Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FILSAFAT HUKUM ISLAM

DOSEN PENGAMPU : JASMIATI, M.H

Oleh :

 Mukarrom zamzam
 Awwalu Masfi Smm

PROGRAM STUDI (AKHWAL SYAHSIYYAH)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
TUANKU TAMBUSAI
PASIR PENGARAIAN
ROKAN HULU
RIAU
2022 M
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja & puji syukur atas rahmat & ridho
Allah SWT.karena tanpa rahmat & ridho-Nya, kami tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa pula kami ucapkan
terima kasih kepada Bapak Ma’shum Ahmad, M.H. selaku dosen pengampu
“Filsafat Hukum Islam” yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah
ini. Kami juga mengucapkan kepada teman-teman kami yang selalu setia
membantu kami dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah
ini.

            Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang “Hubungan Filsafat Hukum
Islam Dengan Ilmu-Ilmu Lainnya”. Mungkin dalam pembuatan makalah ini
terdapat kesalahan yang belum kami ketahui. Maka dari itu kami mohon saran &
kritik dari teman-teman maupun dosen demi tercapainya makalah yang sempurna.

Tandun, 21 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang........................................................................................ 1

B.     Rumusan masalah................................................................................... 1

C.     Tujuan..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A.    Teori kebenaran............................................................................. 2           

B.     Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama.................................................... 2

C.     Agama Sebagai Kebenaran Mutlak........................................................... 5

D.    Hubungan Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama.................................. 8

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan.............................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Jika kita berbicara filsafat, kita seakan berada pada ranah yang sangat abstrak,
dan filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat, filsafat hukum mempunyai
fungsi yang strategis dalam pembentukan hukum di Indonesia. Namun dalam
fungsinya strategis tersebut, filsafat tidaklah bisa dipisahkan dengan ilmu-ilmu
lainnya dalam mencari suatu kebenaran.

B.  Rumusan Masalah

1.      Apa saja teori-teori kebenaran ?

2.      Apa pengertian dari Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama ?

3.      Bagaimana konsistensi Agama Sebagai Kebenaran Mutlak ?

4.      Bagaimana hubungan Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama ?

C.  Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu untuk dilakukan kajian-kajian atau
pembahasan tentang masalah yang terkait dengan “Hubungan Filsafat Dengan
Ilmu Lainnya” dengan tujuan :

1.      Dapat mengetahui teori teori kebenaran.

2.      Dapat mengetahui pengertian dari Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama.

3.      Dapat mengetahuikonsistensi Agama Sebagai Kebenaran Mutlak.

4.     Dapat mengetahuihubungan Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori kebenaran

Teori kebenaran itu di bagi 3 yaitu :

1.      Teori Korespondensi

Menurut teori ini, kebenaran merupakan kesesuaian antara data atau


statemen dengan fakta atau realita.

2.      Teori Koherensi

Teori koherensi menyatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan


keputusan baru dengan keputusan-keputusan yang telah diketahui dan
diakui kebenarannya terlebih dahulu.

3.      Teori Pragmatis

Dalam teori ini, sebuah proposisi dinyataan sebagai suatu kebenaran


apabila ia berlaku, berfaedah dan memuaskan. Kebenaran dibuktikan
dengan kegunaannnya, hasilnya dan akibat-akibatnya.

B. Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama

1.      Ilmu Pengetahuan

a.       Definisi Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan menurut Ensiklopedia Indonesia adalah suatu sistem dari


berbagai pengetahuan mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun
sedemikian rupa, menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan, suatu
sistem dari berbagai pengetahuan didapatkan sebagai hasil pemeriksaan yang
dilakukan secara teliti dengan memakai metode tertentu (induksi, deduksi).

Ashley Montagu, guru besar Rutgers University, menyimpulkan bahwa yang


dimaksud ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem
yang berasal dari pengamatan, studi, dan percobaan untuk menentukan hakikat
dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.[1]

b.      Sikap Ilmiah

Sikap ilmiah adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh ilmuan dalam
mempelajari, meneruskan, menerima atau menolak, dan mengubah atau
menambah suatu ilmu. Sikap ilmiah tersebut pada intinya adalah :

1)      Skeptis, sikap skeptis berarti senantiasa meragukan setiap ilmu pengetahuan.


Sikap ini dilanjutkan dengan hasrat, minat, dan semangat yang menyala untuk
mencari jawaban yang memuaskan dari beragai persoalan.

2)      Obyektif, menghindari subyektifitas, emosi, perasangka, dan pemihakan.

3)      Berani dan intelek, berani menyatakan kebenaran dan tidak mundur oleh
tekanan, tidak menyerah dan putus asa dalam mencari kebenaran.

4)      Terbuka, kesediaan untuk menyatakan “saya keliru” apabila terbukti adanya


kesalahan.

5)      Sederhana, rendah hati dan toleran terhadap sesuatu yang telah diketahui dan
tidak diketahui.

c.       Relativitas Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah selesai dipikirkan. Ia


merupakan suatu hal yang tidak mutlak. Kebenaran yang dihasilkan ilmu
pengetahuan bersifat relatif (nisbi), positif, dan terbatas. Hal ini disebabkan karena
ilmu pengetahuan tidak mempunyai alat lain dalam menguak rahasia alam kecuali
indera dan kecerdasan (otak)- termasuk di sini peralatan yang diproduksi oleh otak
manusia.

Hasil penelitian, penyelidikan dan percobaan ilmu pengetahuan lama, akan


disisihkan oleh penelitian, penyelidikan dan percobaan baru, yang dilakukan
dengan metode-metode baru dan dengan perlengkapan-perlengkapan yang lebih
sempurna. Teori Enstein yang didasarkan atas studi percobaan-percobaan
Michelsou dan Morley, misalnya, menyisihkan ketentuan fisik Newton. Teori
Relativitas Enstein inipun bukanlah kebenaran mutlak, ia tetap terbuka terhadap
kritik.

2.      Filsafat
Tujuan filsafat adalah memberikan Weltanschauung (filsafat hidup).
Weltanschaungg mengajari manusia untuk menjadi manusia yang sebenarnya,
yaitu manusia yang mengikuti kebenaran, mempunyai ketenangan pikiran,
kepuasan, kemantapan hati, kesadaran akan arti dan tujuan hidup, gairah rohani
dan keinsafan; setelah itu mengaplikasikannya dalam bentuk topangan atas dunia
baru, menuntun kepadanya, mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan, berjiwa
dan bersemangat universal, dan sebagainya.

Adapun alat yang dipergunakan filsafat adalah akal. Akal merupakan satu
bagian rohani manusia. Keseluruhan rohani-perasaan, akal, intuisi, pikiran, dan
naluri atau seluruh kedirian manusia-tentunya lebih ampuh dan manjur daripada
sebagian daripadanya. Sedangkan keseluruhan rohani itu sendiri, merupakan
bagian dari manusia. Manusia merupakan makhluk yang tidak sempurna. Sebuah
institusi yang tidak sempurna tidak dapat mencapai kebenaran yang sempurna,
kecuali apabila mendapat uluran tangan dari Yang Maha Sempurna.

Keterangan di atas memberikan pemahaman, bahwa seperti kebenaran


ilmu pengetahuan yang bersifat positif dan relatif karena bersandar kepada
kemampuan manusia semata, kebenaran filsafat juga bersifat relatif, subyektif,
alternatif, dan spekulatif, karena ia bersandar pada kemampuan akal juga.

3.      Agama

H. Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya Ilmu, Filsafat dan Agama


menguraikan definisi agama, antara lain beliau menulis tentang religion dan
agama sebagai berikut :

Selain perkataan agama dalam bahasa Latin yaitu religion. Dalam bahasa-


bahasa barat sekarang bisa disebut Religion dan religious. Dalam bahasa arab
disebut Ad-Din dengan memanjangkan huruf I. Atau sempurnanya disebut Al-
dien.

Namun,terdapat ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh semua agama di dunia.


Ciri-ciri tersebut merupakan titik-titik persamaan agama-agama. Titik-titik
persamaan itu adalah kebaktian, pemisahan antara yang sakral dengan profan,
kepercayaan terhadap jiwa, kepercayaan kepada Tuhan, penerimaan hal
supranatural dan keselamatan. Dari titik-titik persamaan itu dapat diambil
pemahaman bahwa yang dimaksud dengan agama adalah sesuatu yang berasal
dari Tuhan, berupa ajaran tentang ketentuan, kepercayaan, kepasrahan, dan
pengamalan, yang diberikan kepada makhluk yang berakal, demi keselamatan dan
kesejahteraannya di dunia dan di akhirat.

G.    Agama Sebagai Kebenaran Mutlak

1.      Keterbatasan Akal

Akal adalah salah satu potensi manusia yang berkesanggupan untuk


mengerti dan memahami sedikit tentang realitas kosmis kemudian mengolah dan
merubah sebatas kemampuan serta, menjelajahi dunia rohaniah.  Penggunaan akal
tanpa diiringi dengan keimanan pada agama dan kepercayaan pada keterbatasan
akal akan membuat manusia mempertuhankan akal dan terjerumus dalam jurang
kesalahan. Akal dapat berargumentasi tentang ada dan tiadanya tuhan. Rasio dapat
menggambarkan Tuhan dalam berbagai corak, seperti pantheisme, politheisme,
monotheisme, dua-theisme, tri-theisme dan lain-lain. padahal, Tuhan bukanlah
obyek pengenalan seperti benda-benda lain. satu-satunya yang dapat mengerti
Tuhan adalah Tuhan sendiri, manusia dapat mengenal Tuhan hanya melalui
penjelasan Tuhan saja. Itulah satu-satunya sumber pengetahuan tentang Tuhan.
Penjelasan Tuhan mengenai dirinya bukanlah wilayah rasio manusia. Manusia
meskipun berfikir tentang Tuhan dengan filsafat, pada akhirnya harus meyakini
adanya Allah melalui firmannya. Masalah ini tidak cukup dengan ilmu, akal, dan
bukti, tapi harus dengan kepercayaan.

2.      Kebenaran Agama

Dengan keterbatasan akal manusia itu tidak berarti Tuhan dalam


menciptakan manusia itu bertujuan untuk kecelakaan, kebingungan, dan
kesengsaraan umat manusia. Keterbatasan itu menunjukkan adanya Yang Maha
Sempurna. Terhadap kebingungan manusia dan problematika mereka yang tak
terselesaikan, Tuhan memberikan jalan pembebasan. Dengan sifat Rahman dan
RahimNya (kasih dan sayang-Nya), Allah berkenan menurunkan wahyuNya
kepada manusia sebagai petunjuk, cahaya, dan rahmat agar mereka menemukan
kebenaran hakiki dan asasi yang tidak dapat dicapai sekedar dengan akalnya, juga
agar manusia mendapat jawaban yang pasti atas persoalan-persoalan yang tidak
dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan dan filsafat.

Berulangkali Allah berfirman bahwa Dia-lah Yang Maha Benar dan


sumber segala kebenaran. Al-Qur’an yang merupakan firmanNya adalah kitab
kebenaran diturunkan sebagai petunjuk, rahmat, dan cahaya bagi semesta alam. Di
samping itu Allah juga menegaskan, bahwa Islam adalah agama yang benar.
Dengan ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an, Allah memutuskan berbagai
problematika asasi yang tidak dapat dipecahkan dengan akal manusia. Di antara
firman Allah mengenai hal-hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa ayat dalam
Al-Qur’an.

H.    Hubungan Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama

Allah SWT. berfirman:

‫فبشر عبا دي الذين يستمعون القول ويتبعون احسنه‬

Artinya: “Berikanlah kabar gembira hamba-hambaku yang mau mendengarkan al-


Qaula (ide, pendapat), kemudian mengikuti yang paling baik”. (Qs. Al-Zumar/39:
17-18)

Dari ayat di atas, dapat ditimba pemahaman bahwa di samping ada kebenaran
mutlak yang terdapat pada agama dan terejawantahkan dalam wujud al-Qur’an,
juga diakui adanya kebenaran yang sesuai dengan kebenaran mutlak, yaitu
kebenaran yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an. Kebenaran tersebut
merupakan hasil usaha manusia dengan akalnya. Akal adalah pemberian Allah
Yang Maha Benar, dan Allah menciptakannya tidaklah dengan kesia-siaan.
Karena itu, akal bukanlah untuk disia-siakan, tapi harus dimanfaatkan. Meski
kebenarannya relatif, bukan berarti produk akal lantas ditinggalkan. Kebenaran
relatif harus dimanfaatkan dengan senantiasa mengingat sifat kerelatifannya.
Artinya, dalam berpegang kepada kebenaran relatif, seseorang harus siap untuk
meninggalkannya manakala diketemukan hasil yang lebih benar dan lebih dapat
dipertanggungjawabkan. Manakala kebenaran ralatif bertentangan dengan
kebenaran mutlak, ia harus segera berpindah kepada kebenaran mutlak tersebut.

Dengan keterangan di atas jelaslah, bahwa di samping ada kebenaran mutlak


yang langsung datang dari Allah SWT., diakui pula eksistensi kebenaran relatif
sebagai hasil budaya manusia, baik kebenaran itu berupa kebenaran spekulatif
(filsafat) dan kebenaran positif (ilmu pengetahuan) maupun kebenaran sehari-hari
(pengetahuan biasa).

Adapun contoh hubungan ilmu filsafat hukum islam dengan ilmu lainnya, yaitu:

1.       Filsafat Islam dan Tasawuf


Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Asal kata Tasawuf yaitu sufi, yakni sejenis wol kasar yang
terbuat dari bulu yang dipakai oleh orang-orang yang hidup sederhana namun,
berhati suci dan mulia. Orang yang menggunakan sufi ini adalah Nazrudin Khoja.
Ia menggunakan sufi pada saat acara pesta. Pada saat menghadiri pesta, ia diusir
oleh tuan rumah karena menggunakan pakaian yg tidak layak untuk menjadi
seorang tamu undangan.

2.      Perbedaan Antara Filsafat Islam dan Tasawuf

 Filsafat memakai akal, logika, dan argumentasi. Sedangkan tasawuf


menempuh jalan mujahadah (pengekangan hawa nafsu) dan musyahadah
(pandangan batin) bahasa intuisi dan pengalaman batin.

a)      Objek filsafat membahas segala yang ada (al maujudah), sedangkan tasawuf
membahas mengenal Allah SWT.

b)      Adanya saling kritik antara kaum sufi dan kaum filosof Islam seperti kritik Al-
Ghazali terhadap filsafat dan Ibnu Rusyd terhadap tasawuf.

3.      Filsafat Islam dan Ushul Fiqh

Ushul Fiqh adalah ilmu yang mempelajari tentang dasar-dasar hukum


islam. Penyusun ilmu, pertama kali adalah Imam Syafi'i dengan bukunya yang
berjudul al-Risalat. Dalam menetapkan hukum syariat islam, ushul fiqh
menggunakan pemikiran filosofis. Bahkan cenderung mengikuti ilmu logika
dengan cara memberikan definisi-definisi terlebih dahulu. Dalam ushul fiqh
dikenal dengan konsep ijtihad (usaha mengeluarkan ketentuan hukum dengan akal
pikiran), al-ra'y (akal pikiran), al-qiyas ( analogi), 'ilat (sebab).

3.      Filsafat Islam dan Sains

Filosof adalah ilmuwan, tetapi tidak setiap ilmuwan itu filosof. Mengapa
demikian? Karena filsafat berdiri atas dasar ilmu pasti dan alam. Pada masa
peradaban Islam memiliki kejayaan, filsafat, sains, dan agama berpadu menjadi
satu. Oleh karena itu, filsafat, sains, dan agama mempengaruhi antara satu dengan
yang lainnya. Pada abad ke-6 H, terjadi terputusnya hubungan filsafat dan sains.
Terputusnya hubungan ini diakibatkan karena munculnya baitul hikam yaitu
rumah peradaban dan laboratorium. Baitul hikam ini dibakar oleh penjajah Eropa,
kemudian mereka menjarah semua buku dan membuangnya ke laut. Filsafat Islam
menjadi Filsafat Skolastik. Mengapa demikian? sejarah mengatakan bahwa gereja
lebih banyak mengontrol ilmu.

BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa dalam


mencetuskan suatu ilmu pengetahuan, bahwa di samping ada kebenaran mutlak
yang langsung datang dari Allah SWT. diakui pula eksistensi kebenaran relatif
sebagai hasil budaya manusia, baik kebenaran itu berupa kebenaran spekulatif
(filsafat) dan kebenaran positif (ilmu pengetahuan) maupun kebenaran sehari-hari
(pengetahuan biasa).

DAFTAR PUSTAKA
Djamil, Fathurrahman. 1999. FilsafatHukum Islam.Ciputat : Logos WacanaIlmu.

Anshori, EndangSaifuddin. 1987. Ilmu, Filsafatdan Agama. Surabaya :BinaIlmu


Offset.

Saebani, Beni Ahmad. 2007. FilsafatHukum Islam. Bandung :PustakaSetia.

Ismail, Muhammad Syah.1992. FilsafatHukum Islam. Jakarta : Radar Jaya Offset.

Ahmad, AzharBasyir. 2000. Pokok-PokokPersoalanFilsafatHukum Islam.


Yogyakarta : UII Press.

Anda mungkin juga menyukai