Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

“STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH”

Disusun Oleh :
Heny Mawarni
(NIM: 1820132320005)

MAGISTER KEGURUAN ILMU PENGATAHUAN ALAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “STRUKTUR
PENGETAHUAN ILMIAH”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai
struktur pengetahuan ilmiah di zaman sekarang ini. Dalam proses pendalaman
materi ini, tentunya saya mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran,
untuk itu rasa terima kasih saya sampaikan kepada:

 Dr. Muhammad Zaini, M.Sc, selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu Magister
Keguruan IPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
 Rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan untuk
makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. .
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Banjarmasin, 02 November 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

I.1 Latarbelakang.................................................................................................1

I.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1

I.3 Tujuan Penulisan............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................2

II.1 Hubungan Kebenaran dan Sikap Ilmiah.........................................................2

II.2 Hubungan Ilmu Pengetahuan dan Kerangka Berfikir Ilmiah.........................3

BAB III PENUTUP.................................................................................................10

III.1 KESIMPULAN...........................................................................................10

III.2 SARAN........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................11

2ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Secara naluriah, manusia memiliki rasa ingin tahu yang besar, yang sulit untuk
terpuaskan. Ketidakpuasan ini antara lain karena seperti yang dikemukakan
Maslow manusia memiliki kebutuhan yang secara hierarkhis meningkat sejalan
dengan tercapainya kebutuhan yang lebih rendah, dengan kata lain apabila tingkat
kebutuhan tertentu tercapai maka dia akan berkeinginan untuk meraih kebutuhan
lain yang lebih tinggi. Kemajuan yang pesat di berbagai bidang kehidupan
manusia dewasa ini juga merupakan salah satu faktor yang berimbas pada
peningkatan kualitas kebutuhan manusia. Hal ini pun baik langsung maupun tidak
langsung akan berakibat pada peningkatan kualitas rasa ingin tahu yang
meraksuki manusia. 
Untuk memuaskan rasa ingin tahunya maka manusia melakukan upaya-upaya,
baik itu melalui upaya yang secara sadar dilakukannya maupun upaya-upaya yang
kadang tidak disadarinya. Dalam upaya untuk memenuhi rasa ingin tahu itu
banyak jalan yang dapat ditempuh oleh manusia (ways of knowing). Dan masing-
masing jalan untuk pemenuhan rasa ingin tahu itu telah mewarnai sejarah panjang
kehidupan manusia. Upaya itu antara lain meliputi: penggunaan mitos, prasangka,
intuisi, otoritas ahli, trial and error, common sense, pengamatan indrawi,
pengalaman pribadi dan upaya lainnya. Upaya-upaya ini sejauh ini kurang begitu
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, antara lain karena hasil dari upaya-
upaya tersebut tidak dapat ditelusuri ulang (unreliable) dan besarnya kelemahan-
kelemahan dan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki manusia.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana hubungan kebenaran dan sikap ilmiah?
2. Bagaimanakah hubungan ilmu pengetahuan, berfikir, dan metode ilmiah?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Mengidentifikasi hubungan kebenaran dan sikap ilmiah
2. Mengidentifikasi hubungan ilmu pengetahuan, kerangka berfikir ilmiah

13
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. HUBUNGAN KEBENARAN DAN SIKAP ILMIAH


1. Manusia dan kebenaran
Manusia memiliki sifat yang senantiasa mencari jawaban atas pertanyaan
yang timbul dalam kehidupannya. Dalam mencari ilmu pengetahuan, manusia
melakukan telaah yang mencakup 3 hal, antara lain 1) objek yang dikaji; 2) proses
menemukan ilmu; dan 3) manfaat atau kegunaan ilmu tersebut. Untuk itu,
manusia akan selalu berpikir, dengan berpikir akan muncul pertanyaan, dan
dengan bertanya maka akan ditemukan jawaban yang mana jawaban tersebut
adalah suatu kebenaran.
Menurut Ford, kebenaran atau truth dapat dibedakan atas 4 macam.
a. Kebenaran metafisik
b. Kebenaran etik
c. Kebenaran logika
d. Kebenaran empirik
Dari empat kebenaran tersebut, dalam kajian filsafat imu yang menjadi
fokus utama adalah kebenaran empirik (T4). Kebenaran empirik sering disebut
sebagai kebenaran imiah. Namun, tentu saja dengan tidak mengesampingkan
kebenaran lainnya.

2. Teori kebenaran
a. Teori korespondensi
Teori korespondensi menyatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara
pikiran dan kenyataan teori.
b. Teori koherensi/konsistensi
Teori ini berpendapat bahwa suatu kebenaran adalah apabila ada koherensi dari
arti tidak kontradiktif pada saat bersamaan antara dua atau lebih logika.
c. Teori pragmatisme

42
Teori ini berpandangan bahwa kebenaran diukur dari kegunaan (utility), dapat
dikerjakan (workability), dan pengaruhnya memuaskan (satisfactory
consequences).

3.Sikap Ilmiah
Dalam mencari kebenaran ilmiah, seorang ilmuwan dituntut untuk melakukan
sikap ilmiah dalam melakukan tugas ilmiah. Sikap ilmiah merupakan sikap yang
harus ada pada diri seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi
persoalan-persoalan ilmiah.
Sikap-sikap ilmiah yang dimaksud sebagai berikut.
a. Sikap skeptis f. Sikap rela menghargai karya orang
b. Sikap ingin tahu lain
c. Sikap kritis g. Sikap berani mempertahankan
d. Sikap terbuka kebenaran
e. Sikap objektif h. Sikap menjangkau ke depan

2.2. HUBUNGAN ILMU PENGETAHUAN DAN KERANGKA BERFIKIR


ILMIAH
1. Pengantar Ilmu Pengetahuan
Bertambahnya pengetahuan seiring dengan proses perkembangan pola
pikir manusia diawali dengan rasa ingin tahu tentang benda-benda di
sekelilingnya, alam sekitar, bulan, bintang, dan matahari yang dipandangnya,
bahkan rasa ingin tahu tentang dirinya sendiri. Adanya kemampuan berpikir
manusia menyebabkan rasa ingin tahunya selalu berkembang. Dengan
kemampuan berpikir, manusia dapat mendayagunakan pengetahuannya yang
terdahulu dan kemudian menggabungkan dengan pengetahuannya yang diperoleh
hingga menghasilkan pengetahuan yang baru. Pengetahuan yang ingin dicari atau
didapatkan tentunya bersumber pada kebenaran. Tahu yang memuaskan manusia
adalah tahu yang benar. Tahu yang tidak benar disebut keliru (Fachrudin, 2016).
Struktur pengetahuan ilmiah/ilmu pengetahuan, mencakup :
1. Objek sebenarnya

53
2. Objek material : Ide abstrak, Benda fisik, Jasad hidup, Gejala rohani,
Peristiwa  sosial, Proses tanda
3. Objek formal: Pusat perhatian dalam penelaahan ilmuwan terhadap fenomena
itu
4. Bentuk pernyataan
5. Deskripsi : Bersifat deskriptif (menggambarkan apa adanya) dengan
memberikan penjelasan mengenai bentuk, susunan dll
6. Preskripsi : Memberikan petunjuk atau ketentuan apa yang seharusnya terjadi
7. Eksposisi Pola: Merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-
pola
8. Rekonstruksi historis : Menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang
diperlukan dalam pertumbuhan sesuatu pada masa lampau
9. Ragam proposisi : Bentuk pernyataan yang lain, terutama ditemukan pada
cabang ilmu yang lebih dahulu

Ciri pokok struktur ilmu pengetahuan:


– Ilmu sama , tidak tergantung siapa yang menemukan/mengungkapkan;
– Ilmu bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika;
– Ilmu dapat diuji kebenarannya;
– Kebenarannya tidak bersifat individual;
– Ilmu dapat digunakan oleh semua orang.

Pembagian sistematis Sejarah dan Filsafat Ilmu:


 ilmu Fisis,  ilmu kedokteran dan disiplin-
 ilmu bumi, disiplin yang tergabung,
 ilmu biologis  Ilmu-ilmu sosial dan psikologi,
 ilmu teknologis.
Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan:
Penalaran,
Penalaran sebagai sebuah kemampuan berpikir, memiliki dua ciri pokok,
yakni logis dan analitis. Logis artinya bahwa proses berpikir dilandaskan pada
logika. Sedangkan analitis mengandung arti bahwa proses berpikir ini dilakukan
dengan langkah-langkah tertentu dan teratur.
4
6
Macam-macam Penalaran
a. Penalaran Deduktif.
Penalaran deduktif atau juga dikenal sebagai berpikir rasional yang
dibidangi oleh filosof Yunani Aristoteles merupakan penalaran yang beralur dari
pernyataan-pernyataan yang bersifat umum menuju pada penyimpulan yang
bersifat khusus.
Sebagai contoh misalnya dokter dalam mendiagnosis penyakit pasiennya,
yang harus dicamkan adalah penggunaannya bukan jaminan bahwa penalaran
deduktif ini dapat dipergunakan tanpa kelemahan. Diantara kelemahannya adalah
kesimpulan yang ditarik berdasarkan logika deduktif tak selalunya jitu, sehingga
diharapkan tidak hanya mengandalkan logika ini.

b. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah penalaran yang lebih banyak mengacu pada
observasi inderawi atau empiris. Dengan kata lain penalaran induktif adalah
proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata
menjadi kesimpulan yang bersifat umum. (Suriasumantri, 1985:46). Penalaran ini
dirintis oleh Prancis Bacon yang tidak puas dengan penalaran deduktif. Penalaran
induktifpun belum sempurna karena keterbatasan dan ketidaksempurnaan indera;

c. Penalaran Ilmiah.
Baik penalaran deduktif maupun penalaran induktif keduanya memiliki
kebaikan dan kelemahan masing-masing, namun dengan segala kelebihan dan
kelemahannya keduanya telah mewarnai babak-babak awal sejarah perkembangan
ilmu pengetahuan modern.
Berdasarkan pada deduktif semata, ilmu pengetahuan tidak akan maju,
demikian pula jika mengandalkan pada induktif semata ilmu pengetahuan bagai
berjalan dalam kegelapan. Dengan melihat kelebihan dan kekurangan dari kedua
penalaran itu, orang kemudian mencoba memodifikasi keduanya, bahkan
kemudian untuk memperbesar keunggulan kedua logika itu dan memperkecil
kelemahan masing-masing maka kedua logika itu digabungkan. Upaya
5
penggabungan itu dilakukan oleh Charles Darwin si penggagas teori evolusi saat
mencoba membuktikan konsep Malthus yang kemudian menghasilkan teori baru.

7
Dalam hal ini Darwin menggunakan penemuan orang lain untuk menemukan teori
baru. Inilah sebenarnya essensi dari penggabungan deduktif dan induktif.
Gabungan penalaran deduktif dan induktif inilah yang kemudian memunculkan
penalaran baru yang dikenal dengan penalaran ilmiah.

2. Berpikir
Berpikir merupakan serangkaian kegiatan dari budi rohani seseorang yang
menciptakan pengertian, melakukan penalaran, dan mengolah ingatan berdasarkan
pengalaman terdahulu sebagai tanggapan terhadap keadaan sekeliling. Berpikir
dapat membuahkan beberapa hasil-hasil pemikiran baik atau rumusan solusi dari
suatu permasalahan (Fachrudin, 2016).

3. Metode ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode
ilmiah. Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Sedangkan metodologi ilmiah
merupakan pengkajian dari peratutan-peraturan yang terdapat dalam metode
ilmiah (Nasution, 2017).
Syarat-syarat teori ilmiah:
a. Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak
terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secera keseluruhan.
b. Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimanapun
konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat
diterima kebenarannya secara ilmiah.
Karakteristik metode ilmiah:
a. Sistematik, berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara
berurutan sesuai kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai
kompleks.
6
b. Logis, yaitu dapat diterima akal berdasarkan fakta empirik`

8
c. Empirik, suatu penelitian yang didasarkan pada pengalaman sehari-hari, yang
ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil
penelitian.
d. Replikatif, suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali dan
harus memberikan hasil yang sama.

Langkah-langkah metode ilmiah:


a. Merumuskan masalah
b. Menyusun kerangka berfikir
c. Merumuskan hipotesis
d. Menguji hipotesis
e. Menarik kesimpulan

Metode ilmiah yang menghendaki pembuktian kebenaran secara terpadu


antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual, mengggabungkan penalaran
deduktif dan induktif dengan menggunakan hipotesis sebagai jembatan
penghubungnya. Penelitian dapat didefinisikan sebagai upaya mencari jawaban
yang benar atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung oleh fakta
empiris. Penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan secara
sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, serta menarik
kesimpulan berdasarkan data menggunakan metode dan teknik tertentu untuk
mendapatkan kebenaran.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan mengapa penelitian perlu


dilakukan.
 Pertama, dunia sangat luas, tidak terbatas. Banyak fenomena-fenomena alam
yang belum terungkap.
 Kedua, banyak masalah-masalah dalam kehidupan yang memerlukan jawaban
dan penyelesaian.
8
 Ketiga, dalam menjawab permasalahan sering diselesaikan hanya mengunakan
akal sehat (common sense), sedangkan dalam dunia sains common sense
dihindari. Pernyataan harus mengandung kebenaran yaitu kebenaran ilmiah
yang didukung oleh fakta dan dianalisis kebenarannya.

9
 Keempat, diperlukan suatu pendekatan penelitian yang sahih (valid),
terpercaya, sehingga hasil penelitiannya dapat diuji oleh siapapun, dan dengan
metode yang sama dihasilkan hal yang sama pula (bersifat konsisten).

Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum tujuan
penelitian ada tiga macam yaitu bersifat penemuan, pembuktian, dan
pengembangan.
Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang
betul-betul baru yang sebelumnya belum diketahui. Penelitian yang bersifat
penemuan dilaksanakan untuk menemukan sesuatu yang baru dalam bidang
tertentu, seperti ; menemukan cara yang efektif untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa.
Pembuktian berarti data yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan
adanya keragu-raguan terhadap informasi. Penelitian yang bersifat pembuktian
dilaksanakan untuk menguji kebenaran dari sesuatu yang telah ada seperti,
membuktikan apakah gaya belajar berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Pengembangan berarti memperdalam atau memperluas pengetahuan yang
telah ada. Contoh penelitian pengembangan adalah mengembangkan bahan ajar.

BAB III
PENUTUP
9

3.1 KESIMPULAN
1. Dalam kajian filsafat imu yang menjadi fokus utama adalah kebenaran empirik.
Kebenaran empirik sering disebut sebagai kebenaran imiah. Dalam mencari
kebenaran ilmiah, seorang ilmuwan dituntut untuk melakukan sikap ilmiah

10
dalam melakukan tugas ilmiah. Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada
pada diri seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalan-
persoalan ilmiah.
2. Adanya kemampuan berpikir manusia menyebabkan rasa ingin tahunya selalu
berkembang. Dengan kemampuan berpikir, manusia dapat mendayagunakan
pengetahuannya yang terdahulu dan kemudian menggabungkan dengan
pengetahuannya yang diperoleh hingga menghasilkan pengetahuan yang baru.
Metode ilmiah yang menghendaki pembuktian kebenaran secara terpadu antara
kebenaran rasional dan kebenaran faktual, mengggabungkan penalaran
deduktif dan induktif dengan menggunakan hipotesis sebagai jembatan
penghubungnya.

3.2 SARAN
Sebaiknya ditambahkan lagi rujukan referensi yang digunakan. Agar memuat
informasi yang jelas dan kompleks.

10

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Albani dan Haris. 2017. Filsafat Ilmu. Depok: Rajawali Press.

Suaedi, Fachrudin.2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT IPB Press.

11
11

12

Anda mungkin juga menyukai