Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH FILSAFAT ILMU

PRINSIP-PRINSIP DASAR PENALARAN

DAN ASUMSI-ASUMSI DASAR ILMU

Disusun Oleh:

Elda Arum Puspita : 2105056052

Muhammad Iksan Maula : 2105056054

Elan Nora : 2105056056

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

KALIMANTAN TIMUR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa . Karena berkat atau
rahmat, karunia dan kasih saying-nya kami dapat menyelasikan makalah tugas mata
kuliah Filsafat ilmu dangan sebaik mungkin. Tidak lupa pula kamu ucapakan
terimakasih kepada Dr. Jawatir Pardosi M.Si, selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu.
Dalam penulisan makalah ini, tim penulis menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenanan dengan materi pembahasan maupun
dengan teknik pengetikan . semoga dalam makalah ini para pembaca dapat
menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapakan keritik yang membangun
dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaiman mestinya.

Besar harapan kami, semoga dengan dibuatnya makalah yang berjudul “Prinsip-
Prinsip Dasar Penalaran dan Asumsi-Asumsi Dasar Ilmu” ini, yang didalamnya
membahas tentang pengetahuan yang akan menjadi salah satu sarana agar pembaca
menyadari betapa pentingnya kita menyadari pentingnya pengetahuan ap aitu Prinsip-
Prinsip dasar penalaran dan asumsi-asumsi dasar ilmu. Yang akirnya yang akan
menyadari pembaca semakin ingin tau dan mencari sebanyak-banyak -Nya prinsip-
prinsip dasar penalaran dan asumsi-asumsi dasar ilmu

Samarinda, 2 November 2021

Penullis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2

DAFTAR ISI.................................................................................................................3

BAB I.............................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang...................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................6

1.3 Tujuan.................................................................................................................6

Memahami Konsep Prinsip-Prinsip Dasar Penalaran Dan Asumsi-Asumsi Dasar


Ilmu............................................................................................................................6

1.4 Manfaat...............................................................................................................6

BAB 2............................................................................................................................7

PEMBAHASAN............................................................................................................7

A. Ontologi..........................................................................................................7

B. Asumsi............................................................................................................8

C. Asumsi Mengenai Hukum Alam..................................................................10

D. Asumsi dalam Ilmu.......................................................................................13

E. Asumsi Mengenai Objek Empiris.................................................................14

F. Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan................................................................15

BAB 3..........................................................................................................................24

PENUTUP...................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam buku “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” yang ditulis oleh
Jujun S. Suriasumantri, didalamnya ia mendeskripsikan asumsi secara rinci dengan
menghadirkan sebuah cerita dengan lakon dua tokoh penembak yang memiliki latar
belakang yang berbeda, pertama seorang penembak ulung dan yang kedua seorang
petani yang tidak mempunyai pengalaman dalam dunia tembak, lalu keduanya
dipertemukan dalam sebuah arena adu tembak, dan dari sinilah asumsi mulai
bermunculan dari berbagai pihak untuk mengambil peruntungan siapa yang akan
mereka jagokan? Mereka pun mulai berspekulasi agar tidak salah dalam memilih
orang yang akan mereka jagokan. Kemungkinan yang pertama tentunya kemenangan
sangat jelas berpihak kepada si penembak ulung jika dilihat dari pengalaman yang
telah dia jalani dalam dunia tembak, dan kemungkinan tersebut sangatlah besar
peluangnya untuk lolos menjadi pemenang. Lalu disana pun masih ada kemungkinan
kedua yaitu keberuntungan si petani untuk lolos menjadi pemenang, walaupun
keahlian menembak tak dia kuasai, tetapi paling tidak masih ada sedikit peluang
untuknya agar menjadi pemenang dalam adu tembak ini. Setelah menyimak cerita
tersebut kita pun mulai ikut berasumsi (menduga-duga) manakah yang akan lolos
menjadi pemenang? Si jago tembak kah sesuai dengan hukum alam yang berlaku?
Atau si petani kah karena peluang yang dimilikinya membawa dia kepada
keberuntungan? Asumsi dalam kajian filsafat ilmu tergolong ke dalam kelompok
ontologi, yaitu bab yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality baik yang berbentuk konkret atau abstrak
Asumsi berperan sebagai dugaan/ andaian terhadap objek empiris untuk
memperoleh pengetahuan. Ia diperlukan sebagai arah atau landasan bagi kegiatan
penelitian sebelum sesuatu yang diteliti tersebut terbukti kebenarannya. Asumsi
dalam kajian filsafat ilmu tergolong ke dalam kelompok ontologi, yaitu bab yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk konkret atau abstrak. Asumsi berperan sebagai dugaan atau andaian
terhadap objek empiris untuk memperoleh pengetahuan. Ia diperlukan sebagai arah
atau landasan bagi kegiatan penelitian sebelum sesuatu yang diteliti tersebut terbukti
kebenarannya.

Metode ilmiah (seperti empiriseksperimental) adalah hasil penemuan yang


telah diupayakan manusia dalam waktu yang cukup lama. Dasar-dasarnya sudah ada
pada masa Yunani, dikembangkan oleh sarjana-sarjana muslim pada masa kejayaan
peradaban Islam dan kemudian dirumuskan langkah-langkahnya lebih terperinci pada
masa modern. Metode ilmiah didasarkan pada sejumlah asumsiasumsi yang biasanya
diterima begitu saja. (Akhyar,2015). Asumsi sangat erat kaitannya dengan
metodologi penelitian ilmu pengetahuan, karena pengetahuan diperoleh melalui
pendekatan ilmiah, yakni melalui “ penyelidikan yang sistematik, terkontrol dan
bersifat empiris atas suatu relasi fenomena alam. Metode ilmiah merupakan prosedur
atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan metode ilmiah. Metode adalah suatu
prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis.

Perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan mensyaratkan dan


memutlakkan adanya kegiatan penelitian. Tanpa penelitian itu ilmu pengetahuan
tidak dapat hidup. Memang penelitian merupakan suatu tugas, agar bangunan ilmu
pengetahuan tidak kabur, tanpa stuktur jelas, tanpa sistematik, atau dengan metode
serta tujuan yang kacau. Pada pokoknya kegiatan penelitian merupakan upaya
merumuskan permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencoba
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dengan jalan menemukan faktafakta dan
memberikan penafsiran yang benar. Tetapi lebih dinamis lagi penelitian juga berfungi
dan bertujuan inventif, yakni terus menerus memperbaharui lagi kesimpulan teori
yang telah diterima berdasarkan fakta-fakta yang telah ditemukan. setiap ilmu selalu
memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu
permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang kajian,
semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan
latar belakang intelektal suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai
merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk
menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian. Terdapat beberapa jenis asumsi
yang dikenal, antara lain; Aksioma. Pernyataan yang disetujui umum tanpa
memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri disebut
Postulat. Pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian, atau
suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya Premise, pangkal
pendapat dalam suatu entimen. Pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi adalah
bagaimana penggunaan asumsi secara tepat? Gejala alam tunduk pada tiga
karakteristik yaitu; Deterministik, Pilihan Bebas, Probabilistik. Paham determinisme
dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes
(1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang
dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Manusia memiliki kebebasan dalam
menentukan pilihannya, tidak terikat pada hukum alam yang tidak memberikan
alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal,
tidak ada tolak ukur yang tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan. Pada sifat
probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun sifatnya berupa
peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang tertentu.

Probabilistik menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki


sifat deterministik dengan menolerir sifat pilihan bebas. Asumsi harus relevan dengan
bidang dan tujuan pengkajian disiplin ilmu. Asumsi ini harus operasional dan
merupakan dasar dari pengkajian teoritis Asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan
sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya”. Jadi asumsi
harus bersifat das sein bukan das sollen. Asumsi harus bercirikan positif, bukan
normatif. Lebih lanjut mengenai asumsi dan ontologi, ontologi adalah esensi dari
fenomena, apakah fenomena merupakan hal yang bersifat objektif dan terlepas dari
persepsi individu atau fenomena itu dipandang sebagai hasil dari persepsi individu.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam pembahasan materi ini, dan agar tersusun secara sistematis dan
efisien maka timbulah beberapa rumusan masalah yang di antaranya:

1. Bagaimana asumsi mengenai masalah hukum alam


2. Bagaimana asumsi dalam filsafat ilmu
3. Bagaimana asumsi mengenai objek empiris
4. Bagaimana pengetahuan dan ilmu pengetahuan

1.3 Tujuan

Memahami Konsep Prinsip-Prinsip Dasar Penalaran Dan Asumsi-Asumsi


Dasar Ilmu

1.4 Manfaat

Agar kita dapat mengetahui asumsi dalam filsafat ilmu.

Agar dapat mengetahui asumsi dalam filsafat ilmu.

Agar dapat mengetahui objek empiris dalam filsafat ilmu.

Agar dapat mengetahui pengetahuan dan ilmu pengetahuan dalam filsafat ilmu
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Ontologi
Secara bahasa “Ontologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu yang terdiri dari
dua kata, yaitu “on” yang merupakan bentuk netral dari “oon” dengan bentuk
genitifnya “ontos” yang bermakna “yang ada” atau “pengada”, dan “logos” yang
bermakna “ilmu”. Maka dapat disimpulkan bahwa ontologi merupakan ilmu yang
mengkaji tentang yang ada.

Sedangkan pengertian “Ontologi” secara istilah dikemukakan oleh beberapa


ahli filsafat, seperti Suriasumantri yang mendefinisikan ontologi sebagai ilmu yang
membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh yang kita ingin tahu,
atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
Suriasumantri juga menyatakan bahwa ontologi itu adalah penjelasan tentang
keberadaan atau eksistensi yang mempermasalahkan akar-akar atau hal yang paling
mendasar tentang apa yang disebut dengan ilmu. Sedangkan menurut Tim Dosen
Filsafat Ilmu UGM (2003), ontologi adalah ilmu yang membahas tentang apa hakikat
ilmu itu, dan apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan
ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana yang
“ada” itu.

Maka dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa ontologi


adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang “ada” serta mengkaji hakikat
kebenaran dari yang “ada” itu dengan tidak mengabaikan bukti yang empiris dan
persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu.

Ontologi dalam filsafat merupakan bidang yang mencoba untuk mencari


hakikat tentang “sesuatu”, di dalam proses pencariannya ini maka asumsi dibutuhkan
untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan tersebut menjadi meluas. Asumsi
menjadi suatu landasan berfikir sebelum hakikat kebenaran dalam pengetahuan
tersebut tampak adanya.

B. Asumsi
Idealnya ilmu pengetahuan bebas asumsi. Ini dikarenakan ilmu pengetahuan
sebenarnya berasal dari kritik terhadap filsafat idealisme yang selalu terjebak dalam
asumsi. Ilmu pengetahuan ingin membuang asumsi-asumsi yang tak berdasar dan
menggantikannya dengan sebuah pemikiran yang murni Induksi. Berasal dari
pengamatan yang jelas tanpa terjebak dengan teori-teori lalu yang bisa salah. Semua
pernyataan harus dibuktikan secara empiris.

Sayangnya hal semacam ini sangat tidak mungkin. Ilmu pengetahuan akan
selalu menyimpan asumsi di dalamnya. Dalam sebuah percobaan seorang ilmuan
tidak bisa tidak terperangkap dalam sebuah kondisi sosio-historis-kultural. Misal,
dalam sebuah percobaan beberapa orang ilmuan mencoba mengetahui apa saja yang
mempengaruhi titik didih sebuah benda. Dia kemudian meletakkan air di sebuah teko
besi dan merebus benda itu dengan api. Kemudian berturut-turut mereka memakai
teko perunggu, teko emas, teko perak. Ini untuk menentukan apakah wadah
mempengaruhi titik didih air. Salah seorang filsuf lewat sambil mengorek-orek
hidungnya. “Eh, kenapa kalian merebus benda itu?”. Ilmuan-ilmuan itu kemudian
menjawab “Eh, kami sedang mengadakan percobaan dengan merebus benda itu?”
Sang filsuf kemudian bertanya “Tidakkah kalian pikir bahwa warna juga
mempengaruhi, bagaimana kalau kalian coba wadah dengan berbagai warna”. Para
ilmuan tertawa “Mana mungkin warna mempengaruhi titik didih”. Ini menunjukkan
bahwa sebelum melakukan penelitian ilmuan sudah memiliki asumsi. Asumsi itu
adalah bahwa beda jenis wadah akan mempengaruhi titik didih api, bukan warna.
Mereka juga tidak memilih penelitian dalam berbagai bentuk wadah. Ini artinya
sebelum penelitian dilakukan, mereka sudah memiliki asumsi sehingga akan
berpengaruh dengan penelitian.

Dari cerita di atas, asumsi dapat diartikan sebagai dugaan yang diterima
sebagai dasar atau landasan berfikir karena dianggap benar. Sedangkan pengertian
asumsi dalam filsafat ilmu ini merupakan anggapan/ andaian dasar tentang realitas
suatu objek yang menjadi pusat penelaahan atau pondasi bagi penyusunan
pengetahuan ilmiah yang diperlukan dalam pengembangan ilmu. Tanpa asumsi
anggapan orang atau pihak tentang realitas bisa berbeda, tergantung dari sudut
pandang dan kacamata apa. Ernan McMullin seorang Professor Emeritus filsafat di
Universitas of Notre Dame, USA (2002) pun menyatakan tentang pentingnya
keberadaan asumsi dalam suatu ilmu pengetahuan, ia mengatakan bahwa hal yang
mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan
asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu objek sebelum melakukan
penelitian

Dalam mendapatkan pengetahuan seorang ilmuwan/ peneliti harus membuat


bermacam asumsi mengenai objek-objek empiris karena dalam menentukan asumsi
hanya bisa dilakukan oleh si ilmuwan/ peneliti sendiri sebelum melakukan kegiatan
penelitian, apakah sebenarnya yang ingin dipelajari dari suatu ilmu yang akan
ditelitinya. Semakin banyak asumsi akan semakin sempit ruang gerak penelitiannya.
Asumsi diperlukan karena pernyataan asumtif inilah yang memberi arah dan landasan
bagi kegiatan penelaahan. Suriasumantri menyatakan bahwa sebuah pengetahuan
baru dianggap benar selama bisa menerima asumsi yang dikemukakan.Semua ilmu
mempunyai asumsi-asumsi ini, baik yang dinyatakan secara tersirat maupun secara
tersurat. Secara garis besar kita mengambil contoh dua bidang ilmu yang berbeda
yaitu antara ilmu social dan sains. Petama, dalam ilmu ekonomi (salah satu cabang
ilmu social), asumsi dikenal dengan istilah Cateris Paribus, istilah ini seringkali
digunakan sebagai suatu asumsi yang menyederhanakan beragam formulasi dan
deskripsi dari berbagai anggapan ekonomi, contohnya asumsi akan harga suatu
barang, dinyatakan bahwa harga barang akan meningkat ketika permintaan terhadap
barang tersebut meningkat. Kedua, dalam ilmu sains, asumsi disebut dengan istilah
Kausalitas, yaitu suatu asumsi dasar yang dibangun oleh hubungan antara suatu
kejadian (sebab) dan kejadian kedua (akibat/ dampak) yang mana kejadian kedua
dipahami sebagai konsekuensi dari yang pertama[9], contohnya asumsi tentang hujan,
dinyatakan bahwa adanya awan tebal dan langit gelap/ mendung merupakan pertanda
akan turun hujan, hal tersubut bukanlah suatu kebetulan tetapi memang polanya
sudah demikian, kejadian tersebut akan terus berulang dengan pola yang sama.

Dalam mengembangkan ilmu, kita harus bertolak dengan mempunyai


asumsi/ anggapan yang sama mengenai hukum-hukum alam dan objek yang akan
ditelaah oleh ilmu baik itu dalam ilmu alam ataupun ilmu-ilmu sosial. Ilmu alam
membahas asumsi mengenai zat, ruang, dan waktu. Ilmu sosial mengedepankan
membahas asumsi mengenai manusia.

C. Asumsi Mengenai Hukum Alam


Suatu peristiwa alam tak luput dari adanya asumsi, semuanya tidaklah terjadi
secara kebetulan saja, namun memiliki pola yang tetap dan teratur, seperti langit
mendung pertanda akan turun hujan walaupun masih terdapat peluang kecil disana
bahwa hujan pun terkadang tidak turun meski langit telah berubah menjadi mendung,
akan tetapi kejadian langit mendung kemudian turun hujan sering kali terulang dan
menjadi suatu sistem yang teratur. Asumsi terhadap hukum alam ini pun berbeda-
beda menurut kelompok penganut paham berikut ini:

a. Deterministik

Kelompok penganut paham ini menganggap hukum alam tunduk kepada


hukum alam yang bersifat universal (determinisme). William Hamilton dan Thomas
Hobbes dua orang tokoh yang menyimpulkan bahwa pengetahuan bersifat empiris
yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Pada kenyataannya ilmu
sains lebih kental dengan sifat deterministik ini jika dibandingkan dengan ilmu social,
contohnya perhitungan tahun dinyatakan bahwa dalam satu tahun terdapat 12 bulan,
365 hari, 8760 jam, dst.

b. Pilihan bebas

Kelompok penganut paham ini menganggap hukum yang mengatur itu tanpa
sebab karena setiap gejala alam merupakan pilihan bebas. Penganut ini menyatakan
bahwa manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya tanpa terikat
hukum alam. Kebalikan dari deterministik bahwa ilmu social menemukan banyak
karakteristiknya disini dibandingkan dengan ilmu sains, contohnya seorang
pengusaha baju ingin membuka satu cabang perusahaan di wilayah pedalaman Irian
Jaya yang penduduknya tidak mengetahui tentang fashion serta belum mengetahui
cara berpakaian, apakah perusahaannya akan mengalami kesuksesan disana? tentunya
dia dihadapkan diantara dua pilihan “ya” atau “tidak”. Asumsi yang pertama, “ya” dia
akan mengalami kesuksesan karena dia menjadi pelopor di wilayah tersebut, dia akan
memperkenalkan kepada penduduk setempat apa itu pakaian, bagaimana
penggunaannya, serta apa keuntungannya, bahkan dia menjadi satu-satunya
trendsetter di tempat itu, sehingga seluruh penduduk disana hanya akan membeli
pakaian hanya dari hasil produksinya. Asumsi yang kedua, “tidak” akan mengalami
kesuksesan karena dia akan menghadapi kerugian besar disebabkan tak ada satu
penduduk pun yang akan membeli produknya, memang karena mereka telah terbiasa
menggunakan koteka saja tanpa pakaian lengkap atau trendy. Dari kedua asumsi
tersebut, keduanya adalah pilihan bebas dan orang bisa bebas memilih salah satu
diantaranya sesuai dengan asumsi yang diyakininya.

c. Probabilistik

Kelompok penganut paham ini berada diantara deterministik dan pilihan


bebas yang menyatakan bahwa gejala umum yang universal itu memang ada namun
sifatnya berupa peluang (probabilistik). Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa
hukum alam tunduk kepada hukum alam (deterministik) akan tetapi suatu kejadian
tertentu tidak harus selalu mengikuti pola tersebut. Jujun (1992) memaparkan bahwa
ilmu itu tidak mengemukakan kalau X selalu mengakibatkan Y, melainkan X
memiliki peluang yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y. Sebagai contoh
sederhananya, langit mendung pertanda akan turun hujan (sebagaimana yang
dipaparkan sebelumnya), memang disana terdapat peluang besar akan datangnya
hujan, tetapi masih ada peluang kecil didalamnya bahwa tidak akan datang hujan
walaupun langit telah mendung.

Ilmu mempelajari tentang hukum alam. Agar ilmu itu ada kita harus
mengasumsikan bahwa hukum yang mengatur semua kejadian itu ada. Tanpa asumsi
itu berbagai ilmu tidak bisa lahir. Hukum diartikan sebagai aturan main atau pola
kejadian yang diikuti sebagian besar orang, gejalanya berulang kali dapat diamati dan
menghasilkan hasil yang sama. Ilmu tidak mempelajari kejadian yang seharusnya
melainkan mempelajari kejadian sebagaimana adanya.

Aliran determinisme ini berlawanan dan ditentang oleh penganut paham


fatalisme dan penganut paham pilihan bebas. Menurut aliran fatalisme bahwa semua
kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dulu. Jika kita ingin hukum
kejadian itu berlaku bagi seluruh manusia maka kita bertolak dari paham
determinisme. Jika kita ingin hukum kejadian yang pas bagi tiap individu kita
berpaling pada paham pilihan bebas. Sedangkan jika kita memilih posisi di tengah
mengantarkan kita pada paham probabilistik. Jika kita menginginkan hukum yang
bersifat mutlak dan universal, kesulitannya adalah dalam kemampuan manusia untuk
memenuhi semua kejadian. Misalnya matahari selalu terbit dari timur, beranikah kita
menyimpulkan bahwa kapan matahari akan terbit dari barat?

Di lain pihak jika menginginkan keunikan individual seperti yang diikuti paham
pilihan bebas, maka akan ada kesulitan dalam hal praktis dan ekonomis. Kompromi
di antara kutub determinisme dan paham pilihan bebas, ilmu menjatuhkan pilihannya
pada asumsi atau penafsiran probabilistik (bersifat peluang).

D. Asumsi dalam Ilmu

Ilmu yang paling maju yaitu fisika karena mempunyai cakupan objek zat,
gerak, ruang, dan waktu. Newton dalam bukunya Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica (1686) berasumsi bahwa keempat komponen ini bersifat absolut. Zat
bersifat absolut dan dengan demikian berbeda secara substantif dengan energi.
Sedangkan Einstein berbeda pendapat dengan Newton, dalam The Special Theory of
Relativity (1905) berasumsi bahwa keempat komponen itu bersifat relatif. Tidak
mungkin kita mengukur gerak secara absolut.

Asumsi dalam ilmu sosial lebih rumit. Masing-masing ilmu sosial mempunya
berbagai asumsi mengenai manusia. Siapa sebenarnya manusia? Jawabnya tergantung
kepada situasinya : dalam kegiatan ekonomis maka dia makhluk ekonomi, dalam
politik maka dia political animal, dalam pendidikan dia homo educandum. Hal – hal
yang harus diperhatikan dalam pengembangan asumsi:

a. Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disipin keilmuan.

b. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar bagi pengkajian teoretis.

c. Asumsi harus positif bukan normatif.

d. Asumsi harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya bukan bagaimana


keadaan yang seharusnya.

Dalam kegiatan ekonomis manusia yang berperan adalah manusia ‘yang


mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya’ dan
inilah yang dijadikan sebagai pegangan. Asumsi seperti ini dipakai dalam penyusunan
kebijaksanaan atau strategi, serta penjabaran peraturan lainnya, Namun penetapan
asumsi yang berdasarkan keadaan yang seharusnya ini seyogyanya tidak dilakukan
dalam analisis teori keilmuan sebab metafisika keilmuan berdasarkan kenyataan
sesungguhnya berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Seseorang ilmuwan harus
benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab
mempergunakan asumsi yang berbeda, maka akan berbeda pula konsep pemikiran
yang dipergunakan.

E. Asumsi Mengenai Objek Empiris

Dalam mendapatkan pengetahuan, seorang ilmuwan melakukan berbagai


macam asumsi mengenai objek-objek empiris. Asumsi diperlukan sebagai landasan
dan penunjuk arah dalam kegiatan penelaahan mereka. Asumsi yang benar akan
menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan kesimpulan dari hasil pengujian
hipotesis. Bahkan asumsi berguna sebagai jembatan untuk melompat suatu bagian
jalur penalaran yang sedikit atau hampa fakta dan data sekalipun.

Adapun beberapa ilmu yang mengemukakan beberapa asumsi mengenai objek


empiris, yaitu:

a. Menganggap bahwa objek-objek tertentu mempunyai kesamaan satu sama lain.


Seperti dalam hal bentuk, struktur, dan sifat. Berdasarkan ini, maka dapat
dikelompokkan beberapa objek yang serupa ke dalam satu golongan. Klasifikasi
merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang
ditelaahnya dan taksonomi merupakan cabang keilmuan pertama yang menggunakan
teori ini. Setelah taksonomi, mulai berkembang konsep perbandingan atau
komparatif. Dengan klasifikasi ini, maka individu dalam satu kelas tertentu
mempunyai ciri-ciri yang serupa. Contohnya seperti yang dilakukan oleh Linnaeus
(1707-1778), seorang biolog yang mengklasifikasikan hewan dan tumbuhan sesuai
dengan kelas tertentu.

b. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka


waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek
dalam keadaan tertentu. Kegiatan ini tidak mungkin dilakukan apabila objek selalu
berubah-ubah tiap waktu. Walaupun tidak mungkin menuntut adanya kelestarian
yang relatif atau sifat-sifat pokok suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu
tertentu, misalnya ilmu yang mempelajari tentang benda-benda ruang angkasa,
planet-planet memperlihatkan perubahannya dalam jangka waktu yang relativ lama.

c. Menganggap bahwa setiap gejala bukan suatu kejadian yang bersifat kebetulan.
Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan yang
sama dan gejala itu akan mengikiti pola yang ada. Misalnya sate yang dibakar akan
mengeluarkan bau sedap yang menggugah selera makan.

F. Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan

Manusia adalah makhluk berfikir yang selalu ingin tahu tentang sesuatu.
Rasa ingin tahu mendorong manusia mengemukakan pertanyaan. Bertanya tentang
dirinya, lingkungan disekelilingnya, atau pun berbagai peristiwa yang terjadi di
sekitar nya. Dengan bertanya itu manusia mengumpulka nsegala sesuatu yang
diketahuinya .Begitulah cara manusia mengumpulkan pengetahuan. Dengan demikian
dapat dikatakan, bahwa pengetahuan adalah produk dari tahu, yakni mengerti sesudah
melihat, menyaksikan dan mengalami. Manusia memperoleh pengetahuan melalui
berbagai cara. Bila hanya sekedar ingin tahu tentang sesuatu, cukup dengan
menggunakan pertanyaan sederhana. Namun di samping itu, adakalanya pengetahuan
itu diperoleh melalui pengalaman yang berulang-ulang terhadap suatu peristiwa atau
kejadian. Ada juga pengetahuan diperoleh dari usaha dalam mengatasi masalah yang
berhubungan dengan kebutuhan hidup. Adakalanya pula pengetahuan diperoleh
dengan percobaan sederhana atau dikenal dengan trial and error. Pengetahuan dari
hasil coba-coba.

Pengetahuan seperti ini disebut pengetahuan alamiah, pengetahuan biasa,


atau pengetahuan. Jadi awalnya masih sangat sederhana. Hanya sekedar ingin tahu
tentang sesuatu melalui proses berfikir alamiah, secara sederhana dan apa adanya.
Berfikir alamiah itu sendiri merupakan pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan
sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Proses memperoleh pengetahuan secara
sederhana dimulai dari pengamatan sekitar kemudian dicari hubungan sebab akibat,
lalu diambil kesimpulan. Tanpa dilakukan analisis dan pengujian lebih lanjut
berdasarkan proses keilmuan. Oleh karena itu kesimpulan yang diambil mungkin saja
bersifat kebetulan atau kebenaran sesaat.

Untuk mengatasi kelemahan kelemahan tersebut, maka pengetahuan yang


bersifat alamiah ini kemudian dikembangkan hingga menjadi ilmu pengetahuan.
Pengembangan ilmu pengetahuan ini dilatarbelakangi oleh adanya tiga dorongan.
Pertama, dorongan untuk mengetahui yang lahir dari keterpaksaan untuk
mempertahankan hidup. Kedua, dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhan yang
mendalam dan menemukan tata susunan yang sesungguhnya dalam kenyataan.
Ketiga, dorongan mengetahui menyangkut penilaian mengenai realitas eksistensi
manusia itu sendiri. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang diperoleh sebagi
hasil rentetan daur-daur penyimpul-ratapan (induksi), penyimpul-khasan (deduksi)
dan penyahihan (verifikasi/validasi) yang terus menerus tak kunjung usai. Berikut ini
ciriciri pengetahuan berdasarkan ahli.

Adapun yang dimaksud dengan sumber pengetahuan, adalah faktor yang


melatar belakangi lahirnya ilmu pengetahuan. Dari mana atau dengan cara
bagaimana manusia memperoleh ilmu pengetahuan itu. Maka setidaknya ada empat
sumber pengetahuan manusia, yaitu:

a. Empirisme (Pengalaman Manusia).


Dengan ini muncul aliran Empirisme yang dipelopori oleh Jhon Locke.
Manusia dilahirkan sebagai kertas putih pengalamanlah yang akan memberikan
lukisan kepadanya. Dunia empiris merupakan sumber pengetahuan, utama dalam
dunia pendidikan, terkenal dengan teori „tabula rasa’ (teori kertas putih). Aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengamatan, dengan jalan
observasi,atau jalan penginderaan. (Burhanuddin, 1997)

b. Rasionalisme, (Pikiran Manusia).

Hal ini melahirkan paham Rasionalisme yang berpendapat bahwa sumber


satusatunya dari pengetahuan manusia adalah rasionya (akal budinya). Pelopornya
ialah Rene Descartes. Aliran ini sangat mendewakan akal budi manusia yang
melahirkan faham „intelektualisme’ dalam dunia pendidikan.

c. Intuisionisme (intuisi).

Secara etimologis intuisi berarti langsung melihat. Pengertian secara umum,


merupakan suatu metode yang tidak berdasarkan penalaraan maupun pengalaman dan
pengamataan indra. Kaum intuisionis berpendapat bahwa manusia mempunyai
kemampuan khusus, yaitu cara khusus untuk mengetahui yang tidak terikat kepada
indra maupun penalaran. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan yang teratur,
intuisi tidak bisa digunakan. Intuisi hanya dapat digunakan sebagai hipotesis bagi
analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pendapat yang dikemukakan.
Memang intuisi dipercaya mampu memahami banyak hal yang tidak dipahami oleh
akal untuk menutupi kekurangan itu, manusi dilengkapi dengan intuisiataau hati
(qalb), sehingga akan lengkaplah seluruh perangkat ilmu bagi manusia. Jawaban dari
permasalahan yang sedang difikirkan muncul di benak manusia sebagai suatu
keyakinan yang benar walaupun manusia tidak bisa menjelaskan bagaimana caranya
untuk sampai ke situ secara rasional.Dalam tradisi Islam, para sufi menyebut
pengetahuan ini sebagai rasa yang mendalam (dzauq) yang berkaitan dengan persepsi
batin. Dengan demikian pengetahuan intuitif sejenis pengetahuan yang dikaruniakan
tuhan kepada seseorang dan pada qalbu-Nya sehingga tersikaplah olehnya sebagian
rahasia dan tampak olehnya sebagai realitas. Perolehan pengetahuan ini bukan dengan
jalan logis melaainkan dengan jalan kesalehan, sehingga seseorang memiliki
kebeningan kalbu dan wawasan spiritual yang prima.

d. Wahyu Allah.

Wahyu Allah adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada


manusia lewat para nabi yang diutus-Nya sejak nabi pertama sampai terakhir. Wahyu
adalah isyarat yang cepat atau bisikan halus atau firman tuhan yang disampaikan
kepada para anbiya. Para filusuf muslim juga mengakui wahyu sebagai sumber ilmu
pengetahuan. Asumsi Asumsi (atau anggapan dasar) ialah anggapan yang menjadi
titik tolak penelitian. Asumsi

terkandung dalam paradigma, perspektif, dan kerangka teori yang digunakan dalam
penelitian. Asumsi umumnya diterima begitu saja sebagai suatu yang benardengan
sendirinya. Asumsi biasa berasal dari postulat, yaitu kebenaran (dalil-dalil) a priori
yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Michel Polanyi menyebut asumsi-asumsi
itu sebagai „ dimensi yang tidak terungkap atau tersembunyi dalam ilmu
pengetahuan‟. Misalnya, dalam empirisme terkandung asumsi bahwa alam ini ada,
fenomena alam seragam dan sama di mana saja, alam dapat diketahui melalui
pengamatan dan rasio atau metode empiris-ekperimental, fenomena alam ditentukan
oleh hukum-hukum alam (deterministik) dan seterusnya.

Setiap ilmu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi


penelaahan suatu permasalahan menjadilebar. Asumsi ini perlu, Sebab pernyataan
asumtif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita.
Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang
dikemukakannya. Semua teori mempunyai asumsi- asumsi ini, baik yang dinyatakan
secara tersurat maupun yang tercakup secara tersirat. Ilmu menganggap bahwa
obyek-obyek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat
keragaman, memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin- menjalin secara
teratur. Bahwa hujan yang turun diawali dengan awan yang tebal dan langit yang
mendung, hal ini bukan merupakan suatu hal yang kebetulan tetapi memang polanya
sudah demikian. Kejadian ini akan terulang dengan pola yang sama. Alam merupakan
suatu sistem yang teratur yang tunduk pada hukum- hukum tertentu.Menurut
Burhanudin Salam ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris:

Menganggap objek- objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain,


umpamanya dalam bentuk, struktur, sifat, dan sebagainya. Berdasarkan ini maka kita
dapat mengelompokkan beberapa objek yang serupa ke alam satu golongan.
Klasifikasi merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek- objek
yang ditelaahnya dan taksonomi merupakan cabang keilmuan yang mula- mula sekali
berkembang. Konsep ilmu yang lebih lanjut seperti konsep perbandingan
(komparatif) dan kuantitatif hanya dimungkinkan dengan adanya taksonomi yang
baik. Dengan adanya klasifikasi ini, sehingga kita menganggap bahwa
individuindividu dalam suatu kelas tertentu memiliki ciri- ciri yang serupa, maka
ilmu tidak berbicara mengenai kasus individu. Melainkan suatu kelastertentu. Istilah
manusia umpamanya memberikan pengertian tentang suatu kelas yang anggotanya
memiliki ciri-ciri tertentu yang serupa. .

Anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka


waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek
dalam suatu keadaan tertentu. Kegiatan ini jelas tidak dapat dilakukan bila objek
selalu berubah ubah tiap waktu. Walaupun begitu kita tidak dapat menuntut adanya
kelestarian yang absolut, sebab dalam perjalanan waktu setiap benda akan mengalami
perubahan. Karena itu ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif. Artinya
sisfatsifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu
tertentu.Tercakup dalam pengertian ini adalah pengakuan bahwa benda- benda dalam
jangka panjang akan mengalami perubahan dan jangka Asumsi-Asumsi Dasar Ilmu
Pengetahuan sebagai Basis Penelitian Pendidikan Islam Forum Ilmiah Volume 15
Nomor 2, Mei 2018 295 waktu ini berbeda- beda untuk tiap benda. Kelestarian yang
relatif dalam jangka waktu tertentu ini memungkinkan kita untuk melakukan
pendekatan keilmuan terhadap objek yang sedang diselidiki.

Determinisme merupakan asumsi ilmu yang ketiga. Kita menganggap bahwa


suatu gejala bukanlah suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Setiap gejala
mempunyai suatu pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan- urutan kejadian
yang sama. Sedangkan menurut Jujun S ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai
hakikat keilmuan:

1. Determinisme Kelompok penganut paham ini menganggap hukum alam tunduk


kepada hukum alam yang bersifat universal (determinisme). William Hamilton dan
Thomas Hobbes dua orang tokoh yang menyimpulkan bahwa pengetahuan bersifat
empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Faham
determinisme ini bertentangan dengan penganut pilihan bebas yang menyatakan
bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya tidak terikat
pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif.

2. Pilihan Bebas (Free will)Kelompok penganut paham ini menganggap hukum yang
mengatur itu tanpa sebab karena setiap gejala alam merupakan pilihan bebas.
Penganut ini menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan dalam menentukan
pilihannya tanpa terikat hukum alam. Kebalikan dari deterministik bahwa ilmu social
menemukan banyak karakteristiknya disini dibandingkan dengan ilmu sains.

3. Probabilistik Kelompok penganut paham ini berada diantara deterministik dan


pilihan bebas yang menyatakan bahwa gejala umum yang universal itu memang ada
namun sifatnya berupa peluang (probabilistik). Seperti yang kita ketahui sebelumnya
bahwa hukum alam tunduk kepada hukum alam (deterministik) akan tetapi suatu
kejadian tertentu tidak harus selalu mengikuti pola tersebut. Jujun (1992)
memaparkan bahwa ilmu itu tidak mengemukakan kalau X selalu mengakibatkan Y,
melainkan X memiliki peluang yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y Ilmu
pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah praktis
sehari-hari, tidaklah perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi
memberikan pedoman terhadap hal-hal yang paling hakiki dari kehidupan ini.
Walaupun demikian sampai tahap tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan dalam
melakukan generalisasi, sebab ilmu pengetahuan yang bersifat personal dan
individual seperti upaya seni, tidaklah bersifat praktis. Jadi diantara kutub
determinisme dan pilihan bebas ilmu menjatuhkan pilihannya terhadap penafsiran
probabilistik. Dalam mengembangkan asumsi maka harus diperhatikan beberapa hal.
Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang ilmu dan tujuan pengkajian disiplin
keilmuan. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya“
bukan “bagaimana keadaan seharusnya” asumsi yang pertama adalah asumsi yang
mendasari telaah ilmiah sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang mendasar telah
moral. Sekiranya dalam kegiatan ekonomis maka manusia yang berperan adalah
manusia “yang mencari keuntungan yang sebesar-Asumsi-Asumsi Dasar Ilmu
Pengetahuan sebagai Basis Penelitian Pendidikan Islam Forum Ilmiah Volume 15
Nomor 2, Mei 2018 296besarnya dengan korbanan sekecilkecilnya” maka itu sajalah
yang kita jadikan pegangan tidak usah ditambah sebaiknya begini, atau seharusnya
begitu. Sekiranya asumsi semacam ini digunakan dalam penyusunan kebijaksanaan
(policy), atau strategi serta penjabaran peraturan lainnya maka hal ini bisa saja
dilakukan asal semua itu membantu kita dalam menganalisis permasalahan. Namun
penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan yang seharusnya ini seyogyanya tidak
dilakukan dalam analisis teori keilmuan sebab metafisika keilmuan berdasarkan
kenyataan sesungguhnyasebagaimana adanya.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa asumsi ilmu sangat


diperlukan karena setiap ilmu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk
mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Dan Asumsi inilah yang
memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita.3. Penelitian Pendidikan
Islam Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang mendapat
banyak perhatian dari para ilmuwan. Hal ini dikarenakan di samping peranannya
yang sangat strategis dalam rangka meningkatan sumber daya manusia, juga karena
di dalam Islam terdapat berbagai masalah yang kompleks dan memerlukan penangan
segera. Ilmu pengetahuan berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan
manusia. Sedangkan kebutuhan manusia adalah sesuatu yang berkembang di dalam
dan bersama dengan perkembangan . Maka manusia selalu berupaya berdasarkan
disiplin metodologi ilmiah, dengan tujuan menemukan prinsip-prinsip baru untuk
mengantisipasi perubahan dan perkembangan kebutuhannya. Itulah yang disebut
penelitian.

Adapun pengertian pendidikan dari segi istilah menurut Ki Hajar Dewantara


adalah upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter),
pikiran (intelect) dan tubuh anak yang antara satu dengan lainnya berhubungan agar
dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak
yang kita didik selaras dengan dunia nya. (Ki Hajar Dewantara, 1962). Islam sebagai
agama yang bersumber dari al qur‟an dan hadist, Islam terbukti memiliki ajaran yang
komprehensif, yaitu ajaran yang tidak hanya ditujukan untuk mencapai kehidupan
dunia, melainkan juga di akhirat. Selanjutnya, jika kata pendidikan dan Islam
disatukan menjadi pendidikan Islam, artinya secara sederhana adalah pendidikan
yang berdasarkan ajaran Islamdengan ciri-cirinya sebagaimana tersebut di atas.
Sebagian ada yang mengatakan bahwa pendidikann Islam adalah proses pewarisan
dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman ajaran Islam
sebaagaimana termaktub dalam al qur‟an dan terjabar dalam as sunnah dan pendapat
para ulama.

Keberadaan asumsi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hal yang
sangat penting karena asumsi berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang harus
ada. Asumsi memiliki posisi di berbagai bidang disiplin keilmuwan bahkan
keberadaan asumsi pun ada dalam hukum alam sekalipun karena segala yang terjadi
di alam ini bukanlah suatu kebetulan semata akan tetapi terdapat pola-pola tertentu
yang terus terulang. Sedangkan dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan menentukan
asumsi pokok (the standard presumption) dari keberadaan suatu objek penelitian
dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian oleh si peneliti itu sendiri, karena asumsi
akan dapat memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan.

Dalam mendapatkan pengetahuan seorang ilmuwan harus dapat melakukan


berbagai macam asumsi mengenai objek-objek empiris. Asumsi ini akan menjadi
penunjuk arah baginya dalam kegiatan penelaahan. Semakin banyak asumsi akan
semakin sempit ruang gerak penelitiannya.

Jika si peneliti mendapatkan asumsi yang benar maka asumsi tersebut akan
menjembatani tujuan penelitiannya sampai kepada penarikan kesimpulan dari hasil
pengujian hipotesis.
BAB 3
PENUTUP

Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang diperoleh sebagi hasil rentetan daur-daur
penyimpul-ratapan (induksi), penyimpul-khasan (deduksi) dan penyahihan
(verifikasi/validasi) yang terus menerus tak kunjung usai. Empat sumber ilmu
pengetahuan yaitu empirisme, rasionalisme, intuisi serta akal merupakan dasar
pijakan dalam membuat asumsi. Asumsi (atau anggapan dasar) ialah anggapan yang
menjadi titik tolak penelitian. Asumsi secara implicit terkandung dalam paradigma,
perspektif, dan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian. Ilmu mempunyai
tiga asumsi mengenai hakikat keilmuan yaitu determinisme, free will dan
probabilistik. Dapat disimpulkan bahwa asumsi ilmu sangat diperlukan karena setiap
ilmu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu
permasalahan menjadi lebar. Dan Asumsi inilah yang memberi arah dan landasan
bagi kegiatan penelaahan/penelitian. Penelitian merupakan upaya untuk
mengembangkan ilmu, mengembangkan ilmu pendidikan Islami kita harus
mengembangkan teori-teori ilmu pendidikan islami tersebut. Mengembangkan ilmu
berarti mengembangkan teori, dengan dua cara pertama deduktif dan kedua induksi-
konsultasi. Penelitian Pendidikan Islam, mencakup penelitian terhadap pengetahuan
filsafat pendidikan Islam, pengetahuan mistik Pendidikan Islam, dan Ilmu Pendidikan
Islam. Penelitian dalam arti kajian logika dan mistik telah banyak dilakukan para
ulama Islam. Sementara itu, kajian atau tepatnya penelitian terhadap ilmu Pendidikan
yang bersifat empris dinilai masih belum banyak dilakukan pakar Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Bakker, Anton dan Ahmad Charris Zubair, (2009), Metodologi Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.

Komara, Endang. (2011) Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: Reflika
Aditama.
(2012) Filsafat Pendidikan

Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Anda mungkin juga menyukai