Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH FILSAFAT ILMU

“Bernalar Ilmiah”

Dosen pengajar: Dr. Rahadian Indarto Susilo, dr., Sp.BS(K)

Penulis:

Hajar Mar'atussholikah Supriyanto 012114153008


Galuh Dharanindya Ica Manohara 012114153009
Annastasia Arista Ayuhapsari 012114153010
Muhammad Husni Fansury Nasution 012114153011
Aletheia Threskeia 012114153012
Fita Triastuti 012114153013
Fernanda Septi Ikhriandati 012114153014
Jihad Randika Basra 012114153015
Novi Ayu Septiani 012114153016
Albertin Dwiyanti 012114153017
Raka Qowiyul Ibad 012114153018

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN DASAR


JENJANG MAGISTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya tim penulis dapat

menyelesaikan makalah dengan topik “Bernalar Ilmiah” dengan baik.

Pada kesempatan ini tim penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak

yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini:

1. Dr. Rahadian Indarto Susilo, dr., Sp.BS(K) selaku dosen pengajar mata kuliah

Filsafat Ilmu

2. Rekan-rekan penulis yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini sehingga

makalah dapat diselesaikan tepat waktu.

Tim penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh

karena itu, tim penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca. Tim penulis juga

memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat

bagi pembaca sekalian.

Surabaya, 17 Oktober 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................................................................... i
UCAPAN TERIMA KASIH......................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3
2.1 Definisi Bernalar Ilmiah ............................................................................................. 3
2.2 Prinsip dan Dasar Penalaran ....................................................................................... 5
2.3 Ciri Berpikir dalam Penalaran .................................................................................... 7
2.4 Jenis Penalaran ........................................................................................................... 7
2.4.1 Penalaran Deduktif ............................................................................................. 7
2.4.2. Penalaran Induktif .............................................................................................. 9
2.4.3 Penalaran Abduktif ........................................................................................... 12
2.5 Metode Ilmiah (Scientific Method) ........................................................................... 13
2.5.1 Metode observasi .............................................................................................. 14
2.5.2 Metode trial dan error ...................................................................................... 15
2.5.3 Metode eksperimen ........................................................................................... 16
2.5.4 Metode statistik ................................................................................................. 16
2.5.5 Metode sampling .............................................................................................. 16
2.6 Metode Berpikir Ilmiah ............................................................................................ 17
2.6.1 Paham rasionalisme .......................................................................................... 17
2.6.2 Paham Empirisme ............................................................................................. 18
2.6.3 Paham positivisme ............................................................................................ 19
2.7 Penyelidikan Ilmiah (Scientific Inquiry) .................................................................. 22
2.8 Kebenaran Ilmiah dan Kebenaran Non Ilmiah ......................................................... 23
2.9 Kesalahan/Kesesatan Penalaran ............................................................................... 25
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................... 28
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 29

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penalaran Ilmiah (Modifikasi Metode Ilmiah)..................................................... 20

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan

bertindak. dimana sikap dan tindakan didapatkan dari kegiatan merasa dan berpikir (Swantara,

2015). Berpikir atau bernalar dilakukan semenjak manusia lahir. Hal ini merupakan ciri khusus

yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Adanya akal pada manusia

membuat ia dapat bernalar untuk mencapai kebenaran dan menghindari kekeliruan secara

efisien, tepat, dan teratur (Sudiantara, 2019).

Penalaran merupakan suatu proses berpikir atau kerangka berpikir menurut kerangka

alur tertentu untuk mengambil kesimpulan. Terdapat 3 unsur dalam bernalar yaitu: pengertian,

pernyataan, dan kenyataan. Pengertian yaitu informasi atau data, sedangkan pernyataan

merupakan sebuah rangkaian informasi-informasi tersebut yang tentu nyata adanya. Karena

bernalar bertujuan untuk menghasilkan kesimpulan yang baik dan benar, maka dari itu,

individu sebaiknya dapat menganilisis data tersebut secara logis (Nasution, 2016).

Menganalisis dengan logis merupakan hasil gabungan dari metode penalaran deduktif

dan induktif. Deduktif adalah cara berpikir yang berpangkal dari pengetahuan umum untuk

mendapatkan hasil pengetahuan khusus. Sedangkan induksi adalah cara berpikir yang

berangkat dari hal-hal khusus untuk sampai pada kesimpulan umum (Swantara, 2015).

Secara garis besar, berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: berpikir alamiah dan

berpikir ilmiah. Bernalar ilmiah pada intinya melakukan kegiatan penalaran menggunakan akal

kita, memproses berbagai ide, berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat dengan

proses tertentu hingga mencapai kesimpulan yang berupa pengetahuan yang benar untuk

menjadi ilmu (Sudiantara, 2019). Menggunakan akal kita artinya bernalar menganalisis

masalah menggunakan logika yang rasional baik dengan metode induktif maupun deduktif,

1
memproses suatu ide yang berdasarkan pada bukti-bukti empiris, serta mempertahankan sikap

skeptisme. Hal-hal tersebut yang menjadikan dasar bernalar ilmiah (Schafersman, 1997).

Teruntuk mahasiswa, bernalar ilmiah merupakan alat untuk mencari ilmu. Dengan

begitu, bernalar ilmiah akan menjadi sebuah ketrampilan dan alat bantu mereka dalam

mengembangkan dan meningkatkan mutu ilmu dan teknologi. Bernalar ilmiah akan mengasah

individu terampil dalam pemecahan masalah yang melibatkan proses menghasilkan, menguji,

dan merevisi hipotesis atau teori, serta mengobservasi dan merefleksikan proses perolehan

pengetahuan dan perubahan pengetahuan dengan menyajikan hasil data dan beragumen dengan

tepat. Individu yang bernalar ilmiah diharapkan akan dapat mengembangkan ide dan ilmu

pengetahuan lebih banyak lagi.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bernalar Ilmiah

Dalam perjalanan hidupnya, manusia sering menghadapi berbagai permasalahan yang

perlu dipecahkan. Berpikir memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah

kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya

tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru

bagi orang-orang atau kelompok. Berfikir bertujuan untuk pemecahan masalah/persoalan

(problem solving). Umumnya kita bergerak sesuai dengan kebiasaan. Namun, saat menghadapi

situasi yang tidak dapat dihadapi dengan cara biasa, di situlah timbul masalah dan bagaimana

mengatasi masalah itu.

Penalaran merupakan suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah

dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan alternatif yang matang untuk

mengambil suatu tindakan yang tepat. Dalam melakukan suatu penalaan tidak lepas dari

pemikiran-pemikiran logis. Manusia fitrahnya berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk

berpikir secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan (Noor, 2001). Kemampuan

ini berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya (Suparlan,

2015). Kegiatan berpikir yang memiliki ciri tertentu dan bukan merupakan kegiatan perasaan

juga disebut penalaran. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan

kekuatan atas kemampuan untuk menalar. Definisi berpikir secara umum adalah kegiatan yang

bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Definisi berpikir secara khusus adalah

kegiatan menemukan kebenaran ilmiah sehingga digunakan istilah penalaran (Adib, 2015)

Logika adalah suatu prinsip yang digunakan untuk membedakan penalaran yang benar

atau yang salah. Ketika seseorang membuat suatu penilaian yang dapat diandalkan harus

3
didasari dengan penalaran yang benar dengan menggunakan metode-metode yang logis (Copi

et al., 2015). Ilmiah adalah segala sesuatu yang bersifat keilmuan, didasarkan pada ilmu

pengetahuan, atau memenuhi syarat atau kaidah ilmu pengetahuan dan dapat disebut segala

sesuatu yang dibuat berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan (Uman, 2018).

Dalam melakukan penalaran terdapat unsur-unsur yang harus diketahui terlebih dahulu,

diantaranya adalah proposisi, argumen, dan kesimpulan. Proposisi adalah suatu pernyataan

yang biasanya dinyatakan dengan menggunakan kalimat deklaratif yang belum diketahui benar

atau salah. Argumen merupakan sekelompok proposisi yang saling berkaitan dan saling

mendukung. Kesimpulan adalah sekelompok proposisi yang saling mendukung disertai dengan

alasan yang logis sehingga dapat diterima (Copi et al., 2015).

Sejatinya proses berpikir melibatkan empat unsur yakni otak yang sehat, panca indera,

informasi atau pengetahuan sebelumnya, dan fakta. Sehingga dari empat unsur tersebut dapat

dirangkai bahwa definisi bagi akal, pemikiran. Proses berpikir adalah pemindahan pengindraan

terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak untuk menafsirkan fakta yang didapatkan

dari informasi terdahulu (Adib, 2015)

Pola pikir penalaran adalah pola berpikir yang logis atau sistematik, dan analitis.

Sedangkan logis adalah memiliki alur yang jelas serta runtut atau memiliki koherensi sehingga

antara komponennya terdapat keselarasan. Analitik artinya proses yang dilakukan secara kritis

dengan cara mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang bisa diajukan dapat berupa pertanyaan

tentang apa, untuk apa, mengapa, bagaimana, dan terus apa (pertanyaan perspektif)/kegiatan

berpikir penalaran dimuai dari suatu pangkal pikir atau premis. Pangkal pikir atau premis

adalah suatu pernyataan atau proposisi dari premis tersebut kemudian dilakukan penarikan

suatu pernyataan kesimpulan Sedangkan sikap ilmiah merupakan perilaku yang berguna untuk

membangun pola pikir dan komunikasi ilmiah secara efektif yang terdiri dari:

4
1. Selalu ingin mencari tahu atau curious

2. Rasional yakni logis dan kritis (analitik)

3. Independen, yang artinya berorientasi pada kebenaran dan bukan pada individu

4. Faktual yakni berdasarkan fakta atau evidence based

5. Objektif

6. Jujur dalam menyampaikan kebenaran

7. Terbuka dan hormat terhadap pendapat lain yang berbeda

8. Etis dalam berkomunikasi

9. Berorientasi pada kepentingan kemanusiaan

10. Skeptis dan pragmatis yaitu kebenaran ilmiah bersifat sementara sampai terdapat

kebenaran baru yang lebih terpercaya

11. Sabar dan ulet untuk menemukan kebenaran (Putra, 2010)

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa bernalar diartikan sebagai suatu cara

(perihal) menggunakan nalar, pemikiran, atau cara berfikir logis. Sedangkan ilmiah adalah ilmu

yang memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Jadi bisa disimpulkan penalaran ilmiah

adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.

2.2 Prinsip dan Dasar Penalaran

Prinsip dalam penulisian ilmiah adalah mengemukakan dan membahas fakta dengan

logis dan sistemis dapat menggunakan bahasa yang tentunya baik dan benar. Sehingga

diperlukannya suatu skill kemampuan menalar secara ilmiah yang mendasari sebuah karya

yang akan dibuat nantinya dengan pemikiran penalaran. Penalaran tersebut menciptakan

sebuah proses lalu yang akan terciptanya sedemikian rupa sesuai penalaran sehingga

memperoleh kesimpulan yang logis berdasrkan fakta yang relevan dan dasar untuk menarik

kesimpuan yang tepat. Terdapat empat prinsip-prinsi penalaran yang terdiri dari tiga prinsip

dari Aristoteles dan satu prinsip dari George Leibniz (Surajiyo, 2015).

5
a. Prinsip Identitas:

Prinsip ini dalam istilah latin ialah principium identitas. Prinsip identitas berikut

berbunyi: “sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendri”. Dengan kata lain “sesuatu

yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain”.

b. Prinsip Kontradiksi (principium contradictionis):

Prinsip Kontradiksi berbunyi: “sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu

pada waktu yang bersamaan”, atau “sesuai pernyataan tidak mungkin mempunyai nilai

benar dan tidak benar pada saat yang sama”. Dengan kata lain, “sesuatu tidaklah

mungkin secara bersama merupakan p dan non p”.

c. Prinsip ekslusi tertii (principium exclusi tertii):

Prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya kemungkinan ketiga.

Prinsip ekslusi tertii berbunyi: “sesuatu jika dinyatakans ebagai hal tertentu atau bukan

hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah”. Dengan

kata lain “sesuatu x mestilah p dan non p tidak ada kemungkinan ketiga”. Prinsip

berartikan bahwa dua sifat yang berlawnan penuh, tidak mungkin keduanya dimiliki

oleh suatu benda, hanya salah satu yang dapat dimilikinya yaitu sifat p atau dari sifat

non p.

Seorang filsuf Jerman Leibniz, yang dikutip dari Surajiyo (2015), memberikan

tambahan untuk prinsip identitas, yaitu prinsip cukup alasan (principium rationis sufficientis),

yang berbunyi: “suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu haruslah berdasarkan

alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencangkupi”

dengan kata lain “adanya sesuatu itu mestilah mempunyai alasan yang cukup, demikian pula

jika ada perubahan pada keadan sesuatu”.

6
2.3 Ciri Berpikir dalam Penalaran

Menurut Putra (2010), cara berpikir dalam penalaran terdapat dua ciri berpikir yaitu:

a. Penalaran yang berpola pikir luas (logika):

Diartikan sebagai proses berpikir yang logis yakni pengkajian untuk berpikir

secata sahih. Berdasarkan pola pikir yang luas yakni logika yang digunakan, maka

penalaran bersifat logika induktif dan logika deduktif.

b. Penalaran yang berpola pikir analitik:

Berpikir analitik diartikan berdasarkan atas langkah tertentu. Sehingga

penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan yang menggunakan logika secara ilmiah.

2.4 Jenis Penalaran

2.4.1 Penalaran Deduktif

Deduksi adalah proses dalam nalar kita untuk menyimpulkan pengetahuan dari

yang “lebih umum” menuju “lebih khusus”. Pengetahuan yang lebih khusus itu sudah

terkandung dalam pengetahuan yang lebih umum tersebut, tetapi belum dengan tegas

dan jelas dapat dilihat dan dirumuskan. Jadi, masih bersifat potensial (Hadi, 2006).

Dalam penalaran deduktif, dilakukan melalui serangkaian pernyataan yang disebut

silogisme dan terdiri atas beberapa unsur (Suriasumantari, 2013), yaitu:

• Dasar pemikiran utama (premis mayor)

• Dasar pemikiran kedua (premis minor)

• Kesimpulan

Jenis penalaran deduktif, yaitu:

• Silogisme Kategorial

Silogisme yang premis-premisnya dan kesimpulannya berupa keputusan

kategoris.

7
• Silogisme Hipotesis

Silogisme yang mengandung satu premis atau lebih, yang berupa keputusan

hipotesis.

Penarikan simpulan secara langsung

Simpulan secara langsung adalah penarikan simpulan yang ditarik dari satu

premis. Premis yaitu prosisi tempat menarik simpulan.

Penarikan simpulan secara tidak langsung

Untuk penarikan simpulan secara tidak langsung diperlukan dua premis sebagai

data. Dari dua premis tersebut akan menghasilkan sebuah simpulan. Premis yang

pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang

bersifat khusus.

Jenis penalaran deduktif dengan penarikan simpulan tidak langsung menurut

Soekadijo (2001), yaitu:

a. Silogisme

Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme

disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).

Contohnya:

- Semua mahluk hidup akan mati

- Kuda adalah mahluk hidup

- Simpulan: Jadi, kuda akan mati

b. Entimen

Adalah penalaran deduktif secara tidak langsung, dan dapat dikatakan

silogisme. Premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama

diketahui. Contohnya:

8
- Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari

- Pada malam hari tidak ada sinar matahari

- Simpulan: Pada malam hari tidak mungkin ada proses fotosintesis

Jadi, dengan demikian silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya entimen dapat

dijadikan silogisme.

2.4.2. Penalaran Induktif

Merupakan cara berpikir menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari

berbagai kasus yang bersifat individual (seperti kesimpulan peneliti humoris) (Hakiim

et al., 2012). Jadi, cara induktif ini dimulai dari penarikan fakta-fakta khusus satu demi

satu, kemudian digeneralisasi dan disimpukan secara umum. Metode ini banyak

dugunakan oleh ilmu pengetahuan (pengetahuan alam) yang dijalankan dengan

observasi dan eksperimen. Jadi metode ini berdasarkan fakta-fakta yang dapat diuji

kebenarannya (Suaedi, 2016: p. 53).

Contoh:

Fakta 1 : gajah memiliki mata

Fakta 2 : ikan memiliki mata

Fakta 3 : lalat memiliki mata

Kesimpulan secara induktif: semua hewan memiliki mata

Logika induktif ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Bersifat ekonomis bagi kehidupan praktis manusia, karena dengan penalaran

induktif kehidupan yang beraneka ragam dengan berbagai corak dan segi dapat

direduksi/dikurangi, menjadi beberapa pernyataan, artinya kita dapat melakukan

generalisasi ketika mengetahui peristiwa atau keadaan yang khas.

2) Dapat digunakan untuk penalaran lanjut, karena logika induktif ini sebagai pola

pemikiran awal untuk diteruskan dalam pengertian yang lebih fundamental. Seperti

9
pada contoh di atas, “bahwa semua hewan memiliki mata” kemudian kita dapat

memasukkan fakta manusia di dalamnya sehingga dapat disimpulkan “mahkluk

hidup memiliki mata”.

Pada penalaran induktif, premis memberikan kemungkinan dukungan terhadap

kesimpulan. Dukungan premis terhadap kesimpulan mulai dari nol hingga 99%,

sehingga apabila premis khusus diterima, kita dapat saja menolak kesimpulannya. Hal

ini kontras dengan penalaran deduktif (Surajiyo, 2017).

Menurut Dunbar dan Klahr, terdapat proses penalaran induktif dengan cara

generalisasi dan kategorikal. Penalaran induksi dengan generalisasi terlihat pada

beberapa penelitian yang salah satunya dilakukan oleh Marshall dan Warren yang mana

memperhatikan bahwa pada hampir semua pasien dengan gastric enteritis ditemukan

bakteri spiral dalam usus mereka, dan dia membentuk suatu generalisasi yang mana

bakteri tersebut merupakan penyebab dari ulkus gaster/usus (Dunbar & Klahr, 2012).

Jenis penalaran induktif yang umum lainnya adalah memetakan fitur dari satu

bagian kategori ke bagian kategori yang lain. Ini disebut induksi kategorikal. Jenis

induksi ini adalah cara memproyeksikan sesuatu yang diketahui dari satu item ke item

lain yang berasal dari kategori yang sama. Dengan demikian, mengetahui bahwa virus

Rous Sarcoma adalah retrovirus yang menggunakan RNA daripada DNA, seorang ahli

biologi mungkin berasumsi bahwa virus lain yang dianggap retrovirus juga

menggunakan RNA daripada DNA. Sementara penelitian tentang jenis induksi ini

biasanya belum dibahas dalam pemikiran ilmiah, jenis induksi ini biasa terjadi dalam

sains (Dunbar & Klahr, 2012).

10
Sebuah ilustrasi berikut ini akan membantu membedakan proses penalaran

induktif dari deduktif. Peneliti di bidang medis menggunakan metode induktif untuk

mempelajari penyebab dari suatu penyakit ataupun transmisi penyakit infeksius.

Penyakit menular seksual (PMS) seperti acquired immune deficiency syndrome

(AIDS), mendapat perhatian yang serius oleh karena penyebarannya diseluruh dunia.

Apakah kita dapat mempelajari penyebarannya secara induktif? Ya, kita dapat (Copi et

al., 2015).

Pada tahun 2006, Institut Kesehatan Nasional di Uganda dan Kenya

mengumumkan studi skala besar tentang penyebaran AIDS secara signifikan lebih

rendah pada pria yang disirkumsisi dibandingankan dengan pria yang tidak

disirkumsisi. Sirkumsisi tentu saja bukanlah terapi dari PMS tersebut. Namun, dari hasil

studi ini kita dapat mengetahui dengan cara menganalisa pengalaman dari sangat

banyak subyek penelitian (3000 subyek di Uganda, 5000 subyek di Kenya yang dibagi

menjadi kelompok yang disirkumsisi dan tidak disirkumsisi), bahwa resiko terkena

human immunodeficiency virus (HIV) pada heterosexual sex akan berkurang

setengahnya pada pria yang disirkumsisi. Resiko wanita terkena HIV juga berkurang

30% apabila pasangan prianya disirkumsisi. Penemuan ini bergerak dari penalaran

induktif yang memberikan sumbangsih yang besar. Hubungan antara sirkumsisi dan

HIV tidak dapat diketahui pasti, sebagaimana pada proses penalaran deduktif. Namun

dengan adanya penalaan induktif, kita menjadi tahu tingkat probabilitasnya (Copi et al.,

2015).

Penalaran induktif lebih lemah dibandingkan dengan penalaran deduktif, oleh

karena kesimpulannya yang tidak 100% pasti, sehingga sebutan valid atau tidak valid

tidak berlaku pada penalaran induktif. Semakin tinggi probabilitas dari kesimpulan

11
pada penalaran induktif, maka semakin besar manfaat dari pernyataan tersebut.

Sehingga kita dapat menyatakan pernyataan induktif dapat lebih baik, lebih buruk, kuat,

lemah, dan lain sebagainya. Pernyataan yang disampaikan dalam studi tentang

sirkumsisi di atas sangat kuat, probabilitasnya sangat tinggi. Andaikata semua

premisnya benar, dan memberikan dukungan kuat terhadap kesimpulan, namun tetap

saja, kesimpulannya tidak ditampilkan dengan 100% pasti (Copi et al., 2015).

2.4.3 Penalaran Abduktif

Jenis lain dari penalaran ilmiah yang tidak sesuai dengan penalaran induktif atau

deduktif adalah penalaran abduktif. Penalaran abduktif biasanya dimulai dengan

serangkaian pengamatan yang tidak lengkap dan berlanjut ke penjelasan yang paling

mungkin untuk kelompok pengamatan, menurut Butte College. Ini didasarkan pada

pembuatan dan pengujian hipotesis menggunakan informasi terbaik yang tersedia.

Seringkali memerlukan menebak secara terpelajar setelah mengamati suatu fenomena

yang tidak ada penjelasan yang jelas.

Contoh:

Seseorang berjalan ke ruang tamu dan menemukan kertas-kertas yang robek di lantai.

Anjing orang itu sendirian di kamar sepanjang hari.

Orang tersebut menyimpulkan bahwa anjing itu merobek kertas karena itu adalah

skenario yang paling mungkin. Sekarang, saudara perempuan orang itu mungkin telah

dibawa oleh keponakannya dan dia mungkin telah merobek-robek kertas, atau itu

mungkin dilakukan oleh tuan tanah, tetapi teori anjing adalah kesimpulan yang lebih

mungkin (Thagard et al., 1997).

Penalaran abduktif digunakan ilmuwan saat mereka berusaha untuk

mengajukan penjelasan pada peristiwa seperti temuan-temuan yang tak terduga. Tentu

saja, seperti dalam induksi klasik, penalaran seperti itu dapat menghasilkan pernyataan

12
yang masuk akal yang masih belum benar. Namun, abduksi memang melibatkan

generasi pengetahuan baru, dan dengan demikian juga terkait dengan penelitian tentang

kreativitas (Dunbar & Klarh, 2012). Penalaran abduktif berguna untuk membentuk

hipotesis yang akan diuji. Penalaran abduktif sering digunakan oleh dokter yang

membuat diagnosis berdasarkan hasil tes dan oleh juri yang membuat keputusan

berdasarkan bukti yang disajikan kepada mereka (Thagard et al., 1997).

2.5 Metode Ilmiah (Scientific Method)

Dalam pembicaraan mengenai masalah ilmu pengetahuan, yang dimaksudkan dengan

metode adalah cara-cara penyelidikan yang bersifat keilmuan yang sering disebut metode

ilmiah (scientific methods). Metode ini perlu agar tujuan keilmuan yang berupa kebenaran

objektif dan dapat dibuktikan bisa tercapai. Dengan metode ilmiah kedudukan pengatahuan

berubah menjadi ilmu pengetahuan yaitu menjadi lebih khusus dan terbatas lingkup studinya

(Suhartono, S. 2016).

Pada dasarnya didalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin ilmu apapun, baik

ilmu-ilmu humaniora, sosial maupun ilmu-ilmu alam masing-masing menggunakan metode

yang sama. Jika ada perbedaan, hal itu tergantung pada jenis, sifat dan bentuk objek materi

dan objek forma yang tercakup didalamnya pendekatan (approach), sudut pandang (point of

view), tujuan dan ruang lingkup masing masing disiplin ilmu (Suhartono, 2016).

Metode dapat dipahami sebagai suatu proses atau prosedur yang sistematik

berdasarkan prinsip-prinsip dan tehnik-tehnik ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang

studi) untuk mencapai suatu tujuan. Jadi ia dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah.

Sedangkan metodologi adalah pengkajian mengenai model atau bentuk metode-metode,

aturan-aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara

metode dan metodologi, maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat

13
khusus (Suhartono, 2016).

Menurut Peter R. Senn, metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu

yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi adalah suatu pengkajian

dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Seperti dijelaskan dalam

pembahasan tentang objek, ilmu pengetahuan bertujuan untuk memperoleh kebenaran ilmiah

yaitu suatu kebenaran yang pasti tentang suatu objek penyelidikan. Oleh sebab itu metode

ilmiah yang dipergunakan mempunayi latar belakang yaitu keterkaitannya dengan tujuan yang

tercermin di dalam ruang lingkup ilmu pengetahuan. Dengan adanya latar belakang yang

demikian itu, maka metode ilmiah juga cenderung bermacam-macam tergantung pada bahan

atau problem yang diselidiki menunjukkan beberapa indikasi antara lain: ada yang bersifat

observasi (menurut pengamatan ilmiah dengan menggunakan pengindraan untuk mengambil

kesimpulan tentang hubungan sebab dan akibat, serta arti situasi); ada yang secara trial dan eror

(melakukan percobaaan-percobaan untuk memperoleh keberhasilan); adapula yang

eksperimental (peniliti menggunakan tehnik mengontrol keadaan); dan ada yang dengan cara

statistik dan sampling (dengan mennetukan sampel, peneliti mengumpulkan data-data untuk

dianalisis dan diklasifikasikan untuk kepentingan induksi) (Salam, 2015).

2.5.1 Metode observasi


Diantara beberapa jenis metode itu, metode observasi sering dipakai oleh jenis

ilmu pengetahuan apapun. Observasi yang dimaksud adalah tentu saja yang bersifat

ilmiah. Artinya observasi harus tetap didalam konteks objektivitas. Dalam hal ini, kita

harus menyadari bahwa observasi tidak bisa disamakan begitu saja dengan

pengamatan biasa. Van Peursen menjelaskan perbedaan antara observasi dan

pengamatan. Dikatakan antara lain bahwa didalam observasi, subjektivitas diri perlu

dikesampingkan, sedangkan didalam pengamatan sehari-sehari amat bersifat

emosional (hal-hal seperti prasangka, pilih kasih dan sebagainya). Untuk pengamat

14
perlu membersihkan diri, melupakan apa yang sudah diketahui dan seolah-olah

melakukan pengamatan dengan mata baru (Salam, 2015).

Jika demikian halnya, observasi adalah langkah pertama yang menjamin

derajat ilmiah objektif. Agar objektivitas terjaga dengan baik, pengamat perlu

menyadari bahwa situasi pengamatan selalu tidak menentu (pengaruh keadaan subjek

dan kondisi objek itu sendiri). Seperti disarankan oleh Van Peursen, keadaan ini

mengharuskan untuk menemukan suatu kerangka teori observasi (berfungsi sebagai

alat pengukuran), peralatan observasi (untuk mempertajam pengamatan), pendidikan

ilmiah observasi (melatih kepekaan penangkapan gejala dan ketrampilan

menggunakan alat-alat observasi) dan mengingat bahwa setiap ilmu pengetahuan

memilki sifat khas yang berbeda-beda sehingga perlu menetukan suatu metode yang

tetap atau teori observasi yang sesuai dengan susunan menyeluruh dari ilmu

pengetahun tertentu agar observasi selalu terarah (Salam, 2015).

2.5.2 Metode trial dan error


Metode trial dan eeror atau metode trial and success telah dikenal secara

universal dan tidak memerlukan penjelasan secara panjang lebar. Karena sifatnya yang

universal, metode ini kurang dipergunakan secara popular oleh para ilmuwan dalam

kegiatan penelitian. Namun demikian khususnya untuk menguji kebenaran hipotesis,

metode trial error ada pula manfaatnya. Bagi ahli filsafat, metode ini dipergunakan

untuk menguji ide-ide atau system pemikiran sejauh mana tingkat koherensi dan

konsistensinya baik secara faktual maupun secara logika. Dengan demikian metode

ini cara kerjanya amat sederhana yaitu belajar sambil mengerjakan (learning by doing)

(Salam, 2015).

15
2.5.3 Metode eksperimen
Metode eksperimen berdasarkan pada prinsip metode penemuan sebab akibat

dan pengujian hipotesis. Agar pengamatan menjadi semakin teliti dan menjamin

kebutuhan akan objektivitas maka metode eksperimen berperan penting. Adapun cara

kerjanya adalah pengamat mengontrol kondisi atau keadaan, mengganti suatu faktor

pada suatu waktu dan membiarkan faktor-faktor lain tetap tanpa perubahan dan

mencatat hasilnya apakah ada perbedaan dalam hasil eksperimen. Metode ini lebih

sering dipakai dalam sains (Salam, 2015).

2.5.4 Metode statistik


Metode statistik lazim digunakan dalam ilmu pengetahuan pada umumnya.

Statistik dalam bahasa inggris statistic berarti a single term or datum in collection of

statistics. Jadi menyangkut masalah pengumpulan data. Bagaimana cara

mengumpulkan data, berhubungan erat dengan pengetahuan analisis dan cara-cara

klasifikasi. Dengan statistik memungkinkan kita melihat berbagai proses yang tidak

mungkin dapat kita lihat hanya melalui penggunaan alat indra saja. Statistik

memungkinkan kita untuk menjelaskan sebab akibat dan pengaruhnya, terhadap

fenomena-fenomena dan kita dapat membuat perbandingan-perbandingan dengan

menggunakan tabel dan grafik. Statistik juga meramalkan kejadian- kejadian yang

akan datang dengan tingkat ketepatan tinggi (Salam, 2015).

2.5.5 Metode sampling


Metode sampling terjadi apabila kita mengambil beberapa anggota atau

bilangan tertentu dari suatu kelas atau kelompok sebagai wakil dari keseluruhan

kelompok tersebut yaitu dengan tujuan satu sampel tersebut dapat mewakili secara

keseluruhan atau tidak. Dalam metode sampling hal yang paling penting di dalamnya

adalah bagaimana menetukan suatu contoh yang tepat sehingga dapat mewakili

16
keseluruhan. Persoalannya adalah pada objek yang sifatnya homogen sampel yang

dipilih secara acak pun memberikan akurasi tinggi, tetapi pada objek yang heterogen

maka peneliti harus berhati-hati. Banyak faktor yang harus diperhatikan sehingga

contoh-contoh dapat diambil dan ditentukan secara tepat dan bisa mewakili

keseluruhan (Salam, 2015).

2.6 Metode Berpikir Ilmiah

2.6.1 Paham rasionalisme


Sejarah berpikir manusia menjelaskan perkembangan pola berpikir ilmiah dari

berpikir secara rasional. Paham rasionalisme menganggap bahwa akal adalah alat

pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal atau dinalar

dengan logis, kemudian diukur dengan akal apakah temuan tersebut logis atau tidak.

Benar bila logis dan salah bila tidak logis. Paham ini mengutamakan akal sebagai

sumber pengetahuan (Tafsir, 2001). Kelemahan metode ini adalah:

1) Pengetahuan yang didapat tidak selalu sesuai dengan kenyataan;

2) Tidak selalu memberikan informasi yang akurat;

3) Belum tentu diterima oleh orang lain (Pratisti and Yuwono, 2018).

Contoh kelemahan rasionalisme adalah “Aristoteles menyatakan secara logika

bahwa benda yang lebih berat akan jatuh lebih dahulu daripada benda yang lebih ringan

bila dijatuhkan dari ketinggian yang sama”. Secara logika, pendapat tersebut tampak

masuk akal (logis) dan diterima oleh sebagian besar orang. Namun, setelah melalui

percobaan pembuktian ternyata pendapat tersebut tidak benar (Pratisti and Yuwono,

2018).

Berpikir secara rasionalisme, seperti yang kita tahu, tidak selalu menghasilkan

temuan yang sesuai dengan kenyataannya. Meskipun demikian, rasionalisme

digunakan peneliti dalam merangkai dan menghubungkan teori-teori yang ada dan

17
selanjutnya digunakan sebagai landasan dalam menyusun hipotesis yang akan diuji

dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan itulah yang digunakan untuk membuktikan

kebenaran yang diperoleh dari berpikir melalui metode rasionalisme (Pratisti and

Yuwono, 2018).

2.6.2 Paham Empirisme


Paham empirisme berkembang karena keresahan akan paham rasionalisme yang

lebih mengutamakan akal dan kurang peka terhadap bukti-bukti atau pengalaman

empiris. Paham empirisme mengajarkan bahwa yang benar adalah yang logis dan ada

bukti empirisnya (Tafsir, 2001; Pratisti and Yuwono, 2018). Namun, pada paham ini

bukti empirisnya bersifat umum yang tidak terukur dan bergantung dari perantara

indera. Indera manusia memiliki keterbatasan dan kadang menipu, karena dipengaruhi

oleh hal-hal yang bersifat subjektif (persepsi, motivasi, atau pengalaman sebelumnya).

Sehingga, kebenaran empirisme juga tidak selalu benar atau sesuai kenyataan (Pratisti

and Yuwono, 2018).

Contoh paham empirisme adalah “John Locke melakukan percobaan dengan

menggunakan 3 ember berisi air. Ember pertama berisi air hangat, ember ketiga berisi

air dingin, dan ember kedua berisi campuran air hangat dan air dingin. Locke meminta

seorang subjek memasukkan tangan kanannya pada ember pertama dan tangan kirinya

pada ember ketiga. Setelah itu, Locke meminta subjek untuk memasukkan kedua

tangannya pada ember kedua secara bersamaan. Menurut subjek, tangan kanannya

merasakan sejuk sedangkan tangan kirinya merasakan hangat, padahal keduanya berada

pada ember yang sama dengan kondisi air yang sama.” Percobaan yang dilakukan oleh

Locke membuktikan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh pengalaman

sebelumnya. Percobaan tersebut sekaligus membuktikan bahwa temuan empirisme

tidak selalu benar atau sesuai kenyataan. Sifat bukti yang ada tidak terukur dan hanya

18
melalui penginderaan. Namun begitu, empirisme sangat dibutuhkan dalam ilmu

pengetahuan sebagai sarana pengumpulan data secara ilmiah (Pratisti and Yuwono,

2018).

2.6.3 Paham positivisme


Ketidakpuasan akan paham rasionalisme dan empirisme melahirkan paham

positivisme. Paham ini menggabungkan penalaran secara deduktif (rasionalisme) dan

induktif (empirisme) dengan pembuktian fakta empiris yang dapat diukur. Bernalar

ilmiah mengikuti konsep dari positivisme, yaitu kebenaran atau pengetahuan

diperoleh melalui metode yang ilmiah, melalui langkah-langkah logico-hypothetico-

verificatif (Tafsir, 2006; Supriyanto, 2013).

Langkah pertama adalah meragu-ragukan dan menguji secara rasional suatu

anggapan atau pernyataan. Setelah merumuskan suatu masalah, dilakukan perenungan

untuk menguji secara rasional (logis) bahan-bahan yang dapat diterima sebagai hal yang

benar dan menolak bahan yang tidak cukup kebenarannya (Kattsoff, 1992). Dengan

kata lain, langkah pertama adalah menguji apakah pernyataan atau teori yang ada itu

logis. Setelah bahan-bahan tersebut disajikan menjadi suatu kerangka pikir, kerangka

pikir yang dibentuk akan menunjang perumusan suatu hipotesis dan mengukuhkannya

(Kattsoff, 1992).

Hipotesis adalah pernyataan yang sudah benar secara logika, namun belum ada

bukti empirisnya. langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis dengan melakukan

pengumpulan dan pengamatan empiris atau melakukan suatu eksperimen. Kemudian

dari bukti-bukti yang ada dilakukan penarikan kesimpulan. Verifikasi merupakan

proses agar suatu penalaran dapat membawa kita pada kesimpulan yang dapat diterima.

Penalaran yang logis yang didasarkan atas fakta-fakta yang diperkirakan benar dapat

membawa kita pada kesimpulan yang benar. Pada dasarnya hanya ada dua metode

19
untuk melakukan verifikasi, yaitu observasi dan hukum kontradiksi. Observasi yaitu

melakukan pengamatan terhadap fakta-fakta dari suatu pernyataan untuk dilakukan

verifikasi. Suatu pernyataan yang dapat diuji dengan pengalaman/fakta yang dapat

diulangi kembali baik oleh yang menggunakan pernyataan tersebut maupun oleh orang

lain, maka pernyataan tersebut lulus dalam uji pengamatan. Sedangkan, metode

kontradiksi yaitu mencoba membuktikan bahwa fakta-fakta dari suatu pernyataan

bertentangan dengan pernyataan itu sendiri ataupun dengan pernyataan-pernyataan

lainnya (Kattsoff, 1992).

Gambar 2.1 Penalaran Ilmiah (Modifikasi Metode Ilmiah)

20
Contoh kasus:

Ada teori Sain Ekonomi: bila penawaran sedikit, permintaan banyak, maka harga akan

naik. Teori ini sangat kuat, karena kuatnya maka ia ditingkatkan menjadi hukum,

disebut hukum penawaran dan permintaan. Berdasarkan hukum ini, maka barangkali

benar dihipotesiskan: Jika hari hujan terus, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan,

maka harga beras akan naik. Untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau salah,

kita cukup melakukan dua langkah.

Pertama, kita uji apakah teori itu logis? Apakah logis jika hari hujan kemudian

harga gabah akan naik? Jika hari hujan terus, maka orang tidak dapat menjemur padi,

penawaran beras akan menurun, jumlah orang yang memerlukan tetap, orang berebutan

membeli beras, kesempatan itu dimanfaatkan pedagang beras untuk memperoleh

untung sebesar mungkin, maka harga beras akan naik. Jadi, logislah bila hujan terus

maka harga beras akan naik. Hipotesis itu lolos ujian pertama, uji logika.

Kedua, uji empiris. Adakan eksperimen atau pengamatan. Buatlah hujan buatan

selama mungkin ataupun lakukan pengamatan pada konsisi hujan berkepanjangan,

mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, beras dari daerah lain tidak masuk. Periksa

pasar. Apakah harga beras naik? Secara logika seharusnya naik. Dalam kenyataan

mungkin saja tidak naik, misalnya karena orang mengganti makannya dengan selain

beras.

Jika eksperimen itu dikontrol dengan ketat sehingga variabel lain yang ikut

berperan dikendalikan, hipotesis tadi pasti didukung oleh kenyataan. Jika didukung

oleh kenyataan (beras naik) maka hipotesis itu menjadi teori, dan teori itu benar, karena

ia logis dan empiris. Jika hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori (Tafsir,

2006).

21
2.7 Penyelidikan Ilmiah (Scientific Inquiry)

Penyelidikan ilmiah dapat dibagi menjadi dua yaitu metode penyelidikan siklus empiris

dan metode vertikal:

1. Penyelidikan ilmiah dengan metode siklus-empiris ialah suatu cara penangan terhadap

sesuatu objek ilmiah tertentu yang bersifat empiris-kealaman dan penerapannya terjadi di

tempat yang tertutup, seperti di dalam laboratorium dan sebagainya. Langkah awal

dilakukan pengamatan terhadap sejumlah hal atau kasus yang sejenis, kemudian kemudian

menarik kesimpulan yang bersifat sementara berupa hipotesa, selanjutnya dilakukan

pengujian terhadap hipotesa tersebut dalam bentuk eksperimen. Apabila kita sudah

berulang-ulang mengadakan eksperimen dan hasilnya juga sama, artinya menunjukkan

bahwa hipotesa itu mengandung kebenaran dalam hal ini berarti bahwa hipotesa tersebut

telah dikukuhkan kebenarannya. Apabila ternyata hipotesa tersebut dapat bertahan maka

hipotesa ditingkatkan menjadi teori-teori. Jika objeknya dipandang sangat menentukan

bagi kehidupan manusia, dengan melakukan kajian-kajian lanjuran, teori-teori yang

bersangkutan (bila dapat bertahan) ditingkatkan menjadi ‘hukum-hukum alam’. Dengan

demikian penyelidikan ilmiah metode siklus-empiris, pengetahuan yang dihasilkan dapat

berupa hipotesa, teori dan hukum alam (Soehartono, 2016).

2. Penyelidikan ilmiah dengan metode vertical/berbentuk garis tegak lurus digunakan

dalam penyelidikan yang pada umumnya mempunyai objek material berupa tingkah laku

manusia dalam pelbagai bidang kehidupan seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial

dan sebagainya. Penerapan metode semacam ini apabila dikatakan mengambil bentuk garis

tegak lurus berarti sesuatu proses yang bertahap. Penerapan metode ini diawali dengan

pengumpulan bahan penyelidikan secukupnya kemudian dikelompokkan menurut suatu

pola atau suatu bagan tertentu. Selanjutnya dibuat kesimpulan yang umum berdasarkan

atas pengelompokkan dan apabila dipandang perlu kita dapat pula mengadakan peramalan

22
atau prediksi yang menyangkut objek penyelidikan yang bersangkutan. Penyelidikan

semacam ini biasanya dilakukan di alam bebas atau di alam terbuka yaitu kelompok

manusia tertentu (Soemargono, 1983)..

2.8 Kebenaran Ilmiah dan Kebenaran Non Ilmiah

Ilmu dikembangkan oleh manusia untuk menemukan suatu nilai luhur dalam kehidupan

manusia yang disebut kebenaran ilmiah. Masih ada ciri-ciri tambahan dari ilmu yang

dikemukakan oleh satu-dua filsuf dari Nicholas Rescher bahwa ilmu bersifat faktual dan tidak

memberikan penilaian baik atau buruk terhadap apa yang ditelaahnya. Bagi Jhon Macmuray,

pengetahuan ilmiah bersifat instrumental, yaitu sebagai sarana untuk melakukan sesuatu hal.

Dengan demikian, pengertian ilmu dapat ditinjau dari tiga sudut sebagai aktivitas, pengetahuan

dan metode. Sebagai rangkuman dari segenap uraian tentang pengertian dan ciri-ciri ilmu

dimuka dapatlah dikemukakan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

1. Dilihat dari segi hasil kegiatan, ilmu merupakan sekelompok pengetahuan mengenai sesuatu

pokok soal dengan titik pusat minat pada segi atau permasalahan tertentu sehingga

merupakan berbagai konsep.

2. Pengetahuan ilmiah itu mempunyai lima ciri pokok, yaitu empiris, sistematis, objektif,

analistis, dan verifikatif.

3. Definisi ilmu rumusan kami perlu ditegaskan lagi berbunyi “Ilmu adalah rangkaian aktivitas

manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata

langkah sehingg menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-

gejala kealaman, kemasyarakatan, atau perseorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,

memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan (Muhtar,

2017).

23
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai

dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat

pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah yakni:

- Kebenaran ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja,

yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi

sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural,

metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran

ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah

dapat dipertanggungjawabkan.

- Kebenaran non ilmiah adalah yang masih tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa

pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang telah

lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif

atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi) (Kadri,

2018).

Menurut muhtar (2017) setiap kebenaran ilmiah, senantiasa diperkuat bukti-bukti

empirik dan indrawi, bahkan sesuatu kebenaran tersebut telah teruji. Kebenaran ilmiah yang

meskipun dikuasai oleh relativitasnya, selalu berpatokan kepada beberapa hal mendasar, yaitu:

1. Adanya teori yang dijadikan dalil utama dalam mengukur fakta-fakta aktual.

2. Adanya data-data yang berupa fakta atau realitas senyatanya dan realitas dalam dokumen

tertentu.

3. Adanya pengelompokkan fakta dan data yang signifikan.

4. Adanya uji validitas

5. Adanya penarikan kesimpulan yang operasional

6. Adanya fungsi timbal balik antara teori dan realitas.

7. Adanya pengembangan dialektika terhadap teori yang sudah teruji.

24
8. Adanya pembatasan wilayah penelitian yang proporsional.

2.9 Kesalahan/Kesesatan Penalaran

Era globalisasi dibidang komunikasi saat ini memiliki pengaruh yang sangat luas

terhadap kehidupan masyarakat. Komunikasi yang didukung jaringan internet saat ini

memungkinkan setiap manusia untuk saling terhubung dibelahan bumi manapun yang

menyebabkan suatu informasi dapat sangat mudah untuk diakses seperti melalui media sosial

facebook, Instagram, Twitter, Whatsup, dan media sosial lainnya. Perkembangan sistem

Demokrasi di dunia menuntut kebebasan masyarakat dalam berargumentasi. Setiap manusia

saat ini dapat mengekspresikan pendapatnya melalui acount-acount media sosial tersebut.

Perkembangan ini tentunya akan dapat menimbulkan masalah baru, khususnya dalam bidang

fisafat ilmu yakni bernalar ilmiah. Penyebaran informasi di internet yang sangat cepat dan

bebas ini tidak menutup kemungkinan banyaknya informasi ataupun argumentasi yang

mengandung kesalahan yang saat ini kita kenal dengan “hoax”. Apabila kesalahan ini dibiarkan

dan dikonsumsi olah masyarakat umum pastinya akan menimbulkan pengambilan kesimpulan

yang salah dan menyebabkan kesesatan berpikir atau kesalahan penalaran (Rakhmat, 2013).

Kesalahan penalaran adalah gagasan, perkiraan, atau simpulan yang keliru atau sesat

dalam proses berpikir karena keliru dalam menafsirkan atau menarik kesimpulan. Secara

umum Kesesatan terbagi dalam dua hal, Pertama kesesatan karena bahasa. Kesasatan ini dapat

timbul karena sifat bahasa yang terkadang ambigu. Kedua, kesasatan karena cara pengambilan

kesimpulan yang salah

1. Kesesatan Bahasa

Salah satu model kesesatan bahasa yang sering dilakukan adalah kesesatan

amfiboli. Kesesatan ini terjadi karena kekeliruran penempatan suatu kata/term dalam

25
sebuah ungkapan (kalimat) sehingga memiliki makna yang bercabang. Maka dapat

menimbulkan lebih dari satu penafsiran maknanya.

Contoh: Anak pengusaha yang suka berenang itu meninggal dunia.

Term “yang suka berenang” dapat menerangkan dua kata yakni untuk “Anak” atau

“Pengusaha”. Maka term ini salah penempatan sehingga memiliki dua makna.

2. Kesesatan Relevansi

Kesesatan relevensi timbul apabila seseorang menarik kesimpulan yang tidak

relevan dengan premisnya. Artinya secara logis kesimpulan tersebut tidak merupakan

implikasi dari premisnya. Kesesatan ini membuat tidak ada hubungan logis antara

premis dan kesimpulan.

a. Argumentum ad Hominem

Penarikan kesimpulan berdasarkan kepribadian orang yang menyampaikan

gagasan. Jika orang yang disukai menyampaikan argumen maka diterima, dan

sebaliknya jika yang menyampaikan orang yang tidak disukai maka ditolak.

b. Argumentum ad Populum

Penarikan kesimpulan yang disampaikan untuk meyakinkan orang banyak.

Biasanya sering digunakan oleh para politisi untuk meyakinkan banyak orang.

c. Argumentum ad Verecundiam

Penarikan kesimpulan berdasarkan keahlian seseorang. Misalnya pendapat prof

dibidang kedokteran menyampaikan sesuatu pendapat maka sudah pasti benar

karena dia ahli dalam bidangnya.

d. Ignoratio Elenchi

Pengambilan kesimpulan memperlihatkan loncatan sembarangan dari premis yang

tidak ada hubungannya dengan kesimpulan. Dalam kesesatan ini biasanya karena

26
prasangka atau kepercayaan yang mistis. Misalnya jika kupu kupu datang kerumah

pertanda akan ada tamu yang datang ke rumah.

e. Kesesatan karena generalisasi tergesa-gesa

Pengambilan kesimpulan karena tergesa gesa menarik kesimpulan dari hal-hal

khusus yang tidak mencukupi. Misalnya untuk kesimpulan general (umum)

mengambil sampel yang sedikit. Contohnya Vaksin Covid 19 berbahaya karena

dapat membuat reaksi sakit yang berat.

f. Kesesatan karena komposisi

Pengambilan kesimpulan diambil karena apa yang benar pada individu dari

kelompok tersebut maka juga benar dari seluruh kelompoknya. Zaki seorang teroris

beragama islam, maka setiap teroris pasti beragama Islam (Rakhmat M, 2013).

27
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bernalar merupakan suatu cara menggunakan nalar, pemikiran, atau cara berfikir logis.

Sedangkan ilmiah adalah segala sesuatu yang bersifat keilmuan, didasarkan pada ilmu

pengetahuan, atau yang memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Jadi bisa disimpulkan

bernalar ilmiah adalah proses berpikir logis yang melibatkan kaidah ilmiah atau ilmu

pengetuahuan untuk menarik kesimpulan atau untuk memecahkan masalah.

Terdapat dua jenis bernalar ilmiah yang utama yaitu deduktif dan induktif. Penalaran

deduktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang

berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum, sedangkan penalaran induktif

adalah suatu pola pemikiran yang menggunakan cara yang bertolak dimulai dari hal-hal yang

bersifat khusus kepada hal-hal yang bersifat umum (generalisasi).

Bernalar ilmiah akan mengasah individu untuk terampil dalam pemecahan masalah

dengan cara menyajikan hasil data dan beragumen dengan tepat. Oleh karena itu, bernalar

ilmiah merupakah suatu ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan ilmu

pengetahuandan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2015. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemiologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Edisi ke-3 (revisi), Cetakan I Maret. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Copi I. M., Cohen C, McMahon, K. 2015. The effects of brief mindfulness intervention on
acute pain experience: An examination of individual difference. Introduction to Logic
(14th edition). Vol. 1: pp. 1689–1699.
Dunbar, K. & Klahr, D. 2012. Scientific Thinking and Reasoning. The Oxford Handbooks of
Thinking and Reasoning. doi: 10.1093/oxfordhb/9780199734689.001.0001
Hadi, A. S. 2006. Logika filsafat berfikir. Surakarta: UNS Press
Hakiim, A., Syaichurrozi, I., Wijayanti, P. I. 2012. Konsep Dasar Berfikir Ilmiah dengan
Penalaran Deduktif, Induktif, dan Abduktif. Artikel Jurnal Teknik Kimia. Hal: 1-10.
http://eprints.undip.ac.id/36328/ [17 Oktober 2021]
Kadri, T. 2018. Rancangan penelitian. Deepublish.
Kattsoff, L. O. 1992. Pengantar Filsafat. Terjemahan. Edited by S. Soemargono. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya.
Muhtar, M. TESIS DAN DISERTASI DALAM KEBENARAN ILMIAH.
Nasution, A. T. 2016. Filsafat Ilmu : Hakikat Mencari Pengetahuan. Yogyakarta : Deepublish
Publisher
Noor, M. B. 2001. Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu. Yogyakarta: Liberty, p. 55.
Pratisti, W. D. and Yuwono, S. 2018. Psikologi Eksperimen: Konsep, Teori, dan Aplikasi.

Putra, S. T. 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran, Edisi I, cetakan I. Surabaya: Airlangga University
Press.
Rahmad, M. 2013, Pengantar Logika Dasar. Bandung: LoGoz Publishing.
Salam B. 2015. Pengantar Filsafat. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Schafersman, S. D. 1997. An Introduction to Science: Scientific Thinking and The Scientific
Method. Miami: Departement of Geology
Soekadijo, R.G. 2001, Logika dasar, tradisional, simbolik dan induktif, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Soemargono, S. 1983. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Nur cahaya.

29
Sudiantara, Y. 2019. Filsafat Ilmu Pengetahuan Bagian Pertama Inti Filsafat Ilmu Pengetahuan.
Semarang : Universitas Katolik Soegijapranata.
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press
Suhartono S. 2016. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Persolan Eksistensi dan Hakikat Ilmu
Penegetahuan. Sleman, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Suparlan, S. 2015. Sejarah Pemikiran Filsafat Modern. Yogyakarta: Ar Ruzz Media, p. 47.
Supriyanto, S. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Surajiyo. 2017. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantari, J. S. 2013. Filsafat ilmu, sebuah pengantar popular. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Swantara, I. M. D. 2015. Filsafat Ilmu 1. Diktat Kuliah Program Studi Magister Kimia Terapan.
Denpasar : Universitas Udayana
Tafsir, A. 2001. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Edisi Revisi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tafsir, A. 2006. Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi Pengetahuan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Thagard, Paul, and Cameron Shelley. 1997. "Abductive reasoning: Logic, visual thinking, and
coherence." Waterloo, Ontario: Philosophy Department, Univerisity of Waterloo
Uman, S. 2018. Karya Tulis Ilmiah. https://www.lldikti4.or.id/wp-
content/uploads/2018/03/Prof.-Uman-KARYA-TULIS-ILMIAH.pptx [17 Ferbruari
2021].

30
Bernalar Ilmiah
Kelompok 4

Hajar Mar'atussholikah Supriyanto 012114153008


Galuh Dharanindya Ica Manohara 012114153009
Annastasia Arista Ayuhapsari 012114153010
Muhammad Husni Fansury Nasution 012114153011
Aletheia Threskeia 012114153012
Fita Triastuti 012114153013
Fernanda Septi Ikhriandati 012114153014
Jihad Randika Basra 012114153015
Novi Ayu Septiani 012114153016
Albertin Dwiyanti 012114153017
Raka Qowiyul Ibad 012114153018
Outline
1. Pendahuluan
2. Definisi Bernalar Ilmiah
3. Prinsip, Dasar, dan Ciri Penalaran
4. Jenis Penalaran
4.1. Penalaran Deduktif
4.2. Penalaran Induktif
4.3. Penalaran Abduktif
5. Metode Ilmiah (Scientific Method)
6. Penyelidikan Ilmiah (Scientific Inquiry)
7. Kebenaran Ilmiah dan Kebenaran Non Ilmiah
8. Keterbatasan Sains/Kesesatan
9. Kesimpulan
Pendahuluan
Pendahuluan
• Manusia diberi kemampuan khusus berupa akal demi mencapai kebe-
naran dan menghindari kekeliruan secara efisien tepat dan teratur

• Bernalar ilmiah mengacu kepada konsep berpikir analitis memgguakan


logika yang rasional, baik menggunakan metode penalaran induktif
dan deduktif serta memproses ide menggunakan data data empiris.

• Bernalar ilmiah merupakan alat mahasiswa untuk mengembangkan


dan meningkatkan mutu ilmu dan teknologi dengan melibatkan proses
memecahkan masalah dengan menguji, merivusi hipotesis atau teori,
mengobservasi dan menyampaikan hasil yang telah dipikirkan secara
sistematis.
Pembahasan
Bernalar Ilmiah
Definisi Bernalar Ilmiah
Bernalar diartikan suatu cara (perihal)
menggunakan nalar, pemikiran, atau cara
berfikir logis. Sedangkan ilmiah adalah ilmu
yang memenuhi syarat (kaidah) ilmu
pengetahuan. Jadi bisa disimpulkan bernalar
ilmiah adalah suatu proses berfikir dalam
menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan.
Prinsip dan Dasar Penalaran
Prinsip-prinsip penalaran terdapat empat prinsip yang terdiri dari tiga prinsip
dari Aristoteles dan satu prinsip dari George Leibniz:

Prinsip Aristoteles Prinsip George Leibniz

Memberikan tambahan untuk prinsip identitas,


1. Prinsip Identitas yaitu prinsip cuku alasan (principium rationis s
ufficientis), yang berbunyi: “suatu perubahan
2. Prinsip Kontradiksi
yang terjadi pasa sesuatu hal tertentu harusla
(principium contradictionis) h berdasrkan alasan yang cukup, tidak mungk
3. Prinsip ekslusi tertii in tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang
(principium exclusi tertii) mencangkupi” dengan kata lain “adanya sesu
atu itu mestilah mempunyai alasan yang cuku
p, demikian pula jika ada perubahan pada kea
dan sesuatu”.

(Surajiyo, 2015)
Ciri Berpikir dalam Penalaran

Menurut Putra (2010), cara berpikir dalam penalaran


terdapat dua ciri berpikir yaitu :

a. Penalaran yang berpola pikir luas (logika).


b. Penalaran yang berpola pikir analitik.
Jenis-jenis
Penalaran
Penalaran Deduktif
Deduktif adalah proses dalam nalar kita untuk
menyimpulkan pengetahuan dari yang “lebih umum”
menuju “lebih khusus”.

• Dasar pemikiran utama (premis mayor)


• Dasar pemikiran kedua (premis minor)
• Kesimpulan
Jenis-jenis
Penalaran
Penalaran Induktif
• Cara berpikir menarik suatu kesimpulan yang bersifat
umum dari berbagai kasus yang bersifat individual

• Metode ini banyak dugunakan oleh ilmu pengetahuan


(pengetahuan alam) yang dijalankan dengan
observasi dan eksperimen.

• Metode ini berdasarkan fakta-fakta yang dapat diuji


kebenarannya
Jenis-jenis
Penalaran
Penalaran Induktif (2)
Contoh :

• Fakta 1 : gajah memiliki mata


• Fakta 2 : ikan memiliki mata
• Fakta 3 : lalat memiliki mata

Kesimpulan secara induktif: semua hewan memiliki


mata
Jenis-jenis
Penalaran
Penalaran Induktif (3)
• Jenis penalaran induktif yang umum lainnya adalah
memetakan fitur dari satu bagian kategori ke bagian kategori
yang lain. Ini disebut induksi kategorikal.
• Sebuah ilustrasi berikut ini akan membantu membedakan
proses penalaran induktif dari deduktif. Peneliti di bidang
medis menggunakan metode induktif untuk mempelajari
penyebab dari suatu penyakit ataupun transmisi penyakit
infeksius.
• Penalaran induktif lebih lemah dibandingkan dengan
penalaran deduktif, oleh karena kesimpulannya yang tidak
100% pasti, sehingga sebutan valid atau tidak valid tidak
berlaku pada penalaran induktif. Semakin tinggi probabilitas
dari kesimpulan pada penalaran induktif, maka semakin
besar manfaat dari pernyataan tersebut.
Jenis-jenis
Penalaran
Penalaran Abduktif

Biasanya dimulai dengan serangkaian pengamatan


yang tidak lengkap dan berlanjut ke penjelasan yang
paling mungkin untuk kelompok pengamatan,
menurut Butte College. Ini didasarkan pada pembuat
an dan pengujian hipotesis menggunakan informasi
terbaik yang tersedia. Seringkali memerlukan
menebak secara terpelajar setelah mengamati suatu
fenomena yang tidak ada penjelasan yang jelas.
Jenis-jenis
Penalaran
Penalaran Abduktif (2)
Contoh :

• Seseorang berjalan ke ruang tamu dan menemukan kertas-


kertas yang robek di lantai.
• Anjing orang itu sendirian di kamar sepanjang hari.

Orang tersebut menyimpulkan bahwa anjing itu merobek kertas


karena itu adalah skenario yang paling mungkin.
Sekarang, saudara perempuan orang itu mungkin telah dibawa
oleh keponakannya dan dia mungkin telah merobek-robek
kertas, atau itu mungkin dilakukan oleh tuan tanah, tetapi teori
anjing adalah kesimpulan yang lebih mungkin.
Jenis-jenis
Penalaran
Penalaran Abduktif (3)
Penalaran abduktif digunakan ilmuwan saat mereka berusaha
untuk mengajukan penjelasan pada peristiwa seperti temuan-t
emuan yang tak terduga. Tentu saja, seperti dalam induksi kla
sik, penalaran seperti itu dapat menghasilkan pernyataan yang
masuk akal yang masih belum benar. Namun, abduksi meman
g melibatkan generasi pengetahuan baru, dan dengan demikia
n juga terkait dengan penelitian tentang kreativitas.

Penalaran abduktif berguna untuk membentuk hipotesis yang


akan diuji. Penalaran abduktif sering digunakan oleh dokter ya
ng membuat diagnosis berdasarkan hasil tes dan oleh juri yan
g membuat keputusan berdasarkan bukti yang disajikan kepad
a mereka.
Metode dan
Penyelidikan Ilmiah
Metode Ilmiah
• proses atau prosedur sistematik berdasarkan prinsip
dan teknik ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin
Metode (bidang studi) untuk mencapai suatu tujuan
• Dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah

• pengkajian mengenai model atau bentuk metode-


Metodologi metode, aturan-aturan yang harus dipakai dalam
kegiatan ilmu pengetahuan

Metode • cara-cara penyelidikan yang bersifat keilmuan


(scientific methods)
Ilmiah
Metode Ilmiah (3)
Metode ilmiah bersifat:

1. Observasi: pengamatan ilmiah menggunakan pengindraan unt


uk mengambil kesimpulan tentang hubungan sebab dan
akibat, serta arti situasi)
2. Trial dan eror: melakukan percobaaan-percobaan untuk
memperoleh keberhasilan
3. Eksperimental: teknik mengontrol keadaan
4. Statistik dan sampling: menetukan sampel, mengumpulkan
data-data dan menganalisisnya
- Bernalar ilmiah mengikuti konsep dari positivisme, yaitu
kebenaran atau pengetahuan diperoleh melalui metode
yang ilmiah, melalui langkah-langkah logico-hypothetic
o-verificatif
Penyelidikan Ilmiah
Penyelidikan Ilmiah secara umum dibagi menjadi 2 metode yaitu :
1. Penyelidikan ilmiah dengan metode siklus-empiris ialah suatu cara penangan
terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu yang bersifat empiris-kealaman dan penera-
pannya terjadi di tempat yang tertutup, seperti di dalam laboratorium dan sebagai-
nya. Pada metode ini pengetahuan yang dihasilkan dapat berupa hipotesa, teori, da
n hukum alam.

2. Penyelidikan ilmiah dengan metode vertical digunakan dalam penyelidikan yang


pmempunyai objek material berupa tingkah laku manusia dalam pelbagai bidang ke
hidupan seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Penerapan
metode ini diartikan sebagai suatu prose bertahap. Penyelidikan semacam ini biasa
nya dilakukan di alam bebas atau di alam terbuka yaitu kelompok manusia tertentu.
Kebenaran Ilmiah dan Kebenaran Non Ilmiah

• Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai di
namika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa te
rdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah yakni
• Kebenaran ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yai
tu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian ru
pa; sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan
normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi
kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
• Kebenaran non ilmiah adalah yang masih tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa p
engetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang telah lam
a maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif atau di
luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi)(kadri, 2018)
Era Globalisasi Sistem Demokrasi
(Mudahnya (Kebebasan
Komunikasi) Argumentasi)

Meningkatnya
argumentasi di
Masyarakat

Peningkatan
Kesesatan Kesalahan/Kesesat
Penalaran an Penalaran
Kesesatan
Kesesatan Bahasa
Relevansi

Kesalahan/Kesesat
an Penalaran
Argumentum ad Hominem
Argumentum ad Populum
Argumentum ad Verecundiam
Ignoratio Elenchi
Kesesatan Kesalahan dalam Kesesatan karena komposisi

Penalaran pengambilan Kesesatan karena generalisasi


kesimpulan tergesa-gesa
Kebenaran Ilmiah dan Kebenaran Non Ilmiah (2)

Kebenaran ilmiah yang meskipun dikuasai oleh relativitasnya, selalu berpatokan kepada beberapa hal
mendasar, yaitu:
1. Adanya teori yang dijadikan dalil utama dalam mengukur fakta-fakta aktual.
2. Adanya data-data yang berupa fakta atau realitas senyatanya dan realitas dalam dokumen tertentu.
3. Adanya pengelompokkan fakta dan data yang signifikan.
4. Adanya uji validitas
5. Adanya penarikan kesimpulan yang operasional
6. Adanya fungsi timbal balik antara teori dan realitas.
7. Adanya pengembangan dialektika terhadap teori yang sudah teruji.
8. Adanya pembatasan wilayah penelitian yang proporsional.
Penyelidikan Ilmiah
Penyelidikan Ilmiah secara umum dibagi menjadi 2 metode yaitu :
1. Penyelidikan ilmiah dengan metode siklus-empiris ialah suatu cara penangan
terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu yang bersifat empiris-kealaman dan penera-
pannya terjadi di tempat yang tertutup, seperti di dalam laboratorium dan sebagai-
nya. Pada metode ini pengetahuan yang dihasilkan dapat berupa hipotesa, teori, da
n hukum alam.

2. Penyelidikan ilmiah dengan metode vertical digunakan dalam penyelidikan yang


pmempunyai objek material berupa tingkah laku manusia dalam pelbagai bidang ke
hidupan seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Penerapan
metode ini diartikan sebagai suatu prose bertahap. Penyelidikan semacam ini biasa
nya dilakukan di alam bebas atau di alam terbuka yaitu kelompok manusia tertentu.
Bernalar Ilmiah Dua Jenis Penalaran
S
Adalah suatu proses berpikir • Penalaran deduktif adalah proses penalara U
logis yang melibatkan kaidah n untuk menarik kesimpulan berupa prinsip a
ilmiah atau ilmu pengetuahua tau sikap yang berlaku khusus berdasarkan a M
tas fakta-fakta yang bersifat umum
n untuk menarik kesimpulan M
atau untuk memecahkan mas
alah
• Penalaran induktif adalah suatu pola pemiki A
ran yang menggunakan cara yang bertolak di
mulai dari hal-hal yang bersifat khusus kepad R
a hal-hal yang bersifat umum (generalisasi).
Y
Bernalar ilmiah akan mengasah individu untuk terampil dalam pemecahan
masalah dengan cara menyajikan hasil data dan beragumen dengan tepat.
Oleh karena itu, bernalar ilmiah merupakah suatu ketrampilan yang dibutuh
kan untuk mengembangkan ilmu pengetahuandan.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai