Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PERWAKAFAN DAN PERTANAHAN

TATA GUNA TANAH

“Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada


mata kuliah Perwakafan dan Pertanahan”

Dosen Pengampu:

M. Yasir, M.H H.

Oleh :

Winanda Fikri Panemiko

11150440000011

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYAR’IYAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2019 M
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tanah merupakan karunia Tuhan yang Maha Esa yang jumlahnya terbatas dan
disediakan untuk manusia serta mahluk ciptaan Tuhan lainnya sebagai tempat dan
sumber kehidupan.
Selain itu tanah sebagai ruang merupakan wahana yang harus dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bagi bangsa Indonesia pembangunan
tidak dapat dilepaskan dari tanah. Tanah merupakan bagian penting dari usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial dalam rangka mewujudkan tujuan nasional yang
memiliki nilai strategis karena arti khusus dari tanah sebagai faktor produksi utama
perekonomian bangsa dan Negara.
Tanah memiliki keterbatasan, baik dari segi kualitas maupun dari segi
kuantitas, di lain sisi kebutuhan manusia untuk kegiatan pembangunan pada dasarnya
memerlukan tanah yang sangat besar untuk pelaksanaannya. Oleh karena tanah sangat
terbatas maka kadang kala pembangunan yang dilaksanakan tidak mengacu pada pola
penggunaan tanah yang baik sehingga justru mengakibatkan tanah tidak bisa
memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat.1
Oleh karena itu, demi mewujudkan kenyamanan, keamanan, dan ketertiban
dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Tata Guna Tanah. Dalam makalah ini penulis
akan memaparkan definisi dan ruang lingkup dari penatagunaan tanah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tata guna tanah?
2. Apa tujuan dari tata guna tanah dan dasar hukumnya?
3. Apa asas-asas yang ada dalam tata guna tanah?

1 Ismaya Samun, Pengantar Hukum Agraria, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 87
4. Bagaimana kegiatan-kegiatan yang ada dalam penatagunaan tanah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tata guna tanah.
2. Untuk mengetahui tujuan dari tata guna tanah dan dasar hukumnya.
3. Untuk mengetahui asas-asas yang ada dalam tata guna tanah.
4. Untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang ada dalam penatagunaan tanah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tata Guna Tanah


Menurut Sudikno Mertokusumo tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan
penataan penyediaan, peruntukan, dan penggunaan tanah secara berencana dalam
rangka melaksanakan pembangunan nasional.2
Pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh R. Soeprapto bahwa tata guna
tanah adalah rangkaian kegiatan penataan peruntukan, penggunaan, dan persediaan
tanah secara berencana dan teratur, sehingga diperoleh manfaat yang lestari, optimal,
seimbang, dan serasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.3
Dalam hukum positif, pengertian pengelolaan tata guna tanah atau
penatagunaan tanah dimuat dalam Penjelasan Pasal 33 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2007
jo. Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004, yaitu penatagunaan tanah
sama halnya dengan pengelolaan tata guna tanah yang meliputi, penguasaan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah
melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu
kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.4
Dari beberapa definisi diatas dapat penulis simpulkan tata guna tanah adalah
pengelolaan tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar
sesuai sebagaimana mestinya.
B. Tujuan dan Dasar Hukum Tata Guna Tanah
1. Tujuan Tata Guna Tanah
Tujuan penataan tanah ditetapkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.
16 Tahun 2004, yaitu:

2 Sudikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1988), hlm. 63
3 R. Soeprapto, Undang-undang Pokok Agraria dalam Praktik, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 75
4 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Jakarta: Kencana Media Group, cet. 2, 2013),
hlm.246
a. Mengatur penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah bagi berbagai
kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah.
b. Mewujudkan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah agar sesuai
dengan arahan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
c. Mewujudkan tata tertib pertahanan yang meliputi penguasaan, penggunaan,
dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian
pemanfaatan tanah.
d. Menjamin kepastian hukum untuk mengusai, menggunakan, dan
memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum
dengan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah
ditetapkan.
2. Dasar Hukum Tata Guna Tanah
Penatagunaan tanah sebagai bagian dari Hukum Agraria Nasional
mempunyai landasan hukum yang bersumber dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD
1945, yaitu: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.’’
Ketentuan ini mengandung tiga prinsip:
a. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara.
b. Negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia harus
menggunakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
c. Hubungan antara negara dengan bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya merupakan hubungan menguasai.5
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menjadi pedoman bagi pembentukan Undang-
undang Pokok Agraria (UUPA). Pasal 2 UUPA menyatakan bahwa:

5 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, hlm.239


1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-
hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
2) Hak menguasai dari Negara termaksud pada ayat (1) pasal ini
memberi wewenang untuk:
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada
ayat (2) digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam
arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat
dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat
hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.6
Wewenang negara atas bumi, air, dan ruang angkasa yang disebutkan dalam
UUPA yang berkaitan dengan penatagunaan tanah adalah Pasal 2 ayat (2), yaitu
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan
pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa.7 Hal ini dijabarkan dalam Pasal 14
UUPA, yaitu:

6 Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria
7 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, hlm.240
1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3), pasal
9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme
Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,
peruntukkan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya :
a. untuk keperluan Negara;
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci
lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan
dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan
dan perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan
pertambangan.
2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) ini dan mengingat
peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur
persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa
untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini
berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari
Presiden, Daerah Tingkat II dari Gubernur Kepala Daerah yang
bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah
yang bersangkutan.
Berkaitan dengan ketentuan Pasal 14 UUPA, pemerintah mengeluarkan
beberapa kebijakan sebagai pengaturan pelakasanaan ketentuan Pasal tersebut,
misalnya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam GBHN 1988 telah
dipertajam masalah tata guna tanah dan tata ruang dengan merinci bidang tertentu
yang memiliki kaitan dengan penggunaan tanah, yaitu bidang pertanian, dinyatakan
sebagai berikut:
Pembangunan pertanian perlu didukung oleh tata ruang dan tata guna tanah
sehingga penggunaan, penguasaan, pemilikan, dan pengalihan hak atas tanah dapat
menjamin kemudahan dan kelancaran usaha pertanian serta benar-benar sesuai
dengan asas adil dan merata. Pembangunan pertanian harus memanfaatkan secara
efisiensi sumber daya yang ada yang dapat dikembangkan serta harus menunjang
pembangunan sektor lain terutama bidang industri, pembangunan daerah pedesaan,
transmigrasi, serta upaya memelihara kelestarian kemampuan sumber daya dan
lingkungannya.8
3. Asas-asas dalam Penatagunaan Tanah
Azas Penatagunaan Tanah diatur dalam PP No. 16 Tahun 2004 Pasal
22:“Penatagunaan tanah berasaskan keterpaduan, berdayaguna dan
berhasilguna, serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan,
keadilan dan perlindungan hukum.”
1) Asas keterpaduan, maksudnya adalah penatagunaan tanah dilakukan untuk
mengharmoniskan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.
2) Asas berdaya guna dan berhasil guna, maksudnya adalah penatagunaan
tanah harus dapat mewujudkan nilai tanah yang sesuai dengan fungsi ruang.
3) Asas serasi, selaras, dan seimbang, penatagunaan tanah menjamin
terwujudnya antara hak dan kewajiban masing-masing pemegang hak atas
tanah atau kuasanya, sehingga meminimalkan benturan kepentingan antar
penggunaan atau pemanfaatan tanah.
4) Asas berkelanjutan, maksudnya yaitu penatagunaan tanah menjamin
kelestarian fungsi tanah demi memerhatikan kepentingan antar generasi.
5) Asas keterbukaan, keadilan, dan perlindungan hukum, yaitu
penyelenggaraan tata guna tanah tidak mengakibatkan diskriminasi antar

8 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, cet 2, 2008, hlm. 261
pemilik tanah, sehingga ada perlindungan hukum dalam menggunaan dan
memanfaatkan tanah.9
4. Kegiatan-kegiatan dalam Penatagunaan Tanah
a. Pokok-pokok Penatagunaan Tanah
Penatagunaan tanah merupakan kegiatan dibidang pertanahan di kawasan
lindung dan kawasan budi daya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan. Yang termasuk kawasan lindung
adalah:
1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, antara
kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air.
2) Kawasan perlindungan setempat, antara lain sempadan pantai, sempadan
sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, dan kawasan sekitar pantai.
3) Kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain kawasan suaka alam,
kawasan suakan alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan
baku, taman nasional, taman hutan rakyat, taman wisata alam, cagar alam,
suaka marga satwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
4) Kawasan rawan bencana alam, antara lain kawasan rawan letusan gunung
berapi, kawasan rawan gempa bumi, rawan tanah longsor, rawan gelombang
pasang, dan kawasan rawan banjir
5) Kawasan lindung lainnya, misalnya taman baru, cagar biosfir, perlindungan
plasma utfah, dan terumbu karang.
Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan. Yang termasuk dalam kawasan budi daya adalah
kawsan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan

9 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, hlm.263-264


peruntukan pertanian, perikanan, pertambangan, pemukiman, industri, kawasan
tempat ibadah, kawasan tempat pendidikan, dan kawasan peruntukan keamanan.
Penatagunaan tanah diselenggarakan berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota. RTRW ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota. RTRW menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk
menetapkan lokasi kegiatan pembangunan dalam memanfaatkan ruang di daerah
tersebut, dan sekaligus menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi penghargaan
pemanfaatan ruang, sehingga pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan pembangunan
selalu sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota.10
Penatagunaan tanah diselenggarakan sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota. Jangka
waktu RTRW sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 26 dan Pasal 28 UU No. 26
Tahun 2007 adalah 20 (dua puluh) tahun. Penatagunaan dilakukan secara bertahap
melalui penetapan penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
yang akan dilakukan oleh Pemerintah, instansi yang membidangi Pertanahan di
Kabupaten Kota, dan masyarakat secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
sesuai dengan rencana waktu RTRW yang telah ditetapkan.
Penatagunaan tanah di kawasan lindung dan kawasan budi daya
dilaksanakan melalui:
1) Kebijakan penatagunaan tanah, meliputi penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah di kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagai
pedoman umum penatagunaan tanah di daerah.
2) Penyelenggaraan penatagunaan tanah, meliputi:
a. Penetapan rencana kegiatan penatagunaan tanah.
b. Pelaksanaan kegiatan penatagunaan tanah.
b. Objek Penatagunaan Tanah

10 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, hlm. 266


Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 menetapkan bahwa
kebijakan penatagunaan tanah diselenggarakan terhadap:
1) Bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, baik yang sudah atau belum
didaftar.
2) Tanah negara.
3) Tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian panjang diatas kiranya dapat penulis simpulkan beberapa poin hal
penting, yaitu:
1. Tata guna tanah adalah penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang
berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang
terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk
kepentingan masyarakat secara adil.
2. Penatagunaan tanah bertujuan untuk:
a. Mengatur penguasaan.
b. Mewujudkan penguasaan.
c. Mewujudkan tata tertib pertahanan.
d. Menjamin kepastian hukum.
3. Dasar hukum yang mengatur tata guna tanah:
a. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
b. Pasal 2 ayat (2) UUPA
c. Pasal 14 UUPA
d. PP No. 16 Tahun 2004
4. Asas-asas dalam penatagunaan tanah:
a. Asas keterpaduan.
b. Asas berdaya guna dan berhasil guna.
c. Asas serasi, selaras, dan seimbang.
d. Asas berkelanjutan.
5. Kegiatan-kegiatan dalam penatagunaan tanah:
a. Melakukan pertahanan di kawasan lindung. Kawasan lindung adalah
wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan. Yang termasuk kawasan lindung:
1) Kawasan yang memberi perlindungan dibawahnya, seperti: hutan
lindung, kawasan berkabut, kawasan resapan air.
2) Kawasan perlindungan setempat, seperti: sempadan pantai, sungai,
kawasan sekitar waduk atau danau.
3) Suaka alam dan cagar budaya, seperti: cagar alam, suaka marga
satwa.
b. Melakukan pertahanan di kawasan budi daya.
Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Yang termasuk dalam kawasan budi daya yaitu: kawasan peruntukan
hutan produksi, hutan rakyat, kawasan pertanian, perikanan, pertambangan,
pemukiman, industri, tempat ibadah, tempat pendidikan, dan kawasan
keamanan.
DAFTAR PUSTAKA

R. Soeprapto, Undang-undang Pokok Agraria dalam Praktik, (Jakarta: UI Press, 1986).

Samun, Ismaya, Pengantar Hukum Agraria, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011).

Sudikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1988).

Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, cet 2, 2008).

Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Jakarta: Kencana Media Group, cet. 2,
2013).

Anda mungkin juga menyukai