Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masturbasi adalah sebuah fenomena umum dan sering didiskusikan yang
terdapat di mana-mana, baik pada anak kecil, anak-anak muda, orang dewasa
maupun pada mereka yang sudah berkeluarga, terutama pada golongan
masyarakat dengan pendidikan yang lebih tinggi bahkan juga masih terdapat pada
orang-orang yang sudah tua.1 Hal ini jelas bertentangan dengan norma Islam yang
memerintahkan agar umat Islam menjaga kehormatannya (kemaluannya) dan
meninggalkan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat. Hal ini bersandar pada
dalil Al-Qur’an:

‫( اَهلل نعلَٰ ٰى اَنمزنواَهجههمم اَنمو نما نملَننك م‬5) ۙ ‫حفهظرمونن‬


‫( فننمهن اَمبنتغَٰى‬6) ۚ‫ت اَنمينمانرهرمم فنا هنلهرمم نغميرر نملَرموهممينن‬ ٰ ‫نواَللهذمينن هرمم لهفرررموهجههمم‬
‫ك فنراولٰٕۤىه ن‬
(7) ۚ ‫ك هررم اَملعْٰردمونن‬ ‫راَنء ذٰله ن‬
ۤ ‫نو ن‬

Artinya: (5) Dan orang yang memelihara kemaluannya, (6) kecuali terhadap istri-
istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka
tidak tercela. (7) Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya),
maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Gejala masturbasi pada usia pubertas dan remaja, banyak sekali terjadi. Hal
ini disebabkan oleh kematangan seksual yang memuncak dan tidak mendapat
penyaluran yang wajar; lalu ditambah dengan rangsangan-rangsangan ekstern
berupa buku-buku dan gambar porno, film biru, meniru kawan dan lain-lain.2

Oleh sebagian orang, masturbasi dianggap sebagai sebuah kebiasaan yang


menyenangkan. Tetapi pada kelompok lain justru dianggap merupakan aktivitas
penodaan diri atau “zelfbevekking” yang dapat menimbulkan kelainan

1 Kesehatan Mental, Moeljono Notosoedirjo, Latipun, Universitas Muhammadiyah Malang, 2000.


Hal. 23.

2 Ibid.hal 30.

1
psikosomatik dan aneka dampak buruk lainnya mungkin membutuhkan
penanganan medis (Yudi, 2008).3

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, kita dapat merumuskan masalah, bahwa banyak
Anak-anak remaja itu sangat rentan dengan masalah yang berhubungan dengan
seks termasuk juga yang berhubungan dengan onani. Jadi dapat dirumusan
masalahnya ialah:
1. Apakah onani/manstrubasi itu?
2. Apa onani/manstrubasi dalam pandangan kesehatan mental?
3. Apa dampak onani/manstrubasi pada kesehatan mental?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian onani dan dampaknya bagi kesehatan
reproduksi.
2. Untuk mengetahui onani/manstrubasi dalam pandangan kesehatan mental
3. Untuk dampak onani/manstrubasi pada kesehatan mental

3 “Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita”. Manuaba, Ida Bagus Gde. (1998). Jakarta ;Arcan,
hal.10.

2
BAB II
PEMBAHASAN
I. ONANI/MASTURBASI

A. Pengertian Onani/manstrubasi

Onani mempunyai arti sama dengan masturbasi. Namun ada yang


berpendapat onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki, sedangkan istilah
masturbasi diperuntukkan bagi perempuan. Istilah onani diambil dari seseorang
bernama Onan yang sejak kecil sering merasa kesepian. Untuk mengatasi rasa
kesepiannya ia mencari hiburan dengan cara membayangkan hal-hal erotis sambil
mengeksplorasi bagian-bagian tubuhnya yang sensitif sehingga mendapatkan
kenikmatan. Kemudian nama Onan ini berkembang menjadi onani.4

Onani/Masturbasi adalah menyentuh, menggosok dan meraba bagian tubuh


sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk mendapat
kepuasan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan
alat. Biasanya masturbasi dilakukan pada bagian tubuh yang sensitif, namun tidak
sama pada masing-masing orang, misalnya : puting payudara, paha bagian dalam,
alat kelamin (pada perempuan terletak pada klistoris dan sekitar vagina :
sedangkan pada laki-laki terletak pada sekitar kepala dan leher penis). Misalnya
laki-laki melakukan onani dengan meraba penisnya, remaja perempuan
menyentuh klistorisnya hingga dapat menimbulkan perasaan yang sangat
menyenangkan atau bisa timbul ejakulasi pada remaja laki-laki.5

Secara medis onani/mastrubasi tidak akan mengganggu kesehatan. Orang


yang melakukannya tidak akan mengalami kerusakan pada otak atau bagian tubuh
lainnya. Onani/mastrubasi juga tidak menimbulkan resiko fisik seperti mandul,
impotensi, dan cacat asal dilakukan secara aman, steril, tidak menimbulkan luka
dan infeksi. Resiko fisik umumnya berupa kelelahan. Pengaruh mastrubasi
biasanya bersifat psikologis seperti rasa bersalah, berdosa, dan rendah diri karena

4 Ibid, hal 10

5 “Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3”. Mansjoer, Arif, dkk. (2000). Jakarta; Media
Aesculapius. hal, 21.

3
melakukan hal-hal yang tidak disetujui oleh agama dan nilai-nilai budaya
sehingga jika sering dilakukan akan menyebabkan terganggunya konsentarsi pada
remaja tertentu.

B. Onani/Manstrubasi Dalam Pandangan Kesehatan Mental6


I. Pengertian Kesehatan Mental
Terdapat berbagai cara dalam memberikan pengertian mental yang sehat
yaitu :
1. Sehat mental karena tidak mengalami gangguan mental
Kalangan klinisi klasik menekankan bahwa orang yang sehat mentalnya
adalah orang yang tahan terhadap sakit jiwa atau terbebas dari sakit dan
gangguan jiwa. Dengan kata lain, sehat dan sakit mental itu bersifat
nominal, yang dapat dibedakan secara tegas kelompok-kelompoknya. Sehat
dengan pengertian “terbebas dari gangguan ” bearti jika ada gangguan
sekalipun sedikit adanya, seseorang itu dianggap tidak sehat.
2. Sehat mental jika tidak sakit akibat adanya stressor
Clausin memberi batasan yang berbeda dengan pandangan klinisi klasik.
Menurutnya orang yang sehat mentalnya adalah orang dapat menahan diri
untuk tidak jatuh sakit akibat stressor (pembuat stres). Seseorang yang tidak
sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini
adalah orang yang sehat (notosoedirdjo, 1980; scott, 1961).
Pengertian clausin memperoleh banyak kritik terutama berkaitan dengan
kemampuan seseorang dalam merespon stressor. Kritik yag dimaksud
adalah bahwa setiap orang memiliki kerentanan (susceptibility) yang
berbeda terhadap stressor karena faktor genetik, proses belajar,dan
budayannya.
3. Sehat mental jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras dengan
lingkungannya
Michael dan kirk patrick memandang bahwa individu yang sehat mentalnya
jika terbebas dari gejala psikiatris dan individu itu berfungsi secara optimal
dalam lingkungan sosialnya. Seseorang yang sehat mental itu jika sesuai
dengna kapasitasnya diri sendiri, dapat hidup tepat yang selaras dengan
lingkungan (Notosoedirdjo, 1980; scott, 1961).

6 Ibid, 43.

4
4. Sehat mental karena tumbuh dan berkembang secara positif
Frank, L.k merumuska pengertian kesehatan mental secara lebih
komprehensif dan melihat sisi kesehatan mental secara “positif”. Dia
mnegemukankan bahwa kesehatan mental merupakan orang yang terus
menerus tumbuh, berkembag dan matang dalam hidupnya, menerima
tanggung jawab, menentukan penyesuaian (tanpa membayar terlalu tinggi
biayanya sendiri atau oleh masyarakat) dalam berpartisipasi dalam
memelihara aturan sosial dan tindakan dalam budayanya (notosoedirdjo,
1980; scott, 1961).
Federasi kesehatan mental dunia (world faderation for mental health) pada
saat kongres kesehatan mental di london, 1948 merumuska kesehata mental
sebagai berikut:7
a) Kesehatan mental memungkinkan adanya perkembangan yang optimal
baik secara fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai
dengan keadaan orang lain.
b) Sebuah masyarakat yag baik adalah masyarakat yang membolehkan
perkembangan ini pada anggota masyarakatnya selain pada saat yang
sama menjamin dirinya berkembang dan toleran terhadap masyarakat
yang lain (WFMH, 1961).

Untuk membatu memahami makna kesehatan mental, terdapat prinsip-


prinsip yang dapat dijadikan sebagai pegangan bagi kita (altrocchi, 1980;
lehtinen, 1989). Prinsip-prinsip kesehatan mental sebagai berikut:
a. Kesehatan mental adalah lebih dari tiadanya perilaku abnormal. Prinsip
ini menegaskan bahwa yang dikatakan sehat mentalnya tidak cukup
kalau dikatakan sebagai orang yang tidak mnegalami abnormalitas atau
orang yang normal.
b. Kesehatan mental adalah konsep yang ideal. Perinsip ini menegaskan
bahwa kesehatan mental menjadi tujuan yag amat tinggi bagi seseorang.
Apalagi didasari bahwa kesehatan mental itu bersifat kontinum.
c. Kesehatan mental sebagai bagian dan karakteristik kualitas hidup.
Prinsip ini menegaskan bahwa kualitas hidup seseorang salah satunya
ditunjukkan oleh kesehatan mentalnya.

7 Ibid, 13

5
II. Kategori /Penggolongan gejala kesehatan mental8

Kategori gejala-gejala yang sering dialami penderita kesehatan mental adalah:

a. Onani (mastrubasi), orang yang diserang gejala ini mencari


kepuasan seksual dengan anggota tubuhnya secara berlebihan atau tidak
wajar, yang biasanya dilakukan dalam periode tertentu dalam hidupnya.

b. Homo seksual, orang yang diserang gejala ini berkeinginan untuk


berhubungan dengan orang yang sejenis saja.

c. Sadsism, gejalanya disebabkan oleh adanya rasa ketidakpuasan


seksual, kecuali apabila ia dapat menimbulkan kesakitan (fisik atau
perasaan) terhadap orang yang dicintainya. Bahkan mungkin memukul,
melukai atau membunuh orang yang dicintainya demi kepuasan
seksualnya

D. Dampak Terhadap Kesehatan Mental9


Onani atau Impuls-impuls autoerotic (masturbasi) terdapat pada semua
manusia. Perbedaannya hanya terletak pada bagaimana cara kita
menyelesaikan dorongan-dorongan tersebut. Beberapa dari kita merepresikan
dorongan tersebut untuk memuaskan dirinya, sementara yang lain
mengekspresikan keinginannya untuk mendapatkan pemuasan seksual.
Salah satu dorongan manusia yang sering menyebabkan manusia mendapat
kesulitan pribadi dan sosial adalah dorongan seksual, yang pada kenyataannya
sering menghadapkan manusia kepada suatu keadaan yang mendesak dan
sangat membujuk untuk memperoleh pemuasan seksual dengan segera. Adanya
persoalan seksual pada individu dapat menyebabkan individu yang

8 Ibid, 14.

9 Kesehatan Mental, Latipun, Moeljono Notosoedirjo, Universitas Muhammadiyah


Malang, 2000. Hal, 15.

6
bersangkutan sering dihadapkan pada keadaan yang seolah-olah ada
kecenderungan untuk jatuh ke tingkat yang immature atau infantil dan setiap
usaha untuk bertingkah laku seksual yang matur terhambat karenanya.
Masturbasi memunculkan banyak mitos tentang akibatnya yang merusak
dan memalukan. Citra negatif ini bisa dilacak jauh ke belakang ke kata asalnya
dari bahasa Latin, mastubare, yang merupakan gabungan dua kata Latin manus
(tangan) dan stuprare (penyalahgunaan), sehingga berarti “penyalahgunaan
dengan tangan”.
Anggapan memalukan dan berdosa yang terlanjur tertanam disebabkan
karena porsi “penyalahgunaan” pada kata itu hingga kini masih tetap ada dalam
terjemahan modern, meskipun para aparatur kesehatan telah sepakat bahwa
masturbasi tidak mengakibatkan kerusakan fisik maupun mental. Tidak juga
ditemukan bukti bahwa anak kecil yang melakukan perangsangan diri sendiri
bisa mengalami celaka. Yang terjadi adalah, sumber kepuasan seksual yang
penting ini oleh beberapa kalangan masih ditanggapi dengan rasa bersalah dan
kecemasan karena ketidaktahuan mereka bahwa masturbasi adalah kegiatan
yang aman, juga karena pengajaran agama berabad-abad yang menganggapnya
sebagai kegiatan yang berdosa. Terlebih lagi, banyak di antara kita telah
menerima pesan-pesan negatif dari para orang tua kita, atau pernah dihukum
ketika tertangkap basah melakukan masturbasi saat kanak-kanak.10
Pengaruh kumulatif dari kejadian-kejadian ini seringkali berwujud
kebingungan dan rasa berdosa, yang juga seringkali sukar dipilah. Saat di mana
masturbasi menjadi begitu berbahaya adalah ketika ia sudah merasuk jiwa
(kompulsif). Masturbasi kompulsif – sebagaimana perilaku kejiwaan yang lain
– adalah pertanda adanya masalah kejiwaan dan perlu mendapatkan
penanganan dari dokter jiwa. 8 Fase akhir jika masturbasi konfulsif tidak
diselesaikan dengan tepat adalah munculnya fenomena sexual addicted, sebuah
ketagihan akan kegiatan-kegiatan seksual. Secara fisik, masturbasi dapat
menyebabkan kelecetan atau rusaknya mukosa dan jaringan lain dari organ

10 Ibid. 15.

7
genitalia yang bersangkutan, baik akibat penggunaan alat bantu masturbasi atau
hanya dengan menggunakan tangan dan jemari.

C. Korelasi Kesehatan Mental Dan Ketenangan

1. Manusia Dan Agama

Psikologi agama merupakan salah satu bukti adanya perhatian khusus para
ahli pskologi terhadap peran agama dalam kehidupan dan kejiwaan
manusia. Pendapat yang paling ekstrem pun tentang hal itu masih
menunjukkan batapa agama sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan
pribadi manusia yang erat kaitannya dengan gejala-gejala psikologis. Dalam
beberapa bukunya Sigmun Freud yang dikenal sebagai pengembang
psikoanalisis mencoba mengungkapkan hal itu. Agama menurut Freud
tampak pada prilaku manusia sebagai sebagai simbolisasi dari kebencian
terhadap ayah yang direfleksi dalam bentuk rasa takut kepada Tuhan.

Secara psikologis, agama adalah ilusi manusia. Manusia lari kepada


agama karena rasa ketidak berdayaan menghadapi bencana. Dengan
demikian, segala bentuk prilaku keagamaan merupakan prilaku manusia
yang timbul dari dorongan agar dirinya terhindar bahaya dan dapat
memberikan rasa aman. Untuk keperluan itu manusia menciptakan Tuhan
dalam pemikirannya.

Kegiatan keagamaan menjadi faktor penguat sebagai prilaku yang


meredakan ketegangan. Lembaga-lembaga termasuk lembaga keagamaan,
bertugas menjaga dan mempertahankan perilaku atau kebiasaan masyarakat.
Manusia menanggapi tuntutan yang terkandung dalam lembaga itu dan ikut
melestarikan lewat cara mengikuti aturan-aturan yang telah baku.

Prilaku keagamaan menurut pandangan Behaviorisme erat kaitannya


dengan prinsip reinforcement (reward and punishment). Manusia berprilaku
agama karena didorong oleh rangsangan hukuman dan hadiah. (pahala).

8
Manusia hanyalah sebuah robot yang bergerak secara mekanis menurut
pemberian hukuman dan hadiah.

2. Agama Dan Kesehatan Mental11

Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan


manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor
tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-
masing. Namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan
rasa keagamaan kelihatannya sulit dilakukan, hal ini Karena manusia
ternyata memiliki batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk
kepada Zat yang gaib, ketundukan ini merupakan bagian dari intern manusia
dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi (Self) ataupun hati nurani
(conscience of man).

Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam ruhani atau
dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan tenteram. Menurut H.C.
Witherington, permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan
serta prinsip-prinsip yang terdapat dalam lapangan psikologi, kedokteran,
psikiatri, biologi, sosiologi, dan agama.

Beberapa temuan dibidang kedokteran dijumpai sejumlah kasus


yang membuktikan adanya hubungan jiwa (psyche) dan badan (soma).
Orang yang merasa takut, langsung kehilangan nafsu makan, atau buang-
buang air. Atau dalam keadaan kesal dan jengkel, perut seseorang terasa
menjadi kembung. Dibidang kedokteran dikenal beberapa macam
pengobatan antaralain dengan menggunakan bahan-bahan kimia tablet,
cairan suntik atau obat minum), electro-therapia (sorot sinar, getaran, arus
listrik), (pijat), dan lainnya. Selain itu juga dikenal pengobatan tradisional

11 Diskursus Pendidikan Islam, Mansur Isna, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, 2001,
cet.ke-1. hal, 40.

9
seperti tusuk jarum (accupunctuur), mandi uap, hingga ke cara pengobatan
perdukunan.

Sejak berkembang psikoanalisis yang diperkenalkan oleh Dr. Breuer


dan S. Freud, orang mulai mengenal pengobatan dan hipotheria, yaitu
pengobatan dengan cara hipnotis. Dan kemudian dikenal pula adanya istilah
psikoterapi atau autotherapia (penyembuhan diri sendiri) yang dilakukan
tanpa menggunakan bantuan obat-obatan biasa. Sesuai dengan istilahnya,
maka psikoterapi dan autotherapia digunakan untuk menyembuhkan pasien
yang menderita penyakit ganguan ruhani (jiwa). Usaha yang dilakukan
untuk mengobati pasien yang menderita penyakit seperti itu, dalam kasus-
kasus tertentu biasanya dihubungkan dengan aspek keyakinan masing-
masing.12

Sejumlah kasus menunjukkan adanya hubungan antara keyakinan


dengan kesehatan jiwa atau mental tampaknya sudah disadari para ilmuan
beberapa abad yang lalu. Misalnya, pernyataan “Carel Gustay Jung”
diantara pasien saya setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab
penyakit kejiwaannya tidak dilatarbelakangi oleh aspek agama”.

Barangkali hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya


dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa,
terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap kekuasaan Tuhan.
Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan sikap optimis pada diri seseorang
sehingga muncul perasaan positif, seperti rasa bahagia, rasa sengang, puas,
sukses, merasa dicintai, atau rasa aman. Dengan kata lain, kondisi yang
demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah
kejadiannya, sehat jasmani dan ruhani.

Setiap orang bisa mengendalikan dirinya untuk menghindari dan


mencegah aktivitas onani/ masturbasi. Gunakan waktu luang dengan

12 Ibid, 51.

10
aktivitas yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Sesegera
hilangkan atau alihkan pikiran yang mengarah kepada rangsangan seks
kepada pikiran atau aktivitas lainnya. Seperti ngobrol hal-hal yang tidak
berbau seks, menyelesaikan tugas, menjalankkan hoby, olah raga, musik,
berorganisasi, atau lainnya. Puasa adalah salah satu cara yang efektif untuk
menahan nafsu seksual.13

BAB III
PENUTUP

13 http://ns-nining.blogspot.com/2008/10/materi-menstruasi.html, 14.30 WIB.

11
A. Kesimpulan
Onani/Masturbasi adalah menyentuh, menggosok dan meraba bagian tubuh
sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk mendapat
kepuasan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan
alat.Secara medis onani/mastrubasi tidak akan mengganggu kesehatan. Orang
yang melakukannya tidak akan mengalami kerusakan pada otak atau bagian tubuh
lainnya.
Onani/mastrubasi juga tidak menimbulkan resiko fisik seperti mandul,
impotensi, dan cacat asal dilakukan secara aman, steril, tidak menimbulkan luka
dan infeksi. Resiko fisik umumnya berupa kelelahan. Pengaruh mastrubasi
biasanya bersifat psikologis seperti rasa bersalah, berdosa, dan rendah diri karena
melakukan hal-hal yang tidak disetujui oleh agama dan nilai-nilai budaya
sehingga jika sering dilakukan akan menyebabkan terganggunya konsentarsi pada
remaja tertentu.

Kategori gejala-gejala yang sering dialami penderita kesehatan mental adalah:


a. Onani (Manstrubasi)
b. Homoseksual
c. Sadism
Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat, bila ia terhindar dari
gejala penyakit jiwa dan memanfatkan potensi yang dimilikinya untuk
menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya. Golongan yang kurang sehat adalah
orang yang merasa terganggu ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental
ini biasanya disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam menghadapi
kenyataan hidup, sehingga muncul konflik mental pada dirinya . Gejala-gejala
umum yang kurang sehat mentalnya
Keharmonisan antara fungsi jiwa dan tindakan dapat dicapai antara lain
dengan menjalankan ajaran agama dan berusaha menerapkan norma-norma
sosial, hukum, dan moral. Dengan demikian akan tercipta ketenangan batin yang
menyebabkan timbulnya kebahagiaan di dalam dirinya. Definisi ini menunjukkan
bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti fikiran, perasaan, sikap, pandangan dan
keyakinan, harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga menciptakan

12
keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat ragu- ragu dan bimbang,
serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.14

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gde. (1998). “Memahami Kesehatan Reproduksi


Wanita”. Jakarta ;Arcan
14 Ibid, 53

13
Mansjoer, Arif, dkk. (2000). “Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3”.
Jakarta; Media Aesculapius.
http://ns-nining.blogspot.com/2008/10/materi-menstruasi.html
Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, Global Pustaka Utama,
Yogyakarta, 2001, cet.ke-1.
Moeljono Notosoedirjo, Latipun, Kesehatan Mental, Universitas
Muhammadiyah Malang, 2000.
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, PT. Bulan
Bintang, Bandung, 1986, cet ke-7.

14

Anda mungkin juga menyukai