(9 WALI ALLAH)
1.SUNAN GRESIK
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama
salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama
Timur.
merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya. Beberapa versi sejarah
pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan
Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama
Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa
Pasucinan, Manyar.
hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan
membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para
bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut sebagai
sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal
dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur
hidup, di ibukota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.
yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam pada masa selanjutnya.
Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya
menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi,
masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau
haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada
prasasti makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan
harisa.
atau Sunan Gresik berasal dari Persia. Syeh Maulana Malik Ibrahim dan Syeh
Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak dari Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro,
atau Syekh Jumadil Qubro. Syeh Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal
di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syeh Jumadil
Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu
mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Syeh Maulana Malik
Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga
belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat
atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup
menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan
tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan
perang saudara.
Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang
istrinya.
Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik,
Jawa Timur.
Tulisan dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut:
menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia lahir 1401 di Champa. Ada dua
mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang terletak di Kamboja.
Pendapat lain, Raffles menyatakan bahwa Champa terletak di Aceh yang kini
bernama Jeumpa.
Menurut beberapa riwayat, orang tua Raden Rahmat, nama lain Sunan
Ampel, adalah Maulana Malik Ibrahim (menantu Sultan Champa dan ipar
Dwarawati). Dalam catatan Kronik Cina dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan Ampel
dikenal sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa
(suku Hui beragama Islam mazhab Hanafi) yang ditugaskan sebagai Pimpinan
Komunitas Cina di Champa oleh Sam Po Bo. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu -
menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat
Sementara itu seorang putri dari Kyai Bantong (versi Babad Tanah Jawi)
alias Syaikh Bantong (alias Tan Go Hwat menurut Purwaka Caruban Nagari)
Raden Fatah. Namun tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ma Hong Fu
dengan Kyai Bantong. Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Ampel disebut Sayyid
Rahmad merupakan keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu Brawijaya yang
Haji Bong Tak Keng), keturunan suku Hui dari Yunnan yang merupakan
Hurairah (cucu raja Champa) pergi ke Majapahit mengunjungi bibi mereka bernama
Dwarawati puteri raja Champa yang menjadi permaisuri raja Brawijaya. Raja
Champa saat itu merupakan seorang muallaf. Raden Rahmat, Raden Santri dan
Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin , nama asli Sunan Ampel adalah
kakaknya yang diambil istri oleh Raja Mapajahit. Raja Majapahit saat itu bernama
Dipati Hangrok dengan mangkubuminya Patih Maudara (kelak Brawijaya VII) . Dipati
menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa sepuluh buah
perahu ke Pasai. Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan jika
Putrinya dijadikan istri Raja Majapahit, tetapi karena takut binasa kerajaannya
akhirnya Putri tersebut diberikan juga. Putri Pasai dengan Raja Majapahit
Pasai. Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk
menetap di wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading. Anak laki-laki dari Putri
Pasai dengan raja Majapahit tersebut kemudian dinikahkan dengan puteri raja Bali.
Putra dari Putri Pasai tersebut wafat ketika istrinya Putri dari raja Bali mengandung
tiga bulan. Karena dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka
ketika lahir bayi ini (cucu Putri Pasai dan Brawijaya VI) dihanyutkan ke laut, tetapi
kemudian dapat dipungut dan dipelihara oleh Nyai Suta-Pinatih, kelak disebut
Pangeran Giri. Kelak ketika terjadi huru-hara di ibukota Majapahit, Putri Pasai pergi
memohon untuk dapat masuk Islam kepada Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu
sendiri merasa perlu meminta izin terlebih dahulu kepada Raja Majapahit tentang
beralih kepada agama Islam. Petinggi daerah Jipang menurut aturan dari Raja
Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada Raja Bungsu. Petinggi
Jipang dan keluarga masuk Islam. Raja Bungsu beristrikan puteri dari petinggi
daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua
seorang perempuan diambil sebagai istri oleh Sunan Kudus (tepatnya Sunan Kudus
Jadi, Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah
ibu. Tetapi dari ayah leluhur mereka adalah keturunan langsung dari Ahmad al-
Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung Demak. Dan
yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak
adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan Sunan Demak, dia merupakan
putra dia dari istri dewi Karimah.Sehingga Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir
tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria
(Pangeran Sotopuro).
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak dan
adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Dia adalah putra
dari Sunan Ampel, dan bersaudara dengan Sunan Bonang. Ketika dewasa, Sunan
Lamongan.
Sunan Drajat yang mempunyai nama kecil Syarifudin atau raden Qosim
pelajaran islam ia menyebarkan agama Islam di desa Drajat sebagai tanah perdikan
di kecamatan Paciran. Tempat ini diberikan oleh kerajaan Demak. Ia diberi gelar
Sunan Mayang Madu oleh Raden Patah pada tahun saka 1442/1520 masehi.
Sunan Drajat bernama kecil Raden Syarifuddin atau Raden Qosim putra
Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam dikuasai, ia mengambil
pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali
tahun.
kemiskinan dan menciptakan kemakmuran. Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah
mempunyai otonomi.
Sebagai penghargaan atas keberhasilannya menyebarkan agama Islam dan
bagi warganya, ia memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan
sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap
1. Memangun resep tyasing Sasoma (kita selalu membuat senang hati orang
lain)
2. Jroning suka kudu éling lan waspada (di dalam suasana riang kita harus tetap
perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala
bentuk rintangan)
keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita
luhur).
6. Mulya guna Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita
7. Mènèhana teken marang wong kang wuta, Mènèhana mangan marang wong
kang luwé, Mènèhana busana marang wong kang wuda, Mènèhana ngiyup
marang wong kang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai,
orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
Dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali pencipta
tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa - sisa gamelan Singo mengkok-nya Sunan
Untuk menghormati jasa - jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali penyebar
agama Islam di wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya serta benda--
mendirikan Museum Daerah Sunan Drajat disebelah timur Makam. Museum ini telah
dan melestarikan warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh Gubernur
Jawa Timur dengan alokasi dana APBD I yaitu pada tahun 1992 dengan pemugaran
Cungkup dan pembangunan Gapura Paduraksa senilai Rp.98 juta dan anggaran
Rp.100 juta 202 ribu untuk pembangunan kembali Mesjid Sunan Drajat yang
diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27 Juni 1993. Pada tahun 1993
dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu berukir, renovasi paséban, balé ranté
serta Cungkup Sitinggil dengan dana APBD I Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang
Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang
adalah sebuah desa di kabupaten Rembang. Nama Sunan Bonang diduga adalah
Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias
Sunan Ampel.
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada
di Desa Bonang. Namun, yang sering diziarahi adalah makamnya di kota Tuban.
Lokasi makam Sunan Bonang ada dua karena konon, saat dia meninggal, kabar
wafatnya dia sampai pada seorang muridnya yang berasal dari Madura. Sang murid
sangat mengagumi dia sampai ingin membawa jenazah dia ke Madura. Namun,
murid tersebut tak dapat membawanya dan hanya dapat membawa kain kafan dan
pakaian-pakaian dia. Saat melewati Tuban, ada seorang murid Sunan Bonang yang
berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang membawa jenazah
tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al
Khayr. Sunan Bonang juga menggubah tembang Tamba Ati (dari bahasa Jawa,
Ada pula sebuah karya sastra dalam bahasa Jawa yang dahulu diperkirakan
merupakan karya Sunan Bonang dan oleh ilmuwan Belanda seperti Schrieke disebut
Het Boek van Bonang atau buku (Sunan) Bonang. Tetapi oleh G.W.J. Drewes,
seorang pakar Belanda lainnya, dianggap bukan karya Sunan Bonang, melainkan
dianggapkan sebagai karyanya. Dia juga menulis sebuah kitab yang berisikan
tentang Ilmu Tasawwuf berjudul Tanbihul Ghofilin. Kitab setebal 234 hlmn ini sudah
Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan
estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan
ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan
transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan
Bonang.
mengembangkan ilmu (dzikir) yang berasal dari Rasullah SAW, kemudian dia
kombinasi dengan kesimbangan pernapasan , yang disebut dengan rahasia Alif Lam
Mim ( ) م ل اyang artinya hanya Allah SWT yang tahu. Sunan Bonang juga
menciptakan gerakan-gerakan fisik atau jurus yang Dia ambil dari seni bentuk huruf
Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan diakhiri huruf Ya'. Ia
menciptakan Gerakan fisik dari nama dan simbol huruf hijayyah adalah dengan
tujuan yang sangat mendalam dan penuh dengan makna, secara awam penulis
nantinya setelah mencapai tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami isi Al-
murid-muridnya untuk melakukan Sujud atau Salat dan dzikir. Hingga sekarang ilmu
Kadilangu, Demak.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun.
Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang
yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan
Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan
salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden
Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau
Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya,
Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan
Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.
juga masih keturunan Arab. Tapi, banyak pula yang menyatakan ia orang Jawa asli.
Van Den Berg menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab yang
menurut Babad Tuban menyatakan bahwa Aria Teja alias 'Abdul Rahman berhasil
mengislamkan Adipati Tuban, Aria Dikara, dan mengawini putrinya. Dari perkawinan
ini ia memiliki putra bernama Aria Wilatikta. Menurut catatan Tome Pires, penguasa
Tuban pada tahun 1500 M adalah cucu dari peguasa Islam pertama di Tuban.
Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said adalah putra Aria Wilatikta. Sejarawan lain
seperti De Graaf membenarkan bahwa Aria Teja I ('Abdul Rahman) memiliki silsilah
dengan Ibnu Abbas, paman Muhammad. Sunan Kalijaga mempunyai tiga anak salah
Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria),
Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah. Maulana Ishak memiliki anak bernama Sunan Giri
perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi.
Dan hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu
hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang
bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti
tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan
Raden Said bahwa Allah tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan
Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin
mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang
ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan
Bonang. Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata
bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk
bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said
tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden
Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu
lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah
menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan
Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka
Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan
diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat
-bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan
akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara
menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana
dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-
gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud,
serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja").
Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid
Kedaton, yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur. Sunan Giri membangun
Giri Kedaton sebagai pusat penyebaran agama Islam di Jawa, yang pengaruhnya
bahkan sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Sunan Giri
memiliki beberapa nama panggilan, yaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan
Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudro. Ia lahir di Blambangan
yang berbeda mengenai silsilah Sunan Giri. Sebagian babad berpendapat bahwa ia
adalah anak Maulana Ishaq, seorang mubaligh yang datang dari Asia Tengah.
Maulana Ishaq diceritakan menikah dengan Dewi Sekardadu, yaitu putri dari Menak
Majapahit.
keturunan Rasulullah SAW, yaitu melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal
Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi
al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah
Putri Pasai (Jeumpa?) dan Dipati Hangrok (alias Brawijaya VI). Perkawinan Putri
Pasai dengan Dipati Hangrok melahirkan seorang putera. Putera ini yang tidak
Pangeran Giri. Putri Pasai adalah puteri Sultan Pasai yang diambil isteri oleh Raja
mubaligh Islam dari Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak
anak yang baru dilahirkannya itu. Lalu, Dewi Sekardadu dengan rela
tidak mendapat respon baik dari dua patih yang sejatinya ingin menyunting dewi
sekardadu (putri tunggal Menak sembuyu sehingga kalau jadi suaminya, merekalah
pewaris tahta kerajaan. Ketika Sunan Giri lahir, untuk mewujudkan ambisinya, kedua
patih membuang bayi sunan giri ke laut yang dimasukkan ke dalam peti.
yakni sabar dan sobir - dan dibawa ke Gresik. Di Gresik, dia diadopsi oleh seorang
saudagar perempuan pemilik kapal, Nyai Gede Pinatih. Karena ditemukan di laut,
(kini di Surabaya) untuk belajar agama kepada Sunan Ampel. Tak berapa lama
setelah mengajarnya, Sunan Ampel mengetahui identitas sebenarnya dari murid
Ibrahim (Sunan Bonang), untuk mendalami ajaran Islam di Pasai. Mereka diterima
oleh Maulana Ishaq yang tak lain adalah ayah Joko Samudro. Di sinilah, Joko
Samudro yang ternyata bernama Raden Paku mengetahui asal-muasal dan alasan
Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal
Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan
Giri.
sampai menjadi kerajaan kecil yang disebut Giri Kedaton, yang menguasai Gresik
Sultan Agung.
seperti Jelungan, dan Cublak Suweng; serta beberapa gending (lagu instrumental
Jawa) seperti Asmaradana dan Pucung. Sunan Giri wafat pada tahun Saka Candra
Sengkala “Sayu Sirno Sucining Sukmo” (1428 Saka) di desa Giri, Kebomas, Gresik.
7. Sunan kudus
Sunan Kudus adalah salah satu penyebar agama Islam di Indonesia yang
tergabung dalam walisongo, yang lahir pada 9 September 1400M/ 808 Hijriah. Nama
lengkapnya adalah nama Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan. Ia adalah putra dari
Nusantara. Bapaknya yaitu Sunan Ngudung adalah putra Sultan di Palestina yang
bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha (Raja Pandita/Raden Santri) yang berhijrah fi
sabilillah hingga ke Jawa dan sampailah di Kekhilafahan Islam Demak dan diangkat
Nama Ja'far Shadiq diambil dari nama datuknya yang bernama Ja'far ash-
Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib yang
Sunan Kudus sejatinya bukanlah asli penduduk Kudus, ia berasal dan lahir di
Al-Quds negara Palestina. Kemudian bersama kakek, ayah dan kerabatnya berhijrah
ke Tanah Jawa.
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan
Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng
Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi
Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim
Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin
Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali
Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir
bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir
bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi
Muhammad Rasulullah.
bermusyawarah akan mendirikan masjid di Demak. Para wali saling berbagi tugas,
semua sudah siap sedia. Hanya Sunan Kali Jaga yang masih ketinggalan, bagian
ke Demak, masjid sudah akan didirikan. Sunan Kali Jaga segera mengumpulkan
sisa-sisa kayu bekas sudah menjadi tiang.Pagi harinya tanggal 1 bulan Dulkangidah
masjid didirikan dengan sengkalan tahun 1428. Kiblat di masjid searah dengan
masjid tadi, ketika para wali sedang berdzikir bersama di masjid itu, Sunan Kudus
duduk khusuk bertafakur di bawah beduk, tiba-tiba ada bungkusan jatuh dari atas-
buku kulit kambing, di dalamnya ada sajadah serta selendang Kanjeng Rasul.”
“Pada waktu itu banyak orang Jawa yang belajar agama Islam, kedigdayaan,
dan kekuatan badan. Ada dua orang guru yang terkenal, yaitu Sunan Kali Jaga dan
Sunan Kudus. Sunan Kudus itu muridnya tiga orang, yaitu Arya Penansang di
Jipang, Sunan Prawata, dan Sultan Pajang. Yang paling disayang adalah Arya
Penansang.
membunuh sesama guru itu, hukumnya apa?” Perlahan jawab Arya Penangsang,
“Hukumnya harus dibunuh, tetapi saya belum tahu siapa yang berbuat demikian itu.”
perintah Sunan Kudus, bersedia membunuh Sunan Prawata. Ia lalu mengutus abdi
sedang sakit dan bersandar pada istrinya. Setelah melihat Rangkud Sunan Prawata
bertanya, “Kamu itu orang siapa?” Rangkud menjawab, “Saya adalah utusan Arya
terserah, tetapi saya sendiri sajalah yang engkau bunuh, jangan mengikutkan orang
lain.” Rangud lalu menusuk sekuat-kuatnya. Dada Sunan Prawata tembus sampai
istrinya terluka, segera mencabut kerisnya yang bernama Kyai Betok, lalu
pangkal keris), ia jatuh di tanah lalu tewas. Sunan Prawata dan isterinya juga
begitu tega membunuh Sunan Prawata sebab ayahnya juga dibunuh oleh Sunan
Prawata, saat pulang dari sholat Jum'at. Ia dicegat di tengah jalan oleh utusan
Sunan Prawata bernama Sura Yata. Ki Sura Yata tadi juga sudah dibunuh oleh
Nyamat. Dia begitu tidak terima atas kematian saudara laki-lakinya itu. Lalu
Kudus. Lalu jawab Sunan Kudus, “Kakakmu itu sudah hutang pati pada Arya
Penangsang. Sekarang tinggal membayar hutang itu saja.” Ratu Kali Nyamat
mendengar jawaban Sunan Kudus itu sangat sakit hatinya. Lalu kembali pulang. Di
tengah jalan dibegal utusannya Arya Penansang. Laki-lakinya dibunuh. Ratu Kali
Nyamat sangat terpukul hatinya. Sebab baru saja kehilangan saudaranya, lalu
kehilangan suaminya. Ia jadi sangat menderita. Lalu bertapa telanjang di Bukit Dana
Raja. Sebagai ganti kain untuk menutup auratnya adalah rambutnya yang diurai.
Ratu Kalinyamat berprasetia tidak mau memakai kain selama hidup jika Arya
kekayaannya.
Penangsang, Sunan Kudus berkata, “Kakakmu Sunan Prawata dan Kali Nyamat
sekarang sudah mati, tapi belum lega rasanya kalau belum menguasai tanah Jawa
semua. Jika masih ada adikmu Sultan Pajang saya kira tidak mungkin bisa jadi raja,
sebab dia adalah penghalang.” Arya Penansang berkata, “Jika diperkenankan atas
izin Sunan Kudus, Pajang akan saya gempur dengan perang, adik saya di Pajang
akan saya bunuh supaya tidak ada penghalang.” Sunan Kudus menjawab,
“Maksudmu itu saya kurang setuju sebab akan merusak negara serta banyak
korban. Adapun maksud saya, kakakmu di Pajang bisa mati, secara diam-diam saja,
jangan diketahui banyak orang.” Arya Penangsang menjawab sangat setuju. Lalu
mengutus abdi pengawal untuk menculik dan membunuh Sultan Pajang. Utusan
segera berangkat. Datang di Pajang tengah malam, lalu masuk ke dalam istana.
Sultan Pajang sedang tidur berselimut kain kampuh, jarik/kain sarung. Para istrinya
tidur di bawah. Utusan menerjang dan menusuk dengan sekuat tenaga. Sultan
Pajang tidak mempan (kebal), masih enak tidur saja. Kain yang digunakan untuk
berselimut itu pun tidak tertembus. Para isrti terkejut, bangun, menangis, dan
menjerit. Sultan Pajang terkejut juga dan bangun. Kain selimut terlempar menerpa
para utusan itu, mereka terjatuh terkapar di tanah, tidak ada yang dapat pergi.
islamiyahnya yang dikenal dengan pendekatan kultural yang begitu kuat. Hal ini
sangat nampak jelas pada Menara Kudus yang merupakan hasil akulturasi budaya
antara Hindu-China-Islam yang sering dikatakan sebagai representasi menara
Roland Barthes disebut dengan mitos (myth), yang merupakan system komunikasi
yang memuat pesan (sebuah bentuk penandaan). Ia tak dibatasi oleh obyek
pesannya, tetapi cara penuturan pesannya. Mitos Sunan Kudus selain dapat ditemui
pada peninggalan benda cagar budayanya, juga bisa ditemukan di dalam sejarah,
gambar, legenda, tradisi, ekspresi seni maupun cerita rakyat yang berkembang di
kalangan masyarakat Kudus. Kini ia populer sebagai seorang wali yang toleran, ahli
Sosok Sunan Kudus begitu sentral dalam kehidupan masyarakat Kudus dan
pondasi pengajaran keagamaan dan kebudayaan yang toleran. Tak heran, jika
hingga sekarang makam ia yang berdekatan dengan Menara Kudus selalu ramai
diziarahi oleh masyarakat dari berbagai penjuru negeri. Selain itu, hal tersebut
sebagai bukti bahwa ajaran toleransi Sunan Kudus tak lekang oleh zaman dan justru
setempat. Beberapa nilai toleransi yang diperlihatkan oleh Sunan Kudus terhadap
Bukan saja melarang untuk menyembelih, sapi yang notabene halal bagi kaum
muslim juga ditempatkan di halaman masjid kala itu. Langkah Sunan Kudus tersebut
tentu mengundang rasa simpatik masyarakat yang waktu itu menganggap sapi
untuk bertanya banyak hal lain dari ajaran yang dibawa oleh ia. Lama-kelamaan,
bermula dari situ, masyarakat semakin banyak yang mendatangi masjid sekaligus
Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan sebuah mesjid di desa Kerjasan,
Kota Kudus, yang kini terkenal dengan nama Masjid Agung Kudus dan masih
bertahan hingga sekarang. Sekarang Masjid Agung Kudus berada di alun-alun kota
Kudus Jawa Tengah. Peninggalan lain dari Sunan Kudus adalah permintaannya
kepada masyarakat untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul
kurban sapi dengan memotong kurban kerbau, pesan untuk memotong kurban
kerbau ini masih banyak ditaati oleh masyarakat Kudus hingga saat ini.
Pada tahun 1550, Sunan Kudus meninggal dunia saat menjadi Imam sholat
Menurut beberapa riwayat, dia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah
dengan Dewi Soejinah, putri Sunan Ngandung. Nama Sunan Muria sendiri
diperkirakan berasal dari nama gunung (Gunung Muria), yang terletak di sebelah
Ada suatu cerita : Pada saat SUNAN MURIA atau RADEN Umar Said
ketika seorang pemuda datang berkunjung. Tanpa tedeng aling-aling, pemuda itu,
Raden Bambang Kebo Anabrang, mengaku sebagai putra Raden Umar. Raden
sebelum Raden Umar mengaku sebagai ayahnya. Karena terus didesak, Raden
Umar akhirnya mengalah. Tapi dengan satu syarat: Kebo Anabrang harus
kilometer.
Berkat kesaktian Kebo Anabrang, pintu gerbang itu enteng saja dipikulnya.
Tetapi, dalam perjalanan, Kebo Anabrang dihadang Raden Ronggo dari Kadipaten
Pasatenan Pati. Raden Ronggo juga memerlukan gerbang itu untuk mempersunting
Roro Pujiwati, putri Kiai Ageng Ngerang. Siapa saja yang sanggup membawa
Raden Umar terpaksa turun langsung melerai pertengkaran itu. ''Siapa yang
sanggup mengangkat pintu gerbang, dialah yang berhak,'' kata Raden Umar.
Ternyata, hanya Kebo Anabrang yang sanggup mengangkatnya. Ia pun melanjutkan
perjalanan.
Desa Muktiharjo, yang bejarak lima kilometer dari kota Pati. Konon, sampai kini pintu
Itulah satu cuplikan cerita rakyat tentang Raden Umar Said, yang tak lain
adalah Sunan Muria. Padepokannya di Colo terletak di lereng Gunung Muria, sekitar
800 meter di atas permukaan laut. Toh, kalaupun Kebo Anabrang berhasil, ia akan
sulit menuliskan silsilahnya. Maklum, sampai kini belum ada telaah yang jelas
Satu versi menyebutkan, Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Ahli
sejarah A.M. Noertjahjo (1974) dan Solihin Salam (1964, 1974) yakin dengan versi
Saroh binti Maulana Is-haq memperoleh tiga anak, yakni Sunan Muria, Dewi
negara Islam di Nusantara (1968), Prof. Dr. Slamet Muljana menyebutkan ayah
Sunan Muria, Sunan Kalijaga, tak lain seorang kapitan Tionghoa bernama Gan Sie
Cang. Sunan Muria disebut ''tak pandai berbahasa Tionghoa karena berbaur dengan
suku Jawa''.
Kong, Semarang, pada 1928. Pemerintahan Orde Baru ketika itu khawatir
penemuan Slamet ini mengundang heboh. Akibatnya, karya Slamet itu masuk dalam
daftar buku yang dilarang Kejaksaan Agung pada 1971. Sayang sekali, belum ada
Sunan Kalijaga, menyelusup lewat berbagai tradisi kebudayaan Jawa. Misalnya adat
kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian anggota keluarga, seperti nelung
menyuguhkan sesaji diganti dengan doa atau salawat. Sunan Muria juga berdakwah
lewat berbagai kesenian Jawa, misalnya mencipta macapat, lagu Jawa. Lagu sinom
dan kinanti dipercayai sebagai karya Sunan Muria, yang sampai sekarang masih
lestari.
Islam. Karena itulah, Sunan Muria lebih senang berdakwah pada rakyat jelata
ketimbang kaum bangsawan. Maka daerah dakwahnya cukup luas dan tersebar.
Mulai lereng-lereng Gunung Muria, pelosok Pati, Kudus, Juana, sampai pesisir
utara.
Cara dakwah inilah yang menyebabkan Sunan Muria dikenal sebagai sunan
yang suka berdakwah topo ngeli. Yakni dengan ''menghanyutkan diri'' dalam
masyarakat. Sampai kini, kompleks makam Sunan Muria, yang terletak di Desa
Colo, tak pernah sepi dari penziarah. ''Kurang lebih ada sekitar 15.000 penziarah
tiap hari,'' tutur Muhammad Shohib, Ketua Yayasan Masjid dan Makam Sunan
Muria.
9. Sunan gunung jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450 M, namun
ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung Jati
adalah salah satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo. Sunan
Barat.
Sunan Gunung Jati bernama Syarif Hidayatullah, lahir sekitar tahun 1450.
Ayahnya adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar, seorang
Mubaligh dan Musafir besar dari Gujarat, India yang sangat dikenal sebagai Syekh
Maulana Akbar bagi kaum Sufi di tanah air. Syekh Maulana Akbar adalah putra
Ahmad Jalal Syah putra Abdullah Khan putra Abdul Malik putra Alwi putra Syekh
Ibu Sunan Gunung Jati adalah Nyai Rara Santang (Syarifah Muda'im) yaitu
putri dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Nyai Subang Larang, dan
merupakan adik dari Kian Santang dan Pangeran Walangsungsang yang bergelar
Cakrabuwana / Cakrabumi atau Mbah Kuwu Cirebon Girang yang berguru kepada
Syekh Datuk Kahfi, seorang Muballigh asal Baghdad bernama asli Idhafi Mahdi bin
spiritual dari kakek buyutnya Syekh Maulana Akbar sehingga ketika telah selesai
Tempat mana saja yang dikunjungi masih diperselisihkan, kecuali (mungkin) Mekah
dan Madinah karena ke 2 tempat itu wajib dikunjungi sebagai bagian dari ibadah haji
untuk umat Islam. Babad Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuwana
membangun kota Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur
Tengah Raden Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati mengambil peranan
mambangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru
dari Bupati Banten ketika itu bernama Nyai Kawunganten. Dari pernikahan ini, ia
mendapatkan seorang putri yaitu Ratu Wulung Ayu dan Maulana Hasanuddin yang
Dalam usia muda, Sunan Gunung Jati ditinggal mati oleh ayahnya. Ia
ditunjuk untuk menggantikan kedudukannya sebagai raja mesir. Tapi anak mudah
yang masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Ia dan ibunya bermaksud untuk
diberikan kepada adiknya, yaitu Syarif Nurullah. Sewaktu berada di mesir, syarif
hidayatullah berguru kepada beberapa ulama besar di daratan timur tengah. Dalam
usia sangat muda, ilmunya sudah sangat banyak. Maka, ia tidak merasa kesulitan
Indramayu, kurang lebih berjarak 4 km dari pusat Kota Cirebon ke arah utara,
Jawa Barat.