Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Islam di Makkah awalnya tidak semulus yang kita


bayangkan, Nabi Muhammad saw, founder agama Islam, justru mengalami banyak
sekali gangguan, mulai dari intimidasi, cemooh sampai dengan usaha pembunuhan.
Orang Quraisy yang saat itu masih memegang penuh keyakinan nenek moyangnya,
yakni menyembah banyak berhala, menolak keras ajaran yang dibawa Nabi.

Bertahun-tahun Nabi berdakwah di Makkah, orang Quraisy selalu berusaha


menghalangi-halangi, tujuannya ini tak lain adalah untuk memastikan bahwa
tidak ada satu orang pun yang tertarik, atau pun terpengaruh dengan ajaran
Nabi. Sejumlah peristiwa yang merugikan Nabi dan pengikutnya selalu disikapi
dengan sabar. Namun setelah kekuatan Islam mulai kuat di Madinah, Nabi pun
melakukan pembelaan dengan jalan perang. Perang yang dilakukan Nabi
berkali-kali menunjukan hasil yang cukup memuaskan, meski pun sempat juga
mengalami kekalah telak dari kafir Quraisy. Namun seiring waktu berjalan akhirnya
kemenangan total dapat diraih Nabi, kejadian kemenangan ini di dalam sejarah
Islam di kenal sebagai Fathu Makkah. Hal inilah yang menjadi latar belakang
pemakalah untuk membahasa peristiwa Fathu Makkah.

b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kornologis terjadinya peristiwa Fathu Makkah ?
2. Kejadian apa saja yang ikut mendorong terjadinya peristiwa
Fathu
Makkah ?
3. Di dalam persitiwa Fathu Makkah hal apa saja yang dilakukan Nabi
Muhammad saw ?
BAB II

PERJANJIAN HUDAIBIYAH: LANGKAH AWAL MENUJU


FATHU MAKKAH

A. Kronologi Terjadinya Perjanjian Hudaibiyah

Pada bulan Dzulqaidah akhir tahun enam Hijriyah Nabi Muhammad saw
beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Makkah untuk melakuka
umrah1, dengan tujuan Nabi ingin memperlihatkan hakikat rasa hormat mereka pada
Ka’bah dan rasa hormat mereka terhadap rumah Allah tersebut. Selain itu, Nabi juga
ingin membatalkan anggapan orang-orang kafir Quraisy yang mengklaim bahwa
Ka’bah adalah monopoli mereka, seolah-olah kaum muslim tidak mengakui
kemuliaan Ka’bah.2 Alasan lainnya yang menjadi dorong melakukan kunjungan ke
Ka’bah adalah adanya kerinduaan kaum muslimin golongan Muhajirin pada tanah
airnya, Makkah, dan kerinduan pada keluarga-keluarga mereka yang telah lama
ditinggalkan.3
Untuk mendapat kepercayaan kaum kafir Quraisy bahwa kedatangan
Rasulullah dan kaum Muslimin bukan untuk berperang, melainkan adalah murni
untuk melakukan ibadah umrah maka Rasulullah memerintahkan beberapa hal,
pertama agar perjalanan dilakukan melalui rute yang tidak menimbulkan kecurigaan
kaum kafir Quraisy, kedua Rasulullah memerintahkan agar hewan hadyu untuk
pelaksanaan ibadah umrah ditandai agar tidak disangka sebagai kendaraan
perang dan Ketiga kaum Muslimin diperintahkan untuk melakukan perjalanan
dengan pedang disarungkan untuk memperlihatkan bahwa perjalanan dilakukan
bukan bermaksud untuk melakukan penyerangan. Nabi Muhammad juga
membawa binatang qurban yang terdiri dari 70 ekor unta, juga mengenakan pakaian
ihram.
Selama berpuluh-puluh tahun, mengunjungi tempat suci telah menjadi hak
yang sah bagi setiap suku di semenanjung Arab, tapi untuk orang Islam,
orang Quraisy menghadapi dilema yang sulit dipecahkan, pasalnya mereka tidak
melihat alasan tepat yang dapat membenarkan mereka untuk menghalang-halangi
orang Islam berzirah dan bagaimana mereka dapat memaksa orang Islam
menuruti mereka di bulan Dzulqaidah yang suci ini atau, di sisi lain untuk
mengijinkan musuh mereka memasuki kota Makkah, yang tentunya akan
memberikan orang-orang Islam sebuah prestise yang tidak mereka terima.4 Setelah
berita tentang keberangkatan rombongan Nabi ini terdengar oleh orang-orang
Musyrik Makkah. Mereka pun menyiapkan satu pasukan tentara dengan pasukan
berkuda sebanyak 200 orang. Pasukan ini di bawah pimpinan Khalid bin Walid dan
Ikrimah bin Abi Jahal. Pasukan disiapkan tak lain sebagai upaya untuk
membendung kedatangan rombongan Nabi Muhammad, dan
mereka berkemah di Dzu Thuwa.

1
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah: Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah saw, Jakarta:
Akbar
Media, 2017, h. 582.
2
Akram Dhiya’ Al-Umuri, Seleksi Sirah Nabawiyah: Studi Kritis Muhaddistsin
Terhadap
Riwayat Dhaif, Jakarta: Darul Falah, 2004, h. 475.
3
K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muammad saw., Jilid 2, Jakarta:
Gema
Insani, 2001, h. 345.
4
Tariq Ramadan, Biografi Intelektual Muhammad: Pelajaran Hidup Dari Perjalanan Hidup
Rasulullah, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2015, h. 260.
Dari Dzul Hulaifah rombongan Nabi bergerak terus menuju Makkah. Tetapi
sesampainya di ‘Usfan, rombongan ini bertemu dengan Bisyr bin Sufyan Al-
Ka'bi. Bisyr pun langsung menginformasikan berita kedatangan pasukan Quraisy.
Bisyr bin Sufyan berkata kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, orang-orang
Quraisy telah mengetahui keberangkatanmu, karenanya mereka keluar bersama
para isteri dan anak-anak mereka dengan mengenakan kulit-kulit dari harimau
dan berkumpul di Dzu Thawa. Mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa
engkau tidak boleh masuk ke daerah mereka untuk selama-lamanya. Kemudian
Khalid bin Walid dengan pasukan berkudanya telah mereka kerahkan ke Kuraul
Ghamim.5
Mendengar informasi ini, rasul bermusyawarah dengan para sahabat yang
hasilnya adalah melanjutkan perjalanan karena memang niat semula adalah
melaksanakan umrah. Boleh jadi juga tekad para sahabat itu karena mereka pernah
mendapat informasi tentang mimpi Nabi yang menggambarkan bahwa Nabi
saw bersama mereka masuk ke dalam kota Makkah dengan aman.6 Selain iu juga
Nabi mempertimbangkan, bila mereka terus melakukan perjalanan dan bertemu
dengan pasukan Quraisy tersebut, tentulah akan terjadi pertumpahan darah. Padahal
sejak awal Nabi sudah memutuskan bahwa tidak akan ada darah yang tetumpah.
Mereka bermaksud memasuki Makkah dengan damai, aman dan tenteram. Dalam
suasana seperti itu, dari kejauhan sayup-sayup terlihat kepulan debu dari pasukan
Musyrik Makkah tersebut. Nabi kemudian berseru kepada anggota rombongannya,
siapa diantara mereka yang mengetahui jalan lain untuk mencapai Makkah.
Mendengar itu seseorang maju ke depan yang mengetahui jalan lain menuju Makkah
tersebut.7
Namun jalannya berliku-liku dan sangat sulit dilalui. Nabi menyetujui hal
itu, lalu memerintahkan rombongan untuk menempuh jalan tersebut. Akhirnya
mereka sampai ke satu tempat bernama Thaniat al-Murar, jalur menuju ke
Hudaibiyah yang terdapat di sebelah bawah kota Makkah.8 Ternyata
kawasan tersebut sangat kerontang, tidak ada satupun sumber mata air.
Mendengar itu Rasulullah mengeluarkan sebuah anak panah dari tabungnya lalu
diberikan kepada seseorang anggota rombongan kemudian dibawa ke salah satu
sumur yang terdapat di kawasan itu. Selanjutnya anak panah itu ditancapkan ke
dalam pasir pada salah satu sumur, maka tak lama kemudian air pun memancar.

B. Upaya Diplomasi

5
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah…, h. 582-583.
6
M. Qurasih Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad saw Dalam Sorotan Al-Qur’an Dan
Hadis-Hadis Shahih, Ciputat: Lentera Hati, 2018, h. 754.
7
Imam Ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, jilid 2, Jakarta: Pustaka Azzam, 2011, h.
338. Memberi keterangan bahwa seseorang ini adalah laki-laki yang berasal dari kabilah Aslam.
8
Imam Ath-Thabari, Shaih Tarikh… , h. 339.
Ketika hampir sampai di kota Makah mereka melihat kaum Quraisy bersiap-
siap untuk mencegah mereka dengan senjata. Buda’il kepala suku Khuza’ah,
meskipun bukan seorang muslim, bersikap baik terhadap Islam. Dia membawa kabar
ini kepada Nabi dan selanjutnya mengirimkannya kembali untuk melaporkan kepada
kaum Quraisy bahwa umat Islam datang untuk melaksanakan ibadah haji bukan
untuk berperang.9 Kepada kaum Quraisy juga diiusulkan agar menerima
perdamaian dengan mereka selama masa tertentu. Karena telah mengirim pesan
kepada kaum Quraisy, umat Islam berhenti di Hudaibiyah.
Selanjutnya Budail menyampaikan laporan ke tokoh-tokoh
Musyrikin Quraisy, namun beberapa orang mencurigainya karena ia dari suku
Khuza’ah yang selama ini memiliki hubungan baik dengan keluarga Rasulullah dari
Bani Hashim. Tidak puas dengan laporan Budail, Musyrikin Quraisy pun
akhirnya mengutus delegasi lagi dari suku Thaqif yakni Urwah bin Mas’ud.
Rasulullah kemudian menjelaskan kepada Urwah sebagaimana Nabi menjelaskan
kepada Budail bin Warqa’. Sempat terjadi keteganan antara Urwah dan
salah seorang sahabat Rasulullah, namun hal itu dapat diredam oleh Nabi
Muhammad saw bahkan ketika kembali ke Makkah Urwah mempunyai kesan yang
mendalam dengan kepribadian Muhammad saw dan sikap sahabat10 yang
disampaikan kepada tokoh-tokoh Musyrikin Quraisy.
Diskusi yang berlangsung antara Rasulullah dan Urwah belum
mencapai konklusi (kata sepakat) dan masih membutuhkan proses lanjutan.
Namun Urwah yang pergi ke Makkah untuk bermusyawarah dengan kaumnya
dan tak pernah kembali lagi.
C. Peristiwa Bai’atur-Ridhwan
Rasulullah mengirimkan utusan bernama Khirasy bin Umaiyyah Al-Khuzai
kepada orang-orang Quraisy yang telah membunuh untanya tatkala Nabi dalam
perjalanan menuju mereka, dan unta itu adalah milik Rasulullah sendiri. Ketika
Rasulullah mengutus utusan itu, timbul kekhawatiran karena ada indikasi terjadinya
sebuah peristiwa tragis yang akan menimpa utusan itu sebagaimana yang menimpa
unta tadi.11 Satu perlakuan yang sangat kasar diterima kaum Muslimin hingga
mereka mengalami luka-luka, yaitu tatkala orang-orang Quraisy mengerahkan
kekuatannya 50
orang untuk menyerang orang-orang Islam, namun mereka dapat ditangkap hingga

9
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah…, h. 584.
10
kekaguman Urwah adalah melihat orang-orang yang memiliki kesetiaan dan perlakuan
yang sangat hebat terhadap pimpinannya seperti apa yang dilakukan oleh sahabat-sahabat Muhammad,
tak sebanding dengan kaisar Persia, kaisar Romawi dan Najasyi yang pernah ia lihat sendiri. (Afzal
Iqbal, Diplomasi Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000, h. 32.)
11
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah… , h. 587.
hampir saja sebuah pertempuran meletus.12 Alih-alih melakukan balasan akan
tindakan musuh-musuhnya, Rasulullah tetap saja dengan prinsip awalnya, yaitu
menegakkan perdamaian jika tidak terjadi hal-hal yang sangat keterlaluan dari pihak
yang lain.
Orang-orang Arab Makkah secara terus terang mengaku bersalah
dengan penyerangan yang mereka lakukan, lebih-lebih penyerangan tersebut
dilakukan secara agresif di saat negosiasi masih dalam proses antara dua
kelompok, hal ini memberi arti bahwa mereka secara transparan telah melakukan
penolakan terhadap tawaran damai yang disodorkan Rasulullah.13 Namun
Rasulullah tetap dengan ketenangan sebagaimana yang biasa Nabi lakukan dalam
menghadapi provokasi apa pun. Alih- alih Nabi melakukan tindakan balas dendam
sebagaimana yang dilakukan oleh orang- orang Arab, Nabi justru melepaskan
orang-orang yang ditangkap oleh kaum Muslimin dan terus berusaha melanjutkan
proyek besarnya, yakni perdamaian.
Kaum Quraisy, walaupun begitu tetap menyiagakan pasukannya untuk
menahan Rasulullah dan para sahabat agar tidak masuk kota Makkah. Pada
waktu itu, bangsa Arab bersiaga terhadap kekuatan militer Islam yang sedang
berkembang. Selanjutnya Nabi Muhammad kembali mencoba mengirim utusan.
Pertama sekali maksud tersebut dibebankan kepada Umar bin Khattab. Namun
Umar ragu-ragu, karena ia sadar bahwa tak ada satu pun klannya yang cukup kuat
untuk melindunginya. Maka Umar mengusulkan supaya Usman bin Affan saja yang
pergi. Alasan penunjukan Usman menurut Karen Armstrong, karena Usman
memiliki banyak hubungan aristokrat dengan kafir Quraisy.14
Usman pun dipanggil oleh Nabi untuk melaksanakan tugas sebagai utusan
kepada pihak Quraisy. Pertama sekali ia diperintahkan untuk bertemu dengan Abu
Sufyan. Dan ketika Usman sudah bertemu dengan mereka, ia diperintahkan untuk
menghentikan keinginan untuk masuk Makkah. Kalau ia sendiri mau thawaf silakan
thawaf. Tetapi Usman menampik bujukan tersebut. Dia baru mau thawaf kalau Nabi
juga dan beserta rombongan dapat pula thawaf bersama-sama.
Perundingan antara Usman bin Affan dan para pemimpin Quraisy memakan
waktu agak lama, sehingga tersiar kabar di kalangan kaum Muslim bahwa
Usman telah dibunuh. Tiada pilihan lain bagi mereka kecuali menuntut balas, sambil
berdiri di sebatang pohon Nabi mengumpulkan semua sahabatnya, dan orang-orang
yang hadir diminta untuk membulatkan tekad dan bersiap-siap menghadapi
kaum
musyrikin Quraisy.

12
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah… , h. 587.
13
Afzal Iqbal, Diplomasi… , h. 33.
14
Karen Armstrong, Muhammad Sang Nabi; Sebuah Biografi Kritis, Surabaya: Risalah
Gusti,
2003, h. 315.
Mereka mengikrarkan sumpah setia akan tetap membela Allah dan
Rasul- Nya dalam keadaan bagaimanapun juga. Peristiwa tersebut dalam sejarah
Islam terkenal dengan nama “Bai’atur-Ridhwan”7, yaitu : Pernyataan janji setia
yang diridhai Allah, yang kemudian diabadikan dalam Al-Qur’an. Peristiwa bai’at,
yang berlangsung di bawah pohon Samrah,15 dan ini sekaligus menjadi asbab
nuzulnya firman Allah QS. Al-Fath ayat 18.

D. Upaya Diplomasi Kembali


Belum puas juga dengan laporan Urwah, tokoh-tokoh Musyrikin Quraisy
mengutus delegasi Hulais bin al-Qamah. Ketika melihatnya datang, Rasulullah
menyampaikan kepada para sahabatnya bahwa Hulais adalah orang dari kaum yang
memiliki rasa keagamaan yang baik, Nabi memerintahkan para sahabat untuk
menggiring unta-unta yang akan dipersembahkan agar Hulais melihatnya. Apa yang
dikatakan oleh Rasulullah terbukti, hanya dengan melihat unta-unta yang digiring
untuk qurban, Hulais merasa tidak perlu menemui Rasulullah atau menyelidiki lebih
dalam maksud dan tujuan Nabi Muhammad saw dan pengikutnya berkunjung ke
Makkah. Ia kembali kepada tokoh-tokoh Musyrikin Quraisy dan memberitahukan
kepada mereka bahwa Rasulullah tidak datang kecuali untuk beribadah dan
mengagungkan Ka’bah. Beberapa tokoh Musyrikin Quraisy tidak puas dengan
laporan Hulais bahkan mengejek Hulais sebagai orang gunung yang bodoh
dan mudah dikelabuhi.16 Musyrikin Quraisy mengutus delegasi berikutnya yaitu
pimpinan Mukriz bin Hafs yang pada akhirnya juga memberikan laporan seperti tiga
delegasi sebelumnya. Sampai akhirnya Musyrikin Quraisy mengutus Suhail bin Amr
dengan mandat penuh. Tetapi dengan syarat yang tidak boleh diabaikan oleh Suhail
bahwa untuk tahun ini Muhammad dan rombongan tidak diperbolehkan masuk kota
Makkah, apa pun alasannya.17
Ketika Rasulullah melihat kedatangan Suhail bin Amr Nabi optimis akan
mendapatkan jalan keluar yang terbaik. Optimisme ini muncul dari “nama” utusan
Musyrikin Quraisy itu. Namanya Suhail yang seakar dengan kata sahl yang berarti
mudah. Rasulullah saw. bersabda, “Telah dipermudah untuk kalian urusan kalian.”
(Hr. Ahmad).18

E. Isi Perjanjian Hudaibiyah

15
Al-hafizh Ibnu Katsir, Sirah Nabi Muhammad s.a.w., Jakarta: Pustaka Imam Asy-
Syafi’i,
2010, h. 185.
16
M. Qurasih Shihab, Membaca Sirah … , h. 760.
17
M. Qurasih Shihab, Membaca Sirah… , h. 761.
18
M. Qurasih Shihab, Membaca Sirah… , h. 761.
Adapun isi perjanjian antara kaum muslimin dengan kafir Quraisy
berbunyi: Dengan nama Allah. Ini adalah syarat-syarat perdamaian antara
Muhammad bin Abdullah dan Suhail bin Amir, utusan Makkah. (1) Tidak akan ada
perang selama sepuluh tahun. (2) Siapa pun yang berminat
menggabungkan diri kepada Muhammad dan mengadakan suatu persetujuan
dengan dia, bebas berbuat demikian. Siapa pun yang ingin bergabung dengan
kaum Quraisy dan mengadakan suatu persetujuan dengan mereka, bebas untuk
berbuat demikian. (3) Seorang belia, atau seseorang yang ayahnya masih hidup,
jika ia pergi kepada Muhammad tanpa izin ayahnya atau walinya, akan
dikembalikan kepada ayahnya atau walinya. Tetapi, seseorang yang pergi kepada
kaum Quraisy, ia tidak akan dikembalikan. (4) Pada tahun ini Muhammad akan
kembali tanpa masuk ke Makkah. Tetapi pada tahun yang akan datang ia dan
para pengikutnya dapat masuk ke Makkah, tinggal selama tiga hari dan melakukan
thawaf. (5) Selama tiga hari itu kaum Quraisy akan mengundurkan diri ke bukit-
bukit di sekitarnya. Jika Muhammad dan para pengikutnya masuk ke Makkah,
mereka tidak akan bersenjata kecuali pedang bersarung yang para musafir di Arabia
senantiasa membawa serta.19

F. Respon Para Sahabat Nabi Terhadap Isi Perjanjian Hudaibiyah


Banyak hal dalam perjanjian Hudaibiyah yang tidak berkenan di hati sahabat-
sahabat Nabi saw. Ali bin Abi Thalib misalnya, enggan menghapus basmalah, atau
menggantinya sehingga rasul sendiri yang harus menghapusnya dan menulis apa
yang diusulkan oleh ketua delegasi kafir Quraisy. Demikian juga dengan
penghapusan kata “Rasulullah”.20
Selanjutnya Umar Bin Khatab yang sangat kecewa dengan hasil
perjanjian
Hudaibiyah, terutama poin nomor 3 di atas. Bahkan Umar sempat memprotes Nabi:
“Umar bin Khattab Berkata kepada Rasulullah saw,” Ya Rasulullah,
bukankan Anda utusan Allah?”
“Benar,” jawab Rasul.
“Bukankah kita berada pada kebenaran?” tanya Umar pula.
“Benar,” jawab Nabi.
“Bukankan musuh kita itu berada pada kebatilan?
“Ya,” jawab Rasul.
“Tapi, mengapakah kita memberi kehinaan dalam agama kita ?” tanya Umar.

19
HM. Bashiruddin Mahmud Ahmad, Riwayat Hidup Rasulullah saw, Bogor: Yayasan
Wisma
Damai, 1992, h. 135.
20
Maulana Muhammad Ali, Biografi Muhammad Rasulullah, Jakarta: Turos, 2015, h.
196-
197.
Rasulullah menegaskan,”Sesungguhnya aku adalah Rasul Allah. Aku takkan
mendurhakai-Nya. Dia pun takkan menyia-nyiakan aku.”21
Umar yang merasa tidak puas atas jawaban Nabi selanjutnya datang
menemui Abu Bakar dan mengutarakan isi hatinya. Tetapi Abu Bakar
menasihatinya supaya yakin dan jangan meragukan atas apa yang sudah dikatakan
Rasulullah saw.
Umumnya yang paling banyak dipermasalahkan dalam perjanjian tersebut
adalah pada poin 4, mayoritas orang Islam pada saat itu sungguh sangat kecewa.
Mereka harus rela kembali ke Madinah. Padahal Nabi telah menyampaikan bahwa
mereka akan melaksanakan umrah. Kondisi ini diperparah dengan persetujuan Nabi
mengembalikan Abu Jandal, Putra Suhail,22 karena terikat dengan perjanjian
terutama pada poin 3 yang harus disepakati oleh kedua belah pihak. Meskipun Umar
sempat berusaha mencegahnya, namun pada akhirnya tak bisa berbuat apa-apa dan
hanya menelan kekecewaan atas isi perjanjian tersebut.

BAB III

PERISTIWA PENTING DI MASA DAMAI PERJANJIAN

HUDAIBIYAH A. Menghormati Perjanjian

Orang Islam pada akhirnya harus kembali ke Madinah dan kehidupan


kembali seperti biasanya, dalam suasan jauh lebih tenang dari pada sebelumnya.
Gencatan senjata memungkinkan mereka mengendurkan penjagaan terhadap
serangan dari luar dan memberi perhatian lebih banyak kepada urusan internal
masyarakat. Pemeluk Islam terus bertambah dan kekuatan kaum muslim pun
bertambah berlipat ganda. Tokoh-tokoh berpengaruh di semenanjung Arab ikut
bergabung dengan ratusan orang yang telah menerima Islam. Misalnya Khalid bin
Walid dan ‘Amru bin ‘Ash,23 yang semula berada pada barisan musuh, pada
akhirnya bergabung memperkuat barisan Islam.

Selama masa-masa pengaturan dan penataan internal ini, kaum muslim


dihadapkan pada peristiwa baru tentang ekstradisi. Abu Basir datang dari Makkah
ke Madinah dan meminta Nabi memberikan perlindungan. Nabi, sangat
menjunjung
tinggi butir kesepakatan yang telah ditandatanganinya, tidak bisa
mengizinkannya

21
Sidiq Ahmadi Sidiq Ahmadi, Perjanjian Hudaibiyah Sebagai Model Kepatuhan Terhadap
Perjanjian Internasional dalam Perspektif Islam, Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 4 No. 2/ Oktober
2015, h. 167.
22
Maulana Muhammad Ali, Biografi… , h.197.

23
Maulana Muhammad Ali, Biografi… , h.205.
menetap di Madinah, dan ketika utusan orang Quraisy, yang ditemani oleh seorang
budak bernama Kawstar, datang meminta kembali Abu Basir, Nabi menurutinya.
Mereka pergi, dengan membawa Abu Basir sebagai tawanan. Sementara Nabi dan
sahabat menasihatinya agar tetap sabar.24 Di tengah perjalanan Abu Basir berhasil
membunuh salah seorang dari keduanya, sementara yang satunya berhasil
meloloskan diri ke Madinah dan dikejar oleh Abu Bashir. Begitu berhadapan dengan
Rasul saw Abu Basir berkata, "sesungguhnya ia telah memenuhi jaminan Anda.
Anda telah mengembalikan diriku kepada mereka, kemudian Allah menyelamatkan
aku dari kejahatan mereka." Rasulul berkata, "Celakalah ibunya. Ia bisa menyulut
peperangan, walaupun tidak ada seorang pun yang bersamanya."25 Nabi tidak punya
penyelesaian lain untuk memegang perjanjiannya kecuali dengan mengeluarkan Abu
Basir dari Madinah. Mendengar perkataan Nabi, Abu Bashir merasa bahwa ia
dikembalikan ke Makkah. Seketika itu ia lalu melarikan diri hingga tiba di daerah
Saif Al-Bahr. Ikut menyusul pula Abu Jandal bin Suhail bin Amr dan yang lainnya
sehingga mereka terhimpun dalam satu kelompok. Mereka Ialu mencegat kafilah
dagang orang-orang Quraisy. Mereka membunuh para pengawalnya dan mengambil
hartanya. Menurut Tariq Ramdan kantung-kantung muslim semacam itu
bertambah banyak dan serangan juga semakin efisien. Sehingga ini membuat kafir
Quraisy kewalahan, kemudian dengan inisiatif sendiri kafir Quraisy akhirnya
meminta Nabi untuk mengizinkan Abu Basir dan pengikutnya tinggal di Makkah.26

B. Umrah Al-Qadha’

Umrah Al-Qadha’ (umrah menunaikan janji) atau disebut juga ‘Umrah Al-
Qishâsh (umrah pembalasan)27 yang terjadi pada bulan Dzulqa‘dah tahun ketujuh
hijrah. Sesuai dengan kesepakatan Hudaibiyah, pada tahun ketujuh hijrah Rasulullah
Saw dan para sahabat tiba di tanah suci Makkah dan dapat menunaikan ibadah
umrah serta memasuki Masjidil Haram. Bilal mengumandangkan azan di atas
Ka’bah sementara orang Quraisy mendengarkan dan melihatnya. Pada hari keempat
di sana, Nabi Saw mengumumkan perintah untuk pulang ke Madinah.

C. Pengiriman Surat

24
Tariq Ramadan, Biografi Intelektual… , h. 275.
25
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Kelengkapan Tarikh Rasulullah , Jakarta: Al-Kautsar,
tanpa tahun, h. 217.
26
Tariq Ramadan, Biografi Intelektual… , h. 276.
27
Syauqi Abu Khalil, Atlas Jejak Agung Muhammad saw; Merasakan Situasi Kehidupan
Nabi saw, Jakarta: Noura Referensi Islam, 2009, h. 148.
Setelah kembali dari Hudaibiyah pada Dzul Hijjah tahun enam hijriah,
Rasulullah Saw mengirimkan beberapa utusan kepada para penguasa di sekitar
semenanjung Arab untuk mengajak mereka memeluk Islam. Masing-masing
utusan itu dibekali sepucuk surat untuk disampaikan kepada raja atau penguasa yang
akan mereka datangi. Saat itulah, beberapa sahabat berkata kepada Rasulullah
Saw, “Wahai Rasulullah, raja-raja itu tak sudi membaca surat yang mereka terima
kecuali surat itu dibubuhi segel.”28 Saat itu juga, Rasulullah Saw meminta
dibuatkan sebuah cincin segel yang terbuat dari perak dengan tiga larik tulisan
ditatah pada permukaannya. Tulisan itu berbunyi, “Muhammad rasûl Allâh”. Cincin
itulah yang digunakan untuk menyegel surat-surat yang akan dikirim.

Utusan pertama yang diberangkatkan Rasulullah Saw, saat itu adalah


Amr bin Umayyah Adh-Dhamiri yang diutus untuk menemui Raja Negus
(Najasyi).29
Rasulullah Saw lalu memberangkatkan Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi sebagai
utusan kedua untuk menemui Raja Heraklius (Harqal), penguasa Romawi.30 Utusan
ketiga Rasulullah Saw, berangkatkan pada hari itu adalah Abdullah bin Hudzafah.
Sahabat Rasulullah Saw ini mendapatkan perintah untuk menghadap Kisra,
penguasa Persia, guna menyerunya memeluk Islam.31 Selanjutnya utusan keempat
yang Rasulullah Saw kirim pada hari itu adalah Harits bin Umair Al-Azdi. Dia
diperintahkan untuk menghadap Gubernur Bashra yang berada di bawah kekuasaan
Romawi bernama Syurahbil bin Amr Al-Ghassani.32

Selain keempat utusan tersebut, Rasulullah Saw. juga mengirim beberapa


utusan lainnya untuk menemui para penguasa yang tersebar di kawasan Arab.
Banyak dari mereka yang kemudian memeluk Islam, tetapi ada pula yang
menolak. Sedangkan para raja dan penguasa yang dikirimi surat Nabi
menanggapinya secara berbeda: beberapa diantara mereka (Negus, Mundzir ibn
Sawa) menerima seruannya, beberapa orang lainnya (Mukawakis, Heraklius)
menghormati seruannya dan tidak memperlihatkan keinginan untuk menyerang
atau masuk Islam, dan lainnya (misalnya, Al-Harist ibn Abi Syimr Al-Ghassani)
menolak seruannya dan mengancam akan menyerang. Meski demikian, menurut
Tariq Ramadan pesan tersebut diketahui semua orang, dan sejak saat itu
masyarakat muslim di Madinah diakui identitas keagamaannya dan dihormati
sebagai sebuah kekuatan regional. Pemimpin mereka
Muhammad bin Abdullah, dipandang sebagai Nabi yang kekuasaannya
telah

28
Said Ramadhan Al-Buthy, The Great Episodes Of Muhammad Saw; Menghayati Islam
dari
Fragmen Kehidupan Rasulullah Saw, Jakarta: Mizan, 2009, h. 474.
29
Said Ramadhan Al-Buthy, The Great Episodes… , h. 474.
30
Said Ramadhan Al-Buthy, The Great Episodes… , h. 474.
31
Said Ramadhan Al-Buthy, The Great Episodes… , h. 476.
32
Said Ramadhan Al-Buthy, The Great Episodes … , h. 477.
ditakdirkan oleh Tuhan untuk terus meluas, ataupun sebagai seorang penguasa yang
kuat dan ditakuti.33

D. Perang Mu’tah

Perang Mu’tah terjadi pada delapan Hijriyah, dipicu atas surat-surat yang
dikirim kepada para pemimpin Arab, dan surat yang disampaikan kepada Syuraib
bin
‘Amr-Al-Busra di perbatasan Syria ini membuat catatan tersendiri ia
membunuh Harist bin’Umair,34 utusan Nabi, dan Pada saat yang sama raja mereka
yang bernama Harist al-Ghasani mengancam akan melakukan penyerangan ke
kota Madinah.35
Kekuatan musuh menggunakan gabungan semua suku-suatu perbuatan
yang membuka babak baru dengan menantang perang melawan Islam, dan mereka
pun ditumpas oleh kaum muslim. Kurang bijak kiranya jika memberi peluang
kepada mereka yang mengerahkan kekuatan untuk merobohkan umat Islam. Maka,
3000 pasukan gagah berani seketika itu juga dikerahkan untuk menghadapi musuh.

Zaid bin Haritsah, seorang budak yang dimerdekakan Nabi, diberi


kepercayaan untuk memimpin. Inilah satu teladan prinsip persamaan antara sesama
manusia yang ditanamkan Islam. Keturunan kaum Quraisy yang dibanggakan dan
kaum Ansar yang terhormat dipimpin oleh seorang budak yang dimerdekakan. Nabi
saw sendiri menemani pasukan hingga ke sebuah tempat yang dinamakan Thaniyyat
Al-Wada.

Sementara itu pasukan Shurahbil pun muncul dengan 100.000 tentara yang
kuat. Pada saat itu, kaisar telah bersiap-siap melakukan perang. Pasukan
tentara bertemu di Mu’tah, sebuah nama yang muncul setelah terjadi
pertempuran. Zaid gugur dalam pertempuran ini, dan komando langsung diambil
alih oleh Ja’far. Ja’far bertempur habis-habisan, dan akhirnya gugur terbunuh
dengan luka-luka hingga Sembilan puluh bacokan.36 Ia diganti oleh Abdullah bin
Rawahah yang juga gugur terbunuh. Semua pemimpin pasukan ini memang
dipersiapkan terlebih dahulu oleh
37
Nabi sendiri, sebagaimana kebiasaan Nabi memilihnya secara
sempurna.

33
Tariq Ramadan, Biografi Intelektual… , h. 277
34
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Kelengkapan Tarikh … , h. 291.
35
Ahmad Al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar
Media,
2012, h. 126.
36
Maulana Muhammad Ali, Biografi… , h. 210.
37
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, dalam Kelengkapan Tarikh Rasulullah halaman 291, menuliskan
bahwa “Sebelum pasukan berangkat, Nabi saw berpesan, "Kalau nanti terjadi sesuatu pada Zaid bin
Haritsah, Ja'far bin Abu Thalib yang akan menggantikan posisinya sebagai komandan pasukan. Dan
jika
teriadi sesuatu kepada Ja'far, maka akan diambil alih Abdullah bin Rawahah.”
Setelah itu, Khalid bin Walid dipilih menjadi panglima, dan dengan cermat
ia menyelamatkan pasukannya yang tinggal sedikit. Jumlah mereka tak berarti jika
dibandingkan dengan pasukan lawan yang jauh lebih besar.

Secara psikologis, pertempuran ini cukup memberikan dampak positif


terutama mengangkat citra Islam, pasalnya menurut Quraish Shihab perang Mu’tah
telah menimbulkan rasa takjub dan heran di hati dan pikiran kaum musrik Quraisy.
Mereka kini semakin mengetahui bahwa kaum muslim memiliki mental yang sangat
kuat dan bahwa dalam perjuangan, mereka sangat mengandalkan kekuatan
mental dan bantuan Allah swt.38 Ini menjadikan sebagaian suku berpikir ribuan kali
untuk memusuhi Nabi saw, bahkan sebagaian suku lainnya justru dengan penuh
kesadaran memeluk Islam.

BAB IV

PERISTIWA FATHU

MAKKAH A. Alasan Yang Melatarbelakangi

Fathu Makkah

Dikalangan kaum Quraisy di Mekah, pertempuran di Mu'tah itu dipandang


bukan saja merupakan kekalahan besar angkatan perang kaum muslimin, melainkan
merupakan pukulan keras yang sungguh-sungguh melumpuhkan dan
menghancurkan kaum muslimin seluruhnya. Menurut persangkaan mereka, saat itu
kaum muslimin tidak akan mungkin dapat bangkit kembali. Selanjutnya, anggapan
dan persangkaan itu menimbulkan keberanian mereka untuk mencemari
kehormatan janji perdamaian antara mereka dan kaum muslimin di Hudaibiyah.
Dengan demikian, kaum Quraisy di Mekah ketika itu berpendapat dan bersikap
untuk harus dengan segera menggerakkan perlawanan di mana-mana agar
kelemahan dan kelumpuhan kaum muslimin dapat menjalar lebih luas.39

B. Musyrik Quraisy Melanggar Perjanjian Hudaibiyah

Anggapan situasi kekalahan kaum muslim pada perang Mu’tah,


ternyata telah dimanfaatkan dengan baik oleh sekutu Quraisy, Bani Bakar yang
bermaksud melampiaskan dendamnya terhadap musuh lama mereka, yaitu
kabilah Bani Khuza'ah yang merupakan sekutu Nabi. Pembesar-pembesar
Bani Bakar mulai
dihasut oleh sebagian pembesar kaum Quraisy yang masih memusuhi Islam
dan

38
M. Qurasih Shihab, Membaca Sirah… , h. 848.
39
K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh… , h. 508-509.
kaum muslimin. Di antaranya ialah Ikrimah bin Abu Jahal dan kawan-kawannya40.
Mereka ini bersedia memberikan bantuan persenjataan yang cukup asalkan mereka
(kabilah Bani Bakar) mau menyerang kabilah Bani Khuza'ah. Kaum Quraisy
mengira sikap dan perbuatan yang demikian itu tidak akan diketahui oleh golongan
lain. Mereka juga menyangka kaum muslimin tidak akan dapat memberikan
bantuan kepada kaum Bani Khuza'ah apabila diserang oleh kaum Bani Bakar karena
kaum muslimin sendiri sedang dalam keadaan lumpuh akibat perang Mu’tah.

Akibatnya terjadi insiden penyerangan yang dilakukan kabilah Bani Bakar,


menyebabakan dua orang dari Bani Ka’b klan dari Bani Khuza'ah tewas. Bani Ka’b
segera mengirim utusan untuk memberitahu Nabi tentang kejadian tersebut.
Kejadian ini jelas merupakan pelanggaran perjanjian Hudaibiyah, Nabi Muhammad
memutuskan bahwa pelakunya harus dihukum.

Orang-orang Quraisy tahu betapa gawat situasinya. Maka mereka


memutuskan untuk mengirim orang mereka yang paling berpengaruh untuk
membujuk Muhammad agar tidak menanggapi kejadian sporadis itu. Namun, sejak
perjanjian itu ditandatangani, orang Quraisy selalu melanggar butir kesepakatan dan
batas perjajian, dan mereka tidak pernah ragu untuk mengasut klan lain untuk
menyerang komunitas Islam. Namun kali ini, tindakan mereka sudah
keterlaluan, dan itullah mengapa Abu Sufyan sendiri yang datang ke Madinah untuk
berbicara dengan Nabi. Nabi diam saja dan tidak banyak berkata-kata. Selanjutnya
Abu Sufyan berusaha mencari dukungan, pertama-tama dari putrinya, Ummu
Habibah, isteri Nabi, kemudian dari Ali, tapi ia tidak menemukan dukungan
untuk bernegosasi. Nabi tetap diam, demikian juga para sahabat,41 dan Abu Sufyan
tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan situasi seperti itu, yang jelas-jelas
sangat membahayakan bagi kepentingan kafir Quraisy.

C. Persiapan Penyerangan Makkah

Berminggu-minggu setelah itu, Nabi meminta para sahabatnya untuk


bersiap- siap mengikuti sebuah ekspedisi, dengan merahasiakan tujuan sebenarnya.
Hanya beberapa sahabat dekatnya yang mengetahui apa yang akan mereka hadapi,
dan Nabi meminta mereka untuk menyebarkan beberapa rumor yang saling
bertentangan.
Mereka disarankan untuk menyebar rumor bahwa pasukan akan bergerak ke
Syria,

40
Kawan-kawan di sini yang terlibat langsung adalah Shafwan bin Umayyah, Huwaithib
bin
Abdul Uzza, Syaibah bin Utsman, dan Suhail bin Amr. (H. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh… ,
h.
512).
41
Al-Waqidi, Kitab Al Maghazi Muhammad; Sumber Sejarah Tertua Tentang Kisah
Hidup
Rasulullah, Jakarta: Zaytuna, 2012, h. 814-815.
atau ke Tsaqif, atau ke Hawwazin, untuk menimbulkan kebingungan di seluruh
semenanjung Arab.

Tapi, setelah berdoa di masjid, Nabi mendapat visi yang memberitahukan


bahwa rahasia tersebut telah terbongkar. Seorang wanita sedang membawa
surat untuk orang Quraisy yang isinya memperingati mereka akan datangnya sebuah
serangan. Nabi berhasil menghentikan wanita itu dalam perjalanannhya menuju
Makkah, dan menyerahkan surat itu kepada utusan Nabi. Nabi memutuskan untuk
memaafkan penghianat yang telah menulis surat itu, yakni Hatib bin Abi Balta’ah,42
meskipun Umar menginginkan agar ia dihukum mati. Hatib, yang tindakannya
dipengaruhi oleh kepentingan keluarga, dibiarkan bebas, dan Muhammad
berkonsentrasi untuk mempersiapkan perang, dengan mengirim berbagai utusan
kepada semua klan sekutunya sehingga mereka bisa bersiap diri untuk bergabung
dengan ekspedisi yang sasaran utamanya tidak mereka ketahui.

Ekspedisi tersebut berangkat pada bulan Ramdhan. Pertama-tama Nabi


memberi kebebasan kepada orang Islam untuk memutuskan apakah mereka ingin
berpuasa atau tidak. Nabi sendiri berpuasa hingga mereka sampai di Marr-Al-
Zahran; ketika berkemah di sana, Nabi memerintahkan orang Islam untuk tidak
berpuasa hingga mereka memerlukan semua energi yang ada.

Perkemahan Marr-Al-Zahran terletak diantara persimpangan; tujuan


mereka bisa jadi ke Najd di sebelah Timur, atau Taif, atau Makkah. Abbas,
yang telah meninggalkan Makkah dan kini menetap di Madinah mendengar kabar
tentang gerakan pasukan Islam dan segera bergabung bersama mereka. ketika
mereka telah membangun tenda, Nabi meminta setiap prajurit untuk menyalakan
obor, tujuannya untuk member kesan kaum Quraisy atas kekuatan pasukan Islam
yang kokoh, dan hal itu demi mencegah perlawanan tentara yang dapat
mengakibatkan pertumpahan darah. Akhirnya Makkah takluk dan menyerah tanpa
perlawanan yang berarti.

D. Pengampunan Umum

Pada saat memasuki Makkah, Rasulullah berpesan kepada para panglima


pasukannya untuk tidak menyakiti siapa pun kecuali orang-orang yang memerangi
mereka serta beberapa orang yang harus dibunuh walaupun mereka berlindung diri
dengan bergantung di kain penutup Ka'bah. Mereka salah satunya adalah
Abdullah
bin Sa'ad saudara Bani Amir bin Luay.

42
Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad saw, Jakarta: Litera AnataraNusa,
1987, h. 352.
Rasulullah memerintahkan para panglima perangnya untuk membunuhnya,
sebab awalnya ia seorang Muslim dan menjadi penulis wahyu untuk beliau,
akan tetapi kemudian murtad dan kembali kepada orang-orang Quraisy.
Abdullah bin Sa'ad lari kepada Utsman bin Affan -saudara sesusuannya- dan
Utsman bin Affan menyembunyikannya kemudian membawanya ke hadapan
Rasulullah di saat kaum Muslimin dan penduduk Makkah telah merasa tenang.
Utsman bin Affan meminta kepada Rasulullah jaminan keamanan untuk Abdullah
bin Sa'ad, dan pada akhirnya Rasulullah mengabulkannya.43

Selanjutnya yang menjadi sasaran untuk dibunuh adalah Abdulllah bin


Hazhal, yakni seorang yang berasal dari Bani Tamim bin Ghalib, karena awalnya ia
seorang muslim dan Rasulullah mengutusnya sebagai petugas zakat ke salah satu
daerah bersama salah seorang dari kaum Anshar dan mantan budak Abdullah bin
Khaththal yang muslim. Ia berhenti di suatu tempat dan menyuruh mantan
budaknya untuk menyembelih kambing serta membuat makanan untuknya.
Kemudian, Abdullah bin Khaththal tidur. Saat ia bangun, ia mendapati mantan
budaknya tidak membuatkan makanan apa-apa untuknya, lalu ia membunuhnya.
Kemudian ia murtad dan menjadi seorang musyrik. Ia memiliki dua penyanyi
bernama Fartana dan seorang temannya. Kedua penyanyi wanita itu bernyanyi
menghina Rasulullah, oleh sebab itu beliau memerintahkan keduanya dibunuh
bersama Abdullah bin Khathal.44

Al-Huwairits bin Nugaidz bin Wahb bin Abdun bin Qushay termasuk orang
yang menjadi sasaran untuk dibunuh. Sebab ia termasuk salah seorang yang
menyakiti Rasulullah di Makkah. Terlebih menurut Ibnu Hisyam ketika
Abdullah bin Al-Abbas membawa kedua putri Rasulullah yaitu Fathimah dan
Ummu Kultsum dari Makkah ke Madinah, kemudian hewan kendaraan yang
mereka berdua tunggangi ditusuk lambungnya oleh Al-Huwairits bin Nuqaidz
hingga mereka berdua terjatuh ke tanah. selanjutnya Miqyas bin Hubabah
menjadi orang yang diburu. Rasulullah memerintahkan untuk membunuh Miqyas
bin Hubabah, karena ia telah membunuh salah seorang kaum Anshar yang
membunuh saudaranya dengan tidak sengaja, selain itu, ia telah murtad dan pulang
ke orang-orang Quraisy dalam keadaan musyrik.

Kemudian Sarah mantan budak salah seorang dari Bani Abdul Muthalib,
dan Ikrimah bin Abu Jahal. Sarah termasuk salah seorang yang menyakiti
Rasulullah
dari kalangan wanita saat di Makkah. Sedangkan Ikrimah bin Abu Jahal, ia

43
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah… , h. 646.
44
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah… , h. 647.
melarikan diri ke Yaman, adapun istrinya, Ummu Hakim binti Al-Harits bin
Hisyam, masuk Islam yang kemudian memintakan jaminan keamanan untuknya
kepada Rasulullah dan Raulullah pun mengabulkan permintaannya. Setelah itu,
Ummu Hakim binti Al-Harits pergi mencari suaminya ke Yaman hingga akhirnya
berhasil membawanya kepada Rasulullah dan Ikrimah pun masuk Islam.45

Pada akhirnya orang yang berhasil dibunuh antara lain Abdullah bin
Khathal dibunuh oleh Sa'id bin Harits Al-Makhzumi dan Abu Barzah Al-Aslami.
Sedangkan Miqyas bin Shubabah dibunuh oleh Numailah bin Abdullah, seorang
yang berasal dari kaumnya sendiri. Adapun dua penyanyi wanita Abdullah bin
Khathal, salah satunya dibunuh, sedang yang lainnya melarikan diri, kemudian ia
meminta jaminan keamanan kepada Rasulullah dan Rasulullah mengabulkan
permintaannya.

Sarah juga meminta jaminan keamanan kepada Rasulullah dan beliau


mengabulkannya. Kemudian dia pun hidup dalam keamanan hingga pada masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab, ia diterjang oleh kuda milik seseorang
di Al-Abthah sebuah lembah di Makkah, akhirnya ia meninggal dunia. Adapun Al-
Huwairits bin Nuqaidz dibunuh oleh Ali bin Abu Thalib.

E. Pembersihan Ka’bah Dari Berhala

Selanjutnya, Nabi menuju Ka’bah, rumah suci yang telah menjadi lambang
keesaan Illahi, lalu dibersihkan dari semua berhala46. Saat Nabi menumbangkan
berhala-berhala dengan tongkatnya,47 Nabi membaca ayat suci Qur’an yang telah
lama diwahyukan, “dan katakanlah: yang benar telah datang dan yang batil
telah lenyap’.
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Q.S. Al-Isra
[17]: 18).

45
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah… , h. 647.
46
Di sekeliling Ka’bah ada sekitar 360 buah patung (lihat M. Qurasih Shihab, Membaca
Sirah… , h. 876), dan diantara berhala-berhala itu terdapat gambar malaikat dan Nabi Ibrahim yang
sedang mengundi nasib dengan panah, maka Nabi bersabda “Semoga Allah mengutuk mereka yang
telah mengambar leluhur kami (Nabi Ibrahim) demikian. Apakah hubungan antara beliau dengan panah
? Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi ia adalah seorang
yang hanif dan berserah diri dan bukanlah seorang musyrik.” Kemudian Nabi memerintahkan
mengahpus semua gambar-gambar tersebut. (lihat catat kaki di halaman 43, Imam Adz-Zahabi, Sirah
Nabi: Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad, Semarang: Pustaka Nun, 2005.
47
Menurut Karen Amstrong, meskipun pada dinding Ka’bah gambar-gambar dewa pagan
atau berhala diperintahkan dihapus, konon, Nabi membiarkan lukisan dinding Yesus dan Maria tetap
ada. (Karen Amstrong, Muhammad: Prophet For Our Time, Bandung: Mizan, 2007, h. 242). Namun
pada akhirnya Islam melarang penggunaan semua citra dalam penyembahannya karena hal itu akan
mengacaukan pikiran dari tuhan dengan membiarkannya menjelma pada simbol-simbol kemanusiaan
Tuhan. (Karen Armstrong, Muhammad Sang Nabi; Sebuah Biografi Kritis, Surabaya: Risalah
Gusti,
2003, h. 352).
Nabi menyatakan Ka’bah secara resmi didedikasikan kembali untuk tuhan
yang esa,48 kemudian Nabi memberikan perintah untuk menghancurkan
berhala- berhala di pelataran Ka’bah. Sejak saat itu tak pernah tergambarkan lagi,
atau tak pernah satu pun berhala ada di sana atau di sekitar rumah suci itu. Sebuah
dedikasi, terhadap keesaan Illahi. Kemudian, Nabi ke maqam Ibrahim, di sana
Nabi melakukan shalat. Setelah itu, Usman bin Thalhah, juru kunci Ka’bah
didatangkan,49 dan rumah suci itu pun dibuka. Lalu Nabi masuk ke dalam dan
mendirikan shalat lagi. Kunci Ka’bah pun dikembalikan kepada Usman bin Thalhah
seraya mengatakan bahwa pemeliharaan rumah suci itu tetap ada padanya dan
keturunannya.

Pada masa inilah kawasan sekitar Ka’bah dinyatakan oleh Nabi Muhammad
sebagai daerah haram (terlarang, sakral), dan Q.S. At-Taubah ayat 2850 yang
kemudian diturunkan ditafsirkan sebagai larangan terhadap semua non
muslim untuk mendekati kawasan itu. Meski Tujuan sebenarnya dari ayat itu
menurut Philip K. Hitti adalah melarang orang-orang musrik untuk mendekati
Ka’bah pada saat pelaksanaan ibadah haji. Larangan yang ditafsirkan dari ayat itu
hingga kini masih diterapkan secara efektif.51

BAB V

PENUTUP

Peristiwa perjanjian Hudaibiyah merupakan kunci menuju penaklukan kota


Makkah, meski pada awalnya dipandang merugikan pihak Islam dan lebih
menguntungkan kafir Quraisy. Namun kenyataannya, Nabi sungguh genius dalam
menyepakati perjanjian yang penuh resikon ini, pasalnya 2 butir perjanjian
yang paling dipermasalahkan oleh para sahabat Nabi, yakni pertama, pengembalian
orang Quraisy tanpa seizing wali atau orang tuanya yang ketika itu mengikuti
Nabi di Madinah, harus dikembalikan, dan kedua gagalnya umrah. Lewat perjanjian
inilah Nabi akhirnya lebih memfokuskan pada peningkatan kekuatan dan dakwah di
luar Madinah, sampai-samai Nabi berkirim surat ke beberapa penguasa. Ini
menandakan
Nabi benar telah mempersiapkan segalanya dengan penuh perhitungan, sehingga

48
Lesley Hazleton, Pribadi Muhammad; Riwayat Hidup Sang Nabi Dalam Bingkai Sejarah,
Politik, Agama, Dan Psikologi, Ciputat: Alvabet, 2015, h. 307.
49
Qurasih Shihab, Membaca Sirah… , h. 877.
50
Terjemah arti: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik
itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir
menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia
menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
51
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu, 2002, h. 148.
ketika terjadi pelanggar perjanjian yang dilakukan kafir Quraisy, Nabi
menanggapinya sebagai sebuah penghianatan. Dari penghianatan inilah Nabi
memperlihatkan kekuatan Islam yang sesungguhnya, sehingga pada akhirnya
dengan mudah kafir Quraisy dapat dikalahkan dalam peristiwa Fathu Makkah.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, HM. Bashiruddin Mahmud, Riwayat Hidup Rasulullah saw, Bogor:


Yayasan
Wisma Damai, 1992.
Adz-Zahabi, Imam, Sirah Nabi: Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad,
Semarang: Pustaka Nuun, 2005.
Ahmadi, Sidiq, Perjanjian Hudaibiyah Sebagai Model Kepatuhan Terhadap
Perjanjian Internasional dalam Perspektif Islam, Jurnal Hubungan
Internasional, Vol. 4 No. 2/ Oktober 2015.
Al-Buthy, Said Ramadhan, The Great Episodes Of Muhammad Saw;
Menghayati
Islam dari Fragmen Kehidupan Rasulullah Saw, Jakarta: Mizan,
2009.
Ali, Maulana Muhammad, Biografi Muhammad Rasulullah, Jakarta: Turos,
2015.
Al-Jauziyah, Imam Ibnu Qayyim, Kelengkapan Tarikh Rasulullah, Jakarta: Al-
Kautsar, tanpa tahun.
Al-Umuri, Akram Dhiya’, Seleksi Sirah Nabawiyah: Studi Kritis
Muhaddistsin
Terhadap Riwayat Dhaif, Jakarta: Darul Falah, 2004.
Al-Usairi, Ahmad, Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta:
Akbar
Media, 2012.
Al-Waqidi, Kitab Al Maghazi Muhammad; Sumber Sejarah Tertua Tentang
Kisah
Hidup Rasulullah, Jakarta: Zaytuna, 2012.
Armstrong, Karen, Muhammad Sang Nabi; Sebuah Biografi Kritis, Surabaya:
Risalah
Gusti, 2003.
Amstrong, Karen, Muhammad: Prophet For Our Time, Bandung: Mizan,
2007.
Ath-Thabari, Imam, Shahih Tarikh Ath-Thabari, jilid 2, Jakarta: Pustaka
Azzam,
2011.
Chalil, K.H. Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muammad saw., Jilid 2, Jakarta:
Gema Insani, 2001.
Haekal, Muhammad Husein, Sejarah Hidup Muhammad saw, Jakarta:
Litera
AnataraNusa, 1987.
Hisyam, Ibnu, Sirah Nabawiyah: Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah saw,
Jakarta: Akbar Media, 2017.
Hitti, Philip K., History Of The Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu,
2002.
Hazleton, Lesley, Pribadi Muhammad; Riwayat Hidup Sang Nabi Dalam
Bingkai
Sejarah, Politik, Agama, Dan Psikologi, Ciputat: Alvabet,
2015. Iqbal, Afzal, Diplomasi Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2000.
Katsir, Al-hafizh Ibnu, Sirah Nabi Muhammad s.a.w., Jakarta: Pustaka Imam
Asy-
Syafi’i, 2010.
Khalil, Syauqi Abu, Atlas Jejak Agung Muhammad saw; Merasakan
Situasi
Kehidupan Nabi saw, Jakarta: Noura Referensi Islam, 2009.
Ramadan, Tariq, Biografi Intelektual Muhammad: Pelajaran Hidup Dari Perjalanan
Hidup Rasulullah, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2015.
Shihab, M. Qurasih, Membaca Sirah Nabi Muhammad saw Dalam Sorotan Al-
Qur’an Dan Hadis-Hadis Shahih, Ciputat: Lentera Hati, 2018.

Anda mungkin juga menyukai