PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah teori kedaulatan rakyat itu?
2. Apakah hubungan kedaulatan rakyat dan pelembagaan
parlemen?
3. Apakah pelaksanaan pelembagaan parlemen di Indonesia sesuai
dengan kedaulatan rakyat?
C. Tujuan Penulisan
1
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami teori
kedaulatan rakyat.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami hubungan
kedaulatan rakyat dan pelembagaan parlemen.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pelaksanaan
pelembagaan parlemen di Indonesia yang sesuai dengan
kedaulatan rakyat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Kedaulatan
1 Nimatul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hal. 169.
2 I Gde Pantja Astawa dan Suprin Naa, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2012), hal. 108.
2
Adapun macam-macam dari teori kedaulatan dan sifat-sifat
pemerintahannya adalah sebagai berikut3:
3 Efriza, Ilmu Politik Dari Ilmu Politik Sampai Sistem Pemerintahan, (Bandung: Alfabeta,
2013), hal. 61.
4 Jazim Hamidi, dkk, Teori Hukum Tata Negara, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012),
hal. 5.
3
tertinggi kepada rakyat atau juga disebut pemerintahan dari rakyat
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Yang menarik perhatian dari ajaran
Rosseau ialah adanya dua macam kehendak dari rakyat yang
dinyatakan sebagai berikut:
Selain itu perlu juga diingat bahwa yang dimaksud oleh Rosseau
dengan kedaulatan rakyat pada prinsipnya adalah cara atau sistem
yang bagaimanakah pemecahan sesuatu soal menurut cara atau
system tertentu yang memenuhi kehendak umum. Jadi kehendak
umum hanyalah khayalan saja yang bersifat abstrak, dan kedaulatan
adalah kehendak umum.
Teori kedaulatan rakyat ini antara lain juga diikuti oleh Immanuel
Kant, yaitu yang mengatakan bahwa tujuan negara adalah untuk
menegakkan hukum dan menjamin kebebasan para warga
negaranya. Dalam pengertian bahwa kebebasan disini adalah
kebebasan dalam batas-batas perundang-undangan, sedangkan
undang-undang disini yang berhak membuat adalah rakyat itu
sendiri. Kalau begitu undang-undang adalah merupakan penjelmaan
5 Nimatul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hal. 190.
4
daripada kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah yang
mewakili kekuasaan tertinggi atau berdaulat dalam negara.6
C. Pelembagaan Parlemen
7 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amendemen
UUD 1945, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011) hal. 185
5
dengan sistem yuri oleh rakyat. Di dalam sistem parlementer (murni)
kedaulatan rakyat diorganisasi lewat parlemen dimana pemerintahnya
ditentukan dengan mayoritas di dalam parlemen.8 Keadaan yang
demikian membuat parlemen (legislatif) menjadi supreme, karena
hanya ia yang berhak membuat undang-undang. Dan badan eksekutif
yaitu presiden atau raja, atau pemerintah hanya sebagai pelaksana
dari parlemen.
Maka mulailah dicari pengertian lain dari trias politica yang tetap
menjamin:
1. Kebebasan bepolitik
2. Adanya check and balance antara kekuasaan yang ada dalam
Negara.
8 C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 2,
(Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2003), hal. 76.
6
1. Membuat undang-undang
2. Melaksanakan undang-undang
3. Mengawasi pelaksanaan undang-undang
7
yang berdaulat dan berhak mewakilkan atau menyerahkan
kekuasaannya kepada negara. Kemudian, negara memecah menjadi
beberapa kekuasaan yang diberikan kepada pemerintah ataupun
lembaga perwakilan. Jadi, tujuan untuk dibentuk lembaga perwakilan
(parlemen) adalah untuk menyuarakan aspirasi publik..
11 Andi Mustari Pide, Pengantar Hukum Tata Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
1999), hal. 44.
8
umum itu tidak lain merupakan cara yang diselenggarakan untuk
memilih wakil-wakil rakyat secara demokratis.12
12 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,
2009), hal. 414.
9
permusyawaratan perwakilan. Bahkan MPR merupakan wakil dari
seluruh rakyat Indonesia memang suatu yang dikehendaki oleh
pembentuk UUD 1945 yang antara lain mengatakan bahwa Majelis,
merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. Perwujudannya
adalah dalam bentuk keanggotaan MPR yang terdiri atas anggota-
anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan daerah dan utusan-
utusan golongan.
Dengan komposisi keanggotaan MPR yang demikian maka
pengisiannya dilakukan melalui pemilihan umum karena DPR sebagai
wakil rakyat dan partai politik merupakan pencerminan dari konsep
pewakilan. Demikian pula agar MPR dapat pula menetapkan keinginan
dari daerah-daerah yang tidak terwakili seluruhnya di dalam MPR,
maka anggota DPRD ditambah dengan utusan dari daerah. Untuk
menentukan utusan dari daerah dapat digunakan pemilihan secara
bertingkat yakni lebih dahulu diadakan pemilihan umum memilih
anggota DPRD dan selanjutnya DPRD inilah yang memilih wakil mereka
yang akan duduk di MPR. Agar selain wakil rakyat secara nasional
melalui DPR dan wakil daerah melalui utusan daerah, maka utusan
golongan yang menurut Penjelasan Pasal 2 UUD 1945 dengan rumusan
dan lain-lain Badan Kolektif adalah badan-badan seperti koperasi,
serikat pekerja, dsb. yang mempunyai fungsi tertentu dalam
masyarakat itu harus pula mendapat wakil di MPR.14
14 Andi Mustari Pide, Pengantar Hukum Tata Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
1999), hal. 92-93.
10
pada semua lembaga negara tanpa kecuali, sehingga eksistensi tiga
kekuasaan (legislatifm eksekutif, dan yudikatif) menjadi semu.
15 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amendemen
UUD 1945, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011) hal. 185
11
umum. Berdasarkan Pasal 20A Ayat (1) menyatakan, DPR
merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan
sebagai lembaga negara, yang memiliki fungsi antara lain: (1)
fungsi legislasi yaitu fungsi untuk membentuk undang-undang
yang dibahas dnegan presiden untuk mendapat persetujuan
bersama; (2) fungsi anggaran, yaitu fungsi untuk menyusun dan
menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
bersama presiden dengen memerhatikan pertimbangan DPD;
dan (3) fungsi pengawasan, yaitu fungsi melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan UUD RI 1945, undang-undang, dan
peratuean pelaksanaannya.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
adalah agar terjadinya check and balance dalam fungsi dan
struktur kepemerinatahan.
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali Pers.
2009.
Astawa, I Gde Pantja dan Suprin Naa. Memahami Ilmu Negara & Teori
Efriza. 2013. Ilmu Politik Dari Ilmu Politik Sampai Sistem Pemerintahan.
Bandung: Alfabeta.
Hamidi, Jazim dkk. Teori Hukum Tata Negara. Jakarta: Salemba Humanika.
2012.
Aditama. 2011.
Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil. Hukum Tata Negara Republik Indonesia
Press. 1993.
Pide, Andi Mustari. Pengantar Hukum Tata Negara. Jakarta : Gaya Media
Pratama. 1999.
CIDESINDO. 2011.
15