Cerita Purwaka
Caruban Nagari
Bagian Kedua …
Cirebon berada dibawah kekuasaan
Susuhunan Jati Purba Wisesa, salah
seorang wali di Pulau Jawa, ia
dikukuhkan menjadi panetep
panatagama Islam (pemimpin dan
penyebar agama Islam) di wilayah
Sunda. Ia menjalankan pemerintahan di
istana Pakungwati bersama uaknya,
Pangeran Cakrabuwana, yang bergelar Sri
Manggana. Uaknya itu menjadi kuwu
Cirebon kedua, dan juga sebagai
manggala (panglima angkatan
bersenjata).
Nama Cirebon pada awalnya adalah
Sarumban, lalu diucapkan Caruban,
akhirnya Carbon (Cirebon). Para wali
menyebutnya puseur bumi, negeri yang
ada di tengah Pulau Jawa, sementara
penduduk pribumi menyebutnya Nagari
Gede yang lama kelamaan diucapkan
Garage dan kemudian menjadi Grage.
Bagian Ketiga …
Bagian Kelima …
Setelah Ki Gedeng Sindangkasih
meninggal, kedudukannya sebagai
Jurulabuhan digantikan oleh Ki Gedeng
Tapa yang bergelar Ki Gedeng Jumajan
Jati. Ia berkuasa di sepanjang pantai
Cirebon. Ki Gedeng Tapa adalah salah
seorang putra Ki Gedeng Kasmaya,
penguasa di Cirebon Girang . Adik Ki
Gedeng Kasmaya, yaitu Ki Gedeng
Surawijaya Sakti, semasa hidupnya
menjadi raja Singapura. Ia wafat tidak
berputra sehingga kedudukannya
digantikan oleh keponakannya, yaitu Ki
Gedeng Tapa.
Kakak perempuan Ki GedengTapa ialah
Nyai Rara Ruda yang tinggal di Lemah
Putih dan bersuamikan Ki Dampu Awang,
saudagar kaya dari Cempa. Dari
perkawinannya itu, Nyai Rara Ruda
mempunyai seorang putri bernama Nyai
Aciputih yang diperistri oleh Prabu
Siliwangi dan melahirkan seorang putri
bernama Nyai Lara Badaya. Nyai Lara
Badaya dibawa kakeknya ke Cempa.
Disana, ia berguru agama Islam kepada
Maolana Ibrahim Akbar.
Maolana Ibrahim Akbar mempunyai dua
orang putra: Ali Musada dan Ali
Rakhmatullah. Ali Musada berputra
Maolana Ishak yang beristri putri
Blambangan dan mempunyai anak
bernama Raden Paku yang kemudian
bergelar Susuhunan Giri. Sementara itu,
Ali Rakhmatullah tinggal di Gresik dan
bergelar Susuhunan Ampel Denta. Ia
adalah pemimpin para wali di Pulau Jawa
dan mempunyai dua orang putra
bernama Makdum Ibrahim yang disebut
Susuhunan Bonang dan Maseh Munat
yang disebut Susuhunan Drajat.
Bagian keenam …
Bagian Ketujuh …
Bagian kedelapan …
Bagian Kesepuluh …
Bagian Kesebelas …
Bagian Keduabelas …
Atas saran Syekh Datuk Kahfi, Ki
Cakrabumi dan Nyai Lara Santang
berangkat menunaikan ibadah haji ke
Mekah. Nyai Indang Geulis tidak ikut
serta karena sedang mengandung.
Selama di Mekah, keduanya tinggal di
pondok Syekh Bayanullah, adik Syekh
Datuk Kahfi dan berguru kepada Syekh
Abuyajid.
Bagian Kelimabelas …
Sementara itu, di Cirebon,Haji Abdullah
Iman mengajar agama Islam dan
membangun tajug Jelagrahan beserta
sebuah rumah besar, tempat ia tinggal
bersama istri dan putrinya, Nyai
Pakungwati yang lahir ketika ayahnya
mengembara.
Bagian Ketujuhbelas …
Bagian Kesembilanbelas …
Syarif Hidayat yang bergelar Susuhunan
Jati pergi menyiarkan ajaran Islam ke
Banten. Di sana, ia memperistri Nyai
Kawunganten, adik Bupati Banten.
Melalui perkawinan ini, bupati Banten dan
sebagian para pembesar serta warga
masyarakat Banten menjadi penganut
agama Islam. Dari perkawinan ini, Syarif
Hidayat mempunyai dua orang anak:
seorang wanita bernama Ratu Winaon
dan seorang pria bernama Pangeran
Sabakingkin atau Pangeran Hasanudin.
Ratu Winaon bersuamikan Pangeran Atas
Angin atau Pangeran Raja Laut.
Oleh Pangeran Cakrabuana, Syarif
Hidayat dikukuhkan menjadi tumenggung
negeri Cirebon dengan gelar Susuhunan
Jati. Keputusan itu mendapat dukungan
para wali dan Sultan Demak, serta diakui
oleh para penguasa di seluruh pantai
utara tanah Jawa. Para wali mengangkat
Susuhunan Jati sebagai panetep
panatagama Islam di seluruh wilayah
Sunda yang berkedudukan di Cirebon.
Pengangkatan itu sebagai pengganti
kedudukan Syekh Nuruljati yang telah
lama wafat. Susuhunan Jati menempati
istana Pakungwati bersama Pangeran
Cakrabuana yang berkedudukan sebagai
manggala Cirebon.
Bagian Keduapuluh …
Menceritakan tentang pembunuhan
Pangeran Gung Anom atau Pangeran
Sedang Lautan. Pangeran Gung Anom
yang menikah dengan Ratu Nyawa dari
Demak tidak berputra. Suatu ketika, ia
pergi ke Cirebon melalui jalan laut. Di
tengah laut, dekat pantai Gebang, perahu
yang di tumpanginya diserang oleh
perompak. Pangeran Gung Anom beserta
beserta para pengiringnya dibinasakan,
mayatnya dilempar ke laut dan
terdampar di pesisir Mundu. Pangeran
Gung Anom kemudian dimakam-kan di
Pantai Mundu dan bergelar Pangeran
Sedang Lautan. Atas perintah Susuhunan
Jati, gerombolan perompak akhirnya
dapat dihancurkan oleh kesatuan
bersenjata bala bantuan dari Cirebon di
bawah komando Ki Gedeng Bungko.
Referensi
Cerita Purwaka Caruban Nagari Cirebon
me
Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Cerita_Purwaka_Caruban_Nagari&oldid=15
168234"