“Bernalar Ilmiah”
Penulis:
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya tim penulis dapat
Pada kesempatan ini tim penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak
1. Dr. Rahadian Indarto Susilo, dr., Sp.BS(K) selaku dosen pengajar mata kuliah
Filsafat Ilmu
2. Rekan-rekan penulis yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini sehingga
Tim penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, tim penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca. Tim penulis juga
memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL .................................................................................................................................... i
UCAPAN TERIMA KASIH......................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3
2.1 Definisi Bernalar Ilmiah ............................................................................................. 3
2.2 Prinsip dan Dasar Penalaran ....................................................................................... 5
2.3 Ciri Berpikir dalam Penalaran .................................................................................... 7
2.4 Jenis Penalaran ........................................................................................................... 7
2.4.1 Penalaran Deduktif ............................................................................................. 7
2.4.2. Penalaran Induktif .............................................................................................. 9
2.4.3 Penalaran Abduktif ........................................................................................... 12
2.5 Metode Ilmiah (Scientific Method) ........................................................................... 13
2.5.1 Metode observasi .............................................................................................. 14
2.5.2 Metode trial dan error ...................................................................................... 15
2.5.3 Metode eksperimen ........................................................................................... 16
2.5.4 Metode statistik ................................................................................................. 16
2.5.5 Metode sampling .............................................................................................. 16
2.6 Metode Berpikir Ilmiah ............................................................................................ 17
2.6.1 Paham rasionalisme .......................................................................................... 17
2.6.2 Paham Empirisme ............................................................................................. 18
2.6.3 Paham positivisme ............................................................................................ 19
2.7 Penyelidikan Ilmiah (Scientific Inquiry) .................................................................. 22
2.8 Kebenaran Ilmiah dan Kebenaran Non Ilmiah ......................................................... 23
2.9 Kesalahan/Kesesatan Penalaran ............................................................................... 25
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................... 28
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 29
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan
bertindak. dimana sikap dan tindakan didapatkan dari kegiatan merasa dan berpikir (Swantara,
2015). Berpikir atau bernalar dilakukan semenjak manusia lahir. Hal ini merupakan ciri khusus
yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Adanya akal pada manusia
membuat ia dapat bernalar untuk mencapai kebenaran dan menghindari kekeliruan secara
Penalaran merupakan suatu proses berpikir atau kerangka berpikir menurut kerangka
alur tertentu untuk mengambil kesimpulan. Terdapat 3 unsur dalam bernalar yaitu: pengertian,
pernyataan, dan kenyataan. Pengertian yaitu informasi atau data, sedangkan pernyataan
merupakan sebuah rangkaian informasi-informasi tersebut yang tentu nyata adanya. Karena
bernalar bertujuan untuk menghasilkan kesimpulan yang baik dan benar, maka dari itu,
individu sebaiknya dapat menganilisis data tersebut secara logis (Nasution, 2016).
Menganalisis dengan logis merupakan hasil gabungan dari metode penalaran deduktif
dan induktif. Deduktif adalah cara berpikir yang berpangkal dari pengetahuan umum untuk
mendapatkan hasil pengetahuan khusus. Sedangkan induksi adalah cara berpikir yang
berangkat dari hal-hal khusus untuk sampai pada kesimpulan umum (Swantara, 2015).
Secara garis besar, berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: berpikir alamiah dan
berpikir ilmiah. Bernalar ilmiah pada intinya melakukan kegiatan penalaran menggunakan akal
kita, memproses berbagai ide, berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat dengan
proses tertentu hingga mencapai kesimpulan yang berupa pengetahuan yang benar untuk
menjadi ilmu (Sudiantara, 2019). Menggunakan akal kita artinya bernalar menganalisis
masalah menggunakan logika yang rasional baik dengan metode induktif maupun deduktif,
1
memproses suatu ide yang berdasarkan pada bukti-bukti empiris, serta mempertahankan sikap
skeptisme. Hal-hal tersebut yang menjadikan dasar bernalar ilmiah (Schafersman, 1997).
Teruntuk mahasiswa, bernalar ilmiah merupakan alat untuk mencari ilmu. Dengan
begitu, bernalar ilmiah akan menjadi sebuah ketrampilan dan alat bantu mereka dalam
mengembangkan dan meningkatkan mutu ilmu dan teknologi. Bernalar ilmiah akan mengasah
individu terampil dalam pemecahan masalah yang melibatkan proses menghasilkan, menguji,
dan merevisi hipotesis atau teori, serta mengobservasi dan merefleksikan proses perolehan
pengetahuan dan perubahan pengetahuan dengan menyajikan hasil data dan beragumen dengan
tepat. Individu yang bernalar ilmiah diharapkan akan dapat mengembangkan ide dan ilmu
2
BAB 2
PEMBAHASAN
perlu dipecahkan. Berpikir memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah
kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya
tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru
(problem solving). Umumnya kita bergerak sesuai dengan kebiasaan. Namun, saat menghadapi
situasi yang tidak dapat dihadapi dengan cara biasa, di situlah timbul masalah dan bagaimana
Penalaran merupakan suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah
dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan alternatif yang matang untuk
mengambil suatu tindakan yang tepat. Dalam melakukan suatu penalaan tidak lepas dari
berpikir secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan (Noor, 2001). Kemampuan
ini berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya (Suparlan,
2015). Kegiatan berpikir yang memiliki ciri tertentu dan bukan merupakan kegiatan perasaan
kekuatan atas kemampuan untuk menalar. Definisi berpikir secara umum adalah kegiatan yang
bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Definisi berpikir secara khusus adalah
kegiatan menemukan kebenaran ilmiah sehingga digunakan istilah penalaran (Adib, 2015)
Logika adalah suatu prinsip yang digunakan untuk membedakan penalaran yang benar
atau yang salah. Ketika seseorang membuat suatu penilaian yang dapat diandalkan harus
3
didasari dengan penalaran yang benar dengan menggunakan metode-metode yang logis (Copi
et al., 2015). Ilmiah adalah segala sesuatu yang bersifat keilmuan, didasarkan pada ilmu
pengetahuan, atau memenuhi syarat atau kaidah ilmu pengetahuan dan dapat disebut segala
Dalam melakukan penalaran terdapat unsur-unsur yang harus diketahui terlebih dahulu,
diantaranya adalah proposisi, argumen, dan kesimpulan. Proposisi adalah suatu pernyataan
yang biasanya dinyatakan dengan menggunakan kalimat deklaratif yang belum diketahui benar
atau salah. Argumen merupakan sekelompok proposisi yang saling berkaitan dan saling
mendukung. Kesimpulan adalah sekelompok proposisi yang saling mendukung disertai dengan
Sejatinya proses berpikir melibatkan empat unsur yakni otak yang sehat, panca indera,
informasi atau pengetahuan sebelumnya, dan fakta. Sehingga dari empat unsur tersebut dapat
dirangkai bahwa definisi bagi akal, pemikiran. Proses berpikir adalah pemindahan pengindraan
terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak untuk menafsirkan fakta yang didapatkan
Pola pikir penalaran adalah pola berpikir yang logis atau sistematik, dan analitis.
Sedangkan logis adalah memiliki alur yang jelas serta runtut atau memiliki koherensi sehingga
antara komponennya terdapat keselarasan. Analitik artinya proses yang dilakukan secara kritis
dengan cara mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang bisa diajukan dapat berupa pertanyaan
tentang apa, untuk apa, mengapa, bagaimana, dan terus apa (pertanyaan perspektif)/kegiatan
berpikir penalaran dimuai dari suatu pangkal pikir atau premis. Pangkal pikir atau premis
adalah suatu pernyataan atau proposisi dari premis tersebut kemudian dilakukan penarikan
suatu pernyataan kesimpulan Sedangkan sikap ilmiah merupakan perilaku yang berguna untuk
membangun pola pikir dan komunikasi ilmiah secara efektif yang terdiri dari:
4
1. Selalu ingin mencari tahu atau curious
3. Independen, yang artinya berorientasi pada kebenaran dan bukan pada individu
5. Objektif
10. Skeptis dan pragmatis yaitu kebenaran ilmiah bersifat sementara sampai terdapat
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa bernalar diartikan sebagai suatu cara
(perihal) menggunakan nalar, pemikiran, atau cara berfikir logis. Sedangkan ilmiah adalah ilmu
yang memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Jadi bisa disimpulkan penalaran ilmiah
adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Prinsip dalam penulisian ilmiah adalah mengemukakan dan membahas fakta dengan
logis dan sistemis dapat menggunakan bahasa yang tentunya baik dan benar. Sehingga
diperlukannya suatu skill kemampuan menalar secara ilmiah yang mendasari sebuah karya
yang akan dibuat nantinya dengan pemikiran penalaran. Penalaran tersebut menciptakan
sebuah proses lalu yang akan terciptanya sedemikian rupa sesuai penalaran sehingga
memperoleh kesimpulan yang logis berdasrkan fakta yang relevan dan dasar untuk menarik
kesimpuan yang tepat. Terdapat empat prinsip-prinsi penalaran yang terdiri dari tiga prinsip
dari Aristoteles dan satu prinsip dari George Leibniz (Surajiyo, 2015).
5
a. Prinsip Identitas:
Prinsip ini dalam istilah latin ialah principium identitas. Prinsip identitas berikut
berbunyi: “sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendri”. Dengan kata lain “sesuatu
yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain”.
Prinsip Kontradiksi berbunyi: “sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu
pada waktu yang bersamaan”, atau “sesuai pernyataan tidak mungkin mempunyai nilai
benar dan tidak benar pada saat yang sama”. Dengan kata lain, “sesuatu tidaklah
Prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya kemungkinan ketiga.
Prinsip ekslusi tertii berbunyi: “sesuatu jika dinyatakans ebagai hal tertentu atau bukan
hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah”. Dengan
kata lain “sesuatu x mestilah p dan non p tidak ada kemungkinan ketiga”. Prinsip
berartikan bahwa dua sifat yang berlawnan penuh, tidak mungkin keduanya dimiliki
oleh suatu benda, hanya salah satu yang dapat dimilikinya yaitu sifat p atau dari sifat
non p.
Seorang filsuf Jerman Leibniz, yang dikutip dari Surajiyo (2015), memberikan
tambahan untuk prinsip identitas, yaitu prinsip cukup alasan (principium rationis sufficientis),
yang berbunyi: “suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu haruslah berdasarkan
alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencangkupi”
dengan kata lain “adanya sesuatu itu mestilah mempunyai alasan yang cukup, demikian pula
6
2.3 Ciri Berpikir dalam Penalaran
Menurut Putra (2010), cara berpikir dalam penalaran terdapat dua ciri berpikir yaitu:
Diartikan sebagai proses berpikir yang logis yakni pengkajian untuk berpikir
secata sahih. Berdasarkan pola pikir yang luas yakni logika yang digunakan, maka
penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan yang menggunakan logika secara ilmiah.
Deduksi adalah proses dalam nalar kita untuk menyimpulkan pengetahuan dari
yang “lebih umum” menuju “lebih khusus”. Pengetahuan yang lebih khusus itu sudah
terkandung dalam pengetahuan yang lebih umum tersebut, tetapi belum dengan tegas
dan jelas dapat dilihat dan dirumuskan. Jadi, masih bersifat potensial (Hadi, 2006).
• Kesimpulan
• Silogisme Kategorial
kategoris.
7
• Silogisme Hipotesis
Silogisme yang mengandung satu premis atau lebih, yang berupa keputusan
hipotesis.
Simpulan secara langsung adalah penarikan simpulan yang ditarik dari satu
Untuk penarikan simpulan secara tidak langsung diperlukan dua premis sebagai
data. Dari dua premis tersebut akan menghasilkan sebuah simpulan. Premis yang
pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang
bersifat khusus.
a. Silogisme
Contohnya:
b. Entimen
diketahui. Contohnya:
8
- Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Jadi, dengan demikian silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya entimen dapat
dijadikan silogisme.
Merupakan cara berpikir menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat individual (seperti kesimpulan peneliti humoris) (Hakiim
et al., 2012). Jadi, cara induktif ini dimulai dari penarikan fakta-fakta khusus satu demi
satu, kemudian digeneralisasi dan disimpukan secara umum. Metode ini banyak
observasi dan eksperimen. Jadi metode ini berdasarkan fakta-fakta yang dapat diuji
Contoh:
Logika induktif ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah sebagai berikut:
induktif kehidupan yang beraneka ragam dengan berbagai corak dan segi dapat
2) Dapat digunakan untuk penalaran lanjut, karena logika induktif ini sebagai pola
pemikiran awal untuk diteruskan dalam pengertian yang lebih fundamental. Seperti
9
pada contoh di atas, “bahwa semua hewan memiliki mata” kemudian kita dapat
kesimpulan. Dukungan premis terhadap kesimpulan mulai dari nol hingga 99%,
sehingga apabila premis khusus diterima, kita dapat saja menolak kesimpulannya. Hal
Menurut Dunbar dan Klahr, terdapat proses penalaran induktif dengan cara
beberapa penelitian yang salah satunya dilakukan oleh Marshall dan Warren yang mana
memperhatikan bahwa pada hampir semua pasien dengan gastric enteritis ditemukan
bakteri spiral dalam usus mereka, dan dia membentuk suatu generalisasi yang mana
bakteri tersebut merupakan penyebab dari ulkus gaster/usus (Dunbar & Klahr, 2012).
Jenis penalaran induktif yang umum lainnya adalah memetakan fitur dari satu
bagian kategori ke bagian kategori yang lain. Ini disebut induksi kategorikal. Jenis
induksi ini adalah cara memproyeksikan sesuatu yang diketahui dari satu item ke item
lain yang berasal dari kategori yang sama. Dengan demikian, mengetahui bahwa virus
Rous Sarcoma adalah retrovirus yang menggunakan RNA daripada DNA, seorang ahli
biologi mungkin berasumsi bahwa virus lain yang dianggap retrovirus juga
menggunakan RNA daripada DNA. Sementara penelitian tentang jenis induksi ini
biasanya belum dibahas dalam pemikiran ilmiah, jenis induksi ini biasa terjadi dalam
10
Sebuah ilustrasi berikut ini akan membantu membedakan proses penalaran
induktif dari deduktif. Peneliti di bidang medis menggunakan metode induktif untuk
(AIDS), mendapat perhatian yang serius oleh karena penyebarannya diseluruh dunia.
Apakah kita dapat mempelajari penyebarannya secara induktif? Ya, kita dapat (Copi et
al., 2015).
mengumumkan studi skala besar tentang penyebaran AIDS secara signifikan lebih
rendah pada pria yang disirkumsisi dibandingankan dengan pria yang tidak
disirkumsisi. Sirkumsisi tentu saja bukanlah terapi dari PMS tersebut. Namun, dari hasil
studi ini kita dapat mengetahui dengan cara menganalisa pengalaman dari sangat
banyak subyek penelitian (3000 subyek di Uganda, 5000 subyek di Kenya yang dibagi
menjadi kelompok yang disirkumsisi dan tidak disirkumsisi), bahwa resiko terkena
setengahnya pada pria yang disirkumsisi. Resiko wanita terkena HIV juga berkurang
30% apabila pasangan prianya disirkumsisi. Penemuan ini bergerak dari penalaran
induktif yang memberikan sumbangsih yang besar. Hubungan antara sirkumsisi dan
HIV tidak dapat diketahui pasti, sebagaimana pada proses penalaran deduktif. Namun
dengan adanya penalaan induktif, kita menjadi tahu tingkat probabilitasnya (Copi et al.,
2015).
karena kesimpulannya yang tidak 100% pasti, sehingga sebutan valid atau tidak valid
tidak berlaku pada penalaran induktif. Semakin tinggi probabilitas dari kesimpulan
11
pada penalaran induktif, maka semakin besar manfaat dari pernyataan tersebut.
Sehingga kita dapat menyatakan pernyataan induktif dapat lebih baik, lebih buruk, kuat,
lemah, dan lain sebagainya. Pernyataan yang disampaikan dalam studi tentang
premisnya benar, dan memberikan dukungan kuat terhadap kesimpulan, namun tetap
saja, kesimpulannya tidak ditampilkan dengan 100% pasti (Copi et al., 2015).
Jenis lain dari penalaran ilmiah yang tidak sesuai dengan penalaran induktif atau
serangkaian pengamatan yang tidak lengkap dan berlanjut ke penjelasan yang paling
mungkin untuk kelompok pengamatan, menurut Butte College. Ini didasarkan pada
Contoh:
Seseorang berjalan ke ruang tamu dan menemukan kertas-kertas yang robek di lantai.
Orang tersebut menyimpulkan bahwa anjing itu merobek kertas karena itu adalah
skenario yang paling mungkin. Sekarang, saudara perempuan orang itu mungkin telah
dibawa oleh keponakannya dan dia mungkin telah merobek-robek kertas, atau itu
mungkin dilakukan oleh tuan tanah, tetapi teori anjing adalah kesimpulan yang lebih
mengajukan penjelasan pada peristiwa seperti temuan-temuan yang tak terduga. Tentu
saja, seperti dalam induksi klasik, penalaran seperti itu dapat menghasilkan pernyataan
12
yang masuk akal yang masih belum benar. Namun, abduksi memang melibatkan
generasi pengetahuan baru, dan dengan demikian juga terkait dengan penelitian tentang
kreativitas (Dunbar & Klarh, 2012). Penalaran abduktif berguna untuk membentuk
hipotesis yang akan diuji. Penalaran abduktif sering digunakan oleh dokter yang
membuat diagnosis berdasarkan hasil tes dan oleh juri yang membuat keputusan
metode adalah cara-cara penyelidikan yang bersifat keilmuan yang sering disebut metode
ilmiah (scientific methods). Metode ini perlu agar tujuan keilmuan yang berupa kebenaran
objektif dan dapat dibuktikan bisa tercapai. Dengan metode ilmiah kedudukan pengatahuan
berubah menjadi ilmu pengetahuan yaitu menjadi lebih khusus dan terbatas lingkup studinya
(Suhartono, S. 2016).
Pada dasarnya didalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin ilmu apapun, baik
yang sama. Jika ada perbedaan, hal itu tergantung pada jenis, sifat dan bentuk objek materi
dan objek forma yang tercakup didalamnya pendekatan (approach), sudut pandang (point of
view), tujuan dan ruang lingkup masing masing disiplin ilmu (Suhartono, 2016).
Metode dapat dipahami sebagai suatu proses atau prosedur yang sistematik
berdasarkan prinsip-prinsip dan tehnik-tehnik ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang
studi) untuk mencapai suatu tujuan. Jadi ia dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah.
aturan-aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara
metode dan metodologi, maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat
13
khusus (Suhartono, 2016).
Menurut Peter R. Senn, metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu
pembahasan tentang objek, ilmu pengetahuan bertujuan untuk memperoleh kebenaran ilmiah
yaitu suatu kebenaran yang pasti tentang suatu objek penyelidikan. Oleh sebab itu metode
ilmiah yang dipergunakan mempunayi latar belakang yaitu keterkaitannya dengan tujuan yang
tercermin di dalam ruang lingkup ilmu pengetahuan. Dengan adanya latar belakang yang
demikian itu, maka metode ilmiah juga cenderung bermacam-macam tergantung pada bahan
atau problem yang diselidiki menunjukkan beberapa indikasi antara lain: ada yang bersifat
kesimpulan tentang hubungan sebab dan akibat, serta arti situasi); ada yang secara trial dan eror
eksperimental (peniliti menggunakan tehnik mengontrol keadaan); dan ada yang dengan cara
statistik dan sampling (dengan mennetukan sampel, peneliti mengumpulkan data-data untuk
ilmu pengetahuan apapun. Observasi yang dimaksud adalah tentu saja yang bersifat
ilmiah. Artinya observasi harus tetap didalam konteks objektivitas. Dalam hal ini, kita
harus menyadari bahwa observasi tidak bisa disamakan begitu saja dengan
pengamatan. Dikatakan antara lain bahwa didalam observasi, subjektivitas diri perlu
emosional (hal-hal seperti prasangka, pilih kasih dan sebagainya). Untuk pengamat
14
perlu membersihkan diri, melupakan apa yang sudah diketahui dan seolah-olah
derajat ilmiah objektif. Agar objektivitas terjaga dengan baik, pengamat perlu
menyadari bahwa situasi pengamatan selalu tidak menentu (pengaruh keadaan subjek
dan kondisi objek itu sendiri). Seperti disarankan oleh Van Peursen, keadaan ini
memilki sifat khas yang berbeda-beda sehingga perlu menetukan suatu metode yang
tetap atau teori observasi yang sesuai dengan susunan menyeluruh dari ilmu
universal dan tidak memerlukan penjelasan secara panjang lebar. Karena sifatnya yang
universal, metode ini kurang dipergunakan secara popular oleh para ilmuwan dalam
metode trial error ada pula manfaatnya. Bagi ahli filsafat, metode ini dipergunakan
untuk menguji ide-ide atau system pemikiran sejauh mana tingkat koherensi dan
konsistensinya baik secara faktual maupun secara logika. Dengan demikian metode
ini cara kerjanya amat sederhana yaitu belajar sambil mengerjakan (learning by doing)
(Salam, 2015).
15
2.5.3 Metode eksperimen
Metode eksperimen berdasarkan pada prinsip metode penemuan sebab akibat
dan pengujian hipotesis. Agar pengamatan menjadi semakin teliti dan menjamin
kebutuhan akan objektivitas maka metode eksperimen berperan penting. Adapun cara
kerjanya adalah pengamat mengontrol kondisi atau keadaan, mengganti suatu faktor
pada suatu waktu dan membiarkan faktor-faktor lain tetap tanpa perubahan dan
mencatat hasilnya apakah ada perbedaan dalam hasil eksperimen. Metode ini lebih
Statistik dalam bahasa inggris statistic berarti a single term or datum in collection of
klasifikasi. Dengan statistik memungkinkan kita melihat berbagai proses yang tidak
mungkin dapat kita lihat hanya melalui penggunaan alat indra saja. Statistik
menggunakan tabel dan grafik. Statistik juga meramalkan kejadian- kejadian yang
bilangan tertentu dari suatu kelas atau kelompok sebagai wakil dari keseluruhan
kelompok tersebut yaitu dengan tujuan satu sampel tersebut dapat mewakili secara
keseluruhan atau tidak. Dalam metode sampling hal yang paling penting di dalamnya
adalah bagaimana menetukan suatu contoh yang tepat sehingga dapat mewakili
16
keseluruhan. Persoalannya adalah pada objek yang sifatnya homogen sampel yang
dipilih secara acak pun memberikan akurasi tinggi, tetapi pada objek yang heterogen
maka peneliti harus berhati-hati. Banyak faktor yang harus diperhatikan sehingga
contoh-contoh dapat diambil dan ditentukan secara tepat dan bisa mewakili
berpikir secara rasional. Paham rasionalisme menganggap bahwa akal adalah alat
pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal atau dinalar
dengan logis, kemudian diukur dengan akal apakah temuan tersebut logis atau tidak.
Benar bila logis dan salah bila tidak logis. Paham ini mengutamakan akal sebagai
3) Belum tentu diterima oleh orang lain (Pratisti and Yuwono, 2018).
bahwa benda yang lebih berat akan jatuh lebih dahulu daripada benda yang lebih ringan
bila dijatuhkan dari ketinggian yang sama”. Secara logika, pendapat tersebut tampak
masuk akal (logis) dan diterima oleh sebagian besar orang. Namun, setelah melalui
percobaan pembuktian ternyata pendapat tersebut tidak benar (Pratisti and Yuwono,
2018).
Berpikir secara rasionalisme, seperti yang kita tahu, tidak selalu menghasilkan
digunakan peneliti dalam merangkai dan menghubungkan teori-teori yang ada dan
17
selanjutnya digunakan sebagai landasan dalam menyusun hipotesis yang akan diuji
dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan itulah yang digunakan untuk membuktikan
kebenaran yang diperoleh dari berpikir melalui metode rasionalisme (Pratisti and
Yuwono, 2018).
lebih mengutamakan akal dan kurang peka terhadap bukti-bukti atau pengalaman
empiris. Paham empirisme mengajarkan bahwa yang benar adalah yang logis dan ada
bukti empirisnya (Tafsir, 2001; Pratisti and Yuwono, 2018). Namun, pada paham ini
bukti empirisnya bersifat umum yang tidak terukur dan bergantung dari perantara
indera. Indera manusia memiliki keterbatasan dan kadang menipu, karena dipengaruhi
oleh hal-hal yang bersifat subjektif (persepsi, motivasi, atau pengalaman sebelumnya).
Sehingga, kebenaran empirisme juga tidak selalu benar atau sesuai kenyataan (Pratisti
menggunakan 3 ember berisi air. Ember pertama berisi air hangat, ember ketiga berisi
air dingin, dan ember kedua berisi campuran air hangat dan air dingin. Locke meminta
seorang subjek memasukkan tangan kanannya pada ember pertama dan tangan kirinya
pada ember ketiga. Setelah itu, Locke meminta subjek untuk memasukkan kedua
tangannya pada ember kedua secara bersamaan. Menurut subjek, tangan kanannya
merasakan sejuk sedangkan tangan kirinya merasakan hangat, padahal keduanya berada
pada ember yang sama dengan kondisi air yang sama.” Percobaan yang dilakukan oleh
tidak selalu benar atau sesuai kenyataan. Sifat bukti yang ada tidak terukur dan hanya
18
melalui penginderaan. Namun begitu, empirisme sangat dibutuhkan dalam ilmu
pengetahuan sebagai sarana pengumpulan data secara ilmiah (Pratisti and Yuwono,
2018).
induktif (empirisme) dengan pembuktian fakta empiris yang dapat diukur. Bernalar
untuk menguji secara rasional (logis) bahan-bahan yang dapat diterima sebagai hal yang
benar dan menolak bahan yang tidak cukup kebenarannya (Kattsoff, 1992). Dengan
kata lain, langkah pertama adalah menguji apakah pernyataan atau teori yang ada itu
logis. Setelah bahan-bahan tersebut disajikan menjadi suatu kerangka pikir, kerangka
pikir yang dibentuk akan menunjang perumusan suatu hipotesis dan mengukuhkannya
(Kattsoff, 1992).
Hipotesis adalah pernyataan yang sudah benar secara logika, namun belum ada
proses agar suatu penalaran dapat membawa kita pada kesimpulan yang dapat diterima.
Penalaran yang logis yang didasarkan atas fakta-fakta yang diperkirakan benar dapat
membawa kita pada kesimpulan yang benar. Pada dasarnya hanya ada dua metode
19
untuk melakukan verifikasi, yaitu observasi dan hukum kontradiksi. Observasi yaitu
verifikasi. Suatu pernyataan yang dapat diuji dengan pengalaman/fakta yang dapat
diulangi kembali baik oleh yang menggunakan pernyataan tersebut maupun oleh orang
lain, maka pernyataan tersebut lulus dalam uji pengamatan. Sedangkan, metode
20
Contoh kasus:
Ada teori Sain Ekonomi: bila penawaran sedikit, permintaan banyak, maka harga akan
naik. Teori ini sangat kuat, karena kuatnya maka ia ditingkatkan menjadi hukum,
disebut hukum penawaran dan permintaan. Berdasarkan hukum ini, maka barangkali
benar dihipotesiskan: Jika hari hujan terus, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan,
maka harga beras akan naik. Untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau salah,
Pertama, kita uji apakah teori itu logis? Apakah logis jika hari hujan kemudian
harga gabah akan naik? Jika hari hujan terus, maka orang tidak dapat menjemur padi,
penawaran beras akan menurun, jumlah orang yang memerlukan tetap, orang berebutan
untung sebesar mungkin, maka harga beras akan naik. Jadi, logislah bila hujan terus
maka harga beras akan naik. Hipotesis itu lolos ujian pertama, uji logika.
Kedua, uji empiris. Adakan eksperimen atau pengamatan. Buatlah hujan buatan
mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, beras dari daerah lain tidak masuk. Periksa
pasar. Apakah harga beras naik? Secara logika seharusnya naik. Dalam kenyataan
mungkin saja tidak naik, misalnya karena orang mengganti makannya dengan selain
beras.
Jika eksperimen itu dikontrol dengan ketat sehingga variabel lain yang ikut
berperan dikendalikan, hipotesis tadi pasti didukung oleh kenyataan. Jika didukung
oleh kenyataan (beras naik) maka hipotesis itu menjadi teori, dan teori itu benar, karena
ia logis dan empiris. Jika hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori (Tafsir,
2006).
21
2.7 Penyelidikan Ilmiah (Scientific Inquiry)
Penyelidikan ilmiah dapat dibagi menjadi dua yaitu metode penyelidikan siklus empiris
1. Penyelidikan ilmiah dengan metode siklus-empiris ialah suatu cara penangan terhadap
sesuatu objek ilmiah tertentu yang bersifat empiris-kealaman dan penerapannya terjadi di
tempat yang tertutup, seperti di dalam laboratorium dan sebagainya. Langkah awal
dilakukan pengamatan terhadap sejumlah hal atau kasus yang sejenis, kemudian kemudian
pengujian terhadap hipotesa tersebut dalam bentuk eksperimen. Apabila kita sudah
bahwa hipotesa itu mengandung kebenaran dalam hal ini berarti bahwa hipotesa tersebut
telah dikukuhkan kebenarannya. Apabila ternyata hipotesa tersebut dapat bertahan maka
dalam penyelidikan yang pada umumnya mempunyai objek material berupa tingkah laku
manusia dalam pelbagai bidang kehidupan seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial
dan sebagainya. Penerapan metode semacam ini apabila dikatakan mengambil bentuk garis
tegak lurus berarti sesuatu proses yang bertahap. Penerapan metode ini diawali dengan
pola atau suatu bagan tertentu. Selanjutnya dibuat kesimpulan yang umum berdasarkan
atas pengelompokkan dan apabila dipandang perlu kita dapat pula mengadakan peramalan
22
atau prediksi yang menyangkut objek penyelidikan yang bersangkutan. Penyelidikan
semacam ini biasanya dilakukan di alam bebas atau di alam terbuka yaitu kelompok
Ilmu dikembangkan oleh manusia untuk menemukan suatu nilai luhur dalam kehidupan
manusia yang disebut kebenaran ilmiah. Masih ada ciri-ciri tambahan dari ilmu yang
dikemukakan oleh satu-dua filsuf dari Nicholas Rescher bahwa ilmu bersifat faktual dan tidak
memberikan penilaian baik atau buruk terhadap apa yang ditelaahnya. Bagi Jhon Macmuray,
pengetahuan ilmiah bersifat instrumental, yaitu sebagai sarana untuk melakukan sesuatu hal.
Dengan demikian, pengertian ilmu dapat ditinjau dari tiga sudut sebagai aktivitas, pengetahuan
dan metode. Sebagai rangkuman dari segenap uraian tentang pengertian dan ciri-ciri ilmu
1. Dilihat dari segi hasil kegiatan, ilmu merupakan sekelompok pengetahuan mengenai sesuatu
pokok soal dengan titik pusat minat pada segi atau permasalahan tertentu sehingga
2. Pengetahuan ilmiah itu mempunyai lima ciri pokok, yaitu empiris, sistematis, objektif,
3. Definisi ilmu rumusan kami perlu ditegaskan lagi berbunyi “Ilmu adalah rangkaian aktivitas
manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata
2017).
23
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai
dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat
- Kebenaran ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja,
ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah
dapat dipertanggungjawabkan.
- Kebenaran non ilmiah adalah yang masih tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa
pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang telah
lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif
atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi) (Kadri,
2018).
empirik dan indrawi, bahkan sesuatu kebenaran tersebut telah teruji. Kebenaran ilmiah yang
meskipun dikuasai oleh relativitasnya, selalu berpatokan kepada beberapa hal mendasar, yaitu:
1. Adanya teori yang dijadikan dalil utama dalam mengukur fakta-fakta aktual.
2. Adanya data-data yang berupa fakta atau realitas senyatanya dan realitas dalam dokumen
tertentu.
24
8. Adanya pembatasan wilayah penelitian yang proporsional.
Era globalisasi dibidang komunikasi saat ini memiliki pengaruh yang sangat luas
terhadap kehidupan masyarakat. Komunikasi yang didukung jaringan internet saat ini
memungkinkan setiap manusia untuk saling terhubung dibelahan bumi manapun yang
menyebabkan suatu informasi dapat sangat mudah untuk diakses seperti melalui media sosial
facebook, Instagram, Twitter, Whatsup, dan media sosial lainnya. Perkembangan sistem
saat ini dapat mengekspresikan pendapatnya melalui acount-acount media sosial tersebut.
Perkembangan ini tentunya akan dapat menimbulkan masalah baru, khususnya dalam bidang
fisafat ilmu yakni bernalar ilmiah. Penyebaran informasi di internet yang sangat cepat dan
bebas ini tidak menutup kemungkinan banyaknya informasi ataupun argumentasi yang
mengandung kesalahan yang saat ini kita kenal dengan “hoax”. Apabila kesalahan ini dibiarkan
dan dikonsumsi olah masyarakat umum pastinya akan menimbulkan pengambilan kesimpulan
yang salah dan menyebabkan kesesatan berpikir atau kesalahan penalaran (Rakhmat, 2013).
Kesalahan penalaran adalah gagasan, perkiraan, atau simpulan yang keliru atau sesat
dalam proses berpikir karena keliru dalam menafsirkan atau menarik kesimpulan. Secara
umum Kesesatan terbagi dalam dua hal, Pertama kesesatan karena bahasa. Kesasatan ini dapat
timbul karena sifat bahasa yang terkadang ambigu. Kedua, kesasatan karena cara pengambilan
1. Kesesatan Bahasa
Salah satu model kesesatan bahasa yang sering dilakukan adalah kesesatan
amfiboli. Kesesatan ini terjadi karena kekeliruran penempatan suatu kata/term dalam
25
sebuah ungkapan (kalimat) sehingga memiliki makna yang bercabang. Maka dapat
Term “yang suka berenang” dapat menerangkan dua kata yakni untuk “Anak” atau
“Pengusaha”. Maka term ini salah penempatan sehingga memiliki dua makna.
2. Kesesatan Relevansi
relevan dengan premisnya. Artinya secara logis kesimpulan tersebut tidak merupakan
implikasi dari premisnya. Kesesatan ini membuat tidak ada hubungan logis antara
a. Argumentum ad Hominem
gagasan. Jika orang yang disukai menyampaikan argumen maka diterima, dan
sebaliknya jika yang menyampaikan orang yang tidak disukai maka ditolak.
b. Argumentum ad Populum
Biasanya sering digunakan oleh para politisi untuk meyakinkan banyak orang.
c. Argumentum ad Verecundiam
d. Ignoratio Elenchi
tidak ada hubungannya dengan kesimpulan. Dalam kesesatan ini biasanya karena
26
prasangka atau kepercayaan yang mistis. Misalnya jika kupu kupu datang kerumah
Pengambilan kesimpulan diambil karena apa yang benar pada individu dari
kelompok tersebut maka juga benar dari seluruh kelompoknya. Zaki seorang teroris
beragama islam, maka setiap teroris pasti beragama Islam (Rakhmat M, 2013).
27
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bernalar merupakan suatu cara menggunakan nalar, pemikiran, atau cara berfikir logis.
Sedangkan ilmiah adalah segala sesuatu yang bersifat keilmuan, didasarkan pada ilmu
pengetahuan, atau yang memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Jadi bisa disimpulkan
bernalar ilmiah adalah proses berpikir logis yang melibatkan kaidah ilmiah atau ilmu
Terdapat dua jenis bernalar ilmiah yang utama yaitu deduktif dan induktif. Penalaran
deduktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang
berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum, sedangkan penalaran induktif
adalah suatu pola pemikiran yang menggunakan cara yang bertolak dimulai dari hal-hal yang
Bernalar ilmiah akan mengasah individu untuk terampil dalam pemecahan masalah
dengan cara menyajikan hasil data dan beragumen dengan tepat. Oleh karena itu, bernalar
pengetahuandan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2015. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemiologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Edisi ke-3 (revisi), Cetakan I Maret. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Copi I. M., Cohen C, McMahon, K. 2015. The effects of brief mindfulness intervention on
acute pain experience: An examination of individual difference. Introduction to Logic
(14th edition). Vol. 1: pp. 1689–1699.
Dunbar, K. & Klahr, D. 2012. Scientific Thinking and Reasoning. The Oxford Handbooks of
Thinking and Reasoning. doi: 10.1093/oxfordhb/9780199734689.001.0001
Hadi, A. S. 2006. Logika filsafat berfikir. Surakarta: UNS Press
Hakiim, A., Syaichurrozi, I., Wijayanti, P. I. 2012. Konsep Dasar Berfikir Ilmiah dengan
Penalaran Deduktif, Induktif, dan Abduktif. Artikel Jurnal Teknik Kimia. Hal: 1-10.
http://eprints.undip.ac.id/36328/ [17 Oktober 2021]
Kadri, T. 2018. Rancangan penelitian. Deepublish.
Kattsoff, L. O. 1992. Pengantar Filsafat. Terjemahan. Edited by S. Soemargono. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya.
Muhtar, M. TESIS DAN DISERTASI DALAM KEBENARAN ILMIAH.
Nasution, A. T. 2016. Filsafat Ilmu : Hakikat Mencari Pengetahuan. Yogyakarta : Deepublish
Publisher
Noor, M. B. 2001. Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu. Yogyakarta: Liberty, p. 55.
Pratisti, W. D. and Yuwono, S. 2018. Psikologi Eksperimen: Konsep, Teori, dan Aplikasi.
Putra, S. T. 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran, Edisi I, cetakan I. Surabaya: Airlangga University
Press.
Rahmad, M. 2013, Pengantar Logika Dasar. Bandung: LoGoz Publishing.
Salam B. 2015. Pengantar Filsafat. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Schafersman, S. D. 1997. An Introduction to Science: Scientific Thinking and The Scientific
Method. Miami: Departement of Geology
Soekadijo, R.G. 2001, Logika dasar, tradisional, simbolik dan induktif, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Soemargono, S. 1983. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Nur cahaya.
29
Sudiantara, Y. 2019. Filsafat Ilmu Pengetahuan Bagian Pertama Inti Filsafat Ilmu Pengetahuan.
Semarang : Universitas Katolik Soegijapranata.
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press
Suhartono S. 2016. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Persolan Eksistensi dan Hakikat Ilmu
Penegetahuan. Sleman, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Suparlan, S. 2015. Sejarah Pemikiran Filsafat Modern. Yogyakarta: Ar Ruzz Media, p. 47.
Supriyanto, S. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Surajiyo. 2017. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantari, J. S. 2013. Filsafat ilmu, sebuah pengantar popular. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Swantara, I. M. D. 2015. Filsafat Ilmu 1. Diktat Kuliah Program Studi Magister Kimia Terapan.
Denpasar : Universitas Udayana
Tafsir, A. 2001. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Edisi Revisi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tafsir, A. 2006. Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi Pengetahuan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Thagard, Paul, and Cameron Shelley. 1997. "Abductive reasoning: Logic, visual thinking, and
coherence." Waterloo, Ontario: Philosophy Department, Univerisity of Waterloo
Uman, S. 2018. Karya Tulis Ilmiah. https://www.lldikti4.or.id/wp-
content/uploads/2018/03/Prof.-Uman-KARYA-TULIS-ILMIAH.pptx [17 Ferbruari
2021].
30
Bernalar Ilmiah
Kelompok 4
(Surajiyo, 2015)
Ciri Berpikir dalam Penalaran
• Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai di
namika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa te
rdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah yakni
• Kebenaran ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yai
tu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian ru
pa; sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan
normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi
kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
• Kebenaran non ilmiah adalah yang masih tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa p
engetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang telah lam
a maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif atau di
luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi)(kadri, 2018)
Era Globalisasi Sistem Demokrasi
(Mudahnya (Kebebasan
Komunikasi) Argumentasi)
Meningkatnya
argumentasi di
Masyarakat
Peningkatan
Kesesatan Kesalahan/Kesesat
Penalaran an Penalaran
Kesesatan
Kesesatan Bahasa
Relevansi
Kesalahan/Kesesat
an Penalaran
Argumentum ad Hominem
Argumentum ad Populum
Argumentum ad Verecundiam
Ignoratio Elenchi
Kesesatan Kesalahan dalam Kesesatan karena komposisi
Kebenaran ilmiah yang meskipun dikuasai oleh relativitasnya, selalu berpatokan kepada beberapa hal
mendasar, yaitu:
1. Adanya teori yang dijadikan dalil utama dalam mengukur fakta-fakta aktual.
2. Adanya data-data yang berupa fakta atau realitas senyatanya dan realitas dalam dokumen tertentu.
3. Adanya pengelompokkan fakta dan data yang signifikan.
4. Adanya uji validitas
5. Adanya penarikan kesimpulan yang operasional
6. Adanya fungsi timbal balik antara teori dan realitas.
7. Adanya pengembangan dialektika terhadap teori yang sudah teruji.
8. Adanya pembatasan wilayah penelitian yang proporsional.
Penyelidikan Ilmiah
Penyelidikan Ilmiah secara umum dibagi menjadi 2 metode yaitu :
1. Penyelidikan ilmiah dengan metode siklus-empiris ialah suatu cara penangan
terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu yang bersifat empiris-kealaman dan penera-
pannya terjadi di tempat yang tertutup, seperti di dalam laboratorium dan sebagai-
nya. Pada metode ini pengetahuan yang dihasilkan dapat berupa hipotesa, teori, da
n hukum alam.