Anda di halaman 1dari 14

HIJRAH NABI MUHAMMAD SAW

Dalam sejarah Islam, terjadi dua kali mobilisasi umat Islam secara besar-besaran untuk
menghindari tindakan kaum Quraish kafir terhadap pengikut Rasulullah Saw.
Pertama adalah hijrah ke tanah Habsyi atau Ethiopia saat ini. Ketika itu Rasululllah Saw
prihatin terhadap nasib para pengikutnya yang sering kali mendapat siksaan dan intimidasi dari
kaum Quraish sehingga ia meminta kerabat dan sahabatnya agar hijrah ke Habsyi untuk
mendapatkan perlindungan dan hidup yang lebih nyaman dan aman karena di negeri Habsyi saat
itu sedang dipimpin oleh seorang Raja yang adil, bijaksana dan tidak zhalim. Diantara sahabat
dan kerabat Rasulullah yang hijrah ke tanah Habsyi waktu itu ialah, Osman bin Affan dan
istrinya, putri Rasulullah Saw. Namun menurut riwayat, Osman bin Affan bersama kurang lebih
12 orang kembali ke Mekkah setelah mendengar bahwa penduduk Mekkah telah masuk Islam,
namun ternyata berita itu bohong, lalu sebagian diantara mereka kembali ke Habsyi dan sebagian
lainnya terus melanjutkan perjalanan ke Mekkah secara sembunyi.
Selang beberapa waktu, Rasulullah kembali meminta sahabat-sahabatnya agar hijrah ke
Habsyi karena semakin prihatin menyaksikan nasib para pengikutnya, khususnya setelah orang
yang selama ini membelanya yaitu, pamannya Abu Thalib meninggal dunia. Menurut riwayat
lebih dari 80 orang yang hijrah ke Habsyi termasuk diantaranya, Jafar bin Abu Thalib, sepupu
Rasulullah Saw. Ini adalah gelombang kedua hijrah ke Habsyi yang menurut riwayat terjadi
pada sekitar 5 tahun setelah Rasulullah dilantik menjadi Nabi dan Rasul.
Di Habsyi, mereka diterima dan disambut gembira oleh Raja serta diberikan tempat yang
layak bagi mereka sehingga mereka hidup tenang dan menjalankan ritual-ritual keagamaannya
dengan baik dan aman. Mobilisasi inilah yang kemudian merupakan salah satu faktor utama
perkembangan dan ekspansi Islam di benua Afrika dikemudian hari menjadikan Afrika termasuk
wilayah yang paling banyak dihuni oleh umat Islam di belahan bumi ini. Bahkan dalam
sejarahnya, Ethiopia yang menjadi tujuan hijrah umat Islam kala itu, berhasil membangun
sebuah peradaban di kawasan sebagaimana kawasan lainnya di sekitar laut merah dan laut
hitam.

Kedua, umat Islam secara besar-besaran terjadi pada saat Nabi memutuskan untuk hijrah
ke Madinah bersama dengan sahabat-sahabatnya akibat tekanan dan perlakuan kaum Quraish
terhadap Nabi dan seluruh pengikut-pengikutnya. Bahkan pada malam hijrah merupakan malam
konspirasi Quraish untuk membunuh Rasulullah Saw dan pada malam itu jugalah Nabi
meninggalkan Mekkah menuju Madinah bersama sahabat-sahabatnya dan keluarganya.

 Ali Menggantikan Tidur Rasulullah Saw

Quraisy berencana membunuh Muhammad, karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Madinah.


Ketika itu kaum Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Ketika
perintah dari Alloh SWT datang supaya beliau hijrah, beliau meminta Abu Bakar supaya
menemaninya dalam hijrahnya itu. Sebelum itu Abu Bakar memang sudah menyiapkan dua ekor
untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah bin Uraiqiz sampai nanti tiba
waktunya diperlukan.

Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya
memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya.
Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang
amanat orang yang dititipkan kepadanya. Demikianlah, ketika pemuda-pemuda Quraisy
mengintip ke tempat tidur Nabi Muhammad Saw, mereka melihat sesosok tubuh di tempat tidur
itu dan mengira bahwa Nabi Saw masih tidur.

Keputusan untuk berhijrah ke Madinah bukanlah karena Rasulullah sudah tidak lagi
mencintai kota kelahirannya akan tetapi semata-mata karena perlakuan kaum Quraish
terhadapnya yang sudah sangat keterlaluan bahkan mereka merencanakan membunuh Rasulullah
dengan mengumpulkan jagoan-jagoan Mekkah saat itu. Namun karena perlindungan Allah Swt,
Rasulullah beserta seluruh sahabat-sahabatnya berhasil menghilang dari Mekkah dengan
mengelabui mereka dan tiba di Madinah dengan selamat setelah perjalanan panjang melalui
lereng-lereng gunung yang membentang antara Mekkah dan Madinah.
 Keajaiban Gua Tsur
Sementara, Nabi terus berjalan. Untuk mengelabui kaum Quraisy yang telah menutup semua
jalur ke Madinah, Nabi menempuh jalan yang tak biasa digunakan penduduk. Tibalah Nabi di
Gua Tsur. Nabi bersama Abu Bakar tinggal di sana selama kurang lebih tiga hari.
Gua Tsur sungguh sempit. Jarang disinggahi manusia. Sementara, kaum Quraisy mondar-mandir
ke segala penjuru mencari Nabi dan Abu Bakar. Kelompok Quraisy sebenarnya sudah tiba di
Gua Tsur. Pimpinan mereka bahkan hendak masuk ke gua yang dijadikan tempat persembunyian
Nabi dan Abu Bakar itu. Namun tak jadi.
Mereka melihat banyak sarang laba-laba di mulut gua. Selain itu, banyak pula burung liar di
sana. Sehingga mereka mengira tak mungkin ada orang di dalam gua tersebut. Setelah tiga
malam berada di gua, pada tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun pertama Hijriyah, atau pada tanggal
16 September 622 M, Nabi, Abu Bakar, ditemani Amir bin Fuhairah, beserta seorang penunjuk
jalan, Abdullah bin Uraiqith, keluar dari gua. Mereka berangkat menuju Madinah.
Nabi duduk di atas unta, yang dalam kitab tarikh disebut dengan nama “ Al-Qushwa”. Selama
tujuh hari tujuh malam mereka berjalan menuju Madinah, melewati gurun pasir yang gersang.
Dalam perjalanan menuju Madinah, tidak sedikit peristiwa yang mengagungkan yang
menunjukkan bahwa Rasululullah betul-betul sebagai Nabi dan Rasul yang mendapat mukjizat
dari Allah, antara lain selama dalam perjalanan selalu diikuti oleh awan sehingga seluruh
rombongan dapat menahan terik matahari yang begitu panas
Pada tanggal 8 Rabiul Awwal, rombongan Nabi tiba di Quba. Mereka disambut dengan
hangat oleh kaum muslimin di sana.
Setelah dari Quba, atau sekitar satu kilometer dari Quba, Nabi bersama umat Islam
lainnya melaksanakan salat Jumat di tempat Bani Salim bin Auf. Untuk memperingati peristiwa
itu, dibangunlah “ Masjid Jumat” di lokasi ini.
Nabi melanjutkan perjalanan pada hari itu juga. Rombongan itu akhirnya tiba di Madinah
pada hari Jumat, 12 Rabi’ul Awwal itu juga atau tahun 13 Kenabian. Sambutan penuh suka cita
diiringi isak tangis penuh haru dan kerinduan menyeruak di Madinah.
Di Madinah, Nabi disambut oleh penduduk Madinah yang sejak beberapa hari telah
menunggu kedatangannya sebagaimana yang sering kita dengar dalam setiap selawatan yang
bunyinya demikian: Talaal Badru Alaina min tsaniatul wadai, wajab sykri alain ma da lillahi dai
ayuhal mabusu fina ji’ta bil amri muthai. Sebuah ungkapan tulus dan jujur dan pernyataan
kesiapan untuk menjadi pengikut Nabi yang baik dan iklhas. Warga Madinah pun tidak saja
menyambut dengan senang hati akan tetapi juga menyediakan segala hal yang dibutuhkan oleh
Rasulullah termasuk tanah untuk membangun masjid, rumah dan perkebunan. Semua diserahkan
kepada kaum Muhajirin untuk dimanfaatkannya. Allah menceritakan tentang bagaimana orang-
orang Madinah menyambut Rasulullah Saw dan sahabat-sahabat antara lain sebagaimana yang
diceritakan dalam surah Alhasyar ayat 5 bahwa mereka rela menahan untuk dirinya dan
memberikan apa yang mereka miliki kepada kaum Muhajirin dan mereka itulah orang orang
yang beruntung.
Madinah adalah salah satu kota yang dibangun oleh seseorang yang bernama Yasrib,
salah seorang warga Yahudi yang pindah dari Yaman dan membangun kota itu kemudian
menamakannya Yasrib. Madinah telah dihuni oleh sejumlah suku dan sebagian diantara mereka
telah beriman kepada Rasulullah dan mereka inilah yang mengajak agar Rasulullah hijrah ke
Yasrib.
Hanya beberapa bulan di Madinah, Rasulullah dan sahabat-sahabatnya menata kota ini
dengan baik termasuk menata tata letak rumah-rumah warga dan sahabatnya yang kemudian hari
menjadi tempat kediaman juga berfungsi sebagai instansi pemerintahan mulai dari bagian politik
dan keamanan hingga masalah pengaturan sampah dan kebersihan kota, semuanya diatur dengan
baik sehingga menjadi kota yang mempesona pada masanya. Demikian pula Masjid yang
dibangun dekat rumah Rasulullah dengan luas kurang lebih 1000 meter persegi yang terdiri dari
tanah liat dan ditutup dengan pelapa kurma menjadi pusat pertemuan setiap waktu bahkan dari
situlah keputusan-keputusan penting seperti perang dan strateginya dibahas bersama, termasuk
membahas kehidupan sosial dan ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Madinah.
Wadi Aqiq yang merupakan sumber mata air pada masa itu juga dikelola dengan baik
sehingga mampu mengairi pertanian masyarakat di sekitar kota bahkan menurut catatan sejarah
Wadi Aqiq menjadi sumber air minum Khalifa-khalifa Islam di Irak dan Suriah bahkan menjadi
sumber air minum masyarakat jazirah Arabia saat itu.
Stabilitas politik dan keamanan dan kehidupan yang aman dan damai menjadi stating
point tumbuhnya masyarakat sipil yang maju dan berpengetahuan. Penaklukan-penaklukan yang
dilakukan oleh para sahabat ke wilayah-wilayah Jazirah Arab menjadi salah faktor utama
terjadinya transformasi pengetahuan ke dalam Islam yang telah dicapai oleh bangsa-bangsa lain
seperti tata kelola keuangan, administrasi dan lain-lain. Ilmu-ilmu agama dan etika keislaman
yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kaumnya dipadu dengan pengetahuan umum membuat
masyarakat muslim semakin disegani karena bukan saja mereka berhasil menciptakan sebuah
komunitas yang bermartabat dan berprikemanusian juga mereka berhasil memperluas wilayah-
wilayahnya dan menambah jumlah pengikut-pengikutnya. Keberhasilan dan kesuksesan yang
cemerlang terus dicapai oleh umat Islam saat itu membuat peradaban lain semakin melemah.
Pasca Madinah, Islam tidak lagi semata-mata sebagai agama yang mengajarkan keesaan
Tuhan dan prinsip-prinsip kesetaraan manusia akan tetapi Islam mulai masuk ke ranah-ranah
ilmu pengetahuan, teknik peperangan, ekonomi dan seluruh aspek kehidupan manusia. Seluruh
masalah sosial yang muncul di tengah-tengah masyarakat diselesaikan oleh Rasulullah Saw.
Demikian pula masalah yang muncul di kalangan bangsa-bangsa lain yang masuk Islam dapat
diselesaikan oleh Rasulullah dengan baik termasuk ketika menawan musuh, semua diatur sesuai
wahyu yang diterima.
Madinah menjadi kota metropolitan dan menjadi pusat ilmu dan pengetahuan dan kiblat
orang-orang Islam untuk datang menemui Rasulullah dan belajar langsung serta menyampaikan
berbagai keluh kesah yang dihadapi di daerahnya termasuk orang-orang yang datang untuk
menyatakan keislamannya. Masjid yang dibangun yang luasnya hanya sekitar 1000 meter persegi
hampir setiap hari disesaki oleh orang-orang yang mendengarkan petuah-petuah Rasulullah Saw
dan menjadi tempat penampungan para pendatang. Orang-orang inilah yang dikenal Ahlussuffa
dimana Rasulullah sering berdiskusi dengan mereka setiap habis sholat dan mengajaknya makan
bersama bahkan sering juga mengajak mereka ikut berperang bagi yang dianggap mampu untuk
mendampingi para panglima-panglima perang turun ke medan perang. Diantara Ahlussufah yang
sering kita dengar namanya adalah Abu Huraira (perawi hadis yang sangat terkenal karena dia
termasuk banyak mendengar langsung dari Rasulullah saw).
Sebuah komunitas yang tangguh, kuat, disiplin dan berintegrasi tinggi terhadap Islam
telah lahir di Madinah yang dikemudian hari manjadi pahlawan-pahlawan Islam yang
menggetarkan kekuatan peradaban lainnya di muka bumi. Umat Islam yang sebelumnya ketika
di kota Mekkah menjadi bahan olok-olokan oleh kaum Quraish, kini tampil sebagai sebuah
kekuatan baru yang sangat disegani oleh semua kekuatan pada saat itu. Dari Madinah-lah, Islam
terpancar ke mana-mana di seluruh pelosok dunia ini bukan saja di wilayah Jazirah Arab tetapi
juga hingga ke Eropa, Asia dan sekitarnya. Oleh karena itulah, Rasulullah Saw menetapkan
Madinah sebagai tanah suci sebagaimana dalam hadisnya yang mengatakan “ Bahwa Setiap
Nabi memiliki tanah suci, Mekkah Adalah Tanah Suci Nabi Ibrahim dan Madinah Adalah Tanah
Suciku”

Tahun Pertama Rasulullah SAW di Madinah


Yasrib Menyambut Muhajir Besar
Berbondong-bondong penduduk Yasrib ke luar rumah hendak menyambut kedatangan
Muhammad, pria dan wanita. Mereka berangkat setelah tersiar berita tentang hijrahnya, tentang
Quraisy yang hendak membunuhnya, tentang ketabahannya menempuh panas yang begitu
membakar dalam perjalanan yang sangat meletihkan, mengarungi bukit pasir dan batu karang di
tengah-tengah dataran Tihama, yang justru memantulkan sinar matahari yang panas dan
membakar itu. Mereka keluar karena terdorong ingin mengetahui sekitar berita tentang
ajakannya yang sudah tersiar di seluruh jazirah. Ajakan ini juga yang sudah mengikis
kepercayaan-kepercayaan lama yang diwarisi dari nenek-moyang mereka, yang sudah dianggap
begitu suci.
Akan tetapi mereka keluar itu bukan disebabkan oleh dua alasan ini saja, melainkan lebih jauh
lagi, yakni karena orang yang hijrah dari Mekah ini akan menetap di Yasrib. Setiap golongan,
setiap kabilah dari penduduk Yasrib, dari segi politik dan sosial dalam hal ini memberikan efek
yang bermacam-macam. Inilah yang lebih banyak mendorong mereka menyongsong keluar,
daripada sekedar ingin melihat orang ini. Juga mereka ingin mengetahui, benarkah hal itu akan
memperkuat dugaan mereka, ataukah mereka harus menarik diri.
Oleh karena itu, sambutan orang-orang musyrik dan Yahudi atas kedatangan Nabi tidak kurang
daripada sambutan kaum Muslimin, baik dari Muhajirin maupun dari kalangan Anshar. Mereka
semua mengerumuninya. Sesuai dengan perasaan yang berkecamuk dalam hati masing-masing
terhadap pendatang orang besar itu, denyutan jantung merekapun tidak sama pula satu sama lain.
Mereka sama-sama mengikutinya tatkala ia melepaskan kekang untanya dan membiarkannya
berjalan sekehendaknya sendiri, dengan agak kurang teratur karena masing-masing ingin
memandang wajahnya. Semua ingin mengelilinginya dengan pandangan mata tentang orang
yang gambarnya sudah terlukis dalam jiwa masing-masing, tentang orang yang telah membuat
Ikrar Aqaba kedua, bersama-sama penduduk kota ini – guna melakukan perang mati-matian
terhadap Quraisy; orang yang telah hijrah meninggalkan tanah airnya, berpisah dengan
keluarganya dengan memikul segala tekanan permusuhan dan tindakan kekerasan dari mereka
selama tigabelas tahun terus-menerus. Ini semua demi keyakinan tauhid kepada Allah, tauhid
yang dasarnya adalah merenungkan alam semesta ini serta mengungkapkan hakekat yang ada
dengan jalan itu.

Pembinaan Mesjid dan Tempat-tempat Tinggal Nabi SAW


Unta yang dinaiki Nabi a.s. berlutut di tempat penjemuran kurma milik Sahl dan Suhail b. Amr.
Kemudian tempat itu dibelinya guna dipakai tempat membangun mesjid. Sementara tempat itu
dibangun ia tinggal pada keluarga Abu Ayyub Khalid b. Zaid al-Anshari. Dalam membangun
mesjid itu Muhammad juga turut bekerja dengan tangannya sendiri.
Kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar ikut pula bersama-sama membangun.
Selesai mesjid itu dibangun, di sekitarnya dibangun pula tempat-tempat tinggal Rasul. Baik
pembangunan mesjid maupun tempat-tempat tinggal itu tidak sampai memaksa seseorang,
karena segalanya serba sederhana, disesuaikan dengan petunjuk-petunjuk Muhammad.
Mesjid itu merupakan sebuah ruangan terbuka yang luas, keempat temboknya dibuat daripada
batu bata dan tanah. Atapnya sebagian terdiri dari daun kurma dan yang sebagian lagi dibiarkan
terbuka, dengan salah satu bagian lagi digunakan tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak
punya tempat-tinggal.
Tidak ada penerangan dalam mesjid itu pada malam hari. Hanya pada waktu salat Isya diadakan
penerangan dengan membakar jerami. Yang demikian ini berjalan selama sembilan tahun.
Sesudah itu kemudian baru mempergunakan lampu-lampu yang dipasang pada batang-batang
kurma yang dijadikan penopang atap itu. Sebenarnya tempat-tempat tinggal Nabi sendiri tidak
lebih mewah keadaannya daripada mesjid, meskipun memang sudah sepatutnya lebih tertutup.

Orang-orang Yahudi Madinah


Kalau inilah tujuan Muhammad dalam pertimbangannya mengenai masalah Yasrib serta harus
menjamin adanya kebebasan, maka penduduk kota ini pun menyambutnya dalam pikiran yang
serupa, meskipun setiap golongan pertimbangannya saling bertentangan satu sama lain.
Penduduk Yasrib pada waktu itu terdiri dari kaum Muslimin – Muhajirin dan Anshar – orang-
orang musyrik dari sisa-sisa Aus dan Khazraj – sedang hubungan kedua golongan ini sudah
sama-sama kita ketahui; kemudian orang-orang Yahudi: Banu Qainuqa di sebelah dalam, Banu
Quraiza di Fadak, Banu’n-Nadzir tidak jauh dari sana dan Yahudi Khaibar di Utara.
Ada pun kaum Muhajirin dan Anshar, karena solidaritas agama baru itu, mereka sudah erat sekali
bersatu. Sungguhpun begitu, kekuatiran dalam hati Muhammad belum hilang samasekali, kalau-
kalau suatu waktu kebencian lama di kalangan mereka akan kembali timbul. Sekarang terpikir
olehnya bahwa setiap keraguan semacam itu harus dihilangkan. Usaha ini akan tampak juga
pengaruhnya
Sebaliknya golongan musyrik dari sisa-sisa Aus dan Khazraj, akibat peperangan-peperangan
masa lampau, mereka merasa lemah sekali di tengah-tengah kaum Muslimin dan Yahudi itu.
Mereka mencari jalan supaya antara keduanya itu timbul insiden.
Selanjutnya golongan Yahudi dengan tiada ragu-ragu merekapun menyambut baik kedatangan
Muhammad dengan dugaan bahwa mereka akan dapat membujuknya dan sekaligus
merangkulnya ke pihak mereka, serta dapat pula diminta bantuannya membentuk sebuah jazirah
Arab. Dengan demikian mereka akan dapat pula membendung Kristen, yang telah mengusir
Yahudi, -bangsa pilihan Tuhan – dari Palestina, Tanah yang Dijanjikan dan tanah air mereka itu.

Muhammad SAW Mempersaudarakan Kaum Muhajirin Dengan Anshar


Sekarang ia bermusyawarah dengan kedua wazirnya itu Abu Bakr dan Umar – demikianlah
mereka dinamakan. Dengan sendirinya yang menjadi pokok pikirannya yang mula-mula ialah
menyusun barisan kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, guna menghilangkan
segala bayangan yang akan membangkitkan api permusuhan lama di kalangan mereka itu.
Untuk mencapai maksud ini diajaknya kaum Muslimin supaya masing-masing dua bersaudara,
demi Allah. Dia sendiri bersaudara dengan Ali b. Abi Talib. Hamzah pamannya bersaudara
dengan Zaid bekas budaknya. Abu Bakr bersaudara dengan Kharija b. Zaid. Umar ibn’l-Khattab,
bersaudara dengan ‘Itban b. Malik al-Khazraji.
Demikian juga setiap orang dari kalangan Muhajirin yang sekarang sudah banyak jumlahnya di
Yasrib – sesudah mereka yang tadinya masih tinggal di Mekah menyusul ke Madinah setelah
Rasul hijrah – dipersaudarakan pula dengan setiap orang dari pihak Anshar, yang oleh Rasul lalu
dijadikan hukum saudara sedarah senasib. Dengan persaudaraan demikian ini persaudaraan kaum
Muslimin bertambah kukuh adanya.
Ternyata kalangan Anshar memperlihatkan sikap keramahtamahan yang luarbiasa terhadap
saudara-saudara mereka kaum Muhajirin ini, yang sejak semula sudah mereka sambut dengan
penuh gembira. Sebabnya ialah, mereka telah meninggalkan Mekah, dan bersama itu mereka
tinggalkan pula segala yang mereka miliki, harta-benda dan semua kekayaan.
Sebagian besar ketika mereka memasuki Madinah sudah hampir tak ada lagi yang akan dimakan
disamping mereka memang bukan orang berada dan berkecukupan selain Usman b. ‘Affan.
Sedangkan yang lain sedikit sekali yang dapat membawa sesuatu yang berguna dari Mekah.
Pada suatu hari Hamzah paman Rasul pergi mendatanginya dengan permintaan kalau-kalau ada
yang dapat dimakannya. Abdur-Rahman b. ‘Auf yang sudah bersaudara dengan Sa’d bin’r-Rabi’
ketika di Yasrib ia sudah tidak punya apa-apa lagi. Ketika Sa’d menawarkan hartanya akan
dibagi dua, Abdur-Rahman menolak. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar. Dan di sanalah
ia mulai berdagang mentega dan keju.
Dalam waktu tidak berapa lama, dengan kecakapannya berdagang ia telah dapat mencapai
kekayaan kembali, dan dapat pula memberikan mas-kawin kepada salah seorang wanita
Madinah. Bahkan sudah mempunyai kafilah-kafilah yang pergi dan pulang membawa
perdagangan. Selain Abdur-Rahman, dari kalangan Muhajirin, banyak juga yang telah
melakukan hal serupa itu. Sebenarnya karena kepandaian orang-orang Mekah itu dalam bidang
perdagangan sampai ada orang mengatakan: dengan perdagangannya itu ia dapat mengubah pasir
sahara menjadi emas.
Dengan adanya persatuan kaum Muslimin dengan cara persaudaraan itu Muhammad sudah
merasa lebih tenteram. Sudah tentu ini merupakan suatu langkah politik yang bijaksana sekali
dan sekaligus menunjukkan adanya suatu perhitungan yang tepat serta pandangan jauh.
Baru tampak kepada kita arti semua ini bila kita melihat segala daya-upaya kaum Munafik yang
hendak merusak dan menjerumuskan kaum Muslimin ke dalam peperangan antara Aus dengan
Khazraj dan antara Muhajirin dengan Anshar. Akan tetapi suatu operasi politik yang begitu tinggi
dan yang menunjukkan adanya kemampuan luarbiasa, ialah apa yang telah dicapai oleh
Muhammad dengan mewujudkan persatuan Yasrib dan meletakkan dasar organisasi politiknya
dengan mengadakan persetujuan dengan pihak Yahudi atas landasan kebebasan dan persekutuan
yang kuat sekali.
Orang sudah melihat betapa mereka menyambut baik kedatangannya dengan harapan akan dapat
dibujuknya ke pihak mereka. Penghormatan mereka ini dengan segera dibalasnya pula dengan
penghormatan yang sama serta mengadakan tali silaturahmi dengan mereka. Ia bicara dengan
kepala-kepala mereka, didekatkannya pembesar-pembesar mereka dibentuknya dengan mereka
itu suatu tali persahabatan, dengan pertimbangan bahwa mereka juga Ahli Kitab dan kaum
monotheis.
Lebih dari itu bahwa pada waktu mereka berpuasa iapun ikut puasa. Pada waktu itu kiblatnya
dalam sembahyang masih menghadap ke Bait’l-Maqdis, titik perhatian mereka, tempat
terkumpulnya semua Keluarga Israil. Persahabatannya dengan pihak Yahudi dan persahabatan
pihak Yahudi dengan dia makin sehari makin bertambah erat dan dekat juga.
Perjanjiannya dengan Yahudi Menetapkan Kebebasan Beragama
Antara kaum Muhajirin dan Anshar dengan orang-orang Yahudi, Muhammad membuat suatu
perjanjian tertulis yang berisi pengakuan atas agama mereka dan harta-benda mereka, dengan
syarat-syarat timbal balik.
Perjanjian politik inilah yang telah diletakkan Muhammad sejak empat belas abad yang lalu dan
yang telah menetapkan adanya kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat; tentang
keselamatan harta-benda dan larangan orang melakukan kejahatan. Ia telah membukakan pintu
baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu. Dunia, yang selama ini hanya
menjadi permainan tangan tirani, dikuasai oleh kekejaman dan kehancuran semata. Apabila
dalam penandatanganan dokumen ini orang-orang Yahudi Banu Quraiza, Banu’n-Nadzir dan
Banu Qainuqa tidak ikut serta, namun tidak selang lama sesudah itu merekapun mengadakan
perjanjian yang serupa dengan Nabi.
Perintah Zakat dan Puasa
Dalam suasana kaum Muslimin yang sudah mulai tenteram menjalankan tugas-tugas agama itu,
pada waktu itu kewajiban zakat dan puasa mulai pula dijalankan hukumnya. Di Yasrib inilah
Islam mulai menemukan kekuatannya. Ketika Muhammad sampai di Madinah, bila ketika itu
waktu-waktu sembahyang sudah tiba, orang berkumpul bersama-sama tanpa dipanggil. Lalu
terpikir akan memanggil orang bersembahyang dengan mempergunakan terompet seperti orang-
orang Yahudi. Tetapi dia tidak menyukai terompet itu. Lalu dianjurkan mempergunakan genta,
yang akan dipukul waktu sembahyang, seperti dilakukan oleh orang-orang Nasrani.
Tetapi kemudian sesudah ada saran dari Umar dan sekelompok Muslimim – menurut satu
sumber, – atau dengan perintah Tuhan melalui wahyu, menurut sumber lain – penggunaan genta
inipun dibatalkan dan diganti dengan azan. Selanjutnya diminta kepada Abdullah b. Zaid b.
Tha’laba:
“Kau pergi dengan Bilal dan bacakan kepadanya – maksudnya teks azan – dan suruh dia
menyerukan azan itu, sebab suaranya lebih merdu dari suaramu.”
Azan Sembahyang
Di samping mesjid ada sebuah rumah kepunyaan seorang wanita dari Banu’n-Najjar yang lebih
tinggi dari mesjid. Bilal naik keatas rumah itu lalu menyerukan azan. Dengan demikian, setiap
hari di waktu fajar seluruh penduduk Yasrib mendengar seruan bersembahyang itu diucapkan
dengan alunan suara yamg indah dan lembut sekali, yang ditujukan Bilal ke segenap penjuru, dan
menggema ke telinga pendengarnya:
“Allahu Ahbar! Allahu Akbar! Asyhadu an la ilaha illa Allah Asyhadu anna Muhammadar
Rasulullah. Hayy ‘ala’ sh-shala hayy ‘ala’l-falah. Allahu Akbar. Allahu Akbar. La ilaha illa
Allah.” (Allah Maha Besar! Allah Maha Besar! Aku bersaksi tak ada tuhan selain Allah. Aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah Utusan Allah. Marilah sembahyang. Marilah mencapai
kemenangan. Allah Maha Besar. Allah Maha Besar. Tak ada tuhan selain Allah).
Dengan demikian ini rasa takut yang selama ini membayangi kaum Muslimin telah berubah jadi
aman dan tenteram. Yasrib kini telah menjadi Madinat’r-Rasul – menjadi Kota – Rasulullah.
Penduduk kota ini yang bukan Islam sudah pula merasakan adanya kekuatan kaum Muslimin –
suatu kekuatan yang bersumber dari lubuk hati yang sudah mengenal pengorbanan, yang sudah
mengalami pelbagai macam penderitaan, demi membela iman. Kini mereka memetik buahnya,
buah kesabaran dan ketabahan hati. Mereka merasakan adanya kebebasan beragama yang telah
ditentukan Islam itu dan bahwa tidak ada kekuasaan seseorang atas manusia lain, dan bahwa
agama hanya bagi Allah semata, hanya kepadaNya adanya pengabdian itu. Di hadapan Tuhan
semua manusia itu sama. Balasan yang akan mereka terima sesuai dengan perbuatan yang
mereka lakukan dan dengan niat yang telah mendorong perbuatan itu.
Batu pertama ini ialah persaudaraan umat manusia: persaudaraan yang akan mengakibatkan
seseorang tidak sempurna imannya sebelum ia dapat mencintai saudaranya seperti mencintai
dirinya sendiri dan sebelum persaudaraan demikian itu dapat mencapai kebaikan dan rasa kasih-
sayang tanpa suatu sikap lemah dan mudah menyerah. Ada orang yang bertanya kepada
Muhammad; “Perbuatan apakah yang baik dalam Islam?” Dijawab: “Sudi memberi makan dan
memberi salam kepada orang yang kaukenal dan yang tidak kaukenal.”

Kiblat dari Al-Masjid’l-Aqsha Dialihkan ke Al-Masjid’l-Haram


Orang-orang Yahudi merasa sesak napas terhadap Muhammad. Terpikir oleh mereka akan
melakukan tipu-daya terhadapnya, akan meyakinkannya sampai ia keluar meninggalkan
Madinah seperti yang terjadi karena gangguan-gangguan Quraisy dahulu sampai ia dan sahabat-
sahabatnyapun keluar meninggalkan Mekah.
Lalu mereka mengatakan kepadanya, bahwa para rasul sebelum dia semua pergi ke Bait’l-
Maqdis dan memang di sana tempat tinggal mereka. Jika dia juga memang benar-benar seorang
rasul, iapun akan berbuat seperti mereka, dan kota Madinah ini akan dianggapnya sebagai kota
perantara dalam hijrahnya dulu antara Mekah dengan al-Masjid’l-Aqsha. Akan tetapi, apa yang
sudah mereka kemukakan kepadanya itu bagi Muhammad tidak perlu lama-lama berpikir untuk
mengetahui, bahwa mereka sedang melakukan tipu-muslihat terhadap dirinya. Pada saat itu
Tuhan mewahyukan kepadanya, menjelang tujuhbelas bulan ia tinggal di Madinah, untuk
menghadapkan kiblatnya ke al-Masjid’l-Haram, Rumah Ibrahim dan Ismail:
“Kami sebenarnya melihat wajahmu yang menengadah ke langit itu. Akan Kami hadapkan
mukamu ke arah kiblat yang kausukai. Hadapkan mukamu ke arah al-Masjid’l-Haram. Dimana
saja kau berada hadapkanlah mukamu kearah itu.” (Qur’an, 2: 142-143)
Orang-orang Yahudi ternyata menyesalkan kejadian itu. Sekali lagi mereka berusaha
memperdayakannya, dengan mengatakan, bahwa mereka akan mau jadi pengikutnya kalau ia
kembali ke kiblat semula. Di sini firman Tuhan menyebutkan:
“Dari orang-orang yang masih bodoh akan mengatakan: Apakah yang menyebabkan mereka
berpaling dari kiblat yang dulu. Katakanlah: Timur dan Barat itu kepunyaan Allah. DipimpinNya
siapa yang disukaiNya ke jalan yang lurus. Begitu juga Kami jadikan kamu suatu umat
pertengahan, supaya kamu menjadi saksi kepada umat manusia, dan Rasulpun menjadi saksi
kepadamu. Dan Kami jadikan kiblat yang biasa kaupergunakan itu, hanyalah untuk menguji
siapa pula yang berbalik belakang. Dan itu memang berat, kecuali bagi mereka yang telah
mendapat pimpinan Tuhan.” (Qur’an, 2: 144)
Beberapa peristiwa penting yang terjadi di Madinah setelah hijrah, antara lain:
• Perang Badar
• Perang Uhud
• Perang Khandaq
• Perang Mu’tah
• Perang Tabuk
• Perjanjian Hudaibiyah
• Pembebasan Mekah
• Haji Perpisahan

ALASAN NABI HIJRAH


Mengapa sih Rasulullah hijrah? Perjuangan dakwah Rasulullah SAW tidak semulus dan semudah
yang kita bayangkan. Dakwah yang beliau lakukan mendapatkan respon tajam dan tantangan
berat dari masyarakat Mekah kala itu. Beliau kerapkali mendapatkan hinaan dan ancaman.
Bahkan sudah ada beberapa orang yang berusaha membunuh beliau, meskipun percobaan
pembunuhan itu gagal.
Tidak hanya Rasul yang diancam penduduk Mekah, tetapi para sahabat pun mendapat perlakuan
serupa. Sebagian mereka disiksa berulang kali dan dipaksa untuk kembali kepada kekafiran.
Dikarenakan tidak tahan melihat penyiksaan yang dialami oleh sebagian sahabat, Rasulullah
SAW meminta sahabat untuk hijrah dan pindah domisili.
Pada waktu hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW langsung yang mengepalai perpindahan domisili
tersebut. Masyarakat Madinah sangat terbuka dan menyambut kedatangan Rasulullah SAW
dengan senang hati. Penduduk Madinah dinamai Rasulullah dengan kaum Anshar, yaitu orang
yang membantu Nabi SAW dan para sahabat yang ikut hijrah bersama Nabi. Sementara sahabat
yang ikut hijrah disebut dengan kaum Muhajirin.
Dilihat dari sejarahnya, Nabi hijrah ke Madinah disebabkan oleh intimidasi dan penyiksaan yang
dilakukan oleh kafir Quraisy terhadap sebagian sahabat. Nabi SAW sudah tidak tahan melihat
penderitaan itu. Dalam beberapa hadis disebutkan, Nabi SAW meninggalkan kota Mekah dan
pindah ke Madinah karena diusir oleh penduduk Mekah. Andaikan beliau tidak diusir,
kemungkinan besar hijrah ke Madinah tidak akan terjadi.
Rasulullah SAW pernah berkata, “Alangkah indahnya dirimu (Mekah). Engkaulah yang paling
kucintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku akan tetap tinggal
di sini” (HR: al-Tirmidzi).
Pengakuan Rasul ini menguatkan kesimpulan bahwa hijrah Nabi sebenarnya adalah misi
penyelamatan nyawa dan menghindar dari penyiksaan dan tekanan penduduk Mekah. Di dalam
ajaran Islam, nyawa manusia sangat berharga dan setiap orang wajib melindungi nyawanya serta
tidak boleh merusak keberlangsungan hidup orang lain. Cara apapun boleh ditempuh untuk
menyelamatkan nyawa, termasuk pindah domisili sebagaimana dilakukan Nabi SAW.

4 ALASAN KOTA MADINAH DIPILIH


Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, Rasulullah bercerita bahwa suatu ketika dirinya pernah
bermimpi berhijrah dari Makkah ke ke suatu kota yang memiliki banyak pohon kurma. Pada saat
itu, Rasulullah mengira bahwa kota tersebut adalah Yamamah atau Hajar. Namun dugaan
Rasulullah meleset, ternyata tempat yang dipilih untuk tempat hijrah adalah Madinah Yatsrib.
Lalu apa sebetulnya yang menyebabkan Madinah dipilih sebagai tempat untuk berhijrah
Rasulullah dan umat Islam secara keseluruhan? Perintah Allah sudah pasti menjadi alasan utama.
Rasulullah tidak akan berhijrah kecuali atas perintah Allah. Bahkan Allah melalui malaikat Jibril
juga sudah menentukan waktu Rasulullah berhijrah ke Madinah, yaitu tengah malam. Di saat
para elit kaum kafir Quraisy yang mengepung rumah Rasulullah untuk menghabisinya lengah.
Dipilihnya Madinah sebagai tempat berhijrah juga tidak lepas dari beberapa penduduk Madinah
yang sudah berbaiat kepada Rasulullah, dalam Baiat Aqabah pertama dan kedua. Tentu itu
menjadi modal bagus bagi Rasulullah dan umat Islam. Namun selain dua hal itu, mungkin saja
ada hal-hal lainnya yang menyebabkan mengapa Madinah yang dipilih sebagai tempat berhijrah.
Mengapa tidak kota-kota lainnya? Mengapa Madinah?
Dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits
Shahih (M Quraish Shihab, 2018), disebutkan bahwa dipilihnya Madinah sebagai tempat hijrah
karena kota tersebut memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan kota lainnya.
Pertama, penduduknya memiliki sikap ramah. Suku Aus dan Khazraj yang mukim di Madinah
sebetulnya berasal dari Yaman. Sementara orang-orang Yaman dikenal sebagai orang yang
memiliki budi yang halus dan perasaan yang lembut.
“Penduduk Yaman datang kepadamu. Mereka itu lembut hati dan halus perasaan,” kata
Rasulullah ketika rombongan dari Yaman mengunjunginya usai Perang Khaibar.
Kedua, penduduk Madinah memiliki pengalaman berperang. Suku Aus dan suku Khazraj,
ditambah komunitas Yahudi Madinah, ‘tidak pernah akur’. Dalam sejarahnya, mereka kerap kali
melancarkan peperangan antara satu suku dengan yang lainnya. Peperangannya tidak hanya
setahun dua tahun, tapi berlangsung secara bertahun-tahun. Tercatat ada sekitar 10 kali
peperangan yang dilalui suku-suku di Madinah. Perang Samir menjadi awal, sementara Perang
Bu’ats menjadi perang terakhir.
Perang Bu’ats merupakan perang terbesar dan terjadi lima tahun sebelum Rasulullah berhijrah.
Ketika Rasulullah dan Islam datang, masyarakat Madinah menjadi bersatu dan tidak perang
saudara lagi. Perlu diketahui, pengalaman berperang ini menjadi sesuatu yang penting untuk
menjaga ajaran agama Islam.
Ketiga, Rasulullah memiliki hubungan darah dengan penduduk Madinah. Pada saat kecil,
Rasulullah pernah diajak ibundanya Sayyidah Aminah untuk berkunjung ke Madinah. Pada
kesempatan itu, Sayyidah Aminah mengajak Rasulullah untuk berziarah ke makam Sayyidina
Abdullah, suaminya dan ayahanda Rasulullah. Di samping itu, Sayyidah Aminah juga mengajak
Rasulullah berkunjung ke sanak saudaranya di Madinah, Bani Najjar.

Keempat, letak Madinah yang strategis. Madinah memiliki letak geografis yang strategis.
Bagaimana tidak, di sebelah timur dan barat Madinah merupakan sebuah wilayah yang terjal.
Terdiri dari dataran tinggi, dataran rendah yang penuh dengan bebatuan yang keras sehingga
menyulitkan siapapun –terutama musuh- untuk memasuki kota Madinah.
Hanya dari sisi utara Madinah yang menjadi wilayah terbuka. Maka tidak heran ketika terjadi
Perang Khandaq, Salman al-Farisi mengusulkan kepada Rasulullah agar umat Islam membuat
parit di sepanjang wilayah utara Madinah. Tujuannya adalah untuk menghalangi musuh masuk
ke kota Madinah.
Merujuk buku Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Nabi Muhammad saw.
(Zuhairi Misrawi, 2009), Madinah merupakan sebuah kota yang dibentuk atau dibangun oleh
orang-orang yang melarikan diri (eksodus) dari tempat asalnya, entah disebabkan konflik atau
pun ekonomi.
Madinah atau Yatsrib memiliki sejarah yang panjang. Konon, awal mula orang-orang datang ke
wilayah Madinah adalah pengikut Nabi Nuh as. yang selamat dari bencana banjir yang maha
dahsyat. Setelah satu tahun 10 hari berada di atas kapal Nabi Nuh as dan banjir surut, mereka
yang selamat ada yang bepergian ke wilayah Madinah. Diantara dari mereka adalah Yatsrib bin
Qaniyah bin Mahlail bin Iram bin Abil bin Iwadh bin Iram bin Sam bin Nuh as. Diperkirakan
kejadian itu terjadi pada tahun 2600 SM.
Maka akhirnya tempat tersebut dikenal sebagai kota Yatsrib, dan kemudian Rasulullah
mengganti nama kota Yatsrib menjadi Madinah ketika beliau hijrah ke kota tersebut. Rasulullah
tinggal di Madinah selama 10 tahun. Sama seperti Makkah, Madinah juga kota yang istimewa
bagi Rasulullah secara personal. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah pernah berdoa: Ya Allah
anugerahilah pahala yang berlipat ganda di Madinah, sebagaimana Engkau telah memberikan
berkah di Makkah

ARTI PENTING HIJRAH


Hijrah telah membawa akibat-akibat yang lebih jauh:
1. Dari peristiwa ini, terjadi perubahan sosial. Islam sebagai sebuah kelompok/golongan
didalam masyarakat telah berkembang menjadi sebuah kesatuan Ummat Islam. Maka
sirnalah diskriminasi atas dasar warna kulit, kredo, ataupun kekayaan. Semua Muslim
setara/egaliter.
2. Menurut para ahli sejarah Muslim, Rasulullah (SAW) tiba di Quba‘ pada tanggal 16 Juli 632
M. yang mana berada dalam bulan Muharram, dari sinilah dimulainya perhitungan kalender
Hijriyah.
3. Adalah di Madinah, diletakkan dasar-dasar khilafah (pemerintahan) Islam. Peristiwa
bersejarah berupa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama dengan kelompok Yahudi dan
beberapa suku yang lain menjadi panduan bagi generasi-generasi yang kemudian.
4. Diantara sekian banyak sahabat Nabi (SAW), beliau memilih Abu Bakar (RA) sebagai teman
dalam perjalanan hijrah. Hal ini di abadikan didalam Al-Quran, Surah At-Taubah. Ini
merupakan penghargaan paling utama bagi Abu Bakar (RA).
5. Setiap orang yang berpola-pikir adil dan terbuka, dari tulisan ini dapat mengambil
kesimpulan bahwa Abu Bakar (RA) telah memiliki peranan yang amat penting dalam
peristiwa Hijrah. Maka sungguh amat menyedihkan bahwasanya sebagian orang masih
menilai secara tidak adil terhadap diri sahabat yang demikian dihormati ini.

PERISTIWA HIJRAHNYA NABI MUHAMMAD SAW DARI MEKKAH KE YASRIB


(MADINAH) INI, KEMUDIAN MENJADI AWAL DIMULAINYA KALENDER HIJRIAH.
KINI INSYAALLAH AKAN MEMASUKI TAHUN KE 1435 HIJRIAH YANG JATUH PADA
ESOK HARI, 1 MUHARRAM 1435 HIJRIAH. TEPATNYA HARI SELASA TANGGAL 5
NOVEMBER 2013 DALAM PERHITUNGAN MASEHI.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.tongkronganislami.net/sejarah-hijrah-rasulullah-saw/
http://www.nu.or.id/post/read/101338/empat-alasan-mengapa-madinah-dipilih-sebagai-
tempat-hijrah-rasulullah

Anda mungkin juga menyukai