Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah telah mencatat bahwa penyebaran Islam dari awal kemunculannya
sampai hari ini, diyakini tidak lepas dari sumber inti ajaran agama Islam, yaitu al-
Qur’an. Maka biasa kita katakan bahwa sejarah perkembangan Islam juga ditandai
dengan sejarah al-Qur’an dan penafsirannya, meskipun pada realitasnya sejarah al-
Qur’an lebih menitikberatkan pada peninggalan-peninggalan tertulis yang lahir dari
tradisi intelektual para ulama yang bersangkutan.

Oleh karena itu, sejarah al-Qur’an dan penafsirannya dalam konteks yang paling
sederhana di Indonesia dapat dikaji dan diteliti melalui sejarah masuknya Islam di
Indonesia yang dibawa oleh para saudagar dari Arab.

Kajian tentang tafsir umumnya masih memusatkan perhatian pada karya-


karya yang muncul abad ke-19 keatas. Sebut misalnya yang dilakukan Howard M.
Federspiel1 atau M. Yunan Yusuf, dan yang lain. Jelas kita lihat pada saat itu jarang
atau tidak ada sama sekali bahasan yang benar-benar serius atas tafsir pada abad
sebelumnya.
Kendati sekalipun tafsir memegang peran yang sangat penting dalam kajian
islam. Ia merupakan salah satu jembatan dalam memahami ajarannya. Tidak sedikit
ulama dahulu mengorbankan jiwa serta raganya dan terjun kedalam samudra ilmu
demi nasib generasi selanjutnya. Lantas apa yang dapat kita lakukan untuk
menghargai jasa ulama terdahulu ? ini pertanyaan besar yang mestinya dijawab
untuk generasi saat ini.
Khusus mengenai tafsir Indonesia, wilayah ini tampaknya tidak mencatat
perkembangan begitu pesat. Berbeda dengan disiplin ilmu lainnya seperti tasawuf,
fiqih, atau filsafat.

1
Howward M. Federspiel, Popular Indonesia Literature of Qur’an , dialih bahasakan
menjadi Kajian al-Qur’an di Indonesia, oleh Tajul Arifin, Bandung : Mizan, 1996.

1
B. Rumusan Masalah
1. Mengenal lebih dekat Syeikh Abd. Rauf Sinkel.
2. Pemikiran Syeikh Abd. Rauf Singkel.
3. Sejarah penulisan Tarjuman al- Mustafid.
4. Karateristik Tafsir Tarjuman al- Mustafid
5. Sumber Penafsiran
6. Kekurangan dan kelebihan Tafsir Tarjuman al-Mustafid

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengenal lebih dekat sosok Syeikh Abd. Rauf Singkel
2. Mengetahui sejarah Tafsir Tarjuman al- Mustafid karya Syeikh Abdurrauf
Singkili
3. Untuk Mengetahui Contoh-contoh dan Analisis Tafsir Tarjuman al-Mustafid

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Syeikh Abdurrauf Singkili

Nama lengkapnya ialah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal
Fansuri As-Singkili.2 Tahun kelahirannya tidak diketahui, tetapi Rinkes setelah
mengadakan kalkulasi ke belakang dari saat kembalinya dari Timur Tengah ke
Aceh, menyimpulkan bahwa ia dilahirkan sekitar tahun 1615 M.3 Menurut
Hasjimi menyebut nenek moyang Abdurrauf berasal dari Persia yang datang ke
kesultanan Samudera Pasei pada akhir abad ke- 13. Mereka kemudian menetap di
Fansur (Barus), sebuah kota pelabuhan tua pantai barat Sumatera. Pendapat lain
menyebutkan keluarga ini bersilsilah ke Arab. Syaikh Ali ayah dari Abdurrauf
diperkirakan berasal dari Arab yang kemudian kawin dengan seorang wanita
pribumi, dan selanjutnya mereka tinggal di Singkel.4
Menyangkut garis keturunannya, sejarah penanggalan kelahiran Abd. Rauf
pun tidak dapat ditemukan kepastiannya. Voerhoove menyebutkan tahun 1620,5
dan ada yang menyebutkan 1593/1001 H.6 Awal masa mudanya, ia hanya belajar
dengan ayahnya sendiri. Setelah itu Ia kemudian juga belajar pada ulama-ulama
di Fansur dan Banda Aceh. Tidak hanya sampai disitu Abdurrauf Al-Singkeli ini
melanjutkan belajar dengan berbagai ulama di Timur Tengah untuk mendalami
agama Islam.
Ada dua legenda yang dikaitkan dengan Abdul Rauf Singkel. Legenda
pertama menyatakan bahwa ia adalah mubaligh pertama yang mengislamkan

2
Rinkes, D.A., Abdoerraoef van Singkel: Bijdrage tot de kennis van de mystiek op
Sumatra en Java. Ph.D. diss., Leiden, 1909.
3
Mohammad Masrur, Tafsir Al-Qur’an Pertama di Nusantara: Tarjuman Al-Mustafid
Karya Abdur Rouf al-Sinkili, (Jurnal Wahana Akademika: Volume 7, Nomor 1, Pebruari 2005),
hal 34
4
Oman Fathurrahman, Tanbiihul Maasyi: Menyoal Wahdat al- Wujud, Kasus Abd. Rauf
Singkel pada abad ke-17 (Bandung : Mizan, 1999)hlm, 25
5
P Voerhoove, “Abd. Rauf Singkel” dalam Encyclopedia of Islam, New edition. Leiden:
E.J. Brill, 1986, Vol I, hlm. 88.
6
Team Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia,
(Jakarta:Djambatan,1992),hlm. 31

3
Aceh.7 Legenda kedua menyatakan bahwa khutbah-khutbahnya telah membawa
“para pelacur” dari “bordil”, yang konon dibuka oleh Hamzah Fansuri di ibukota
Aceh, untuk kembali ke jalan yang benar.8 Braginsky (1998) menegaskan bahwa
kedua legenda itu tentu saja tidak sesuai dengan kebenaran sejarah.
Namun, tentang peranan Abdul Rauf sebagai muslim, ulama dan
pendakwah yang berpengaruh dalam kedua legenda tersebut, tentu saja tidak bisa
disangkal. Arah gagasannya selalu praktis. Sebagai seorang muslim ia selalu
menaruh perhatian besar pada murid-muridnya. Karya-karyanya selalu bertolak
dari perhatiannya yang demikian itu, yaitu untuk membantu mereka memahami
Islam dengan lebih baik lagi, menasehati mereka supaya tidak tertimpa musibah,
memperteguh kesalehan mereka, dan menghindarkan mereka dari tindakan salah
dan tidak toleran.9
Abdul Rauf Singkel, yang bernama panjang Syeh Abdul Rauf bin Ali al-
Jawi al-Fansuri al-Singkili, lahir di Fansur, lalu dibesarkan di Singkil pada awal
abad ke-17 M. Ayahnya adalah Syeh Ali Fansuri, yang masih bersaudara dengan
Syeh Hamzah Fansuri. A. Rinkes memperkirakan bahwa Abdul Rauf lahir pada
tahun 1615 M. Ini didasarkan perhitungan, ketika Abdul Rauf kembali dari
Mekah, usianya antara 25 dan 30 tahun.10 Namun, Abdul Hadi WM (2006)
menyatakan bahwa perkiraan itu bisa meleset, karena Abdul Rauf berada di
Mekah sekitar 19 tahun, dan kembali ke Aceh pada 1661. Bila dalam usia 30
tahun ia kembali dari Mekah, berarti ia dilahirkan pada 1630.
Selama sekitar 19 tahun menghimpun ilmu di Timur Tengah, Abdul Rauf
tidak hanya belajar di Mekah saja. Ia juga mempelajari ilmu keagamaan dan
tasawuf di bawah bimbingan guru-guru yang termasyhur di Madinah. Di kota ini,
ia belajar kepada khalifah (pengganti) dari tarekat Syattariyah, yaitu Ahmad
Kusyasyi dan penggantinya, Mula Ibrahim Kurani.11 Namun demikian, beberapa
penulis mencatat, pengaruh paling besar dalam membentuk pola pikir dan pola

7
Lihat Liaw Yock Fang, 1975: 198 dan Braginsky, 1998: 474.
8
Snouck Hurgronje dalam Braginsky, 1998: 474.
9
A. Johns dalam Braginsky, 1998: 474.
10
lihat Abdul Hadi WM, 2006: 241.
11
Braginsky, 1998: 474.

4
sikap Abd. Rauf berasal dari gurunya di Madinah, Dalam kata penutup salah satu
karya tasawufnya, Abdul Rauf menyebutkan guru-gurunya. Data yang cukup
lengkap tentang pendidikan dan tradisi pengajaran yang diwarisinya ini
merupakan data pertama tentang pewarisan sufisme di kalangan para sufi Melayu.
Ia juga menyebutkan beberapa kota Yaman (Zabit, Moha, Bait al-Fakih, dan lain-
lain), Doha di Semenanjung Qatar, Madinah, Mekah, dan Lohor di India. Di
samping itu, ia juga menyebutkan daftar 11 tarekat sufi yang diamalkannya,
antara lain Syattariyah, Kadiriyah, Kubrawiyah, Suhrawardiyah, dan
Naqsyabandiyah.
Sepeninggal Ahmad Kusyasyi, Abdul Rauf memperoleh izin dari Mula
Ibrahim Kurani untuk mendirikan sebuah sekolah di Aceh. Sejak 1661 hingga
hampir 30 tahun berikutnya, Abdul Rauf mengajar di Aceh. Liaw Yock Fang
(1975) menyebutkan bahwa muridnya ramai sekali dan datang dari seluruh
penjuru Nusantara. Dan, karena pandangan-pandangan keagamaannya sejalan
dengan pandangan Sultan Taj al-‘Alam Safiatun Riayat Syah binti Iskandar Muda
(1645-1675), Abdul Rauf kemudian diangkat menjadi Syeikh Jamiah al-Rahman
dan mufti atau kadi dengan sebutan Malik al-Adil, menggantikan Syeh Saif al-
Rijal yang wafat tidak lama setelah ia kembali ke Aceh.12 Selain itu, ia juga
bersikap keras terhadap orang-orang yang menolak berkuasanya seorang raja
perempuan
Walaupun disibukkan oleh tugas mengajar dan pemerintahan, Abdul Rauf
masih sempat menulis berbagai karya intelektual dan juga karya sastra berbentuk
syair, banyak di antaranya yang masih tersimpan sampai sekarang.
Mulanya, ketika dititahkan oleh Sultanah untuk menulis Mir‘at al-Tullab
pada 1672, ia tidak bersedia karena merasa kurang menguasai bahasa Melayu
setelah lama bermukim di Haramayn (Arab Saudi). Tetapi setelah
mempertimbangkan masak-masak perlunya kitab semacam ini ditulis dalam
bahasa Melayu, ia pun mengerjakannya, dengan dibantu oleh dua orang sabahat
(Zalila Sharif dan Jamilah Haji Ahmad dalam Abdul hadi WM, 2006: 243). Oman

12
Abdul Hadi WM, 2006: 241-242.

5
Fathurrahman (dalam Osman, 1997: 242) mencatat bahwa karyanya tidak kurang
dari 36 kitab berkenaan dengan fikih dan syariat, tasawuf, dan tafsir Al-Qur‘an
dan hadis.
Pengaruh Abdul Rauf juga mencapai umat Islam di Jawa. Braginsky (1998)
menyebutkan bahwa Abdul Rauf pernah berkunjung ke Banten. Sedangkan Liaw
Yock Fang (1975) menyebutkan bahwa salah satu karya Abdul Rauf dikutip
dalam sebuah risalah sufi yang terkenal di Jawa. Sementara itu, tarekat
Syattariyah, yang juga banyak penganutnya di Jawa, membubuhkan nama Abdul
Rauf dalam silsilah para sufi besar penganut tarekat tersebut. Sehingga, Abdul
Rauf jelas dikenal oleh orang-orang Jawa yang menganutnya.
Barangkali yang paling diingat orang tentang Abdul Rauf adalah bahwa ia
berpenting sekali dalam menengahi silang pendapat antara Nuruddin al-Raniri
dan Hamzah Fansuri tentang aliran wujudiyyah. Braginsky (1998) telah
menguraikan pendekatan Abdul Rauf yang lebih sejuk dan damai terhadap aliran
yang diajarkan oleh Hamzah Fansuri tersebut.Ketika wafat pada tahun 1693,
denganberusia 73 tahun. Abdul Rauf dimakamkan di muara sebuah sungai di
Aceh, di samping makam Teuku Anjong yang dikeramatkan oleh orang Aceh.13
sehingga ia dikenal juga sebagai Syeh Kuala atau Tengku di Kuala.14 Untuk
mengenang jasa jasanya, pemerintah Aceh Darussalam mengabadikan namanya
pada perguruan tinggi dengan nama Universitas Syeikh Kuala Banda Aceh.

B. Karya-karyanya
Oman Fathurrahman (dalam Osman, 1997: 242) mencatat tidak kurang dari
36 kitab berkenaan dengan fikih dan syariat, tasawuf, dan tafsir Al-Qur‘an dan
hadis, di antaranya adalah:
1. Daka‘ik al-Huruf (Kehalusan-kehalusan Huruf), dikutip dalam al-Tuhfa al-
mursala ila ruh al-nabi, risalah ilmu tasawuf yang sangat penting di Jawa.
2. Tafsir Baidhawi (terjemahan, 1884, diterbitkan di Istambul).

13
Abdul Hadi WM, 2006: 246.
14
Liaw Yock Fang, 1975: 198.

6
3. Mirat al-Turab fi Tashil Ma‘rifah al-Ahkam al-Syar‘iyyah li al-Malik al-
Wahab (Cermin Para Penuntut Ilmu untuk Memudahkan Tahu Hukum-hukum
Syara‘ dari Tuhan, bahasa Melayu).
4. Umdat al-muhtajin ila Suluk Maslak al-Mufradin (Pijakan bai Orang-orang
yang Menempuh Jalan Tasawuf).
5. Tanbih al-Masyi al-Mansub ila Tariq al-Qusyasyi (Pedoman bagi Penempuh
Tarekat al-Qusyasyi, bahasa Arab).
6. Bayan al-Arkan (Penjelasan tentang Rukun-rukun Islam, bahasa Melayu).
7. Bidayah al-Baligah (Permulaan yang Sempurna, bahasa Melayu).
8. Sullam al-Mustafiddin (Tangga Setiap Orang yang Mencari Faedah, bahasa
Melayu).
9. Piagam tentang Zikir (bahasa Melayu).
10. Tarjuman al-Mustafid bi al-Jawy.
11. Syarh Latif ‘Ala Arba‘ Hadisan li al-Imam al-Nawawiy (Penjelasan
Terperinci atas Kitab empat Puluh Hadis Karangan Imam Nawawi, bahasa
Melayu).
12. Al-Mawa‘iz al-Ba‘diah (Petuah-petuah Berharga, bahasa Melayu).
13. Kifayat al-Muhtajin.
14. Bayan Tajilli (Penjelasan tentang Konsep Manifestasi Tuhan).
15. Syair Makrifat.
16. Al-Tareqat al-Syattariyah (Untuk Memahami jalan Syattariyah).
17. Majmu al-Masa‘il (Himpunan Petranyaan).
18. Syam al-Ma‘rifat (Matahari Penciptaan).

C. Pemikiran

1). Tasawuf

Dalam banyak tulisannya, Abdul Rauf Singkel menekankan tentang


transendensi Tuhan diatas makhluk ciptaan-Nya. Ia menyanggah pandangan
wujudiyyah yang menekankan imanensi tuhan dalam makhluk ciptaan-Nya. Dalam

7
karyanya yang berjudul Kifayat al-Muhtajin.Abdul Rauf berpendapat bahwa tuhan
menciptakan alam semesta, Dia menciptakan Nur Muhammad. Dari inilah tuhan
kemudian menciptakan permanent arcethypes (al-A’yan al-akhrijiyyah), bentuk
konkret makhluk ciptaan. Selanjutnya, beliau menyimpulkan bahwa walaupun al-
A’yan al-akhrijiyyah adalah emanasi (pancaran) dari wujud yang mutlak, ia tetap
berbeda dari tuhan, beliau mengumpakan perbedaan ini dengan tangan dan
bayangannya. Walaupun tangan sangat sukar untuk dipisahkan dari bayangannya.
Tetapi bayangan itu bukanlah tangan yang sebenarnya.15.

Secara umum beliau mengajarkan harmoni antara syariat dan sufisme.


Dalam karya-karyanya di menyatakan bahwa tasaawuf harus bekerjasama dengan
syariat. Hanaya dengan kepatuhan yang total terhadap syariat lah maka seorang
pencari dijalan sufi dapat memperoleh pengalaman hakikat yang sejati.
Penekanannya tentang syariat dalam tasawuf muncul dalam umdat al-Muhtajin ila
Suluki Maslak al-Mufradin. Didalam kitab ini berisi zikir, zikir adalah dasar dari
tasawuf dank arena itu merupakan metode yang penting dalam disiplin kerohanian.
Beliau membagi zikir menjadi dua, yaitu zikir hasanah dan zikir darajat. Beliau
juga mengajarkan dua metode zikir yaitu, zikir keras (jahr) dan zikir pelan (sir).

Semua ajaran tasawuf didasarkan atas gagasan sentral islam yaitu tauhid.
Menurut beliau “salah satu bukti keesaan Allah adalah tidak rusaknya alam. Allah
berfirman, sekiranya dilangit dan dibumi ada tuhan-tuhan selain allah, tentulah
keduanya itu telah rusak dan binasa.”

2). Syariat

Abdul Rauf Singkel juga menulis kitab dalam bidang ini. Yang terpenting
adalah Mirat at-Tulab fi Tashil Ma’rifat al-Ahkam al-Syar’iyyah al-Malik al-
Wahab. Kitab ini merupakan kitab melayu terlengkap yang membicarakan syariat.
Dalam hal ini beliau tidak mencantumkan bagian fikih yang mengenai ibadat.

15
Azyumardi Azra dalam Osman, 1997:174

8
3). Tafsir

Dalam bidang ini beliau menghasilkan karya yang berjudul Tarjuman al-Mustafid
pada hakikatnya, karya ini merupakan terjemahan melayu dari kitab tafsir yang lain,
yaitu tafsir jalalain. Karya ini diselesaikan oleh muridnya, Daud Rumi, dan
beberapa pengarang belakang lainnya. Dengan mengambil agak banyak bagian dari
tafsir al-Baidhawi dan al-Kazin.16

4). Sastra

Bagian ini masih berhubungan erat dengan karya Tasawufnya. Dalam sebuah
naskah yang disalin dibukit Tinggi 1859, diberitakan bahwa beliau yang telah
mengarang Syair Makrifat. Didalam syair ini dijelaskan tentang empat komponen
agama.

D. Sejarah Penulisan Tarjuman al-Mustafid

Pada masa kepemimpinan Ratu Safiatuddin semasa beliau mengabdikan


kariernya adalah makin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, Seni dan
Budaya. Terutama pada masa ratu Safiatuddin. Banyak karya tulis dihasilkan
dengan tanpa permintaan Ratu. Karyanya secara tegas dinyatakan sebagai pesanan
sultanah adalah Mi’rat al-thullab fi tashil Ma’rifat al-Ahkam yang dimaksudkan
untuk menjadi pedoman Pedoman bagi Qadhi dalam menjalankan tugasnya. Karya
tafsirnya sampai saat ini dianggap sebagai tafsir lengkap pertama dalam bahasa
melayu yang ada. Tafsir ini, menurut Hasjmi, disusun pada masa pemerintahan
Safiatuddin. Yang menjadi persoalannya adalah apakah proses penyusun kitab ini
atas titah sultanah ataukah inisiatif sendiri?

“Dan telah sempurnalah Tafsir qur’an yang amat mulia yang dinamai Tarjuman
al-Mustafid yang dijami’kan oleh syekh kita dan ikutan kita kepada allah , yang
alim allamah lagi waliyullah yangv pana fi allah ta’ala, aminuddin Abdurrahman

16
Riddel Dalam Braginsky, 1998

9
anak ali jawi lagi fansuri yang dikasihi allah ta’ala jua kiranya akan dia dan
diterimanya dan diberi allah ta’ala manfaat jua kiranya akan kita dengan berkat
ilmunya didalam dunia dan didalam akhirat, perkenankan olehmu hai
tuhanku…”17

Terjemahan melayu kitan Tarjuman al_Mustafid ini diteliti atau ditashhih oleh 3
orang ulama melayu kenamaan yang telah lama bermastautin di Makkah, yakni
Ahmad Fathany, Idris kelantany, dan daud Fathany. 18

Menghubungkan proses penyusunan tafsir ini dengan permintaan sultanah


memeliki beberapa keberatan. Pertama Ratu Safiatuddin tidak memiliki tingkat
kecerdasan agama yang mendalam. Kedua tradisi yang berkembang tentang al-
Qur’an umumnya terbatas pada studi baca al-Qur’an. Al-Qur’an sangat jarang
dipelajari secara langsung. Tapi dalam bentuk yang sudah diolah dalam karya-karya
skolastik mengenai fikih atau aqidah.19

Dari daftar tersebut, lebih dapat diterima bila dikatakan pesnyusunan Tafsir
ini lebih berkaitan deangan inisiatif dan usaha Abd. Rauf Singkel dan bukan atas
permitantaan sultanah Safiatuddin. Karena seorang pendidik belaiu ingin
mengajarkan ajaran-ajaran al-Qur’an.

E. Karakteristik Tafsir Tarjuman al-Mustafid

Dapat dilakukan dengan mengidentifikasi metode penafsiran, teknik


penafsiran ditekankan pada penggalian mengenai cara seorang Mufassir
memberikan Tafsirannya. Apakah ia menapsirkan Qur’an dengan Qur’an, dengan
Hadits, dengan riwayat sahabat. Untuk melihat atau mengidentifikasi karakteristik
dalam tafsir ini, berikut ini kutipan dari surat al-Ikhlas. Karena surat ini terhitung
pendek dan tidak memiliki “kelainan” bentuk maupun pola (dalam
penerjemahannya) dengan surat atau ayat lain dalam tafsir ini, pemilihan ini juga

17
Abd. Rauf sinkel, dalam kolofon Tarjuman al-Mustafid edisi 1990. Hlm.610
18
Syekh Dawud bin Abdullah
19
Martin Van Brunessen. Aceh, Rakyat dan adat Istiadatnya. Terj, sultan maimun, jilid II.
(Jakarta:1NIS, t.th) hlm 31

10
dimaksudkan agar tidak terjadi keterputusan dengan pembahasan sebelum dan
selanjutnya.

Ini surat al-Ikhlas turunnya di makkah atau Madinah dan ia itu empat atau lima ayat.
Maka tersebut dalam al-Baidawi hadist bahwasannya ia mendengar seorang laki-
laki mengaji dia maka sabdanya “ Wajabat” maka dekat berkata orang “apa arti”
“Wajabat” ya Rasulillah? Maka Sabdanya “wajabat lahu al-Jannah” artinya
wajiblah baginya syurga. Kata olehmu Muhammad pekerjaan itu ia jua tuhan esa.
Allah ta’ala jua yang maksud dari pada segala hajat. Tiada ia beranak dan tiada
diperanakkan.

Melalui kutipan diatas, dapat diketahui karakteristik yang dimiliki tafsir ini
dari segi metode dan tematik beliau tampaknya hanya menerjemahkan secara
harfiah ayat-ayat al-Qur’an. Ada tiga variable lain yang secara rutin disertakan
dalam tafsir ini diluar penjelasan terjemah harfiah. Pertama, keterangan tentang
asbab an-Nuzul ayat –kalau memang ada—yang biasanya dimasukkan kedalam
kata mufassirnatau kisah. Kedua penjelasan ragam bacaan (qiraah) yang biasanya
dimasukan dalam bagian bayan atu faidah. Ketiga, penjelasaan manfaat ayat atau
surat jika dibaca, menyertakan status surat.

F. Contoh Tafsir Tarjuman Al-Mustafid

Al- Sinkili merupakan seorang ulama besar tidak diragukan lagi


keilmuannya, ia menguasai berbagai disiplin ilmu antara lain ; tafsir, fiqh, tasawuf,
dan ilmu lainnya. Meskipun al Sinkili tidak memperlihatkan kecenderungan
tafsirnya kepada corak tertentu, namun bila dilihat dari cara penafsiran Kitab
Tarjuman al Mustafid cenderung kepada corak ijtima’i atau kemasyarakatan. Hal
ini dapat dilihat dari penafsirannya pada QS Al- Baqarah (2) : 184 sebagai berikut:

َ ُ َ َ َ ََ َ ً ُ ْ َ َ َ َ ُ ْ َ ً َّ َ
‫ات ف َم ْن َكن مِنك ْم َم ِريضا أ ْو لَع َسف ٍر فعِ َّدةٌ م ِْن أيَّا ٍم أخ َر‬
ٍ ‫أياما معدود‬

Puasakan oleh kamu segala hari yang sedikit, maka barangsiapa diantara
kamu yang melihat bulan ramadhan itu, ia dalam keadaan sakit atau ia sedang “

11
berlayar” lalu ia berbuka, maka diwajibkan atasnya mempuasakan sebilang hari
20
yang telah ia bukakan itu sebagai ganti di hari yang lain.

Pada ayat di atas dapat dilihat bagaimana Al-Sinkili merespons keadaan


ketika itu. Penafsiran kata safar dengan makna “ berlayar ” menunjukan bahwa
kondisi masyarakat lebih banyak melakukan perjalanan dengan berlayar, bukan
dengan perjalanan darat. Hal ini sesuai dengan letak geografis kesultanan Aceh
yang dekat dengan samudera hindia. Melalui penafsiran ayat ini jelas Al- Sinkili
memberikan sumbangsih pemikiran sesuai dengan zamannya, meskipun penjelasan
tersebut sangat ringkas.
Disamping itu, Al-Sinkili dalam menafsirkan ayat terkadang menambahkan
dengan kisah yang diambil dari al- khazin21, contoh penafsirannya QS. Al- Baqarah
(2) : 1-2 Sebagai berikut :

)2( ‫ني‬ ِ َ ْ‫اب ََل َري‬


َ ‫ب فِيهِ ُه ًدى ل ِلْ ُم َّتق‬ ُ ‫) َذل َِك الْك َِت‬1( ‫الم‬

Allah Ta’ala jua yang lebih tahu akan yang dikendakinya dengan yang demikian
itu (1). Inilah al-Qur’an yang dibaca oleh Nabi Muhammad SAW yang tiada syak
di dalamnya bahwa ia dari Allah Ta’ala(2) .22

( Kisah ) Di dalam Al-Khazin disebutan bahwasanya Allah Ta’ala


menjanjikan kaum Bani Isra’il atas lidah nabi Allah Musa bahwa ia akan
menurunkan lagi seorang rasul dari anak cucu nabi Allah Ismail, maka tatkala
Rasulullah SAW pindah ke Madinah padahal di dalamnya ada beberapa makhluk
yang amat banyak maka diturunkan Allah Ta’ala surat ini untuk menyempurnakan
janji, Wallahu a’lam.
Selain itu dalam kitab tafsir Tarjuman Almustafid ini juga terdapat
perbedaan Qira’at dalam al- Qur’an yang dijelaskan oleh al-Sinkili dan tradisi
menggabungkan uraian perbedaan qira’at di dalam karya tafsir bukanlah sesuatu

20
Al-Sinkili Abd Rauf, Tarjuman Al- Mustafid, h. 28
21
Nama lengkap mufassir ini adalah ‘Ali ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn Umar ibn
Khalil al-Syaihi al- Baghdadi al-Syafi’i al-Sufi al- Khazin, pengarang kitab Tafsir yang cukup
Masyhur yaitu ; Tafsir Lubab al- Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil.
22
Al-Sinkili, Abd Rauf, Tarjuman Al- Mustafid, h. 2

12
hal yang baru. Jauh sebelumnya tradisi ini telah ada dalam karya- karya tafsir klasik
seperti tafsir al- Thabari, al- Zamakhsyari, dan al- Baidawi. Hal ini karena
keterkaitan antara ilmu tafsir dan ilmu Qira’at 23. Disamping itu perbedaan qiraat
juga membantu dalam penafsiran ayat. Dan pembahasan qira’at di dalam tafsir
Tarjuman almustafid merupakan keunikan di dalam tafsir ini, mengingat ketika itu
ilmu belum populer bahkan masih sedikit kalangan yang tahu tentang ilmu qira’at.
Adapun qira’at yang disebutkan oleh al- Sinkili dalam tafsirnya yaitu; Qira’at Imam
Abu ‘Amr riwayat al- Dauriy, Qira’at Imam Nafi’ riwayat Qalun, Qira’at imam
‘Ashim riwayat Hafs,
Al- sinkili tidak memberikan alasan mengapa ia menggunakan qira’at ketiga
imam di atas di dalam tafsirnya. Mengingat ketika itu ilmu qira’at belum dikenal
oleh umat Islam di Nusantara24. Pembahasan qira’at dalam tafsir Tarjuman
Almustafid ini dipengaruhi oleh tafsir Al-Baidawi yang menjadi salah satu acuan
al- Sinkili dalam menafsirkan al- Qur’an. Perbedannya, tafsir al-Baidawi
menggunakan analisis tujuh imam qira’at bahkan lebih.
Contoh Aplikasi analisis Qira’at dalam penafsiran al-Sinkili pada QS Al-Baqarah
(2) : 9-10 ;

َ ُ‫عونَ إِ هَّل أ َ ْنف‬


ٌ ‫ فِي قُلُوبِ ِه ْم َم َر‬- َ‫س ُه ْم َو َما يَ ْشعُ ُرون‬
‫ض فَزَ ا َد ُه ُم‬ ُ ‫َّللاَ َوالهذِينَ آ َمنُوا َو َما يَ ْخ َد‬‫يُخَا ِدعُونَ ه‬
َ‫ع َذابٌ أ َ ِلي ٌم بِ َما َكانُوا يَ ْك ِذبُون‬
َ ‫ضا َولَ ُه ْم‬
ً ‫َّللاُ َم َر‬
‫ه‬

“Diperdayakan mereka itu akan Allah Ta’ala dan segala yang percaya
akan dia dan tiada diperdayakan mereka itu melainkan akan diri mereka itu
jiwa, padahal tiada mer- eka itu tahu akan bahwa daya mereka itu bagi diri
mereka itu jiwa”.“Di dalam segala hati mereka itu syak yang membawa
kepada lembut hati, maka ditambahi oleh Allah Ta’ala akan mereka itu syak,
dan adalah bagi mereka itu siksa yang amat pedih dengan sebab mendustakan
mereka itu Nabi Allah.”

Fathoni Ahmad, Kaidah Qira’at Tujuh, Jilid I, ( Jakarta, PTIQ, 2009 ), h.13
23

Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al- Qur’an di Nusantara, ( Jakarta ; Pustaka StaiNU,
24

2008) h. 135

13
Faedah :

Perbedaan ( Ikhtilaf ) qira’at terjadi ketika membaca َ‫َو َما َي ْخ َدعُون‬ pada ayat ke
sembilan, Abu ‘Amr dan Nafi’ membaca dengan memakai Alif sehingga menjadi

َ‫َو َما يَ ْخا ِدعُون‬ , sedangkan Hafs membaca tanpa memakai alif, pada ayat

kesepuluh, Abu ‘Amir dan Nafi’ membaca َ‫ ( يُ َك ِذ بُون‬yukaddzibuna ) dengan

memakai tasydid, sedangkan Hafs bacaan takhfif ( tidak bertasydid ),


sehingga menjadi َ‫ َي ْك ِذبُون‬maka dengan bacaan takhfif ini menujukan makna
kesesatan sebab karena mereka percaya25

G. Sumber Tafsir Tarjuman Al- Mustafid


Tafsir ini tergolong kontroversial keberadaannya, terutama menyangkut
sumbernya. Penilaian umum yang sudah sejak lama berkembang ( selalu )
menghubungkan karya ini dengan karya al-Baidhawi atau menegaskan bahwa
Tarjuman Almustafid merupakan terjemahan dari Anwar al Tanzilnya Baidhawi,
pernyataan ini diterima oleh para sarjana Islam di Mekkah, Eropa, dan Asia
Tenggara.
Pangkal Anggapan ini menurut Riddel, berasal dari edisi cetakan pertama yang
beredar di Istanbul pada 1884. Pada halaman judul, redaktur memuat pernyataan :
“.... Inilah kitab yang bernama Tarjuman al-Mustafid bi al- Jawi yang
diterjemahkan dengan bahasa jawi yang diambil setengah maknanya dari tafsir al-
Baidhawi ”
Penyebutan poin bahwa tafsir al- Baidhawi merupakan sebagian sumber
dari Tarjuman al-Mustafid inilah yang lantas disalahtafsirkan, Riddel menduga,
Snock Hurgronje-lah penyebar kesalahan ini. Menurutnya, Snock Hurgronje
menyaring inti isi halaman- halaman Tarjuman al-Mustafid, melihat rujukan tafsir
secara sekilas, kemudian menyimpulkan :
“ Karya besar lain dari Abd. Rauf ialah terjemahan tafsir al-Baidhawi dalam
bahasa melayu...”

25
Al-Sinkili, Abd Rauf, Tarjuman Al- Mustafid, h. 3

14
Kesimpulan Snock Hurgronje ini selanjutnya dijadikan pijakan oleh para sarjana
Eropa maupun Asia Tenggara dengan merangkaikan Tarjuman Al-Mustafid dengan
tafsir al-Baidhawi. Kesalahan ini kian diperparah oleh Rinkes ketika menerangkan
bahwa ada tiga karya yang dikarang Abd. Rauf26.
Edisi yang beredar ( dan diterbitkan ) di Asia Tenggara juga menyertakan
keterangan bahwa Tarjuman Al-Mustafid merupakan terjemahan dari al-Baidhawi.
Edisi ini juga terdapat tambahan penjelasan dari tiga orang sarjana Melayu di
Mekkah bahwa mereka telah meneliti dan setuju bahwa hasil karya itu merupakan
terjemahan dari tafsir al-baidhawi tanpa perubahan atau pergantian.
Dalam penilaian Riddel, penyandaran tersebut tidak memiliki landasan kuat,
sebaliknya pemeriksaan yang teliti terhadap ayat demi ayat memberi bukti bahwa
karya tersebut merupakan gabungan dari berbagai tafsir Arab. Namun tidak semua
sumber disebut selain Al-Khazin dan Al-Baidhawi.27

26
Konklusi yang dikemukakan oleh Rinkes adalah “.. We find a translation of Baidhawi’s
Qur’anic commentary mentioned by Snouck Hurgronje as well as a section of the tafsir jalalain. ..
a third commentary written by him is named a Malay rendering of the Tarjuman Al-Mustafid,”
Sebagaiamana dalam Riddel tafsir Klasik Indonesia, 2000, h. 5
27
Amir Mafri, Literatur Tafsir Indonesia, Tangerang Selatan, 2013, Tim Mazhab Ciputat,
h. 26

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari serangkaian pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan


sebagai berikut:

1. Bahwa tafsir Tarjuman al- Mustafid lahir dalam situasi yang dapat
dipenuhi pertentangan paham teologi, antara kelompok penganut wahdat
al-wujud dan wujudiyyah. Beliau adalah seorang pejabat istana (Malik
al-adil) sekaligus seorang alim yang menguasai berbagai disiplin ilmu
yang nota bene saling berhadapan. Meski begitu, indikasi yang mengarah
pada kesimpulan bahwa tafsir ini merupakan pensanan penguasa sangat
sulit didapatkan. Indikasi yang menonjol justru adalah keinginan penulis
untuk berusaha meredam pertentangan dengan cara menerjemah kan
dengan sejumlah al-qur’an secara lengkap.
2. Upaya penerjemahan seluruh al-qur’an dapat dipahami sebagai ikhtiar
membawa pemahaman al-qur’an secara utuh. Hal ini penting, karena di
duga pertentangan paham yang kala itu terjadi bersumbu dari
pemahaman al-qur’an yang bersifat parsial. Mungkin itulah salah satu
sebab ia menamai tafsirnya dengan Tarjuman al-Mustafid.
3. Meski secara kesuluruhan tafsir ini merupakan terjemah harfiah dari al-
qur’an dan sebagian besar penjelasannya diambil dari jalalain, namun
tidak berarti tafsir ini sama sekali melepaskan dirinya dari persoalan
hidup yang berkecamuk dalam masyarakatnya.
4. Perhatian tersebut misalnya tampak pada pemikiran atau penafsiran Abd.
Rauf terhadap masalah teologi dan masalah social (kepemimpinan
perempuan). Dua masalah yang sangat urgen untuk diselesaikan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abrar, Indal, Potret Kronologis Tafsir Indonesia. dalam Esensia Jurnal Ilmu-ilmu
Ushuluddin, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 3. No.
2. 2002.
Afriadi Putra, Khazanah Tafsir Melayu ( Studi Kitab Tafsir Tarjuman Al-
Mustafid karya Abd Rauf Al- Sinkili ). UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. II,
No. II, 2014
Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Jakarta: Madzhab Ciputat, Tangerang
Selatan, Cet. 2, 2013
Howward M. Federspiel, Popular Indonesia Literature of Qur’an , dialih
bahasakan menjadi Kajian al-Qur’an di Indonesia, oleh Tajul Arifin, Bandung :
Mizan, 1996.
Mohammad Masrur, Tafsir Al-Qur’an Pertama di Nusantara: Tarjuman Al-
Mustafid Karya Abdur Rouf al-Sinkili, (Jurnal Wahana Akademika: Volume 7,
Nomor 1, Pebruari 2005)
Oman Fathurrahman, Tanbiihul Maasyi: Menyoal Wahdat al- Wujud, Kasus Abd.
Rauf Singkel pada abad ke-17 (Bandung : Mizan, 1999)
P Voerhoove, “Abd. Rauf Singkel” dalam Encyclopedia of Islam, New edition.
Leiden: E.J. Brill, 1986, Vol I
Team Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia,
(Jakarta:Djambatan,1992)
Liaw Yock Fang, Sejarah Kesustraan Melayu Klasik, Jakarta: Erlangga, 1991

17

Anda mungkin juga menyukai