Dalam sejarah Islam, terjadi dua kali mobilisasi umat Islam secara besar-besaran untuk
menghindari tindakan kaum Quraish kafir terhadap pengikut Rasulullah Saw.
Pertama adalah hijrah ke tanah Habsyi atau Ethiopia saat ini. Ketika itu Rasululllah Saw
prihatin terhadap nasib para pengikutnya yang sering kali mendapat siksaan dan intimidasi dari
kaum Quraish sehingga ia meminta kerabat dan sahabatnya agar hijrah ke Habsyi untuk
mendapatkan perlindungan dan hidup yang lebih nyaman dan aman karena di negeri Habsyi saat
itu sedang dipimpin oleh seorang Raja yang adil, bijaksana dan tidak zhalim. Diantara sahabat
dan kerabat Rasulullah yang hijrah ke tanah Habsyi waktu itu ialah, Osman bin Affan dan
istrinya, putri Rasulullah Saw. Namun menurut riwayat, Osman bin Affan bersama kurang lebih
12 orang kembali ke Mekkah setelah mendengar bahwa penduduk Mekkah telah masuk Islam,
namun ternyata berita itu bohong, lalu sebagian diantara mereka kembali ke Habsyi dan sebagian
lainnya terus melanjutkan perjalanan ke Mekkah secara sembunyi.
Selang beberapa waktu, Rasulullah kembali meminta sahabat-sahabatnya agar hijrah ke
Habsyi karena semakin prihatin menyaksikan nasib para pengikutnya, khususnya setelah orang
yang selama ini membelanya yaitu, pamannya Abu Thalib meninggal dunia. Menurut riwayat
lebih dari 80 orang yang hijrah ke Habsyi termasuk diantaranya, Jafar bin Abu Thalib, sepupu
Rasulullah Saw. Ini adalah gelombang kedua hijrah ke Habsyi yang menurut riwayat terjadi
pada sekitar 5 tahun setelah Rasulullah dilantik menjadi Nabi dan Rasul.
Di Habsyi, mereka diterima dan disambut gembira oleh Raja serta diberikan tempat yang
layak bagi mereka sehingga mereka hidup tenang dan menjalankan ritual-ritual keagamaannya
dengan baik dan aman. Mobilisasi inilah yang kemudian merupakan salah satu faktor utama
perkembangan dan ekspansi Islam di benua Afrika dikemudian hari menjadikan Afrika termasuk
wilayah yang paling banyak dihuni oleh umat Islam di belahan bumi ini. Bahkan dalam
sejarahnya, Ethiopia yang menjadi tujuan hijrah umat Islam kala itu, berhasil membangun
sebuah peradaban di kawasan sebagaimana kawasan lainnya di sekitar laut merah dan laut
hitam.
Kedua, umat Islam secara besar-besaran terjadi pada saat Nabi memutuskan untuk hijrah
ke Madinah bersama dengan sahabat-sahabatnya akibat tekanan dan perlakuan kaum Quraish
terhadap Nabi dan seluruh pengikut-pengikutnya. Bahkan pada malam hijrah merupakan malam
konspirasi Quraish untuk membunuh Rasulullah Saw dan pada malam itu jugalah Nabi
meninggalkan Mekkah menuju Madinah bersama sahabat-sahabatnya dan keluarganya.
Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya
memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya.
Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang
amanat orang yang dititipkan kepadanya. Demikianlah, ketika pemuda-pemuda Quraisy
mengintip ke tempat tidur Nabi Muhammad Saw, mereka melihat sesosok tubuh di tempat tidur
itu dan mengira bahwa Nabi Saw masih tidur.
Keputusan untuk berhijrah ke Madinah bukanlah karena Rasulullah sudah tidak lagi
mencintai kota kelahirannya akan tetapi semata-mata karena perlakuan kaum Quraish
terhadapnya yang sudah sangat keterlaluan bahkan mereka merencanakan membunuh Rasulullah
dengan mengumpulkan jagoan-jagoan Mekkah saat itu. Namun karena perlindungan Allah Swt,
Rasulullah beserta seluruh sahabat-sahabatnya berhasil menghilang dari Mekkah dengan
mengelabui mereka dan tiba di Madinah dengan selamat setelah perjalanan panjang melalui
lereng-lereng gunung yang membentang antara Mekkah dan Madinah.
Keajaiban Gua Tsur
Sementara, Nabi terus berjalan. Untuk mengelabui kaum Quraisy yang telah menutup semua
jalur ke Madinah, Nabi menempuh jalan yang tak biasa digunakan penduduk. Tibalah Nabi di
Gua Tsur. Nabi bersama Abu Bakar tinggal di sana selama kurang lebih tiga hari.
Gua Tsur sungguh sempit. Jarang disinggahi manusia. Sementara, kaum Quraisy mondar-mandir
ke segala penjuru mencari Nabi dan Abu Bakar. Kelompok Quraisy sebenarnya sudah tiba di
Gua Tsur. Pimpinan mereka bahkan hendak masuk ke gua yang dijadikan tempat persembunyian
Nabi dan Abu Bakar itu. Namun tak jadi.
Mereka melihat banyak sarang laba-laba di mulut gua. Selain itu, banyak pula burung liar di
sana. Sehingga mereka mengira tak mungkin ada orang di dalam gua tersebut. Setelah tiga
malam berada di gua, pada tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun pertama Hijriyah, atau pada tanggal
16 September 622 M, Nabi, Abu Bakar, ditemani Amir bin Fuhairah, beserta seorang penunjuk
jalan, Abdullah bin Uraiqith, keluar dari gua. Mereka berangkat menuju Madinah.
Nabi duduk di atas unta, yang dalam kitab tarikh disebut dengan nama “ Al-Qushwa”. Selama
tujuh hari tujuh malam mereka berjalan menuju Madinah, melewati gurun pasir yang gersang.
Dalam perjalanan menuju Madinah, tidak sedikit peristiwa yang mengagungkan yang
menunjukkan bahwa Rasululullah betul-betul sebagai Nabi dan Rasul yang mendapat mukjizat
dari Allah, antara lain selama dalam perjalanan selalu diikuti oleh awan sehingga seluruh
rombongan dapat menahan terik matahari yang begitu panas
Pada tanggal 8 Rabiul Awwal, rombongan Nabi tiba di Quba. Mereka disambut dengan
hangat oleh kaum muslimin di sana.
Setelah dari Quba, atau sekitar satu kilometer dari Quba, Nabi bersama umat Islam
lainnya melaksanakan salat Jumat di tempat Bani Salim bin Auf. Untuk memperingati peristiwa
itu, dibangunlah “ Masjid Jumat” di lokasi ini.
Nabi melanjutkan perjalanan pada hari itu juga. Rombongan itu akhirnya tiba di Madinah
pada hari Jumat, 12 Rabi’ul Awwal itu juga atau tahun 13 Kenabian. Sambutan penuh suka cita
diiringi isak tangis penuh haru dan kerinduan menyeruak di Madinah.
Di Madinah, Nabi disambut oleh penduduk Madinah yang sejak beberapa hari telah
menunggu kedatangannya sebagaimana yang sering kita dengar dalam setiap selawatan yang
bunyinya demikian: Talaal Badru Alaina min tsaniatul wadai, wajab sykri alain ma da lillahi dai
ayuhal mabusu fina ji’ta bil amri muthai. Sebuah ungkapan tulus dan jujur dan pernyataan
kesiapan untuk menjadi pengikut Nabi yang baik dan iklhas. Warga Madinah pun tidak saja
menyambut dengan senang hati akan tetapi juga menyediakan segala hal yang dibutuhkan oleh
Rasulullah termasuk tanah untuk membangun masjid, rumah dan perkebunan. Semua diserahkan
kepada kaum Muhajirin untuk dimanfaatkannya. Allah menceritakan tentang bagaimana orang-
orang Madinah menyambut Rasulullah Saw dan sahabat-sahabat antara lain sebagaimana yang
diceritakan dalam surah Alhasyar ayat 5 bahwa mereka rela menahan untuk dirinya dan
memberikan apa yang mereka miliki kepada kaum Muhajirin dan mereka itulah orang orang
yang beruntung.
Madinah adalah salah satu kota yang dibangun oleh seseorang yang bernama Yasrib,
salah seorang warga Yahudi yang pindah dari Yaman dan membangun kota itu kemudian
menamakannya Yasrib. Madinah telah dihuni oleh sejumlah suku dan sebagian diantara mereka
telah beriman kepada Rasulullah dan mereka inilah yang mengajak agar Rasulullah hijrah ke
Yasrib.
Hanya beberapa bulan di Madinah, Rasulullah dan sahabat-sahabatnya menata kota ini
dengan baik termasuk menata tata letak rumah-rumah warga dan sahabatnya yang kemudian hari
menjadi tempat kediaman juga berfungsi sebagai instansi pemerintahan mulai dari bagian politik
dan keamanan hingga masalah pengaturan sampah dan kebersihan kota, semuanya diatur dengan
baik sehingga menjadi kota yang mempesona pada masanya. Demikian pula Masjid yang
dibangun dekat rumah Rasulullah dengan luas kurang lebih 1000 meter persegi yang terdiri dari
tanah liat dan ditutup dengan pelapa kurma menjadi pusat pertemuan setiap waktu bahkan dari
situlah keputusan-keputusan penting seperti perang dan strateginya dibahas bersama, termasuk
membahas kehidupan sosial dan ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Madinah.
Wadi Aqiq yang merupakan sumber mata air pada masa itu juga dikelola dengan baik
sehingga mampu mengairi pertanian masyarakat di sekitar kota bahkan menurut catatan sejarah
Wadi Aqiq menjadi sumber air minum Khalifa-khalifa Islam di Irak dan Suriah bahkan menjadi
sumber air minum masyarakat jazirah Arabia saat itu.
Stabilitas politik dan keamanan dan kehidupan yang aman dan damai menjadi stating
point tumbuhnya masyarakat sipil yang maju dan berpengetahuan. Penaklukan-penaklukan yang
dilakukan oleh para sahabat ke wilayah-wilayah Jazirah Arab menjadi salah faktor utama
terjadinya transformasi pengetahuan ke dalam Islam yang telah dicapai oleh bangsa-bangsa lain
seperti tata kelola keuangan, administrasi dan lain-lain. Ilmu-ilmu agama dan etika keislaman
yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kaumnya dipadu dengan pengetahuan umum membuat
masyarakat muslim semakin disegani karena bukan saja mereka berhasil menciptakan sebuah
komunitas yang bermartabat dan berprikemanusian juga mereka berhasil memperluas wilayah-
wilayahnya dan menambah jumlah pengikut-pengikutnya. Keberhasilan dan kesuksesan yang
cemerlang terus dicapai oleh umat Islam saat itu membuat peradaban lain semakin melemah.
Pasca Madinah, Islam tidak lagi semata-mata sebagai agama yang mengajarkan keesaan
Tuhan dan prinsip-prinsip kesetaraan manusia akan tetapi Islam mulai masuk ke ranah-ranah
ilmu pengetahuan, teknik peperangan, ekonomi dan seluruh aspek kehidupan manusia. Seluruh
masalah sosial yang muncul di tengah-tengah masyarakat diselesaikan oleh Rasulullah Saw.
Demikian pula masalah yang muncul di kalangan bangsa-bangsa lain yang masuk Islam dapat
diselesaikan oleh Rasulullah dengan baik termasuk ketika menawan musuh, semua diatur sesuai
wahyu yang diterima.
Madinah menjadi kota metropolitan dan menjadi pusat ilmu dan pengetahuan dan kiblat
orang-orang Islam untuk datang menemui Rasulullah dan belajar langsung serta menyampaikan
berbagai keluh kesah yang dihadapi di daerahnya termasuk orang-orang yang datang untuk
menyatakan keislamannya. Masjid yang dibangun yang luasnya hanya sekitar 1000 meter persegi
hampir setiap hari disesaki oleh orang-orang yang mendengarkan petuah-petuah Rasulullah Saw
dan menjadi tempat penampungan para pendatang. Orang-orang inilah yang dikenal Ahlussuffa
dimana Rasulullah sering berdiskusi dengan mereka setiap habis sholat dan mengajaknya makan
bersama bahkan sering juga mengajak mereka ikut berperang bagi yang dianggap mampu untuk
mendampingi para panglima-panglima perang turun ke medan perang. Diantara Ahlussufah yang
sering kita dengar namanya adalah Abu Huraira (perawi hadis yang sangat terkenal karena dia
termasuk banyak mendengar langsung dari Rasulullah saw).
Sebuah komunitas yang tangguh, kuat, disiplin dan berintegrasi tinggi terhadap Islam
telah lahir di Madinah yang dikemudian hari manjadi pahlawan-pahlawan Islam yang
menggetarkan kekuatan peradaban lainnya di muka bumi. Umat Islam yang sebelumnya ketika
di kota Mekkah menjadi bahan olok-olokan oleh kaum Quraish, kini tampil sebagai sebuah
kekuatan baru yang sangat disegani oleh semua kekuatan pada saat itu. Dari Madinah-lah, Islam
terpancar ke mana-mana di seluruh pelosok dunia ini bukan saja di wilayah Jazirah Arab tetapi
juga hingga ke Eropa, Asia dan sekitarnya. Oleh karena itulah, Rasulullah Saw menetapkan
Madinah sebagai tanah suci sebagaimana dalam hadisnya yang mengatakan “ Bahwa Setiap
Nabi memiliki tanah suci, Mekkah Adalah Tanah Suci Nabi Ibrahim dan Madinah Adalah Tanah
Suciku”
Keempat, letak Madinah yang strategis. Madinah memiliki letak geografis yang strategis.
Bagaimana tidak, di sebelah timur dan barat Madinah merupakan sebuah wilayah yang terjal.
Terdiri dari dataran tinggi, dataran rendah yang penuh dengan bebatuan yang keras sehingga
menyulitkan siapapun –terutama musuh- untuk memasuki kota Madinah.
Hanya dari sisi utara Madinah yang menjadi wilayah terbuka. Maka tidak heran ketika terjadi
Perang Khandaq, Salman al-Farisi mengusulkan kepada Rasulullah agar umat Islam membuat
parit di sepanjang wilayah utara Madinah. Tujuannya adalah untuk menghalangi musuh masuk
ke kota Madinah.
Merujuk buku Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Nabi Muhammad saw.
(Zuhairi Misrawi, 2009), Madinah merupakan sebuah kota yang dibentuk atau dibangun oleh
orang-orang yang melarikan diri (eksodus) dari tempat asalnya, entah disebabkan konflik atau
pun ekonomi.
Madinah atau Yatsrib memiliki sejarah yang panjang. Konon, awal mula orang-orang datang ke
wilayah Madinah adalah pengikut Nabi Nuh as. yang selamat dari bencana banjir yang maha
dahsyat. Setelah satu tahun 10 hari berada di atas kapal Nabi Nuh as dan banjir surut, mereka
yang selamat ada yang bepergian ke wilayah Madinah. Diantara dari mereka adalah Yatsrib bin
Qaniyah bin Mahlail bin Iram bin Abil bin Iwadh bin Iram bin Sam bin Nuh as. Diperkirakan
kejadian itu terjadi pada tahun 2600 SM.
Maka akhirnya tempat tersebut dikenal sebagai kota Yatsrib, dan kemudian Rasulullah
mengganti nama kota Yatsrib menjadi Madinah ketika beliau hijrah ke kota tersebut. Rasulullah
tinggal di Madinah selama 10 tahun. Sama seperti Makkah, Madinah juga kota yang istimewa
bagi Rasulullah secara personal. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah pernah berdoa: Ya Allah
anugerahilah pahala yang berlipat ganda di Madinah, sebagaimana Engkau telah memberikan
berkah di Makkah