Anda di halaman 1dari 7

Perang Hunain: Sebuah Kajian

Siroh Nabawiyyah
Prof. Muhammad Ridha menuliskan dalam buku Sirah Nabawiyyahnya bahwa Perang Hunain
terjadi pada 10 Syawal 8H atau sekitar bulan Februari 630 M. Hunain adalah suatu Lembah di
jalan menuju Thaif yang letaknya bersebelahan dengan Dzulmajaz. Jaraknya dari Makkah sejauh
tiga hari perjalanan kaki. Perang Hunain disebut juga Perang Authas karena terjadi di Lembah
Authas. Perang ini terjadi antara kaum Muslimin dan Kaum Hawazin yang bersatu dengan Kaum
Tsaqif sehingga perang ini disebut juga Perang Hawazin. Perang ini disebut-sebut sebagai perang
di masa Rosulullah dengan harta rampasan perang terbesar dan dengan jumlah bala tentara dari
Kaum Muslimin yang banyak juga.
Penyebab Perang
Setelah kota Makkah sempurna ditaklukkan, orang-orang mulai berbondong-bondong masuk ke
agama Allah, termasuk kaum Quraisy. Hal ini menyebabkan pembesar Hawazin dan Tsaqif
merasa khawatir bahwa Rosulullah dan pengikutnya akan bergerak menyerbu mereka. Abul
Hasan Ali Al-Hasani an-Nadwi menulis dalam bukunya bahwa Kaum Hawazin adalah kekuatan
terbesar setelah kaum Quraisy. Kaum Hawazin dan Quraisy saling berlomba dalam hal kekuatan.
Hawazin tidak tunduk kepada sesuatu, yaitu Islam yang Quraisy telah takluk padanya. Hawazin
ingin menjadi kekuatan yang utama dengan mencoba mencabut Islam dari akarnya.
Kekhawatiran ini menyebabkan mereka bermaksud menyerang Rosulullah dan
pengikutnya terlebih dahulu sebelum mereka diserang. Maka kemudian, di bawah pimpinan
Malik bin Auf An-Nashary, salah seorang tokoh Hawazin, mereka menghimpun kekuatan dimana
bergabung bersamanya seluruh Bani Tsaqif, Bani Nashr, Bani Jusyam, juga Said bin Bakr. Said
bin Abi Bakr ini adalah kabilah dimana Rosulullah pernah menyusui.Sedangkan Bani Kaab dan
Bani Kilab menentang Kaum Hawazin dan bergabung bersama Rosulullah.

Mereka disertai pula seorang bernama Duraid bin Ash-Shammah, pemimpin dan orang
termuka di kalangan Bani Jutsam. Dia dikenal sebagai seorang tua yang pemberani dan
berpengalaman. Usianya saat itu sudah 120 tahun, bahkan ada yang mengatakan lebih. Dia juga
buta sehingga dia hanya dimintai pendapat dan pengetauhuannya saja mengenai perang. Adapun
panglima kaum Tsaqif saat itu adalah Kinanah bin Abdu Yalil yang dikemudian hari memeluk
Islam .
Kekuatan Musuh
Malik bin Auf, panglima perang, memerintahkan agar segala sesuatu dibawa saat perang seperti
seluruh harta kekayaan, binatang ternak, kaum wanita dan anak-anak mereka dengan harapan
agar pasukannya tetap tegar dan tidak lari meninggalkan medan perang. Namun Duraid tidak
sependapat dan menyarankan agar mereka semua dipulangkan. Akan tetapi, Malik tidak
menerima sarannya dan tetap menjalankan rencananya.
Prof. Muhamma Ridha menyebutkan bahwa jumlah orang yang terhimpun dari Bani Saad dan
Tsaqif ada 4.000 orang hingga selanjutnya mencapai 30.000 orang karena kabilah-kabilah Arab
lainnya ikut bergabung. Ada pula yang mengatakan hanya 20.000 personil. Selain jumlah yang
banyak, Kaum Hawazin dikenal sebagai pemanah yang ulung.
Kekuatan Kaum Muslimin
Di sisi lain, Jumlah pasukan Rosulullah SAW sebanyak 12.000 tentara, dimana 2.000 tentara dari
penduduk kota Makkah yang baru saja masuk Islam dan sebagian dari mereka belum masuk
Islam. Sedangkan 10.000 tentara berasal dari Madinah. Jumlahnya menjadi sangat banyak
sehingga orang muslimin (ada yang mengatakan Abu Bakar yang mengatakan) berkata, Hari ini
kita tidak akan dikalahkan karena jumlah yang sedikit.
Dalam persiapan menghadapi peperangan ini, dikatakan kepada Rosulullah bahwa Shafwan bin
Umayyah yang waktu itu masih musyrik memiliki sejumlah baju besi dan senjata. Akhirnya
Shawan meminjamkan kepda Rosulullah seratus baju besi dan sejumlah senjata.
Rosulullah pergi meninggalkan Makkah pada hari Sabtu, 6 Syawwal 8 H atau 28 Januari 630 M.

Ada yang berkendaraan serta ada juga yang berjalan kaki. Bahkan kaum wanita dan orang-orang
ayng belum sempurna Islamnya juga ikut. Saat itu beliau mempercayakan Makkah keapda Uttab
bin Usaid bin Al-Ish yang saat itu muda. Adapun untuk menjadi guru, beliau tinggalkan di
Makkah Muadz bin Jabal Al-Anshari Al-Khazraji untuk mengajari mengenai ukum dan syariat
Islam karena dia adalah orang yang pandai membaca Al-Quran dan sangat mendalam ilmu
agamanya.
Syaikh Mubarakfuri dalam bukunya menulis bahwa di tengah perjalanan, pasukan muslimin
melihat pohon bidara besar yang biasa digunakan orang-orang Arab untuk menggantungkan
senjatanya dan menyembelih kurban di dekatnya. Pohon tersebut biasa disebut Dzatu Anwath.
Sebagian kaum muslimin berkata kepada Rosulullah SAW,Buatkan untuk kami Dzatu Anwath
sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath
Maka Rosulullah SAW bersabda, Allah Maha Besar, sungguh kalian telah mengatakan seperti
yang dikatakan kaum Nabi Musa: Buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana
mereka mempunyai beberapa Tuhan (berhala). Musa menjawab, Sesungguhnya kamu ini
adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan). Itu adalah jalan kehidupan. Kalian benarbenar akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian. Karena melihat banyaknya jumlah
pasukan, sebagian dari kaum muslimin berkata, Kali ini kita tidak mungkin bisa dikalahkan.
Perkataan tersebut justru membebani Rosulullah. Pada petang harinya, datanglah salah seorang
penunggang kuda memberi tahu Rosulullah bahwa Hawazin telah berangkat dengan membawa
unta dan hewan ternak mereka. Beliau tersenyum dan berkata, Itu adalah harta rampasan
(ghanimah) milik kaum muslimin besok hari, Insya Allah..
Pertempuran berkecamuk

Setelah mengetahui keberangkatan Rosulullah, Malik segera menempatkan pasukannya di


lembah Hunain dan meyebarkan mereka di lorong persembunyian lembah guna melancarkan
serangan mendadak dan serempak. Semua ini atas petunjuk Duraid.

Ketika Rosululah sampai di Hunain, lalu menuruni lembah dan waktu itu masih gelap, kaum
musyrikin mendadak melancarkan serangan dari berbagai lorong dan tempat persembunyian
lembah sehingga kuda-kuda mereka berlarian dan orang-orang pun mundur tunggang langgang.
Sehingga secara umum, pasukan kaum Muslimin menderita kekalahan,
Mengetahui

hal

itu,

kaum

musyrikin

begitu

bergembira.

Abu

Sufyan

kemudian

berkata,Kekalahan mereka tidak akan sampai ke Laut (Laut Merah).


Sementara itu, Rosulullah minggir ke arah kanan kemudian memanggil dengan suara keras,
Kemarilah, wahai Hamba-Hamba Alloh!Sesungguhnya, aku seorang Nabi yang tidak berdusta.
Aku adalah putra (cucu) Abdul Muthalib.
Abu Sufyan Ibn Al-Harits segera memegangi tali kendali baghal Rosulullah dan Al Abbas
memegangi pelananya berusaha menahannya agar tidak terburu-buru melesat ke arah musuh.
Belaiu pun turun dari baghal itu, allu berdoa dan memohon portolongan Allah.
Rosulullah SAW kemudian memerintahkan Al-Abbasm orang yang suaranya paling keras untuk
menyeru para sahabat. Al Abbas berteriak dengan suara kerasnya, Wahai Assh-habus Samroh!
(para sahabat yang pernah melakukan Baiat Ridwan padda tahun Hudaibiyah.
Abbas berkata, Demi Alloh, begitu endengar teriakan itu, mereka segera kembali seperti sapi
yang datang memenuhi panggilan anaknya, seraya berkata,Kami sambut seruanmu, kami
sambut seruanmu! Hingga akhirnya terkumpul sekitar seratus orang yang siap menerjang
musuh dan berperang mempertaruhkan nyawa.
Seruan seperti itu kemudian juga ditujukan kepada kalangan Anshar dan Bani Al-Harits ibn AlKhazraj. Maka bergabunglah berbagai pasukan satu demi satu. Sehingga di sekeliling Rosulullah
SAW terhimpun sekumpulan pasukan kaum muslimin dalam jumlah besar.
Allah menurunkan ketenangan kepada Rosulullah dan orang-orang beriman. Allah juga
menurunkan bala tentara yang tidak terlihat secara kasat mata. Pasukan Muslimin pun kembali
berlaga di medan perang dan peperangan pun berkobar kembali. Rosulullah berkata, Authas
telah berkecamuk.

Beliau kemudian memungut segenggam pasir dan melemparkannya ke arah wajah pasukan
musuh seraya berseru, Terhinalah wajah kalian. Sementara dalam Kitab Sirah Nabawiyah
Karangan Dr. Al-Buthy seruan Rosulullah berbunyi,Musnahlah kalian demi Rabb Muhammad.
Kemudian, kedua mata kaum musyrikin menjadi dipenuhi debu dan mereka pun mundur serta
melarikan diri. Kaum muslimin lalu mengejar pasukan musuh dan membunuh serta menawan
kaum musyrikin, termasuk wanita dan anak-anak mereka. Ada sebagian kaum muslimin yang
membunuh anak-anak musuh, maka Rosulullah kemudian melarang membunuh anak-anak dan
wanita.
Dalam perang ini, Duraid bin Ash-Shammah terbunuh sementara Khalid bin Al Walid menderita
luka-luka yang cukup parah. Tatkala musuh mengalami kekalahan, beberapa orang kafir Makkah
menyatakan diri masuk Islam.
Harta Rampasan Perang
Rosulullah memerintahkan untuk mengumpulkan harta rampasan perang dan tawanan dan
dibawa ke Juranah serta disimpan disana. Semuanya ada 6.000 orang tawanan, 24.000 ekor
unta, lebih dari 40.000 ekor kambing dan 4.000 untai emas. Bahkan ada yang mengatakan ini
merupakan rampasan perang yang terbesar bagi kaum muslimin.
Sikap Kaum Anshar
Menanggapi kebijakan Rosulullah yang membagikan ghanimah kepada muallaf untuk
mengikakan hati mereka pada Islam, membuat sebagian orang Anshar menggurutu. Setelah
mendengar hal tersebut, Rosulullah lantas memerintahkan orang-orang Anshar untuk
dikumpulkan di suatu tempat khusus untuk menyampaikan khotbah Khususnya yang intinya
adalah menegaskan dan mengingatkan bahwa Kaum Anshar harus bersyukur mendapatkan
kemuliaan berupa Allah dan Rosulullah dibandingkan memperebutkan kambing dan unta.
Ucapan Rosulullah tersebut membuat kaum Anshar menangis hingga jenggot mereka basah
karena air mata. Subhanallah..
Ibroh

Peristiwa terjadinya perang Hunain ini memberikan pelajaran penting yang termaktub dalam AlQuran Surat At-Taubah ayat 25-27.
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai Para mukminin) di medan peperangan yang
banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, Yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena
banyaknya jumlah (mu), Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu
sedikitpun, dan bumi yang Luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang
dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada
orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya,
dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang yang kafir, dan Demikianlah pembalasan
kepada orang-orang yang kafir. Sesudah itu Allah menerima taubat dari orang-orang yang
dikehendakiNya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Beberapa pelajaran penting dan ibroh yang dapat diambil dari Perang Hunain menurut Dr.
Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy kurang lebih sebagai berikut:

Menyusupkan mata-mata ke dalam Barisan Lawan merupakan strategi yang


diperbolehkan

Imam diperbolehkan meminjam senjata kaum Musyrikin untuk memerangi musuh


kaum Muslimin

Keberanian Rosulullah dalam peperangan

Larangan membunuh wanita, anak-anak dan budak

Jihad Tidak berarti iri hati kepada kaum kafir

Kebijaksanaan Islam tentang orang-orang muallaf

Keutamaan kaum Anshar dan kecintaan Nabi pada mereka. Hal ini tergambar dari
keikhlasan dan kerelaan Kaum Anshar

dalam menanggapi kebijakan Rosulullah

yang memberikan sebagian besar ghanimah kepada muallaf, walaupun sebagian


sempat menggerutu. Ustadz saya bernama Ibnu Kholdun menambahkan bahwa tiada
kaum yang seikhlas dan serela

Anshar dalam menyayangi saudaranya yang

sering tergambar dari ketulusan mereka membantu Kaum Muhajirin.


Subhanallah..
Referensi
Syaikh Mubarakfury. Siroh Nabawiyyah.
Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy. Siroh an-Nabawiyyah
Prof. Muhammad Ridha. Siroh Nabawiyyah
Abul Hasan Ali Al-Hasani an-Nadwi. Siroh Nabawiyyah

Anda mungkin juga menyukai