Tesis
Oleh :
ABDUL KAHAR SYARIFUDDIN
NIM: 80100212017
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2015
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh rasa kesadaran, bahwa tesis ini
benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan
duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya maka
tesis dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
ii
PENGESAHAN TESIS
Agama Baubau. Yang disusun oleh Saudara Abdul Kahar Syarifuddin, NIM: 80100212017,
telah diujikan dan dipertahankan dalam Sidang Ujian Munaqasyah diselenggarakan pada
hari Rabu, 15 April 2015 M, bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ al-Sa>ni> 1437 H, dan
dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
dalam bidang Hukum Islam pada Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
Makassar
PROMOTOR:
Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag. ( ……………………………..)
KOPROMOTOR:
Dr. Nur Taufik Sanusi, M. Ag. ( ……………………………..)
PENGUJI:
iii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
الحمد هلل رب العالمين والصالة والسالم علي اشرف األنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلي اله
واصحابه اجمعين اما بعد
Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena atas izin dan kuasa-
Nyalah tahapan panjang dan proses melelahkan telah Allah akhiri dengan lahirnya
Pengadilan Agama Baubau” dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW., suri teladan manusia dalam kehidupan.
penyusunan tesis ini tentunya tidak dapat penulis selesaikan tanpa adanya bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moral maupun material. Kepada
1. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya. selaku Pejabat Pengganti Sementara (Pgs)
2. Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, M.A., selaku Direktur Program Pascasarjana
iv
3. Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag, Dr. Nur Taufik Sanusi, M.Ag., sebagai
4. Para Guru Besar dan Dosen di lingkungan Program Pascasarjana UIN Alauddin
studi, serta segenap Staf Tata Usaha di lingkungan Program Pasacasarjana UIN
Alauddin Makassar yang telah banyak membantu penulis dalam berbagai urusan
administrasi selama perkuliahan hingga penyelesaian Tesis ini.
5. Kedua orang tua tercinta, Ibunda Hj. Aisyah, S.Pd, dan ayahanda Dr. H.
6. Dari relung hati yang paling dalam, penulis meyampaikan penghargaan dan
Syarifuddin, S. Ag., MA dan Zainal Abidin, S.Sos (kakak ipar), Darmawati, SE,
M.Ak dan Bambang Sulistiyo, SE (kakak ipar), Abdul Hamid, SE, serta adik-
membantu dan memberi support juga semangat kepada penulis selama dalam
proses studi, serta anakku tercinta Asty Kamelia Putri, yang penuh dengan sabar
banyak waktu kepada penulis untuk tetap fokus selama masa perkuliahan dan
penyelesaian tugas akhir studi ini. Tanpa dukungan serta ketulusan mereka
v
7. Semua pihak dan rekan-rekan mahasiswa Program Pascasarjana Tahun
Akademik 2012-2013, yang tidak sempat disebutkan satu persatu, yang telah
tesis ini.
Akhirnya kepada Allah swt, jualah kami memohon rahmat dan hidayah-Nya,
semoga tesis ini bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara. Amin.
Peneliti
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………... i
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS …………………………………….... ii
PERSETUJUAN PROMOTOR …………………………………….............. iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….... iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
PEDOMAN TRANSLITERASI …………………………………………..... xi
ABSTRAK …………………………………………………………………... xviii
vii
3. Wilayah Yuridikasi Pengadilan Agama Baubau ……….. 90
4. Keadaan Pegawai Pengadilan Agama Baubau …………. 96
5. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Baubau ……….. 98
6. Prosedur Berperkara di Pengadilan Agama Baubau ……. 99
B. Efektivitas Mediasi dalam perkara Perceraian di Pengadilan
Agama Baubau ....................................................................... 100
C. Tingkat Keberhasilan Mediasi dalam perkara Perceraian di
Pengadilan Agama Baubau ..................................................... 109
D. Faktor-faktor yang Menjadi Pendukung dan Penghambat
Keberhasilan Mediasi di Pengadilan Agama Baubau ………. 112
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN
A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat
dilihat pada tabel berikut:
1. Konsonan
xi
هـ Ha H Ha
ء hamzah ’ Apostrof
ى Ya Y Ye
Hamzah ( )ءyang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda
apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:
Contoh:
َـف
َ َك ْـي : kaifa
ََ َه ْـو
َل : haula
3. Maddah
xii
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Contoh:
َات
َ َمـ : ma>ta
َرَمـى : rama>
َُ يـَمـُْو
ت : yamu>tu
4. Ta>’ marbu>t}ah
Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta>’ marbu>t}ah yang hidup
atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah (t).
Sedangkan ta>’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya
adalah (h).
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta>’
marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh:
َضـةَُاألَطْ َف ِال
َ َرْو : raud}ah al-at}fa>l
xiii
ُاض ـلََةِ اَلْـم ِـديـنَـةَُاَلْـفـ : al-madi>nah al-fa>d}ilah
َ ْ َ
ُْـم ـ َة ِ
َ اَلـْحـك : al-h}ikmah
5. Syaddah (Tasydi>d)
Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydi>d ( ) ـّـ, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan
huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:
ََربـَّـنَا : rabbana>
ـجـَْيــنَا
ّ َن : najjaina>
َـحـق
َ ْاَلـ : al-h}aqq
Jika huruf ىber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah
( ّ)ــــِـى, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi i>.
Contoh:
َ َِعـل
ـى : ‘Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)
َ َِع َـربـ
ـى : ‘Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan hurufَ( الalif
lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti
biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah. Kata
sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang
xiv
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis men-
datar (-).
Contoh:
َـس
ُ لش ْـم َّ َا : al-syamsu (bukan asy-syamsu)
7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal
kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contoh:
َُ أ ُِم ْـر
ت : umirtu
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau
kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat
yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau
sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia
akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya,
kata al-Qur’an (dari al-Qur’a>n), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-
kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransli-
terasi secara utuh. Contoh:
xv
Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau
berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf
hamzah.
Contoh:
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam
transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf
kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf
kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat,
bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh
kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama
diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat,
maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-).
Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang
didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam
catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:
xvi
Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si>
Al-Gaza>li>
Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu>
(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus
disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:
Abu> al-Wali>d Muh}ammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> al-Wali>d
Muh}ammad (bukan: Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad Ibnu)
Nas}r H{a>mid Abu> Zai>d, ditulis menjadi: Abu> Zai>d, Nas}r H{a>mid (bukan: Zai>d,
Nas}r H{ami>d Abu>)
B. Daftar Singkatan
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:
H = Hijrah
M = Masehi
SM = Sebelum Masehi
w. = Wafat tahun
xviii
تجريد البحث
:عبد القهار شريف الدين اسم الباحث
٧١٠١١٠٠٠١٠٨ : رقم التسجيل
" :فعالية الوساطة في قضايا الطالق في المحكمة الدينية باوباو". موضوع البحث
هذاالبحث يستعرض عن "فعالية الوساطة في قضايا الطالق في المحكمة الدينية باوباو .والغرض من
هذه الدراسة هو الكشف عن فعالية الوساطة في قضايا الطالق في المحكمة الدينية باوباو ،تكشف عن نسبة نجاح
الوساطة في المحكمة الدينية باوباو ،تكشف عن العوامل الداعمة والتي تحول دون نجاح الوساطة في المحكمة
الدينية باوباو.
هذا البحث هو حقل صفية النوعي ،من تسديدة في الم حكمة الدينية باوباو .النهج المتبع هو النهج
الالهوتية واالجتماعية المعيارية القانونية .أما بالنسبة لجمع البيانات التي تم الحصول عليها في هذا المجال من
خالل المالحظة والمقابلة /مقابلة والتوثيق .ثم تتم معالجة البيانات التي تم جمعها باستخدام التحليل اختزال
البيانات ،وعرض البيانات واالستنتاج.
على أساس تحليل فعالية الوساطة في قضايا الطالق في المحكمة الدينية باوباو ،وتبين بأن الوساطة لم
تكن فعالة .العوامل,واألسباب هي :مستوى المجتمع التقيد التي تمر عملية الوساطة منخفض جدا ,ووسائل
الوساطة في المحكمة الدينية باوباو ال تزال غير كافية من حيث المساحة والمرافق المساندة فيه .باإلضافة إلى
رئيس المحكمة الدينية باوباو،والقاضي الذي دل عليه وسيطا لم يشترك في عمل التدريب الوساطة التي انجز
من قبل المحكمة العليا االندونيسية .موضع التنفيذ الوساطة غير الئق أوغيرمناسب مع ما حددها هللا ،في سورة
النساء ' ،35 :4 /على وفق وساطة الحكم (الوسيط) في حل النزاع في األسرة.
اآلثار المترتبة على هذه البحوث هي :المحكمة العليا (المشار إليها فيما يلي باسم )MAكما مرتكبي
أعلى سلطة قضائية في إندونيسيا النحو المنصوص عليه في دستور ،5445لو ممكن إعادة النظر بيرما رقم 5
لسنة 2002بشأن إجراءات الوساطة تتعلق على وجه التحديد موضع التنفيذ الوساطة في قضايا الطالق في
المحكمة وبطبيعة الحال الدين وفقا لما هو في شأن هللا ،وفي سورة النساء .35 :4 /كما هو المتوقع والمنشود
وهو حفظ ويمكن تحقيق الكمال والسالم في تابوت المنزلية وتكون األسرة السكينة المودة و رحمة .وزارة
الشؤون الدينية المسؤول عن مكتب الشؤون الدينية (كوا) والخدمات االستشارية وكالة والتنمية والحفاظ على
الزواج ( ،) BP4من أجل توفير التدريب والتوجيه لألزواج المحتملين الذين يرغبون في الزواج .يتم ذلك حتى
يكون لد يهم ما يكفي من المعرفة واالستعداد العقلي سواء ،وذلك تجنب الطالق بسبب عدم االستعداد حياتهم حياة
األسرة .فمن كإجراء وقائي ضد الطالق.
xix
ABSTRACT
xx
Mediation execution tradition on divorce affairs in Religious affairs in religious
court, Baubau. Obviously, like what our God, Allah said in the Holy Quran (Al-
Nisa/4:35)so that, what have been dreamt of could be accomplished or achieved that
is to keep the marriage lives safe, nice and still under the God’s protection so as to
mke the marriage lives blissful, peaceful and grateful; Religious Affairs that ruled
the religious Ministrythat supervised Religious Affairs Office (KUA) and Advising,
Developing and Preserving the Marriage Life (BP4) in order to give the training and
development to the future couple who are going to get married. This is done in order
that they have sufficient knowledge as well as good mental readiness so that they
will be avoided and get way from getting divorce which is commonly caused by
unreadiness of the couple prior to go through their marriage lives. This served as a
preventive action toward getting divorce.
xxi
1
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa manusia
lain, demikian pula interaksi sosial dalam masyarakat, baik dalam bentuk organisasi
yang besar seperti negara maupun organisasi terkecil seperti keluarga dalam rumah
tangga. Setiap makhluk hidup akan berusaha untuk tetap hidup dan menginginkan
terjadinya regenerasi. Atas dasar itulah, terjadi apa yang disebut perkawinan.
Perkawinan dalam syariat Islam adalah sesuatu yang sangat sakral dan suci. Islam
memberikan legalitas hubungan antara dua insan yang berlainan jenis melalui proses
untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera. Bahkan Islam menganjurkan
agar tiap laki-laki dan perempuan menjalani perkawinan utuk menjalankan separoh
Tidak hanya sebagai ikatan kontraktual antara satu individu dengan individu
lain, pernikahan dalam Islam menjadi suatu sarana terciptanya masyarakat terkecil
(keluarga) yang nyaman, tentram dan penuh kasih sayang. Pernikahan menjadi dasar
1
Wannimaq Habsul, Perkawinan Terselubung di Antara Berbagai Pandangan (Jakarta: PT.
Golden Terayon Press, 1994), h. 1.
2
Abdul Wahab Khalaf, Ahkam Ahwal al-Syahsiyyah fi Syariah al-Islamiyah. (Beirut: Dar al-
Qalam, tth), h. 15-16.
1
2
tangga. Jika pada masa lalu proses perceraian dalam perkawinan merupakan suatu
momok yang tabu dan aib untuk dilakukan, maka saat ini perceraian sudah menjadi
Dasar terjadinya suatu perceraian tidak lepas dari berbagai macam faktor-
yang menjadi alasan untuk mengajukan perceraian, baik itu faktor ekstern dalam
dianggap sebagai jalan yang legal formal untuk mengatasi konflik perkawinan di
bawah payung hukum Indonesia dan hukum Islam yang telah diformalkan
(Kompilasi Hukum Islam) yang diakibatkan oleh perilaku suami atau istri.
Islam dan pada abad modern ini, perceraian merupakan gejala sosial yang
Negara hukum yang tunduk kepada the rule of law, kedudukan peradilan
penekan atas segala pelanggaran hukum dan ketertiban masyarakat. Peradilan dapat
dimaknai juga sebagai tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan, sehingga
secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang berfungsi dan berperan
menegakkan kebenaran dan keadilan (to enforce the truth and justice).4
perkara membutuhkan waktu yang lama. Mulai dari tingkat pertama, banding,
kasasi, dan peninjauan kembali. Di sisi lain, para masyarakat pencari keadilan
membutuhkan penyelesaian perkara yang cepat dan tidak hanya bersifat formalitas
belaka.5
Mengatasi problematika sistem peradilan yang tidak efektif dan efisien, maka
4
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Cet; VII, Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 229.
5
Dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan
salah satu asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dalam Pasal 2 ayat (4) yaitu asa sederhana,
cepat, dan biaya ringan. Makna dan tujuan asas ini bukan sekedar menitikberatkan unsure kecepatan
dan biaya ringan. Bukan pula menyuruh hakim memeriksa dan memutus perkara dalam waktu satu
atau dua jam. Yang dicita-citakan adalah suatu proses pemeriksaan yang relative tidak memakan
waktu yang lama sampai bertahun-tahun, sesuai dengan kesederhanaan hukum itu sendiri. Apabila
hakim atau pengadilan sengaja mengulur-ulur waktu dengan alasan yang tidak rasional, maka hakim
tersebut tidak bermoral dan tidak professional, serta telah melanggar asas pengadilan sederhana,
cepat, dan biaya ringan. Lihat Gemala Dewi, ed., Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia (Cet;
III, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), h. 71-72.
4
penyelesaian sengketa melalui cara damai. Pasal 130 ayat (1) HIR berbunyi.6
Jika pada hari yang dtentukan itu, kedua belah pihak datang, maka pengadilan
negeri mencoba dengan perantaraan ketuanya akan memperdamaikan mereka
itu.
Jika perdamaian yang demikian itu terjadi, maka tentang hal itu pada waktu
bersidang, diperbuat sebuah akte, dengan nama kedua belah pihak diwajibkan
untuk mencukupi perjanjian yang diperbuat itu; maka surat (akte) itu akan
berkekuatan dan akan dilakukan sebagai putusan hakim yang biasa.
Upaya perdamaian yang dimaksud oleh pasal 130 ayat (1) HIR bersifat
cara-cara yang baik agar ada titik temu sehingga tidak perlu ada proses persidangan
yang lama dan melelahkan. Walaupun demikian, upaya damai yang dilakukan tetap
pentingnya integrasi mediasi dalam sistem peradilan. Bertolak dari ketentuan pasal
Mahkamah Agung (selanjutnya disebut SEMA) Nomor 01 Tahun 2002 pada tanggal
6
R. Tresna, Komentar HIR, (Cet; XVIII, Jakarta: Pradnya Paramita, 2005), h. 110.
7
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, h. 229.
5
Lembaga Damai (eks Pasal 130 HIR). Tujuan penertbitan SEMA adalah membatasi
perkara secara subtansif dan prosedural. Sebab apabila peradilan tingkat pertama
Belum genap 2 (dua) tahun usia SEMA Nomor 01 Tahun 2002 pada tanggal
dalam sistem peradilan secara memaksa tetapi masih bersifat sukarela dan akibat
SEMA itu tidak mampu mendorong para pihak secara intensif memaksakan
mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan
murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak untuk
PERMA Nomor 2 Tahun 2003, yang kemudian direvisi dengan PERMA Nomor 1
mediasi dapat diintegrasikan dalam proses berperkara di pengadilan. Hal mana harus
upaya perdamaian dalam sistem hukum Jepang untuk dituangkan ke dalam PERMA
8
Konsideran butir b Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.
9
Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan dalam Teori dan Praktik, h. 37
10
Mahkamah Agung, Jepan International Coorperation Agency dan Indonesia Institute for
Conflict Transformation.2008. Buku Tanya Jawab Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 01 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan. Jakarta: Mahkamah Agung, Japan
International Coorperation Agency dan Indonesia Institute for Conflict Transformation, h. 1
7
di Mahkamah Agung.
cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada
rasa keadilan.
memutus (ajudikatif).11
diterima pihak-pihak yang bertikai. Sebelum gelar perkara dilanjutkan, hakim pada
setiap hari sidang mewajibkan para pihak yang bertikai untuk menempuh jalur
mediasi.
PERMA Nomor 1 Tahun 2008 ini secara fundamental telah merubah praktik
11
Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan sebelum gelar perkara dalam Teori dan Praktik, h.
38
8
penting, tetapi harus dilakukan sebelum perkaranya diperiksa. Kalau selama ini
Diberikan waktu dan ruang yang khusus untuk melakukan mediasi antara pihak-
sungguh-sungguh.12
Urgensi dan motifasi dari mediasi adalah agar pihak-pihak yang berperkara
menjadi damai dan tidak melanjutkan perkaranya dalam proses pengadilan. Apabila
ada hal-hal yang mengganjal yang selama ini menjadi masalah, maka harus
mediasi adalah untuk mencapai perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai. Pihak-
pihak yang bertikai atau berperkara biasanya sangat sulit untu mencapai kata
sepakat apabila bertemu dengan sendirinya.. titik temu yang selama ini beku
mengenai hal-hal yang dipertikaikan itu biasanya bisa menjadi cair apabila ada yang
pihak yang berperkara dengan difasilitasi oleh seorang atau lebih mediator untuk
12
Siddiki, Mediasi di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan,
dalam www. Badilag net. 2009, h.2
13
Siddiki, Mediasi di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan,
dalam www. Badilag net. 2009, h.2
9
dengan demikain segala biaya yang timbul karena proses mediasi ini ditanggung oleh
pada umumnya. Apabila masyarakat selalu berada dalam kondisi konflik, maka
secara psikologis kehidupan berbangsa akan menjadi terganggu yang pada gilirannya
tentang perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
secara harmonis, terkadang suami istri gagal dalam membangun rumah tangganya
karena menemui beberapa masalah yang tidak dapat diatasi. Pada akhirnya upaya
pernikahan itu tercapai, dengan demikian agama Islam membolehkan suami istri
14
Siddiki, Mediasi di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan,
dalam www. Badilag net. 2009, h. 3
10
Islam dengan tegas menyatakan dalam al-Qur’an bahwa perceraian itu adalah
suatu perbuatan halal, tetapi paling dibenci Allah. Faktanya perceraian itu menjadi
fenomena yang tidak dapat terhindarkan karena maraknya konflik rumah tangga
yang terjadi dalam masyarakat. Mulai dari perceraian yang disebabkan pertengkaran
Oleh karena itu, Allah memberikan solusi yang sangat bijak agar menunjuk
seorang hakam atau mediator yaitu juru penengah. Keberadaan mediator dalam
perceraian tidak terlepas dari perintah agama, firman Allah swt, dalam QS al-Nisa>/
4: 35 yaitu :
Terjemahnya :
dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
15
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama (Cet; II, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 102.
11
terbaik dalam penyelesaian sengketa, dan mereka tidak lagi terpaku secara ketat
pada pengajuan alat bukti. Para pihak memperoleh kebebasan mencari jalan keluar
agar sengketa dapat diakhiri. Anjuran al-Quran dan Nabi Muhammad dalam ajaran
Islam memilih s}ulh} sebagai sarana penyelesaian sengketa yang didasarkan pada
pertimbangan bahwa s}ulh} dapat memuaskan para pihak dan tidak ada pihak yang
sebagai berikut:
Terjemahnya:
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz18 atau sikap tidak acuh dari
suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang
16
Secara bahasa, al-s}ulh} berarti menyelesaikan perkara atau pertengkaran. Sayyid Sabiq
memberikan pengertian s}ulh} dengan akad yang mengakhiri persengketaan antara dua pihak. Lihat
Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah Juz 2 (Kairo: Dar al-Fath, 1990), h. 201. Muhammad Khatib al-
Syarbini menyebutkan s}ulh} sebagai suatu akad dimana para pihak bersepakat mengakhiri
persengkataan mereka. Lihat Muhammad Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj Juz 2 (Beirut: Dar al-
Fikr, t.t), h. 177.
17
Syahrizal Abbas, Mediasi: Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional (Cet; I, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), h. 159-160.
18
Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti
meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap
isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya. Lihat, Departemen Agama RI,
al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2006), h. 99 dan 84.
12
mengamalkan konsep s}ulh} yang merupakan ajaran Islam.22 Para hakim di Pengadilan
Agama harus selalu mengupayakan dua pihak yang bersengketa untuk menempuh
jalur damai, karena jalur damai akan mempercepat penyelesaian perkara dan
yang salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Menurut pasal 10 ayat (12) Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tersebut
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
19
Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi Asal suaminya mau baik kembali. Lihat,
Departemen Agama RI, al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, h. 99.
20
Maksudnya: tabi'at manusia itu tidak mau melepaskan sebahagian haknya kepada orang
lain dengan seikhlas hatinya, Kendatipun demikian jika isteri melepaskan sebahagian hak-haknya,
Maka boleh suami menerimanya. Lihat, Departemen Agama RI, al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya,
h. 99.
21
Departemen Agama RI, al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syaamil Cipta
Media, 2006), h. 99.
22
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang termasuk
peradilan khusus bagi umat Islam. Eksistensinya terncatum dalam pasal 24 ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945 yang berbunyi:
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
23
Ridwan, Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum , ( Jakarta:
Pustaka Kartini, 1998), h. 247
13
3. Peradilan Militer
Maha Esa. Berdasarkan pasal 2 dan Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
kewarisan, wasiat, hibah, sedekah dan perekonomian syariah bagi golongan rakyat
yang beragama Islam di Indonesia. Di dalam penjelasan pasal 49 ayat (2) di sebutkan
bahwa yang dimaksud bidang perkawinan yang diatur dalam Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan antara lain adalah perceraian karena talak serta
gugatan perceraian.
Agama tersebut, maka diberlakukan pula hukum acara, hal ini ditetapkan
hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Agama
adalah:
a. Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan
Pengadilan Agama adalah peradilan perdata, oleh sebab itu hukum acara
yang berlaku pada pengadilan Negeri, di samping hukum acara yang berlaku pada
Dalam upaya penyelesaian, maka upaya yang terbaik dan pada dasarnya
dengan damai, dan hal ini merupakan yang setia keberadaan manusia di muka bumi
ini.
Berangkat dari tujuan awal adanya mediasi yang diantara tujuannya adalah
untuk mengurangi jumlah perkara, maka penulis beranggapan perlu untuk dijadikan
objek penelitian dalam sebuah tesis. Tulisan ini ingin menganalisa efektifitas
mediasi di Pengadilan Agama dalam sebuah tesis dengan judul “Efektivitas Mediasi
B. Rumusan Masalah
Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat
dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak
2008 belum mampu mengurangi perkara yang masuk ke persidangan. Belum terjadi
Baubau?
1. Fokus Penelitian
ruang lingkup penelitian yang dilakukan, maka yang perlu dikemukakan batasan
pengertian terhadap beberapa variabel yang tercakup dalam penelitian ini. Hal ini
perlu dilakukan agar penelitian ini dapat terfokus pada objek dan tujuan yang hendak
sangat penting dalam menyikapi suatu perkara dalam hal ini adalah perceraian.
juga tidak terlepas pula dari landasan filosofis yang bersumber pada dasar negara
kita, yaitu: Pancasila, terutama sila keempat yang berbunyi” Kerakyatan yang
yang diliputi oleh semangat kekeluargaan. Hal ini mengandung arti, bahwa setiap
bersama.
perdamaian sebagaimana yang diatur dalam ketentuan pasal 130 HIR/ 154 RBg,
ini hanya sekedar formalitas menganjurkan perdamaian di hadapan para pihak yang
bersengketa.24
2. Deskripsi Fokus
24
Rahmadi Usman, Mediasi di Pengadilan dalam Teori dan Praktik, (Cet; I, Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), h. 27
17
mandul. Akibatnya, keberadaan pasal 130 HIR/ pasal 154 RBg dalam hukum acara,
D. Kajian Pustaka
terhadap buku-buku yang diterbitkan, ditemukan berbagai hasil penelitian dan buku
yang relevan dengan pembahasan tesis ini.
Nur Taufiq Sanusi dalam bukunya “Fikih Rumah Tangga Perspektif al-
Qur’an dalam Mengelola Konflik Menjadi Harmonis ” dalam buku ini menggali
lebih jauh tentang bagaimana metode yang dapat dilakukan dalam rangka mengatasi
konflik antara suami isteri dalam rumah tangga menurut apa yang menjadi tuntunan
dalam al-Qur’an , sebagai sebuah rujukan utama bagi seorang muslim dan muslimat,
25
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, 2008, Jakarata: Sinar Grafika, h. 241
18
dalam meniti kehidupan rumah tangga, agar tercipta keharmonisan dan kedamaian
Praktik” dalam buku ini menguraikan dan membahas prosedur mediasi di Pengadilan
sebagaimana diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008. Serta memaparkan
sebagaimana terdapat dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 serta persamaan dan
Lingkungan Peradilan Agama” bahwa lembaga perdamaian salah satu lembaga yang
sampai sekarang dalam praktik pengadilan telah banyak mendatangkan keuntungan
bagi hakim maupun bagi pihak-pihak yang berperkara. Keuntungan bagi hakim,
dengan adanya perdamaian itu berarti para pihak yang bersengketa telah ikut
Keuntungan bagi pihak yang bersengketa adalah dengan terjadinya perdamaian itu
bersengketa, hubungan yang sudah retak dapat terjalin kembali seperti sediakala,
Tahap pertama yang harus dilakukan oleh hakim dalam menyidangkan suatu
perkara yang diajukan kepadanya adalah mengadakan perdamaian kepada pihak yang
26
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2005), h. 152
19
besengketa. Perdamaian pihak-pihak yang bersengketa itu lebih utama dari fungsi
hakim yang menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara yang diadilinya. Apabila
peramaian dapat dilaksanakan, maka hal itu jauh lebih baik dalam mengakhiri suatu
utama dan dipandang adil dalam mengakhiri suatu sengketa, sebab mendamaikan itu
dapat berakhir dengan tidak terdapat siapa yang kalah dan siapa yang menang, tetap
Kedua belah pihak sama-sama menang dan sama-sama kalah dan mereka dapat pulih
kembali dan suasana rukun dan persaudaraan serta tidak dibebani dendam kesumat
berperkara terbatas pada anjuran, nasihat, dan memberi bantuan dalam perumusan
sepanjang itu diminta oleh kedua belah pihak. Tanpa mengurangi arti keluhuran
diselamatkan, kerukunan antara kedua belah pihak dapat berlanjut, harta gono gini
dapat lestari menopang kehidupan rumah tangga, suami isteri dapat terhindar dari
anak-anak terhindar dari perasaan asing dan minder dalam pergaulan hidup sehari-
27
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, h. 152
20
diwajibkan hukum kepada hakim. Oleh karena itu, upaya mendamaikan dalam kasus
perdamaian adalah suatu persetujuan yang mana kedua belah pihak dengan
menyerah, menjanjikan atau menahan suatu barang guna mengakhiri suatu perkara
Hukum Islam pengertian perdamaian dirumuskan sebagai “suatu jenis akad untuk
perceraian adalah urusan pribadi, baik itu atas kehendak satu di antara dua pihak
yang seharusnya tidak perlu campur tangan pihak ketiga, dalam hal ini pemerintah,
(karena pada umumnya pihak yang superior dalam keluarga adalah suami) dan juga
untuk kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran lembaga peradilan.31
28
Mardani, Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah , (Cet. 2,
Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 41
29
Kitab Undang-undang hukum perdata pasal 1851
30
Sayyid Suabiq.Fiqh Assunnah,(Bairut, Darul Fikri,1993), h. 189
31
Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati, Hukum Perkawinan Indonesia, Palembang: PT.
Rambang Palembang, 2006, h. 110-111
21
syarat-syarat seperti yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata yakni; Pertama,
adanya “kesepakatan” berdasar kehendak bebas dari kedua belah pihak. Dalam
kesepakatan tersebut tidak boleh ada cacat yang mengandung (dwaling), paksaan
(dwang) dalam segala bentuk baik yang bersifat fisik dan psiknis atau penipuan
(bedrog). Syarat kedua, kecakapan untuk melakukan tindakan hukum. Syarat ketiga,
mengenai hal tertentu, dan syarat keempat didasarkan atas sebab yang halal.32
Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional ” buku ini mengupas secara detail
hukum penyelesaian sengketa di Indonesia dan Internasional; arbitrase;
perceraian adalah urusan pribadi, baik itu atas kehendak satu di antara dua pihak
yang seharusnya tidak perlu campur tangan pihak ketiga, dalam hal ini pemerintah,
(karena pada umumnya pihak yang superior dalam keluarga adalah suami) dan juga
untuk kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran lembaga peradilan.33
hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.34 Jadi pengertian
hakim atau tuntutan suami atau istri. Dengan adanya perceraian, maka perkawinan
No. 48 Tahun 2009 pada dasarnya mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar
pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral
serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga dalam
mediasi disebut “mediator” atau “ penengah” yang tugasnya hanya membantu pihak-
fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah
atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya tidak berada di tangan
Dalam proses mediasi ini terjadi permufakatan diantara para pihak yang
33
Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati, Hukum Perkawinan Indonesia, Palembang: PT.
Rambang Palembang, 2006, h. 110-111
34
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Internusa, 1985, h. 42
35
Lihat ketentuan dalam pasal 60 ayat 2 dan 3 Undang-undnag RI. Nomor 48 Tahun 2009.
23
oleh para pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh mediator. Mediator disini
solusi penyelesaian sengketa, yang akan diputuskan oleh para pihak yang
hasilnya di tuangkan dalam kesepakatan tertulis, yang juga bersifat final dan
1. Tujuan Penelitian
Baubau.
2. Kegunaan Penelitian
Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat doperoleh suatu kegunaan, baik
36
Takdir Rahmat, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2010, h. 24
24
perceraian.
c. Dengan adanya penelitian ini diharapakan dapat menjadi salah satu upaya
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Efektivitas
tercapainya suatu tujuan. Maksudnya adalah sesuatu dapat dikatakan efektif apabila
usaha tersebut telah mencapai tujuan secara ideal. Efektivitas merupakan ukuran
yang menggambarkan sejauh mana sasaran yang dapat dicapai, sedangkan efisiensi
menggambarkan bagaimana sumber daya tersebut dikelola secara tepat dan benar.1
pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan
melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju, dan berkaitan erat dengan
perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun
Efektivitas juga merupakan kata yang menunjukkan turut tercapainya suatu tujuan.
Kriteria yang menjadikan suatu tujuan atau rencana menjadi efektif, harus meliputi:
suatu hukum dalam menangani suatu permasalahan yang dapat diselesaikan oleh
1
T. Hani Handoko, Manajemen, (Cet. II; Yogyakarta: BPFE, 1998), h. 7.
2
T. Hani Handoko, Manajemen, h. 7.
3
T. Hani Handoko, Managemen, h.7.
25
26
pelaksanaan hukum itu sendiri. Keefektivitasan hukum adalah situasi dimana hukum
yang berlaku dapat dilaksanakan, ditaati dan berdaya guna sebagai alat kontrol sosial
Efektivitas hukum dalam masyarakat berarti menilai daya kerja hukum itu
dalam mengatur atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum. Namun agar
pada penegak hukumnya, dan untuk itu sedikitnya memperhatikan lima faktor
2. Penegak hukum;
4. Masyarakat;
5. Kebudayaan.
Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pencapaian tujuan dari
usaha yang telah dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan mediasi dalam perkara
lembaga tersebut dalam melaksanakan usaha damai dalam wadah mediasi dengan
memperhatikan berbagai macam aturan yang ada, baik peraturan yang berasal dari
efektif sehingga wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk dibahas dalam
4
E. Mulyana, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep Strategi dan Implementasi (Jakarta: PT
Rosyda Karya, 2004), h. 82.
27
perspektif efektivitas hukum. Artinya benarkah hukum yang tidak efektif atau
hukum. Artinya hukum benar-benar berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis.5
tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Hal tersebut dapat
diartikan bahwa apabila suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan
yang direncanakan, dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan
yang lain.6
berikut :7
dengan tepat dalam arti target tercapai sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan.
5
Ilham Idrus, Efektivitas Hukum, artikel diakses pada 12 Oktober 2014 dari
http://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html
6
Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Bandung: Pustaka Setia,
2005), h. 35.
7
Sujadi F. X., Penunjang Keberhasilan Proses Manajement, (Jakarta: CV Masagung, 1990),
Cet. 3. h. 36.
28
b. Ekonomis, dilakukan dengan biaya sekecil mungkin sesuai dengan rencana serta
yang telah ditetapkan, jadi apa yang telah dilaksanakan dapat dibuktikan
pertanggung jawabannya.
seimbang dengan tanggung jawab dan harus dihindari adanya dominasi oleh salah
B. Pengertian Mediasi
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang
berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak
sengketa antara para pihak. “Berada di tengah” juga bermakna mediator harus
berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia
harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan
bersengketa.8
8
Syahrizal Abbas, Mediasi: Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional (Cet.I; Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), h. 1-2.
29
bahasa Inggris mediation yang berarti proses penyelesaian sengketa secara damai
yang melibatkan bantuan pihak ketiga untuk memberikan solusi yang dapat diterima
penengah.10
sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan
menengahi dan menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak
yang bersengketa.12
9
B.N. Marbun, Kamus Hukum Indonesia (Cet.I; Jakarta: Sinar Harapan, 2006), h .168.
10
Runtung, Pemberdayaan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia:
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Adat FH-Universitas
Sumatera Utara. Medan: USU, 2006. Di akses pada tanggal 12 November 2014 dari
http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2006/ppgb_2006_runtung.pdf, h. 8.
11
John W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi (Jakarta: Proyek ELIPS, 1997), h. 42.
12
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum
Nasional, h. 2.
30
Dalam bahasa arab, perdamaian berasal dari terjemahan kata ُلص ْلح
ُّ َ ا, yang
merupakan bentuk masdar dari ص ْلحا
ً - ُصلح ْ َ ي- صل َُح
13
َ yang berarti :
ُِ الش ِريْ َع
ُت َعقدُ يَ ْرفَع َّ ف ُِ السالِ َمتُ بَ ْع َُد الْمىاََز َع
ُ ِ ت َُو ِ َّ ف اللغَت اِسمُ ُال
ِ ُِ اِل ُ ِ ُلص ْلح
َ ت َوه َُى َ ص َ ْ ُّ َا
َُ الىِ َس
اع
Artinya :
“Ash-S}hulh}u (perdamaian) menurut bahasa merupakan suatu nama dari
maslahah yang artinya saling menyerah setelah adanya pertikaian. Dan secara
terminologi berarti suatu akad yang dapat menghilangkan pertikaian.”
mediasi diartikan dengan pihak ketiga yang ikut campur dalam perkara untuk
mencapai penyelesaian.15
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai
penasihat.16
pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama
13
Ali Bin Muhammad Al Jarjani, Al-Ta’rifat, (Jedah: Al-Haramain, t.th), h. 143.
14
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 487.
15
I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h. 399.
16
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h. 569.
31
melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non-
mediator di sini hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan
dicapai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak,
keputusan tidak berada di tangan mediator, tetapi di tangan para pihak yang
bersengketa.18
adalah suatu akad atau perjanjian yang bertujuan untuk mengakhiri pertikaian antara
dua belah pihak yang sedang berselisih atau bersengketa secara damai.
Kata perdamaian atau is}hlah} merupakan istilah denotatif yang sangat umum,
dan istilah ini bisa berkonotasi perdamaian dalam lingkup keharta bendaan,
17
Garry Goopaster, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian
Sengketa Melalui Negosiasi, (Jakarta: ELIPS Project, 1993), h. 201.
18
Rachmadi Usman, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: PT Aditya Bakri,
2003), h. 82.
19
Helmi Karim, Fikih Muamalah, ( Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 49
32
Dalam perdamaian perlu adanya timbal balik dan pengorbanan dari pihak-
pihak yang berselisih dan bersengketa, atau dengan kata lain pihak-pihak yang
diantara keduanya.
kesadaran bersama dari pihak-pihak yang berperkara, sehingga tidak ada kata
melainkan sebagai persetujuan antara kedua belah pihak atas tanggung jawab
mereka sendiri. Perdamaian yang terjadi di muka sidang pengadilan, majelis hakim
pencabutan gugatan pada perkara perceraian. Itulah sebabnya menurut pasal 130
ayat (3) HIR, 154 ayat (3) RBg putusan perdamaian tidak dapat dimintakan
banding.21
Maka, pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, sebelum
pembacaan gugatan dari penggugat, hakim wajib memerintahkan para pihak untuk
perkara.
20
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, ( Cet. II;
Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), h. 47.
21
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia , (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2000), h. 94.
33
reconciliation) antara pihak-pihak yang berperkara yang memuat isi perdamaian atau
perkara dicabut khusus untuk perkara perceraian, dan majelis hakim memerintahkan
para pihak agar mematuhi dan memenuhi isi perdamaian tersebut. Akta perdamaian
putusan hakim (Pasal 130 ayat (2) HIR, 154 ayat (2) RBg).22
1. Aspek Urgensi/Motivasi
Urgensi dan motivasi dari mediasi adalah agar pihak-pihak yang berperkara
menjadi damai dan tidak melanjutkan perkaranya dalam proses pengadilan. Apabila
ada hal-hal yang mengganjal yang selama ini menjadi masalah, maka harus
mediasi adalah untuk mencapai perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai. Pihak-
pihak yang bertikai atau berperkara biasanya sangat sulit untuk mencapai kata
sepakat apabila bertemu dengan sendirinya. Titik temu yang selama ini beku
22
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, h. 94.
23
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
24
Siddiki, Mediasi di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana,Cepat, dan Biaya Ringan .
Artikel di akses pada tanggal 11 Nopember 2014 dari http://www.badilag.net/artikel/mediasi.pdf
34
mengenai hal-hal yang dipertikaikan itu biasanya bias menjadi cair apabila ada yang
pihak yang berperkara dengan difasilitasi oleh seorang atau lebih mediator untuk
2. Aspek Prinsip
Secara hukum mediasi tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) PERMA Nomor 01
Tahun 2008 yang mewajibkan setiap hakim, mediator dan para pihak untuk
prosedur mediasi menurut PERMA ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 130
HIR dan atau Pasal 154 Rbg. yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Artinya, semua perkara yang masuk ke pengadilan tingkat pertama tidak mungkin
melewatkan acara mediasi. Karena apabila hal ini terjadi resikonya akan fatal.
3. Aspek Substansi
Yaitu bahwa mediasi merupakan suatu rangkaian proses yang harus dilalui
untuk setiap perkara perdata yang masuk ke Pengadilan. Substansi mediasi adalah
perkaranya diperiksa. Mediasi bukan hanya sekedar untuk memenuhi syarat legalitas
formal, tetapi merupakan upaya yang sungguh-sungguh yang harus dilakukan oleh
mediator. Sehingga dengan demikiaan segala biaya yang timbul karena proses
begitu pula para ahli hukum memberikan pengertian yang berbeda-beda. Untuk
Istilah mediasi dalam Islam dikenal dengan al-S}hulh}. Secara bahasa artinya
Praktik al-S}hulh} sudah dilakukan pada masa Nabi Muhammad saw. dengan
berbagai bentuk. Untuk mendamaikan suami istri yang sedang bertengkar, antara
kaum muslim dengan kaum kafir, dan antara satu pihak dengan pihak lain yang
hakim. Tujuan utamanya adalah agar pihak-pihak yang berselisih dapat menemukan
kepuasan atas jalan keluar akan konflik yang terjadi. Karena asasnya adalah kerelaan
semua pihak.
istri Nabi saw., saudah binti Zam’ah khawatir dicerai oleh Nabi saw., maka dia
bermohon agar tidak dicerai dengan menyerahkan haknya bermalam bersama Rasul
27
Kementerian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya (Cet. I;
Surabaya: UD. Halim, 2013), h. 99.
37
saw untuk istri Nabi saw., ‘Aisyah (istri Nabi saw., yang paling beliau cintai setelah
Khadijah).28
Imam Syafi’i meriwayatkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan kasus
putri Muhammad Ibn Malamah yang akan dicerai oleh suaminya, lalu dia bermohon
agar tidak dicerai dan rela dengan apa saja yang ditetapkan suaminya. Mereka
Tafsir ayat ini juga ada dalam kitab S}hahih} al-Bukha>ri. Dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan wanita yang takut akan nusyu>z} atau sikap acuh tak acuh dari
suaminya adalah wanita yang suaminya tidak lagi ada keinginan terhadapnya, yaitu
hendak menceraikannya dan ingin menikah dengan wanita lain. Lalu si wanita
ceraikan. Silakan engkau menikah lagi dengan wanita lain, engkau terbebas dari
nafkah dan kebutuhan untukku.” Maka firman Allah dalam ayat tersebut: Maka
diberikan kepada Aisyah, isteri Rasulullah saw., ‘Aisyah. Dalam hal ini, memang
tidak ada pihak ketiga sebagai mediator. Namun apa yang dilakukan Saudah adalah
28
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Cet. I;
Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 603.
29
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, h. 603.
30
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari. Juz 3, (Cet. I; Kairo: Dar al-Hadis,
2000), h. 647. Hadis No. 5206.
38
cara memberikan jatah harinya untuk Aisyah. Pemberian jatah tersebut disebutkan
QS al-Nisa>: 4/35. Ayat ini lebih dekat dengan pengertian dan konsep mediasi yang
ada dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Terjemahnya :
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.32
31
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abu Dawud. Juz 2, (Beirut: Dar al-
Kutub al-Arabi, t.t.), h. 209. Hadis No. 2140.
32
Kementerian Agama Republik Indonesia, al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya (Cet. I;
Surabaya: UD. Halim, 2013), h. 84.
39
isteri, maka Hakim mengutus 2 (dua) orang hakam/juru damai. Kedua hakam
keluar terbaik bagi mereka, apakah baik bagi mereka perdamaian atau pun
1. Berakal.
2. Baligh.
3. Adil.
4. Muslim.
Tidak disyaratkan hakam berasal dari pihak keluarga suami maupun isteri.
Perintah dalam ayat 35 diatas bersifat anjuran.33 Bisa jadi hakam diluar pihak
keluarga lebih mampu memahami persoalan dan mencari jalan keluar terbaik bagi
Penulis berpendapat bahwa perintah mendamaikan dalam ayat ini tidak jauh
berbeda dengan konsep dan praktik mediasi. Dimana hakim mengutus hakam yang
hakam juga berhak memberikan kesimpulan apakah perkawinan antara suami isteri
layak dipertahankan atau bahkan lebih baik bubar. Tidak berbeda dengan tugas
mediator yang melaporkan hasil mediasi dengan dua pilihan, berhasil atau gagal.
menjaga keutuhan rumah tangga. Dalam menjalani kehidupan rumah tangga, tidak
33
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah Juz II, h. 185.
40
mungkin dilewati tanpa adanya perbedaan sikap dan pendapat yang berakumulasi
pada sebuah konflik. Oleh karena itu, Islam selalu memerintahkan kepada
perdamaian adalah jalan utama yang harus diambil selama tidak melanggar syariat.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam hadis riwayat Ibnu Hibban sebagai
berikut:34
sengketa suami isteri agar terhindar dari perceraian dengan tetap mengutamakan
34
Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamimi al-Busti, Shahih Ibnu Hibban
bin Tartibi Ibnu Bilban. Juz 11, (Cet.II; Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993), h. 488. Hadis No. 5091.
41
seperti dalam Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
sidang hari pertama, melainkan juga pada setiap kali sidang. Hal ini sesuai dengan
sifat perkara bahwa inisiatif berperkara datang dari pihak-pihak, karenanya pihak-
pihak juga yang dapat mengakhirinya secara damai melalui perantaraan majelis
hakim di muka sidang pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-
yang mengatur masalah perdamaian ini, yaitu dalam pasal 56 ayat (2), 65, 83
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama dan pasal 31, 33 PP
No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
35
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, h. 93.
42
Selain itu dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga menganjurkan kepada
Hakim agar selalu berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara di
dalam persidangan, yaitu dalam pasal 143 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,
menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang
bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara”. Dalam pasal lain juga
tentang kepentingan keperdataan yang terbit dari suatu kejahatan atau pelanggaran,
supaya bersama-sama dan dengan diri sendiri, menghadap di muka seorang anggota
atau lebih dari pengadilan, yang mana nanti akan mencoba memperdamaikan kedua
belah pihak.” Dan juga pasal yang membahas hal sama yaitu Pasal 203 BW tentang
perdamaian.”
43
Begitu juga dalam Pasal 130 HIR/154 RBG.36 disebutkan bahwa Apabila
pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, maka pengadilan
(1) Jika perdamaian tercapai pada waktu persidangan dibuat suatu akta
perdamaian yang mana kedua belah pihak dihukum untuk melaksanakan
perjanjian itu; Akta perdamaian tersebut berkekuatan dan dapat dijalankan
sebagaimana putusan yang biasa.
(2) Terhadap putusan yang sedemikian itu tidak dapat dimohonkan banding.
Dalam suatu sengketa antara dua pihak atau beberapa pihak, maka dapat
dalam pengadilan.
Agama No. 3 Tahun 1975 Pasal 28 ayat (3) menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama
dalam berusaha mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada
kedua suami istri tersebut untuk hidup makmur lagi dalam rumah tangga”.
Menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2008, mediator adalah pihak netral yang
36
Mohammad Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2004), h. 61.
44
Indonesia, kata mediator berasal dari bahasa latin mediator yang berarti penengah;
pihak ketiga sebagai pemisah atau juru damai antara pihak-pihak yang
bersengketa.38
dilakukan dapat berhasil. Persyaratan bagi seorang mediator dapat dilihat dari dua
sisi, yaitu sisi internal dan sisi eksternal. Sisi internal berupa kemampuan personal
reaksi positif terhadap sejumlah pernyataan yang disampaikan para pihak dalam
Sisi eksternal berupa persyaratan lain yang berkaitan dengan para pihak dan
sebagai berikut:40
1. Keberadaan mediator disetujui oleh kedua belah pihak;
2. Tidak mempunyai hubungan keluarga atau sedarah sampai dengan derajat kedua
37
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 726.
38
B.N. Marbun, Kamus Hukum Indonesi, h. 168.
39
Runtung, Pemberdayaan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia, h.
8.
40
Syahrizal Abbas, Mediasi: Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, h. 60-65.
45
3. Tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa;
oleh D.Y. Witanto, menyebutkan bahwa mediator memiliki beberapa peran penting
antara lain:41
3. Menyusun agenda;
Dapat kita pahami bahwa seorang mediator memiliki peran yang sangat
penting bagi tercapainya kesepakatan damai diantara para pihak. Selain peran
tersebut diatas, menurut Fuller, mediator juga memiliki beberapa fungsi antara
lain:42
41
D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi: Dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan
Umum dan Peradilan Agama Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan. (Cet I; Bandung: Alfabeta, 2010), h.102.
42
Buku Tanya dan Jawab Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan (Mahkamah Agung RI, Japan International Cooperation Agency
(JICA), dan Indonesia Institute for Conflict Transformation (IICT), 2008), h. 16.
46
1. Sebagai katalisator, yakni menciptakan keadaan dan suasana baru dari sebuah
6. Sebagai agen realitas, yakni menampung segala informasi baik berupa keluhan,
7. Sebagai kambing hitam, yakni siap menerima penolakan dan ketidakpuasan para
secara damai adalah sangat penting. Jelas mediator mempunyai peranan penting
Putusan perdamaian mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat pada
E. Pengertian Perceraian
Perceraian atau yang dikenal dalam istilah fikih dengan sebutan talak,
merupakan pemutusan hubungan suami isteri, baik yang ditetapkan oleh hakim
berarti talak atau putus hubungannya sebagai suami-isteri.44 Dan demikian pula
menurut Andi Hamzah bahwa talak berasal dari bahasa Arab, yang berarti
Nuruddin, talak adalah melepaskan ikatan (h}all al-qa>id) atau bisa juga disebut
Definisi yang agak panjang dapat dilihat di dalam kitab Kifaya>t al-Akhya>r yang
menjelaskan talak sebagai sebuah nama untuk melepaskan ikatan nikah dan talak
adalah lafaz jahiliyah yang setelah Islam datang menetapkan lafaz itu sebagai kata
43
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, (Depok: Elsas, 2010), h. 173
44
WJS Poewadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1999), h.
200.
45
Andi Hamsah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1986), h. 564.
46
Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2004), h. 207.
47
Sayyid Sabiq, fiqh al-Sunnah, Juz II, h. 206.
48
untuk melapaskan nikah. Dalil-dalil tentang talak itu berdasarkan al-kitab, hadis,
Dari definisi talak di atas, jelaslah bahwa talak merupakan sebuah institusi
ikatan perkawinan sebenarnya dapat putus dan tata caranya telah diatur baik di
banyak dibahas para ulama. Seperti apa yang dinyatakan oleh Sarakhsi sebagaimana
dikutip Amiur Nuruddin, Talak itu hukumnya dibolehkan ketika berada dalam
keadaan darurat, baik atas inisiatif suami (talak) atau inisiatif istri (khulu’).49
Sedangkan hadis yang dijadikan dasar hukum perceraian, antara lain hadis
yang diriwayatkan Abu> Da>ud, al-Hakim, dan Ibnu Ma>jah dari Ibnu Umar, Rasulullah
saw, bersabda:
.50ابغضُاِلاللُاىلُاهللُعزُوجلُالطالق
Artinya :
“Perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah azza wajallah adalah talak”
(HR. Abu> Da>ud)
Dengan memahami hadis tersebut, sebenarnya Islam mendorong terwujudnya
(talak). Dapatlah dikatakan, pada prinsipnya Islam tidak memberi peluang untuk
suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan
dan hal-hal yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga. Berkenaan dengan
hal ini al-Qur’an memberi tuntunan bagaimana mengatasi nusyu>z} istri agar tidak
terjadi perceraian.
Terjemahnya:
wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Berangkat dari QS an-Nisa>/4: 34 al-Qur’an memberikan opsi sebagai
berikut:
a. Istri diberi nasihat dengan cara yang ma’ruf agar ia segera sadar terhadap
b. Pisah ranjang. Cara ini bermakna sebagai hukuman psikologis bagi istri dan
kekeliruannya.
51
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 1995), h. 269-272.
52
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, (Bandung: PT Syaamil Cipta
Media, 2006), h. 84.
50
c. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, langkah berikutnya adalah memberi
hukuman fisik dengan cara memukulnya. Penting untuk dicatat, yang boleh
betisnya.53
Kemungkinan nusyu>z} ternyata tidak hanya datang dari istri tetapi dapat juga
datang dari suami. Selama ini sering disalahpahami bahwa nusyu>z} hanya datang dari
pihak istri saja. Padahal al-Qur’an juga menyebutkan adanya nusyu>z} dari suami
pihak suami untuk memenuhi kewajibannya pada istri, baik nafkah lahir maupun
nafkah batin. Berkenaan dengan tugas suami berangkat dari hadis Rasul saw. ada
53
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 270
54
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 94
55
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, h. 99
51
sandang dan pangan. Kedua, tidak memukul wajah jika terjadi nusyu>z}, ketiga, tidak
menjauhi istri atau menghindari istri kecuali di dalam rumah. Inti hadis ini adalah
suami harus memperlakukan istrinya dengan cara yang baik dan dilarang menyakiti
istrinya baik lahir maupun batin, fisik dan mental.56 Jika ini terjadi dapat dikatakan
mengingatkannya namun tetap tidak ada perubahan, maka al-Qur’an seperti yang
untuk lebih sabar menghadapi suaminya dan merelakan hak-haknya dikurangi untuk
Inilah ayat yang menurut Sayuti Talib yang dijadikan dasar untuk
merumuskan tata cara dan syarat-syarat bagi taklik talak sebagai bentuk perjanjian
Sedangkan menurut Mahmud Syaltut, taklik talak adalah jalan terbaik untuk
melindungi kaum wanita dari perbuatan tidak baik dari pada suami. Sekiranya
seorang suami telah mengadakan perjanjian taklik talak ketika akad nikah
dilaksanakan dan bentuk perjanjian itu telah disepakati bersama, maka perjanjian
56
Forum Kajian Kitab Kuning, Wajah Baru Relasi Suami-Istri: Telaah Kitab ‘Uqud al-
Lujjain, (Yogyakarta: LKis, FK3, 2001), h. 16-17.
57
Forum Kajian Kitab Kuning, Wajah Baru Relasi Suami-Istri: Telaah Kitab ‘Uqud al-
Lujjain, h. 94.
52
taklik talak dianggap sah untuk semua bentuk taklik. Apabila suami melanggar
perjanjian yang telah disepakati itu maka istri dapat meminta cerai kapada hakim
3. Terjadinya syiqa>q
suami-isteri yang sedang dilanda problem konflik, agar mencari bantuan pertama
kali kepada keluarga untuk ikut serta dalam upaya mendamaikan keduanya, setelah
secara personal suami-isteri tersebut sudah tidak dapat menyelesaikannya lagi. Hal
pihak dikarenakan para perantara itu akan lebih mengetahui karakter, sifat keluarga
mereka sendiri. Ini lebih mudah untuk mendamaikan suami istri yang sedang
bertengkar.
penengah atau juru damai.62 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hakam artinya
Pengertian hakam dari segi istilah, para fuqaha berbeda pendapat dalam
dalam tafsirnya, memberi definisi bahwa hakam adalah orang yang berwenang untuk
wajib dengan menggunakan sighat amar. Berdasarkan kaidah ushul bahwa asal hukum bagi perintah
adalah wajib (al aslu> fi amri lil al wuju>b). Penegasan mazhab Syafi’i yang mewajibkan mengangkat
hakam yang berfungsi menangani perkara perceraian memberi kesan bahwa upaya-upaya yang
mengarah ke jalan perdamaian harus dilakukan dengan serius. Perceraian hanyalah jalan terakhir
manakala upaya-upaya perdamaian mengalami jalan buntuh. Dalam UU No. 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, sebenarnya pengangkatan hakam dalam menangani perkara perceraian bukanlah hal
baru dan asing. Namun ternyata selama ini masih ditemui di sana sini pengangkatan hakam terkesan
formalitas sekedar memenuhi formalitas hukum acara. Mungkin ini disebabkan karena UU No. 7
tahun 1989 pasal 76 ayat 2 yang menegaskan bahwa kedudukan hakam tidak bersifat imperatif, tetapi
hanya fakultatif, maka para hakimpun mencukupkan eksistensi hakam dalam perkara perceraian
hanyalah sekedar formalitas. Lebih jelas bunyi pasal 76 tersebut adalah: Pengadilan setelah
mendengar keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara suami dan istri dapat mengangkat
seorang atau lebih dari keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk jadi hakam.
62
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, (Edisi II,
Cet; XIV. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 309.
63
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Edisi II, Cet;
III. Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 335.
64
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 105.
65
Ahmad Musthafa> al-Mara>ghi, Tafsir al-Mara>ghi, (Juz IV-VI; Mesir: Matba’ah Musthafa al-
Ba>b al-Halab, t.th), h. 26.
54
menghukumi orang yang berselisih karena adanya perpecahan diantara kedua belah
orang saleh yang diberi hak untuk mendamaikan pihak yang bersengketa serta
bahwa yang dimaksud hakam adalah orang yang ditetapkan oleh pengadilan dari
pihak suami dan istri atau dari pihak lain untuk mengupayakan penyelesaian
Terhadap kasus Syikak ini ditempuh cara bahwa kedua hakam itu bertugas
menyelidiki hakikat serta mencari asal muasal terjadinya syikak dimaksud dan
seberapa mungkin berusaha mendamaikannya dan kalau jalan damai tidak mungkin
menceraikannya.69
66
Muhammad ‘Ali al-Shabu>, Tafsir Aya>t al-Ahka>m Min al-Qur’a>n, h. 332, Shafwah al-
Tafa>sir: Tafsir al-Qur’a>ni al-Karim, (Juz I; Libanon: Da>r al-Fikr, 2001), h. 252.
67
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 108. Lihat juga dalam Sa’di Abu Jayb, al-Qomu>s al-Fiqhiyyah: Lugatan wa
Istila>han, (Suriah: Da>r al-Fikri, 1998), h. 96.
68
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’a>n dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 108.
69
H. Zuhri Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan
di Indonesia. (Cet; ke-1, Yogyakarta: Bina Cipta, 1978), h. 91.
55
Para ulama telah sepakat bahwa mengutus hakam ketika terjadi perselisihan
diantara suami isteri, sebelum diketahui diantara mereka siapa yang berbuat nusyuz
atau memang diketahui bahwa keduanya berbuat nusyuz, sementara suami enggan
hakam tidak berhak menceraikan, kecuali dengan kerelaan suami isteri, sebab hakam
hanya berstatus sebagai wakil suami isteri. Karena itu apapun keputusan yang
talak, karena suami tidak mewakilkan perkejaan itu kepadanya. Caranya yaitu
70
Ibnu Quda>mah, al-Mughni Syar Mukhtasyar al-Kharaqi, (Saudi: al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta>’ al-
Da’wah wa al-Irsya>d, tt) IX, h. 107.
71
Muhammad ‘Ali al-Shabu>, Rawa>’I al Baya>n Tafsir aya>t al-Ahka>m Min al-Qur’a>n, (Jakarta:
Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah), h. 337.
72
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 109.
73
Muhammad ‘Ali al-Shabu>, Rawa>’I al Baya>n Tafsir aya>t al-Ahka>m Min al-Qur’a>n, h. 471.
56
itu merupakan cara yang terbaik, maka hakim dapat memerintahkan hakam untuk
menceraikan mereka.74
kepada kedua hakam ini melainkan hanya untuk mengishlahkan, sebagaimana firman
Allah swt., ُ( انُيريداُإصالحاُيوفقُاهللjika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan maka Allah akan memberi taufik) yang menunjukan bahwa diluar tugas
itu tidak ada. Dan keduanya (hakam) berstatus sebagai wakil, sehingga mereka tidak
memberi wakil.
hakam ini tidak ada hak untuk menceraikan kecuali dengan kerelaan suami, sebab
sudah tidak ada yang berselisih lagi, bahwa suami kalau mengakui bersalah terhadap
isterinya, tidak boleh diceraikan antara kedua dan hakim pun tidak boleh memaksa
suami agar agar menceraikan isterinya, sebelum ada keputusan dari kedua orang
hakam. Begitu juga sebaliknya kalau isterinya telah mengakui bersalah, hakim tidak
dalam masalah Syikak sangat diperlukan karena hal ini didasarkan pada peristiwa
yang terjadi saat ‘Ali bin Abi Thalib dalam menyelesaikan perselisihan suami isteri,
74
Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, Ahka> al-Qur’a>n, (Juz; V, Mesir: Da>r al-
Kitab al-Arabi, 1967), h. 176.
75
Al-Jashshash al-Hanafi, Ahkam al-Qur’a>n. (Jilid II; Libanon: Da>r al-Kitab al-‘Arabiah),
h. 192.
57
yang sepenuhnya diserahkan kepada dua orang hakam untuk mengatasi kejadian
tersebut, juga firman Allah swt., dalam surat al-Nisa>’ (4): 35,76 mengenai wewenang
hakam dalam perkara Syikak Imam Malik berpendapat bahwa kewenangan hakam
izin dan pemberian kuasa atau persetujuan suami isteri. Alasan mereka ialah riwayat
yang diterima dari ‘Ali bin Abi Tha>lib, bahwa ia mengatakan kepada kedua hakam
ِ
tersebut dengan: ُواجلَ ْم ُع
َ ني
َ ْ ُالزْو َج
َّ نيَ ْ َ الَْي ِه َما ُالتَّ ْف ِرقَة ُبDalam hal ini Imam Malik
mempersamakan hakam tersebut dengan penguasa. Sedangkan penguasa bisa
menjatuhkan talak karena ada tindakan yang merugikan, jika hal itu sudah nyata.77
yang berselisih, maka hal itu boleh dilakukan tanpa izin atau kerelaan suami isteri
tersebut. Karena sesungguhnya apabila suami isteri telah mewakilkan kepada hakam,
maka juga telah mewakilkan dalam talak dan khulu’. Sehingga perwakilan di sini
merupakan kerelaan atas putusan talak atau khulu’ atas mereka. Dan putusan
76
Malik bin Anas, al-Muwaththa, (Jilid II; Libanon: Da>r al-Kitab al-Arabi, tt), h. 584.
77
Abu> Muhammad al-Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu
Rusyd al-Qurthubi al-Andalu>si, Bida>yah al-Mujtahid, (diterjemahkan oleh ‘Abdurrahman, Cet; I, CV.
Al-Syifa<’: Semarang: 1990), h. 74.
58
perceraian antara mereka, apabila telah diketahui bahwa jalan perceraian antara
mereka, apabila telah diketahui bahwa jalan perceraian tersebut memang layak.78
sedangkan hakim memutuskan apa yang telah diputuskan oleh hakam. Pendapat
tersebut sama dengan apa yang telah dikemukakan oleh ‘Ali bin Abi Tha>lib dan
‘Abdullah bin Abbas. Juga para sahabat bersepakat dengan memberikan argument
hakam, Hasbi al-Shiddieqi menyebutkan bahwa menurut pendapat yang ra>jih dalam
mazhab Maliki, tidak disyaratkan terus menerus adanya kerelaan dari kedua belah
Menurut Imam Malik, sebagian yang lain pengikut Imam Hambali dan qaul
jaded-nya Imam Syafi’I, hakam itu adalah berarti hakim. Sebagai hakim, maka boleh
78
Al-Zarqa>ni, Syarh al-Muwaththa’ al-Ima>m Ma>lik, (Mesir: Syirkah Mathba’ al-Bab wa
Awlad, 1992), h. 139.
79
Muhammad Abu> Zahrah, al-Ahwa>l al-Syakhsiyah, (ttp, Da>r al-Fikr al-‘Arabi, tt), h. 423
80
TM. Hasbi as-Siddiqqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Cet; I, edisi kelima,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), h. 84.
59
memberi keputusan sesuai pendapat keduanya tentang hubungan suami isteri yang
sedang berselisih itu, apakah ia akan memberikan keputusan perceraian atau ia akan
dalam al-Qur’a>n itu jelas bukan wakil suami isteri, sebab yang diperintahkan
mengangkat hakam bukan suami isteri yang bersangkutan, akan tetapi penguasa
(ulum amri), dalam hal ini adalah pengadilan. Oleh karena itu, kekuasaan hakam
suami isteri, telah memperoleh kekuatan dari ulil amri (penguasa). Khalifah ‘Utsma>n
pernah mengangkat Ibnu ‘Abba>s dan Mu’a>wiyah untuk bertindak sebagai hakam
antara Uqbal bin Abi Thalib dan isterinya Fatimah binti Atabah dengan memberi
menceraikan antara suami isteri, maka hendaklah mereka menceraikan. Khalifah ‘Ali
juga pernah melakukan hal yang sama, member kekuasaan penuh kepada hakam
keputusan benar-benar dengan pertimbangan yang matang, dilihat dari beberapa segi
yang telah diputuskan oleh hakam tinggal dikuatkan oleh pengadilan, dengan
demikian perselisihan yang terjadi antara suami isteri, apabila sebaiknya berakhir
dengan perceraian akan segera dapat menyelamatkan suami isteri dari penderitaan-
perkawinan mereka.83
Urgensi hakam dalam menangani perkara Syikak yang utama adalah untuk
islah (mendamaikan), dan hal ini menjadi satu kata kunci yang harus
ِّق ُاللَّه ُبَْي نَ ه َما ْ ِ إِ ُْن ُي ِريْ َد ُإKemudian difahami berbeda oleh para ulama, apakah islah
ْ صالَ ًحاُي َوف
yang dimaksud ialah kemaslahatan yang dicari baik itu dapat dicapai dengan cara
mempersatukan lagi hubungan suami isteri dalam satu unit keluarga atau dengan
cara memutuskan hubungan ikatan perkawinan antara suami isteri tersebut, ataukah
kata islah yang dimaksud adalah merupakan kemaslahatan yang bermakna tugas
atau solusi untuk memperbaiki hubungan suami isteri tersebut sehingga pemutusan
ikatan perkawinan bukan menjadi wewenang dari hakam. Pendapat Imam Malik
sebagian pengikut Hambali dan qaul jadid-nya Imam Syafi’i, tampaknya lebih
83
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 114.
61
suami-isteri, karena tidak ada indikasi selain kata islah (mendamaikan) dalm QS al-
Nisa> ayat 35 tersebut, sebagaimana yang ditegaskan oleh mazhab Hanafi dalam
kitabnya ‘Muhammad Ali al-Sabu>ni (Rawa>’i al-Baya>n Tafsir ayat al-Ahka>m Min al-
Qur’a>n).85
dimaksudkan sebagai suatu hal yang selayaknya dimiliki dalam menangani konflik
seperti ini. Dan tidak ada kebaikan yang lebih tinggi yang bisa diharapkan /
diinginkan melainkan kedua pasangan suami isteri tetap bersama dan hidup secara
tentram dan damai. Oleh karena itu kata islaha>n (kebaikan), lebih tepat jika
Qur’an itu jelas bukan wakil suami-isteri, sebab yang diperintahkan mengangkat
hakam bukan suam-isteri yang bersangkutan, akan tetapi penguasa (ulul amri), Nur
Taufiq Sanusi, menjelaskan bahwa hal ini masih perlu untuk dicermati. Pada intinya
beliau sepakat bahwa yang diperintahkan mengangkat hakam ialah penguasa, namun
bukan berarti bahwa yang diangkat itu juga harus dari penguasa, karena penggunaan
84
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 114.
85
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 115.
86
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 115.
62
dlamir “hi” pada kata ahlihi ( ) أهلهdan “ha” pada kata ahliha ( ) أ َْهلهاdan penyebutan
2 kata hakam atau hakamain, menunjukan bahwa hakam yang diangkat oleh
(2 orang atau lebih) dari keluarga pihak-pihak yang berselisih, yang dipandang cukup
dipilih oleh hakim (ulul amri) berdasarkan pada netralitas dan kesungguhan mereka
bermusyawarah secara proaktif baik sesame hakam maupun dengan pasangan yang
sekaligus mengupayakan solusi jalan damai bagi keduanya. Solusi jalan damai itulah
Jika kemudian solusi jalan damai tersebut ditolak dan menemui jalan buntu,
dan dengan demikian nyatalah bahwa telah terjadi syikak (perpecahan) pada
pasangan suami-isteri tersebut, maka amanah tugas dikembalikan pada sang hakim
untuk mengambil keputusan bagi pasangan tersebut. Adapun hasil penyelidikan dan
87
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 115.
88
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 116.
63
pendapat para hakam selama ditugaskan, menjadi salah satu bahan pertimbangan
itu cerai gugat ataupun cerai talak, ada satu syarat yang harus dipenuhi oleh hakim
Pengadilan. Syarat ini bersifat imperatif dan Pengadilan tidak boleh melalaikannya.
mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri yang
pihak keluarga serta orang-orang dekat dengan suami isteri yang bersengketa
ketentuan yang lebih menguntungkan terhadap pasangan suami isteri dan dapat
keterangan pihak keluarga suami isteri yang bersangkutan, disamping itu juga harus
Dengan demikian, maka tugas dan wewenang para hakam yang diutus dapat
89
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 116.
90
Pasal 22 PP. No. 9 Tahun 1975, jo 134 KHI.
91
Abdul Manaf, Teknis Pengangkatan Hakam Dalam Pemeriksaan Perkara Syiqa>q, (dalam,
Mimbar Hukum, No. 19 Tahun 1995), h. 79.
92
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 117.
64
3. Mengupayakan solusi jalan damai bagi kedua pihak yang bersengketa; serta
4. Menjadi saksi dan mengemukakan pendapatnya kepada hakim, tentang apa yang
telah terjadi dan apa yang paling maslahat bagi kedua belah pihak, untuk
Bagi mereka yang berpendapat bahwa hakam adalah sebagai wakil dari para
2. Adil
3. Mukallaf
isteri.94
93
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 117.
94
Mutawalli al-Sya’rawi, Yas’alu>naka fi al-Di>n wa al-Haya>t, (Jilid I, Kairo: Maktabah at-
Taufiqiyyah, t.th), h. 312.
65
Menurut Zmakhsya>ri, seorang hakam itu ialah laki-laki yang dapat diterima
Adapun bagi mereka yang berpendapat bahwa hakam adalah sebagai hakim
1. Laki-laki;
2. Islam;
3. Adil;
4. Mukallaf;
Islam dan Adil, adapun syarat hakam harus seorang yang faqih dimasukkan dalam
undang yang ada.98 Dengan memperhatikan criteria saksi dalam perkara syikak,
95
Imam Abi al-Qaim Jar Allah Mahmud bin Umar bin Muhammad al-Zamakhsya>ri, Tafsir al-
Kasysya>f, (Jilid II, Cet; I. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1995), h. 497-498.
96
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 118.
97
Salam Madkur, al-Qadla>’u fi al-Isla>m, (alih bahasa oleh Imron, AM, Peradilan dalam Islam,
(Cet; IV, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993), h. 53-61.
98
Sebagaimana ditetapkan dalam pasal 76 UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
99
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 11
66
hubungan suami-isteri);
saling tuduh menuduh antara keduanya. Cara menyelesaikannya adalah dengan cara
antisipasi agar nusyu>z} dan syiqa>q yang terjadi tidak sampai mengakibatkan
dibenci oleh ajaran agama. Kendati demikian apabila berbagai cara yang telah
ditempuh tidak membawa hasil, maka perceraian merupakan jalan yang terbaik bagi
Berhasil atau tidaknya mediasi tergantung dari proses yang dijalankan. Bila
proses baik, tercapailah kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Namun
sebaliknya, proses yang tidak baik akan menjadikan mediasi gagal. Berikut tahapan-
tahapan dalam proses mediasi yang diatur oleh PERMA Nomor 1 Tahun 2008 :
100
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, h.274.
67
ketua pengadilan akan menunjuk majelis hakim yang akan memeriksa perkaranya.
Kewajiban melakukan mediasi timbul jika pada hari persidangan pertama para pihak
kesempatan kepada para pihak untuk memilih mediator dalam daftar mediator yang
terpampang di ruang tunggu kantor pengadilan. Para pihak boleh memilih mediator
sendiri dengan syarat mediator tersebut telah memiliki sertifikat mediator. Bila
dalam waktu 2 (dua) hari para pihak tidak dapat menentukan mediator, Majelis
Hakim akan menunjuk hakim pengadilan di luar Hakim Pemeriksa Perkara yang
bersertifikat. Namun jika tidak ada hakim yang bersertifikat, salah satu anggota
Hakim Pemeriksa Perkara yang ditunjuk oleh Ketua Majelis wajib menjalankan
fungsi mediator.
kerja kepada para pihak untuk menempuh proses mediasi. Jika diperlukan waktu
mediasi dapat diperpanjang untuk waktu 14 (empat belas) hari kerja (Pasal 13 Ayat
2. Pembentukan Forum.
68
Dalam waktu 5 (lima) hari setelah para pihak menunjuk mediator yang
disepakati atau setelah para pihak gagal memilih mediator, para pihak dapat
menyerahkan resume perkara101 kepada mediator yang ditunjuk oleh Majelis Hakim.
meminta agar pertemuan dihadiri langsung oleh pihak yang bersengketa dan tidak
3. Pendalaman Masalah.
diinventarisir, dan akhirnya menggiring para pihak pada proses tawar menawar
penyelesaian masalah.
akan menampung kehendak para pihak dalam catatan dan menuangkannya ke dalam
dokumen kesepakatan. Dalam Pasal 23 Ayat (3) PERMA Nomor 1 Tahun 2008
101
Resume perkara adalah dokumen yang dibuat oleh tiap pihak yang memuat duduk perkara
dan atau usulan penyelesaian sengketa. Lihat pasal 1 angka 10 PERMA Nomor 1 Tahun 2008.
102
Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh
pihak lainnya. Lihat Pasal 1 angka 4 PERMA Nomor 1 Tahun 2008. Kaukus dilakukan agar para
pihak dapat memberikan informasi kepada mediator lebih luas dan rinci yang mungkin tidak
disampaikan disaat bertemu dengan pihak lawan.
69
sebagai berikut:
mediator wajib mengingatkan para pihak. Namun bila mereka bersikeras, mediator
wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh
para pihak dan mediator. Dokumen kesepakatan damai akan dibawa kehadapan
Maksud dari pengajuan gugatan ini adalah agar sengketa para pihak masuk
yang akan mengukuhkan perdamaian tersebut dalam persidangan yang terbuka untuk
umum (kecuali perkara yang bersifat tertutup untuk umum seperti perceraian).
Pasal 16 Ayat (1) PERMA Nomor 1 tahun 2008 menyebutkan bahwa atas
persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seorang atau
lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan
dikategorikan sebagai ahli, sehingga penentuan siapa yang akan dijadikan ahli dalam
proses mediasi sesuai dengan rekomendasi mediator dan kesepakatan para pihak.
7. Berakhirnya Mediasi.
jalan buntu dan berakhir dengan kegagalan. Proses mediasi di pengadilan yang gagal
perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau
71
peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat
banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus.
tahapan tersebut dapat dilihat secara sistematis dalam tabel sebagai berikut:
- Penjelasan-penjelasan
- Analisis dan koreksi Proses persidangan
dilanjutkan
- Penyampaian Dokumen
Kesepakatan
- Kesepakatan perdamaian
- Damai kehadapan Majelis tidak dikukuhkan menjadi
hakimPemeriksa Perkara akta perdamaian
- Pengukuhan menjadi Akta - Perkara dicabut
Perdamaian
Eksekusi
73
Hasil :
Damai
Tidak damai
74
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk
proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
data yang telah teruji kebenaran ilmiahnya. Namun untuk memperoleh kebenaran
tersebut ada dua pola pikir menurut sejarahnya, yaitu berpikir seacara rasional dan
berpikir secara empiris atau melalui pengalaman. Oleh karena itu untuk menemukan
metode ilmiah, maka dilakukan metode pendekatan rasional dan metode empiris, di
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penulis
1
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatua Tinjauan Singkat
(Jakarta: Rajawali, !985), h. 1. Bandingkan dengan Abdul Kadir Muhammad , Hukum dan Penelitian
Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), h. 57.
2
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UIN Press, 1980), h. 6.
74
75
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.3
Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif artinya,
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan
gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan, sehingga hanya merupa-
Agama Baubau.
2. Lokasi penelitian
Adapun lokasi penelitian yang akan menjadi fokus penelitian adalah sesuai
dengan judul penelitian, maka penelitian ini berlokasi di Pengadilan Agama Baubau.
Adapun alasan dipilihnya pengadilan Agama Baubau sebagai lokasi penelitian ini
karena pengadilan Agama Baubau berada di salah satu kota yang memiliki penduduk
cukup padat yang perkara perceraian cukup tinggi dan otomatis telah menyelesaikan
banyak perkara yang belum diketahui bagaimana efektifitas mediasi yang dilakukan
3
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011),
h. 6.
4
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 234.
76
B. Pendekatan Penelitian.
beberapa disiplin ilmu lainnya, adapun pendekatan keilmuan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah teologi normatif, yuridis dan sosiologis. Ketiga pendekatan ini
ajaran agama, loyalitas terhadap mazhab sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi
memahami landasan teologis normatif para pihak yang berpakara dan para hakim
2. Pendekatan Yuridis
dengan pembahasan. Hal ini mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan undang-undang lain yang
terkait.
5
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Cet. III; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999),
h. 28.
77
3. Pendekatan Sosiologis
masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya
yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini, suatu fenomena sosial dapat dianalisa
Pada penelitian kualitatif, sampel sumber data dipilih secara purposive, dan
6
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 39.
7
Purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang diharapkan,
atau dia sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang
ditelliti. Lihat Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 54.
Keputusan tentang penentual sampel, besarnya dan strategi samplingtergantung pada penetapan
satuan kajian. Kadang-kadang satuan kajian bersifat perorangan. Bila perseorangan itu sudah
ditetapkan, maka pengumpulan data dipusatkan di sekitarnya, yang dikumpulkan ialah kondisi dan
kronologis dalam kegiatan, yang memengaruhinya, sikapnya, dan semacamnya. Lexy J. Moleong,
Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 225. Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang
mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama
menjadi besar. Penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua
orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang
dipandang lebih tahu dan dapat melengkap data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya.
78
Maksud kedua dari sampling adalah menggali informasi yang akan menjadi
dasar dari rancangan teori yang muncul, jadi pada penelitian kualitatif tidak ada
sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).8 Teknik snowing sampling
dilakukan karena dari jumlah sumber data yang terbatas tersebut belum mampu
memberikan data yang konkrit dan lengkap, maka penulis mencari informan yang
dapat memberikan data yang menguatkan hasil penelitian (mengetahui secara jelas
Penelitian ini diperoleh dari buku-buku dan bahan bacaan yang relevan
penelitian ini menggunakan dua sumber data, lapangan dan data pustaka yakni data
1. Data primer
Data adalah data yang diperoleh dari data empiris yang diperoleh di lapangan
bersumber dari informan maupun data yang diperoleh pada institusi Pengadilan
Agama Baubau. Lebih jelasnya berikut ini sumber data primer dalam penelitian ini
adalah:
2. Data sekunder
primer, seperti buku-buku yang terkait tentang pelaksanaan mediasi dalam perkara
dan berbagai penelitian yang terkait dengan penelitian serta menelaah dokumen
8
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 224.
79
penelitian ini. Strategi ini dipilih untuk membangun pemahaman terhadap fenomena
kompleks yang diteliti dan juga berguna untuk triangulasi. Dalam upaya peningkatan
kualitas data, memperoleh informasi dari berbagai sumber dengan cara yang
merupakan data-data primer yang merupakan ekspresi dari pengalaman objek yang
meliputi hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, juga data-data sekunder yang
meliputi:
1. Observasi
observasi yang digunakan ini adalah partisipan, yaitu peneliti terlibat secara
langsung di dalam aktivitas subjek observasi. Hal ini sangat perlu, guna
9
M. Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h. 733.
10
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Cet. III; Jakarta: Kencana, 2009), h. 115
80
2. Wawancara
diteliti dan mengetahui hal-hal informan yang mendalam.11 Menurut Sutrisno Hadi
dalam Sugiyono mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti
1) Bahwa subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.
2) Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan
dapat dipercaya.
peneliti.12
yakni dialog oleh peneliti dengan informan yang dianggap mengetahui jelas kondisi
Baubau.
3. Dokumentasi
11
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 72
12
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dan R & D (Cet.VI; Bandung: Alpabeta,
2009),h. 138
13
Wawancara semistruktur termasuk dalam kategori in-dept interwiew, dimana dalam
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuannya adalah
untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta
pendapat dan ide-idenya. Lihat Idem, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 73-74.
81
rapat, catatan harian dan sebagainya.14 Hasil penelitian dari observasi dan
E. Instrumen Penelitian
teramat penting dalam hal bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk
“jala” atau “jaring” yang digunakan untuk menangkap dan menghimpun data
Peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul
data utama pada penelitian kualitatif. Hal tersebut dilakukan karena memanfaatkan
alat yang bukan manusia maka tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian
terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan, manusia sebagai alat saja yang
dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya, manusia yang mampu
sebagai instrumen yang dapat menilai apakah kehadirannya menjadi faktor penyebab
sehingga apabila sesuatu terjadi dapat disadari dan dapat pula mengatasinya.
catatan lapangan atau alat tulis. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa berbagai
14
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kulaitatif (Cet. V; Bandung: Remaja Rosdakarya,
20100, h. 186
15
M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan
Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial lainnya (Cet. VI; Jakarta: Kencana, 2011), h. 104-105.
82
peristiwa yang ditemukan di lapangan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja,
wawancara, handpone yang memiliki aplikasi rekaman dan kamera digital. Pedoman
hasil wawancara. Slip diberikan identifikasi, baik nomor maupun nama informan.
Agama, maka ditemukan masalah pokok yang akan menjadi objek kajian. Bertolak
dari permasalahan tersebut, maka langkah awal yang peneliti tempuh adalah melihat,
pelaksanaan mediasi.
83
Baubau.
ulasan, gagasan, dan pendapat para pakar hukum atau hakim mediator. Data yang
Pada dasarnya analisis data adalah sebuah proses mengatur urutan data dan
sehingga dapat ditemukan tema dan rumusan kerja seperti yang disarankan oleh
1. Reduksi Data
Mereduksi data bisa berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
16
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 103.
17
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 92.
84
obyek yang diteliti tersebut. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam reduksi data ini
antara lain:
1) Mengumpulkan data dan informasi dari catatan hasil wawancara dan hasil
observasi;
2) Serta mencari hal-hal yang dianggap penting dari setiap aspek temuan
penelitian.
2. Penyajian Data
bahwa yang dimaksud penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang
pengambilan tindakan.18
Penyajian data dalam hal ini adalah penyampaian informasi berdasarkan data
yang diperoleh dari Pengadilan Agama Baubau sesuai dengan fokus penelitian untuk
disusun secara baik, runtut sehingga mudah dilihat, dibaca dan dipahami tentang
suatu kejadian dan tindakan atau peristiwa yang terkait dengan efektivitas mediasi
dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Baubau dalam bentuk teks naratif.
Pengadilan Agama Baubau. Kegiatan pada tahapan ini antara lain: 1) membuat
18
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metode Penelitian Sosial-Agama (Bandung: Remaja Rosda-
karya, 2001), h. 194.
85
rangkuman secara deskriptif dan sistematis, sehingga tema sentral dapat diketahui
verifikasi data dan penarikan kesimpulan adalah upaya untuk mengartikan data yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten
Pada tahap ini dilakukan pengkajian tentang kesimpulan yang telah diambil
dengan data pembanding teori tertentu, melakukan proses member check atau
melakukan proses pengecekan ulang, mulai dari pelaksanaan pra survei (orientasi),
Untuk menguji keabsahan data guna mengukur validitas hasil penelitian ini
bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
19
Harun Rasyid, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Ilmu Sosial dan Agama (Pontianak:
STAIN Pontianak, 2000), h. 71.
20
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 99.
86
yang ada. Pengamatan lapangan juga dilakukan, dengan cara memusatkan perhatian
sistematika prosedur penelitian yang saling berkaitan serta saling mendukung satu
yang diharapkan dari keseluruhan proses ini adalah penarikan kesimpulan tetap
signifikan dengan data yang telah dikumpulkan sehingga hasil penelitian dapat
BAB IV
HASIL PENELITIAN
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, warisan dan
wasiat, wakaf, zakat, infak hibah, sedekah dan ekonomi syariah serta tugas dan
87
88
1
Sumber: Kantor Pengadilan Agama Baubau tahun 2014
89
pengadilan agama yang baru, wilayah hukum Pengadilan Agama Baubau meliputi
Daerah Tingkat II Kabupaten Buton dan Kota Administratif (Kotif) Baubau (3
Kecamatan plus 1 Kecamatan persiapan) dan 14 Kecamatan lainnya.
Sejak terbentuknya Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Bombana yang
kesemuanya merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Buton dengan Ibukota
Baubau, kini Pengadilan Agama Baubau daerah hukumnya masih mewilayahi
daerah/kabupaten hasil pemekaran kabupaten buton tersebut.
Sejak terbentuknya Penghadilan Agama Pasarwajo tanggal 24 November
2011, Kabupaten Buton yang semula masuk wilayah yuridiksi Pengadilan Agama
Baubau berubah menjadi wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Pasarwajo. Sehingga
sekarang wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Baubau hanya meliputi Kota Baubau,
Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana.
Selama berdirinya Pengadilan Agama Baubau sejak tahun 1958 sampai
sekarang tahun 2014 telah dipimpin oleh 12 (dua belas) orang ketua, yang
Data dan keterangan wilayah hukum Pengadilan Agama Baubau saat ini
Lea-Lea - Lowu-lowu
- Kalialia
- Kolese
- Palabusa
- Kantalai
- Waduri
- Ollo Selatan
- Balasuna Selatan
- Mantigola
- Kalmas
- Sombano
Kaledupa Selatan - Langge
- Sandi
- Tanomeha
- Kaswari
- Tampara
- Lentea
- Darawa
- Pajam
- Tanjung
- Peropa
Wangi-wangi - Wanci
- Pongo
- Wandoka
- Wandoka utara
- Wandoka selatan
- Waetuno
- Sombu
- Waha
- Wapia-pia
- Koroe onawa
- Waelumu
- Patuno
- Longa
- Tindoi
- Tindoi timur
- Wanginopo
- Pada raya
- Posalu
- Maleko
- Poo kambua
Wangi-wangi Selatan - Mandati I
- Mandati II
- Mandate III
- Liya togo
- Liya mawi
- Kapota
- Kabita
- Mola utara
- Mola selatan
- Wungka
- Numana
- Komala
- Mola bahari
93
- Mola samaturu
- Mola nelayan bakti
- Liya bahari
- Kapota utara
- Liya one melangka
- Matahora
- Kabita togo
- Matahora
- Wisata kolo
3. Bombana Kabaena - Teomokole
- Rahampuu
- Tirongkotua
- Rahadopi
Kabaena utara - Tedubara
- Sangia makmur
- Ee’mokolo
- Mapila
- Wumbulasa
- Larolanu
Kabaena selatan - Batuawu
- Langkema
- Pongkalaero
- Puu nunu
Kabaena barat - Sikeli
- Baliara
- Baliara kepulauan
- Rahantari
- Baliara selatan
Kabaena timur - Dongkala
- Lambale
- Tapuhaka
- Toli-toli
- Bungi-bungi
- Balo
- Wumbuburo
Kabaena tengah - Lengora
- Lengora selatan
- Lengora pantai
- Enano
- Tangkeno
- Lamonggi
- Ulungkura
Rumbia - Kasipute
- Doule
- Lampopala
- Lameroro
- Lantawonua
94
lingkup Kantor Pengadilan Agama Baubau, dapat dilihat pada struktur organisasi di
bawah ini:
langkah agar perkara yang di ajukannya dapat di terima di Pengadilan Agama Baubau
dengan baik. Adapun prosedur berperkara di Pengadilan Agama Baubau dapat dilihat
Soekanto,2 efektif tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor. Faktor-
faktor tersebut mempunyai arti netral, sehingga dampak positif atau negatifnya
terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor pertama adalah faktor hukumnya
Nomor 1 tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Yang kedua adalah
Pengadilan Agama Baubau. Ketiga adalah faktor sarana atau fasilitas yang
mendukung penegakan hukum, karena tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu,
maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Yang
keempat adalah masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan. Dan yang kelima adalah faktor kebudayaan yang pada dasarnya
mediasi:
kekuatan mengikat dan daya paksa bagi para pihak yang berperkara di pengadilan,
2
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum , (Jakarta : Raja
Grafindo), 2007. hlm. 7.
101
karena bila tidak melaksanakan mediasi, maka putusan pengadilan menjadi batal
demi hukum.
akan menjembatani para pihak dalam menyelesaikan masalah yang buntu agar
Berdasarkan teori efektivitas hukum yang penulis gunakan sebagai alat ukur
penelitian ini, Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan ada daya paksa bagi masyarakat. Oleh
Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Oleh karena itu,
penerbitan Perma tidak bertentangan dengan hukum dan aturan perundang-
undangan.
2. Kualifikasi Mediator
karena itu, hakim mediator dituntut memiliki kemampuan yang baik agar proses
mediasi dapat berjalan lancar dan sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam
Pasal 9 Perma Nomor 1 tahun 2008 mengatur tentang daftar mediator pada
Ayat (1), bahwa untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan
mediator dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman para
Baubau tidak tercantum pengalaman yang dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) PERMA
NAMA/NIP
NO PEKERJAAN KET.
TEMPAT TANGGAL LAHIR
Muhammad Surur, S.Ag / SK. Ketua P.A Baubau
1. 197007032000031001 Hakim Nomor: W21-
Pallae, 3-7-1970 A2/18/H.K. 05/I/2014
Tanggal 2 Januari 2014
Riduan, S.HI / SK. Ketua P.A Baubau
2. 197906042007041001 Hakim Nomor: W21-
Samarinda, 4-6-1979 A2/18/H.K. 05/I/2014
Tanggal 2 Januari 2014
Mushlih, S.HI / SK. Ketua P.A Baubau
3. 198004132008051001 Hakim Nomor: W21-
U. Pandang, 13-4-1980 A2/18/H.K. 05/I/2014
Tanggal 2 Januari 2014
Hafizd Umami, S.HI / SK. Ketua P.A Baubau
4. 198301012009041012 Hakim Nomor: W21-
Pemalang, 1-1-1983 A2/18/H.K. 05/I/2014
Tanggal 2 Januari 2014
Marwan Ibrahim Piinga, S.Ag / SK. Ketua P.A Baubau
5. 197508192009121002 Hakim Nomor: W21-
Batudaa (Gorontalo), 19-8-1975 A2/18/H.K. 05/I/2014
Tanggal 2 Januari 2014
Sumber data: Kantor Pengadilan Agama Baubau 2014
103
(3) Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada mediator yang
mediator.
di Pengadilan Agama Baubau belum ada yang memiliki sertifikat mediator sehingga
yang dimasukkan dalam daftar mediator adalah hakim pengadilan agama Baubau
yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan. Mengenai pembaruan daftar mediator,
a. Para hakim mediator bisa bekerja maksimal sewaktu melakukan mediasi. Bila
tidak kaku, karena berfungsi sebagai penengah konflik antara para pihak.
bahwasanya ada beberapa hal yang harus diperbaiki dalam hal kualifikasi mediator.
Yang pertama adalah bahwa sumber daya mediator harus diperbaiki dengan cara
memberikan pelatihan kepada hakim-hakim mediator. Mediasi adalah salah satu
bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa yang berbeda dengan litigasi sehingga
para hakim yang ditetapkan menjadi mediator wajib mendapatkan pelatihan yang
baik. Dalam hal ini Mahkamah Agung RI yang harus mengambil inisiatif agar
Hal lainnya adalah mengenai pemberian insentif bagi hakim yang berhasil
menerbitkan Perma tentang kriteria keberhasilan hakim dan insentif bagi hakim
Ruang mediasi di Pengadilan Agama Baubau hanya ada 1 (satu) ruang yang
berukuran sekitar 5 meter x 4 meter, di dalamnya hanya ada 1(satu) meja dan 3
(tiga) kursi. Dalam ruang tersebut dapat dilakukan 1 (satu) kali proses mediasi.
Fasilitas ruang mediasi masih kurang ideal bagi proses mediasi. Faktor-faktor
1) Tidak adanya keseimbangan antara ruangan dan laju jumlah perkara yang
para pihak dikarenakan ruangan yang tersedia hanya 1 (satu), sehingga para
2) Tidak tersedianya ruang untuk kaukus. Padahal proses kaukus adalah sebagai
alternatif yang dapat diupayakan oleh mediator untuk proses perdamaian para
pihak.
3) Fasilitas pendukung yang kurang, seperti alat peraga, proyektor dan baiknya
4
Lihat Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
5
Wawancara dengan Muhammad Surur, Hakim Mediator di Pengadilan Agama Baubau pada
tanggal 24 Nopember 2014
6
Wawancara dengan Marwan Ibrahim Piinga, Hakim Mediator di Pengadilan Agama Baubau
pada tanggal 3 Desember 2014.
106
4. Kepatuhan Masyarakat
perilaku dan sikap para pihak selama proses mediasi yang mempengaruhi kepatuhan
1) Seringkali salah satu pihak atau keduanya merasa paling benar. Mediator
selama proses mediasi. Sikap egois sering muncul pula pada diri para pihak.7
didamaikan.
3) Komunikasi para pihak sudah lama terputus. Konflik yang telah berlarut-larut
menyebabkan kedua belah pihak sudah tidak ada iktikad untuk damai.9
4) Para pihak ada juga yang kooperatif, namun sikap tersebut mereka lakukan
formalitas.10
7
Wawancara dengan Marwan Ibrahim Piinga, Hakim Mediator di Pengadilan Agama Baubau
pada tanggal 3 Desember 2014.
8
Wawancara dengan Marwan Ibrahim Piinga, Hakim Mediator di Pengadilan Agama Baubau
pada tanggal 3 Desember 2014.
9
Wawancara dengan Marwan Ibrahim Piinga, Hakim Mediator di Pengadilan Agama Baubau
pada tanggal 3 Desember 2014.
10
Wawancara dengan Muhammad Surur, Hakim Mediator di Pengadilan Agama Baubau pada
tanggal 24 Nopember 2014
107
5. Kebudayaan
di tingkat pertama. Pertama adalah moral. Persoalan moral pun memberikan antil
bentuk, yakni suami melakukan poligami tidak sesuai dengan aturan, krisis akhlak,
dan cemburu yang berlebihan. Kedua, meninggalkan kewajiban. Ini disebabkan salah
satu pihak tidak bertanggung jawab akan kewajibannya selama menjalani ikatan
perkawinan, seperti nafkah baik lahir maupun batin. Ketiga, kawin dibawah umur.
Biasanya terjadi pada pihak istri yang sejarah perkawinannya dipaksa oleh kedua
pasangan suami istri. Keempat, dihukum. Salah satu pihak dijatuhi hukum pidana
oleh pengadilan. Kelima, cacat biologis. Salah satu pihak memiliki cacat fisik yang
Perdamaian Pengadilan Agama Baubau Tahun 2012 sampai dengan tahun 2013.
bulan dan dilaporkan hasil mediasi yang berhasil maupun yang tidak berhasil.
Sehingga dengan laporan ini, dapat diketahui dengan mudah jumlah perkara yang
ini:
Tabel 9. Laporan Pemberdayaan Lembaga Perdamaian
Pengadilan Agama Baubau Tahun 2012
Jenis Perkara Keterangan
Berhasil Gagal
No. Bulan Cerai Cerai
Cerai Cerai Cerai Cerai Jumlah
Talak Gugat
Talak Gugat Talak Gugat
1. Januari 5 4 - 1 5 3 9
2. Februari 6 5 - - 6 5 11
3. Maret 4 4 - 1 4 3 8
4. April 1 2 - - 1 2 3
5. Mei 4 3 - - 4 3 7
6. Juni 8 5 - 1 8 4 13
7. Juli 1 2 - - 1 2 3
8. Agustus 4 2 - - 4 2 6
9. September 10 5 - - 10 5 15
10. Oktober 3 8 - - 3 8 11
11. Nopember 4 9 1 - 3 9 13
12. Desember 5 4 - - 5 4 9
Total 55 53 1 3 54 50 108
Sumber data: Kantor Pengadilan Agama Baubau tahun 2014
110
Dari tabel 9 di atas, diketahui bahwa perkara cerai talak yang dimediasi
berjumlah 55 perkara, sedikit lebih banyak daripada perkara cerai gugat yaitu
sebanyak 53 perkara. Diketahui pula angka keberhasilan mediasi pada perkara cerai
talak di Pengadilan Agama Baubau tahun 2012 sebanyak 1 dari 55 perkara atau 1,82
%11. Sedangkan angka keberhasilan mediasi pada perkara cerai gugat adalah 3 dari
53 perkara atau 5,66 %. Kemudian jumlah perkara yang gagal dimediasi pada
perkara cerai talak adalah 54 perkara atau 98,18 % dan jumlah perkara yang gagal
Dari tabel di atas diperoleh keterngan bahwa jumlah perkara perceraian yang
berhasil dimediasi dari seluruh jumlah perkara perceraian baik perkara cerai talak
maupun cerai gugat di Pengadilan Agama Baubau pada tahun 2012, yaitu sebanyak 4
11
Rumus yang digunakan untuk menghitung prosentase perkara yang berhasil/gagal
dimediasi adalah jumlah perkara cerai talak/cerai gugat dibagi dengan jumlah perkara cerai talak/cerai
gugat yang berhasil dimediasi. Hasil pembagian tersebut dikali 100 sehingga diperoleh jumlah
prosentase perkara cerai talak/atau cerai gugat yang berhasil dimediasi dengan rumus:
Jumlah perkara cerai talak/cerai gugat x 100 = . . . . . %
Jumlah perkara cerai talak/cerai gugat yang berhasil di mediasi
111
Dari data yang terdapat pada tabel 10 di atas, diperoleh keterangan bahwa
pada tahun 2013 jumlah perkara cerai gugat yang dimediasi adalah sebanyak 202
perkara, jauh lebih banyak daripada perkara cerai talak yaitu sebanyak 69 perkara.
Bahkan rata-rata tiap bulan angka cerai gugat lebih tinggi dibandingkan dengan
Angka keberhasilan mediasi pada perkara cerai talak di tahun 2013 adalah 2
dari 69 perkara atau 2,90 %. Sedangkan angka keberhasilan mediasi pada perkara
cerai gugat adalah 1 dari 202 perkara atau 0,50 %. Angka kegagalan mediasi pada
perkara cerai talak adalah 97,10 % dan angka kegagalan mediasi pada perkara cerai
perdamaian majelis hakim dan hakim mediasi di wilayah Pengadilan Agama Baubau
belum maksimal, karena hanya 7 perkara yang berhasil didamaikan melalui proses
mediasi dari 379 perkara perceraian yang ditangani di Pengadilan Agama Baubau
atau hanya mencapai 1,85 % selama kurung waktu tahun 2012 – 2013.
keberhasilan mediasi :
a. Kemampuan Mediator.
mengupayakan adanya titik temu antara para pihak akan mudah mendorong
diantara para pihak dan kebijaksanaan mediator dalam memberikan solusi, sehingga
12
Wawancara dengan Riduan, Hakim Mediator di Pengadilan Agama Baubau pada tanggal
17 Nopember 2014.
113
seorang wanita yang menggugat cerai suaminya akan berfikir akan nafkah dirinya
dan anak-anaknya. Bagi wanita yang tidak memiliki pekerjaan atau memiliki
penghasilan namun khawatir kekurangan akan berfikir ulang untuk menggugat cerai
suaminya. Namun, wanita yang sudah memiliki pekerjaan tetap dan bahkan
penghasilan yang cukup, kecenderungan untuk berpisah dengan suaminya lebih kuat.
Semakin besar tekanan yang ada pada diri seseorang, berarti semakin besar pula
Faktor intern dari para pihak terutama faktor kejiwaan dapat mendukung
keberhasilan mediasi.13
mengupayakan perdamaian. Namun, prilaku yang buruk dapat menjadikan salah satu
pihak tidak mau kembali rukun karena bila kembali dalam ikatan perkawinan akan
13
Wawancara dengan Muhammad Surur, Hakim Mediator di Pengadilan Agama Baubau pada
tanggal 24 Nopember 2014.
14
Ketiga faktor tersebut disampaikan saat wawancara dengan Marwan Ibrahim Piinga dan
Riduan, Hakim Mediator di Pengadilan Agama Baubau pada tanggal 2 Desember 2014.
114
berusaha mendamaikan para pihak. Namun sebaik apapun usaha yang dilakukan
mediator dalam mendamaikan tidak akan berhasil bila tidak didukung oleh iktikad
baik para pihak untuk dirukunkan serta kesadaran masing-masing pihak akan
kekurangannya sehingga dapat saling memaafkan dan memulai hidup rukun kembali.
berikut :
Seringkali terjadi saat mediasi salah satu pihak bahkan keduanya sudah
biasanya terjadi akibat tidak berhasilnya upaya perdamaian yang dilakukan oleh
pihak keluarga. Sehingga hal ini yang sering menyulitkan mediator untuk
mengupayakan perdamaian.16
Konflik yang terjadi diantara para pihak sudah terjadi berlarut-larut, saat
mediasi para pihak tidak dapat diredam emosinya, sehingga para pihak tidak dapat
yang telah disebutkan di atas, menurut hemat penulis, hal penyebab utama yang
adalah penempatan pelaksanaan mediasi itu sendiri yang tidak tepat, sesuai dengan
Para ulama telah sepakat bahwa mengutus hakam ketika terjadi perselisihan
diantara suami isteri, sebelum diketahui diantara mereka siapa yang berbuat nusyuz
atau memang diketahui bahwa keduanya berbuat nusyuz, sementara suami enggan
cenderung kepada mazhab Hanafi yang menyatakan bahwa hakam tidak mempunyai
wewenang dalam hal ihwal pemutusan ikatan suami-isteri, karena tidak ada indikasi
18
Wawancara dengan Ridwan, Hakim Mediator di Pengadilan Agama Baubau pada tanggal
17 Nopember 2014.
19
Ibnu Quda>mah, al-Mughni Syar Mukhtasyar al-Kharaqi, (Saudi: al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta>’ al-
Da’wah wa al-Irsya>d, tt) IX, h. 107.
20
Muhammad ‘Ali al-Shabu>, Rawa>’I al Baya>n Tafsir aya>t al-Ahka>m Min al-Qur’a>n, (Jakarta:
Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah), h. 337.
116
namun bukan berarti bahwa yang diangkat itu juga harus dari penguasa, karena
penggunaan dlamir “hi” pada kata ahlihi ( ) أهلهdan “ha” pada kata ahliha ( ) أ َْهلهاdan
penyebutan 2 kata hakam atau hakamain, menunjukan bahwa hakam yang diangkat
lebih) dari keluarga pihak-pihak yang berselisih, yang dipandang cukup banyak
oleh hakim (ulul amri) berdasarkan pada netralitas dan kesungguhan mereka untuk
secara proaktif baik sesama hakam maupun dengan pasangan yang berselisih
mengupayakan solusi jalan damai bagi keduanya. Solusi jalan damai itulah yang
Jika kemudian solusi jalan damai tersebut ditolak dan menemui jalan buntu,
dan dengan demikian nyatalah bahwa telah terjadi syikak (perpecahan) pada
pasangan suami-isteri tersebut, maka amanah tugas dikembalikan pada sang hakim
21
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 115.
22
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 116.
117
untuk mengambil keputusan bagi pasangan tersebut. Adapun hasil penyelidikan dan
pendapat para hakam selama ditugaskan, menjadi salah satu bahan pertimbangan
23
Nur Taufik Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Alqur’an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, h. 116.
118
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
didalamnya.
sesuai dengan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah swt., dalam QS al-
Nisa>’/4: 35, tentang kedudukan dan kewenangan hakam (mediator) dalam
perdamaian majelis hakim dan hakim mediasi di wilayah Pengadilan Agama Baubau
118
119
mediasi dari 379 perkara perceraian yang ditangani di Pengadilan Agama Baubau
atau hanya mencapai 1,85 % selama kurung waktu tahun 2012 – 2013.
a. Kemampuan mediator;
mengupayakan adanya titik temu antara para pihak akan mudah mendorong
seorang wanita yang menggugat cerai suaminya akan berfikir akan nafkah dirinya
dan anak-anaknya. Bagi wanita yang tidak memiliki pekerjaan atau memiliki
penghasilan namun khawatir kekurangan akan berfikir ulang untuk menggugat cerai
suaminya. Namun, wanita yang sudah memiliki pekerjaan tetap dan bahkan
penghasilan yang cukup, kecenderungan untuk berpisah dengan suaminya lebih kuat.
Kondisi psikologis para pihak dapat mempengaruhi keberhasilan mediasi.
Semakin besar tekanan yang ada pada diri seseorang, berarti semakin besar pula
Faktor intern dari para pihak terutama faktor kejiwaan dapat mendukung
keberhasilan mediasi.
120
mengupayakan perdamaian. Namun, prilaku yang buruk dapat menjadikan salah satu
pihak tidak mau kembali rukun karena bila kembali dalam ikatan perkawinan akan
Konflik yang terjadi diantara para pihak sudah terjadi berlarut-larut, saat
mediasi para pihak tidak dapat diredam emosinya, sehingga para pihak tidak dapat
menerima lagi masukan-masukan dari mediator dan merasa benar sendiri.
121
semua melalui firmannya dalam QS al-Nisa>/4: 35, bahwa ketika dikhawatirkan akan
untuk ikut serta dalam upaya mendamaikan dan menyelamatkan ikatan pernikahan,
setelah secara personal sudah tidak dapat menyelesaikan dan menemui jalan buntu.
B. Implikasi Penelitian
apa yang di kehendaki Allah swt., dalam QS al-Nisa>/4: 35. Sehingga apa
dalam bahtera rumah tangga dapat tercapai dan menjadi keluarga yang
Hal ini dilakukan agar mereka memiliki pengetahuan yang cukup serta
Hal demikian sangat membantu para mahasiswa yang akan terjun di dunia
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Syahrizal. Mediasi: Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan
Hukum Nasional. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009.
Al-Bukhari, Muhammad bin „Ismail. Shahih al-Bukhari. Juz 3. Kairo: Dar al-Hadis,
2000, Cet. Ke-1.
Ali, Achmad. Sosiologi Hukum: Kajian Empiris Terhadap Pengadilan. Jakarta:
Badan Penerbit IBLAM, 2004, Cet. Ke-1.
Al-Sijistani, Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy‟ats. Sunan Abu Dawud. Juz 2. Beirut:
Dar al-Kutub al-„Arabi, t.t.
Al-Syarbini, Muhammad Khatib. Mughni al-Muhtaj Juz 2. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Anas, Malik bin, al-Muwaththa, (Jilid II; Libanon: Da>r al-Kitab al-Arabi, tt).
Budiardjo, Ali. dkk. Law Reform in Indonesia: Diagnostic Assessment of Legal
Development in Indonesia: Result of a Research Study Undertaken for The
World Bank, vol. I. Jakarta: Cyber Consult.
D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi: Dalam Perkara Perdata di Lingkungan
Peradilan Umum dan Peradilan Agama Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. (Bandung: Alfabeta, 2010, Cet.
Ke-1).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Edisi II,
Cet; III. Jakarta: Balai Pustaka, 1994).
Dewi, Gemala (ed.). Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia.Jakarta:
Kencana Prenada Media, 2006, Cet. Ke-2.
Dimyati, Khudzaifah dan Kelik Wardiono. Metode Penelitian Hukum. Surakarta:
UMS Press, 2004.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1996, Cet. Ke-23.
Fauzan, M. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan
MahkamahSyari‟ah di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005,
Cet. Ke-1.
Garner, Bryan A. (ed.). Black‟s Law Dictionary, 8th ed. USA: West, 2004.
Goode, William J. Sosiologi Keluarga. Penerjemah Lailahanoum Hasyim. Jakarta:
Bumi Aksara, 2007, Cet. Ke-7.
Hamid, H. Zuhri, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang
Perkawinan di Indonesia. (Cet; ke-1, Yogyakarta: Bina Cipta, 1978).
Hanafi, Al-Jashshash al-, Ahkam al-Qur’a>n. (Jilid II; Libanon: Da>r al-Kitab al-
‘Arabiah).
Harahap, M. Yahya. Kedudukan Kemenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang-
undang No. 7 thn 1989), (Jakarta: Pustaka Kartini. 2001).
123
124