Anda di halaman 1dari 4

Bab 12

Kisah Hijrah Nabi Muhammad SAW


Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah menjadi peristiwa besar bagi umat Islam.
Kisah itu punya makna mendalam bagi muslimin dunia. Peristiwa itu kemudian menjadi awal tahun
kalender Islam dan diperingati hingga sekarang.

Sebelum hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad telah berdakwah menyebarkan Islam di Mekah.
Semula, Nabi berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Syiar Islam kemudian dilakukan dengan terang-
terangan.

Kaum kafir Quraisy yang sejak semula memusuhi Nabi semakin gencar melakukan desakan.
Intimidasi terjadi setiap waktu. Namun, saat Nabi perlu dukungan, datanglah masa sulit. Sang istri,
Siti Khadijah, wafat. Padahal Siti Khadijah menjadi salah satu motivator bagi Nabi dalam
menyebarkan Islam.

Setelah Khadijah, pamah Nabi, Abu Thalib, juga meninggal dunia. Semasa hidup, Abu Thalib lah
yang menjadi pembela Nabi dari kebengisan kafir Quraisy. Dengan wafatnya Abu Thalib, kaum kafir
Quraisy semakin semena-mena. Wafatnya Siti Khadijah dan Abu Thalib membuat Nabi berada dalam
suasana duka.

Pada masa-masa yang disebut sebagai tahun duka cita itu, terjadilah peristiwa luar biasa, yaitu Isra’
Mi’raj pada 27 Rajab, sekitar tahun 621 Masehi. Pada peristiwa itu, turunlah perintah salat lima
waktu.

Setelah peristiwa itu, Nabi kembali melanjutkan dakwahnya di Mekah. Pengalaman luar biasa itu
diceritakan pada pengikutnya. Namun, kabar itu membuat kaum kafir Quraisy semakin menekan.
Mereka menuduh Nabi berbohong.

Pada 621 M itu pula, datanglah sejumlah orang dari Madinah, menemui Nabi di Bukit Aqaba. Mereka
memeluk agama Islam. Peristiwa tersebut dikenal dengan Bai’at Aqaba I.

Tahun berikutnya, atau 622 M, datanglah 73 orang dari Madinah ke Mekah. Mereka merupakan Suku
Aus dan Khazraj yang semula ingin berhaji. Mereka kemudian menemui Nabi dan mengajak berhijrah
ke Madinah. Mereka menyatakan siap membela dan melindungi Nabi dan para pengikutnya dari
Mekah. Peristiwa ini dikenal dengan Bai’at Aqabah II.
Kondisi kaum muslim di Mekah juga semakin terdesak setelah kaum kafir Quraisy melakukan boikot
kepada Nabi Muhammad dan para pengikutnya yang berasal dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib.
Kaum Quraisy melarang setiap perdagangan dan bisnis dengan pengikut Nabi.

Selain itu, semua orang dilarang menikah dengan kaum muslimin. Tak ada yang diperkenankan
bergaul dengan pengikut Nabi Muhammad. Mereka juga mendukung kelompok-kelompok yang
memusuhi Nabi Muhammad. Boikot inilah yang membuat kaum muslimin semakin terdesak.

Dalam upaya menyelamatkan dakwah Islam dari gangguan kafir Quraisy, Nabi Muhammad, atas
perintah Allah, memutuskan hijrah dari Mekah ke Madinah. Namun sebelumnya, Nabi telah
memerintahkan kaum mukminin agar hijrah terlebih dahulu ke Madinah. Para sahabat pun segera
berangkat secara diam-diam agar tidak dihadang oleh kelompok kafir Quraisy.

Nabi Selamat dari Kepungan Quraisy

Menjelang Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, kaum kafir Quraisy membuat rencana jahat. Mereka
ingin membunuh Nabi.

Pada malam hari, para pemuda Quraisy telah mengepung rumah Nabi. Pada saat itulah Nabi meminta
Ali bin Abi Thalib memakai jubahnya. Ali diminta berbaring di tempat tidur Nabi untuk mengelabui
para pemuda Quraisy.

Para pemuda yang sudah disiapkan Quraisy kemudian mengintip ke kamar Nabi. Mereka melihat ada
sosok yang sedang berbaring dan mengira itu adalah Nabi Muhammad, padahal yang berbaring itu
adalah Ali bin Abi Thalib.

Jelang larut malam, Rasulullah keluar rumah menuju kediaman Abu Bakar As - Shiddiq. Nabi
kemudian berangkat ke Gua Tsur.

Para pemuda Quraisy yang mengepung rumah Nabi masuk ke dalam rumah. Namun mereka alangkah
terkejut, ternyata Nabi sudah tidak ada. Sosok yang terbaring di tempat tidur itu ternyata Ali bin Abi
Thalib.

Keajaiban Gua Tsur

Sementara, Nabi terus berjalan. Untuk mengelabui kaum Quraisy yang telah menutup semua jalur ke
Madinah, Nabi menempuh jalan yang tak biasa digunakan penduduk.

Tibalah Nabi di Gua Tsur. Nabi bersama Abu Bakar tinggal di sana selama kurang lebih tiga hari.

Gua Tsur sungguh sempit. Jarang disinggahi manusia. Sementara, kaum Quraisy mondar-mandir ke
segala penjuru mencari Nabi dan Abu Bakar.
Kelompok Quraisy sebenarnya sudah tiba di Gua Tsur. Pimpinan mereka bahkan hendak masuk ke
gua yang dijadikan tempat persembunyian Nabi dan Abu Bakar itu. Namun tak jadi.

Mereka melihat banyak sarang laba-laba di mulut gua. Selain itu, banyak pula burung liar di sana.
Sehingga mereka mengira tak mungkin ada orang di dalam gua tersebut.

Setelah tiga malam berada di gua, pada tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun pertama Hijriyah, atau pada
tanggal 16 September 622 M, Nabi, Abu Bakar, ditemani Amir bin Fuhairah, beserta seorang
penunjuk jalan, Abdullah bin Uraiqith, keluar dari gua. Mereka berangkat menuju Madinah.

Nabi duduk di atas unta, yang dalam kitab tarikh disebut dengan nama “Al-Qushwa”. Selama tujuh
hari tujuh malam mereka berjalan menuju Madinah, melewati gurun pasir yang gersang.

Pada tanggal 8 Rabiul Awwal, rombongan Nabi tiba di Quba. Mereka disambut dengan hangat oleh
kaum muslimin di sana.

Setelah dari Quba, atau sekitar satu kilometer dari Quba, Nabi bersama umat Islam lainnya
melaksanakan salat Jumat di tempat Bani Salim bin Auf. Untuk memperingati peristiwa itu,
dibangunlah “Masjid Jumat” di lokasi ini.

Nabi melanjutkan perjalanan pada hari itu juga. Rombongan itu akhirnya tiba di Madinah pada hari
Jumat, 12 Rabi’ul Awwal itu juga atau tahun 13 Kenabian. Sambutan penuh suka cita diiringi isak
tangis penuh haru dan kerinduan menyeruak di Madinah.

Syair pun berkumandang:

Thola‘al badru ‘alayna


Min Tsaniyyatil Wada’
Wajabasy syukru ‘alayna
Ma da‘a lillahi da‘
Ayyuhal mab‘utsu fina
Ji’ta bil amril mutha’

Artinya:
Telah nampak bulan purnama
Dari Tsaniyyah Al-Wada’
Wajiblah kami bersyukur
Atas masih adanya penyeru kepada Allah
Wahai orang yang diutus kepada kami
Engkau membawa sesuatu yang patut kami taati

Anda mungkin juga menyukai