Disusun Oleh:
UNIVERSITAS MULAWARMAN
KALIMANTAN TIMUR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa . Karena berkat atau
rahmat, karunia dan kasih saying-nya kami dapat menyelasikan makalah tugas mata
kuliah Filsafat ilmu dangan sebaik mungkin. Tidak lupa pula kamu ucapakan
terimakasih kepada Dr. Jawatir Pardosi M.Si, selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu.
Dalam penulisan makalah ini, tim penulis menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenanan dengan materi pembahasan maupun
dengan teknik pengetikan . semoga dalam makalah ini para pembaca dapat
menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapakan keritik yang membangun
dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaiman mestinya.
Besar harapan kami, semoga dengan dibuatnya makalah yang berjudul “Prinsip-
Prinsip Dasar Penalaran dan Asumsi-Asumsi Dasar Ilmu” ini, yang didalamnya
membahas tentang pengetahuan yang akan menjadi salah satu sarana agar pembaca
menyadari betapa pentingnya kita menyadari pentingnya pengetahuan ap aitu Prinsip-
Prinsip dasar penalaran dan asumsi-asumsi dasar ilmu. Yang akirnya yang akan
menyadari pembaca semakin ingin tau dan mencari sebanyak-banyak -Nya prinsip-
prinsip dasar penalaran dan asumsi-asumsi dasar ilmu
Penullis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................3
1.3 Tujuan.................................................................................................................6
1.4 Manfaat...............................................................................................................6
BAB 2............................................................................................................................7
PEMBAHASAN............................................................................................................7
A. Ontologi..........................................................................................................7
B. Asumsi............................................................................................................8
BAB 3..........................................................................................................................24
PENUTUP...................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam buku “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” yang ditulis oleh
Jujun S. Suriasumantri, didalamnya ia mendeskripsikan asumsi secara rinci dengan
menghadirkan sebuah cerita dengan lakon dua tokoh penembak yang memiliki latar
belakang yang berbeda, pertama seorang penembak ulung dan yang kedua seorang
petani yang tidak mempunyai pengalaman dalam dunia tembak, lalu keduanya
dipertemukan dalam sebuah arena adu tembak, dan dari sinilah asumsi mulai
bermunculan dari berbagai pihak untuk mengambil peruntungan siapa yang akan
mereka jagokan? Mereka pun mulai berspekulasi agar tidak salah dalam memilih
orang yang akan mereka jagokan. Kemungkinan yang pertama tentunya kemenangan
sangat jelas berpihak kepada si penembak ulung jika dilihat dari pengalaman yang
telah dia jalani dalam dunia tembak, dan kemungkinan tersebut sangatlah besar
peluangnya untuk lolos menjadi pemenang. Lalu disana pun masih ada kemungkinan
kedua yaitu keberuntungan si petani untuk lolos menjadi pemenang, walaupun
keahlian menembak tak dia kuasai, tetapi paling tidak masih ada sedikit peluang
untuknya agar menjadi pemenang dalam adu tembak ini. Setelah menyimak cerita
tersebut kita pun mulai ikut berasumsi (menduga-duga) manakah yang akan lolos
menjadi pemenang? Si jago tembak kah sesuai dengan hukum alam yang berlaku?
Atau si petani kah karena peluang yang dimilikinya membawa dia kepada
keberuntungan? Asumsi dalam kajian filsafat ilmu tergolong ke dalam kelompok
ontologi, yaitu bab yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality baik yang berbentuk konkret atau abstrak
Asumsi berperan sebagai dugaan/ andaian terhadap objek empiris untuk
memperoleh pengetahuan. Ia diperlukan sebagai arah atau landasan bagi kegiatan
penelitian sebelum sesuatu yang diteliti tersebut terbukti kebenarannya. Asumsi
dalam kajian filsafat ilmu tergolong ke dalam kelompok ontologi, yaitu bab yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk konkret atau abstrak. Asumsi berperan sebagai dugaan atau andaian
terhadap objek empiris untuk memperoleh pengetahuan. Ia diperlukan sebagai arah
atau landasan bagi kegiatan penelitian sebelum sesuatu yang diteliti tersebut terbukti
kebenarannya.
Dalam pembahasan materi ini, dan agar tersusun secara sistematis dan
efisien maka timbulah beberapa rumusan masalah yang di antaranya:
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Agar dapat mengetahui pengetahuan dan ilmu pengetahuan dalam filsafat ilmu
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Ontologi
Secara bahasa “Ontologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu yang terdiri dari
dua kata, yaitu “on” yang merupakan bentuk netral dari “oon” dengan bentuk
genitifnya “ontos” yang bermakna “yang ada” atau “pengada”, dan “logos” yang
bermakna “ilmu”. Maka dapat disimpulkan bahwa ontologi merupakan ilmu yang
mengkaji tentang yang ada.
B. Asumsi
Idealnya ilmu pengetahuan bebas asumsi. Ini dikarenakan ilmu pengetahuan
sebenarnya berasal dari kritik terhadap filsafat idealisme yang selalu terjebak dalam
asumsi. Ilmu pengetahuan ingin membuang asumsi-asumsi yang tak berdasar dan
menggantikannya dengan sebuah pemikiran yang murni Induksi. Berasal dari
pengamatan yang jelas tanpa terjebak dengan teori-teori lalu yang bisa salah. Semua
pernyataan harus dibuktikan secara empiris.
Sayangnya hal semacam ini sangat tidak mungkin. Ilmu pengetahuan akan
selalu menyimpan asumsi di dalamnya. Dalam sebuah percobaan seorang ilmuan
tidak bisa tidak terperangkap dalam sebuah kondisi sosio-historis-kultural. Misal,
dalam sebuah percobaan beberapa orang ilmuan mencoba mengetahui apa saja yang
mempengaruhi titik didih sebuah benda. Dia kemudian meletakkan air di sebuah teko
besi dan merebus benda itu dengan api. Kemudian berturut-turut mereka memakai
teko perunggu, teko emas, teko perak. Ini untuk menentukan apakah wadah
mempengaruhi titik didih air. Salah seorang filsuf lewat sambil mengorek-orek
hidungnya. “Eh, kenapa kalian merebus benda itu?”. Ilmuan-ilmuan itu kemudian
menjawab “Eh, kami sedang mengadakan percobaan dengan merebus benda itu?”
Sang filsuf kemudian bertanya “Tidakkah kalian pikir bahwa warna juga
mempengaruhi, bagaimana kalau kalian coba wadah dengan berbagai warna”. Para
ilmuan tertawa “Mana mungkin warna mempengaruhi titik didih”. Ini menunjukkan
bahwa sebelum melakukan penelitian ilmuan sudah memiliki asumsi. Asumsi itu
adalah bahwa beda jenis wadah akan mempengaruhi titik didih api, bukan warna.
Mereka juga tidak memilih penelitian dalam berbagai bentuk wadah. Ini artinya
sebelum penelitian dilakukan, mereka sudah memiliki asumsi sehingga akan
berpengaruh dengan penelitian.
Dari cerita di atas, asumsi dapat diartikan sebagai dugaan yang diterima
sebagai dasar atau landasan berfikir karena dianggap benar. Sedangkan pengertian
asumsi dalam filsafat ilmu ini merupakan anggapan/ andaian dasar tentang realitas
suatu objek yang menjadi pusat penelaahan atau pondasi bagi penyusunan
pengetahuan ilmiah yang diperlukan dalam pengembangan ilmu. Tanpa asumsi
anggapan orang atau pihak tentang realitas bisa berbeda, tergantung dari sudut
pandang dan kacamata apa. Ernan McMullin seorang Professor Emeritus filsafat di
Universitas of Notre Dame, USA (2002) pun menyatakan tentang pentingnya
keberadaan asumsi dalam suatu ilmu pengetahuan, ia mengatakan bahwa hal yang
mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan
asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu objek sebelum melakukan
penelitian
a. Deterministik
b. Pilihan bebas
Kelompok penganut paham ini menganggap hukum yang mengatur itu tanpa
sebab karena setiap gejala alam merupakan pilihan bebas. Penganut ini menyatakan
bahwa manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya tanpa terikat
hukum alam. Kebalikan dari deterministik bahwa ilmu social menemukan banyak
karakteristiknya disini dibandingkan dengan ilmu sains, contohnya seorang
pengusaha baju ingin membuka satu cabang perusahaan di wilayah pedalaman Irian
Jaya yang penduduknya tidak mengetahui tentang fashion serta belum mengetahui
cara berpakaian, apakah perusahaannya akan mengalami kesuksesan disana? tentunya
dia dihadapkan diantara dua pilihan “ya” atau “tidak”. Asumsi yang pertama, “ya” dia
akan mengalami kesuksesan karena dia menjadi pelopor di wilayah tersebut, dia akan
memperkenalkan kepada penduduk setempat apa itu pakaian, bagaimana
penggunaannya, serta apa keuntungannya, bahkan dia menjadi satu-satunya
trendsetter di tempat itu, sehingga seluruh penduduk disana hanya akan membeli
pakaian hanya dari hasil produksinya. Asumsi yang kedua, “tidak” akan mengalami
kesuksesan karena dia akan menghadapi kerugian besar disebabkan tak ada satu
penduduk pun yang akan membeli produknya, memang karena mereka telah terbiasa
menggunakan koteka saja tanpa pakaian lengkap atau trendy. Dari kedua asumsi
tersebut, keduanya adalah pilihan bebas dan orang bisa bebas memilih salah satu
diantaranya sesuai dengan asumsi yang diyakininya.
c. Probabilistik
Ilmu mempelajari tentang hukum alam. Agar ilmu itu ada kita harus
mengasumsikan bahwa hukum yang mengatur semua kejadian itu ada. Tanpa asumsi
itu berbagai ilmu tidak bisa lahir. Hukum diartikan sebagai aturan main atau pola
kejadian yang diikuti sebagian besar orang, gejalanya berulang kali dapat diamati dan
menghasilkan hasil yang sama. Ilmu tidak mempelajari kejadian yang seharusnya
melainkan mempelajari kejadian sebagaimana adanya.
Di lain pihak jika menginginkan keunikan individual seperti yang diikuti paham
pilihan bebas, maka akan ada kesulitan dalam hal praktis dan ekonomis. Kompromi
di antara kutub determinisme dan paham pilihan bebas, ilmu menjatuhkan pilihannya
pada asumsi atau penafsiran probabilistik (bersifat peluang).
Ilmu yang paling maju yaitu fisika karena mempunyai cakupan objek zat,
gerak, ruang, dan waktu. Newton dalam bukunya Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica (1686) berasumsi bahwa keempat komponen ini bersifat absolut. Zat
bersifat absolut dan dengan demikian berbeda secara substantif dengan energi.
Sedangkan Einstein berbeda pendapat dengan Newton, dalam The Special Theory of
Relativity (1905) berasumsi bahwa keempat komponen itu bersifat relatif. Tidak
mungkin kita mengukur gerak secara absolut.
Asumsi dalam ilmu sosial lebih rumit. Masing-masing ilmu sosial mempunya
berbagai asumsi mengenai manusia. Siapa sebenarnya manusia? Jawabnya tergantung
kepada situasinya : dalam kegiatan ekonomis maka dia makhluk ekonomi, dalam
politik maka dia political animal, dalam pendidikan dia homo educandum. Hal – hal
yang harus diperhatikan dalam pengembangan asumsi:
a. Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disipin keilmuan.
b. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar bagi pengkajian teoretis.
c. Menganggap bahwa setiap gejala bukan suatu kejadian yang bersifat kebetulan.
Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan yang
sama dan gejala itu akan mengikiti pola yang ada. Misalnya sate yang dibakar akan
mengeluarkan bau sedap yang menggugah selera makan.
Manusia adalah makhluk berfikir yang selalu ingin tahu tentang sesuatu.
Rasa ingin tahu mendorong manusia mengemukakan pertanyaan. Bertanya tentang
dirinya, lingkungan disekelilingnya, atau pun berbagai peristiwa yang terjadi di
sekitar nya. Dengan bertanya itu manusia mengumpulka nsegala sesuatu yang
diketahuinya .Begitulah cara manusia mengumpulkan pengetahuan. Dengan demikian
dapat dikatakan, bahwa pengetahuan adalah produk dari tahu, yakni mengerti sesudah
melihat, menyaksikan dan mengalami. Manusia memperoleh pengetahuan melalui
berbagai cara. Bila hanya sekedar ingin tahu tentang sesuatu, cukup dengan
menggunakan pertanyaan sederhana. Namun di samping itu, adakalanya pengetahuan
itu diperoleh melalui pengalaman yang berulang-ulang terhadap suatu peristiwa atau
kejadian. Ada juga pengetahuan diperoleh dari usaha dalam mengatasi masalah yang
berhubungan dengan kebutuhan hidup. Adakalanya pula pengetahuan diperoleh
dengan percobaan sederhana atau dikenal dengan trial and error. Pengetahuan dari
hasil coba-coba.
c. Intuisionisme (intuisi).
d. Wahyu Allah.
terkandung dalam paradigma, perspektif, dan kerangka teori yang digunakan dalam
penelitian. Asumsi umumnya diterima begitu saja sebagai suatu yang benardengan
sendirinya. Asumsi biasa berasal dari postulat, yaitu kebenaran (dalil-dalil) a priori
yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Michel Polanyi menyebut asumsi-asumsi
itu sebagai „ dimensi yang tidak terungkap atau tersembunyi dalam ilmu
pengetahuan‟. Misalnya, dalam empirisme terkandung asumsi bahwa alam ini ada,
fenomena alam seragam dan sama di mana saja, alam dapat diketahui melalui
pengamatan dan rasio atau metode empiris-ekperimental, fenomena alam ditentukan
oleh hukum-hukum alam (deterministik) dan seterusnya.
2. Pilihan Bebas (Free will)Kelompok penganut paham ini menganggap hukum yang
mengatur itu tanpa sebab karena setiap gejala alam merupakan pilihan bebas.
Penganut ini menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan dalam menentukan
pilihannya tanpa terikat hukum alam. Kebalikan dari deterministik bahwa ilmu social
menemukan banyak karakteristiknya disini dibandingkan dengan ilmu sains.
Keberadaan asumsi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hal yang
sangat penting karena asumsi berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang harus
ada. Asumsi memiliki posisi di berbagai bidang disiplin keilmuwan bahkan
keberadaan asumsi pun ada dalam hukum alam sekalipun karena segala yang terjadi
di alam ini bukanlah suatu kebetulan semata akan tetapi terdapat pola-pola tertentu
yang terus terulang. Sedangkan dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan menentukan
asumsi pokok (the standard presumption) dari keberadaan suatu objek penelitian
dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian oleh si peneliti itu sendiri, karena asumsi
akan dapat memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan.
Jika si peneliti mendapatkan asumsi yang benar maka asumsi tersebut akan
menjembatani tujuan penelitiannya sampai kepada penarikan kesimpulan dari hasil
pengujian hipotesis.
BAB 3
PENUTUP
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang diperoleh sebagi hasil rentetan daur-daur
penyimpul-ratapan (induksi), penyimpul-khasan (deduksi) dan penyahihan
(verifikasi/validasi) yang terus menerus tak kunjung usai. Empat sumber ilmu
pengetahuan yaitu empirisme, rasionalisme, intuisi serta akal merupakan dasar
pijakan dalam membuat asumsi. Asumsi (atau anggapan dasar) ialah anggapan yang
menjadi titik tolak penelitian. Asumsi secara implicit terkandung dalam paradigma,
perspektif, dan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian. Ilmu mempunyai
tiga asumsi mengenai hakikat keilmuan yaitu determinisme, free will dan
probabilistik. Dapat disimpulkan bahwa asumsi ilmu sangat diperlukan karena setiap
ilmu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu
permasalahan menjadi lebar. Dan Asumsi inilah yang memberi arah dan landasan
bagi kegiatan penelaahan/penelitian. Penelitian merupakan upaya untuk
mengembangkan ilmu, mengembangkan ilmu pendidikan Islami kita harus
mengembangkan teori-teori ilmu pendidikan islami tersebut. Mengembangkan ilmu
berarti mengembangkan teori, dengan dua cara pertama deduktif dan kedua induksi-
konsultasi. Penelitian Pendidikan Islam, mencakup penelitian terhadap pengetahuan
filsafat pendidikan Islam, pengetahuan mistik Pendidikan Islam, dan Ilmu Pendidikan
Islam. Penelitian dalam arti kajian logika dan mistik telah banyak dilakukan para
ulama Islam. Sementara itu, kajian atau tepatnya penelitian terhadap ilmu Pendidikan
yang bersifat empris dinilai masih belum banyak dilakukan pakar Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, Anton dan Ahmad Charris Zubair, (2009), Metodologi Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.
Komara, Endang. (2011) Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: Reflika
Aditama.
(2012) Filsafat Pendidikan