Anda di halaman 1dari 2

Kisah Hijrah Nabi Muhammad

Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah menjadi peristiwa besar bagi umat Islam.
Kisah itu punya makna mendalam bagi muslimin dunia. Peristiwa itu kemudian menjadi awal
tahun kalender Islam dan diperingati hingga sekarang.

Sebelum hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad telah berdakwah menyebarkan Islam di Mekah.
Semula, Nabi berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Syiar Islam kemudian dilakukan dengan
terang-terangan.

Kaum kafir Quraisy yang sejak semula memusuhi Nabi semakin gencar melakukan desakan.
Intimidasi terjadi setiap waktu. Namun, saat Nabi perlu dukungan, datanglah masa sulit. Sang
istri, Siti Khadijah, wafat. Padahal Siti Khadijah menjadi salah satu motivator bagi Nabi dalam
menyebarkan Islam.

Setelah Khadijah, pamah Nabi, Abu Thalib, juga meninggal dunia. Semasa hidup, Abu Thalib
lah yang menjadi pembela Nabi dari kebengisan kafir Quraisy. Dengan wafatnya Abu Thalib,
kaum kafir Quraisy semakin semena-mena. Wafatnya Siti Khadijah dan Abu Thalib membuat
Nabi berada dalam suasana duka.

Pada masa-masa yang disebut sebagai tahun duka cita itu, terjadilah peristiwa luar biasa, yaitu
Isra’ Mi’raj pada 27 Rajab, sekitar rahun 621 Masehi. Pada peristiwa itu, turunlah perintah salat
lima waktu.

Setelah peristiwa itu, Nabi kembali melanjutkan dakwahnya di Mekah. Pengalaman luar biasa itu
diceritakan pada pengikutnya. Namun, kabar itu membuat kaum kafir Quraisy semakin menekan.
Mereka menuduh Nabi berbohong.

Pada 621 M itu pula, datanglah sejumlah orang dari Madinah, menemui Nabi di Bukit Aqaba.
Mereka memeluk agama Islam. Peristiwa tersebut dikenal dengan Bai’at Aqaba I.

Tahun berikutnya, atau 622 M, datanglah 73 orang dari Madinah ke Mekah. Mereka merupakan
Suku Aus dan Khazraj yang semula ingin berhaji. Mereka kemudian menemui Nabi dan
mengajak berhijrah ke Madinah. Mereka menyatakan siap membela dan melindungi Nabi dan
para pengikutnya dari Mekah. Peristiwa ini dikenal dengan Bai’at Aqabah II.

Kondisi kaum muslim di Mekah juga semakin terdesak setelah kaum kafir Quraisy melakukan
boikot kepada Nabi Muhammad dan para pengikutnya yang berasal dari Bani Hasyim dan Bani
Muthalib. Kaum Quraisy melarang setiap perdagangan dan bisnis dengan pengikut Nabi.

Selain itu, semua orang dilarang menikah dengan kaum muslimin. Tak ada yang diperkenankan
bergaul dengan pengikut Nabi Muhammad. Mereka juga mendukung kelompok-kelompok yang
memusuhi Nabi Muhammad. Boikot inilah yang membuat kaum muslimin semakin terdesak.

Dalam upaya menyelamatkan dakwah Islam dari gangguan kafir Quraisy, Nabi Muhammad, atas
perintah Allah, memutuskan hijrah dari Mekah ke Madinah. Namun sebelumnya, Nabi telah
memerintahkan kaum mukminin agar hijrah terlebih dahulu ke Madinah. Para sahabat pun segera
berangkat secara diam-diam agar tidak dihadang oleh kelompok kafir Quraisy.

Nabi Selamat dari Kepungan Quraisy

Menjelang Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, kaum kafir Quraisy membuat rencana jahat.
Mereka ingin membunuh Nabi.

Pada malam hari, para pemuda Quraisy telah mengepung rumah Nabi. Pada saat itulah Nabi
meminta Ali bin Abi Thalib memakai jubahnya. Ali diminta berbaring di tempat tidur Nabi
untuk mengelabui para pemuda Quraisy. Para pemuda yang sudah disiapkan Quraisy kemudian
mengintip ke kamar Nabi. Mereka melihat ada sosok yang sedang berbaring dan mengira itu
adalah Nabi Muhammad, padahal yang berbaring itu adalah Ali bin Abi Thalib.

Jelang larut malam, Rasulullah keluar rumah menuju kediaman Abu Bakar Ashshiddiq. Nabi
kemudian berangkat ke Gua Tsur. Para pemuda Quraisy yang mengepung rumah Nabi masuk ke
dalam rumah. Namun mereka alangkah terkejut, ternyata Nabi sudah tidak ada. Sosok yang
terbaring di tempat tidur itu ternyata Ali bin Abi Talib.

Keajaiban Gua Tsur

Sementara, Nabi terus berjalan. Untuk mengelabui kaum Quraisy yang telah menutup semua
jalur ke Madinah, Nabi menempuh jalan yang tak biasa digunakan penduduk. Tibalah Nabi di
Gua Tsur. Nabi bersama Abu Bakar tinggal di sana selama kurang lebih tiga hari. Gua Tsur
sungguh sempit. Jarang disinggahi manusia. Sementara, kaum Quraisy mondar-mandir ke segala
penjuru mencari Nabi dan Abu Bakar. Kelompok Quraisy sebenarnya sudah tiba di Gua Tsur.
Pimpinan mereka bahkan hendak masuk ke gua yang dijadikan tempat persembunyian Nabi dan
Abu Bakar itu. Namun tak jadi.

Mereka melihat banyak sarang laba-laba di mulut gua. Selain itu, banyak pula burung liar di
sana. Sehingga mereka mengira tak mungkin ada orang di dalam gua tersebut. Setelah tiga
malam berada di gua, pada tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun pertama Hijriyah, atau pada tanggal
16 September 622 M, Nabi, Abu Bakar, ditemani Amir bin Fuhairah, beserta seorang penunjuk
jalan, Abdullah bin Uraiqith, keluar dari gua. Mereka berangkat menuju Madinah. Nabi duduk di
atas unta, yang dalam kitab tarikh disebut dengan nama “ Al-Qushwa”. Selama tujuh hari tujuh
malam mereka berjalan menuju Madinah, melewati gurun pasir yang gersang.

Pada tanggal 8 Rabiul Awwal, rombongan Nabi tiba di Quba. Mereka disambut dengan hangat
oleh kaum muslimin di sana. Setelah dari Quba, atau sekitar satu kilometer dari Quba, Nabi
bersama umat Islam lainnya melaksanakan salat Jumat di tempat Bani Salim bin Auf. Untuk
memperingati peristiwa itu, dibangunlah “ Masjid Jumat” di lokasi ini.

Nabi melanjutkan perjalanan pada hari itu juga. Rombongan itu akhirnya tiba di Madinah pada
hari Jumat, 12 Rabi’ul Awwal itu juga atau tahun 13 Kenabian. Sambutan penuh suka cita
diiringi isak tangis penuh haru dan kerinduan menyeruak di Madinah.

Syair pun berkumandang:

Thola‘al badru ‘alayna


Min Tsaniyyatil Wada’
Wajabasy syukru ‘alayna
Ma da‘a lillahi da‘
Ayyuhal mab‘utsu fina
Ji’ta bil amril mutha’

Artinya:
Telah nampak bulan purnama
Dari Tsaniyyah Al-Wada’
Wajiblah kami bersyukur
Atas masih adanya penyeru kepada Allah
Wahai orang yang diutus kepada kami
Engkau membawa sesuatu yang patut kami taati

Anda mungkin juga menyukai