Anda di halaman 1dari 16

PROSIDING

Seminar Nasional “Konseling Krisis”


Sabtu, 27 Agustus 2016

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL BIMBINGAN DAN KONSELING
“Konseling Krisis”

ISBN : 978-602-60115-0-3

Ketua Editor :
Dr. Kusno Effendi, M.Si., M.Pd (Universitas Ahmad Dahlan)

Editor Ahli :
Prof. Dr. Siti Partini Suardiman, SU. (Universitas Ahmad Dahlan)
Dr. Najlatun Naqiyah, M.Pd (Universitas Negeri Surabaya)
Dr. Mumpuniarti, M.Pd (Universitas Negeri Yogyakarta)
Dr. Soetarno, M.Pd (Universitas Ahmad Dahlan)

Editor Pelaksana :
Wahyu Nanda Eka Saputra, M.Pd., Kons (Universitas Ahmad Dahlan)
Caraka Putra Bhakti, M.Pd (Universitas Ahmad Dahlan)
Agus Ria Kumara, M.Pd (Universitas Ahmad Dahlan)

Desain Sampul : Fajar Irfani Setyawan

Layout : Agus Supriyanto, M.Pd

Penerbit dan Redaksi:


Prodi Bimbingan dan Konseling
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Universitas Ahmad Dahlan
Kampus II UAD
Jl Pramuka 42 Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta
Telp: (0274) 563515, 511830, 379418, 371120
Fax (0274) 564604
Email: seminarnasionalbkuad@gmail.com

Cetakan Pertama: Agustus 2016


Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
Dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

ii
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SAW, karena atas karunia-Nya, prosiding
Seminar Nasional Konseling Krisis telah dilaksanakan pada Sabtu, 27 Agustus 2016 di
ruang Auditorium Universitas Ahmad Dahlan, yang diselenggarakan oleh program studi
Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad
Dahlan.
Seminar nasional ini diselenggarakan sebagai media sosialisasi dan komunikasi hasil
penelitian maupun hasil pemikiran tentang teori dan praktik penyelenggaraan konseling
krisis sebagai wujud penguatan profesi konselor di Indonesia. Seminar Nasional ini
merupakan ajang tukar menukar informasi dan pengalaman, ajang diskusi ilmiah, dan
peningkatan secara berkesinambungan penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling
yang profesional dalam berbagai seting.
Prosiding ini memuat berbagai karya tulis dari hasil-hasil penelitian serta gagasan
ilmiah tertulis tentang teori dan praktik konseling krisis. Makalah-makalah yang termuat
dalam prosiding ini berasal dari mahasiswa, dosen, dan praktisi. Semoga penerbitan ini
dapat digunakan sevagai acuan dan praktis penyelenggaraan layanan konseling krisis di
Indonesia. Selain itu, besar harapan bahwa prosiding ini dapat memunculkan pemikiran-
pemikiran baru terhadap pelaksanaan penelitian selanjutnya yang terkait konseling krisis.
Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu, kami ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 27 Agustus 2016


Ketua Prodi Bimbingan dan Konseling
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan

Dody Hartanto, M.Pd


NIY. 60090563

iii
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

iv
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

DAFTAR ISI

Halaman Sampul .................................................................................................................. i


Halaman Redaksi ................................................................................................................. ii
Kata Pengantar ................................................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................................... v
Urgensi Konseling Krisis pada Masyarakat Indonesia .................................................... 1
(Najlatun Naqiyah)

Layanan Konseling Krisis bagi Anak Usia Dini Korban Bencana ............................... 10
(Prima Suci Rohmadheny, Indah Setianingrum & Wahyu Nanda Eka Saputra)

Peran Konselor dalam Memberikan Layanan Konseling Komunitas bagi


Korban Bencana Alam di Indonesia ................................................................................ 17
(Andika Ari Saputra)

Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa untuk Meningkatkan Hasil Belajar


Siswa SMP .......................................................................................................................... 23
(Said Alhadi, Bambang Budi Wiyono, Triyono & Nur Hidayah)

Bimbingan dan Konseling bagi Peserta Didik Penyandang Autis ................................ 30


(Aisha Nadya)

Peranan Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan Bimbingan dan


Konseling ............................................................................................................................ 41
(Augusto da Costa, Fatah Hanurawan, Adi Atmoko & Imannuel Hitipiew)

Layanan Konseling Kelompok Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk


Menangani Trauma Pasca Bencana ................................................................................ 51
(Indana Zulfa & Ismi Komariatun Nisa)

Konseling Kelompok Berbasis Experiential Learning bagi Korban Bencana


Alam yang Mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) ................................... 58
(Santy Andrianie)

Konseling untuk Pemulihan Kondisi Remaja Eks Penyalahguna Narkoba ................ 68


(Silvia Yula Wardani)

Mengatasi Mental Block Pada Remaja melalui Cognitive Therapy (CT)...................... 77


(Noviyanti Kartika Dewi)

v
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

Bimbingan dan Konseling Islami sebagai Bagian Pendekatan bagi Remaja


Pecandu Narkoba .............................................................................................................. 86
(Ratna Fitriyani & Devi Trianasari)

Konseling Psikoanalisis (Solusi yang Ditawarkan Menuju Remaja Sehat


Tanpa Zat Psikoaktif) ....................................................................................................... 96
(Yuanita Dwi Krisphianti & Muya Barida)

Tinjauan Ekologis dan sebuah Pendekatan Kolaboratif sebagai Upaya


Intervensi Problem Perilaku pada Remaja ................................................................... 105
(Ruly Ningsih)

Posttraumatic Growth pada Pecandu Narkoba (Landasan Pengembangan


Program Konseling Pecandu Narkoba pada Proses Rehabilitasi) ............................. 113
(Nurlita Hendiani & Agus Supriyanto)

Larangan Mengkonsumsi Narkoba dalam Islam ......................................................... 122


(Amien Wahyudi)

Pendekatan Feminisme melalui Layanan Konseling Krisis sebagai Intervensi


Kekerasan dalam Pacaran .............................................................................................. 128
(Suvia Gustin & Hardi Prasetiawan)

Peran Keluarga dalam Mengembangkan Potensi Anak Autism Spectrum


Disorder ............................................................................................................................ 145
(Muya Barida & Yuanita Dwi Krisphianti)

Solution Focus Brief Group Counseling: Model Konseling untuk Mengurangi


Perilaku Agresif Siswa .................................................................................................... 159
(Dita Kurnia Sari)

Manajemen Personel Bimbingan dan Konseling .......................................................... 173


(Dwi Putranti)

Manajemen Amarah: Strategi untuk Mengurangi Perilaku Agresi Siswa


Sekolah Menengah ........................................................................................................... 180
(Erni Hestiningrum)

vi
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

PERANAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DALAM PENDIDIKAN


BIMBINGAN DAN KONSELING

Augusto da Costa1), Fatah Hanurawan2), Adi Atmoko3),Imannuel Hitipiew4)


Mahasiswa S3 Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang1)
Universitas Negeri Malang234)

Abstrak

Pada era teknologi digital ini aspek pendidikan merupakan faktor penentu dalam
kehidupan setiap manusia. Pendidikan yang berbasis filosofis mampu
menghidupkan, menambah dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan setiap
manusia secara utuh. Penelitian ini bertujuan memahami dan mendalami peranan
filsafat konstruktivisme dalam pendidikan dan bimbingan konseling. Metode meta-
analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis peranan filsafat konstruktivisme
dalam pendidikan bimbingan dan konseling. Filsafat konstruktivisme memampukan
individu dalam menumbuh-kembangkan pendidikan bimbingan dan konseling. Jadi
filsafat konstruktivisme berperan penting dalam pendidikan bimbingan dan
konseling.

Kata kunci: konstruktivisme, bimbingan konseling

1. Filsafat Konstruktivisme dalam menetukan batas-batas dan jangkauan


Bimbingan dan Konseling
pengetahuan mengenai sumber, hakikat,
a. Pengertian filsafat
keabsahan, dan nilai. (4) filsafat
Filsafat adalah suatu proses, usaha
merupakan penyelidikan kritis atas
pencarian terus menerus akan kebenaran,
pengandaian dan pertanyaan yang
karena kebenaran itu tidak bersifat tunggal
diajukan oleh berbagai bidang
dan tertentu (Kebung, 2011: 5-6). Filsafat
pengetahuan. (5) filsafat adalah disiplin
mempunyai banyak arti sebagaimana para
ilmu yang berupaya membantu individu
filsuf menggunakannya. Beberapa pokok
melihat apa yang dikatakan dan untuk
definisi (Bagus, 2005: 242) antara lain: (1)
mengatakan apa yang dilihat.
filsafat merupakan upaya spekulatif untuk
b. Pengertian rekonstruksi
menyajikan suatu pandangan sistematik
Istilah rekonstruksi terdapat
serta lengkap tentang suatu realitas. (2)
beberapa pengertian: (1) pengembalian
filsafat merupakan upaya untuk
seperti semula; (2) penyusunan kembali;
melukiskan realitas akhir dan dasar serta
merekonstruksikan berarti (1)
nyata. (3) filsafat merupakan upaya untuk
mengembalikan seperti semula; (2)

40
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

menyusun kembali suatu peristiwa seperti seseorang yang mencari bantuan dan
semula. Rekonstruktif berkaitan dengan seseorang yang berkehendak untuk
rekonstruksi yang bersifat membina, membantu yang dilatih untuk membantu
memperbaiki dan membangun kembali dalam situasi yang menginjinkan bantuan
(Sugono, 2008: 1189). Dalam bahasa diberikan dan diterima (cormier &
Inggris rekonstruct yang berarti menyusun Hackney, 1987 dalam Parrot, 2003: 8).
kembali (Jalaludin & Ida, 2011: 116). Kenseling meliputi tindakan etis konselor
Filsafat konstruktivisme memampukan yang terlibat dalam upaya membantu
individu dalam mengkonstruksi ilmu konseli mengalami tipe-tipe perlaku yang
pengetahuan dan kete-rampilan dalam mengantar pada solusi persoalan konseli
pendidikan bimbingan dan konseling. (Krumboltz, 1965 dalam Parrot, 2003: 8).
c. Bimbingan dan konseling Konseling adalah suatu situasi di
Bimbingan adalah proses membantu mana dua orang berinteraksi dan mencoba
orang dalam membuat pilihan penting. untuk mencapai saling pengertian satu
Pilihan yang akan mempengaruhi hidup sama lain, dengan pencapaian tujuan
mereka, misalnya memilih untuk spesifik, sesautu yang berguna bagi
menjalani cara hidup tertentu. Walaupun pribadi yang mmebutuhkan bantuan
membuat keputusan adalah aspek (Bruch, 1981 dalam Parrot, 2003: 8).
bimbingan telah memegang peranan Konsleing adalah suatu penerapan ilmu
penting dalma proses konseling. Konsep sosial dengan interdisiplinary berbasis
itu sendiri adalah menjadi satu kata dalam pada psikologi, sosiologi, antropologi,
konseling. Konsep bimbingan dan pendidikan, ekonomi dan filosofi (Glanz,
konsleing itu sendiri telah bergulir dalam 1974 dalam Hansen, Stevic & Warner,
pemahaman medis (Tyler, 1986:153 1982: 8). Konseling mempunyai tempat
dalam Glading, 2009: 5) unik di antara helping profession.
Konseling adalah aplikasi secara Walaupun profesi ini adalah bukan unik
ilmiah penuh seni dari penerapan dalam pemahaman konseling per se,
pengetahuan psikologis dan penerapan konseling diciptakan antara kebutuhan
teknik-teknik dengan tujuan perubahan manusia dan kebutuhan masyarakat dan
perilaku manusia (Burke, 1989 dalam tanggapan kita terhadapnya sebagai
Parrot, 2003: 8). Konseling adalah suatu dinamika keterlibatan secara individual
helping relationship yang melibatkan dan organisasi (Locke, Myers & Herr,

41
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

2001: 3). Jadi bimbingan dan konseling Rekonstruksionisme dipelopori oleh


merupakan upaya memperdayaan individu George Count dan Harold Rugg pada
yang sedang bergulat dalam proses tahun 1930, ingin membangun masyarakat
pengkonstruksian pengetahuan dan baru, masyarakat yang pantas dan adil.
keterampilan yang dilakukan oleh para Beberapa tokoh dalam aliran ini:
konselor profesional sehingga individu Carroline Pratt, Jean Piaget dan Von
dapat berkembang dalam seluruh aspek Glaserfekd. Para konstruktivis
kehidupan secara utuh. menjelaskan bahwa satu-satunya sarana
d. Peranan filsafat konstruktivisme yang tersedia bagi seseorang untuk
Konstruktivisme adalah suatu mengetahui sesuatu adalah indranya.
filsafat pengetahuan yang memiliki Seseorang berinteraksi dengan objek dan
anggapan bahwa pengetahuan adalah hasil lingkungan dengan melihat, mendengar,
dari konstruksi manusia itu sendiri. menjamah, mencium, dan merasakannya.
Manusia mengkonstruksi pengetahuan Dari sentuhan indrawi itu seseorang
mereka melalui interaksi mereka dengan membangun gambaran dunianya. Para
objek, fenomena, pengalaman dan konstruktivis percaya bahwa pengetahuan
lingkungan mereka. Suatu pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang
dianggap benar bila pengetahuan itu dapat mengetahui.
berguna untuk menghadapi dan Pengetahuan tidak dapat
memecahkan persoalan yang sesuai dipindahkan begitu saja dari otak seorang
(Suparno, 2001:28). Menurut paham ke kepala orang lain. Peserta didik
konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat sendirilah yang harus mengartikan
ditransfer begitu saja dari seseorang pengetahuan yang telah diajarkan dengan
kepada yang lain, tetapi harus menyesuaikannya terhadap pengalaman
diinterpretasikan sendiri oleh tiap-tiap mereka (Lorsbach & Tobin, dalam
orang. Pengetahuan bukan sesuatu yang Suparno, 1997: 19). Dikatakan bahwa
sudah jadi melainkan suatu proses yang nilai terbesar suatu sekolah harus
berkembang terus-menerus. Dan dalam menghasilkan manusia-manusia yang
proses itulah keaktivan dan kesungguhan dapat berfikir secara efektif dan bekerja
seseorang dalam mengejar ilmu akan secara konstruktif. Mereka juga dapat
sangat berperan dalam perkembangan membuat suatu dunia yang lebih baik
pengetahuannya. dibandingkan dengan sekarang ini untuk

42
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

hidup didalamnya. Rekontruksionisme Pertama, bila kita berbicara tentang diri


mengingginkan pendidikan yang kita sendiri, lingkungan menunjuk pada
membangkitkan kemampuan peserta didik keseluruhan objek dan semua relasinya
untuk secara konstuktif menyesuaikan diri yang kita abstraksikan dari pengalaman.
dengan tuntutan perubahan dan Kedua, bila kita memfokuskan diri pada
perkembangan masyarakat sebagai suatu hal tertentu, lingkungan menunjuk
dampak dari ilmu pengetahuan dan pada sekeliling hal itu yang telah kita
teknologi, sehingga peserta didik tetap sosialisasikan. Dalam hal ini, baik hal itu
berada dalam suasana bebas maupun sekelilingnya merupakan lingkup
(Barnadib.1987:26 ). pengalaman kita sendiri, bukan dunia
Pengetahuan bukanlah gambaran objektif yang lepas dari pengamat (Von
dari dunia kenyataan yang ada. Glaserfekd dalam Suparno, 1997: 19).
Pengetahuan selalu merupakan akibat Von Glasersfeld (Suparno, 1997:
suatu konstruksi kognitif kenyataan 19) menjelaskan struktur konsepsi tersebut
melalui kegiatan individu. Individu membentuk pengetahuan bila struktur itu
membentuk skema, kategori, konsep dan dapat digunakan dalam menghadapi
struktur pengetahuan yang diperlukan pengalaman-pengalaman mereka ataupun
untuk pengetahuan (Bettencourt, 1989 dalam menghadapi persoalan-persoalan
dalam Suparno 1997:18). Maka mereka yang berkaitan dengan konsepsi
pengetahuan bukanlah tentang dunia lepas tersebut. Bila konsep ataupun abstraksi
dari pengamat tetapi merupakan ciptaan seseorang terhadap sesuatu dapat
manusia yang dikonstruksikan dan menjelaskan macam-macam persoalan
pengalaman atau dunia sejauh dialaminya. yang berkaitan, maka konsep itu
Proses pembentukan ini berjalan terus membentuk pengetahuan seseorang akan
menerus dengan setiap kali mengadakan hal itu. Von Glasersfeld (dalam Suparno,
reorganisasi karena adanya suatu 1997: 26-27) membedakan adanya tiga
terjemahaman yang baru (Piaget, 1971 taraf konstruktivisme diantaranya sebagai
dalam Suparno 1997: 18). berikut.
Pengetahuan itu dibentuk oleh 1) Konstruktivisme radikal
struktur konsepsi seseorang sewaktu dia Kaum konstruktivis radikal
berinteraksi dengan lingkungannya. mengesampingkan antara pengetahuan
Lingkungan dapat berarti dua macam. dan kenyataan sebagai suatu kriteria

43
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

kebenaran. Bagi konstruktivis radikal, orang itu sendiri. Konstruktivisme tidak


pengetahuan tidak merefleksikan suatu dapat melihat dunia pengalaman individu
kenyataan ontologis objektif, tetapi dari luar. Indvidu membentuknya dari
merupakan suatu pengaturan dan dalam hidupnya sebelum individu
organisasi dari suatu dunia yang dibentuk bertanya dari mana dan apa itu
oleh pengalaman seseorang. sebenarnya.
Konstruktivisme radikal berpegang bahwa 2) Realisme hipotesis
kita hanya dapat mengetahui apa yang Menurut Realisme hipotesis,
dibentuk/dikonstruksi oleh pikiran kita. pengetahuan kita dipandang sebagai suatu
Bentukan itu harus berjalan dan tidak hipotesis dari suatu struktur kenyataan dan
harus selalu merupakan representasi dunia berkembang menuju suatu pengetahuan
nyata. Adalah suatu ilusi bila percaya yang sejati, yang dekat dengan realitas
bahwa apa yang kita ketahui itu (Munevar, 1981 dalam Bettencourt,
memberikan gambaran akan dunia nyata. 1989). Menurut Manuvar, pengetahuan
Pengetahuan selalu merupakan kita memunyai relasi dengan kenyataan
konstruksi dari seseorang yang tetapi tidak sempurna. Menurutnya pula,
mengetahui, maka tidak dapat ditransfer Lorenz dan Popper dan banyak
kepada penerima yang pasif. Penerima epistimolog evolusioner dapat dikatakan
sendiri yang harus mengkonstruksi termasuk realisme hipotesis.
pengetahuan itu. Semua yang lain, entah 3) Konstruktivisme normal
objek maupun lingkungan, hanyalah Aliran ini tidak mengambil semua
sarana untuk terjadinya konstruksi konsekuensi konstruktivisme. Menurut
tersebut. aliran ini, pengetahuan kita merupakan
Konstruktivisme radikal gambaran dari relaitas itu. Pengetahuan
berpandangan bahwa sebenarnya tidak ada kita dipandang sebagai suatu gambaran
konstruksi sosial, dimana pengetahuan yang dibentuk dari kenyataan suatu objek
dikonstruksikan bersama, karena masing- dalam dirinya sendiri.
masing orang harus menyimpulkan dan
menangkap sendiri makna terakhir. 2. Pandangan Filsafat
Konstruktivisme terhadap
Pandangan orang lain sebagai bahan untuk
Pendidikan
dikonstruksikan dan diorganisasikan
Tujuan pendidikan nasional
dalam pengetahuan yang sudah dimiliki
Indonesia adalah membantu generasi

44
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

muda menjadi manusia yang utuh, yang kebanyakan dibentuk lewat pengalaman
pandai dalam bidang pengetahuan, indrawi, lewat melihat, menjamah,
bermoral, berbudi luhur, peka terhadap membau, mendengar, dan akhirnya
orang lain dan beriman. Pendidikan juga merumuskannya dalam pikiran. Dalam
mempunyai peran untuk membantu kaum pengertian konstruktivisme, pengetahuan
muda masuk ke dalam kehidupan itu merupakan proses menjadi, yang
masyarakat dan berpartisipasi dalam pelan-pelan menjadi lebih lengkap dan
kehidupan masyarakat secara benar.
bertanggungjawab. Proses pencapaian a. Hakikat pendidikan menurut
filsafat konstruktivisme
tujuan tersebut membantu orang muda
menjadi warga negara yang baik dan Metode konstruktivisme merupakan

berdedikasi. Secara singkat dikatakan suatu proses pembelajaran. Proses yang

bahwa pendidikan nasional berparatisipasi mengondisikan peserta didik membangun

dalam meningkatkan hidup berbangsa dan konsep baru, pengertian baru, dan

bernegara. Berpartisipasi bberarti kaum pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh

muda diharapkan terlibat sebagai warga karena itu proses pembelajaran harus

secara aktif, yang ikut menegakkan dirancang dan dikelola dengan baik

demokratisasi negara ini (Suparni dkk, sehingga mampu memotivasi peserta didik

2002: 14). Oleh karena itu proses untuk mengorganisasir pengalaman hidup

pendidikan juga perlu membentuk peserta menjadi pengetahuan yang bermakna bagi

didik mengenal lingkungan, peka terhadap dirinya dan masyarakat. Teori ini

situasi masyarakat, secara aktif berpikir menerima kebebasan berpikir peserta

dan bertanggungjawab terhadap didik yang bersifat eklektik. Berarti

masyarakat. Dalam proses masyarakat peserta didik memanfaatkan teknik belajar

yang demokratis, mereka harus ikut apapun asal tujuan belajar dapat tercapai

berpikir kritis, menyumbang kepada (Suparno, 1997: 18).

masyarakat, dan diberi peran oleh b. Tujuan pendidikan menurut


filsafat konstruktivisme
masyarakat (Suparni, 2002: 15).
Paham konstruktivisme mengatakan
Filsafat konstruktivisme (Suparni,
bahwa pengetahuan diperoleh melalui
2002: 16) mengatakan pengetahuan itu
proses aktif individu dalam
adalah konstruksi peserta didik sendiri
mengkonstruksi arti dari suatu teks,
yang sedang belajar. Pengetahuan tersebut
pengalaman, dialog, dan lain-lain melalui

45
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

asimilasi pengalaman baru dengan didik, membantu mengekspresikan


pengertian yang telah dimiliki. Tujuan gagasan dan mengkomunikasikan ide
pendidikannya menghasilkan individu ilmiahnya.
yang memiliki kemampuan berpikir untuk 3) Memonitor, mengevaluasi dan
menyelesaikan persoalan hidupnya. menunjukkan logika pemikiran
Tujuan filsafat pendidikan memberikan peserta didik itu berhasil atau belum.
inspirasi cara mengorganisasikan proses 4) Pendidik menunjukkan dan
pembelajaran yang ideal. Teori mempertanyakan pengetahuan peserta
pendidikan bertujuan meng-hasilkan didik itu berlaku untuk menghadapi
pemikiran tentang kebijakan dan prinsip- persoalan baru yang berkaitan.
rinsip pendidikan yang didasari oleh 5) Pendidik mengevaluasi hipotesa dan
filsafat pendidikan. kesimpulan peserta didik.
c. Pendidik menurut filsafat 6) Paham konstruktivisme menuntut
konstruktivisme
pendidik menguasai pengetahuan
Peran pendidik dalam aliran bahan yang mau diajarkan.
konstruktivisme sebagai fasilitator dan Pengetahuan yang luas dan mendalam
mediator yang memiliki tugas memotivasi akan memungkinkan seorang
dan membantu peserta didik untuk mau pendidik menerima pandangan dan
belajar sendiri dan merumuskan gagasan peserta didik yang berbeda
pengetahuannya. Selain itu pendidik juga dan juga memungkinkan untuk
berkewajiban untuk mengevaluasi menunjukkan gagasan peserta didik
gagasan-gagasan peserta didik itu, sudah benar atau belum.
sesuaikah dengan tujuan pendidikan atau d. Hakikat peserta didik menurut
tidak. Fungsi sebagai mediator dan filsafat konstruktivisme
fasilitator ini dapat dijabarkan dalam Peserta didik menciptakan atau
beberapa tugas antara lain (Suparno, membentuk pengetahuan mereka sendiri
1997:18-20): melalui tingkatan atau interaksi dengan
1) Memfasilitasi pengalaman belajar dunia. Peserta didik tidak lagi diposisikan
yang memungkinkan peserta didik bagaikan tabula rasa atau ember kosong
secara aktif bertanggung jawab dalam yang siap diisi. Peserta didik diberikan
mendesain, proses, dan penelitian. kebebasan untuk mencari arti sendiri dari
2) Pendidik memfasilitasi kegiatan yang apa yang dipelajari. Hal ini merupakan
menimbulkan keingintahuan peserta proses menyesuaikan konsep dan ide-ide

46
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

baru dengan kerangka berpikir yang telah kuat maupun lemah. (3) Belajar bukan
ada dalam pikiran peserta didik. Peserta kegiatan mengumpulan fakta, melainkan
didik bertanggung jawab atas hasil suatu pengembangan pemikiran dengan
belajarnya. Peserta didik membawa membuat pengertian yang baru. Belajar
pengertian lama dalam situasi belajar yang bukan hasil perkembangan, melainkan
baru. Peserta didik sendiri membuat merupakan perkembangan itu sendiri
penalaran atas apa yang dipelajarinya (Fosnot, 1996), suatu perkembangan yang
dengan cara mencari makna, menuntut penemuan dan pengaturan
membandingkan dengan apa yang telah kembali pemikiran seseorang. (4) Proses
diketahui dengan apa yang diperlukan belajar yang sebenarnya terjadi pada
dalam pengalaman yang baru (Suparno, waktu skema seseorang dalam keraguan
1997: 62). yang merangsang pemikiran lebih lanjut
e. Hakikat pembelajaran menurut situasi ketidakseimbangan adalah situasi
filsafat konstruktivisme
yang baik untuk memacu belajar. (5) Hasil
Kaum konstruktivis memandang belajar dipengaruhi oleh pengalaman
belajar merupakan proses aktif. Pelajar pelajar dengan dunia fisik dan lingkungan.
mengkonstruksikan arti suatu teks, dialog, (6) Hasil belajar seseorang tergantung
pengalaman fisik dan iteraksi dengan pada apa yang telah diketahui pelajar
lingkungan. Belajar juga merupakan konsep, tujuan, dan motivasi yang
proses mengasimilasikan dan mempengaruhi interaksi dengan bahan
menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari.
yang dipelajari dengan pengertian yang
sudah dipunyai seseorang sehingga 3. Pendidikan Bimbingan Konseling
pengertiannya dikembngkan. Proses dalam Perspektif Filsafat
Konstruktivisme
tersebut antara lain bercirikan sebagai
Berdasarkan kajian filsafat
berikut (Suparno, 2001: 61): (1) Belajar
konstruktivisme yang menekankan pribadi
berarti membentuk makna. Makna
atau peserta didik adalah individu yang
diciptakan oleh peserta didik dari apa
mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan
yang mereka lihat, dengar, rasakan dan
upaya aktif individu dalam
alami. (2) Konstruksi berarti proses yang
mengkonstruksi arti dari suatu teks,
terus menerus. Setiap kali berhadapan
pengalaman, dialog, dan pergaulan dengan
dengan fenomena atau persoalan yang
orang lain melalui asimilasi pengalaman
baru, diadakan rekonstruksi, baik secara

47
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

baru dengan pengertian yang telah proses pendidikan menurut filsafat


dimiliki. Demikian pula dengan proses konstruktivisme adalah motivator,
pendidikan bimbingan dan konseling. fasilitator, monitor dan evaluator dan
Konseli pada dasarnya telah mempunyai menguasi metode konseling yang ada
kemampuan dan pengalaman yang telah secara profesional dalam proses
terkonstruksi berdasarkan pengalamannya konseling.
bergulat dengan teks dan konteks materi
pelajaran yang diperolehnya dalam kelas. 4. Penutup
Oleh karena itu dalam proses bimbingan a. Simpulan
dan konseling, konselor tidak hanya Berdasarkan paparan, kajian filsafat
mentransfer pengalaman dan pengetahuan konstruktivisme dalam pendidikan
kepada konseli tetapi lebih memberikan bimbingan dan konseling, dapat
motivasi dan kesempatan kepada konseli disimpulkan bahwa pendidikan dalam
untuk mengkonstruksi sendiri filsafat konstruktivisme memberikan
pengetahuan dan arti sebuah teks dan kesempatan seluas-luasnya bagi peserta
konteks berdasarkan korespondensi didik (konseli) untuk mengkonstruksi
konseli dengan teks dan konteks dalam sendiri pengetahuan dan keterampilan.
proses pembelajan dan berkomunikasi Proses pengkonstruksian terjadi berbasis
dengan sesama konseli atau dengan pada pengalaman dengan teks, dialog dan
konselor. Sehingga konseli mampu interkasi dengan orang lain dalam
berpikir sendiri untuk menyelesaikan masyarakat.
tantangan hidupnya. Sebagaimana yang b. Saran
terekspresi dalam pendekatan person Bertitik tolak dari pembahasan,
centre yang dikemukakan oleh Roger uraian, kajian, argumentasi, dan ide dalam
bahwa individu mempunyai kemampuan penelitian ini, dapat disarankan kepada
untuk menyelesaikan persoalannya beberapa pihak yang berpentingan dalam
sendiri. Alasan rasionalnya adalah proses pendidikan bimbingan dan
manusia itu dapat dipercaya karena pada konseling: (1) Para konselor dituntut
dasarnya kooperatif dan konstruktif tidak untuk memerhatikan prinsip filsafat
perlu diadakan pengendalian terhadap konstruktivisme dalam proses konseling.
dorongan-dorongan agresifnya (Corey, (2) Disarankan kepada konseli untuk
2009: 169). Jadi peranan konselor dalam mampu merekonstruksi pengalaman,

48
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016

pengetahuan berdasarkan prinsip Perempuan, dari Adam Muller ke


Postmodernisme. Jogjakarta:
konstrukstivisme. (3) Disarakan kepada
Kanisius.
lembaga pendidikan bimbingan dan
O’Donnell, K. 2009. Postmodernisme.
konseling hendaknya memerhatikan Jogjakarta: Kanisius.
prinsip filsafat konstruktivisme dalam
Parrot, L. 2003. Counseling and
menyusun program pendidikan bimbigan Psychotherapy. USA: Thompson
Brooks/Cole.
dan konseling.
Santrač, A. S. 2013. The Influence of
Postmodern Philosophy and Culture
Daftar Pustaka
On the Development of Seventh-day
Bagus, L. 1996. Kamus Filasafat. Jakarta: Adventist. New Jersey: Theology,
Gramedia Pustaka Utama. Education, and Mission.
Barnadib, I.1994. Filsafat Pendidikan: Sugono, D. 2008. Kamus Bahasa
Sistem dan Metode, Yogyakarta: Indonesia. Kamus Pusat Bahasa
Penerbit ANDI OFFSET. Departemen Pendidikan Nasional:
Jakarta.
Corey, G. 2009. Theory and Practice of
Counseling and Psychotherapy, Suparni. 2002 . Reformasi Pendidikan:
Ed.8th. United State: Thompsin Sebuah Rekomendasi. Jogyakarta:
Brooks/Cole Kanisius
Glading, S.T.2009. Counseling a Suparno, P. 2001. Teori Perkembanga
Comprehensive Profession, ed.6th. Kognitif Jean Piaget. Jogyakarta:
New Jersey: Pearson Education Kanisius
International.
Suparno, P.1997. Filsafat Konstruktivisme
Hansen, J.C., Stevic, R.R., Warner, Dalam Pendidikan. Jogjakarta:
R.W.Jr. 1982. Counseling Theory Kanisius.
and Process. Boston: Allyn and
Bacon.
Jalaluddin dan Idi, A. 2002. Filsafat
Pendidikan. Jakarta: Gaya Media
Pratama.
Lechte, J. 2001, 50 Filsuf Kontemporer,
Dari Strukturalisme Sampai
Postmodernitas. Jorjakarta:
Kanisius.
Locke, D.C., Myers, J.E., Herr, E.L. 2001.
The Handbook of Counseling.
London: Sage Publications.
Magnis-Suseno, F. 2005. Pijar-Pijar
Filsafat, Dari Gaholoso ke Filsafat

49

Anda mungkin juga menyukai