Anda di halaman 1dari 9

KLIPING SEJARAH KEBUDAYAAN

ISLAM
TENTANG
BIOGRAFI WALI SONGO DAN PERANNYA DALAM
PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA

Disusun Oleh :
Vikiy Ramadhan Rachim
Kelas IX
Guru Pembimbing :
Feni Pilda S.Pd

YAYASAN PONDOK KEMAJUAN ISLAM MADRASAH


TSANAWIYAH DARUNNAJAH TITIAN GADING
A. Pengertian Walisongo

Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan,
yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat
lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab
berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang
berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang
pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi
(808 Hijriah). Para Walisongo adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh
mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai
dari kesehatan,bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga
ke pemerintahan.

B. Nama-nama para walisongo


Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat 9 nama yang dikenal
sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:

Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia disebut


juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau Mursyid Akbar Thariqat Wali Sanga. Nasab
As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim Nasab Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari As-
Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini yang kumpulan catatannya kemudian dibukukan
dalam Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa volume (jilid). Dalam Catatan
itu tertulis: As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat Zainal Alam bin As-
Sayyid Husain Jamaluddin bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid Abdullah bin As-
Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin As-Sayyid
Muhammad Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin As-Sayyid Alwi bin As-
Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-
Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam Muhammad bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Al-
Imam Ja’far Shadiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
Al-Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti Nabi
Muhammad Rasulullah
Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-
14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan
lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya
Kakek Bantal.Maulana Malik Ibrahim memiliki 3 istri bernama:
1.Siti Fathimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan 1),
memiliki 2 anak, bernama: Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah
2. Siti Maryam binti Syaikh Subakir, memiliki 4 anak, yaitu: Abdullah, Ibrahim, Abdul
Ghafur, dan Ahmad
3. Wan Jamilah binti Ibrahim Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi, memiliki 2 anak yaitu:
Abbas dan Yusuf.
Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang
mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak
merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan di akhir
kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda
krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran,
Gresik. Ia juga membangun masjid sebagai tempat peribadatan Islam pertama di tanah Jawa,
yang sampai sekarang masjid tersebut menjadi Masjid Jami' Gresik. Pada tahun 1419, Malik
Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
Sunan Ampel (Raden Rahmat)

Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad, menurut
riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang
bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa terakhir dari Dinasti Ming. Nasab
lengkapnya sebagai berikut: Sunan Ampel bin Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin
Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin Sayyid Ahmad Jalaluddin bin Sayyid Abdullah bin Sayyid
Abdul Malik Azmatkhan bin Sayyid Alwi Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shahib
Mirbath bin Sayyid Ali Khali’ Qasam bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad bin Sayyid
Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid Isa bin Sayyid
Muhammad bin Sayyid Ali Al-Uraidhi bin Imam Ja’far Shadiq bin Imam Muhammad Al-
Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra
binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh
para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel, Surabaya, dan merupakan salah satu
pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang
bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga
dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi
Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang, Siti
Syari’ah, Sunan Derajat, Sunan Sedayu, Siti Muthmainnah, dan Siti Hafsah. Pernikahan
Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah,
Asyiqah, Raden Husamuddin (Sunan Lamongan), Raden Zainal Abidin (Sunan Demak),
Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2). Makam Sunan Ampel teletak di
dekat Masjid Ampel, Surabaya.
Kedatangan Sunan Ampel ke Majapahit diperkirakan terjadi awal dasawarsa keempat
abad ke-15, yakni saat Arya Damar sudah menjadi Adipati Palembang sebagaimana riwayat
yang menyatakan bahwa sebelum ke Jawa, Raden Rahmat telah singgah ke Palembang.
Menurut Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam (1977), Raden Rahmat sewaktu
di Palembang menjadi tamu Arya Damar selama dua bulan, dan dia berusaha
memperkenalkan Islam kepada raja muda Palembang itu. Arya Damar yang sudah tertarik
kepada Islam itu hampir saja diikrarkan menjadi Islam. Namun, karena tidak berani
menanggung risiko menghadapi tindakan rakyatnya yang masih terikat pada kepercayaan
lama, ia tidak mengatakan keislamannya di hadapan umum. Menurut cerita setempat, setelah
memeluk Islam, Arya Damar memakai nama Ario Abdillah.
Keterangan dari Hikayat Hasanuddin yang dikupas oleh J. Edel (1938) menjelaskan
bahwa pada waktu Kerajaan Champa ditaklukkan oleh Raja Koci, Raden Rahmat sudah
bermukim di Jawa. Itu berarti Raden Rahmat ketika datang ke Jawa sebelum tahun 1446 M,
yakni pada tahun jatuhnya Champa akibat serbuan Vietnam. Hal itu sejalan dengan sumber
dari Serat Walisana yang menyatakan bahwa Prabu Brawijaya, Raja Majapahit mencegah
Raden Rahmat kembali ke Champa karena Champa sudah rusak akibat kalah perang dengan
Kerajaan Koci. Penempatan Raden Rahmat di Surabaya dan saudaranya di Gresik,
tampaknya memiliki kaitan erat dengan suasana politik di Champa, sehingga dua bersaudara
tersebut ditempatkan di Surabaya dan Gresik, kemudian dinikahkan dengan perempuan
setempat.

Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)

Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi
Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban
bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik
penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai
penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang.
Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang
sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra
bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu
bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang
diperkirakan wafat pada tahun 1525. Ia dimakamkan di daerah Tuban, Jawa Timur.

Sunan Drajat

Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi
Muhammad. Nama asli dari Sunan Drajat adalah masih munat. Nama sewaktu masih kecil
adalah Raden Qasim. Sunan drajat terkenal juga dengan kegiatan sosialnya. Dialah wali yang
memelopori penyatuan anak-anak yatim dan orang sakit. Ia adalah putra Sunan Ampel
dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak
berdakwah kepada masyarakat umum. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan
peningkatan kemakmuran masyarakat sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren
Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat,
Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya.
Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Museum Daerah Sunan Drajat,
Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat pada 1522.
Sunan Kudus (Ja'far shodiq)

Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah


Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti
Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus bin
Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin
Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil
Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin
Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin
Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain binti Sayyidah
Fathimah Az-Zahra bin Nabi Muhammad Rasulullah. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus
memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima
perang, penasihat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak
berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi
muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang
Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Masjid Menara Kudus, yang
arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada
tahun 1550.
Sunan Giri

Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari Nabi
Muhammad, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan
Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya
berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai
ke Kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang
menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima, Nusa Tenggara Barat. Makam
Sunan Giri terletak di Desa Giri, Kabupaten Gresik.
Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau
Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir). Ia adalah murid Sunan
Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk
berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk lir-
Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu
riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq,
menikahi juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri.

Sunan Muria (Raden Umar Said)


Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari
Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria
menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari
Sunan Kudus
Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra
Ali Nurul Alam Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan
keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan
Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang
sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana
Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam
di Banten.

C. Peran Walisongo di Berbagai Bidang


Dari gambaran singkat tentang perjalanan hidup dan perjuangan Walisongo dalam
menyebarkan agama Islam di daerah Jawa, khususnya dan di wilayah nusantara pada
umumnya, maka peran mereka dapat dibentuk seperti bidang pendidikan, bidang politik dan
yang paling terkenal adalah bidang dakwah dan diklasifikasikan menjadi:
1. Peran Walisongo di Bidang Pendidikan
Peran Walisongo di bidang pendidikan terlihat dari aktivitas mereka dalam
mendirikan pesantren, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Ampel, Sunan Giri,
dan Sunan Bonang. Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Denta yang dekat
dengan Surabaya yang sekaligus menjadi pusat penyebaran Islam yang pertama di
Pulau Jawa. Di tempat inilah, ia mendidik pemuda-pemudi Islam sebagai kader, untuk
kemudian disebarkan ke berbagai tempat di seluruh Pulau Jawa. Muridnya antara lain
Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Kosim
Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Patah (yang kemudian menjadi sultan pertama dari
Kerajaan Islam Demak), Maulana Ishak, dan banyak lagi mubalig yang mempunyai
andil besar dalam islamisasi Pulau Jawa.
Sedangkan Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Santrinya banyak
berasal dari golongan masyarakat ekonomi lemah. Ia mengirim juru dakwah terdidik
ke berbagai daerah di luar Pulau Jawa seperti Madura, Bawean, Kangean, Ternate dan
Tidore. Sunan Bonang memusatkan kegiatan pendidikan dan dakwahnya melalui
pesantren yang didirikan di daerah Tuban. Sunan Bonang memberikan pendidikan
Islam secara mendalam kepada Raden Fatah, putera raja Majapahit, yang kemudian
menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan pendidikan tersebut kini dikenal
dengan Suluk Sunan Bonang.

2. Peran Walisongo di Bidang Politik


Pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa,
Walisongo mempunyai peranan yang sangat besar. Di antara mereka menjadi penasihat Raja,
bahkan ada yang menjadi raja, yaitu Sunan Gunung Jati. Sunan Ampel sangat berpengaruh di
kalangan istana Majapahit. Istrinya berasal dari kalangan istana dan Raden Patah (putra raja
Majapahit) adalah murid beliau. Dekatnya Sunan Ampel dengan kalangan istana membuat
penyebaran Islam di daerah Jawa tidak mendapat hambatan, bahkan mendapat restu dari
penguasa kerajaan. Sunan Giri fungsinya sering dihubungkan dengan pemberi restu dalam
penobatan raja. Setiap kali muncul masalah penting yang harus diputuskan, wali yang lain
selalu menantikan keputusan dan pertimbangannya. Sunan Kalijaga juga menjadi penasihat
kesultanan Demak Bintoro.

3. Peran Walisongo di Bidang Dakwah


Sudah jelas sepertinya, peran Walisongo cukup dominan adalah di bidang dakwah,
baik dakwah melalui lisan. Sebagai mubalig, Walisongo berkeliling dari satu daerah ke
daerah lain dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Muria dalam upaya dakwahnya selalu
mengunjungi desa-desa terpencil. Salah satu karya yang bersejarah dari Walisongo adalah
mendirikan mesjid Demak. Hampir semua Walisongo terlibat di dalamnya. Adapun sarana
yang dipergunakan dalam dakwah berupa pesantren-pesantren yang dipimpin oleh para
Walisongo dan melalui media kesenian, seperti wayang. Mereka memanfaatkan pertunjukan-
pertunjukan tradisional sebagai media dakwah Islam, dengan membungkuskan nafas Islam ke
dalamnya. Syair dari lagu gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap
menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya atau menyembah yang lain.
D. Kesimpulan
Para sembilan Wali itu ialah Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel
adalah anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim
yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan
Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria
anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat
para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di
tiga wilayah penting. Yakni Surabaya, Gresik, Lamongan di Jawa Timur, Demak, Kudus,
Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang
menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk
peradaban baru, mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian,
kemasyarakatan hingga pemerintahan. Mereka mendapat gelar susuhunan (sunan), yaitu
sebagai penasihat dan pembantu Raja. Para Wali melakukan dakwahnya dengan sangat tekun,
mereka mampu memahami kondisi masyarakat Jawa pada saat itu.

Anda mungkin juga menyukai