Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEBENARAN ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

ILMU FILSAFAT

Dosen pengampu : Bapak Dr. H. Hotmatua Paralihan, M.Ag

Disusun oleh:

Nama: AZRI FAHYUZI NIM: 0406212028

YULI DELIA 0406212021

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2022

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat, nikmat,dan hidayah-Nya sehingga penulis telah dapat menyusun makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam yang diampu oleh Bapak .H. Hotmatua
Paralihan, M.Ag

yang membahas tentang Kebenaran Ilmiah. Ka m i ya k in ba hwa ma ka la h in i


ma s ih ba nya k kekur a ng a, P e nu l is menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan.Hal ini karena kurang waktu dan keterbatasan pengetahuan penulis,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi lebih sempurnannya
pembuatan makalah ini yang akan datang dari pembaca.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para
mahasiswa, dosen dan para pembaca pada umumnya.

Medan,17 April 2022

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

BAB I ........................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 5

C.Tujuan Penulisan....................................................................................................... 5

BAB II.......................................................................................................... 6

PEMBAHASAAN ....................................................................................... 6

1. Pengertian kebenaran ilmiah ............................................................................ 6


2. Tiori-tiori kebenaran ilmiah ............................................................................. 7
3. Sifat kebenaran ilmiah ..................................................................................... 10
4. Agama sebagai tiori kebenaran ........................................................................ 11
5. Kebenaran ilmiah dari sudut pandang subjektifiitas....................................... 11
6. Kebenaran ilmiah dari sudut pandang objektifitas ......................................... 13

BAB III ........................................................................................................ 15

PENUTUPAN.............................................................................................. 15

Kesimpulan.................................................................................................................... 15

B. Kritik Dan Saran ...................................................................................................... 15

DAFTAPUSTAKA...................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebenaran Ilmiah dalam

Dalam bab ini akan dibicarakan tentang kebenaran dan yang berkaitan dengannya,melalui
empat tahapan yaitu: Pembicaraan tentang Arti kebenaran, teori-teori kebenaran, tentang ilmu
pengetahuan, dan kemudian diakhiri dengan pembicaraan mengenai peran dan fungsi filsafat
ilmu dalam mencari arti dan makna kebenaran ilmiah.

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran,beberapa cara ditempuh untuk memenuhi


kebenaran antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui
pengalaman atau secara empiris.Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuat
prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional agar kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu
dapat dimengerti.

Proses pencarian kebenaran tentu bukan hal yang mudah dan dapat dikatakan merupakan
proses yang sangat melelahkan bahkan bukan tidak mungkin akan mendatangkan keputusan.
Sering kali dengan dalih sebuah kebenaran seseorang atau kelompok akan menghalalkan
tindakan terhadap orang lain karena dianggap sudah melakukan tindakan yang benar.

Kebenaran tidak mungkin berdiri sendiri jika tidak ditopang dengan dasar-dasar penunjangan,
baik pernyataan,teori keterkaitan,konsistensi,keterukuran, dapat dibuktikan,berfungsi,dan
bersifat netral atau tidak netral,bahkan apakah kebenaran bersifat tentatif atau sepanjang
masa?

Untuk mengetahui hal itu pemakalah akan membahas seputar kriteria kebenaran ilmiah
berserta dengan teori-teori digunakan untuk menguji kebenaran ilmiah.

4
B.Rumusan Masalah

1. Pengertian kebenaran ilmiah

2. Teori-teori kebenaran

3. Sifat kebenaran ilmiah

4. Agama sebagai teori kebenaran

5. Kebenaran ilmiah dari sudut pandang Subjektifitas

6. Kebenaran ilmiah dari dudut pandang Objektifitas

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian kebenaran ilmiah

2. Untuk mengetahui teori-teori kebenaran

3. Untuk mengetahui sifat kebenaran ilmiah

4. Untuk mengatahui agama sebagai teori kebenaran ilmiah

5. Untuk mengatahui kebenaran ilmiah dari sudut pandang Subjektifitas

6. Untuk mengetahui kebenran ilmiah dari sudut pandang Objektifitas

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmiah adalah satu nilai utama didalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-
nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusia atau martabat manusia selalu
berusaha memeluk suatu kebenaran. Berbicara tentang kebenaran ilmiah, tidak bisa
dipisahkan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri, sejauh mana dapat digunakan dan
dimanfaatkan oleh manusia. Disamping itu, proses untuk mendapatkan haruslah melalui
tahap-tahap metode ilmiah.

Tentang kebenaran ini, plato pernah berkata : apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak
bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab: “kebenaran itu adalah kenyataan”
tetapi bukanlah kenyataan itu tidak selalu yang seharusnya terjadi. Kenyataan yang terjadi
bisa saja berbentuk ketidak benaran atau keburukan. Jadi ada dua pengertian kebenaran, yaitu
kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi disatu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari
keburukan atau ketidak benaran.

Dalam bahasan ini, makna kebenaran dibatasi pada kekhususan makna kebenaran keilmuan
(ilmiah). Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun kekal, melainkan bersifat relatif,
sementara, dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu
bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. kebenaran
merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri.

Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengetahuan dan
obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek
obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.

Lalu, apa yang dimaksud dengan ilmiah? Dalam kamus dijelakan ilmiah berasal dari kata
ilmu artinya pengetahuan. Namun, dalam kajian filsafat antara ilmu dan pengetahuan
dibedakan. Pengetahuan bukan ilmu, tetapi ilmu merupakan akumulasi pengetahuan.
Sedangkan yang dimaksud ilmiah adalah pengetahuan yang didasarkan atas terpenuhinya
syarat-syarat ilmiah, terutama menyangkut teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti.

6
Jadi yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan
objek kesesuian ini didukung dengan syarat-syarat tertentu yang oleh jujun S.Sumantri
disebut dengan metode-metode, juga didukung dengan teori yang menunjang dan sesuai
dengan bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi dengan bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran
objektif dilapangan. Sifat objektif berlaku umum dapat diulang melalui eksperimen,
cenderung amoral sesuai apa adanya. bukan apa yang seharusnya yang merupakan ciri ilmu
pengetahuan.

2.Teori-Teori Kebenaran

Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni kebenaran ilmiah.
Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidak semua hal itu langsung kita
golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya pengetahuan tertentu yang diperoleh dari
kegiatan ilmiah, dengan metode sistematis, melalui penelitian analisis dan pengujian data
secara ilmiah yang dapat kita sebut sebagai ilmu pengetahuan. Dalam sejarah filsafat,
terdapat beberapa teori tentang kebenaran antara lain :

1) Teori Kebenaran Korespondensi(penyesuaian)

Adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika


berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran atau suatu keadaan
dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan
fakta. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan.

Ujian kebenaran yang didasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luas oleh
kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita
obyektif(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan
tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan(judgement) dan situasi yang
dijadikan pertimbangan itu,serta berusaha untuk melukiskannya, karena Kebenaran
mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang
sesuatu. (Titus,1987:237)

7
Jadi secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi(berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut(susiasumantri, 1990:57). Misalnya jika seseorang mengatakan “Matahari terbit dari
Timur” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan tersebut bersifat faktual atau
sesuai dengan fakta yang ada bahwa Matahari terbit dari timur dan tenggelam diufuk barat.

2) Teori Koherensi atau konsistensi

Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Artinya
pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain
yang telah diterima kebenarannya, yaitu menurut logika.

Misalnya, bila kita menganggap bahwa “maksiat perbuatan yang dilarang oleh Allah” adalah
suatu pernyataan yang benar. Maka pernyataan bahwa “mencuri perbuatan maksiat, maka
mencuri dilarang oleh Allah” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan
pernyataan yang pertama.

3) Teori Pragmatik

Adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada
konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu teori tergantung pada peran
fungsi teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang waktu tertentu.
Teori ini juga dikenal dengan teori problem solving, artinya teori yang dengan itu dapat
memecahkan segala aspek permasalahan.

Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Apa yang
diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang
tidak berguna(useless). Bagi para pragmatis, ujian kebenaran adalah kegunaan(utility), dapat
dikerjakan (Workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan.

Misalnya, seiring perkembangan zaman, teknologi pun semakin canggih. Para ilmuan
menemukan teknologi-teknologi baru untuk mempermudah pekerjaan manusia, telepon
genggam berupa smartphone contohnya. Penemuan dan pengaplikasian smartphone tersebut
dikatakan benar karena dapat berguna untuk mempermudahkan pekerjaan manusia.

8
4) Teori Performatif

Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang
otoritas tertentu. Misalnya mengenai penetapan 1 syawal. Sebagian muslim di indonesia
mengikuti fatwa atau keputusan MUI. Sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama
tertentu atau organisasi tertentu.

Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.
Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat,
dan pemimpin masyarakat. Kebenaran performatif dapat membawa kehidupan sosial yang
rukun, kehidupan beragama yang tertib,adat yang stabil dan sebagainya.

Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak bisa berpikir kritis dan rasional.
Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang
otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran
ini seakan akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat
dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.

Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif
Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama,pemimpin adat,
dan pemimpin masyarakat.Kebenaran performatif dapat membawa kehidupan sosial yang
rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.

Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak bisa berpikir kritis dan rasional.
Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang
otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran
ini seakan akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat
dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.

9
3.Sifat Kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmiah menurut konrad kebung paling tidak memilik tiga yaitu: struktur
kebenaran ilmiah bersifat rasional-logis, isi empiris, dan sifat pragmatis.

1) Struktur yang rasional-logis

Kebenaran dapat dicapai berdasarkan kesimpulan logis atau rasional dari proposisi
atau premis tertentu. Karena kebenaran ilmiah bersifat rasional maka semua orang yang
rasional (yaitu yang dapat menggunakan akal budinya secara baik). Dapat memahami
kebenaran ilmiah. Oleh sebab itu kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran
universal.

Sifat rasional (rationality) harus dibedakan dengan sifat masuk akal (reasonable). Sifat
rasional terutama berlaku untuk kebenaran ilmiah sedangkan masuk akal biasanya berlaku
bagi kebenaran tertentu diluar lingkup pengetahuan. Contohnya: tindakan marah dan
menangis atau semacamnya, dapat dikatakan masuk akal sekalipun tindakan tersebut
mungkin tidak rasional.

2) Isi empiris

Kebenaran ilmiah perlu diuji kenyataannya yang ada. Bahkan sebagian besar
pengetahuan dan kebenaran ilmiah. Berkaitan dengan kenyataan empiris di alam ini.
Spekulasi tetap ada namun sampai tingkat tertentu spekulasi itu bisa dibayangkan sebagai
nyata atau tidak karena sekalipun sesuatu pernyataan dianggap benar secara logis, perlu dicek
apakah pernyataan tersebut juga benar secara empiris.

3) Isi pragmatisme (dapat diterapkan).

Sifat ini berusaha menggabungkan kedua sifat kebenaran sebelumnya (logis dan
empiris). Maksudnya jika suatu pernyataan “benar” dinyatakan “benar” secara logis dan
empiris maka pernyataan tersebut juga harus berguna bagi kehidupan manusia, berguna
berarti dapat untuk membantu manusia memecahkan berbagai persoalan dalam hidupnya.

10
4.Agama sebagai Teori Kebenaran

Manusia adalah mahluk pencari kebenaran, salah satu cara untuk menemukan suatu
kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan
jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia
maupun tentang tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan
akal,budi,rasio, dan reason manusia maka dalam teori ini lebih mengedepankan wahyu yang
bersumber dari Tuhan.

Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berfikir setelah melakukan
penyelidikan dan pengalaman. Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran
sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang masalah
asasi dari atau kepada kitab suci, dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai
dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Agama dan kitab suci
dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk
kebenaran.

5.Kebenaran Ilmiah dari Sudut Pandang Subjektifitas

Telah diketahui kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya
syarat-syarat ilmiah terutama menyangkut adanya teori yang menunjang serta sesuai dengan
bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi oleh bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif
dilapangan.

Sifat setiap ilmu adalah diidentikkan dengan dua teori yaitu “subjektifitas” dan “objektifitas”
subjek berkaitan dengan seseorang atau pribadi. Subjektif berkaitan erat dengan keakuan.
Dalam hal filsafat subjektif berkaitan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak
ukur, eksistensi, makna dan validitasnya.[3]

Dari penjelasan di atas bahwa “subjektif” menghendaki peranan penting dari setiap pribadi
yang menilai sendiri tentang kebenaran, artinya sesuatu dipandang benar jika didasarkan pada
pribadi atau manusia yang menilai tentang sesuatu itu. Kebenaran tolak ukurnya dalah
berdasarkan subjek, namun hal semacam ini apakah berlaku bagi kebenaran ilmiah?
Sedangkan kebenaran ilmiah sangat identik dengan syarat-syarat ilmiah menyangkut teori
yang menunjang dan sesuai dengan bukti, yang ditujang oleh rasio dan divalidasi dengan data
empirik.

11
Seperti yang dikatakan jujun S. Sumantri kebenaran ilmiah harus didahului oleh cara yang
disebut metode ilmiah. Metode merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Metode
Ilmiah adalah cara menetapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan
penjelasan kebenaran, juga dapat diartikan bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap
sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.

Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini menggunakan langkah-langkah yang
sistematis, teratur, dan terkontrol. Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian
disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:

a) Berdasarkan fakta
b) Bebas dari paksaan
c) Menggunakna prinsip-prinsip analisa
d) Menggunakan hipotesa
e) Menggunakna ukuran objektif
f) Menggunakan teknik kuantifikasi

Dengan cara kerja seperti ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan memiliki
karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah yaitu sifat rasional dan teruji
yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang
dapat diandalkan.

Sifat rasional dan teruji bagi kebenaran ilmiah menghendaki adanya kebenaran hanya sesuatu
yang dapat diakalkan (logiskan) dan dapat teruji. Berarti kebenaran ilmiah sangat menolak
dengan kebenaran mutlak. Sebab kebenaran ini kaitannya dengan kebenaran yang datang dari
tuhan bersumber dari wahyu yang mengikat. Kebenaran yang datang dari tuhan bersumber
dari wahyu yang mengikat. Kebenaran yang rasional dan teruji akan hanya memaparkan hal-
hal empiris.

Jika demikian diatas jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut. jika dikaitkan dengan


penjelasan pengertian kebenaran ilmiah dari subjektifitas belum dapat diterima karena
kebenaran ilmiah yang bermuara dari subjektifitas tidak jarang menunjukkan bukti atau tidak
sesuai dengan data empirik dan pembuktian nyata berdasarkan dengan rasa atau pribadi.

Oleh karena itu kebenaran yang sesungguhnya dalam kajian kebenaran ilmiah adalah
kebenaran yang sedikitnya dipengaruhi oleh unsur subjektifitas.

12
6.Kebenaran Ilmiah Dari Sudut Pandang Objektifitas

Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya syarat-syarat


ilmiah terutama menyangkut adanya teori yang menunjang serta sesuai dengan bukti.
Kebenaran ilmiah divalidasi oleh bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif
dilapangan.

Kebenaran merupakan kesesuaian antara pengetahuan dengan objeknya. Objek adalah


sesuatu yang ihwalnya diketahui atau hendak diketahui suatu objek yang ingin diketahui
memiliki berbagai aspek yang amat sulit untuk diungkapkan. Sedangkan yang lainnya tetap
tersembunyi. Sangat jelas bahwa untuk mengetahui objek secara lengkap sangat sulit.Objek
juga diartikan sebagai sesuatu yang dapat dilihat secara fisik, disentuh, diindra, sesuatu yang
dapat disadari secara fisik atau mental, suatu tujuan akhir dari kegiatan atau usaha, suatu hal
yang menjadi masalah pokok suatu penyelidik.

Menurut Langeverld dalam Muhammad In’am Esha objek pengetahuan dibedakan


menjadi tiga:

a. Objek empiris yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada dan dapat ditangkap
oleh indra lahir dan indera batin
b. Objek ideal yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya tiada dan menjadi ada berkat
akal.
c. Objek transendal yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada tetapi berada diluar
jangkauan pemikiran dan perasaan manusia

13
Pengetahuan adalah tanggapan subjek terhadap objek yang diketahui dengan
demikian tanggapan merupakan penilaian subjek terhadap objek. Oleh karena itu dalam hal
ini kebenaran ada dua sisi:

a. Benarnya fakta(bukti) adalah kebenaran objek (diluar dunia)


b. Benarnya ide (tanggapan) adalah kebenaran subjek (di dunia luar)

Fakta bersifat objektif, sehingga fakta tidak dapat disalahkan atau dipersalahkan karena
memang demikian adanya sekalipun negatif. Oleh karena itu ada dua kemungkinan yang
terjadi yaitu faktanya benar dan tanggapan subjek benar dan faktanya benar dan tanggapan
subjek salah. Dalam kebenaran ilmiah apakah kebenaran objektif dapat diterima ? langeveld
menjawab kebenaran yang sesungguhnya tidak lepas dari gabungan subjek dan objek.

Kebenaran ini ia sebut dengan kebenaran dasar yaitu ada hubungan antara subjek dan objek.
Namun, hal ini juga dibantah, kebenaran dasar belum mencapai tingkat dijamin ilmiah. lantas
jika kebenaran sifatnya relatif apa gunanya manusia berpengatahuan? Untuk menjawab
pertanyaan ini perlu diingat kembali tentang teori pengetahuan. Teori- teori itu dapat menjadi
acuan bagi kebenran ilmiah.

Inti dari kebenaran ilmiah adalah penjelasan tentang objek seperti apa adanya tanpa ada
pengaruh sedikitpun oleh keadaan subjek. Objek dijelaskan dibuktikan dengan nyata dalam
keadaan tanpa ada manipulasi atau perubahan tanggapan dari subjek. Jika terjadi manipulasi
maka hal ini jelas keluar dari koridor arti kebenaran bahwa pengetahuan tidak sesuai dengan
keadaan objek, dan ini jelas terjadi kekeliruan yang jelas pengetahuan ini tidak dapat
diterima.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Artinya


pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui . jika pengetahuan benar
adalah pengetahuan obyektif. Sedangkan yang dimaksud kebenaran ilmiah adalah kebenaran
yang sesuai dengan fakta dan mengandung isi pengetahuan.

Untuk menentukan kepercayaan dari sesuatu yang dianggap benar, para filosof bersandar
kepada tiga cara untuk menguji kebenaran yaitu koresponden (yakni persamaan dengan
fakta), teori koherensi atau konsistensi dan teori pragmatis. Ketiga teori kebenran ini
kelihatannya tidakbisa dipakai sebagai pedoman untuk mengukur kebenaran realitas sebagai
objek materi pada filsafat ilmu pengetahuan karena masing-masing mempunyai titik
kelemahan. Namun secara ontologis dan epistemologis tampaknya bisa memberikan jalan
keluar bagi pemecahan persoalan yang muncul dalam realitas itu sendiri.karena ilmu
pengetahuan mempunyai aspek yang etis maka teori koheren, korespondensi, dan pragmatis
perlu dipertimbangkan secara berturut-turut dan bersamaan.

Kebenaran ilmiah menghendaki adanya pengetahuan dapat diterima, karena kebenaran ilmiah
muncul melalui syarat-syarat ilmiah, metode ilmiah, didukung teori yang menunjang serta
didasarkan kepada data empiris dan dapat dibuktikan. Sangat rasional jika kebenran yang
semacam ini menghendaki adanya objek dikaji apa adanya tanpa campur tangan subjek.

B.SARAN.

Dengan memahami tentang kebenaran ilmiah dapat menjadi manusia yangselalu berusaha
menemukan kebenaran, melalui beberapa carayangditempuhuntuk memperoleh kebenaran,
antara lain dengan menggunakan

15
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Maufur. 2012.Filsafat Ilmu. Bandung: CV Bintang WarliArtika.Dr. Maufur. 2008.

Filsafat Ilmu. Bandung: CV Bintang WarliArtika.Susanto, A.2011.

Filsafat Ilmu.Jakarta: Bumi aksara.Katsoff, Louis O.1987.

Pengantar Filsafat.Yogyakarta:Medio Agustus.Ihsan, Fuad. 2010.

Filsafat Ilm.Jakarta: Rineka cipta.http://makalahmeza.blogspot.co.id/2012/04/makalah-


filsafat-ilmu-tentang-teoi.html

16

Anda mungkin juga menyukai