Anda di halaman 1dari 6

Perjanjian Hudaibiyyah

Latar belakang

Pada tahun 628 M, sekitar 1400 Muslim berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Mereka mempersiapkan hewan kurban untuk dipersembahkan kepada kaum Quraisy. Quraisy,
walaupun begitu, menyiagakan pasukannya untuk menahan Muslim agar tidak masuk ke Mekkah. Pada
waktu ini, bangsa Arab benar benar bersiaga terhadap kekuatan militer Islam yang sedang berkembang.
Nabi Muhammad mencoba agar tidak terjadi pertumpahan darah di Mekkah, karena Mekkah adalah
tempat suci.

Akhirnya kaum Muslim setuju, bahwa jalur diplomasi lebih baik daripada berperang. Kejadian ini
dituliskan pada surah Al-Fath ayat 4 :

        


           


Dia-lah yang Telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan
mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang Telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara
langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana .

Perjanjian

Garis besar Perjanjian Hudaibiyah berisi : "Dengan nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad
(SAW) dan Suhail bin 'Amru, perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh
tahun. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad (SAW), diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun
yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda, yang masih berayah atau
berpenjaga, jika mengikuti Muhammad (SAW) tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan
penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad
(SAW) akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan
tawaf disana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit.
Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Mekkah"

Manfaat perjanjian

Manfaat Hudaibiyah bagi kaum Muslim adalah :


 Bebas dalam menunaikan agama Islam
 Tidak ada teror dari Quraisy
 Mengajak kerajaan-kerajaan luar seperti Ethiopia-afrika untuk masuk Islam

Hasil

Perjanjian Hudaibiyah ternyata dilanggar oleh Quraisy, tapi kaum Muslim bisa membalasnya
dengan penaklukan Mekkah (Fathul Makkah) pada tahun 630 M

Kaum Muslim berpasukan sekitar 10000 tentara. Di Mekkah, mereka hanya menemui sedikit
rintangan. Setelah itu, mereka meruntuhkan segala simbol keberhalaan di depan Ka'bah

Perjanjian Hudaibiyah (Bagian 1)

Setelah orang-orang Yahudi Quraizhah ditumpas, gangguan ahli kitab yang dirasakan kaum
muslimin mulai berkurang. Walaupun dimaklumi, mereka tentu masih menyimpan selaksa makar untuk
menumpas Islam dan muslimin, kapan dan di mana pun Wallahul Musta’an Islamnya Tsumamah bin
Utsal Menjelang bulan Dzul Qa’dah tahun keenam hijriyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sempat beberapa kali mengirim pasukan kecil, bahkan ikut terjun sebagai panglima ke sejumlah daerah
di jazirah Arab. Di antaranya, beliau pernah mengirim pasukan berkuda ke arah Najd dan berhasil
menangkap Tsumamah bin Utsal Al-Hanafi, pemuka Bani Hanifah yang kemudian diikat di salah satu
tiang masjid. Suatu kali Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewatinya, dan bertanya: “Ada apa
denganmu, ya Tsumamah?” Diapun berkata: “Hai Muhammad, kalau engkau membunuhku, maka
engkau bunuh orang yang punya darah.1 Kalau engkau memaafkanku, berarti engkau menyenangkan
orang yang tahu berterima kasih. Kalau engkau butuh harta, mintalah. Pasti diberi apapun yang engkau
kehendaki.” Beliau lantas meninggalkannya. Kemudian beliau melewatinya sekali lagi dan Tsumamah
mengucapkan perkataan yang sama. Diapun menjawabnya seperti yang pertama kali. Setelah itu, beliau
melewatinya untuk ketiga kalinya. Kata beliau: “Bebaskan Tsumamah.” Para shahabat pun
melepaskannya. Selanjutnya, Tsumamah beranjak menuju kebun kurma dekat masjid, kemudian mandi.
Setelah itu dia menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan masuk Islam, katanya: “Demi Allah.
Dahulu tidak ada di muka bumi ini wajah yang paling kubenci dibandingkan wajahmu. Sungguh,
sekarang, wajah engkau adalah wajah yang paling aku cintai. Demi Allah, dahulu tidak ada di muka
bumi ini ajaran (keyakinan) yang paling aku benci dibandingkan ajaranmu. Sungguh sekarang, dienmu
adalah dien yang paling aku cintai. Sebenarnya, pasukan berkudamu menangkapku ketika aku hendak
berangkat umrah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menggembirakannya dan
memerintahkannya untuk umrah. Setelah dia mendatangi orang-orang musyrik Quraisy, mereka
berkata: “Kau bertukar agama, hai Tsumamah?” Katanya: “Tidak. Demi Allah. Tapi aku telah masuk
Islam bersama Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan demi Allah, tidak akan pernah datang lagi
kepada kalian butiran gandum dari Yamamah, sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengizinkannya.” Waktu itu, Yamamah adalah daerah penghasil makanan pokok yang menyuplai
Makkah. Diapun kembali ke negerinya dan melarang ekspor gandum ke Makkah hingga Quraisy
mengalami kekurangan pangan. Mereka pun menulis surat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam meminta beliau dengan hubungan kasih sayang agar menulis surat kepada Tsumamah untuk
membuka jalur pengiriman makanan kepada mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
memenuhi permintaan mereka.
Beberapa Faedah dari Kisah Tsumamah Dari kisah ini, kata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu, dapat
kita petik beberapa hal diantaranya:
- Bolehnya mengikat tawanan kafir di dalam masjid.
- Bolehnya berbuat baik kepada tawanan, memaafkan, serta melepaskannya tanpa
imbalan.
- Sikap lemah lembut terhadap tawanan yang diharapkan keislamannya, apalagi bila dia
diikutiorangbanyak.
- Mandi ketika masuk Islam, dan sebagainya.

Bersiap-siap Umrah pada tahun keenam hijriyah, bulan Dzul Qa’dah, bertolaklah 1.500 orang dari
Madinah dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menunaikan umrah. Demikian
diceritakan Jabir radhiyallahu ‘anhu seperti yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Rombongan
berangkat tanpa menyandang senjata layaknya hendak berperang. Mereka membawa serta beberapa
ekor ternak untuk dikorbankan. Setibanya mereka di Dzul Hulaifah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menggantungkan dan memberi tanda di leher ternaknya serta melakukan ihram untuk umrah.
Beliau pun mengirim seorang pengintai dari Khuza’ah untuk mencari kabar tentang Quraisy. Ketika
rombongan mendekati daerah Ghadir Asythath dekat ‘Usfan, datanglah pengintai tersebut, katanya:
“Saya tinggalkan Ka’b bin Lu`ai, mereka telah mengerahkan pasukan gabungan untuk menyerangmu
dan menghalangi engkau dari Baitullah.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah dengan para
shahabatnya. Beliau bertanya kepada mereka: “Apakah menurut kalian kita beralih kepada anak
keturunan mereka yang membantu orang-orang musyrik lalu menyerang mereka? Kalau mereka
berhenti, mereka berhenti dalam keadaan berduka. Kalau mereka datang, jadilah seperti leher yang
diputus oleh Allah. Atau menurut kalian kita tetap menuju Baitullah. Siapa yang menghalangi kita, maka
kita perangi dia?” Abu Bakr berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. Wahai Nabi Allah, kita datang
hanya untuk umrah, bukan memerangi siapa pun. Tapi siapa yang menghalangi kita dari Baitullah, kita
perangi dia.” Mendengar saran ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tegas: “Kalau begitu
berangkatlah.” Mereka pun mulai bertolak
Dalam riwayat ini (dalam Musnad Al-Imam Ahmad) disebutkan pula oleh Az-Zuhri dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu bahwa tidak ada manusia yang paling sering bermusyawarah dengan para
shahabatnya dibandingkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setibanya di sebagian jalan, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sesungguhnya Khalid bin Al-Walid ada di sekitar Al-Ghamim
dalam rombongan pasukan berkuda Quraisy sebagai pengintai. Ambillah jalan ke kanan.” Demi Allah.
Khalid tidak menyadari keberadaan mereka sampai tiba-tiba mereka melihat debu bekas pasukan. Dia
pun memacu kudanya memberitahu orang-orang Quraisy. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap
berjalan hingga tiba di Tsaniyah, di mana mereka singgah di sana. Tiba-tiba kendaraan beliau berlutut.
Orang-orang berseru: “Hall, hall.” Tapi dia tetap demikian. Para shahabat berkata: “Al-Qushwa bebal
(ndableg, jw). Al-Qushwa bebal.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membantah: “Al-Qushwa tidak bebal.
Itu bukan perangainya, tapi dia ditahan oleh Yang menahan tentara bergajah.”
Kemudian beliau berkata: “Demi Yang jiwaku di Tangan-Nya. Tidaklah mereka memintaku satu perkara
yang mereka agungkan padanya kehormatan Allah, melainkan aku berikan kepada mereka.” Beliau
menghardik Al-Qushwa, dan diapun melompat lalu berbelok hingga sampai di pedalaman Hudaibiyah di
telaga yang sedikit airnya. Rombongan hanya mengambil sedikit demi sedikit dan tidak lama kemudian
mereka pun sudah meninggalkannya. Mereka mengeluh kehausan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Beliaupun mengambil panah dari kantungnya dan memerintahkan agar meletakkannya di
tempat air yang tinggal sedikit itu. Akhirnya, demi Allah, pasukan itu tetap dalam keadaan segar sampai
mereka meninggalkan tempat itu. Mendengar berita bahwa kaum muslimin ternyata telah singgah
mendekati wilayah mereka, orang-orang Quraisy pun terkejut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bermaksud mengutus salah seorang shahabatnya kepada mereka. Beliaupun memanggil ‘Umar bin Al-
Khaththab untuk diutus kepada mereka. Tapi katanya: “Wahai Rasulullah, di Makkah tidak ada lagi Bani
Ka’b yang membelaku bila aku disakiti. Utuslah ‘Utsman bin ‘Affan, karena di sana ada familinya dan dia
akan menyampaikan apa yang anda inginkan.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
memanggil ‘Utsman dan mengutusnya kepada Quraisy. Kata beliau: “Sampaikan kepada mereka bahwa
kita datang bukan untuk berperang, tapi hanya untuk umrah. Ajak mereka kepada Islam.” Beliau juga
memerintahkannya untuk menemui beberapa orang mukmin di Makkah, laki-laki dan perempuan,
menyampaikan berita gembira berupa kemenangan. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
memenangkan dien-Nya di Makkah hingga tidak ada lagi yang harus menyembunyikan keimanannya di
sana. ‘Utsman Diutus ke Makkah. Tibalah ‘Utsman di Makkah. Dia melewati rombongan Quraisy di
Baldah. Kata mereka: “Mau ke mana kamu?” Katanya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengutusku mengajak kalian kepada Allah dan kepada Islam. Dan aku sampaikan kepada kalian bahwa
kami datang bukan untuk berperang, tapi hanya untuk umrah.” Kata mereka: “Kami sudah dengar apa
yang kau katakan. Teruskan keperluanmu.” Kemudian bangkitlah Aban bin Sa’id bin Al-‘Ash
mengucapkan selamat datang kepadanya dan menyodorkan pelana kudanya lalu membawa ‘Utsman di
atas kuda itu serta menjaga keselamatannya. Aban memboncengnya hingga tiba di Makkah. Sebelum
‘Utsman tiba kembali di rombongan kaum muslimin, sebagian mereka (kaum muslimin) menduga bahwa
‘Utsman sudah bebas thawaf di Ka’bah sebelum mereka. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menepis anggapan itu: “Aku tidak yakin dia thawaf di Ka’bah sementara kita terhalang.” Kata mereka:
“Apa yang menghalanginya, wahai Rasulullah. Sementara dia sudah bebas?” Beliau mengatakan:
“Itulah dugaanku kepadanya, bahwa dia tidak akan thawaf di Ka’bah sampai kita pun thawaf
bersamanya.” Memang. Mungkin saja akan muncul dugaan seperti ini, dan ini wajar. Tapi benarkah
dugaan mereka? Pantaskah bagi Dzun Nurain (‘Utsman) menikmatinya sementara kekasihnya
(Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) terhalang? Di sinilah kita lihat betapa besar kesetiaan dan
kecintaan para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada beliau. Kita tentu masih ingat
Khubaib bin ‘Adi radhiyallahu ‘anhu yang gugur di Bi`r Ma’unah. Dia ditawari bebas oleh Quraisy, asal
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggantikan posisinya sebagai tawanan mereka. Apa
jawabnya? Kata Khubaib: “Demi Allah, seandainya aku sedang bersenang-senang di rumahku bersama
keluargaku, aku tidak rela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami kesusahan meskipun
hanya duri yang menusuk beliau.”
Kecintaan mereka bukan sekedar hiasan bibir, tapi tampak dari sikap dan perilaku mereka dalam
hidup dan kehidupan mereka. Tidak ada yang lebih mereka cintai daripada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Syahdan, terjadi juga keributan antara kaum muslimin dan musyrikin tentang masalah
perdamaian. Salah seorang dari dua kelompok ini melempar salah seorang dari barisan lain. Mereka
saling panah dan melempar dengan bebatuan. Sampailah kabar kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bahwa ‘Utsman terbunuh, maka beliau pun menyerukan bai’at. Akhirnya kaum muslimin
segera mendekati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ada di bawah sebatang pohon. ‘Umar
menggenggam tangan beliau untuk bai’at, sedangkan Ma’qil bin Yasar menjauhkan ranting pohon dari
beliau. Merekapun berbai’at untuk tidak akan lari. Yang pertama berbai’at adalah Abu Sinan Al-Asadi.
Salamah bin Al-Akwa’ bai’at tiga kali, di kelompok pertama, pertengahan, dan terakhir. Selanjutnya,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggenggam tangannya satu sama lain, seraya berkata: “Ini
(bai’at) untuk ‘Utsman.” Semuanya berbai’at kecuali Al-Jadd bin Qais. Setelah selesai bai’at, ‘Utsman
kembali ke tengah-tengah kaum muslimin, dan berkatalah mereka kepadanya: “Sudah puaskah engkau,
wahai Abu ‘Abdillah (kunyah Utsman bin Affan), bisa thawaf di Ka’bah?” ‘Utsman tersentak dan segera
menukas: “Alangkah buruknya dugaan kalian kepadaku. Demi Yang jiwaku di Tangan-Nya, seandainya
aku menetap di sana selama setahun, sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di
Hudaibiyah, aku tidak akan thawaf di Ka’bah selamanya sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga thawaf di Ka’bah. Memang Quraisy mengundangku thawaf di Ka’bah tapi aku tidak mau.” Mereka
pun berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memang yang paling tahu di antara kita tentang
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan paling baik sangkaannya daripada kita.” Datangnya Delegasi Quraisy
Di saat mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah Budail bin Warqa` Al-Khuza’i bersama
rombongan Bani Khuza’ah. Mereka adalah tempat menyimpan amanah dan rahasia Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari penduduk Tihamah. Budail mengatakan: “Saya tinggalkan Ka’b bin
Lu`ai dan ‘Amir bin Lu`ai dalam keadaan sudah turun di aliran air daerah Hudaibiyah.2 Mereka
membawa unta-unta yang penuh ambing susunya, serta diikuti anak-anaknya. Quraisy sudah bersiap
untuk menyerang dan menghalangi engkau dari Baitullah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata: “Sesungguhnya kami tidak datang untuk berperang, tapi untuk umrah. Dan sebetulnya orang-
orang Quraisy itu sudah dilumpuhkan oleh peperangan, itu membahayakan mereka. Kalau mereka mau
aku beri waktu mereka (tidak berperang antara kami dan mereka, -ed.), dan biarkanlah aku dengan
bangsa Arab lainnya. Kalau aku dikalahkan, ini sudah menenangkan mereka. Dan kalau aku menang,
dan mereka mau, mereka bisa masuk ke dalam apa yang dianut oleh orang banyak (Islam, –ed.). Dan
kalau tidak, mereka sudah bersatu padu. Tapi kalau mereka tidak mau juga selain berperang, maka
demi Yang jiwaku di Tangan-Nya, sungguh pasti aku perangi mereka karena urusanku ini (Islam)
sampai aku mati atau betul-betul Allah laksanakan ketetapan-Nya.” (bersambung, insya Allah)
1. Maknanya diperselisihkan, ada yang berpendapat bahwa punya darah ini ialah kalau orang
membunuhnya akan memperoleh kedudukan karena yang dibunuhnya adalah seorang pemuka,
atau semakna dengan itu. Lihat syarah An-Nawawi terhadap Shahih Muslim tentang hadits ini.
Wallahu a’lam.
2 Ini mengisyaratkan bahwa di Hudaibiyah itu sebetulnya airnya banyak. Tapi karena orang-orang
Quraisy sudah lebih dahulu turun di Hudaibiyah di sebelah hulu, mereka menahan aliran airnya
sehingga kaum muslimin kekurangan air. Lihat Fathul Bari tentang penjelasan hadits ini. Wallahu
a’lam.

Pelajaran dari Klausul-Klausul Perjanjian


Kemenangan yang amat besar bagi kaum muslimin setelah sekian lama tidak diakui oleh Quraisy
bahkan hendak diberantas sampai akar-akarnya, di samping orang-orang Quraisy merasa tidak
sanggup lagi menghadapi kaum muslimin. Dikukuhkan dalam Firman-Nya Q.S. Al-Fath:1,
“sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” Berikut hal-hal yang dapat
dipetik dari per-klausulnya:
1. Klausul ketiga menunjukkan pihak Quraisy lupa terhadap kedudukannya sebagai pemegang roda
kehidupan dunia dan kepemimpinan agam, mereka lebih memikirkan keselamatan diri mereka
sendiri. Artinya kalau pun semua orang baik Arab maupun selain Arab masuk Islam, mereka tidak
memedulikannya dan tidak akan ikut campur, hal ini merupakan kegagalan yang telak bagi Quraisy
dan kemenangan bagi pihak muslim. Terbukti jumlah kaum muslimin yang tidak lebihd ari 3000
orang sebelum genjatan senjata, semakin bertambah setelah masa dua tahun menjadi sepuluh ribu.
2. Klausul kedua, bahwa perjanjian genjatan senjata yang disepakati berlaku selama sepuluh tahun,
tentu akan membatasi kedengkian dan dendam mereka. Lagi-lagi ini adalah kemenangan yang
besar karena pihak Quraisy lah yang mengawali peperangan.
3. Klausul pertama merupakan pagar pembatas bagi Quraisy, sehingga mereka tidak bisa
menghalangi seseorang memasuki Masjidil-Haram, karena pembatasan yang disepakati hanya
selama satu tahun.
4. Klausul keempat, celah ini sebenarnya tidak banyak berarti dan tidak membahayakan kaum muslim.
Karena bagi penduduk Makkah yang masuk Islam, kalau pun tidak bisa datang ke Madinah, toh
bumi Allah itu amat luas.

Anda mungkin juga menyukai