Anda di halaman 1dari 16

Biografi Walil Songo

1.Sunan Gresik
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim adalah sosok ulama pertama yang diberi gelar
sebagai Wali Songo. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah
nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam
di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapura, kota Gresik, Jawa Timur.
Tidak terdapat bukti sejarah yang meyakinkan mengenai asal keturunan Maulana Malik
Ibrahim, meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia bukanlah orang Jawa asli. Sebutan
Syekh Maghribi yang diberikan masyarakat kepadanya, kemungkinan menisbatkan asal
keturunannya dari Maghrib, atau Maroko di Afrika Utara.

Kelahiran Sunan Gresik


Dalam biografi Sunan Gresik disebutkan dalam Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma
menyebutnya dengan nama Makhdum Ibrahim as-Samarqandy, yang mengikuti pengucapan
lidah Jawa menjadi Syekh Ibrahim Asmarakandi. Ia memperkirakan bahwa Maulana Malik
Ibrahim atau Sunan Gresik lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14.
Mulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal berasal dari Arabia.Ia merupakan keturunan dari
Jenal Abidin, dan sepupu Raja Chermen (sebuah negara Sabrang), telah menetap bersama
para Mahomedans lainnya di Desa Leran di Janggala.
kemungkinan pendapat yang terkuat adalah berdasarkan pembacaan J.P. Moquette atas baris
kelima tulisan pada prasasti makamnya di desa Gapura Wetan, Gresik; yang mengindikasikan
bahwa ia berasal dari Kashan, suatu tempat di Iran sekarang.
Terdapat beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik Ibrahim. Ia pada umumnya
dianggap merupakan keturunan Rasulullah SAW; melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali
Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja’far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib,
Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah,
Alwi ats-Tsani, Ali Khali’ Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul
Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar
al-Husain (Maulana Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim.

Menyebarkan Agama Islam


Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan
agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior diantara para Walisongo lainnya.
Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang.
Daerah yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran,
Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan
agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa
Pasucinan, Manyar.
Dalam biografi Sunan Gresik disebutkan bahwa Pertama-tama yang dilakukannya ialah
mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa
diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari.
Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan
hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat
keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.

Menjadi Pedagang
Maulana Malik Ibrahim Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan
desa Roomo, Manyar.Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan
masyarakatSetelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian
melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak
masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di
pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura.
Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat menurut
Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibukota Majapahit telah banyak
orang asing termasuk dari Asia Barat.
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan
menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren
yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya.

Legenda Rakyat
Maulana Malik Ibrahim berasal dari Persia. Maulana Malik Ibrahim Ibrahim dan Maulana
Ishaq disebutkan sebagai anak dari Maulana Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro.
Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari
Raden Paku atau Sunan Giri.
Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu
mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke
ChamMaulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa. selama tiga belas tahun. Ia
menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan
Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri.
Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan
meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan
agama Islam di pulau Jawa.
Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat terkadang juga disebut dengan nama Kakek
Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, dan
berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah
dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.
Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib, diceritakan
bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar
kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419
Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa
Timur. Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim
2.Sunan Ampel
Kelahiran Sunan Ampel
Sunan Ampel yang benama asli Sayyid Ali Rahmarullah atau Raden Rahmat, lahir di
Champa, Vietnam pada tahun 1401 dari pasangan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
dengan Siti Fatimah binti Ali Nurul.
Nama Ampel sendiri identik dari nama tempat yang ditempatinya, yakni daerah Ampel atau
Ample Denta yang sekarang menjadi bagian dari Surabaya.Sunan Ampel menikah dengan
putri seorang adipati di Tuban yang bernama Nyai Ageng Manila. Dari perkawinannya,
mereka dikaruniai beberapa putra dan putri, di antaranya adalah Sunan Bonang dan Sunan
Drajat.
Asal-Usul suna ampel
Sunan Ampel adalah putra dari Syekh Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy dengan Dyah
Candrawulan. Ibrahim As-Samarqandy merupakan putra Jamaluddin Akbar al-Husaini.
Sunan Ampel juga keponakan Dyah Dwarawati, istri Bhre Kertabhumi Raja Majaphit
Syekh Jumadil Qubro, dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak
bersama sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro tetap
di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan, dan adiknya Maulana
Ishak mengislamkan Samudra Pasai.
Di Kerajaan Champa, Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang
akhirnya mengubah Kerajaan Champa menjadi kerajaan Islam. Akhirnya dia dijodohkan
dengan putri raja Champa (adik Dyah Dwarawati), dan lahirlah Raden Rahmat. Di kemudian
hari Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa tanpa diikuti keluarganya.
Sunan Ampel (Raden Rahmat) datang ke pulau Jawa pada tahun 1443, untuk menemui
bibinya, Dyah Dwarawati. Dyah Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah
dengan raja Majapahit yang bergelar Bhre Kertabhumi.
Sunan Ampel menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban yang
bernama Arya Teja. Mereka dikaruniai 4 orang anak, yaitu, Putri Nyai Ageng Maloka,
Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) Syarifah (istri dari
Sunan Kudus).
Setrategi Dakwah
Sunan Ampel termasuk salah satu pendakwah yang sangat cerdas karena beliau memiliki
beragam cara dalam berdakwah.
Beliau seolah tidak pernah kehabisan akal dalam berdakwah.
Beberapa cara berdakwah Sunan Ampel, yaitu:
1. Lima Ajaran Dasar yang Diajarkan Sunan Ampel
Ada lima ajaran dasar dari Sunan Ampel yang sangat populer di Jawa yakni moh limo.
Moh limo dalam bahasa Jawa memiliki arti moh yang berarti tidak mau dan limo yang
artinya lima.
Arti dari moh limo ini, yaitu:
1. moh main, artinya tidak berjudi.
2. moh ngombe, artinya tidak mabuk.
3. moh maling, artinya tidak mencuri.
4. moh madat, artinya tidak mengisap candu atau obat-obatan.
5. moh madon yang artinya tidak melakukan zina.
6. Penerapan ajaran dasar ini bukan tanpa alasan.
Di masa itu, kebanyakan masyarakat Jawa menganut animisme, yaitu kepercayaan terhadap
makhluk-makhluk halus dan roh gaib.
Selain itu, tradisi seperti sambung ayam, berjudi, hingga bersemadi masih kental di tanah
Jawa. Tentu saja kepercayaan ini bertolak belakang dengan ajaran Islam.
Dengan adanya lima ajaran dasar tersebut, Sunan Ampel berharap masyarakat Jawa bisa
terhindar dari hal-hal buruk seperti mabuk, berjudi, berzina, maling, dan menggunakan obat
terlarang.
2.Melakukan Pendekatan kepada Tokoh Masyarakat
Cara lain Sunan Ampel dalam berdakwah, yaitu dengan melakukan pendekatan terhadap
tokoh-tokoh masyarakat dan orang-orang yang berpengaruh di Pulau Jawa.Inilah yang
menjadikannya mendapat julukan sebagai wali pendakwah di jalur politik.
Selain melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat, Sunan Ampel juga melakukan
dakwah dengan cara membangun jaringan kekerabatan secara lebih luas.Caranya, yaitu
dengan menikahkan anak-anaknya dengan orang-orang penting di Pulau Jawa.
Sunan Ampel sendiri menikahi anak perempuan Bupati Tuban yang bernama Nyai Ageng
Manila.Istri keduanya adalah Dewi Karimah yang merupakan puteri dari Ki Wiroseroyo yang
merupakan tokoh besar di tanah Jawa.
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak dan dimakamkan di sebelah
barat Masjid Ampel, Surabaya.
3.Sunan Giri
Kelahiran
Sunan Giri adalah nama salah seorang Walisongo dan pendiri kerajaan Giri Kedaton,yang
berkedudukan di daerah Gresik,Jawa Timur. Sunan Giri membangun Giri Kedaton sebagai
pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa yang pengaruhnya bahkan sampai ke Madura,
Lombok,Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Sunan Giri memiliki beberapa nama panggilan, yaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan
Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudro. Ia lahir di Blambangan tahun 1442 dan
dimakamkan di desa Giri, Kebomas Gresik.
Asal-Usul
Sunan Giri adalah salah seorang ulama Wali Songo, majelis penyebar dakwah Islam pertama
di Jawa dalam sejarah Indonesia atau Nusantara, pada abad ke-14 Masehi seiring munculnya
Kesultanan Demak dan menjelang runtuhnya Kerajaan Majapahit. Selain sebagai ulama dan
pendakwah yang giat menyebarkan syiar Islam, Sunan Giri ternyata juga bertakhta sebagai
seorang raja dengan Prabu Satmoto. Ia memerintah Kerajaan Giri Kedaton pada 1487-1506,
berkedudukan di Gresik, Jawa Timur. Sunan Giri punya banyak nama lain atau julukan, di
antaranya adalah Joko Samudro, Raden Paku, dan Muhammad Ainul Yaqin. Sebelum
menyebarkan Islam, ia berguru kepada Sunan Ampel di Pesantren Ampeldenta, Surabaya. Di
pondok pesantren itu, keilmuan Sunan Giri ditempa. Kharismanya sebagai bangsawan juga
kian kuat karena belajar dari Sunan Ampel yang saat itu juga berstatus sebagai penguasa
Surabaya, anggota senior Wali Songo pula. Ketika kerajaan Majapahit terpecah-pecah
menjadi kadipaten-kadipaten kecil, Sunan Giri mempertahankan kemerdekaan wilayahnya
dan mengangkat dirinya sebagai penguasa Giri Kedaton hingga ia wafat pada 1506 M.
Setrategi Dakwah
Upaya Sunan Giri dalam berdakwah melalui pendidikan dilakukan dengan mendirikan
pesantren. Aktivitas dakwahnya dimulai di daerah Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten
Gresik, Jawa Timur.
Di tempat ini, ia mendirikan pondok pesantren pertama di Gresik, yang kemudian
berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan atau kerajaan yang disebut Giri Kedaton.
Sejak didirikan pada akhir abad ke-15, Pesantren Giri menjadi pusat penyebaran agama Islam
yang terkenal di Jawa dan pengaruhnya sangat kuat di wilayah Indonesia bagian timur.
Bahkan santri-santrinya datang dari Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Inti ajaran yang disampaikan Sunan Giri adalah tentang akidah dan ibadah dengan
pendekatan fikih.
Wafat
Dimakamkan di perbukitan Desa Giri yang berlokasi di Gresik, beliau meninggal pada tahun
1506 M. Makam ini memiliki cungkup, membuat lokasi ini bernuansa mulia dan penuh
wibawa. Dari segi tata kelola keruangan arkeologis, daerah komplek makam dapat dibagi
menjadi tiga yaitu Gapura Bentar dengan Kala Makara yang membentuk sepasang naga,
Gapura Bentar yang sudah tidak memiliki bentuk dan Gapura Padurakasa. Cungkup makam
Sunan Giri sendiri merupakan area inti dari komplek.
4.Sunan Bonang
Kelahiran Dan Asal Usul
Sunan Bonang memiliki nama asli Raden Makdum Ibrahim yang tumbuh dalam asuhan
keluarga ningrat yang agamis. Beliau lahir pada tahun 1465 M di Surabaya.
Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang merupakan putra keempat Raden Rahmat atau
Sunan Ampel. Ibunya bernama Nyai Ageng Manila (Dewi Condrowati), yang merupakan
putri dari Bupati Tuban, Arya Teja.
Sunan Ampel adalah pendiri Pesantren Ampeldenta, sehingga pendidikan Islam diperoleh
Sunan Bonang adalah ayahnya sendiri. Tak heran jika Sunan Ampel sudah mempersiapkan
Sunan Bonang untuk meneruskan kegiatan dakwahnya dalam menyebarkan Agama Islam.
Setrategi Dakwah
Gamelan menjadi salah satu media dakwah yang digunakan oleh Sunan Bonang. Berbeda
dari gamelan yang sudah ada sejak zaman Hindu-Buddha, Sunan Bonang menambahkan
rebab dan bonang sebagai pelengkap dari gamelan Jawa.
Dengan musik yang dilantunkan lewat gamelan buatan Sunan Bonang, ajaran agama Islam
pun lebih mudah diterima oleh masyarakat setempat.
Selain lewat gamelan, Sunan Bonang juga menyampaikan dakwah Islam melalui lagu. Lagu
ciptaan Sunan Bonang yang bertajuk "Tombo Ati" berisi hukum-hukum serta kewajiban yang
perlu dilakukan oleh umat Muslim.
Cara lain yang dilakukan oleh Sunan Bonang dalam dakwahnya adalah lewat karya sastra,
salah satunya adalah Suluk Wujil, yang dipengaruhi oleh kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al
Khayr. Suluk Wujil adalah karya spiritual yang berisikan tasawuf sebagai media pengajaran
agama Islam.
Wafat
Sunan Bonang kemudian wafat di usia 60 tahun pada tahun 1525 M. Makam dari Sunan
Bonang terdapat di empat tempat, yaitu di Tuban, Lasem, Bawean, dan Madura. Makam
Sunan Bonang hingga saat ini masih dikunjungi banyak peziarah dari seluruh Indonesia.
5.Sunan Kalijaga
Biografi Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga lahir dengan nama Raden Said pada sekitar 1450 Masehi. Dia merupakan
putra dari Bupati Tuban, yakni Tumenggung Wilatikta. Saat remaja Raden Said dikenal
sebagai anak yang nakal, suka berjudi, mencuri, mabuk-mabukan, dan perbuatan tercela
lainnya.
Perbuatan ini jelas membuat malu ayahnya yang merupakan seorang penguasa dan
bangsawan Tuban. Tak lama dia pun diusir oleh orang tuanya untuk meninggalkan rumah.
Namun, setelahnya perilaku Raden Said justru semakin menjadi. Dia semakin sering
membuat kerusuhan, kegaduhan, dan merampok harta.
Meski demikian, target rampokannya bukanlah orang miskin tetapi orang kaya yang enggan
bersedekah dan mengeluarkan zakat. Hasil rampokan sebagian besar dibagikannya kepada
orang-orang miskin. Dari sinilah Raden Said dikenal dengan julukan "Lokajaya" yang berarti
si penguasa wilayah
Perilaku tercelanya berubah ketika Raden Said berniat untuk merampok Sunan Bonang.
Sunan Bonang memberinya nasihat bahwa perbuatannya jelas melanggar perintah Allah
SWT. Semenjak itu, Raden Said pun menjadikan Sunan Bonang sebagai guru untuk
mendalami ajaran agama Islam.
Setrategi Dakwah
Perjalanan dakwah Sunan Kalijaga berawal dari Cirebon, tepatnya di Desa Kalijaga. Dia
memiliki misi untuk menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk Indramayu dan
Pamanukan. Julukan Sunan Kalijaga pun disematakan kepadanya karena basis dakwahnya
yang berada di Desa Kalijaga.
Sunan Kalijaga mengenalkan Islam dengan cara yang sangat lembut tanpa adanya paksaan.
Dia menyebarkan ajaran Islam ke masyarakat setempat dengan memasukkannya ke dalam bu
Sunan Kalijaga sangat mahir menjadi dalang dan menggelar pertunjukan wayang. Dia bahkan
memiliki beberapa julukan, yakni Ki Dalang Sida Brangti, Ki Dalang Kumendung, Ki Dalang
Bengkok, dan Ki Unehan.
Alih-alih mematok tarif harga kepada para pengunjung, Sunan Kalijaga justru cukup
mensyaratkan untuk menyebut dua kalimat syahadat atau Kalimosodo sebagai tiket
masuknya.
Selain menjadikan kesenian wayang sebagai sarana dakwah, Sunan Kalijaga juga
menggunakan gamelan, seni ukir, serta seni suara. Beberapa tembang populer ciptaannya
adalah Ilir-ilir dan Gundul-Gundul Pacul yang berisi pesan moral keislaman.daya lokal, salah
satunya kesenian wayang
Tidak hanya itu, dia juga menggagas baju takwa atau sekarang dikenal sebagai baju surjan,
grebeg maulud, perayaan sekatenan, serta lakon Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu.
Wafat
Sunan Kalijaga wafat pada tanggal 10 Muharram/Sura tahun 1513

6.Sunan Kudus
Sunan Kudus dengan nama asli Sayyid Jafar Shadiq Azmatkhan ini lahir di salah satu kota
santri daerah Jawa Tengah.ia lahir pada tahun 1400 masehi jawa tengah.Beliau adalah
seorang anak dari Sunan Ngudung atau Raden Usman Hajji, yakni panglima perang
Kesultanan Demak.
Ayah Sunan Kudus adalah putra kandung Sultan Sayyid Fadhal Ali Murtazha, kemudian
melakukan hijrah ke tanah Jawa untuk menyebarkan agama Islam.Perjalanan ayah Sunan
Kudus sangat erat kaitannya dengan Sunan Ampel yang pada saat itu mengajarkan ilmu
agama kepada Sunan Kudus.
Istri beliau adalah adik dari Maulana Mahkdum Ibrahim atau sunan Bonang yang sama-sama
berguru ke sunan Ampel. Dan beliau menikah dengan anak sunan Ampel yaitu Siti Syarifah
(Nyai Ageng Maloka).Guru lainnya, yakni Kyai Telingsing, yakni ulama berasal dari China
untuk menyebarkan Islam bersama Cheng Hoo.
Jafar Shadiq memiliki kecerdasan luar biasa sehingga menduduki posisi bagus di Kesultanan
Demak. Antara lain, yakni penasihat khalifah, qadhi, panglima perang, mufti, Imam besar,
mursyid tarekat.Sunan Kudus juga berguru bersama sunan Muria kepada sunan Ngerang (Ki
Ageng Ngerang), yaitu kakek dari Ki Ageng Mertani sebagai pemikir utama terbentuknya
Mataram.
Setrategi Dakwah
Sunan Kudus menerapkan strategi serupa dengan Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Beliau
membiarkan terlebih dahulu kepercayaan yang telah ada dan adat istiadat yang sulit untuk
diubah. Mereka setuju untuk tidak menggunakan jalan yang radikal dan penuh dengan
kekerasan untuk menghadapi tipe masyarakat yang seperti itu.
Tut Wuri Handayani memiliki makna untuk mengikuti dari belakang setiap kelakuan dan adat
istiadat masyarakat, tetapi selalu diusahakan untuk memengaruhi sedikit demi sedikit. Tut
Wuri Hangiseni, mengikuti dari belakang sambil mengisi ajaran dari Islam. Hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadi konfrontasi langsung dalam menyebarkan agama Islam.
Pada akhirnya dapat dikatakan merubah kepercayaan dan adat istiadat masyarakat yang tidak
pas dengan Islam, namun tidak menghalau masyarakat tersebut dari umat Islam. Masyarakat
yang sudah memeluk agama Islam harus bisa untuk berusaha dalam menarik simpati
masyarakat lainnya agar tertarik dan mau mendekat dengan agama Islam.
Strategi dakwah tersebut berbeda dengan yang ditetapkan oleh Sunan Ampel, strategi tersebut
disebut sebagai kaum Aliran Tuban atau Aliran Abangan.
Wafat
Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M. Beliau meninggal dalam keadaan yang sangat
diinginkan oleh setiap umat muslim. Sunan Kudus meninggal dunia dalam posisi sujud ketika
menjadi imam sholat subuh di masjid, tepatnya Masjid Menara Kudus. Beliau di makamkan
di area Masjid Menara Kudus. Sampai saat ini, banyak orang yang selalu datang untuk
berziarah ke makam beliau. Makam Ja’far Shodiq terletak di belakang bangunan utama.
Untuk masuk ke dalam komplek makam, ada akses tersendiri yang bisa dilewati, namun, bisa
juga melewati gapura di samping kiri Masjid Menara Kudus.
7.Sunan Drajat
Kelahiran
Menurut buku-buku sejarah walisongo, nama asli Sunan Drajat yaitu Raden Qosim. Beliau
lahir sekitar tahun 1470 M, dan merupakan putra dari Sunan Ampel bersama Nyai Ageng
Manila atau Dewi Condrowati.
Asal-Usul
Sunan Drajat merupakan anak kedua dari lima bersaudara, bersama dengan Sunan Bonang,
Siti Muntisiyah (istri dari Sunan Giri), Nyai Ageng Maloka (istri dari Raden Patah), dan istri
dari Sunan Kalijaga.
Dari silsilah Sunan Ampel, maka Sunan Drajat termasuk cucu dari Syekh Maulana Malik
Ibrahim, seorang perintis dan pelopor pertama yang membawa Islam di tanah Jawa.
Sementara itu, Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Asmarakandi merupakan anak dari
seorang ulama besar dari Persia, yakni Syekh Jamaludin Akbar atau Jumadil Kubro yang
dipercaya sebagai keturunan ke-10 Sayidina Husein, cucu dari Nabi Muhammad SAW.
Ibu dari Sunan Drajat merupakan putri dari adipati Tuban yaitu Arya Teja IV, dan masih
memiliki nasab dengan Ronggolawe. Ketika masih muda Sunan Drajat sering dipanggil
dengan nama Raden Syarifuddin.
Selain itu beliau juga memiliki gelar Sunan Mayang Madu yang diberikan oleh Sultan Demak
pertama (Raden Patah), dan masih banyak gelar lainnya seperti Sunan Muryapada, Maulana
Hasyim, dan Syekh Masakeh.
Setrategi Dakwah
1. MENJADI BAGIAN TERPENTING DALAM MASYARAKAT
Untuk bisa dihormati dan diikuti oleh masyarakat maka Sunan Bonang menjadi bagian
terpenting dalam lingkungan dakwahnya. Dalam beberapa naskah disebutkan bahwa beliau
menikahi putri-putri dari petinggi desa atau wilayah kabupaten.
Dengan demikian maka cukup mudah bagi beliau untuk mengajak pemimpin dan rakyatnya
masuk dalam agama Islam, atau mengajak orang-orang yang lebih kaya untuk menginfakkan
sebagian harta mereka pada fakir miskin.
Selain itu, beliau juga mampu mengambil hati masyarakat dengan menyembuhkan warga
yang sakit melalui doa dan juga ramuan tradisional.
Beliau juga terkenal dengan kesaktiannya, terbukti dengan adanya Sumur Lengsanga di
daerah Sumenggah, yang diciptakan dari sembilan lubang bekas umbi hutan yang dicabut dan
akhirnya memancarkan air bening untuk menghilangkan dahaga para pengikutnya selama
perjalanan.
2. MENGAYOMI MASYARAKAT
Sunan Drajat kerap sekali memperhatikan rakyatnya, terutama setelah pembukaan lahan baru
di perbukitan Drajat. Beliau sering melakukan ronda atau mengitari perkampungan di malam
hari untuk mengamankan dan melindungi rakyatnya dari gangguan makhluk halus yang
sering meneror warga.
Bahkan setelah sholat ashar, beliau juga sering berkeliling sembari berzikir dan
mengingatkan penduduk untuk menghentikan pekerjaan mereka, serta mengajak untuk
melaksanakan sholat maghrib.
3. MENGENTASKAN KEMISKINAN RAKYAT
Sunan Drajat terkenal dengan jiwa sosialnya yang tinggi dengan selalu memperhatikan kaum
fakir miskin. Sesuai dengan namanya Al-Qosim yang berarti orang yang suka memberi harta
warisan, rampasan perang, dan sebagainya.
Ajaran Sunan Drajat lebih ditekankan pada kesejahteraan masyarakat berupa kedermawanan,
solidaritas, gotong royong, menciptakan kemakmuran, dan pengentasan kemiskinan. Setelah
hal itu terwujud barulah beliau memberikan ajaran dan pemahaman tentang Islam.
Wafat
Selama 36 tahun, Sunan Drajat menghabiskan sisa hidupnya untuk mengajarkan Islam di
Ndalem Duwur. Beliau wafat sekitar tahun 1522 M dan dimakamkan di perbukitan Drajat,
Paciran, Lamongan. Makam beliau terletak di posisi paling tinggi dan berada di belakang
8.Sunan Muria
Kelahiran dan Asal-Usul
Sunan Muria lahir pada sekitar tahun 1450. ia merupakan putera dari Sunan Kalijaga melalui
pernikahannya bersama Dewi Saroh, yang merupakan puteri dari Syekh Maulana Ishak,
seorang ulama terkenal di Samudra Pasai Aceh. Dengan demikian maka Sunan Muria masih
merupakan keponakan dari Sunan Giri. Saat masih kecil, Sunan Muria memiliki nama Raden
Prawoto. Selain itu, beliau juga sering dipanggil dengan Raden Umar Said atau Raden Umar
Syahid.
Menginjak dewasa, Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah yang merupakan puteri dari
Sunan Ngudung (Raden Usman Haji). Sunan Ngudung merupakan salah satu putera dari
sultan di Mesir yang melakukan perjananan hingga ke tanah Jawa. Sementara itu, Sunan
Ngudung sendiri juga merupakan ayah dari Sunan Kudus. Dari pernikahannya dengan Dewi
Sujinah, Sunan Muria dikaruniai putera bernama Pangen Santri atau Sunan Ngadilangu.
Menurut beberapa kisah, selain menikah dengan Dewi Sujinah, Sunan Muria juga
mempersunting Dewi Roroyono yang terkenal dengan kecantikannya. Dewi Roroyono
merupakan puteri dari Sunan Ngerang, seorang ulama terkenal di Juwana yang memiliki ilmu
atau kesaktian yang tinggi, serta merupakan guru dari Sunan Muria dan Sunan Kudus.
Kecantikan Dewi Roroyono banyak memicu pertumpahan darah yang juga membuktikan
kesaktian dari Sunan Muria.
Setrategi Dakwah
Berikut ini adalah beberapa strategi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Muria dalam
menyebarkan agama Islam.

Pertama, dalam buku oleh Sri Mulyati tadi dijelaskan bahwa dalam menyebarkan agama,
Raden Umar Said biasanya mendekati kaum dagang, nelayan, dan pelaut.

Kedua, disebutkan juga ketika berdakwah, ia mempertahankan gamelan sebagai kesenian


Jawa yang sangat digemari rakyatnya. Ia menggunakan kesenian ini sebagai sarana untuk
memasukkan nilai-nilai keislaman kepada rakyat, sehingga secara tidak langsung, rakyat
kemudian dibawa untuk mengingat Tuhan lebih dekat.

Cara dakwah ini menurut Zulham Farobi dalam bukunya tadi, menjadi cara yang digunakan
ketika awal mula ia menyebarkan agama Islam. Ia juga banyak menggunakan cara yang halus
dan tidak menghilangkan tradisi lama dalam budaya yang sudah melekat dengan kehidupan,
sehingga masyarakat juga tidak terkejut dengan ajaran yang dibawanya itu.

Salah satu contohnya adalah ketika Raden Umar Said mengubah syair dari tembang-tembang
Jawa dengan menyisipkan berbagai nilai keislaman. Sehingga masyarakat juga bisa mengenal
Islam dengan sesuatu yang tidak terkesan memaksa.
Ketiga, karena ia adalah putra Sunan Kalijaga, maka dalam berdakwah ia juga menggunakan
cara yang halus, sesuai dengan istilah 'ibarat mengambil ikan tidak sampai mengeruhkan
airnya.' Dalam buku Sejarah Wali Songo juga disebutkan, bahwa caranya mengikuti dakwah
Sunan Kalijaga membuatnya lebih mengenal tradisi yang ada di Pulau Jawa.

Oleh karenanya, ia sangat dekat dengan masyarakat, hingga ajarannya menyebar luas sampai
pemukiman terkecil. Adapun selain dikenal sebagai tokoh yang menyebarkan Islam, Sunan
Muria juga dikenal karena mengajarkan tentang bagaimana cara untuk merawat alam.

Wafat
Sunan Muria wafat pada tahun 1551. Makamnya berada di lereng Gunung Muria, Kecamatan
Colo, 18 kilometer dari Kota KUdus.
9.Sunan Gunung Jati
Kelahiran Dan sal-Usul
Nama aslinya adalah Syekh Syarif Hidayatullah yang dilahirkan Tahun 1448 Masehi.
Ayahanda Syekh Syarif Hidayatullah adalah Syarief Abdullah, seorang dari Mesir keturunan
ke 17 Rosulullah SAW, bergelar Sultan Maulana Muhamad, Ibunda Syech Syarief
Hidayatullah adalah Nyai Rara Santang dan setelah masuk Islam berganti nama menjadi
Syarifah Muda’im adalah Putri Prabu Siliwangi dari kerajaan Padjajaran.
Syech Syarief Hidayatullah berkelana untuk belajar Agama Islam dan sampai di Cirebon
pada tahun 1470 Masehi. Syech Syarief Hidayatullah dengan didukung uwanya,
Tumenggung Cerbon Sri Manggana Cakrabuana alias Pangeran Walangsungsang dan
didukung Kerajaan Demak, dinobatkan menjadi Raja Cerbon dengan gelar Maulana Jati pada
tahun 1479.
Setrategi Dakwah
Sunan Gunung Jati menggunakan pendekatan sosial budaya untuk dakwahnya, yang
membuat ajaran Islam dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat. Dengan memperkuat
kedudukan politik sekaligus memperluas hubungannya dengan tokoh yang berpengaruh di
daerah Cirebon, Demak dan Banten maka cara dakwahnya makin kuat. Beberapa hal yang
dimanfaatkan Sunan Gunung Jati dengan kekuasaannya adalah untuk membangun sarana dan
prasarana ibadah di seluruh wilayah kekuasaannya. Kemudian Sunan Gunung Jati juga
membagun jalur transportasi sebagai penunjang pelabuhan dan sungai untuk memudahkan
penyebaran agama Islam. Secara tidak langsung dampaknya juga terasa di bagi masyarakat
luas hingga Cirebon pun berkembang dengan pesat. Penyebaran ajaran Islam juga dilakukan
Sunan Gunung Jati dengan menikahi gadis setempat.

Wafat
Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati berpulang ke rahmatullah pada tanggal 26
Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 19 September 1568 Masehi.
Tanggal Jawanya adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka.

Anda mungkin juga menyukai