Anda di halaman 1dari 30

BIOGRAFI NABI MUHAMMAD SAW

Nama : Muhammad bin Abdullah


Dikenal : Nabi Muhammad SAW, Rasulullah SAW
Lahir  : Mekkah, Arab Saudi, Senin, 12 Rabiul Awal 570 M
Wafat  : Madinah, Arab Saudi, 8 Juni 632 M
Orang Tua : Abdullah (ayah), Siti Aminah (ibu)
Istri : Khadijah bintu Khuwailid, Saudah bintu Zam’ah bin Qois,
A’isyah bintu Abi Bakr As-Shiddiq, Zainab bintu Khuzaimah,
Hafshah bintu Umar bin Khatab, Ummu Salamah, Zainab bintu
Jahsy bin Rabab, Juwairiyah bintu Al-Harits, Ummu Habibah
bintu Abi Sufyan, Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab, Maimunah
bintu Al-Harits, Mariyah Al-Qibthiyah.
Anak : Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum bint Muhammad,
Abdulllah, Fatimah, Ibrahim.

Nabi Muhammad SAW berasal dari kabilah Quraisy, tepatnya keturunan


Hasyim. Ayah beliau adalah Abdullah bin Abdul Muthalib, cucu Hasyim. Ibunda
beliau adalah Aminah binti Wahb yang berasal dari keturunan Bani Zuhrah, salah
satu kabilah Quraisy.
Setelah menikah, Abdullah melakukan pepergian ke Syam. Ketika pulang
dari pepergian itu, ia wafat di Madinah dan dikuburkan di kota itu juga.
Dalam biografi Nabi Muhammad SAW diketahui bahwa setelah beberapa bulan
dari wafatnya sang ayah berlalu. Nabi pamungkas para nabi lahir di bulan Rabi’ul
Awal, tahun 570 Masehi di Mekkah menurut Caussin de Perceval dalam bukunya
yang berjudul Essai sur l’Histoire des Arabes. Dan dengan kelahirannya itu, dunia
menjadi terang-benderang.
Sesuai dengan kebiasaan para bangsawan Makkah, ibundanya
menyerahkan Muhammad kecil kepada Halimah Sa’diyah dari kabilah Bani Sa’d
untuk disusui. Beliau tinggal di rumah Halimah selama empat tahun. Setelah itu,
sang ibu mengambilnya kembali.
Dengan tujuan untuk berkunjung ke kerabat ayahnya di Madinah, sang
ibunda membawanya pergi ke Madinah. Dalam perjalanan pulang ke Makkah,
ibundanya wafat dan dikebumikan di Abwa, sebuah daerah yang terletak antara
Makkah dan Madinah.
Setelah ibunda beliau wafat, secara bergantian, kakek dan paman beliau,
Abdul Muthalib dan Abu Thalib memelihara beliau. Dari banyak sumber yang
dihimpun mengenai biografi Nabi Muhammad SAW, Pada usia dua puluh lima
tahun, beliau menikah dengan Khadijah yang waktu itu sudah berusia empat puluh
tahun.
Khadijah merupakan wanita yang kaya yang terhormat serta terpandang
dikalangan suku Quraisy ketika itu. Beliau menjalani hidup bersamanya selama
dua puluh lima tahun hingga ia wafat pada usia enam puluh lima tahun.

DIANGKAT MENJADI RASUL


Selain kehidupan pribadi dan rumah tangga, dalam biografi Nabi
Muhammad SAW ini kami juga menguraikan perjalanan beliau saat diangkat
menjadi Rasul. Seperti apa kisahnya? Berikut penjelasannya.
Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul di usia 40 tahun pada tanggal 6
Agustus tahun 611 M. Pengangkatan tersebut ditandai dengan turunnya wahyu
pertama, yaitu Surah Al-Alaq ayat 1–5 yang disampaikan oleh Malaikat Jibril di
Gua Hira.
Saat menerima wahyu itu, tubuh Rasulullah SAW bergetar karena sang
malaikat meminta beliau membaca penggalan Surah Al-Alaq. Nabi pun mengelak
dan mengatakan kalau tak bisa membaca. Jibril mengulangi perintah itu sampai
tiga kali tetapi beliau tetap memberikan jawaban yang sama.
Lalu, Jibril pun berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu
yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis,
membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (Q.S. Alaq: 1–5)
Wahyu pertama ini mengawali dakwah Nabi Muhammad SAW dalam
menyiarkan ajaran Islam. Orang-orang pertama yang memeluk agama Islam
adalah Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Harithah, Abu Bakar, dan Ummu
Aiman. Kemudian, Abu Bakar berhasil mengajak beberapa teman-
temannya seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf,
Sa’ad bin Abi Waqqas, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Dakwah yang masih dijalankan secara rahasia tersebut berlangsung selama
sekitar tiga tahun. Barulah setelah itu Rasulullah SAW melakukan dakwah secara
terbuka dan berhasil menarik perhatian penduduk Mekah. Namun, keberhasilan
nabi dalam menyiarkan Islam itu ternyata mengundang kebencian kaum Quraisy.
Mereka menghina Rasulullah SAW sebagai orang gila, tukang sihir, serta ingin
mencelakakan beliau. Kelompok ini juga melakukan pemboikotan terhadap
keluarga nabi dan orang-orang yang telah memeluk agama Islam.

HIJRAH KE MADINAH
Selanjutnya, dalam biografi Nabi Muhammad SAW ini kami akan
menjelaskan proses hijrah beliau ke Yastrib (sebelum bernama Madinah). Ingin
tahu seperti apa perjalanan beliau? Simak baik-baik penjelasan di bawah ini :
1. Awal Mula Hijrah
Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Kota Yastrib terjadi pada bulan Juni
tahun 622 M ketika beliau menginjak usia 53 tahun. Keputusan tersebut diambil
lantaran penindasan luar biasa kaum Quraisy kepada Nabi SAW dan para sahabat.
Atas perintah Rasulullah SAW, satu per satu para sahabat hijrah ke Yastrib secara
sembunyi-sembunyi. Setelah mayoritas kaum muslimin hijrah, beliau, Abu Bakar,
dan Ali bin Abi Thalib masih berada di Mekah. Nabi belum berhijrah karena
menunggu perintah Allah SWT.
Mengetahui Rasulullah SAW masih di Mekah, para pemuka kaum Quraisy
pun berusaha menyusun rencana pembunuhan terhadap beliau. Namun, rencana
jahat itu akhirnya terbongkar. Lewat Malaikat Jibril, beliau
diperintahkan oleh Allah SWT untuk berhijrah, “Muhammad, janganlah kamu
tidur malam ini di tempat tidurmu, karena sesungguhnya Allah SWT
memerintahkanmu untuk berhijrah ke Madinah.”
Malam itu juga, Rasulullah SAW bersiap-siap untuk berhijrah dengan
ditemani oleh Abu Bakar. Sementara itu, kaum Quraisy yang mengira nabi masih
di Mekah pun mulai mengintai tempat tinggal beliau. Mereka melihat seseorang
sedang tidur di atas dipan sederhana dengan berselimut warna hijau.
Sementara itu, orang-orang Quraisy sangat yakin dapat membunuh seseorang
yang dibencinya itu. Padahal tanpa mereka ketahui, sebenarnya yang tidur adalah
Ali bin Abi Thalib. Sahabat nabi ini berusaha mengelabui musuh untuk
menyelamatkan jiwa kekasih Allah SWT tersebut.
Di sisi lain, nabi dan Abu Bakar pergi secara diam-diam dari rumah
setelah waktu menunjukkan lewat dua pertiga malam. Rasulullah SAW
mengambil segenggam pasir yang kemudian dilempar ke orang-orang yang
hendak membunuhnya sembari membaca penggalan Surah Yasin. Dengan izin
Allah SWT, mereka pun tertidur tanpa mengetahui kepergian beliau.
Pagi harinya selepas subuh, kaum Quraisy mendatangi tempat tinggal nabi untuk
menyerang beliau. Namun, betapa terkejutnya mereka saat melihat Ali yang
keluar dari rumah itu. Mereka pun bertanya kepada Ali di mana keberadaan
Rasulullah SAW, tapi ia menolak memberi tahu.

2. Pengejaran Kaum Quraisy


Banyak penulis biografi Nabi Muhammad SAW yang mengisahkan
perjuangan beliau saat dikejar oleh kaum Quraisy. Dalam pengejaran itu, beliau
dan sahabat Abu Bakar hampir ditemukan oleh mereka. Seperti apa kisah
selengkapnya?
Mengetahui Rasulullah SAW lolos dari pengawasan mereka, kaum
Quraisy pun bergegas mencari dan mengejar beliau. Sementara itu, nabi dan Abu
Bakar bersembunyi di Gua Tsur selama tiga hari.
Hanya Abdullah, Aisyah, Asma binti Abu Bakar, dan pembantu mereka
bernama Amir bin Fuhairah yang mengetahui persembunyian tersebut. Dengan
penuh hati-hati, Asma membawakan bekal makanan untuk mereka, sedangkan
Abdullah mencari tahu kabar yang sedang beredar di Mekah.
Kabar pengejaran nabi pun didengar oleh Abdullah, lalu ia pergi menemui
Rasulullah SAW dan Abu Bakar agar lebih waspada. Sampai suatu ketika, orang-
orang Quraisy datang ke sekitar Bukit Tsur dan hampir menemukan
persembunyian beliau.
Atas izin Allah SWT, seekor laba-laba dan merpati pun bersarang di mulut
gua. Melihat hal itu, rombongan kaum Quraisy pun mengurungkan niatnya untuk
memasuki gua karena mereka percaya tidak ada orang di sana.
Sementara itu, Nabi Muhammad SAW berdoa dengan khusyuk di dalam
gua. Ketika keadaan sudah tenang, barulah keduanya melanjutkan hijrah ke
Yastrib. Selama perjalanan, kabar tentang kedatangan nabi dan Abu Bakar telah
tersiar di kota tujuannya tersebut.

3. Penyambutan Nabi SAW di Madinah


Kaum muslimin yang tinggal di Kota Yastrib menantikan kedatangan Nabi
SAW dengan penuh kerinduan. Hingga suatu ketika, hari yang mereka tunggu-
tunggu pun akhirnya datang juga. Rasulullah SAW tiba di Yastrib pada hari
Jumat, 6 Juli tahun 622 M, beliau pun langsung memimpin salat Jumat.
Setelah itu, para pemuka Kota Yastrib menawarinya tempat tinggal.
Namun, Rasulullah SAW mengucapkan maaf pada mereka karena tak bisa
memenuhi permintaan itu. Beliau pun kembali menaiki untanya untuk berjalan-
jalan di sekitar Kota Yastrib.
Nabi Muhammad SAW membiarkan untanya berjalan hingga akhirnya
binatang itu berhenti di tempat penjemuran kurma milik dua orang anak
yatim, Sahl dan Suhail. Ma’adh, wali dari kedua anak tersebut berbicara pada nabi
dan meminta beliau agar tempat tersebut didirikan masjid.
Rasulullah SAW mengabulkan permintaan itu, kemudian dibangunlah
tempat ibadah yang diberi nama Masjid Nabawi. Di tempat ini pula tempat tinggal
beliau dibangun.

4. Dakwah di Kota Madinah


Selama berdakwah di Yastrib, Nabi Muhammad SAW melakukan
beberapa terobosan, seperti membangun masjid-masjid, mempersaudarakan kaum
Muhajirin dan Anshar, serta merumuskan undang-undang. Setelah sepuluh tahun
berada di sana, beliau pun mengganti nama kota ini menjadi Madinah yang artinya
peradaban.
a. Mendirikan Masjid
Sebelum mendirikan masjid Nabawi, tahun 622 M Rasulullah
telah mendirikan Masjid Quba yang terletak di sebelah tenggara Kota Madinah,
Arab Saudi. Setelah itu, beliau mendirikan tempat ibadah lainnya, seperti Masjid
Jumu’ah, Masjid Gamamah, Masjid Bani Quraizah, dan sebagainya.
Masjid pada masa itu tidak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah.
Lebih dari itu, bangunan ini juga digunakan untuk mempelajari ilmu, mengelola
pemerintahan, dan menyusun siasat perang.

b. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar


Selain membangun masjid, Rasulullah juga mempersaudarakan kaum
Muhajirin dan Anshar. Hal tersebut dilakukan beliau agar kaum Muhajirin
(pengikut Nabi SAW yang hijrah) mendapat perlindungan kuat di Madinah.
Beberapa sahabat yang berhasil beliau persaudarakan adalah Abu Bakar
dengan Kharijah bin Zaid, Umar bin Khaththab dengan ‘Itban bin Malik, Abu
Ubaidah bin Jarrah dengan Sa’ad bin Muadz, dan sebagainya. Mereka menjalin
tali persaudaraan tanpa memandang latar belakang dan perbedaan lainnya.

c. Menyusun Undang-Undang
Selanjutnya, Rasulullah SAW mengatur hak dan kewajiban masyarakat
Madinah dengan membuat undang-undang yang disebut Piagam Madinah. Tak
hanya menyangkut umat muslim, beliau pun juga mengatur urusan umat agama
lain, seperti Yahudi dan Nasrani.
Secara umum, isi dari Piagam Madinah yaitu mengangkat Rasulullah
SAW sebagai hakim dan kepala negara, menyatukan Suku Aus dan Khazraj,
menjamin kebebasan rakyat, dan menghentikan kebiasaan buruk bangsa Arab.
Untuk menjaga kerukunan antarumat beragama, isi piagam tersebut juga
mendorong masyarakat agar memiliki sikap toleransi.
Setelah membaca biografi Nabi Muhammad SAW terkait kebijakan beliau di
Madinah, apa yang kamu pikirkan? Sebagai umat muslim, ternyata kita telah
diajari untuk bersikap toleransi sejak lama, ya!

MUKJIZAT KENABIAN
Tak hanya menjelaskan kehidupan pribadi serta perjalanan dakwah, dalam
biografi ini kami juga memaparkan apa saja mukjizat yang diterima Nabi
Muhammad SAW. Penasaran? Baca saja uraian di bawah ini :

1. Kitab Suci Alquran


Alquran dipercayai umat muslim sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad
SAW. Hal ini dikarenakan kitab suci umat muslim ini memiliki banyak
keistimewaan, seperti terpelihara keasliannya, sebagian isinya relevan dengan
sains modern, dihafalkan banyak orang, dan sebagainya.
Alquran juga disebut-sebut memiliki gaya bahasa sastra tinggi serta berisi
berbagai hukum-hukum baru yang mengatur kehidupan manusia. Kitab suci ini
juga dapat menjadi obat fisik maupun nonfisik, seperti tertulis dalam sebuah ayat
yang berbunyi, “Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al Isra’: 82).

2. Perjalanan Isra’ Mi’raj


Masih belum lelah menyimak biografi Nabi Muhammad SAW ini, kan?
Selanjutnya, kita memasuki mukjizat beliau yang kedua, yakni peristiwa Isra
Mikraj. Sebetulnya, Isra dan Mikraj merupakan dua kejadian yang berbeda, tapi
karena Nabi Muhammad SAW melakukannya dalam waktu bersamaan (dalam
semalam), maka disebutlah Isra Mikraj.
Isra adalah perjalanan Rasulullah SAW dari Masjidil Haram di Mekah ke
Masjidil Aqsa, Yerusalem. Sedangkan Mikraj merupakan kisah perjalanan beliau
dari bumi ke langit yang dilanjutkan ke Sidratul Muntaha (akhir dari langit). Di
tempat itu pula nabi menerima perintah dari Allah SWT untuk melaksanakan salat
lima waktu dalam sehari semalam.

3. Air Memancar dari Sela-Sela Jemari


Mukjizat Nabi Muhammad lainnya yaitu memancarnya air dari sela-sela
jemari beliau. Diceritakan oleh Anas bin Malik bahwa suatu ketika nabi dan para
sahabat berada di tempat persinggahan sekitar pasar Madinah.
Saat memasuki waktu ashar, banyak warga mencari air untuk wudu tapi
tak memperolehnya. Ketika ada seseorang membawa air untuk berwudu,
Rasulullah SAW meletakkan tangannya ke dalam bejana tempat air tersebut, lalu
Anas pun melihat air keluar dari jari-jari beliau.

4. Terbelahnya Bulan Menjadi Dua


Terbelahnya bulan atau insyaqqal qamar merupakan mukjizat lain
Rasulullah SAW yang dikisahkan dalam Alquran maupun hadis. Dalam Surah Al-
Qamar ayat 1, Allah SWT berfirman, “Telah datang saat itu dan telah terbelah
bulan.”
Sedangkan sebuah hadis berbunyi, “Penduduk Mekah meminta Rasulullah SAW
memperlihatkan tanda-tanda kebesaran pada mereka. Lalu, beliau pun
memperlihatkan terbelahnya bulan pada mereka sebanyak dua kali.” (HR.
Muslim)
Selain empat hal di atas, sebenarnya Nabi SAW masih memiliki banyak
mukjizat lain. Beberapa di antaranya adalah mampu menurunkan hujan,
meredakan banjir, menghentikan gempa, menahan matahari tenggelam, dan masih
banyak lagi.

AKHIR HAYAT RASULULLAH SAW


Hal terakhir yang dibahas dalam biografi Nabi Muhammad SAW ini
adalah kisah hari tua hingga akhir hayat beliau. Tak perlu berlama-lama, langsung
saja simak uraian di bawah ini!
Detik-detik menjelang kematian Rasulullah SAW diriwayatkan oleh Anas
bin Malik yang bercerita bahwa waktu itu kaum muslimin sedang melaksanakan
salat subuh yang diimami oleh Abu Bakar. Saat itu, beliau hanya menyingkap
tabir kamar Aisyah untuk memperhatikan jamaah yang sedang salat.
Mengetahui itu, Abu Bakar mundur hendak keluar dari saf karena mengira
Nabi Muhammd SAW akan salat. Beliau pun memberi isyarat pada sahabatnya itu
untuk menyelesaikan ibadah tersebut.
Menjelang waktu Dhuha berakhir, nabi memanggil Fatimah yang
kemudian membisikkan sesuatu padanya. Beliau berbisik jika akan wafat dan juga
berkata bahwa Fatimah adalah orang pertama di keluarga Rasulullah SAW yang
akan menyusulnya masuk surga.
Setelah itu, beliau memanggil Hasan dan Husain lalu berpesan agar
senantiasa bersikap baik. Selanjutnya, nabi pun memanggil istri-istrinya untuk
memberi peringatan dan nasihat kepada mereka. Selain itu, Rasulullah SAW
berulang kali menasihati orang-orang di sekitarnya agar memperhatikan salat dan
budak-budak yang dimiliki.
Sebelum meninggal, nabi mengisyaratkan Aisyah agar diambilkan siwak,
lalu wanita ini pun menyikat gigi-gigi suaminya secara perlahan. Saat melihat
bejana berisi air di depannya, Rasulullah SAW mengambil air lalu
mengusapkannya ke wajah seraya berkata, “La ilaha illallah.”
Usai bersiwak, nabi mengangkat kedua tangannya dan bibir beliau pun
berucap, “Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, dan pertemukan aku dengan
Kekasih yang Maha Tinggi. Ya Allah, Kekasih yang Maha Tinggi.” Beliau
mengulang kalimat yang terakhir hingga tiga kali, tangannya pun lunglai. Saat itu
juga, kekasih Allah ini menghembuskan nafas terakhir.
Peristiwa tersebut terjadi pada hari Senin 12 Rabiul Awwal 10 H atau 8
Juni 632 M. Terhitung, Rasulullah SAW berdakwah selama sekitar 23 tahun yang
kemudian dilanjutkan oleh para sahabat.
BIOGRAFI ABDULLAH BIN UMAR

Abdullah bin Umar bin Khattab atau dikenal juga dengan Ibnu Umar
adalah seorang sahabat Nabi dan merupakan periwayat hadits yang terkenal.
Abdullah adalah putra khalifah ke dua Umar bin al-Khaththab Khulafaur Rasyidin
yang kedua saudara kandung Sayiyidah Hafshah Ummul Mukminin.
Ibnu Umar dilahirkan tidak lama setelah Nabi diutus, Umurnya 10 tahun
ketika ikut masuk Islam bersama ayahnya. Ibnu Umar masuk Islam bersama
ayahnya saat ia masih kecil, dan ikut hijrah ke Madinah bersama ayahnya.
Pada usia 13 tahun ia ingin menyertai ayahnya dalam Perang Badar,
namun Rasulullahmenolaknya. Perang pertama yang diikutinya adalah Perang
Khandaq. Ia ikut berperang bersama Ja'far bin Abu Thalib dalam Perang Mu'tah,
dan turut pula dalam pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah). Setelah Nabi
Muhammad meninggal, ia ikut dalam perang Qadisiyah, Yarmuk, Penaklukan
Afrika, Mesir dan Persia, serta penyerbuan basrah dan Madain.
Khalifah Utsman bin Affan pernah menawari Ibnu Umar untuk menjabat
sebagai hakim, tapi ia tidak mau menerimanya. Setelah Utsman terbunuh,
sebagian kaum muslimin pernah berupaya membai'atnya menjadi khalifah, tapi ia
juga menolaknya. Ia tidak ikut campur dalam pertentangan antara Ali bin Abi
Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia cenderung menjauhi dunia politik,
meskipun ia sempat terlibat konflik dengan Abdullah bin Zubair yang pada saat
itu telah menjadi penguasa Makkah.

KEISLAMANNYA
Ibnu Umar masuk Islam bersama ayahnya saat ia masih kecil, dan ikut
hijrah ke Madinah bersama ayahnya. Pada usia 13 tahun ia ingin menyertai
ayahnya dalam Perang Badar, tapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
menolaknya. Perang pertama yang diikutinya adalah Perang Khandaq. Ia ikut
berperang bersama Ja’far bin Abu Thalib dalam Perang Mu’tah, dan turut pula
dalam pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah). Setelah Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal, ia ikut dalam Perang Yarmuk dan dalam
penaklukan Mesir serta daerah lainnya di Afrika.
Khalifah Utsman bin Affan pernah menawari Ibnu Umar untuk menjabat
sebagai hakim, tapi ia tidak mau menerimanya. Setelah Utsman terbunuh,
sebagian kaum muslimin pernah berupaya membai’atnya menjadi khalifah, tetapi
ia juga menolaknya. Ia tidak ikut campur dalam pertentangan antara Ali bin Abi
Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia cenderung menjauhi dunia politik,
meskipun ia sempat terlibat konflik dengan Abdullah bin Zubair yang pada saat
itu telah menjadi penguasa Makkah.
PERIWAYAT HADITS TERBANYAK KEDUA
Ibnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua
setelah Abu Hurairah ra. Sebanyak 2.630 hadits sudah ia riwayatkan, karena ia
selalu mengikuti ke mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pergi. Bahkan
Aisyah istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memujinya dan
berkata, “Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu
Umar.”
Ia sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam. Demikian pula dalam mengeluarkan fatwa, ia senantiasa mengikuti
tradisi dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebab itulah ia tidak
mau melakukan ijtihad. Biasanya ia memberi fatwa pada musim haji, atau pada
kesempatan lainnya. Di antara para Tabi’in, yang paling banyak meriwayatkan
darinya ialah anaknya Salim dan hamba sahayanya, Nafi’.

BANYAK SAHABAT MEMUJINYA


Kesalehan Ibnu Umar sering mendapatkan pujian dari kalangan sahabat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin lainnya. Jabir bin Abdullah
berkata, “Tidak ada di antara kami disenangi oleh dunia dan dunia senang
kepadanya, kecuali Umar dan putranya Abdullah.”
Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan, “Ibnu Umar meninggal dan
keutamaannya sama seperti Umar. Umar hidup pada masa banyak orang yang
sebanding dengan dia, sementara Ibnu Umar hidup pada masa yang tidak ada
seorang pun yang sebanding dengan dia.”

PEDAGANG KAYA RAYA


Ibnu Umar adalah seorang pedagang sukses dan kaya raya, tetapi juga
banyak berderma. Ia hidup sampai 60 tahun setelah wafatnya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia kehilangan pengelihatannya pada masa tuanya. Ia
wafat dalam usia lebih dari 80 tahun, dan merupakan salah satu sahabat yang
paling akhir yang meninggal di kota Makkah.
Ibnu Umar dilahirkan tidak lama setelah Nabi diutus. Umurnya 10 tahun
ketika ikut masuk Islam bersama ayahnya. Kemudian mendahului ayahnya hijrah
ke Madinah. Pada saat perang Uhud ia masih terlalu kecil untuk ikut perang, dan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengizinkannya. Tetapi setelah selesai
perang Uhud ia banyak mengikuti peperangan, seperti perang Qadisiyah, Yarmuk,
Penaklukan Afrika, Mesir dan Persia, serta penyerbuan basrah dan Madain.
Imam Malik dan az-Zuhri berkata, “Sungguh, tak ada satupun dari urusan
Rasulullah dan para sahabatnya yang tersembunyi bagi Ibnu Umar.” Ia
meriwayatkan hadits dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Sayyidah Aisyah, saudari
kandungnya Hafshah dan Abdullah bin Mas’ud. Yang meriwayatkan dari Ibnu
Umar banyak sekali, di antaranya Sa’id bin al-Musayyab, al Hasan al Basri, Ibnu
Syihab az-Zuhri, Ibnu Sirin, Nafi’, Mujahid, Thawus dan Ikrimah.
Ia wafat pada tahun 73 H. Ada yang mengatakan bahwa Al-Hajjaj
menyusupkan seorang ke rumahnya lalu membunuhnya. Dikatakan mula-mula ia
diracun kemudian ditombak. Pendapat lain mengatakan bahwa Ibnu Umar
meninggal secara wajar.
Sanad paling shahih yang bersumber dari Ibnu Umar adalah yang disebut Silsilah
adz- Dzahab (silsilah emas), yaitu Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar.
Sedang yang paling Dlaif : Muhammad bin Abdullah bin al-Qasim dari bapaknya,
dari kakeknya, dari ibnu Umar.

PERIWAYAT HADITS
Ibnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua
setelah Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadits, karena ia selalu mengikuti
kemana Rasulullah pergi. Bahkan Aisyah istri Rasulullah pernah memujinya dan
berkata :"Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat
pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Umar". Ia bersikap sangat
berhati-hati dalam meriwayatkan hadist Nabi. Demikian pula dalam
mengeluarkan fatwa, ia senantiasa mengikuti tradisi dan sunnah Rasulullah,
karenanya ia tidak mau melakukan ijtihad. Biasanya ia memberi fatwa pada
musim haji, atau pada kesempatan lainnya. Di antara para Tabi'in, yang paling
banyak meriwayatkan darinya ialah Salim dan hamba sahayanya, Nafi'.

PUJIAN DARI SAHABAT


Kesalehan Ibnu Umar sering mendapatkan pujian dari kalangan sahabat
Nabi dan kaum muslimin lainnya. Jabir bin Abdullah berkata: " Tidak ada di
antara kami disenangi oleh dunia dan dunia senang kepadanya, kecuali Umar dan
putranya Abdullah." Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan: "Ibnu Umar
meninggal dan keutamaannya sama seperti Umar. Umar hidup pada masa banyak
orang yang sebanding dengan dia, sementara Ibnu Umar hidup pada masa yang
tidak ada seorang pun yang sebanding dengan dia".

PEDAGANG YANG DERMAWAN


Ibnu Umar adalah seorang pedagang sukses dan kaya raya, tetapi juga
banyak berderma. ia pedagang yang sukses, sebagai pedagang ia berpenghasilan
banyak karena kejujurannya berniaga. Selain itu ia menerima gaji dari Baitul
Maal. Tunjangan yang diperolehnya tak sedikitpun disimpan untuk dirinya
sendiri, tetapi dibagi-bagikannya kepada fakir miskin. Berdagang buat Ibn Umar
hanya sebuah jalan memutar rezeki Allah di antara hamba-hambanya.

Ia hidup sampai 60 tahun (Ia wafat pada tahun 73 H) setelah


wafatnya Rasulullah. Ia kehilangan pengelihatannya pada masa tuanya. Ia wafat
dalam usia lebih dari 80 tahun, dan merupakan salah satu sahabat yang paling
akhir yang meninggal di kota Makkah.

ABDULLAH BIN UMAR (WAFAT 72 H)


Periwayatan paling banyak berikutnya sesudah Abu Hurairah adalah
Abdullah bin Umar. Ia meriwayatkan 2.630 hadits.
Abdullah adalah putra khalifah ke dua Umar bin al-Khaththab saudarah
kandung Sayiyidah Hafshah Ummul Mukminin. Ia salahseorang diantara orang-
orang yang bernama Abdullah (Al-Abadillah al-Arba’ah) yang terkenal sebagai
pemberi fatwa. Tiga orang lain ialah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin
al-Ash dan Abdullah bin az-Zubair.
Ibnu Umar dilahirkan tidak lama setelah Nabi diutus Umurnya 10 tahun
ketika ikut masuk bersama ayahnya. Kemudian mendahului ayahnya ia hijrah ke
Madinah. Pada saat perang Uhud ia masih terlalu kecil untuk ikut perang. Dan
tidak mengizinkannya. Tetapi setelah selesai perang Uhud ia banyak mengikuti
peperangan, seperti perang Qadisiyah, Yarmuk, Penaklukan Afrika, Mesir dan
Persia, serta penyerbuan basrah dan Madain.
Az-Zuhri tidak pernah meninggalkan pendapat Ibnu Umar untuk beralih
kepada pendapat orang lain. Imam Malik dan az-Zuhri berkata:” Sungguh, tak ada
satupun dari urusan Rasulullah dan para sahabatnya yang tersembunyi bagi Ibnu
Umar”. Ia meriwayatkan hadits dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Sayyidah Aisyah,
saudari kandungnya Hafshah dan Abdullah bin Mas’ud. Yang meriwayatkan dari
Ibnu Umar banyak sekali, diantaranya Sa’id bin al-Musayyab, al Hasan al Basri,
Ibnu Syihab az-Zuhri, Ibnu Sirin, Nafi’, Mujahid, Thawus dan Ikrimah.
Ia wafat pada tahun 73 H. ada yang mengatakan bahwa Al-Hajjaj menyusupkan
seorang kerumahnya yang lalu membunuhnya. Dikatakan mula mula diracun
kemudian di tombak dan di rejam. Pendapat lain mengatakan bahwa ibnu Umar
meninggal secara wajar.
Sanad paling shahih yang bersumber dari ibnu Umar adalah yang disebut
Silsilah adz- Dzahab (silsilah emas), yaitu Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin
Umar. Sedang yang paling Dlaif : Muhammad bin Abdullah bin al-Qasim dari
bapaknya, dari kakeknya, dari ibnu Umar.
BIOGRAFI NAFI’ AT-TAHBI’I

Nama
Kun-yah Abu Ruwaim, Abu Ru`aim, Abu
al-Hasan, Abu Nu'aim, Abu
Muhammad, Abu Abdillah
Nama Nafi'
Nisbah al-Madani, al-Laitsi, al-Kanani
Kelahirannya
Tahun lahir (H) 70
Agama, Identitas, Kebangsaan
Agama Islam
Etnis (Suku bangsa)
Etnis  Arab
(Suku bangsa)
Kebangsaan Kekhalifahan Umayyah
CiutkanNasab
bin Abdurrahman bin Abi Nu'aim
CiutkanWilayah aktif & Hijrah
Zaman
Abdul Malik bin Marwan
CiutkanDakwah, Ketokohan &
Pengaruh
Minat utama
Qira'at al-Qur'an, Hadis
CiutkanKeislaman
Firkah Sunni
WAFAT
Tempat wafat Madinah
Tahun wafat (H) 169
Umur wafat (H) ± 99

Pada masa Nabi, Madinah merupakan pusat peradaban dan ilmu


pengetahuan. Karena ia merupakan madrasah pertama tentang pengajaran Al-
Qur’an juga qira’atnya kepada para sahabat. Dari sanalah muncul para sahabat
ahli Al-Qur’an dan qira’at semisal Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid
bin Tsabit.  Setelah Nabi wafat, pengajaran Al-Qur’an dan qira’atnya tetap
berlangsung dan eksis dilaksanakan oleh para sahabat kepada para tabi’in. Dari
para sahabat itulah para tabi’in memperoleh ilmu dan bacaan Al-Qur’an secara
mutawatir dari Nabi. Sebagian dari tabi’in inilah ada yang memiliki perhatian
yang sangat besar terhadap Al-Qur’an dan qira’atnya, hingga kemudian dikenal
sebagai ahli qira’at, salah satunya adalah Imam Nafi’. Nama lengkapnya Nafi’ bin
Abdurrahman bin Abu Nu‘aim al-Madani atau biasa dikenal dengan julukan Abu
Ruwaim. Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan (salah satu khalifah
dari Bani Umayyah), Imam Nafi’ yang dilahirkan sekitar tahun tujuh puluh hijriah
adalah salah satu ahli qira’at dari tujuh imam qira’at mutawatirah dan termasuk
ulama yang berjuluk Al-Allamah, saleh serta memiliki kredibilitas dan kapabelitas
yang sangat tinggi.  Imam Nafi’ ini sebenarnya berasal dari Negara Asbahan,
namun beliau tumbuh besar dan menetap di Madinah hingga ajal menjemputnya. 
Dari segi fisik, beliau memiliki tipikal kulit hitam legam, namun memancarkan
aura wajah yang menawan serta budi pekerti yang luhur penuh wibawa.  Baca
juga: • Kenapa Bacaan Al-Qur’an Disandarkan kepada Imam Qira'at, Bukan
Nabi? • Ragam Bacaan Ta’awudz Menurut Qira’at Asyrah Perjalanan Intelektual
Imam Nafi’ dalam pengakuannya—sebagaimana diceritakan oleh Abu Qurrat
Musa bin Thariq—dikatakan bahwa beliau berguru kepada tujuh puluh tabi’in, di
antaranya adalah Imam Abu Ja’far (imam qira’at kedelapan), Syaibah bin Nashah,
Muslim bin Jundub, Yazid bin Ruman, Muhammad bin Muslim bin Syihab al-
Zuhri, Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj.  Dari sekian banyak gurunya inilah,
Imam Nafi’ melakukan seleksi bacaan, yaitu mengambil bacaan yang sama di
antara guru-gurunya, dan meninggalkan bacaan yang berbeda. Hasil dari
penyeleksian inilah kemudian dijadikan kaidah tersendiri oleh Imam Nafi’, yang
kemudian dikenal luas oleh para generasi berikutnya sebagai qira’at Imam Nafi’. 
Dalam perjalanan hidupnya, Imam Nafi’ merupakan salah satu dari sekian banyak
ulama yang mencurahkan waktunya untuk berkhidmah kepada Al-Qur’an dan
qira’atnya. Sebagai buktinya, beliau telah mengajarkan Al-Qur’an beserta
qira’atnya dalam kurun waktu lebih dari tujuh puluh tahun dan menjadi rujukan
utama dalam bidang qira’at di Madinah setelah kepulangan salah satu gurunya,
Imam Ja’far bin al-Qa’qa’. Dalam bidang hadits, beliau sangat sedikit sekali
meriwayatkan hadits Nabi. Namun hal tersebut tidak mengurangi kredibilitas dan
kapabilitas beliau sebagai ahli qira’at. Karena hal ini justru menunjukkan
konsistensi beliau dalam mengabdikan hidup untuk menyelami lautan ilmu
qira’at. Karamah Imam Nafi’ Imam Nafi’ adalah seorang ahli Al-Qur’an yang
dianugerahi Allah beberapa karamah. Di antaranya, beliau memiliki bau harum
yang keluar dari lisannya.  Diceritakan bahwa jika beliau berbicara, maka
terciumlah aroma harum minyak misk yang keluar dari lisannya. Ketika ditanya
oleh salah seorang muridnya, “Apakah Guru memakai minyak wangi jika hendak
mengajar?” Beliau menjawab, “Aku tidak pernah mendekati minyak wangi
apalagi menyentuhnya. Suatu saat aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan
beliau membaca Al-Qur’an persis di depan lisanku. Sejak saat itulah keluar bau
harum dari lisanku.” Selain kelebihan tersebut, Imam Nafi’ juga memiliki
kelebihan yang lain, yaitu wajah yang selalu berseri-seri dan budi pekerti yang
luhur. Imam al-Musayyibi berkata, ketika ditanyakan kepada Imam Nafi’ tentang
hal tersebut (wajahnya yang selalu berseri-seri), beliau menajawab: “Bagaimana
aku tidak berseri-seri, sementara Rasul menyalamiku dalam mimpi dan kepada
Beliau aku membaca Al-Qur’an.” Komentar Ulama Terdapat banyak komentar
dari para ulama, baik yang semasa maupun yang hidup setelahnya, perihal pribadi
dan bacaan Imam Nafi’. Namun, komentar-komentar yang ditujukan kepada
beliau mengarah pada satu kesimpulan, yaitu pujian. Dalam istilah ilmu hadits
disebut dengan ta’dil. Di antara komentar-komentar tersebut ialah: Imam Ibnu
Mujahid berkata: “Imam Nafi’ adalah orang yang eksis dalam bidang qira’at
setelah periode tabi’in di Madinah. Ia sangat mahir dan teliti dalam bidang wajah-
wajah qira’at dengan mengikuti jejak imam-imam terdahulu di Negaranya”. Imam
Sa’id bin Mansur berkata: Saya mendengar Malik bin Anas berkata: “Bacaan ahli
Madinah adalah sunnah (yang dipilih). Kemudian ditanyakan kepada beliau:
“Apakah yang dimaksud (bacaan ahli Madinah) adalah bacaan imam Nafi’?
Beliaupun menjawab: ya. Imam ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: saya
bertanya kepada bapakku (Imam Ahmad) “bacaan siapakah yang bapak sukai?
Beliau menjawab: “Bacaan ahli Madinah (Imam Nafi’). Selain itu, bacaan siapa
yang bapak sukai? Beliau menjawab: Qira’at Imam ‘Asim. Komentar tentang
beliau tidak hanya datang dari orang lain, namun juga datang dari anak tiri beliau
yang sekaligus menjadi perawinya yang terkenal, yaitu: imam Qalun. Beliau
berkata: Imam Nafi’ termasuk dari orang-orang yang memliki akhlak yang baik
dan sangat baik bacaanya, zuhud serta dermawan. Ia menjadi Imam di masjid
Nabi selama enam puluh tahun. Murid-murid Imam Nafi’ Kealiman dan
keistiqamahan yang dimiliki Imam Nafi’, mengantarkan beliau menjadi seorang
maha guru yang disenangi oleh para murid-muridnya. Hal ini tandai oleh
banyaknya murid beliau dari berbagai Negara seperti Mesir, Sham, Madinah dan
lainnya. Di antara murid beliau yang terkenal adalah: Imam Malik bin Anas,
Imam Laits bin Sa’ad, Abi Amr bin al-Ala’, Isa bin Wardan, Sulaiman bin
Muslim bin Jammaz dan kedua putra gurunya (Imam Ja’far), yaitu Ismail dan
Ya’qub.  Namun, di antara sekian banyak murid beliau, yang paling terkenal dan
kemudian menjadi perawi Imam Nafi’adalah Imam Qolun dan Imam Warsy.
Setelah mengabdikan jiwa dan raganya berkhidmah untuk Al-Qur’an, Imam Nafi’
dipanggil untuk menghadap Tuhannya pada tahun 169 H di Madinah.
GURU-GURUNYA
 Ia mempelajari al-Qur'an dari 70 tabi'in, 5 diantaranya:
 Abdurrahman bin Hurmuz al-A'raj, sahabat Abu Hurairah
 Abu Ja'far Yazid bin al-Qa'qa', salah satu Imam qira'at sepuluh
 Syaibah bin Nashah
 Muslim bin Jundub al-Hadzali
 Yazid bin Ruman

RAWI-RAWINYA
 Qalun
 Warasy

MURID-MURIDNYA
 Qalun
 Warasy
 Ibnu Wirdan
 Ibnu Jammaz
 Ishaq bin Muhammad al-Musayyabi
 Isma'il bin Ja'far
 Malik bin Anas

BIOGRAFI IMAM MALIKI

Mālik ibn Anas bin Malik bin ‘Āmr al-Asbahi atau Malik bin


Anas (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah
al-Humyari al-Asbahi al-Madani) biasa di kenal dengan nama Imam Maliki,  lahir
di Madinah pada tahun 714 (93 H), dan meninggal pada tahun 800 (179 H)). Ia
adalah pakar ilmu fikih dan hadits, serta pendiri Mazhab Maliki
BIOGRAFI IMAM MALIKI
Abu abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirbin Amr bin al-Haris
bin Ghaiman bin Jutsail binAmr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imam maliki dilahirkan
di Madinah al Munawwaroh. sedangkan mengenai masalah tahun kelahirannya
terdapat perbedaaan riwayat. al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha
meriwayatkan bahwa imam malik dilahirkan pada 94 H. ibn Khalikan dan yang
lain berpendapat bahawa imam malik dilahirkan pada 95 H. sedangkan. imam al-
Dzahabi meriwayatkan imam malik dilahirkan 90 H. Imam yahya bin bakir
meriwayatkan bahwa ia mendengar malik berkata :”aku dilahirkan pada 93 H”.
dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam’ani dan ibn farhun).
Ia menyusun kitab Al Muwaththa’, dan dalam penyusunannya ia
menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli
fiqh Madinah.
Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan Al
Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan
seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang
paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al
Mashmudi.
Sejumlah ‘Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh,
yaitu Al Kutub as Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang
menetapkan Sunan ad Darimi sebagai ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan
kitab besar ini, Ibn Hazm berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan
hadits, aku belum mengetahui bandingannya
Hadits-hadits yang terdapat dalam Al Muwaththa’ tidak semuanya
Musnad, ada yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ‘Ulama
menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits
mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadits tanpa penyandara,
hanya dikatakan telah sampai kepadaku” dan “ dari orang kepercayaan”, tetapi
hadits hadits tersebut bersanad dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam
Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab
yang berusaha memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi’ dan mu’dhal yang
terdapat dalam Al Muwaththa’ Malik.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan
Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari
Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az
Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir
adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada
yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya
seperti al Auza’i, Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij
dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu
Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
Malik bin Anas menyusun kompilasi hadits dan ucapan para sahabat dalam buku
yang terkenal hingga kini, Al Muwaththa.

KEHIDUPAN IMAM MALIK


Setelah ditinggal orang yang menjamin kehidupannya, Imam Malik harus
mampu membiayai barang daganganya seharga 400 dinar yang merupakan
warisan dari ayahnya, tetapi karena perhatian beliau hanya tercurah kepada
masalah-masalah keilmuan saja sehingga beliau tidak memikirkan usaha
dagangnya, akhirnya belaiu mengalami kebangkrutan dan kehidupan bersama
keluarganya pun semakin menderita.
Selama menuntut ilmu Imam Malik dikenal sangat sabar, tidak jarang
beliau menemui kesulitan dan penderitaan. Ibnu Al-Qasyim pernah mengatakan
"Pendritaan Malik selama menuntut ilmu sedemikian rupa sampai-sampai ia
pernah terpaksa harus memotong kayu atap rumahnya, kemudian di jual di pasar.
Setelah Imam Malik tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya
kecuali dengan mengorbankan tekad menuntut ilmu, mulailah Imam Malik
menyatakan seruannya kepada penguasa, agar para ahli dijamin dapat
mencurahkan waktu dan tenaga untuk menekuni ilmu yaitu dengan memberi gaji
atau penghasilan lain untuk menjamin kehidupan mereka. Namun tak ada seorang
pun pengusaha yang menghiraukan seruan Imam Malik. Karena pada saat itu
Daulah Umayyah sedang sibuk memperkokoh dan menetapkan kekuasannya,
mereka sedang menarik simpati para ilmuan yang tua bukan yang muda. Hingga
akhirnya secara kebetulan Imam Malik bertemu dengan pemuda dari mesir yang
juga menuntut ilmu, pemuda itu bernama Al-Layts Ibn Sa'ad dan keduanya saling
mengagumi kecerdasan masing-masing. Hingga timbulah semangat persaudaran
atas dasar saling menghormati.
Meskipun Imam Malik senantiasa menutupi kemiskinan dan
penderitaannya dengan selalu berpakaian baik, rapi dan bersih serta memakai
wangi-wangian, tetapi Al-Layts ibn Sa'ad mengetahui kondisi Imam Malik yang
sebenarnya, sehingga sepulangnya kenegerinya, Al-Layts tetap mengirimkan
hadia uang kepada Imam Malik diMadinah, dan ketika itu kholifah yang
berkuasa  menyambut baik seruan Imam Malik agar penguasa memberikan gaai
atau penghasilan kepada para ahli ilmu

PENDIDIKAN IMAM MALIK


Imam Malik terdidik dikota Madinah pada masa pemerintahan Kholifah
Sulaiman Ibn Abdul Malik dari Bani Umayyah, pada masa itu masih terdapat
beberapa golongan pendukung islam antara lain sahabat Anshar dan Muhajirin.
Pelajaran pertama yang diterimanya adalah al-Qur'an yakni bagaiman cara
membacanya, memahami makna dan tafsirnya. Beliau juga hapal al-Qur'an diluar
kepala. Salain itu beliau juga mempelajari hadts Nabi SAW, Sehingga belaiau 12
dapat julukan sebagai ahli Hadts.
Sejak masa kanak-kanak Imam Malik sudah terkenal sebagai ulam dan
guru dalam pengajaran islam. Kakeknya yang senama dengannya, merupakan
ulama hadts yang terkenal dan dipandang sebagai perawi hadts yang hidup samapi
Imam Malik berusis 10 tahun. Dan pada saat itupun Imam Malik sudah mulai 13
ersekolah, dan hingga dewasa belaiu terus menuntut ilmu.
Imam Malik mempelajari bermacam-macam bidang ilmu pengetahuan
seperti ilmu Hadts, Al-Rad al-Ahlil Ahwa Fatwa, fatwa dari para sahabat-sahabta
dan ilmu fiqih ahli ra'yu (fikir). Selain itu sejak kecil belaiau juga telah hafal al-
Qur'an. Hal itu beliau lakukan karena senantiasa beliau mandapatkan dorongan
dari ibundanya agar senantiasa giat menuntut ilmu.

GURU-GURU IMAM MALIK

1. Abu Radih Nafi Bin Abd Al-Rahaman


Dalam bidang al-Qur'an, Imam Malik belajar membaca dan mengghafal al-Qur'an
sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu tajwid yang baku dari ulma yang terkenal, Abu
Radih Nafi Bin Abd Al-Rahaman 17 yang sangat terkenal dalam bidang ini
hingga masa sekarang.

2. Nafi'
Nafi' merupakan seorang ulam hadts yang besar pada masa awal kehidupan ima
malik. Nafi' mempelajari ini dari gurunya yang mashur ( Abdullah ibn Umar)
karena Nafi" pada mulanya adalah seorang budak yang dimerdekakannya setelah
30 tahun melayaninya. Orang yang mengetahui kedudukan Abdullah ibn Umar
dalam khasanah hadts niscaya akan memahami betapa beruntungnya Nafi' dapat
18 belajar dari tokoh yang sedemikian besar.

3. Rabiah bin Abdul Rahman (Rabiah al-Ray)


Beliau berguru kepadanya ketika masah kecil. Imam Malik banyak mendengarkan
hadits-hadits nabi dari belau. Selain itu beliau juga merupakan guru Imam Malik
dalam bidang hukum islam.

4. Muhammad bin yahya al-Anshari


Belaiu merupakan guru Imam Malik yang lain. Termasuk juga kedalam kelompok
tabi'in dia biasa mengajar di masjid Nabawi Madinah. Sedangkan guru-guru
belaiau yang lain adalah ja'far ash-Shadiq, Abu Hazim Salmah bin Nidar, Hisyam
bin Urwah, Yahya bin Sa'id dan lain-lain.

MURID-MURID IMAM MALIK


1. Abu Abdullah, Abdurrahman ibnuk Qasim (meninggal di mesir pada tahun
191 H). Dia belajar ilmu fiqih dari Imam Malik selama 20 tahun dan al-
Laits bin Sa'ad seorang ahli fiqih Mesir (meninggal tahun 175 H). Abu
abdullah adalah seorang mujtahid mutlak. Yahya bin yahya
menganggapnya sebagai seorang seseorang yang paling alim tentang ilmu
Imam Malik dikalangan sahabatnya, dan orang yang paling amah terhadap
ilmu Imam Malik.
2. Abu Muhammad, Abdullah bin Wahb bin Muslim (dilahirkan pada tahun
125 H dan meninggal tahun 197). Dia belajar dari Imam Malik selama
20  tahun. Setelah itu, dia mengembang madzhab Maliki di Mesir. Dia
telah melakukan usaha yang serius untuk membukukan madzhab Maliki.
Imam Malik pernah menulis surat kepadanya dengan menyebut gelar
"Fiqih Mesir" dan "abu Muhammad al-Mufti". Dai juga pernah belajar
ilmu fiqih dari al-Laits bin Sa'ad. Dia juga seorang ahli hadits yang
dipercaya dan mendapat julukan "Diwan Ilmu".
3. Asyhab bin Abdul Aziz al-Qaisi, dilahirkan pada tahun yang sama dengan
imam syafi'i, yaitu pada tahun 150 H, dan meninggal pada tahun 204 H.
Kelahirannya terpaut sebilan belas hari setelah imam Syafi'i lahir. Dai
telah mempelajari ilmu fiqih dari Imam Malik dan al-Laits bin Sa'ad.
4. Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam. Meninggal pada tahun 214
H. Dia merupakan orang yang paling alim tentang pendapat Imam Malik.
Dia menjadi pemimpin madzhab Maliki steah Asyhab.
5. Asbagh ibnul Farj al-Umawi. Diadinisbahkan kepada bani Umayyah
karena ada hubungan hamba sahaya. Dia meninggal pada tahun 225 H. Dia
belajar fiqih kepada Ibnul Qasim, Ibnu Wahb, dan Asyhab.
6. Muhammad bin Abdullah ibnul Hakam. Dia meninggal pada tahun 268 H.
Dia menuntut ilmu, khususnya fiqih kepada ayahnya dan juga kepada
ulama madzhab Maliki pada zamannya, dia juga belajar kepada imam
Syafi'i.
7. Muhammad bin Ibrahim al-askandari bin ziyad ysng terkenal dengan ibnul
Mawaz (meninggal pada tahun 269 H). Dia belajar ilmu fiqih kepada
ulama semasanya sehingga dia mumpuni dalam bidang fiqih dan fatwa. 
Kitab al-Nawwaziyyah merupakan kitab yang agung yang perbnah
dihasilkan oleh madzhab Maliki. Ia mengandungi masalah hukum yang
paling shahih, bahasanya mudah dan peembahsannya menyeluruh. Cara
kitab ini menyelesaikan masalah-masalah cabang ialah dengan
menyandarkan kepada ushul (asas dan dasar).
Banyak sekali para penuntut ilmu meriwayatkan hadits dari Imam Malik
ketika beliau masih muda belia. Disini kita kategorikan beberapa kelompok yang
meriwayatkan hadits dari beliau, diantaranya :

Guru-guru beliau yang meriwayatkan dari Imam Malik, diantaranya ;


a. Muhammad bin Muslim bin Syihab Az Zahrani
b. Yahya bin SA'id Al Anshari
c. Paman beliau, Abu Sahl Nafi' bin Malik
Dari kalangan teman sejawat beliau adalah;
a. Ma'mar bin Rasyid
b. Abdul Malik bin Juraij
c. Imam Abu Hanifah, An Nu'man bin Tsabit
d. Syu'bah bin al Hajaj
e. Sufyan bin Sa'id Ats Tsauri
f. Al Laits bin Sa'd
Orang-orang yang meriwayatkan dari Imam Malik setelah mereka adalah; 
a. Yahya Bin Sa'id Al Qaththan
b. Abdullah bin Al Mubarak
c. Abdurrahman bin Mahdi
d. Waki' bin al Jarrah
e. Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'i.
Sedangkan yang meriwayatkan Al Muwaththa~ banyak sekali, diantaranya;
a. Abdullah bin Yusuf At Tunisi
b. Abdullah bin Maslamah Al Qa'nabi
c. Abdullah bin Wahb al Mishri
d. Yahya bin Yahya Al Laitsi
e. Abu Mush'ab Az Zuhri
Sedang yang seangkatan adalah sufyan bin said al-sauri, lais bin saad al-
Misri, al-auza'i, Hamad bin Zaid, Sufyan bin Uyaynah, Hammad bin Salamah,
Abu Hanifah dan Putranya Hammad, Qodhi Abu Yusuf, Qodhi Syuraik bin
Abdullah dan Syafi'i, Abdullah bin Mubarok, Muhammad bin hasan

KARY-KARYA IMAM MALIK


Di antara karya Imam Malik adalah kitab Al-Muwatha' yang ditulus pada
tahun 144 H. Atas anjuran kholifah Ja'far Al-Mansyur, menurut peneliti Abu
Bakar Al-Abhary atsar Rosulullah SAW, para sahabat dan tabi'in yang tercamtum
dalam kitab al-Muwatha' sejumlah 1.720 orang. Pendapat Imam Malik bisa
sampai pada kita melalui 2 buah kitab, yaitu al- 22
Muwatha' dan Al-Mudawwanah al-Kubro. Kitab al-Muwatha'
mengandung dua aspek yaitu aspek hadits dan aspek fiqih. Adanya aspek hadts
karena al- Muwatha' banyak mengandung hadts yang berasal Rasulullah SAW
atau dari sahabat atau tabi'in. Hadits itu diperoleh dari 95 orang yang
kesemuaannya dari penduduk Madinah, kecuali 6 orang diantaranya: Abu Al
zubair (Makkah), Humaid al-Ta'wil dan Ayyub Al-Sahtiyang (basrah), Atha' bin
Abdullah (khurasan), Abdul Karim (jazirah), Ibrahim ibn Abi Abiah (syam).
Sedangkan yang dimaksud aspek fiqih adalah kaena kitab al-Muwatha'
disusun berdasarkan sistematika dengan bab-bab pembahasan layaknya kitab
iqih. Ada bab thaharah, sholat, zakat, nikah, dan lain-lain.23 Kitab lain karangan
Imam Malik adalah kitab mudawwanah al-Kubro yang merupakan kumpulan
risalah yang memuat kurang lebih 1.036 masalah dari fatwa Imam Malik yang
dikumpulkan oleh As'ad bn al-furaid Al-Naisabury yang berasal dari tunis yang
pernah menajdi murid Imam Malik.

KITAB AL-MUWATHTHA IMAM MALIKI


Al-Muwaththa bererti ‘yang disepakati’ atau ‘tunjang’ atau ‘panduan’
yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-
Muwaththa merupakan sebuah kitab yang berisikan hadits-hadits yang
dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama
tabiin. Kitab ini lengkap dengan berbagai problem agama yang merangkum ilmu
hadits, ilmu fiqh dan sebagainya. Semua hadits yang ditulis adalah sahih kerana
Imam Malik terkenal dengan sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadits.
Dia sangat berhati-hati ketika menapis, mengasingkan, dan membahas serta
menolak riwayat yang meragukan. Dari 100.000 hadits yang dihafal beliau, hanya
10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadits itu, hanya 5.000 saja yang disahkan
sahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan al-Quran. Menurut sebuah
riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk mengumpul dan menapis
hadits-hadits yang diterima dari guru-gurunya. Imam Syafi pernah berkata, “Tiada
sebuah kitab di muka bumi ini yang lebih banyak mengandungi kebenaran selain
dari kitab Al-Muwaththa karangan Imam Malik.”
WAFATNYA IMAM IMAM MALIKI
Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan menderita sakit selama 22 hari
kemudian 10 hari setelah itu ia wafat. sebagian meriwayatkan imam Malik wafat
pada 14 Rabiul awwal 179 H.
sahnun meriwayatkan dari abdullah bin nafi’:” imam malik wafat pada
usia 87 tahun” ibn kinanah bin abi zubair, putranya yahya dan sekretarisnya
hubaib yang memandikan jenazah imam Malik. imam Malik dimakamkan di
Baqi’

BIOGRAFI MUHAMMAD BIN IDRIS AS-SAYAFI’I

Nama beliau adalah Muhammad ibn Idris ibn Al-‘Abbas ibn ‘Utsman ibn
Syafi’ ibn As-Saib ibn ‘Ubaid ibn ‘Abdi Yazid ibn Hisyam ibn Al-Muthallib ibn
‘Abdi Manaf ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka’b ibn Luay ibn Ghalib.
Kunyah beliau adalah Abu ‘Abdillah.
Nisbah beliau adalah Al-Qurasyi (merujuk kepada suku beliau, suku
Quraisy), Al-Muthallibi (merujuk kepada kakek moyang beliau Al-Muthallib),
Asy-Syafi’i (merujuk kepada kakek dari kakeknya beliau, Syafi’), Al-Makki
(merujuk kepada Makkah, kota tempat beliau tumbuh besar, sekaligus kampung
halaman moyang beliau), Al-Ghazzi (merujuk kepada Ghazza, kota tempat
kelahiran beliau).
Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada ‘Abdu Manaf ibn Qushay.
Beliau mendapatkan gelar al-Imam, ‘Alimul ‘Ashr, Nashirul Hadits, dan Faqihul
Millah, yang menunjukkan keutamaan dan keagungan pribadi serta ilmu yang
beliau miliki.

TAHUN DAN TEMPAT KELAHIRAN IMAM ASY-SYAFI’I


mam Asy-Syafi’i berkata: “Saya dilahirkan di Ghazzah (Gaza, salah satu
kota di wilayah Palestina sekarang) pada tahun 150 (hijriyyah), dan saya dibawa
ke Makkah saat berusia 2 tahun.” Ar-Rabi’ ibn Sulaiman berkata, “Asy-Syafi’i
lahir pada hari yang sama dengan kematian Abu Hanifah.” Di tahun ini juga lahir
‘Ali Ar-Ridha, yang dijadikan Imam ke-8 dalam doktrin Syi’ah.
Asy-Syafi’i sudah yatim sejak kecil. Ayah beliau, Idris, wafat di usia yang
masih muda. Ibu beliau lah yang membawa Asy-Syafi’i kecil ke Makkah. Ibu
beliau adalah seorang wanita yang bertakwa dan ahli ibadah. Dan di bawah
bimbingannya lah Asy-Syafi’i kecil tumbuh menjadi anak yang shalih dan cinta
ilmu.

PERJALANAN KEILMUAN IMAM ASY-SYAFI’I


Di usia mudanya, Imam Asy-Syafi’i telah hafal Al-Qur’an dan kitab al-
Muwaththa yang merupakan kitab hadits paling shahih di masa itu. Ahmad ibn
Ibrahim ath-Thaiy al-Aqtha’ berkata, al-Muzani menceritakan kepada kami bahwa
ia mendengar asy-Syafi’i berkata, “Saya hafal Al-Qur’an saat usia tujuh tahun,
dan hafal al-Muwaththa’ pada usia sepuluh tahun.”
Selain menghafal Al-Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau juga memperdalam kemampuan bahasa Arab. Untuk memperdalam bahasa
Arab, beliau keluar dari kota Makkah menuju pedusunan di gurun pasir, tempat
tinggal suku Hudzail. Suku ini merupakan salah satu suku Arab yang paling fasih
bahasanya. Beliau banyak menghafal syair-syair Arab dari mereka. Beliau tinggal
bersama mereka, mengikuti kebiasaan-kebiasaan mereka dan mengiringi
perjalanan mereka. Sampai akhirnya, ketika beliau kembali ke Makkah, beliau
telah menjadi seorang yang menguasai sastra Arab, syair-syairnya dan
kefasihannya.
Di Makkah, beliau bermulazamah dengan ahli fiqih dan mufti Makkah
saat itu, Muslim ibn Khalid Az-Zanji. Hingga ketika Asy-Syafi’i berusia 15 tahun,
Muslim ibn Khalid mengizinkannya memberikan fatwa. Sang mufti Makkah
berkata, “Berfatwalah wahai Abu ‘Abdillah. Demi Allah, sungguh saat ini engkau
sudah layak berfatwa.”
Di usia yang muda beliau telah menjadi seorang yang faqih, menguasai
tafsir Al-Qur’an dengan baik, dan ahli dalam bahasa Arab. Bahkan, Sufyan ibn
‘Uyainah ketika ditanya tentang tafsir atau fatwa, beliau berkata, “Bertanyalah
kalian pada anak ini.”
Kemudian beliau melakukan perjalanan ke Madinah, menemui Imam
Malik ibn Anas, imam Darul Hijrah. Usia Asy-Syafi’i saat itu belum mencapai 16
tahun. Imam Malik menerima beliau berdasarkan perantaraan pemimpin Madinah,
wasiat wali Makkah, dan rekomendasi guru beliau, Muslim ibn Khalid Az-Zanji.
Asy-Syafi’i pun mampu menarik perhatian Imam Malik dengan hafalannya
terhadap Al-Muwaththa dan kefasihannya berbahasa.
Beliau tinggal di Madinah hingga wafatnya Imam Malik tahun 179 H, dan
saat itu usia Asy-Syafi’i 29 tahun. Setelah itu beliau kembali ke Makkah.
Kemudian dengan bantuan Mush’ab ibn ‘Abdillah Al-Qurasyi, qadhi Yaman,
beliau diangkat menjadi seorang qadhi di Najran, wilayah Yaman. Nampak sekali
keistimewaan, kecerdasan dan keadilan beliau saat menjabat jabatan ini.
Namun, pada tahun 184 hijriyyah, saat berusia 34 tahun, beliau tertimpa
musibah. Beliau dituduh oleh penguasa Yaman saat itu sebagai pendukung
kelompok Syi’ah ‘Alawiyah yang mencoba memberontak pada ‘Abbasiyah.
Beliau dibawa ke Baghdad bersama sembilan orang lainnya. Mereka semua
dihukum mati, kecuali Asy-Syafi’i. Beliau selamat karena hujjahnya yang sangat
kuat, sekaligus karena kesaksian Muhammad ibn Hasan Asy-Syaibani dan
pembelaan Al-Fadhl ibn Ar-Rabi’.
Kedatangan beliau di Irak ini tidak disia-siakan. Beliau gunakan
kesempatan ini untuk mempelajari fiqih penduduk Irak. Beliau belajar pada
Muhammad ibn Hasan Asy-Syaibani, murid Abu Hanifah, pendiri madzhab
Hanafi sekaligus imamnya ahli fiqih Irak. Dengan ini, beliau telah mampu
mengumpulkan fiqih Hijaz dan fiqih Irak, dua aliran fiqih paling menonjol saat
itu.
Setelah itu, beliau kembali ke Makkah, dan mengajar di sana selama
sembilan tahun. Dan di masa ini beliau telah mencapai derajat mujtahid mutlak.
Beliau telah menghafal ilmunya para ahli fiqih dan ahli hadits, beliau juga telah
mengambil banyak pengetahuan di Irak.
Di Makkah ini, beliau membangun kaidah-kaidah pengambilan hukum dan
ijtihad, dengan membandingkan fiqih Hijaz dan fiqih Irak. Kedudukan beliau
sangat tinggi saat itu di antara para hali ilmu, hingga halqah keilmuan beliau
menjadi halqah yang paling masyhur. Di halqah itu banyak dibahas berbagai
persoalan, serta terjadi debat dan diskusi, dan semuanya menunjukkan kedalaman
ilmu Asy-Syafi’i.
Pada tahun 195 H, beliau ke Baghdad untuk kedua kalinya. Beliau tinggal
di sana sekitar 2 tahun. Di sana beliau menyebarkan metode ijtihadnya, menulis
banyak buku dan risalah, serta berdebat dengan para ulama. Di majelis yang
beliau asuh, hadir ulama-ulama besar, yang ingin mereguk ilmu beliau, seperti
Ahmad ibn Hanbal, Ishaq ibn Rahawaih, ‘Abdurrahman ibn Mahdi, Abu Tsaur,
dan Husain ibn ‘Ali Al-Karabisi.
Berdasarkan penuturan Ar-Razi, di sinilah beliau menulis kitab Ar-
Risalah, kitab ushul fiqih pertama, untuk pertama kalinya. Kemudian penulisan
kitab ini diulangi oleh beliau saat beliau di Mesir. Dari berbagai riwayat,
disebutkan kitab Ar-Risalah ini ditulis beliau berdasarkan permintaan
‘Abdurrahman ibn Mahdi. Ibn Mahdi meminta Asy-Syafi’i untuk menulis satu
kitab yang menjelaskan syarat-syarat berdalil dengan Al-Qur’an, As-Sunnah,
ijma’, dan qiyas. Berdasarkan riwayat ini, sebagian ulama menyatakan bahwa Ar-
Risalah ditulis oleh Asy-Syafi’i di Makkah, dan beliau kirim kepada Ibnu Mahdi
di Irak. Jadi, penulisan Ar-Risalah yang pertama kali ini terdapat dua riwayat, ada
yang menyatakan ditulis di Makkah, ada yang menyatakan di Baghdad, Irak.
Setelah itu, beliau pulang kembali ke Makkah, dan mengajarkan
madzhabnya di sana. Setelah itu, beliau kembali ke Baghdad pada tahun 198 H.
Kali ini, beliau hanya tinggal sekitar delapan bulan di sana. Hal ini karena saat itu
terjadi fitnah. Al-Ma’mun, penguasa ‘Abbasiyah, memaksakan seluruh ulama
untuk mengikuti paham mu’tazilah. Dan riwayat ini sudah sangat masyhur.
Pada tahun 199 H beliau pergi ke Mesir. Di negeri ini beliau menyebarkan
madzhabnya yang baru, yang dikenal dengan madzhab jadid atau qaul jadid. Di
sini beliau mendiktekan kitabnya, Al-Umm, kepada murid-muridnya. Kitab ini
dinukil oleh murid beliau, Ar-Rabi’ ibn Sulaiman Al-Muradi. Beliau pun
mengoreksi sebagian isi kitabnya yang terdahulu, Al-Hujjah, yang berisi madzhab
qadim-nya. Beliau juga mengulang penulisan kitab ushul fiqih beliau, Ar-Risalah.
Dengan kecerdasan dan ilmu yang beliau miliki, beliau mengkritik pendapat-
pendapat Imam Malik. Beliau pun mengkritik pendapat-pendapat Abu Hanifah
dan murid-muridnya, demikian juga terhadap pendapat-pendapat Al-Auza’i dan
ahli fiqih lainnya. Karena keluasan ilmu yang beliau miliki, serta hujjah yang
sangat kuat dalam berdiskusi dan berdebat, orang-orang kemudian cenderung
kepada Asy-Syafi’i. Hal ini menyebabkan murid-murid Imam Malik di Mesir
khawatir. Mereka takut madzhab Imam Malik akan hilang karena kemasyhuran
Asy-Syafi’i. Sampai-sampai mereka berdoa dalam sujud mereka untuk kematian
Asy-Syafi’i, mereka mengucapkan, “Ya Allah, matikanlah Asy-Syafi’i, jika tidak,
ilmu Malik akan hilang.”
Asy-Syafi’i tinggal di Mesir hingga wafat pada malam jum’at, di akhir
bulan Rajab, tahun 204 H.

NAMA-NAMA GURU IMAM ASY-SYAFI’I


Di antara guru-guru Imam asy-Syafi’i adalah:
 Di Makkah: Muslim ibn Khalid Az-Zanji (mufti Makkah), Dawud ibn
‘Abdurrahman Al-‘Aththar, Muhammad ibn ‘Ali ibn Syafi’ (sepupu dari
al-‘Abbas kakek Imam asy-Syafi’i), Sufyan Ibn ‘Uyainah (seorang Imam
besar dan Hafizh di zamannya), ‘Abdurrahman ibn Abi Bakr Al-Mulaiki,
Sa’id ibn Salim, dan Fudhail ibn ‘Iyadh.
 Di Madinah: Malik ibn Anas (pendiri madzhab Maliki), Ibrahim ibn
Muhammad ibn Abi Yahya, ‘Abdul ‘Aziz Ad-Darawardi, ‘Aththaf ibn
Khalid, Isma’il ibn Ja’far, dan Ibrahim ibn Sa’d.
 Di Yaman: Mutharrif ibn Mazin (imam dan muhaddits) dan Hisyam ibn
Yusuf Al-Qadhi.
 Di Baghdad: Muhammad ibn Al-Hasan Asy-Syaibani (faqih Iraq), Isma’il
ibn ‘Ulayyah, dan ‘Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi.
Beliau pun berhasil mengumpulkan ilmu dari para mujtahid mutlak dan
imam madzhab di masa itu. Beliau berhasil mendapatkan fiqih Malik dari sang
imam sendiri. Fiqih Al-Auza’i dari muridnya, ‘Umar ibn Abi Salamah. Fiqih Al-
Laits ibn Sa’ad, imamnya penduduk Mesir, dari muridnya, Yahya ibn Hassan.
Fiqih Abu Hanifah, imamnya penduduk Irak, dari muridnya, Muhammad ibn
Hasan Asy-Syaibani. Dengan ini beliau telah mengumpulkan ilmunya para imam
madzhab yang masyhur saat itu, dan ini merupakan keistimewaan dari
madzhabnya Asy-Syafi’i.

NAMA-NAMA MURID IMAM ASY-SYAFI’I


Di antara murid-murid Imam asy-Syafi’i adalah: ِAl-Humaidi, Abu ‘Ubaid
Al-Qasim ibn Sallam, Ahmad ibn Hanbal (pendiri madzhab Hanbali), Sulaiman
ibn Dawud Al-Hasyimi, Abu Ya’qub Yusuf ibn Yahya Al-Buwaithi, Abu Tsaur
Ibrahim ibn Khalid Al-Kalbi, Harmalah ibn Yahya, Abu Ibrahim Isma’il ibn
Yahya Al-Muzani, Ibrahim ibn Al-Mundzir  Al-Hizami, Ishaq ibn Rahawaih,
Ishaq ibn Buhlul, Rabi’ ibn Sulaiman Al-Muradi, dan Rabi’ ibn Sulaiman Al-Jizi.

KOMITMEN IMAM ASY-SYAFI’I TERHADAP SUNNAH


Ada banyak riwayat yang menunjukkan begitu komitmennya Imam asy-
Syafi’i berpegang teguh pada Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berikut di antaranya:
Asy-Syafi’i berkata: “Jika telah shahih suatu hadits, maka itu adalah
madzhabku. Dan jika telah shahih suatu hadits, lemparkanlah kata-kataku (yang
menyelisihinya) ke dinding.”
Abu Tsaur berkata, saya mendengar Asy-Syafi’i berkata: “Setiap ada
hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itu adalah pendapatku,
meskipun kalian tak pernah mendengarnya dariku.”
‘Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal berkata, saya mendengar ayah saya
berkata, bahwa Asy-Syafi’i berkata: “Anda (Ahmad ibn Hanbal) lebih mengetahui
khabar-khabar yang shahih dibanding saya. Jika ada khabar shahih, maka
beritahulah saya, sehingga saya bisa mengikutinya, baik ia khabar dari orang
Kufah, Bashrah, ataupun Syam.”
Harmalah berkata, asy-Syafi’i berkata: “Setiap yang saya katakan, jika
terdapat hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
bertentangan dengan pendapatku, maka hadits shahih itu lebih utama (untuk
diikuti), dan janganlah kalian bertaqlid kepadaku.”
Ar-Rabi’ berkata, saya mendengar Asy-Syafi’i berkata: “Jika kalian
menemukan dalam kitabku ada pendapat yang bertentangan dengan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah sesuai sunnah tersebut,
dan tinggalkanlah perkataanku.”
Ar-Rabi’ juga berkata, saya mendengar Asy-Syafi’i berkata, setelah
seorang laki-laki berkata kepada beliau, “Apakah Anda mengambil hadits ini
wahai Abu ‘Abdillah (Asy-Syafi’i)?”, beliau menjawab: “Kapanpun aku
meriwayatkan sebuah hadits shahih dari Rasulullah, dan aku tidak mengambilnya,
maka aku jadikan kalian sebagai saksi bahwa sesungguhnya akalku telah hilang.”
Ar-Rabi’ juga berkata, saya mendengar Asy-Syafi’i berkata: “Langit mana yang
akan menaungiku, dan bumi mana yang akan membawaku, jika aku meriwayatkan
satu hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun aku tidak
berhujjah dengannya.”
Al-Humaidi berkata, pada suatu hari Asy-Syafi’i meriwayatkan sebuah
hadits, kemudian aku bertanya kepada beliau, ‘Apakah Anda mengambilnya?’,
kemudian Asy-Syafi’i menjawab: “Apakah engkau melihatku keluar dari gereja,
atau memakai pakaian para pendeta, hingga engkau mendengar hadits dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku tidak berpendapat mengikutnya.”

IMAM ASY-SYAFI’I DAN KEUTAMAAN ILMU


Asy-Syafi’i berkata: “Menuntut ilmu lebih utama dari shalat nafilah.”
Ar-Rabi’ berkata, Asy-Syafi’i berkata kepadaku: “Jika bukan orang-orang
yang faqih lagi mengamalkan ilmunya yang merupakan wali-wali Allah, maka
Allah tidak memiliki wali.”
Abu Tsaur berkata, saya mendengar Asy-Syafi’i berkata: “Seharusnya
seorang faqih meletakkan tanah di atas kepalanya karena tawadhu’ kepada Allah
dan syukur kepada-Nya.”

PUJIAN ULAMA TERHADAP IMAM ASY-SYAFI’I


Imam Asy-Syafi’i adalah permata di zamannya, banyak ulama yang
memuji keutamaan beliau, di antaranya adalah:
Ibrahim ibn Abi Thalib al-Hafizh berkata, saya bertanya kepada Abu Qudamah
as-Sarakhsi tentang Asy-Syafi’i, Ahmad, Abu ‘Ubaid dan Ibn Rahawaih,
kemudian beliau menjawab: “Asy-Syafi’i adalah yang paling faqih di antara
mereka.”
Imam Ahmad berkata: “Sesungguhnya Allah ta’ala mendatangkan bagi
umat manusia tiap permulaan seratus tahun seseorang yang mengajarkan sunnah
kepada mereka dan menghilangkan kedustaan terhadap Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan kami memandang di permulaan tahun seratus adalah ‘Umar
ibn ‘Abdul ‘Aziz dan permulaan tahun dua ratus adalah Asy-Syafi’i.”
Imam Ahmad juga berkata: “Asy-Syafi’i adalah filsuf dalam empat hal, bahasa,
perbedaan pendapat di antara manusia, al-ma’ani, dan fiqih.”
Imam Ahmad juga berkata: “Asy-Syafi’i seperti matahari bagi dunia, dan
kesehatan bagi manusia.”
Imam Ahmad juga berkata tentang Asy-Syafi’i: “Dia adalah orang yang
paling faqih dalam kitabullah dan sunnah Rasulillah.”
‘Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal berkata, saya mendengar ayah saya
berkata: “Seandainya bukan karena Asy-Syafi’i, kami tidak akan mengenal fiqih
hadits.”
Abu Tsaur berkata: “Kami mengatakan, Asy-Syafi’i lebih faqih dibanding
Ibrahim An-Nakha’i.”
Qutaibah ibn Sa’id berkata: “Ats-Tsauri wafat dan matilah wara’, Asy-
Syafi’i wafat dan matilah sunnah, wafat Ahmad ibn Hanbal dan kemudian
tersebarlah bid’ah.”

KARYA-KARYA
Imam Syafi’i telah menghasilkan beberapa karya tulis, di antaranya:
1- Kitab Al Umm yang dikumpulkan oleh murid beliau, Ar Robi’ bin
Sulaiman.
2- Kitab Ikhtilaful Hadits.
3- Kitab Ar Risalah, awal kitab yang membahas Ushul Fiqh.
Beberapa Kitab Rujukan dalam Madzhab Syafi’i
1- Kitab Al Muhaddzab karya Abu Ishaq Asy Syairozi. Imam Nawawi
memiliki kitab penjelas dari kitab tersebut yang diberi nama “Al Majmu’
Syarh Al Muhaddzab”. Beliau menulis penjelasan hingga Bab Riba,
setelah itu meninggal dunia. Lalu dilanjutkan (disempurnakan) oleh As
Subkiy sebanyak satu jilid setelah Bab Riba hingga beliau pun wafat. Dan
dilanjutkan oleh Syaikh Muhammad Bakhit Al Muthi’i (mufti Mesir di
masa silam).
2- Al Wajiz karya Abu Hamid Al Ghozali, lalu dijelaskan dalam kitab Fathul
‘Aziz karya Abul Qosim Ar Rofi’i.
3- Roudhotuth Tholibin wa ‘Umdatul Muftiyin karya Imam Nawawi.
4- Beberapa karya matan ringkas:
(1) Matan Abi Syuja’ (Ghoyatul Ikhtishor) dan di antara kitab penjelas yang
ringkas adalah Fathul Qorib karya Syaikh Muhammad bin Qosim Al
Ghozi dan Al Iqna’ fii Hilli Alfazhi Abi Syuja’ karya Al Khotib Asy
Syarbini, juga Kifayatul Akhyar fii Hilli Ghoyatil Ikhtishor karya Abu
Bakr Al Husniy Ad Dimasyqi;
(2) Matan Az Zubdi karya Ahmad bin Ruslan, di antara kitab penjelasnya
adalah Mawahib Ash Shomad fii Hilli Alfazhiz Zubdi karya Ahmad bin
Hijaziy dan Ghoyatul Bayan Syarh Manzhumah Az Zubdi li Ibni
Ruslan karya Muhammad Ar Romliy.
Kitab matan ini yang perlu dikaji mulai dari tingkat dasar, seperti kita
dapat mengambil urutan dari mempelajari Matan Abi Syuja’ terlebih
dahulu, lalu dilanjutkan dengan Fathul Qorib, setelahnya Al Iqna’,
lalu Kifayatul Akhyar.

AKHIR HAYAT
Pada suatu hari, Imam Syafi'i terkena wasir, dan tetap begitu hingga
terkadang jika ia naik kendaraan darahnya mengalir mengenai celananya bahkan
mengenai pelana dan kaus kakinya. Wasir ini benar-benar menyiksanya selama
hampir empat tahun, ia menanggung sakit demi ijtihadnya yang baru di Mesir,
menghasilkan empat ribu lembar. Selain itu ia terus mengajar, meneliti dialog
serta mengkaji baik siang maupun malam.
Pada suatu hari muridnya Al-Muzani masuk menghadap dan berkata,
"Bagamana kondisi Anda wahai guru?" Imam Syafi'i menjawab, "Aku telah siap
meninggalkan dunia, meninggalkan para saudara dan teman, mulai meneguk
minuman kematian, kepada Allah dzikir terus terucap. Sungguh, Demi Allah, aku
tak tahu apakah jiwaku akan berjalan menuju surga sehingga perlu aku ucapkan
selamat, atau sedang menuju neraka sehingga aku harus berkabung?".
Setelah itu, dia melihat di sekelilingnya seraya berkata kepada mereka,
"Jika aku meninggal, pergilah kalian kepada wali (penguasa), dan mintalah
kepadanya agar mau memandikanku," lalu sepupunya berkata, "Kami akan turun
sebentar untuk salat." Imam menjawab, "Pergilah dan setelah itu duduklah disini
menunggu keluarnya ruhku." Setelah sepupu dan murid-muridnya salat, sang
Imam bertanya, "Apakah engkau sudah salat?" lalu mereka menjawab, "Sudah",
lalu ia minta segelas air, pada saat itu sedang musim dingin, mereka berkata, "Biar
kami campur dengan air hangat," ia berkata, "Jangan, sebaiknya dengan air
safarjal". Setelah itu ia wafat. Imam Syafi'i wafat pada malam Jum'at menjelang
subuh pada hari terakhir bulan Rajab tahun 204 Hijriyyah atau tahun 809
Miladiyyah pada usia 52 tahun.
Tidak lama setelah kabar kematiannya tersebar di Mesir hingga kesedihan
dan duka melanda seluruh warga, mereka semua keluar dari rumah ingin
membawa jenazah di atas pundak, karena dahsyatnya kesedihan yang menempa
mereka. Tidak ada perkataan yang terucap saat itu selain permohonan rahmat dan
ridha untuk yang telah pergi.
Sejumlah ulama pergi menemui wali Mesir yaitu Muhammad bin as-Suri
bin al-Hakam, memintanya datang ke rumah duka untuk memandikan Imam
sesuai dengan wasiatnya. Ia berkata kepada mereka, "Apakah Imam
meninggalkan hutang?", "Benar!" jawab mereka serempak. Lalu wali Mesir
memerintahkan untuk melunasi hutang-hutang Imam seluruhnya. Setelah itu wali
Mesir memandikan jasad sang Imam.
Jenazah Imam Syafi'i diangkat dari rumahnya, melewati jalan al-Fusthath
dan pasarnya hingga sampai ke daerah Darbi as-Siba, sekarang jalan Sayyidah an-
Nafisah. Dan, Sayyidah Nafisah meminta untuk memasukkan jenazah Imam ke
rumahnya, setelah jenazah dimasukkan, dia turun ke halaman rumah kemudian
salat jenazah, dan berkata, "Semoga Allah merahmati asy-Syafi'i, sungguh ia
benar-benar berwudhu dengan baik."
Jenazah kemudian dibawa, sampai ke tanah anak-anak Ibnu Abdi al-
Hakam, disanalah ia dikuburkan, yang kemudian terkenal dengan Turbah asy-
Syafi'i sampai hari ini, dan disana pula dibangun sebuan masjid yang diberi nama
Masjid asy-Syafi'i. Penduduk Mesir terus menerus menziarahi makam sang Imam
sampai 40 hari 40 malam, setiap penziarah tak mudah dapat sampai ke makamnya
karena banyaknya peziarah.

Anda mungkin juga menyukai