HIJRAH KE MADINAH
Selanjutnya, dalam biografi Nabi Muhammad SAW ini kami akan
menjelaskan proses hijrah beliau ke Yastrib (sebelum bernama Madinah). Ingin
tahu seperti apa perjalanan beliau? Simak baik-baik penjelasan di bawah ini :
1. Awal Mula Hijrah
Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Kota Yastrib terjadi pada bulan Juni
tahun 622 M ketika beliau menginjak usia 53 tahun. Keputusan tersebut diambil
lantaran penindasan luar biasa kaum Quraisy kepada Nabi SAW dan para sahabat.
Atas perintah Rasulullah SAW, satu per satu para sahabat hijrah ke Yastrib secara
sembunyi-sembunyi. Setelah mayoritas kaum muslimin hijrah, beliau, Abu Bakar,
dan Ali bin Abi Thalib masih berada di Mekah. Nabi belum berhijrah karena
menunggu perintah Allah SWT.
Mengetahui Rasulullah SAW masih di Mekah, para pemuka kaum Quraisy
pun berusaha menyusun rencana pembunuhan terhadap beliau. Namun, rencana
jahat itu akhirnya terbongkar. Lewat Malaikat Jibril, beliau
diperintahkan oleh Allah SWT untuk berhijrah, “Muhammad, janganlah kamu
tidur malam ini di tempat tidurmu, karena sesungguhnya Allah SWT
memerintahkanmu untuk berhijrah ke Madinah.”
Malam itu juga, Rasulullah SAW bersiap-siap untuk berhijrah dengan
ditemani oleh Abu Bakar. Sementara itu, kaum Quraisy yang mengira nabi masih
di Mekah pun mulai mengintai tempat tinggal beliau. Mereka melihat seseorang
sedang tidur di atas dipan sederhana dengan berselimut warna hijau.
Sementara itu, orang-orang Quraisy sangat yakin dapat membunuh seseorang
yang dibencinya itu. Padahal tanpa mereka ketahui, sebenarnya yang tidur adalah
Ali bin Abi Thalib. Sahabat nabi ini berusaha mengelabui musuh untuk
menyelamatkan jiwa kekasih Allah SWT tersebut.
Di sisi lain, nabi dan Abu Bakar pergi secara diam-diam dari rumah
setelah waktu menunjukkan lewat dua pertiga malam. Rasulullah SAW
mengambil segenggam pasir yang kemudian dilempar ke orang-orang yang
hendak membunuhnya sembari membaca penggalan Surah Yasin. Dengan izin
Allah SWT, mereka pun tertidur tanpa mengetahui kepergian beliau.
Pagi harinya selepas subuh, kaum Quraisy mendatangi tempat tinggal nabi untuk
menyerang beliau. Namun, betapa terkejutnya mereka saat melihat Ali yang
keluar dari rumah itu. Mereka pun bertanya kepada Ali di mana keberadaan
Rasulullah SAW, tapi ia menolak memberi tahu.
c. Menyusun Undang-Undang
Selanjutnya, Rasulullah SAW mengatur hak dan kewajiban masyarakat
Madinah dengan membuat undang-undang yang disebut Piagam Madinah. Tak
hanya menyangkut umat muslim, beliau pun juga mengatur urusan umat agama
lain, seperti Yahudi dan Nasrani.
Secara umum, isi dari Piagam Madinah yaitu mengangkat Rasulullah
SAW sebagai hakim dan kepala negara, menyatukan Suku Aus dan Khazraj,
menjamin kebebasan rakyat, dan menghentikan kebiasaan buruk bangsa Arab.
Untuk menjaga kerukunan antarumat beragama, isi piagam tersebut juga
mendorong masyarakat agar memiliki sikap toleransi.
Setelah membaca biografi Nabi Muhammad SAW terkait kebijakan beliau di
Madinah, apa yang kamu pikirkan? Sebagai umat muslim, ternyata kita telah
diajari untuk bersikap toleransi sejak lama, ya!
MUKJIZAT KENABIAN
Tak hanya menjelaskan kehidupan pribadi serta perjalanan dakwah, dalam
biografi ini kami juga memaparkan apa saja mukjizat yang diterima Nabi
Muhammad SAW. Penasaran? Baca saja uraian di bawah ini :
Abdullah bin Umar bin Khattab atau dikenal juga dengan Ibnu Umar
adalah seorang sahabat Nabi dan merupakan periwayat hadits yang terkenal.
Abdullah adalah putra khalifah ke dua Umar bin al-Khaththab Khulafaur Rasyidin
yang kedua saudara kandung Sayiyidah Hafshah Ummul Mukminin.
Ibnu Umar dilahirkan tidak lama setelah Nabi diutus, Umurnya 10 tahun
ketika ikut masuk Islam bersama ayahnya. Ibnu Umar masuk Islam bersama
ayahnya saat ia masih kecil, dan ikut hijrah ke Madinah bersama ayahnya.
Pada usia 13 tahun ia ingin menyertai ayahnya dalam Perang Badar,
namun Rasulullahmenolaknya. Perang pertama yang diikutinya adalah Perang
Khandaq. Ia ikut berperang bersama Ja'far bin Abu Thalib dalam Perang Mu'tah,
dan turut pula dalam pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah). Setelah Nabi
Muhammad meninggal, ia ikut dalam perang Qadisiyah, Yarmuk, Penaklukan
Afrika, Mesir dan Persia, serta penyerbuan basrah dan Madain.
Khalifah Utsman bin Affan pernah menawari Ibnu Umar untuk menjabat
sebagai hakim, tapi ia tidak mau menerimanya. Setelah Utsman terbunuh,
sebagian kaum muslimin pernah berupaya membai'atnya menjadi khalifah, tapi ia
juga menolaknya. Ia tidak ikut campur dalam pertentangan antara Ali bin Abi
Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia cenderung menjauhi dunia politik,
meskipun ia sempat terlibat konflik dengan Abdullah bin Zubair yang pada saat
itu telah menjadi penguasa Makkah.
KEISLAMANNYA
Ibnu Umar masuk Islam bersama ayahnya saat ia masih kecil, dan ikut
hijrah ke Madinah bersama ayahnya. Pada usia 13 tahun ia ingin menyertai
ayahnya dalam Perang Badar, tapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
menolaknya. Perang pertama yang diikutinya adalah Perang Khandaq. Ia ikut
berperang bersama Ja’far bin Abu Thalib dalam Perang Mu’tah, dan turut pula
dalam pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah). Setelah Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal, ia ikut dalam Perang Yarmuk dan dalam
penaklukan Mesir serta daerah lainnya di Afrika.
Khalifah Utsman bin Affan pernah menawari Ibnu Umar untuk menjabat
sebagai hakim, tapi ia tidak mau menerimanya. Setelah Utsman terbunuh,
sebagian kaum muslimin pernah berupaya membai’atnya menjadi khalifah, tetapi
ia juga menolaknya. Ia tidak ikut campur dalam pertentangan antara Ali bin Abi
Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia cenderung menjauhi dunia politik,
meskipun ia sempat terlibat konflik dengan Abdullah bin Zubair yang pada saat
itu telah menjadi penguasa Makkah.
PERIWAYAT HADITS TERBANYAK KEDUA
Ibnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua
setelah Abu Hurairah ra. Sebanyak 2.630 hadits sudah ia riwayatkan, karena ia
selalu mengikuti ke mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pergi. Bahkan
Aisyah istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memujinya dan
berkata, “Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu
Umar.”
Ia sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam. Demikian pula dalam mengeluarkan fatwa, ia senantiasa mengikuti
tradisi dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebab itulah ia tidak
mau melakukan ijtihad. Biasanya ia memberi fatwa pada musim haji, atau pada
kesempatan lainnya. Di antara para Tabi’in, yang paling banyak meriwayatkan
darinya ialah anaknya Salim dan hamba sahayanya, Nafi’.
PERIWAYAT HADITS
Ibnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua
setelah Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadits, karena ia selalu mengikuti
kemana Rasulullah pergi. Bahkan Aisyah istri Rasulullah pernah memujinya dan
berkata :"Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat
pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Umar". Ia bersikap sangat
berhati-hati dalam meriwayatkan hadist Nabi. Demikian pula dalam
mengeluarkan fatwa, ia senantiasa mengikuti tradisi dan sunnah Rasulullah,
karenanya ia tidak mau melakukan ijtihad. Biasanya ia memberi fatwa pada
musim haji, atau pada kesempatan lainnya. Di antara para Tabi'in, yang paling
banyak meriwayatkan darinya ialah Salim dan hamba sahayanya, Nafi'.
Nama
Kun-yah Abu Ruwaim, Abu Ru`aim, Abu
al-Hasan, Abu Nu'aim, Abu
Muhammad, Abu Abdillah
Nama Nafi'
Nisbah al-Madani, al-Laitsi, al-Kanani
Kelahirannya
Tahun lahir (H) 70
Agama, Identitas, Kebangsaan
Agama Islam
Etnis (Suku bangsa)
Etnis Arab
(Suku bangsa)
Kebangsaan Kekhalifahan Umayyah
CiutkanNasab
bin Abdurrahman bin Abi Nu'aim
CiutkanWilayah aktif & Hijrah
Zaman
Abdul Malik bin Marwan
CiutkanDakwah, Ketokohan &
Pengaruh
Minat utama
Qira'at al-Qur'an, Hadis
CiutkanKeislaman
Firkah Sunni
WAFAT
Tempat wafat Madinah
Tahun wafat (H) 169
Umur wafat (H) ± 99
RAWI-RAWINYA
Qalun
Warasy
MURID-MURIDNYA
Qalun
Warasy
Ibnu Wirdan
Ibnu Jammaz
Ishaq bin Muhammad al-Musayyabi
Isma'il bin Ja'far
Malik bin Anas
2. Nafi'
Nafi' merupakan seorang ulam hadts yang besar pada masa awal kehidupan ima
malik. Nafi' mempelajari ini dari gurunya yang mashur ( Abdullah ibn Umar)
karena Nafi" pada mulanya adalah seorang budak yang dimerdekakannya setelah
30 tahun melayaninya. Orang yang mengetahui kedudukan Abdullah ibn Umar
dalam khasanah hadts niscaya akan memahami betapa beruntungnya Nafi' dapat
18 belajar dari tokoh yang sedemikian besar.
Nama beliau adalah Muhammad ibn Idris ibn Al-‘Abbas ibn ‘Utsman ibn
Syafi’ ibn As-Saib ibn ‘Ubaid ibn ‘Abdi Yazid ibn Hisyam ibn Al-Muthallib ibn
‘Abdi Manaf ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka’b ibn Luay ibn Ghalib.
Kunyah beliau adalah Abu ‘Abdillah.
Nisbah beliau adalah Al-Qurasyi (merujuk kepada suku beliau, suku
Quraisy), Al-Muthallibi (merujuk kepada kakek moyang beliau Al-Muthallib),
Asy-Syafi’i (merujuk kepada kakek dari kakeknya beliau, Syafi’), Al-Makki
(merujuk kepada Makkah, kota tempat beliau tumbuh besar, sekaligus kampung
halaman moyang beliau), Al-Ghazzi (merujuk kepada Ghazza, kota tempat
kelahiran beliau).
Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada ‘Abdu Manaf ibn Qushay.
Beliau mendapatkan gelar al-Imam, ‘Alimul ‘Ashr, Nashirul Hadits, dan Faqihul
Millah, yang menunjukkan keutamaan dan keagungan pribadi serta ilmu yang
beliau miliki.
KARYA-KARYA
Imam Syafi’i telah menghasilkan beberapa karya tulis, di antaranya:
1- Kitab Al Umm yang dikumpulkan oleh murid beliau, Ar Robi’ bin
Sulaiman.
2- Kitab Ikhtilaful Hadits.
3- Kitab Ar Risalah, awal kitab yang membahas Ushul Fiqh.
Beberapa Kitab Rujukan dalam Madzhab Syafi’i
1- Kitab Al Muhaddzab karya Abu Ishaq Asy Syairozi. Imam Nawawi
memiliki kitab penjelas dari kitab tersebut yang diberi nama “Al Majmu’
Syarh Al Muhaddzab”. Beliau menulis penjelasan hingga Bab Riba,
setelah itu meninggal dunia. Lalu dilanjutkan (disempurnakan) oleh As
Subkiy sebanyak satu jilid setelah Bab Riba hingga beliau pun wafat. Dan
dilanjutkan oleh Syaikh Muhammad Bakhit Al Muthi’i (mufti Mesir di
masa silam).
2- Al Wajiz karya Abu Hamid Al Ghozali, lalu dijelaskan dalam kitab Fathul
‘Aziz karya Abul Qosim Ar Rofi’i.
3- Roudhotuth Tholibin wa ‘Umdatul Muftiyin karya Imam Nawawi.
4- Beberapa karya matan ringkas:
(1) Matan Abi Syuja’ (Ghoyatul Ikhtishor) dan di antara kitab penjelas yang
ringkas adalah Fathul Qorib karya Syaikh Muhammad bin Qosim Al
Ghozi dan Al Iqna’ fii Hilli Alfazhi Abi Syuja’ karya Al Khotib Asy
Syarbini, juga Kifayatul Akhyar fii Hilli Ghoyatil Ikhtishor karya Abu
Bakr Al Husniy Ad Dimasyqi;
(2) Matan Az Zubdi karya Ahmad bin Ruslan, di antara kitab penjelasnya
adalah Mawahib Ash Shomad fii Hilli Alfazhiz Zubdi karya Ahmad bin
Hijaziy dan Ghoyatul Bayan Syarh Manzhumah Az Zubdi li Ibni
Ruslan karya Muhammad Ar Romliy.
Kitab matan ini yang perlu dikaji mulai dari tingkat dasar, seperti kita
dapat mengambil urutan dari mempelajari Matan Abi Syuja’ terlebih
dahulu, lalu dilanjutkan dengan Fathul Qorib, setelahnya Al Iqna’,
lalu Kifayatul Akhyar.
AKHIR HAYAT
Pada suatu hari, Imam Syafi'i terkena wasir, dan tetap begitu hingga
terkadang jika ia naik kendaraan darahnya mengalir mengenai celananya bahkan
mengenai pelana dan kaus kakinya. Wasir ini benar-benar menyiksanya selama
hampir empat tahun, ia menanggung sakit demi ijtihadnya yang baru di Mesir,
menghasilkan empat ribu lembar. Selain itu ia terus mengajar, meneliti dialog
serta mengkaji baik siang maupun malam.
Pada suatu hari muridnya Al-Muzani masuk menghadap dan berkata,
"Bagamana kondisi Anda wahai guru?" Imam Syafi'i menjawab, "Aku telah siap
meninggalkan dunia, meninggalkan para saudara dan teman, mulai meneguk
minuman kematian, kepada Allah dzikir terus terucap. Sungguh, Demi Allah, aku
tak tahu apakah jiwaku akan berjalan menuju surga sehingga perlu aku ucapkan
selamat, atau sedang menuju neraka sehingga aku harus berkabung?".
Setelah itu, dia melihat di sekelilingnya seraya berkata kepada mereka,
"Jika aku meninggal, pergilah kalian kepada wali (penguasa), dan mintalah
kepadanya agar mau memandikanku," lalu sepupunya berkata, "Kami akan turun
sebentar untuk salat." Imam menjawab, "Pergilah dan setelah itu duduklah disini
menunggu keluarnya ruhku." Setelah sepupu dan murid-muridnya salat, sang
Imam bertanya, "Apakah engkau sudah salat?" lalu mereka menjawab, "Sudah",
lalu ia minta segelas air, pada saat itu sedang musim dingin, mereka berkata, "Biar
kami campur dengan air hangat," ia berkata, "Jangan, sebaiknya dengan air
safarjal". Setelah itu ia wafat. Imam Syafi'i wafat pada malam Jum'at menjelang
subuh pada hari terakhir bulan Rajab tahun 204 Hijriyyah atau tahun 809
Miladiyyah pada usia 52 tahun.
Tidak lama setelah kabar kematiannya tersebar di Mesir hingga kesedihan
dan duka melanda seluruh warga, mereka semua keluar dari rumah ingin
membawa jenazah di atas pundak, karena dahsyatnya kesedihan yang menempa
mereka. Tidak ada perkataan yang terucap saat itu selain permohonan rahmat dan
ridha untuk yang telah pergi.
Sejumlah ulama pergi menemui wali Mesir yaitu Muhammad bin as-Suri
bin al-Hakam, memintanya datang ke rumah duka untuk memandikan Imam
sesuai dengan wasiatnya. Ia berkata kepada mereka, "Apakah Imam
meninggalkan hutang?", "Benar!" jawab mereka serempak. Lalu wali Mesir
memerintahkan untuk melunasi hutang-hutang Imam seluruhnya. Setelah itu wali
Mesir memandikan jasad sang Imam.
Jenazah Imam Syafi'i diangkat dari rumahnya, melewati jalan al-Fusthath
dan pasarnya hingga sampai ke daerah Darbi as-Siba, sekarang jalan Sayyidah an-
Nafisah. Dan, Sayyidah Nafisah meminta untuk memasukkan jenazah Imam ke
rumahnya, setelah jenazah dimasukkan, dia turun ke halaman rumah kemudian
salat jenazah, dan berkata, "Semoga Allah merahmati asy-Syafi'i, sungguh ia
benar-benar berwudhu dengan baik."
Jenazah kemudian dibawa, sampai ke tanah anak-anak Ibnu Abdi al-
Hakam, disanalah ia dikuburkan, yang kemudian terkenal dengan Turbah asy-
Syafi'i sampai hari ini, dan disana pula dibangun sebuan masjid yang diberi nama
Masjid asy-Syafi'i. Penduduk Mesir terus menerus menziarahi makam sang Imam
sampai 40 hari 40 malam, setiap penziarah tak mudah dapat sampai ke makamnya
karena banyaknya peziarah.