budaya dan
kearifan lokal;
6. nelayan buruh, yang menyediakan tenaganya yang turut serta dalam usaha penangkapan ikan;
7. pembudi daya ikan kecil, yang melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari;
8. penggarap lahan budi daya, yang menyediakan tenaganya dalam pembudidayaan ikan;
9. petambak garam kecil, yang melakukan usaha pergaraman pada lahannya sendiri dengan luas
lahan paling luas 5 (lima) hektare, dan perebus garam;
10. penggarap tambak garam, yang menyediakan tenaganya dalam usaha pergaraman;
Cttn:Pasal 3 ayat 2 Permen ATR BPN no 18/2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian: subyek hukum yang
terkena pembatasan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yaitu: Perseorangan dan Badan Hukum.
TUJUAN AGRARREFORM DAN LANDREFORM
Untuk meletakkan dasar-sasar hukum agraria Nasinal untuk kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat, terutama rakyat tani.
Tujuan Landreform:
1. Perorangan: tidak padat (paling luas 20 ha); kurang padat (paling luas 12 ha); cukup
padat (paling luas 9 ha); sangat padat (paling luas 6 ha)
Pasal 3 UUCiptaker:
a. menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan
kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi dan UMK-M
serta industri dan perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap
tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan
keseimbangan dan kemajuan antar daerah dalam kesatuan ekonomi nasional;
b. menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan
dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
c. melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan
keberpihakan, penguatan, dan perlindungan bagi koperasi dan UMK-M serta
industri nasional; dan
d. melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan
peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis
nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada
ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan
ideologi Pancasila.
SUBYEK HUKUM PERSEORANGAN UNTUK TANAH NON PERTANIAN
1. Guru honorer, yang belum berstatus Pegawai Negeri Sipil, serta digaji secara sukarela atau per jam
pelajaran, atau bahkan di bawah gaji minimum yang telah ditetapkan secara resmi, yang tidak
memiliki tanah;
2. Pekerja harian lepas, yang melakukan pekerjaan tertentu yang dalam hal waktu, volume, dan
upahnya didasarkan pada kehadiran, yang tidak memiliki tanah;
3. Buruh, yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, yang tidak memiliki
tanah;
4. Pedagang informal, yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang atau jasa, dengan
kemampuan modal yang terbatas yang dilakukan cenderung berpindah-pindah serta berlokasi di
tempat umum, tidak mempunyai legalitas formal serta tidak memiliki tanah;
5. Pekerja sektor informal, yang bekerja dalam hubungan kerja sektor informal dengan menerima upah
dan/atau imbalan dan tidak memiliki tanah;
6. Pegawai tidak tetap, yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas
pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan organisasi yang tidak memiliki tanah;
7. Pegawai swasta, dengan pendapatan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tidak memiliki
tanah;
8. Pegawai Negeri Sipil, paling tinggi golongan III/a yang tidak memiliki tanah;
9. Anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang berpangkat paling
tinggi Letnan Dua/Inspektur Dua Polisi atau yang setingkat dan tidak memiliki tanah; atau t.
pekerjaan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Tujuan Agrar Reform
berdasarkan Pasal 2 Perpres. 86/ 2018
UU no 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1
6. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
7. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum.
8. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar
bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang
dan atau jasa.
Wewenang dan Tujuan Hak Menguasai Negara
2. Penyelenggaraan Reforma Agraria dilakukan terhadap tanah Obyek Reforma Agraria (TORA)
melalui tahapan:
10. Tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah swapraja/bekas swapraja yang masih
tersedia dan memenuhi ketentuan perundang-undangan sebagai objek redistribusi tanah.
11. Tanah yang memenuhi persyaratan penguatan hak rakyat atas tanah, meliputi:
a. Tanah yang dihibahkan oleh perusahaan dalam bentuk tanggung jawab sosial dan/atau
lingkungan;
c. Sisa tanah sumbangan tanah untuk pembangunan dan tanah pengganti biaya
pelaksanaan Konsolidasi Tanah yang telah disepakati untuk diberikan kepada
pemerintah sebagai TORA; atau
Pasal 7 UUPA:
“Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang
melampaui batas tidak diperkenankan”.
Pasal 17 UUPA
1. Dengan mengingat dalam Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud
dalam Pasal 2 ayat 3 diatur luas maksimum dan/ atau minimum tanah yang
boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam Pasal 16 oleh satu keluarga
atau badan hukum, yang dilakukan berdasarkan peraturan perundangan
2. Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum diambil oleh
Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat
yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
3. Tercapainya batas minimum…akan ditetapkan dengan peraturan perundangan,
dilaksanakan secara berangsur-angsur.
Ket: Pasal 7, larangan pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas; Pasal 2
ayat 3: untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan,
kesejahtraan dan kemerdekaan dalam masyarakat Negara hukum Indonesia yang
berdaulat, adil dan makmur melalui wewenang yang bersumber pada hak menguasai
dari Negara.
ASAS TANAH PERTANIAN DIKERJAKAN SECARA AKTIF
SENDIRI OLEH PEMILIKNYA
Pasal 10 UUPA:
Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada
dasarnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan
mencegah cara-cara pemerasan, yan lebih lanjut diatur dengan peraturan perundangan,
termasuk aturan pengecualiannya.
3. Petani yang mengerjakan tanah pertaniannya sendiri, Petani bagi hasil; Petani sewa
tanah pertanian; petani tanah gadai
Tanah-tanah milik dan tanah-tanah kepunyaan orang lain yang dikuasai dengan
hak gadai, sewa, pakai, dll.., yang terdapat di wilayah NKRI .
Tanah yang dikuasai sendiri oleh anggota keluarga masing-masing, dan/ atau
tanah yang dikuasai bersama keluarga (mis. Milik bersama sebagai warisan yang
belum/ tidak dibagi)
Tanah yang dikuasai, dapat dikuasai langsung maupun tidak langsung (mis.
tanah hak milik atau hak gadai yang disewakan, dibagi hasilkan)
__________________________________________________
Kepadatan Penduduk Golongan Daerah Luas max/ Ha/km2
Penduduk sawah tanah kering
------------------------------------------------------------------------------------
0 - 50 jiwa tidak padat 15 20
51-250 jiwa kurang padat 10 12
251-400 jiwa cukup padat 7,5 9
> 401 jiwa sangt padat 5 6
Batas Maksimum Tanah Obyek Landreform
Pengertian
Larangan tanah absentee atau tanah guntai, yaitu larangan pemilikan dan/ atau penguasaan tanah
pertanian oleh orang yang bertempat tinggal diluar kecamatan, tempat letak tanah tsb. berada.
Pengecualian: pemilikan atau penguasan tanah pertanian oleh orang yang bertempat tinggal di
kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan tempat letak tanah ybs, dengan syarat jarak antara
tempat tinggal pemilik dengan tanahnya masih memungkinkan pengerjaannya secara effisien.
Tujuan pengaturan larangan tanah absentte: agar hasil penguasaan tanah dapat dinikmati oleh
masyarakat yang tinggal di tempat tanah tersebut berada.
Kewajiban bagi pemilik tanah absentte untuk mengalihkan tanah kepada subyek hukum yang
memenuhi syarat, atau pemilik pindah ketempat letak tanah tsb. berada (Pasal 3 ayat 1 PP 224/ 1961)
Pengecualian
Bagi orang yang sedang menjalankan tugas agama, tugas negara;
PNS atau pejabat-pejabat militer atau yang dipersamakan dapat memiliki tanah max 2/5 dari
luas batas maksimal pemilikan dan/ atau penguasaan tanah pertanian.
SUBYEK HUKUM LANDREFORM
Pengaturan:
1. Pasal 53 UUPA (Hak Sementara); pasal 52 ayat 2 (Pidana:
khususnya untuk pasal 24, 26 ayat 1 UUPA),
2. Hukum Adat (asal mula perjanjian Gadai Tanah Pertanian),
3. Ps. 7 UU 56/ 1960, tentang pengembalian dan penebusan
tanah pertanian yang digadaikan; ps. 10: sanksi pidana
4. Kep. Menagr. No. 10/Ka/1963: ps 7 UU 56/Prp 1960 berlaku
juga terhadap gadai tanaman keras
5. Peraturan Menteri Pertanian dan Agr. No. 20/63: tentang
Pedoman Pelaksanaan Ps. 7 UU 56 Prp 1960
6. UU no. 16/ 1964: ps. 7 berlaku gadai tambak
Pengertian Hak Gadai
1.Jangka waktu terbatas (berakhir kalau ditebus); Penebusan tergantung dari kemauan dan
kemampuan pemilik tanah (tidak dapat dipaksa); Hak menebus tidk hilang karena lampau waktu/
meninggal
3.dapat dibebani dengan hak atas tanah lainnya (sewa, bagi hasil; dapat orang ke 3 atau pemilik).
Pemegang gadai dapat menggadaikan lagi tanpa ijin pemilik (jadi ada 2 hubungan gadai)
4.dengan persetujuan pemilik, dapat dialihkan kepada pihak ke 3 (hubungan yang pertama putus)
8.termasuk hak atas tanah yang wajib didaftar – menurut PP 10/ 1961 (Di dalam PP 24 tahun 1997
gadai tanah tidak termasuk obyek pendaftaran; sementara dalam Ketentuan Penutupnya pasal
Semula jangka waktu gadai tanah pertanian (juga tanah bangunan) yaitu sampai penebusan
“Barang siapa menguasai tanah-pertanian dengan hak gadai yang pada waktu mulai
berlakunya peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib mengembalikan tanah
itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen,
Setelah 7 tahun, hubungan gadai berakhir, tanahnya wajib dikembalikan kepada pemilik tanpa
Sebelum 7 tahun, pemilik tanah berhak untuk meminta setiap waktu setelah tanaman yang ada
selesai dipanen dengan membayar uang-tebusan, yang besarnya dihitung dengan rumus:
Hak Bagi Hasil yaitu Hak seseorang atau badan hukum (penggarap)
untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah kepunyaan orang
lain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara kedua belah
pihak menurut imbangan yang telah disetujui sebelumnya.
besar bagian, tergantung besar hasil panen
resiko produksi, dipikul bersama
Tujuan dikeluarkannya UU 2 /1960 tentang Bagi Hasil
1. Konversi (pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA
untuk masuk dalam sistem UUPA]
Pasal VII Peraturan Konversi UUPA,
1. “Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang bersifat tetap,…menjadi hak milik…”.
2. “Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang tidak bersifat tetap..menjadi hak
pakai..”
catatan: penegasan hak (jika ada tanda bukti tertulis ), melalui proses pengakuan
hak (jika tdk ada bukti tertulis)
2. Perjanjian Bagi Hasil:
Hukum Adat: bentuk perjanjian tidak tertulis
Ps. 3 UUPBH: bentuk perjanjian tertulis. Perjanjian dilaksanakan didepan
Kepala Desa letak tanah tersebut berada, dengan dihadiri 2 orang saksi (dari
pemilik dan penggarap) dan disyahkan oleh camat.
Bentuk Perjanjian Bagi Hasil diatur lebih lanjut dalam Pedoman Menteri Agraria
tgl. 7.3.1960, disempurnakan Peraturan Menteri Agraria no. 4 tahun 1964
Perjanjian bagi hasil….
Jangka waktu perjanjian BH….
Pasal 7 UUBH: peraturan tentang perjanjian bagi hasil ditetapkan oleh Bupati (KDH)
untuk daerah masing-masing dengan memperhatikan jenis tanaman, keadaan tanah,
kepadatan penduduk, zakat dan faktor-faktor ekonomis serta ketentuan-ketentuan
adat setempat.
Dalam jangka waktu 3 tahun ketetapan tsb diubah.
Pedoman bagi Bupati dalam menetapkan Bagi Hasil:
tanaman padi dengan perbandingan hasil tanah antara penggarap dan pembeli 1 : 1
tanaman palawija: 2/3 : 1/3 (Penggarap: Pemilik)
daerah yang imbangannya menguntungkan penggarap tetap berlaku
keterangan: Hasil Tanah yaitu hasil usaha pertanian yang diselenggarakan oleh penggarap
berdasarkan perjanjian, setelah dikurangi biaya untuk bibit, pupuk, ternak dan biaya untuk
menanam dan panen (ps. 1 huruf d UUBH)
KAWASAN DAN TANAH TERLANTAR
PP 20 tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, Mencabut PP no 11
tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
KAWASAN dan TANAH TERLANTAR
1.UU no 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja; PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang
Telantar yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau
HGU), dan Pasal 40 UUPA (Hapusnya HGB), yang terkait dengan hapusnya hak
Pasal 1 no 2 PP 20/2021:
Tanah Telantar adalah tanah hak, tanah Hak Pengelolaan (HPL), dan tanah
yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang sengaja tidak
Tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa
Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak
(Pasal 3 ayat 1: “Kawasan nonkawasan hutan yang belum dilekati Hak Atas Tanah yang
telah memiliki lzinlKonsesi/Perizinan Berusaha yang sengaja tidak diusahakan,tidak
dipergunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan,menjadi objek penertiban Kawasan Telantar”.
Penjelasan Pasal 3 UU 20/2021 –
"sengaja" adalah apabila Pemegang Izin/Konsesi/Perizinan Berusaha secara de
facto tidak mengusahakan, tidak mempergunakan, dan/atau tidak memanfaatkan
lzin/Konsesi/Perizinan Berusaha dan/atau kawasan yang dikuasai sesuai dengan
kewajiban yang ditetapkan dalam lzin/Konsesi/Perizinan Berusaha dan/atau rencana
pengusahaan atau pemanfaatan kawasan.
Tidak termasuk unsur "sengaja" apabila:
a. Izin/Konsesi/Perizinan Berusaha dan/atau kawasan menjadi objek perkara di pengadilan;
c. kawasan dinyatakan sebagai kawasan yang diperuntukkan untuk konservasi sesuai dengan
ketentuan peraturanperundang-undangan ; atau
Pasal 6 PP 20/2021
Objek penertiban Kawasan Telantar meliputi:
a. kawasan pertambangan;
b. kawasan perkebunan;
c. kawasan industri;
d. kawasan pariwisata;
e. kawasan perumahan/ permukiman skala besar/terpadu;
f. kawasan lain yang pengusahaan, penggunaan,dan/atau
pemanfaatannya didasarkan pada Izin/Konsesi / Perizinan
Berusaha yang terkait denganpemanfaatan tanah dan
ruang
Obyek Tanah Terlantar
1. Hak Milik,
2. Hak Guna Usaha,
3. Hak Guna Bangunan,
4. Hak Pakai,
5. Hak Pengelolaan (Hak Menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya)
6. dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan,
atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan
pemberian hak atau dasar penguasaannya.
2. Tanah hak milik menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak
dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara sehingga:
a) dikuasai oleh masyarakat serta menjadi wilayah perkampungan;
b) dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 (dua puluh) tahun tanpa
adanya hubungan hukum dengan Pemegang Hak; atau
c) fungsi sosial Hak Atas Tanah tidak terpenuhi,baik Pemegang Hak masih ada rnaupun
sudah tidak ada.
3. Tanah HGB,HP, HPL menjadi objek penertiban Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak
diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung
mulai 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya hak.
4. Tanah HGU menjadi objek penertibanTanah Telantar jika dengan sengaja tidak
diusahakan,tidak dipergunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan terhitung mulai 2 (dua) tahun
sejak diterbitkannya hak.
5. Tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah menjadi objek penertiban
Tanah Telantar jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak
dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya
Dasar Penguasaan Atas Tanah.
Pasal 8 PP 20/2021: Tanah HPLyang dikecualikan dari objek penertiban Tanah Telantar meliputi: a. tanah Hak
Pengelolaan masyarakat hukum adat; dan b. tanah Hak Pengelolaan yang menjadi Aset BankTanah.
PENERTIBAN KAWASAN DAN TANAH TERLANTAR
f. Bank Tanah;
Yang dimaksud dengan “tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau
Pasal 7 PP No.11/2010, kegiatan identifikasi dan penelitian tanah yang terindikasi terlantar
meliputi:
1. verifikasi data fisik dan data yuridis;
2. mengecek buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya untuk mengetahui keberadaan
pembebanan, termasuk data, rencana, dan tahapan penggunaan dan pemanfaatan tanah
pada saat pengajuan hak;
3. meminta keterangan dari pemegang hak dan pihak lain yang terkait, dan pemegang hak dan
pihak lain yang terkait tersebut harus memberi keterangan atau menyampaikan data yang
diperlukan;
4. melaksanakan pemeriksaan fisik;
5. melaksanakan ploting letak penggunaan dan pemanfaatan tanah pada peta pertanahan;
6. membuat analisis penyebab terjadinya tanah terlantar;
7. menyusun laporan hasil identifikasi dan penelitian;
8. melaksanakan sidang Panitia; dan
9. membuat Berita Acara.
…..
Tanah Terlantar PP 11/2010
Pengecualian ketentuan tanah terlantar bagi golongan ekonomi lemah: Bagi golongan
ekonomi lemah, karena tidak mempunyai kemampuan ekonomi untuk menggunakan
tanahnya, tidak akan dinyatakan sebagai tanah terlantar, melainkan akan dibantu
mendayagunakan tanah itu. (Penjelasan Umum PP no. 36/ 1998 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar).
Tanah Terlantar dapat berasal dari Tanah Kosong (Permeneg. Agr./Kep. BPN no. 3/ 1998
tentang Pemanfaatan Tanah Kosong untuk Tanaman Pangan).
Tanah Kosong (yaitu:
a). Tanah HM, HGU, HGB, Hak Pakai
b). Tanah Hak Pengelolaan;
c). Tanah yang sudah diperoleh dasar penguasaannya, tetapi belum diperoleh Hak Atas
Tanah-nya sesuai peraturan-perundangan; - atau sebagiannya, yang belum dipergunakan
sesuai dengan sifat dan tujun pemberian haknya atau Rencana Tata Ruang wilayah yang
berlaku.
cttn: tanah kosong adalah tanah yang belum dimanfaatkan
Regulasi di sektor pertanian yang terintegrasi
dengan UU Cipta Kerja
Kemandirian Pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung
kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan
yang cukup ditingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga
yang terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan
keragaman lokal.
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan
terjangkau.
Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat menentukan
kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak
bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem pertanian pangan yang sesuai dengan potensi
sumber daya lokal.
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan
untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah sistem dan proses dalam
merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina,
mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara
berkelanjutan.
ASAS-ASAS
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
a. Asas “manfaat” adalah PLP2B yang diselenggarakan untuk memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi kini maupun
generasi masa depan.
b. Asas “keberlanjutan dan konsisten” adalah PLP2B yang fungsi, pemanfaatan, dan
produktivitas lahannya dipertahankan secara konsisten dan lestari untuk menjamin terwujudnya
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional dengan memperhatikan generasi
masa kini dan masa mendatang.
c. Asas “keterpaduan” adalah PLP2B yang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai
kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
d. Asas “keterbukaan dan akuntabilitas” adalah PLP2B yang diselenggarakan dengan
memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan PLP2B.
e. Asas “kebersamaan dan gotong-royong” adalah PLP2B yang diselenggarakan secara
bersama-sama baik antara Pemerintah, pemerintah daerah, pemilik lahan, petani, kelompok
tani, dan dunia usaha untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
f. Asas “partisipatif” adalah PLP2B yang melibatkan masyarakat dalam perencanaan,
pembiayaan, dan pengawasan.
g. …
Asas-Asas…