Anda di halaman 1dari 13

PERJANJIAN HUDAIBIYAH

Dosen pengampu:

Ust Muhammad Isa Anshari

Oleh:

Edo pratama

N.I.M: T.19.07.004

MA’HAD ‘ALY DARUSY SYAHADAH LI TA’HIL

AL-MUDARRISIN WA AL-MUDARRISAT

Simo – Boyolali – Jawa tengah

2021 M / 1442 H
PERJANJAIN HUDAIBIYAH
Oleh : muhammad naufal

A. Perjanjian Hudaibiyah
Perjanjian hudaibiyah adalah perjanjian damai yang membawa kepada gencatan
senjata di antara kaum muslimin dengan kafir Quraisy Mekah. Hudaiyah adalah nama
sebuah tempat kira-kira 6 kilometer dari kota Mekah. Kawasan Hudaibiyah tersebut juga
dikenal sebagai daerah perbatasan Tanah Haram sehingga sering dijadikan tempat miqat
bagi orang yang menunaikan ibadah umrah. Penyebutan nama Hudaibiyah sebenarnya
diambil dari nama sebuah sumur, ada pula menyebutnya sebuah telaga yang sekarang ini
dikenal telaga Asy-Syumaisi. Tempat ini menjadi bersejarah karena nabi Muhammad
‫ ﷺ‬telah membuat perjanjian dengan mengadakan gencatan senjata bersama
dedengkot para pembesar Mekah.

B. Terjadinya Perjanjian Hudaibiyah


Perjanjian ini berawal ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬bermimpi bahwa beliau bersama
para sahabat memasuki masjidil haram, mengambil kunci Ka’bah, melaksanakan thawaf
dan umrah, sebagian sahabat ada yang mencukur dan ada yang memendekkan rambutnya.
Beliau menyampaikan mimpinya ini kepada para sahabat dan mereka tampak senang.
Maka tidak lama kemudian beliau mengumumkan hendak melakukan umrah bersama
para sahabat nya.
Orang-orang Badui yang mendengar niat beliau ini juga berdatangan untuk
bergabung. Beliau langsung mencuci pakaian lalu menaiki onta beliau yang bernama Al-
Qashwa. Sementara Madina diserahkan kepada ibnu Ummi Maktum ataupun Numailah
Al-Laisty. Keberangkatan beliau tepat pada hari senin tanggal 1 Dzul Qa’dah 6 H. Di
antara istri beliau yang ikut adalah Ummu Salamah. Adapun jumlah para sahabat yang
ikut ada 1400 orang, namun ada yang mengatakan 1500 orang. Mereka berangkat tanpa
membawah senjata apapun, kecuali senjata yang biasa dibawah oleh para musafir, yaitu
pedang yang di masukan ke dalam sarungnya.
C. Kaum muslim bergerak ke Makkah
Mereka bergerak ke arah Makkah. Setibanya di Dzul Hulaifah, hewan kurban di
kalungi tali dan di beri tanda. Beliau juga mengenakan pakain ihram, agar orang-orang
tidak menyerang. Seorang mata-mata dari Khuza’ah dikirim untuk mencari informasi
tentang Quraisy, lalu secepatnya kembali menemui beliau lagi. Ketika mendekati usfan,
mata-mata itu sudah bisa menemui beliau dan menyampaikan informasi, “saat aku
meninggalkan Ka’ab bin Lu’hay, Quraisy sedang menghimpun beberapa kabilah dan
mengumpulkan sejumlah orang untuk memerangi engkau dan menghalangi engkau agar
tidak bisa memasuki Masjidil Haram.”

Rasulullah ‫ ﷺ‬meminta pendapat para sahabat seraya bersabda, “setujuhkah


kalian jika kita condong kepada kaum kerabat yang telah membantu merekah lalu kita
membasmi mereka ? kalaupun mereka diam, sebenarnya diamnya itu karena takut dan tak
berdaya. Kalaupun mereka bisa selamat, di sana masih ada sekian banyak nyawa yang
siap di cabut Allah. Ataukah kita harus memasuki Makkah dan siapa pun yang
menghalangi, kita akan memeranginya ?”

Abu Bakar berkata, “Allah dan Rasulnya yang lebih mengetahui. Tetapi kita
datang hanya untuk melaksanakan umrah. Kita datang bukan untuk memerangi
seseorang. Tetapi siapapun yang menghalangi kita untuk memasuki Masjidil Haram,
maka kita akan memeranginya.” Nabi muhammad bersabda, “ kalau begitu lanjutkan
perjalanan. “Maka meraka pun melanjutkan perjalanan.

D. Upaya Quraisy Menghalangi Rombongan Kaum Muslimin

Setelah mendengar keberangkatan Rasulullah ‫ ﷺ‬, Quraisy segera


menyelengarakan majlis permusyawaratan. Keputusannya, apa pun cara mereka hendak
menghalangi orang-orang muslim memasuki Masjidil Haram. Setelah Rasulullah dapat
menghindari beberapa kabilah, ada seorang dari Bani Ka’ab yang memberikan informasi
kepada beliau bahwasanya Quraisy memberangkatkan pasukan dan tiba di Dzi Thuwa.
Dengan 200 penunggang kuda di bawah komando Khalid bin Walid yang mengambil
posisi di Kura’ Al-Ghamim, di jalur utama menuju Makkah. Dan saat itu Khalid bin
Walid melihat orang-orang muslim sedang melaksanakan shalat zuhur. Dia berkata,
“mereka pasti lengah, andaikan kita menyerang mereka secara serentak, tentu kita bisa
mengalahkan mereka.” Tetapi dia memutuskan menyerang kaum muslimin di waktu
shalat asar. Akan tetapi Allah menurunkan hukum shalat khauf, sehingah kesempatan itu
pun hilang dari tangan khalid dan pasukan Quraisy. Mengetahui hal itu, Khalid bin Al-
Walid segera kembali ke Makkah, dan orang-orang Quraisy terus bergerak kemudian
membuat markas di Lembah Baldah. Mereka menguasai mata air mendahului kaum
Muslimin.

Ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬melanjutkan perjalanannya tiba-tiba onta Rasulullah


berhenti di Tsaniyati Mirar ( sebuah jalan ke hudaibiyah ). Melihat onta Rasulullah
berhenti para sahabat berkata “si Qashwa ( nama unta rasulullah ) mogok, ” Rasulullah
mengatakan “ ia tidak mogok, dan itu bukan kebiasaannya. Ia ditahan oleh malaikat yang
dahulu menahan pasukan gajah Abraha, " ujar beliau. "Demi Allah, orang-orang Quraisy
itu tidak akan membiarkan aku melakukan umrah. Tetapi jika mereka memintaku rencana
untuk menghormati apa yang dianggap suci oleh Allah tentu akan aku penuhi (
maksudnya ingin mengajak berdamai dan menyambung kembali hubungan kekerabatan
yang telah terputus." Kemudian Rasulullah memecut untanya hingga bangkit dan kembali
berjalan hingga sampai di penghujung wilayah Hudaibiyah, yang sumber mata airnya
sangat sedikit sehingga menyebabkan para shahabat berebutan. Namun Rasulullah
bersikap adil ia mengeluarkan sebilah anak panah dari tempatnya dan memberikannya
kepada salah seorang shahabatnya. Lalu ditancapkan pada dasar oase sehingga
menimbulkan aliran air yang sangat deras.

E. Beberapa Utusan Orang Quraisy

Tatkala Rasulullah sudah merasa tenang, datanglah Budail bin Warqa dan
beberapa tokoh dari suku Khuza'ah menanyakan sebab kedatangan beliau. Kemudian
beliau mengatakan kedatangannya bukan untuk perang, melainkan untuk mengunjungi
Baitullah dan mengagungkan kemuliaannya. Mereka pun kembali menemui orang-orang
Quraisy untuk mengabarkan hal tersebut. Namun, mereka (Quraisy) tidak begitu saja
percaya kepada mereka sehingga mereka mengutus Mikraz bin Hafash untuk kembali
menemui Nabi. Ketika Nabi melihat kedatangannya, beliau berkata, "Orang ini adalah
penipu." Ketika ia bertanya kepada Rasul kembali beliau mengatakan seperti apa yang
pernah dikatakannya kepada Budail. Maka utusan tersebut kembali dan mengabarkannya
kepada orang-orang Quraisy. Namun lagi-lagi kaum Quraisy tidak percaya, hinggah
akhirnya mereka mengutus Urwah bin Mas'ud Atsaqafi hingga menjumpai Rasulullah
dan duduk di hadapannya seraya berkata, "Hai Muhammad, engkau kumpulknn orang
banyak kemudian membawa mereka kepada keluargamu untuk membunuh mereka? Demi
Allah, dengan mereka, sepertinya kami lihat pengikut kalian akan menyingkir darimu
besok."

Abu Bakar berkata, "Isap saja kemaluan tuhanmu, Lata. Apakah kamu mengira
kami serendah itu?" Urwah bertanya, "Siapakah orang ini ya Muhammad?" Beliau
menjawab, "la adalah putra Abu Quhafah." Urwah berkata, "Demi Allah, jika aku tidak
berutang budi padanya, pasti aku balas." Dan seketika itu Urwah ingin menjamah
janggut Rasulullah, namun ada Mughirah bin Syu'bah berdiri dekat kepala Rasulullah
kemudian menepuk tangan Urwah seraya berkata, "Jangan sentuhkan tanganmu pada
wajah Rasullah." Urwah berkata, "Siapakah orang ini?" Mereka menjawab, "Ia adalah
anak saudaramu, Mughirah bin Syu'bah" Urwah berkata, "Dasar pengkhianat! Aku baru
saja menutupi aibmu! " sementara itu di satu sisi Urwah sangat memperhatikan apa yang
di lakukan para sahabat kepada nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Setiap kali Rasulullah berwudlu,
bekas air wudunya menjadi rebutan begitu juga rambutnya dan lain sebagai nya.
Sehingga ketika Urwah kembali ia berkata, "Wahai orang Quraisy! Aku pernah bertemu
raja Romawi, Kaisar dan Najasyi di kerajaan mereka. Demi Allah aku belum pernah
melihat seorang raja sangat dihormati seperti Muhammad yang dihormati oleh para
shahabatnya. Sungguh aku telah melihat kaum yang tidak akan membiarkannya cedera
sedikit pun. Kemukakanlah pendapat kalian padaku."

Di sisi lain karena pemuda Quraisy yang semangatnya masih membara


menghendaki perang, padahal para pemimpin mereka ingin mengadakan perundingan
genjatan sejata, mereka mengabil inisiatif sepihak mereka merencanakan menyusup di
kelompok kaum muslimin di malam hari dengan jumlah 70 sampai 80 pasukan yang
turun dari gunung tan’im. Namun Allah berkehendak lain, mereka ke tangkap oleh
Muhammad bin Maslamah yang betugas sebagai komando jaga dan melaporkan nya
kepada nabi, namun Rasulullah memaafkan mereka karena tujuan kita bukanlah untuk

berperang. Dari hal ini Allah ‫ﷻ‬berfirman:


‫وهو الذى كف أيديهم عنكم وأيديكم عنهم ببطن مكة من بعد أن أظفركم عليهم وكان هللا بما‬
‫تعملون بصيرا‬

“Dan, dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kalian dan
(menahan) tangan kalian dari (membinasakan) mereka di tengah Makkah sesudah Allah
memenangkan kalian atas mereka, dan Allah adalah Maha Melihat apa yang kalian
kerjakan.” ( Al-fath : 24 )

F. Rasulullah Mengutus Duta ke Pihak Quraisy

Ketika itu Rasulullah memanggil Umar bin Khaththab untuk mengirimnya ke


kaum Quraisy, tetapi beliau menolaknya dengan alasan karena tidak ada kaumnya yang
akan menolongnya apabila terjadi sesuatu. Akan tetapi, Umar menyarankan agar beliau
mengutus Ustman bin Affan saja. Rasulullah berkata kepada Utsman "Beritahu kepada
mereka bahwa kita datang bukan untuk berperang, melainkan hanya untuk umrah dan
ajaklah mereka kepada Islam. Kemudian berangkatlah Utsman untuk melaksanakan
tugasnya. Ia bertemu dengan kaum Quraisy di Baldah dan menyampaikan kepada mereka
tentang kedatangan Rasulullah.

Usamah bih Sa'id bin Al-Ash menemani Utsman, memboncengkannya di atas


kudanya dan menjamin keselamatannya. Sebagian kaum muslimin mengatakan sebelum
kedatangan Utsman, "Utsman telah mendahului kita ke Baitullah dan melakukan thawaf."
Rasulullah berkata, "Aku yakin dia tidak akan melakukan tawaf, sementara kita tidak
bersamanya. Tiba-tiba Rasulullah mendapatkan informasi bahwa Utsman telah terbunuh.
Beliau pun mengajak para shahabat untuk berbaiat. Mereka pun berbaiat kepada beliau
di bawah pohon inilah yang di sebut dengan baiat Ridhwan, yang karenanya Allah ‫ﷻ‬
menurunkan ayat :

‫لقد رضى هللا عن المؤمنيــن إذ يبايعونك تحت الشجرة‬

“sesunguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka


berjanji setia kepadamu di bawah pohon” ( Al-fath : 18 )

Tidak ada seorang pun yang tidak berbaiat, kecuali Jadd bin Qais (orang
munafik). Setelah baiat selesai, munculah Utsman, lalu kaum muslimin berkata
kepadanya bahwa Utsman telah melakukan thawaf. Utsman pun membantah hal tersebut,
"sungguh buruk dugaan kalian. Demi jiwaku yang berada pada genggaman-Nya!
Seandainya aku tinggal di sana selama satu tahun, sementara Rasulullah berada di
Hudaibiyah, niscaya aku tidak akan thawaf sebelum Rasulullah thawaf terlebih dahulu.

G. Isi Perjanjain Hudaibiyah

Quraisy menyadari posisnya yang cukup rawan, maka mereka mengutus Suhail
bin Amr. Untuk menemui nabi Muhammad dan ajaklah damai dengan catatan ia harus
kembali meninggalkan kita tahun ini. Demi Allah jangan sampai orang-orang Arab
berkata bahwa ia dapat memasuki Mekah dengan cara paksa." suhail pun datang
menemui Rasulullah. Ketika Rasulullah melihat kedatangannya beliau berkata, "sungguh
ia telah memudahkan urusan kalian. Masyarakat Quraisy menginginkan damai dengan
mengutus orang ini." Setelah berunding panjang lebar antara Rasulullah dan Sahl.
Akhirnya kedua bela pihak menyepakati klausul-klausul perjanjian sebagai berikut :

1. Rasulullah ‫ ﷺ‬harus pulang pada tahun ini, dan tidak boleh memasuki Makkah
kecuali tahun depan bersama otang-rang Muslim. Mereka diberi jangka waktu selama
tiga hari berada di Makka dan hanya boleh membawa senjata yang biasa dibawah
musafir, yaitu pedang yang di sarungkan. Sementara pihak Quraisy tidak boleh
menghalangi dengan cara apa pun.
2. Genjatan senjata di antara kedua belah pihak selama sepuluh tahun, sehingga semua
orang merasa aman dan sebagian tidak boleh memerangi sebagian yang lain.
3. Barang siapa yang ingin bergabung dengan pihak Muhammad dan perjanjiannya,
maka dia boleh melakukannya, dan sebaliknya. Kabilah mana pun yang bergabung
dengan salah satu pihak, maka kabilah itu menjadi bagian dari pihak tersebut.
4. Siapa pun orang Quraisy yang mendatangi Muhammad tanpa izin walinya (melarikan
diri), maka dia harus dikembikan kepada pihak Qurausy, dan siapa pun dari pihak
Muhammad yang mendatangi Quraisy (melarikan diri) maka dia tidak boleh di
kembalikan kepadanya.
Setelah mereka selesai berunding, Kemudian Rasulullah memanggil Ali bin Abu
Thalib seraya berkata, "Tulislah, Bismillahirrahmanirrahim." Suhail berkata, "Aku tidak
mengenal kalimat ini. Tulislah, Bismika Allalumma." Rasulullah berkata, "Tulislah,
Bismika Allahummal" lalu Ali pun menuliskannya. "Kemudian tulislah! Ini adalah
kesepakatan antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr." Suhail
menyergahnya, "Seandainya aku bersaksi bahwa kamu adalah Rasulullah, niscaya aku
tidak akan memerangimu. Akan tetapi, tulislah namamu dan nama bapakmu saja."
Rasulullah berkata, "Tulislah, ini adalah kesepakatan antara Muhammad bin Abdullah
dan Suhail bin Amr. Ketika Rasulullah tengah merampungkan tulisan isi perjanjian damai
dengan Suhail bin Amr, tiba-tiba muncul Abu Jandal bin Suhail bin Amr dalam keadaan
terborgol bergabung bersama Rasulullah. Ketika sang ayah, Suhail bin Amr melihat
anaknya Abu Jandal datang kepadanya, langsung menamparnya dan mencengkeramnya
seraya berkata, "Ini adalah pertama yang aku tuntut kepadamu, hai Muhammad."
Rasulullah ingin agar Suhail membiarkannya saja, tetapi ia menolaknya.
Rasulullah berkata, " Bersabarlah wahai Abu Jandal dan berharaplah kepada
Allah. Sungguh Allah akan memberikan padamu dan orang-orang yang bersama kamu
dari kalangan mustadh'afin kemudahan dan jalan keluarnya. Kami telah melakukan
perjanjian dengan kaum Quraisy. Dan kami sudah saling berjanji di hadapan Allah. Kami
tidak akan mengkhianati mereka."
H. Menyembeli Hewan Kurban dan Mencukur Rambut Sebagai Tanda Umrah

Selesai Rasulullah melakukan perdamaian, beliau berkata, "Bangunlah!


Sembelihlah hewan qurban dan bercukurlah!" Namun, tidak ada satu pun yang bangun.
Beliau pun meninggalkan sahabatnya dan masuk menemui Ummu Salamah. Kemudian
beliau menceritakan apa yang tengah terjadi.

ummu salamah berkata, "Keluarlah. Jangan bicara kepada siapa pun hingga
engkau menyembelih sendiri qurbanmu, dan panggilah tukang cukur untuk
mencukurmu." Rasulullah bangkit berdiri dan keluar. Beliau tidak bicara kepada siapa
pun hingga melaksanakan saran istrinya. Beliau menyembelih seekor unta dan
memanggil seorang tukang cukur untuk mencukurnya. Ketika orang-orang melihat apa
yang tengah dilakukan beliau, mereka pun bangkit berdiri untuk menyembelih hewan
qurban dan saling mencukur satu dengan yang lainnya.

Di antara mereka, ada yang mencukur habis rambuhrya dan ada juga yang sekadar
memendekkannya. Rasulullah berkata, "semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada
orang-orang yang mencukur habis rambutnya." Para shahabat berkata, "Dan mereka
yang sekadar memendekan rambutnya?" Rasulullah berkata, "semoga Allah
mencurahkan rahmat-Nya kepada orang-orang yang cukur habis rambuhrya." Dan pada
yang ketiga kalinya beliau menambahkan, "Dan juga kepada oran-orang yang sekedar
memendekkan rambutnya.”

Setelah selesai Kemudian Rasulullah memimpin para shahabat untuk kembali ke


Madinah. Di tengah perjalanannya, Allah menurunkan surat Al-Fath :

"Sungguh, Kami telah memberiknn kepadamu kemenangan yang nyata. Agar Allah
membeikan ampunan kepadamu (Muhammad) atas dosamu yang lalu dan yang akan
datang, serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan menunjukimu ke jalan yang
lurus." (QS. Al-Fath: 1-2).

Ketika Rasulullah sudah kembali ke Madinah, tiba-tiba datang Abu Bushair dari
kalangan Quraisy dalam keadaan menyerah. Orang-orang Quraisy pun mengutus dua
orang untuk mencarinya. Mereka berkata, "Ingat perjanjian antara kita." Maka Rasulullah
pun menyerahkan Abu Bushair kepada dua orang utusan Quraisy. Kemudian keduanya
membawanya hingga sampai di Dzulhulaifah mereka istirahat sambil makan kurma. Abu
Bushair berkata kepada salah seorang dari kedua orang tersebut, "Demi Allah, sungguh
aku melihat pedangmu itu bagus." Lalu ia menjawab, "Benar, demi Allah ini pedang
bagus'" Abu Bushair berkata, "Coba perlihatkan kepadaku." Ketika pedang itu ada
genggamannya, maka orang itu pun dibunuhnya. Sedangkan yang satunya lari hingga
kembali ke Madinah lalu masuk ke dalam masjid.

I. Penolakan Mengembalikan Wanita Yang Hijrah

Pada saat itu ada beberapa wanita mukminah yang datang menemui beliau. Para
wali wanita-wanita itu meminta untuk mengembalikan mereka kepada Quraisy sesuai
dengan isi perjanjian yang sudah dikukuhkan di Hudaibiyah. Namun beliau menolaknya,
karena kalimat yang tertulis dalam perjanjian sama sekali tidak menunjukan bahwa
wanita juga termaksut dalam perjanjian itu. Maka dari itu Allah menurunkan ayat :
"Apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka
hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan
mereka;.... " (Al-Mumtahanah: 10)

J. Kaum Muslimin Murung Dan Dialoq Umar Dengan Rasulullah


Dari keputusan yang di ambil Rasulullah tentang perjanjian Hudaibiyah
terdapad fonemena yang sama sekali tidak bisa ditangkap para sahabat dan kaum
muslimin, di antaranya adalah umar bin khatab. Saat Rasulullah sedang bernegosiasi
dengan Suhail tiba-tiba Umar menemui Abu Bakar seraya berkata, "Wahai Abu
Bakar bukankah dia itu Rasulullah?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Umar berkata,
"Bukankah kita ini umat Islam?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Umar berkata lagi,
"Lantas mengapa kita merendahkan agama kita?" Abu Bakar menjawab, "Wahai
lJmat, jagalah loyalitasmu! Sungguh aku bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah."
Umar berkata, “Aku juga bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah."
Kemudian Umar mendatangi Rasulullah seraya bertanya, "Ya Rasulullah,
bukankah engkau utusan Allah?' Nabi menjawab, "Benar." umar kembali bertanya,
"Bukankah kita ini umat Islam?" Nabi menjawab, "Benar." Umar bertanya lagi:
"Bukankah mereka itu kaum musyrikin?" Nabi menjawab ,"Benar ." Umar kembali
bertanya,"Lantas, mengapa kita merendahkan agama kita?" Nabi menjawab, "Aku
adalah hamba Allah dan Rasul-Nya! Aku tidak akan menyalahi perintahNya dan Dia
tidak akan menyia-nyiakan aku." lalu Umar berkata, "setelah peristiwa itu aku selalu
puasa, bersedekah, shalat malam, dan memerdekakan budak, karena aku khawatir
akan ucapanku dan aku mengharap semoga menjadi kebaikan."

K. Hikmah dari Perjanjian Hudaibiyah

Al-Qur‟an menyebutnya “fathan mubîna” (kemenangan yang nyata). Di antara


bukti-bukti kemenangan sebagai berikut:

1. Perjanjian Hudaibiyah merupakan pertanda mulai munculnya pengakuan kaum


Quraysi terhadap eksistensi kaum Muslimin. Terbukti, dalam penandatangan perjanjian
damai itu mereka mensikapi kaum Muslimin sebagaima seorang musuh terhadap
musuhnya. Padahal, sebelumnya mereka sangat memandang rendah dan meremehkan
umat Islam. Perubahan sikap ini, tentu saja segera terdengar dan menggegerkan seluruh
jazirah Arabia. 2. Perjanjian damai ini semakin menguatkan niat kabilah Khuza'ah untuk
mengumumkan secara terang-terangan koalisi mereka dengan kaum Muslimin.
Sebelumnya, mereka masih menyembunyikan simpati mereka terhadap kaum Muslimin.

3. Penandatanganan perjanjian damai ini membuka kesempatan bagi kaum Muslimin


untuk lebih memusatkan perhatian mereka pada upaya menghadapi ancaman Yahudi di
Khaibar: Sebab, mereka saat itu merupakan sumber bahaya terbesar yang mengancam
keberadaan kaum Muslimin. Apalagi, para pemuka Yahudi Khaibar adalah orang-orang
yang berperan besar dalam menggalang konsipirasi dan persekutuan untuk memerangi
kaum Muslimin dalam perang Khandaq.

4. Perdamaian Hudaibiyah juga memberi kesempatan kepada umat Islam untuk


menyebarkan Islam secara lebih luas. Ibn Syihab –Zuhri menggambarkan hal ini
sebagaimana berikut; Ketika perjanjian damai telah disepakati, peperangan tak terjadi
lagi, setiap orang merasa aman, dan mereka dapat bertemu, berdialog dan juga berdebat
dengan leluasa, sehingga tak ada seorang pun yang menyanggah ketika di ajak masuk
Islam. Bahkan. hampir semuanya masuk ke dalam pangkuan Islam dengan penuh
kerelaan. Walhasil jumlah orang yang memeluk Islam dalam kurun waktu dua tahun
tersebut, hampir sama dengan jumlah umat Islam sebelum Hudaibiyah. Buktinya, saat
terjadi perjanjian Hudaibiyah, Nabi membawa serta para sahabatnya yang berjumlah
sekitar 1400 orang. Kemudian, pada saat terjadi penaklukan Mekah, yakni dua tahun
setelah perjanjian itu, jumlah umat Islam sudah mencapai 10.000 orang lebih.
DAFTAR PUSTAKA

Az-Zaid, Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim, Darus Sunnah

Al-Umuri, Akram Dhiya’. Sirah Nabawiyah. Darul Falah

Al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman. 2019. Sirah Nabawiyah. Terj. Kathur Suhardi. Jakarta:


Pustaka Al-Kautsar

Al-Buthy, Muhammad Sa’id Ramadhan. 1977. Sirah Nabawiyah. Terj. Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid. Jakarta: Robbani Press.

Ibnu Hisyam, Ayyub Al-Humairi. 2015. Sirah Nabawiyah Sejarah lengkap Kehidupan
Rasulullah. Tahqiq: Muhammad Nashiruddin al-Albani. Jakarta: Akbar Media.

Anda mungkin juga menyukai