Anda di halaman 1dari 3

A.

    Biografi Walisongo

1.      Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik

Pada akhir abad ke-14, Maulana Malik Ibrahim datang dan mendarat di pantai Jawa Timur
yang disertai beberapa orang kawan dekatnya untuk selanjutnya bermukim di Gresik. Maulana Malik
Ibrahim adalah keturunan Zainal Abidin, cicit Nabi Muhammad saw. dan saudara sepupu Raja
Chermen (menurut sebagian pendapat Chermen berasal dari India, namun sebagian lagi
menyebutnya dari Sumatera). Kehadiran Maulana Malik Ibrahim disertai Raja Chermen untuk
mengislamkan Raja Majapahit. Kegiatan dakwah Islam di Jawa dipandang sukses ketika dilakukan
oleh Maulana Malik Ibrahim.

2)      Raden Rahmat atau Sunan Ampel (Campa, Aceh 1401 – Tuban Jawa Timur 1481)

Raden Rahmat adalah putra Sunan Gresik dari istrinya yang bernama Dewi Candrawulan.
Raden Rahmat sebagai penerus perjuangan ayahnya dalam menyebarkan agama Islam di tanah
Jawa.

Untuk melancarkan misi dakwahnya pada tahap awal, Raden Rahmat membangun pesantren
di Ampel Denta, dekat Surabaya. Pada pesantren yang diasuhnya Raden Rahmat mendidik kader-
kader da'i yang kemudian disebar ke seluruh Jawa. Sunan Ampel telah mendidik murid-murid yang
terkenal antara lain Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan Syarifudin (Sunan Drajat) yang tak
lain keduanya adalah putra Sunan Ampel sendiri, Maulana Ishak (penyebar Islam di Blambangan),
Raden Paku (Sunan Giri),   dan Raden Patah (Sultan Demak).

3)      Maulana Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang, (Ampel Denta, Surabaya 1465 – Tuban 1525)

Maulana Makhdum Ibrahim adalah putra dari Sunan Ampel dari istri yang bernama Dewi
Candrawati. Maulana Makhdum Ibrahim merupakan sepupu dari Sunan Kalijaga yang banyak dikenal
sebagai pencipta gending  pertama.

Sebelum terjun dimedan Dakwah, Maulana Makhdum Ibrahim banyak belajar di Pasai,
kemudian sekembalinya dari Pasai, Maulana Makhdum Ibrahim mendirikan pesantren di daerah
Tuban. Santri yang belajar pada pesantren Maulana Makhdum Ibrahim, berasal dari penjuru daerah
di Tanah Air. Dalam menjalankan kegiatan dakwahnya Maulana Makhdum Ibrahim [Sunan Bonang]
mempunyai keunikan dengan cara merubah nama-nama dewa dengan nama-nama malaikat
sebagaimana yang dikenal dalam Islam. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya persuasif terhadap
penganut ajaran Hindu dan Budha yang telah lama dipeluk sebelumnya .

4)      Raden Mas Syahid atau Sunan Kalijaga (Tuban akhir abad ke-14 - Demak pertengahan abad ke-15)

Raden Mas Syahid atau dikenal dengan panggilan Sunan Kalijaga, beliau juga dijuluki Syekh
Malaya. Ayahnya bernama Raden Sahur Tumenggung Wilatikta yang menjadi bupati Tuban,
sedangkan ibunya bernama Dewi Nawang Rum. Sebutan Kalijaga menurut sebagian riwayat berasal
dari rangkaian bahasa Arab qadi zaka yang artinya ‘pelaksana’ dan ‘membersihkan’. Menurut
pendapat masyarakat Jawa memberikan arti kata qadizaka dengan Kalijaga, yang berarti pemimpin
atau pelaksana yang menegakkan kesucian atau kebersihan.

5)      Raden Paku atau Sunan Giri, (Blambangan, pertengahan abad ke-15 awal abad ke-16)

Raden Paku adalah putra dari Syekh Maulana Ishak (murid Sunan Ampel). Raden Paku dan
dikenal dengan sebutan Sunan Giri adalah saudara ipar dari Raden Fatah, dikarenakan istri mereka
bersaudara.

Raden Paku [Sunan Giri] terkenal sebagai seorang pendidik yang mampu menerapkan
metode permainan yang bersifat agamis. Karya- karyanya berupa permainan atau tembang di
antaranya Gula Ganti, Jamuran, Jelungan, Jor, Ilir-ilir,  dan Cublak-cublak Suweng. Karya yang lain
yaitu Kitab Serat Wali Sana dan Serat Widyapradana, berisi pengetahuan ilmu faal yang kemudian
dikembangkan oleh R. Ranggawarsita. Sunan Giri juga mempunyai pengaruh yang sangat besar
dalam pemerintahan Kesultanan Demak. Berbagai masalah atau keputusan penting sering 
menunggu pertimbangan Sunan Giri.

6)      Raden Kosim atau Syarifuddin atau Sunan Drajat (Ampel Denta, Surabaya, 1470 – Sedayu, Gresik,
pertengahan abad ke-16)

Raden Kosim atau Syarifuddin lebih dikenal dengan panggilan Sunan Drajat. Masyarakat
mengenalnya juga sebagai Sunan Sedayu, karena ia dimakamkan di dekat Kota Sedayu ( kuarang
lebih 30 Km dari Sedayu). Raden Kosim adalah putra Sunan ampel dari istri kedua yang bernama
Dewi Candrawati. Raden Kosim mempunyai enam saudara seayah-seibu, diantaranya Siti Syareat
(istri R. Usman Haji), Siti Mutma’innah (istri R. Muhsin), Siti Sofiah (istri R. Ahmad, Sunan Malaka)
dan Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Di samping itu, ia mempunyai dua orang
saudara seayah lain ibu, yaitu Dewi Murtasiyah (istri R. Fatah) dan Dewi Murtasimah (istri R. Paku
atau Sunan Giri). Sedangkan istri Sunan Drajat, yaitu Dewi Sifiyah putri Sunan Gunung Jati.

Raden Kosim [Sunan Drajat] mempunyai andil berdakwah dengan pendekatan kultural. Ia
menciptakan tembang Jawa yang sampai sekarang  ini masih banyak disenangi masyarakat, yaitu
tembang Pangkur,  dan Cariosipun Jaka Pertaka.

7)      Ja’far Sadiq atau Sunan Kudus, (abad ke-15 – Kudus 1550)

Ja’far Sadiqatau Raden Undung, dikenal dengan panggilan Sunan Kudus, beliau juga dijuluki
Raden Amir Haji sebab ia pernah bertindak sebagai pimpinan Jama’ah Haji (Amir).. Dikenal sebagai
seorang pujangga yang luas dan mendalam ilmunya.

Ja’far Sadiq[Sunan Kudus] adalah putra Raden Usman Haji yang menyebarkan agama Islam di
daerah Jipang Panolan, Blora, Jawa Tengah. Menurut silsilah Sunan Kudus masih keturunan Nabi
Muhammad saw. Dengan silsilah lengkap sebagai berikut: Ja’far Sadiq bin R. Usman Haji bin Raja
Pendeta bin Ibrahim al-Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadalkubra bin Zaini al-Husein bin
Zaini al-Kubra bin Zainul Alim bin Zainul Abidin bin Sayid Husein bin Ali ra.

8)      Raden Umar Said atau Sunan Muria (abad ke-15 – abad ke-16)

Raden Umar Saiddikenal dengan panggilan Sunan Muria, sebab pusat kegiatan dakwah
ataupun makamnya terletak di Gunung Muria (sekitar 18 km sebelah utara Kota Kudus). Beliau
adalah putra Sunan Kalijaga, semasa kecil ia biasa dipanggil R. Prawoto.

Di dalam berdakwah Sunan Muria memiliki keunikan yaitu menjadikan desa-desa terpencil
sebagai medan dakwah Islamnya. Sunan Muria dikenal sebagai wali yang lebih gemar menyendiri,
bertempat tinggal di desa terpencil, dan bergaul dengan rakyat kebanyakan. Sunan Muria
memberikan pengajaran kepada masyarakat di sekitar Gunung Muria dengan mengadakan kursus-
kursus bagi para pedagang, nelayan, ataupun elemen masyarakat kecil lainnya.

9)      Syarif Hidayatullah atau Fatahillah atau Sunan Gunung Jati, (wafat: Gunung Jati, Cirebon, 1570)

Syarif Hidayatullah atau Fatahillah dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Beliau adalah
salah seorang dari Walisongo yang banyak memberikan kontribusi dalam menyebarkan agama Islam
di pulau Jawa, khususnya di daerah Jawa Barat. Syarif Hidayatullah dikenal sebagai pendiri
Kesultanan Cirebon dan Banten.

Menurut Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya Sadjarah Banten menyatakan kedua nama


yaitu Fatahillah dan Nurullah merupakan nama satu orang. Nama aslinya adalah Nurullah, kemudian
dikenal juga dengan nama Syekh Ibnu Maulana. Laporan-laporan perjalanan orang Portugis
mengenal dengan nama Falatehan atau Tagaril.

D.    Teladan Spiritual dan Intelektual

Walisongo telah menunjukan peranan yang sangat berharga dalam menyiarkan Islam di
tanah jawa. Melihat keberhasilan dakwah walisongo, maka sebagai generasi muda Islam, harus
dapat meneladani kepribadianya diantaranya melalui:

1.      Sebagai generasi muda harus senantiasa mempertebal keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.,
karena hal itu adalah modal yang paling utama yang harus dimiliki.

2.      Tuntutan perkembangan zaman mengharuskan generasi muda untuk memperdalam penguasaan


ilmu, baik ilmu agama maupun pengetahuan lainnya, sehingga dapat memberikan manfaat baik bagi
diri sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya.

3.      Unutuk mendapatkan kemuliaan dihari esok, maka generasi muda harus bersedia berjuang dalam
rangka meninggikan agama Allah, sesuai bidang yang ditekuninya.

4.      Mengembangkan jalinan silaturahmi dengan cara-cara yang bijaksana, sehingga akan


melahirkan ukhuwah Islamiyah.

Anda mungkin juga menyukai