Anda di halaman 1dari 2

Nazwa Auliazda Abudi

Cerita Sunan Gunung Jati


Kisah wali songo kali ini akan mengulas tentang cerita
Sunan gunung jati, Ia merupakan salah satu dari wali
songo yang berdakwah di jawa barat.

Suatu hari dikisahkan bahwa putra prabu Siliwangi


dari pajajaran bernama pangeran Walangsungsang dan
adiknya bernama Rara Santang, mendapat mimpi yang
sama pada suatu malam. Mimpi tersebut terulang-
ulang sampai tiga kali. Mereka bermipi bertemu
dengan Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan
agama Islam.

Wajah nabi Muhammad SAW yang agung dan cara


menerangkan Islam sangat mempesona, sehingga
membuat keduanya merasa rindu. Tapi, mimpi itu
hanya terjadi tiga kali. Sebagaimana orang kehausan,
keduanya ingin mereguk air lebih banyak lagi. Dan air yang menyejukkan jiwa mereka
adalah agama Islam.

Mereka juga kebetulan mendengar keberadaan Syekh Kahfi atau biasa disebut syekh
datuk kahfi membuka perguruan Islam di cirebon. Mereka mengutarakan maksud
mereka kepada prabu silliwangi untuk berguru kepada syekh kahfi. Mereka ingin
memperdalam agama Islam seperti ajaran nabi Muhammad SAW. Tapi keinginan
mereka ditolah oleh prabu siliwangi.

Pangeran walangsungsang dan adiknya tetap nekat. Kemudian keduanya melarikan


diri dari istana dan pergi berguru kepada syekh kahfi si gunung jati. Setelah berguru
beberapa lama di gunung jati, pangeran walangsungsang diperintahkan oleh Syekh
Kahfi utuk membuka hutan di bagian selatan gunung jati. Sesungguhnya, ia adalah
seorang pemuda sakti. Maka, tugas itu pun mampu diselesaikannya dalam beberapa
hari.

Daerah itupun dijadikan pedukuhan yang semakin hari semakin banyak orang
berdatangan untuk menetap dan menjadi pengikut pangeran walangsungsang. Setelah
daerah itu ramai, ia diangkat sebagai kepala dukuh dengan gelar cakrabuana. Lalu,
daerah tersebut dinamakan tegal alang-alang.

Orang yang menetap di tegal alang-alang terdiri atas berbagai ras atau keturunan.
Banyak pedagang asing yang menjadi penduduk setempat, sehingga terjadilah
Nazwa Auliazda Abudi

pembauran berbagai ras dan percampuran dalam bahasa sunda. Akibatnya, tegal
alang-alang disebut caruban.

Sebagai besar rakyat caruban bermata pencarian pencari udang, yang kemudian dibuat
menjadi petis yang terkenal. Dalam bahas asunda, petis udang disebut “cai rebon”.
Kemudian, daerah caruban lebih dikenal sebagai Cirebon hingga sekarang. Setelah
dianggap memenuhi syarat, pangeran cakrabuana dan rara santang diperintah oleh
syekh kahfi untuk melaksanakan ibadah gaji ke tanah suci.

Mereka berdua berangkat ke Makkah. Sesampainya di kota suci makkah, kedua kakak
beradik itu tinggal di rumah seorang ulama bersar bernama Syaikh Bayanillah sambil
menambah pengetahuan agama. Sewaktu mengerjakan thawaf mengelilingi Ka’bah,
keduany bertemu dengan seorang raja mesir bernama Sultan Syatif Abdullah yang
sedang menjalani ibadah haji. Raja mesir itu tertarik pada wajah rara santang yang
mirip almarhumah istrinya.

Sesudah ibadah haji, raja mesir itu melamar rara santang pada syekh bayanillah. Rara
santang dan kakaknya, pangeran cakrabuana, tidak keberatan. Maka pernikahan
mereka dilangsungkan sesuai Madzhab Syafi’i. Kemudian, nama rara santang diganti
menjadi Syarifah Mudaim. Dari perkawinan tersebut, lahirlah syarif Hidayatullah yang
kemudian mendapat sebutan sunan gunung jati dan syarif Nurullah, adiknya.

Pangeran cakrabuana berkesempatan tinggal di mesir selama tiga tahun. Kemudian ia


pulang ke jawa dan mendirikan negeri caruban larang. Negeri itu adalah perluasan dari
daerah Cirebon, tetap pola memerintahannya menggunakan azas Islam. Dalam waktu
singkat, negeri tersebut terkenal ke seluruh tanah jawa, bahkan terdengar pula oleh
prabu siliwangi, selaku penguasa daerah jawa barat. Setelah mengetahui negeri baru
tersebut dipimpin oleh putranya sendiri, maka sang raja tidak keberatan walau hatinya
kurang berkenan. Akhirnya, sang prabu merestui tampuk pemerintahan putranya,
bahkan ia memberinya gelar Sri Manggana.

Dalam usia muda, syarif hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia ditunjuk untuk
menggantikan kedudukannya sebagai raja mesir. Tapi anak mudah yang masih
berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Ia dan ibunya bermaksud untuk pulang ke
tanah jawa untuk berdakwah di jawa barat. Kemudian, kedudukannya diberikan
kepada adiknya, yaitu Syarif Nurullah. Sewaktu berada di mesir, Syarif Hidayatullah
berguru kepada beberapa ulama besar di daratan timur tengah. Dalam usia sangat
muda, ilmunya sudah sangat banyak. Maka, ia tidak merasa kesulitan untuk
melakukan dakwah ketika pulang ke tanah leluhurnya, yaitu jawa.

Anda mungkin juga menyukai