Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA


PERCABULAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK ( STUDI KASUS DI
KECAMATAN KOTA SOE KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN )

Oleh

MARDILIANO YOSAFAT ISU


NIM : 1702010569

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


FAKULTAS HUKUM
KUPANG
2020

1
PROPOSAL PENELITIAN

Judul Faktor Penyebab dan Upaya penanggulangan tindak pidana percabulan


terhadap Perempuan dan anak.
( Studi kasus Di Kecamatan Kota Soe Kabupaten Timor Tengah Selatan)

Pelaksanaan Penelitian
Nama : Mardiliano Yosafat Isu

Nim : 1702010569

Semester : VII

Fakultas : Hukum

Bagian : Hukum pidana

Penasehat akademi : Helsina F. Pello S. H.,M. HUM

Pembimbing : I. Debi F. Ng. Fallo S.H., M. HUM

: II. Maya Hehanusa S.H., M. HUM

Lokasi Penelitian : Timor Tengah Selatan

Jangka waktu penelitian : 50 hari

Biaya Penelitian : Rp. 2.000.000

Kupang, Agustus 2020

Mahasiswa

Mardiliano Yosafat Isu


NIM : 1702010569

Mengetahui Menyetujui,
Dekan Ketua Bagian Hukum Pidana

Dr Reny Rebeka Masu, S.H.,M.H Adrianus Djara Dima, S. H., M. HUM


NIP : 19630203 199003 2 002 NIP: 1966047 199005 1 002

2
PROPOSAL PENELITIAN
PROPOSAL PENELITIAN TELAH DISETUJUI UNTUK DI PERTHANKAN DALAM
SEMINAR PROPOSAL

DISETUJUI :

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

DEBI F. NG. FALLO S.H., M. HUM MAYA. HEHANUSA S.H., M. HUM


NIP: 19700525 199512 1 001 NIP: 1963050 1198903 2 001

3
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………….…………………………………..1


B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................10
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................................10
D. Manfaat Penelitian .........................................................................................................11

BAB II TUJUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Ruang lingkup Kriminologi.....................................................................12


B. Perlindungan hukum tindak pidana percabulan terhadap Perempuan dan anak….…….12
C. Tinjauan umum mengenai anak…………………………………………………………24
D. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan
Terhadap Perempuan dan anak…………………………………………………………24
E. Upaya Penanggulan Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak .........................……..28
F. Kerangka berpikir.............................................................................................................30

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ..............................................................................................................29


B. Lokasi Penelitian ...........................................................................................................29
C. Spesifikasi Penelitian ....................................................................................................29
D. Responden .....................................................................................................................30
E. Teknik Pengumpulan Data.............................................................................................31
F. Pengelolaan Analisa data...............................................................................................32
G. Teknik Analisa data ......................................................................................................32
H. Jadwal Penelitian ..........................................................................................................33
I. Biaya Penelitian.............................................................................................................33
J. Organisasi Penelitian.....................................................................................................34
Daftar pustaka.....................................................................................,..........................35

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada prinsipnya, pembinaan dan penegakan hukum di Indonesia tidaklah semudah

membaca dan menerima bahan atau konsep yang terkandung atau yang termuat dalam Peraturan

perundang-undangan. Menegakkan hukum tidaklah cukup berdasarkan hukum saja, tetapi juga

harus ditinjau dari aspek budaya, moral, agama, bahkan para sarjana hukum berpendapat bahwa

pidana adalah obat terakhir atau pemidanaan terakhir.

Konsep Negara hukum di Indonesia yang menjunjung nilai-nilai moral dan kebudayaan

menjadi titik dasar dalam pengendalian penegakan hukum di Indonesia. Terjadinya kejahatan

akhir-akhir ini menjadi berita yang hangat, baik yang dimuat di media cetak, maupun media

elektronik, yang tampaknya semakin hari semakin mewarnai berita utama media media tersebut.

Kecenderungan meningkatnya kejahatan baik dari kualitas maupun dari segi kuantitas

merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri lagi, hal ini dapat terlihat pada masyarakat dalam

kehidupannya, mereka mempergunakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhannya dengan

melakukan kejahatan, serta kejahatan merupakan perbuatan yang sangat dicemaskan oleh

berbagai kalangan masyarakat, kecemasan yang timbul bukan hanya dari kalangan masyarakat,

akan tetapi juga timbul dikalangan korban kejahatan itu sendiri. Penggolongan kejahatan tidak

hanya ditujukan pada kejahatan pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, melainkan

juga kejahatan seks yang juga sangat bertentangan dengan norma-norma hidup yang dijunjung

tinggi oleh masyarakat Indonesia. Kejahatan seks yang penulis maksud ialah Pencabulan.

Pencabulan merupakan kejahatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dan bertentangan

5
1
dengan moral dan agama. Dikarenakan perbuatan pencabulan merupakan pelanggaran hak asasi

manusia yang kerap kali terjadi dan tidak ada alasan pembenarnya.

Pencabulan merupakan perbuatan yang dikutuk oleh masyarakat dan itu dapat saja

terjadi dari mereka yang mempunyai hubungan kekeluargaan yang sangat dekat atau kerabat

yang dekat dengan korban. Di dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) telah diatur

beberapa tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan kesusilaan atau tindak pidana perbuatan

cabul menurut KUHP yakni pada Pasal 289 sampai Pasal 296. Dimana ancaman pidana pada

Pasal 289 KUHP ialah selama-lamanya Sembilan tahun penjara. Dan kejahatan penipuan seperti

perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa dengan melakukan tipu muslihat terhadap anak,

hal tersebut juga khusus di atur pada Undang-Undang Perlindungan Anak No.35 Tahun 2014

tentang Perubahan Undang Undang No. 23 Tahun 2002 yang telah berlaku pada tanggal 17

Oktober 2014.

Sangat penting untuk diketahui, bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak memiliki

cakupan yang sangat luas, Seperti : perkosaan, sodomi, seks oral, sexual gesture (serangan

seksual secara visual termasuk eksibisionlisme), sexual remark (serangan seksual secara verbal),

pelecehan seksual, pelacuran anak dan sunat klentit pada anak perempuan. Dengan demikian,

penegak hukum, sebagai representasi dari negara, harus jeli benar memahami bentuk-bentuk

kekerasan seksual terhadap anak yang secara de fakto ada di kehidupan masyarakat. Kejelian

para penegak hukum dalam memahami bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak sangat

dibutuhkan demi kepentingan memberikan perlindungan anak dari kekerasan seksual secara

menyeluruh dan maksimal. Sehubungan dengan hal tersebut maka sudah seyogianya masyarakat

1
1Sulistyaningsih, dalam Skripsi Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak, 2004,
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Sulistiyaningsih-E1A007183.pdf diunduh 16 Mei 2017, pukul
20.42

6
Indonesia mendapatkan pelindungan terhadap keselamatan dan keamanan yang secara nyata
2
dalam aspek kehidupan. Masalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa di

Indonesia , khususnya terhadap anak perlu mendapat perhatian lebih intensif dan serius lagi. Hal

ini mengingat, terdapat kecenderungan bahwa korban anak sering terabaikan oleh lembaga-

lembaga kompeten dalam sistem peradilan pidana, yang seharusnya memberikan perhatian dan

perlindungan yang cukup berdasarkan hukum. Hal tersebut tidak seharusnya terjadi, sebab

bagaimanapun korban tetap punya hak untuk diperlakukan adil, dan dilindungi hak-haknya.

Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak dapat terjadi dimana saja,

bisa di dalam rumah, bisa terjadi diluar rumah, bisa di jalan dan bisa di sekolah.

Dengan kata lain, kekerasan seksual, hari ini, mengintai anak di mana pun anak berada.

Anak dalam keadaan bahaya. Berdasarkan fenomena tersebut, maka hal yang muncul di benak

setiap orang tua adalah bagaimana caranya melindungi anak dari ancaman kekerasan seksual,

dari mana asal datangnya ancaman, apa tindakan yang seharusnya diambil apabila anak menjadi

korban kekerasan seksual. Sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 yaitu

“Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua berkewajiban dan bertanggung

jawab terhadap perlindungan terhadap anak.” Perkataan ini tentunya ditujukan agar adanya

kontrol kolektif dalam keterlibatan setiap pihak dalam memberikan perlindungan terhadap anak

hal ini seharusnya bisa mencegah munculnya kekerasan seksual terhadap anak. Namun nyatanya

meski telah 12 tahun Undang-Undang diberlakukan masih saja marak kekerasan seksual

terhadap anak. Anak seharusnya mendapatkan perlindungan dan rasa aman dari orang-orang

dewasa disekitarnya bukan malah menjadi korban keganasan nafsu dari orang dewasa. Dalam

hal ini seharusnya memelihara kelangsungan hidup anak adalah tanggung jawab utama dari

2
Widhi Yuliawan “Analisis Kasus Pencabulan Kaitannya dengan Teori-Teori Kriminologi”, Senin 21 April 2014
http://widhiyuliawan.blogspot.co.id/2014/04/analisis-kasus-pencabulan-kaitannya. html diunduh 11 Agustus 2017
pukul 11.06

7
orang tua, yang tidak boleh diabaikan, orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak

yang belum dewasa sampai anak-anak yang bersangkutan dewasa atau dapat berdiri sendiri.

Orangtua merupakan yang pertamatama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan

anak baik secara rohani, jasmani dan sosial. Karena pada hakikatnya anak tidak dapat

melindungi dirinya sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental,

fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Anak harus dibantu oleh orang

lain dalam menjalani kehidupannya. Anak sudah sepatutnya mendapat perlindungan dari orang-

orang dewasa di sekitarnya bukan malah menjadi korban dari tindak kejahatan orang dewasa.

Salah satu perbuatan yang dilarang oleh Hukum pidana adalah pencabulan.

Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) menggolongkan tindak pidana pencabulan ke

dalam tindak pidana kesusilaan. KUHP belum mendefenisikan dengan jelas maksud dari

pencabulan itu sendiri dan terkesan mencampur adukkan pengertiannya dengan perkosaan atau

persetubuhan. Pencabulan merupakan salah satu dari kejahatan seksual yang diakibatkan dari

adanya perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat kita. Pencabulan adalah jenis

kejahatan yang berdampak sangat buruk terutama pada korbannya, sebab percabulan akan

melanggar hak asasi manusia serta dapat merusak martabat kemanusiaan, khususnya terhadap

jiwa, akal, dan keturunan. Kasus-kasus tindak pidana pencabulan saat ini marak terdengar terjadi

di Indonesia, korban dalam kejahatan ini sering kali adalah anak-anak. Melihat dari proporsi

yang sebenarnya, setiap kejahatan termasuk kekerasan seksual, adalah sebagai hasil interaksi

pelaku dan korban. Tanpa bermaksud memberatkan atau menyudutkan korban, pada beberapa

kejahatan kita sering melihat bahwa korban sering juga memicu terjadinya kejahatan yang

menimpanya itu. Perannya ini terlepas dari disadari atau tidak disadari secara langsung maupun

tidak langsung. Meskipun demikian, dalam kedudukannya sebagai korban, kita juga dapat

8
melihat bahwa korban adalah sebagai pihak yang mengalami penderitaan dan kerugian atas

perbuatan yang dilakukan si pelaku kejahatan. Sehubungan dengan itu, untuk mencerahkan

permasalahan penting bagi kita untuk melihat permasalahan korban secara utuh guna mencari

landasan dalam bersikap dan bertindak terhadap korban, guna mendapatkan solusi yang baik,

terlebih pada kasus-kasus kekerasan seksual ini yang korbannya adalah wanita dan anak anak.

Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa untuk dibina dan dijaga.

Seorang anak merupakan amanah yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat yang berhak

mendapatkan perlindungan hukum serta mendapatkan perlindungan hukum serta mendapatkan

hak tanpa ia minta. Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang RI No.35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak, bahwa : “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipsi ,

secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

dari kekerasan dan diskiriminasi”. Anak harus di lindungi karena melindungi anak-anak

merupakan tanggung jawab yang tidak bisa di tolak oleh setiap orang dewasa, siapapun itu. Anak

adalah setiap individu yang berusia dibawah 18 tahun, entah yang berkebutuhan khusus atau

tidak.

Adapun dasar-dasar mengapa anak harus di lindungi ialah karena :

1. Anak memiliki harkat dan martabat yang sama dengan orang dewasa

2. Anak memiliki hak untuk secara merdeka dalam kebebasannya diperlakukan sesuai hak

asasinya

3. Perlindungan merupakan salah satu hak anak yang harus dipenuhi

4. Anak belum memiliki kemampuan yang cukup untuk melindungi diri sendiri

9
5. Anak-anak memiliki ketergantungan yang sangat tinggi ter3hadap orang dewasa.

Anak seharusnya mendapatkan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan

perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, selaras, serasi, seimbang, agar asas yang

menjamin anak sebagai bagian dari generasi muda. Terjadinya tindak pidana pencabulan yang

kerap terjadi pada anak-anak ini tentu saja sangat meresahkan masyarakat, terutama bagi

orangtua yang memiliki anak yang masih belum dewasa. Mereka tentu membayangkan tentang

akibat tindak pidana tersebut yang dapat merusak harapan anak-anak mereka. Oleh karena itu,

terhadap pelakunya harus diberikan pidana yang sesuai hukum dan rasa keadilan. Berdasarkan

uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada tindak pidana tersebut

dengan judul :

‘’ FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA


PERCABULAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK ( STUDI KASUS DI
KECAMATAN KOTA SOE KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN) ’’
Tabel kasus percabulan
N Tahun Jumlah
O
1 2018 1
2 2019 2
3 2020 -
Jumlah 3

Data yang tersaji pada tabel di atas menunjukan bahwa kasus percabulan di Kecamatan

Kota Soe Kabupaten Timor Tengah Selatan dari tahun 2018 – 2020 jumlah kasus 3 kasus.

B. Rumusan masalah

Adapun permasalahan yang akan penulis teliti dalam penelitian ini yaitu :

3
Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005. Hukum Pidana. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta, hal. 131-138. 4Abu Huraerah, 2006, Kekerasan Terhadap Anak, Jakarta: Nusantara, hal 18

10
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadi tindak pidana Percabulan di Kecamatan

Kota Soe ?

2. Upaya apakah yang dilakukan Oleh Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana

percabulan di Kecamatan Kota Soe ?

3. Upaya apakah yang dilakukan Oleh masyarakat dalam mengurangi tindak pidana

percabulan di Kecamatan Kota Soe ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana percabulan

di Kecamatan Kota Soe.

2. Untuk mengetahui Upaya yang dilakukan Oleh Kepolisian dalam menanggulangi tindak

pidana percabulan di Kecamatan Kota Soe.

3. Untuk mengetahui Upaya yang dilakukan Oleh masyarakat dalam mengurangi tindak

pidana percabulan di Kecamatan Kota Soe ?

D. Manfaat penelitian

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat hak secara teoritis

maupun praktis sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Manfaat secara teoritis adalah Penulis dapat memberikan pemikiran yang bermanfaat

bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan disiplin ilmu Hukum Pidana

pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

11
Secara praktis diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau bahan masukan bagi

masyarakat dan Aparat Penegak Hukum dalam menangani kasus tindak pidana

percabulan terhadap perempuan dan anak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.

Kriminologi pertama kali ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli

antropologi prancis (Santoso dan Zulfa, 2009:9), secara harfiah berasal dari kata

“crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu

pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat. Untuk

lebih mendalami pengertian dari kriminologi itu sendiri, terdapat beberapa pendapat ahli

tentang kriminologi sebagai berikut :

Kriminologi menurut W.A. Bonger (A.S Alam, 2010:2) adalah ilmu pengetahuan

yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Kriminologi menurut J.

Constant (A.S Alam, 2010:2) adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan

faktor-faktor yang menjadi sebab-musabab terjadinya kejahatan dan penjahat.

Noach (Santoso & Zulfa, 2009:12) merumuskan kriminologi sebagai ilmu

pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perbuatan tercela yang menyangkut orang-orang

yang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu.

12
Wood (Santoso dan Zulfa, 2009:12) berpendirian bahwa istilah kriminologi

meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman,

yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dalam

masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat. 4

Mennheim (1965) membedakan kriminologi dalam arti sempit dan arti luas

(Atmasasmita, 2005:19). Dalam arti sempit, mempelajari kejahatan. Dalam arti luas,

mempelajari penologi dan metode-metode yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah

prevensi kejahatan dengan tindakan yang bersifat nonpunit (tidak dihukum).

Berdasarkan pada pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kriminologi

adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kejahatan sebagai suatu masalah sosial

dalam masyarakat dalam berinteraksi. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa

kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang membahas tentang kejahatan, sebab-

sebab orang melakukan kejahatan, pelaku kejahatan, dan bagaimana cara menanggulangi

kejahatan tersebut.

Setelah membahas dan memahami apa yang dimaksud dengan kriminologi

selanjutnya kita akan membahas mengenai skop kriminologi atau ruang lingkup

kriminologi. Menurut Bonger (Santoso dan Zulfa, 2001:9-10) membagi kriminologi

menjadi kriminologi murni dan kriminologi terapan sebagai berikut:

1. Kriminologi Murni

a. Antropologi kriminil

Antropologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis). Ilmu

pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam

4
5Maulana Hassan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: PT. Grasindo, hal 1

13
tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa. Apakah ada hubungan antara suku bangsa

dengan kejahatan dan seterusnya.

b. Sosiologi kriminil

Sosiologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala

masyarakat. pokok persoalan yang dijawab oleh bidang ilmu ini adalah sampai di muka

letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.

c. Psikologi kriminil

Psikologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut

jiwanya.

d. Psikopatologi dan neuropatologi kriminil

Psikopatologi dan neuropatologi kriminil ialah ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau

urat syaraf.

e. Penologi

Penologi ialah ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.

2. Kriminologi Terapan

a. Higiene kriminil

Usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang

dilakukan pemerintah untuk menerapkan undang-undang, sistem jaminan hidup dan

kesejahteraan yang dilakukan semata mata untuk mencegah terjadinya kejahatan.

b. Politik kriminil

Usaha penanggulangan kejahatan di mana suatu kejahatan telah terjadi. Di sini dilihat

sebab-sebab seorang melakukan kejahatan. Bila disebabkan oleh faktor ekonomi maka

14
usaha yang dilakukan adalah meningkatkan keterampilan atau membuka lapangan kerja.

Jadi tidak semata-mata dengan menjatuhkan sanksi.

c. Kriminalistik

Kriminalistik (police scientific) yang merupakan ilmu tentang pelaksanaan penyidikan

teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.

Menurut Sutherland (Santoso dan Zulfa, 2009:11) kriminologi mencakup proses-proses

pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. Kriminologi

olehnya dibagi menjadi tiga cabang ilmu utama, yaitu:

1. Sosiologi Hukum

Kejahatan adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan suatu

sanksi. Jadi yang menentukan bahwa suatu perbuatan itu adalah kejahatan adalah

hukum. Di sini menyelidiki sebab-sebab kejahatan harus pula menyelidiki faktor-

faktor apa yang menyebabkan perkembangan hukum (khususnya hukum pidana).

2. Etiologi Kejahatan

Merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab musabab dari kejahatan.

Dalam kriminologi, etiologi kejahatan merupakan kajian yang paling utama.

3. Penology

Pada dasarnya merupakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland

memasukkan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan

baik represif maupun preventif

B. Perlindungan hukum tindak pidana percabulan terhadap Perempuan dan anak

1. Pengertian Pencabulan

15
Di dalam Pasal 289 KUHP yang dimaksud dengan pencabulan adalah Barang

siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau

membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dihukum karena salahnya melakukan perbuatan

melanguar kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun. 5

Hal pengertian pencabulan, para pendapat ahli dalam mendefinisikan tentang

pencabulan berbeda-beda seperti yang dikemukakan Soetandyo Wignjosoebroto (2011:

54) "Pencabulan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang laki-laki

terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan atau hukum yang berlaku

melanggar." Dari pendapat tersebut, berarti pencabulan tersebut di satu pihak merupakan

suatu tindakan atau perbuatan seorang laki-laki yang melampiaskan nafsu seksualnya

oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan yang dimana perbuatan tersebut tidak

bemoral dan dilarang menurut hukum yang berlaku.

R. Sughandhi (2013) dalam asuransi mengatakan tentang percabulan ialah:

Seorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan istrinya untuk persetubuhan

dengan nya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah

masuk kedalam lubang seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani"

Dan pendapat, bahwa pencabulan tersebut adalah seorang pria yang melakukan

upaya pemaksaan dan ancaman serta kekerasan persetubuhan terhadap seorang wanita

yang bukan istrinya dan dari persetubuhan tersebut mengakibatkan keluarnya air mani

seorang pria. Jadi unsurnya tidak hanya kekerasan dan persetubuhan akan tetapi ada

unsur lain yaitu unsur keluarnya air mani, yang artinya seorang pria tersebut telah

5
6Wiji Rahayu dalam Skripsi Tindak Pidana Pencabulan, 2013 http://fh.unsoed.ac.id/sites/
default/files/SKRIPSI_0.pdf diunduh 11 Agustus 2017 pukul 11.41 7Soerjono & Abdul Rahman, 2003, Metode
Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, hal 23

16
menyelesaikan perbuatannya hingga selesai, sehingga apabila seseorang pria tidak

mengeluarkan air mani maka tidak dapat di kategorikan sebagi pencabulan.

Asumsi yang tidak sependapat dalam hal mendefinisikan pencabulan tidak

memperhitungan perlu atau tidaknya unsur mengenai keluarnya air mani seperti yang

dikemukakan oleh PAF Lamintang dan Djisman Samosir (2006) 193) yang berpendapat

"Pencabulan adalah perbuatan seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa seorang wanita untuk melakukan persetubuhan diluar perkawinan dengan

dirinyal". Pendapat tersebut membuktikan bahwa dengan adanya kekerasan dan ancaman

kekerasan dengan cara dibunuh, dilukai, ataupun dirampas hak asasinya yang lain

merupakan suatu bagian untuk mempermudah dilakukan nya suatu pencabulan.

Menurut Arif Gosita (2005: 39), Pencabulan dapat dirumuskan dari beherapa

bentuk perilaku yang antara laim sebagai berikut :

a) Korban pencabulan harus seorang wanita, tanpa batas umur (obyek). Sedangkan ada

juga seorang laki-laki yang dicabuli oleh seorang wanita.

b) Korban harus mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan. Ini berarti tidak ada

persetujuan dari pihak korban mengenai niat dan tindakan perlakuan pelaku.

c) Pencabulan diluar ikatan pernikahan adalah tujuan yang ingin dicapai dengan

melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap wanita tertentu. Dalam

kenyataannya ada pula persetubuhan dalam perkawinan yang dipaksakan dengan

kekerasan, yang menimbulkan penderitaan mental dan fisik. Walaupun tindakan ini

tidak dapat digolongkan sebagai suatu kejahatan oleh karena tidak dirumuskan

terlebih dahulu oleh pembuat undang-undang sebagai suatu kejahatan.

17
Dari perumusan diatas menunjukkan bahwa posisi perempuan ditempatkan

sebagai obyek dari suatu kekerasan seksual (pencabulan) karena perempuan identik

dengan lemah, dan laki-laki sehagai pelaku dikenal dengan kekuatan nya sangat kuat

dan yang dapat melakukan pemaksaan persetubuhan dengan cara apapun yang

mereka kehendaki meskipun dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan.

Mamma Adam' Chazawi (2005: 64) Fungsi dari kekerasan tersebut dalam

hubungan nya dengan tindak pidana adalah sebagai berikut:

1. Kekerasan yang berupa cara melakukan suatu perbuatan. Kekerasan disini

memerlukan syarat akibat ketidakberdayaan korban. Ada casual verband

antara kekerasan dan ketidak berdayaan korban Contohnya kekerasan pada

pencabulan yang digunakan sebagai cara dari memaksa bersetubuh juga pada

pemerasan (Pasal 368) yang mengakibatkan korban tidak berdaya, dengan

ketidakberdayaan itulah yang menyebabkan korban dengan terpaksa

menyerahkan benda, membuat utang atau menghapuskan piutang.

2. Kekerasan yang berupa perbuatan yang dilarang dalam tindak pidana bukan

merupakan cara melakukan perbuatan.

Sedangkan ancaman kekerasan mempunyai aspek yang penting dalam pencabulan

yang antara lain sebagai berikut:

1) Aspek obyekif, ialah (a) wujud nyata dari ancaman kekerasan yang berupa

perbuatan persiapan dan mungkin sudah merupakan perbuatan permulaan

pelaksanaan untuk dilakukan nya perbuatan yang lebih besar yakni kekerasan

secara sempurna.

18
2) Menyebabkan orang menerima kekerasan menjadi tidak berdaya secara psikis,

berupa rasa takut, rasa cemas (aspek subyektif yang di objektifkan)

Aspek subyektif ialah timbulnya suatu kepercayaan bagi si penerima kekerasan

(korban) bahwa jika kehendak pelaku yang dimintanya tidak dipenuhi yang in casu

bersetubuh dengan dia, maka kekerasan itu benar-benar akan diwujudkan. Aspek

kepercayaan ini sangat penting dalam ancaman kekerasan sebab jika kepercayaan itu

tidak timbul pada diri korban, tidak mungkin korban akan membiarkan dilakukan suatu

perbuatan terhadap dirinya.

2. Tindak pidana pencabulan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut

1) Pihak korban masih anak-anak sehingga tidak tahu akan berbuat apa-apa

2) Pihak korban mendapat ancaman dari pelaku bila memberitahukan apa yang

terjadi pada dirinya kepada orang lain

3) Pihak korban merasa malu

4) Pihak keluarga merasa malu sebab merupakan aib keluarga

3. Modus yang sering terjadi untuk melakukan tindakan Pencabulan:

 Modus 1

Pelaku melakukan tindak pidana perkosaan terhadap anak di bawah umur dengan cara

pelaku mengajak berkenalan dengan anak yang akan menjadi korbannya, pelaku

menawarkan sesuatu sepertii mengantarkannya pulang ataupun menjanjikan sesuatu.

Setelah korban menerima penawaran tersebut pelaku melakukan pencabulan.

 Modus 2

Pelaku melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur dengan

cara atau modus memberikan minuman yang dimana minuman tersebut telah

19
dicampurkan obat yang membuat anak menjadi tidur atau pingsan, obatobatan

tersebut dengan mudah didapatkan diapotek menimbulkan rasa kantuk yang kuat.

Setelah korbannya tidak sadarkan diri kemudian pelaku melakukan perkosaan.

 Modus 3

Pelaku melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur dengan cara pelaku yang

mempunyai jiwa yang dekat dengan anak-anak atau yang sering berada di lingkungan

anak-anak, mengajak bermain ataupun berbicara dengan anak kemudian mengajaknya

ke suatu tempat dengan iming-iming akan diberi sejumlah uang atau hadiah, setelah

anak tersebut mengiyakan ajakan pelaku, pelaku melakukan pencabulan.

 Modus 4

Modus pelaku Pencabulan yang menjadikan anak sebagai obyek perkosaannya

dengan cara berawal dari media elektronik berupa jejaringsosial seperti yahoo,

facebook, friendster dan lain-lain yang dimana usia seorang anak sudah dapat

mengetahui dan memakai kemajuan teknologi tersebut, setelah pelaku berbincang

atau dengan kata lain chatting dengan korbannya anak, kemudian anak tersebut diajak

bertemu dengan pelaku dan setelah pelaku bertemu dengan anak yang akan menjadi

objeknya, kemudian pelaku menggiring anak tersebut ke suatu tempat untuk

melakukan niat jahat pelaku yaitu Pencabulan dan modus-modus yang lainnya.

C. Tinjauan umum mengenai anak

1. Batasan Usia Anak

Untuk mengetahui apakah seseorang itu termasuk anak-anak atau bukan, tentu harus ada

batasan yang mengaturnya, dalam hal ini beberapa peraturan perundang-undangan di

20
Indonesia telah mengatur tentang usia anak yang dikategorikan sebagai anak yang antara

lain sebagai berikut.

a. Undang Undang perlindungan Anak No 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak

pasal 15 Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :

a) Penyalahgunaan dalam kegiatan Politik6

b) Pelibatan dalam sengketa bersenjeta

c) Pelibatan dalam kerusuhan sosial

d) Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan

e) Pelibatan dalam peperangan

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Didalam undang-undang

Hukum Perdata yang dikategorikan usia seorang anak ialah seseorang yang belum

dewasa seperti yang tertuang pada Pasal 330 KUHPerdata.

c. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Didalam undang-

undang ini pada Pasal 1 ayat (2) menyebutkan “anak adalah seseorang yang belum

mencapai batas usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Dalam pasal

tersebut dapat diperhatikan bahwa yang dikategorikan sebagai anak adalah dibawah

usia dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin.

d. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Di dalam Undang-

undang ini yang dikategorikan sebagai anak tertuang pada Pasal 1 ayat (5) yang

menyebutkan “anak sebagai manusia yang berusia dibawah 18 (Delapan Belas) tahun

dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut

adalah demi kepentingan nya. Menurut pasal ini yang dikategorikan sebagai anak ialah

6
8Kartini Kartono, 1981, Patologi Sosial jilid 1, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, hal 145. 9Ajib, Pelaku Tindak
Pidana Pencabulan Anak Dibawah Umur, Wawancara Pribadi, Surakarta, 5 Desember 2017, pukul 11.00 WIB

21
mulai dalam kandungan sampai usia delapan belas tahun termasuk anak yang masih

dalam kandungan. Menurut pasal tersebut diatas bahwa yang dikategorikan sebagai

anak ialah seorang yang berusia dibawah delapan belas tahun sampai dalam

kandungan sekalipun masih dapat dikategorikan sebagai anak.

e. Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pada Pasal 1 ayat (4) yang

menyebutkan “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 ( Delapan Belas ) tahun.

Berarti kategori dikatakan usia seorang anak menurut pasal ini adalah belum berusia

delapan belas tahun.

f. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Tentang Perlindungan Anak yang telah

diubah menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Pada Pasal 1 ayat (1) anak

adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termaksud anak yang

masih dalam kandungan. Berarti kategori dikatakan usia seorang anak menurut pasal

ini adalah belum berusia delapan belas tahun. Peraturan perundang-undangan di

Indonesia memang tidak seragam dalam menentukan bagaimanakah dapat dikatakan

sebagai anak, akan tetapi setiap perbedaan pemahaman tersebut, tergantung situasi dan

kondisi dalam pandangan yang mana yang dipersoalkan nanti.

g. Undang Undang No 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Pada pasal 1

(1) sistem peradilan pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelasaian perkara

Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap pembimbingan setelah menjalani

pidana.

2. Tindak Pidana Pencabulan Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Jo UU No 35

Tahun 2014

22
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Tentang Perlindungan Anak yang

telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Pada Pasal 1 ayat (1)

anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termaksud anak

yang masih dalam kandungan. Berarti kategori dikatakan usia seorang anak menurut

pasal ini adalah belum berusia delapan belas tahun. Perbuatan cabul diterangkan juga

lebih terkhusus pada pasal 82 ayat (1) jo 76E UU No.35 Tahun 2014.

Pada Pasal 82 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014

berbunyi: “(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama

15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

Pasal 76E UU No. 35 Tahun 2014 berbunyi:

“ Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa,

melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak

untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”

D. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan Terhadap

Perempuan dan Anak

Pada umumnya kasus pencabulan banyak terjadi dalam kurun waktu beberapa

tahun ini khususnya di Kota Surakarta. Dari hasil penelitian terdahulu ditemukan ada 5

faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana pencabulan antara lain:

Pertama, faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi. Rendahnya tingkat

pendidikan formal dalam diri seseorang dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat

dan yang bersangkutan mudah terpengaruh melakukan suatu kejahatan tanpa memikirkan

akibat dari perbuatannya. Dikarenakan pendidikan yang rendah maka berhubungan

23
dengan taraf ekonomi, dimana ekonomi juga merupakan salah satu penyebab seseorang

melakukan suatu perbuatan yang melanggar norma hukum.

Berdasarkan wawancara dengan pelaku, bahwa tindak pidana pencabulan

terhadap anak bisa terjadi karena adanya faktor rendahnya pendidikan. Akibat rendahnya
7
pendidikan maka akan menyebabkan seseorang juga memiliki kekurangan dalam hal

wawasan dan pemahaman, sehingga ia dalam melakukan tindak pidana pencabulan tidak

mengetahui dampak dari perbuatannya tersebut. Selain itu anak yang menjadi korban dari

orangtua broken home akan menyebabkan kurangnya pengawasan pada anak dalam

kesehariannya.

Di sisi lain, faktor rendahnya ekonomi dan pengangguran juga dapat memicu

untuk terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur. Berkaitan

dengan hal tersebut, Aristoteles berpendapat bahwa kemiskinan menimbulkan

pemberontakan dan kejahatan. Kejahatan yang besar itu tidak diperbuat orang untuk

mendapatkan kebutuhan-kebutuhan hidup yang vital, akan tetapi lebih banyak didorong

oleh keserakahan manusia mengejar kemewahan dan kesenangan yang berlebih-lebihan.

Kedua, faktor lingkungan dan tempat tinggal. Lingkungan sosial tempat hidup

seseorang banyak berpengaruh dalam membentuk tingkah laku kriminal, sebab pengaruh

sosialisasi seseorang tidak akan lepas dari pengaruh lingkungan. Dari wawancara

terhadap para pelaku bahwa pelaku melakukan pencabulan tersebut dipicu oleh keadaan

lingkungan sekitarnya yang didominasi oleh anakanak dan mereka banyak yang

menggunakan pakaian minim, sehingga hal tersebut memancing pelaku untuk

melampiaskan hasrat seksualnya dan terjadilah pencabulan terhadap anak-anak tersebut.

7
10Soejono, D., 1976, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Bandung: Alumni, hal 42.

24
Selain itu, pelaku lain ia melakukan pencabulan karena dipengaruhi oleh teman-teman

sekolahnya untuk menonton video porno.

Jika dikaitkan dengan teori subkultur, diketahui bahwa faktor lingkungan yang

memberi kesempatan dan lingkungan pergaulan yang memberi contoh akan terjadinya

suatu kejahatan, salah satunya tindak pidana pencabulan. Teori ini berkaitan dengan teori

psikogenesis yang menekankan sebab tingkah laku menyimpang dari seseorang dilihat

dari aspek psikologis atau kejiwaan antara lain faktor kepribadian, intelegensia, fantasi,

konflik batin, emosi dan motivasi seseorang. Dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan

antara teori subkultur dengan teori psikogenenis. Seseorang yang memiliki gangguan

pada kejiwaannya serta didukung oleh lingkungan yang memberikan kesempatan, maka

sangat mudah terjadi suatu kejahatan salah satunya tindak pidana pencabulan terhadap

anak dibawah umur.

Menurut W.A Bonger, selain faktor internal yang berasal dari pribadi, faktor

eksternal salah satunya lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan

kejahatan yang bisa terjadi. Pengaruh lingkungan sangat menentukan bagaimana

seseorang, apakah ia akan menjadi orang jahat atau baik.

Ketiga, faktor minuman keras (beralkohol). Kasus pencabulan juga terjadi karena

adanya stimulasi diantaranya karena dampak alkohol. Orang yang dibawah pengaruh

alkohol sangat berbahaya karena ia menyebabkan hilangnya daya menahan diri dari si

peminum. Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaku yang berusia 20 tahun,

mengatakan bahwa ia melakukan pencabulan terhadap teman wanitanya yang masih

berusia 14 tahun. Menurut pengakuannya pencabulan tersebut terjadi karena pelaku D

sedang berada di bawah pengaruh minuman keras. Pencabulan tersebut dilakukan dengan

25
cara pelaku mengajak korban pergi ke hotel, setibanya di hotel pelaku meminum

minuman keras dan memaksa korban untuk meminumnya juga, selain itu pelaku juga

merayu korban untuk dilakukan perbuatan cabul, jika korban tidak mau maka pelaku

akan marah dan mengatakan bahwa korban sudah tidak mencintainya lagi. Saat pelaku

dan korban tidak sadar karena sama-sama berada dibawah pengaruh minuman keras,

sehingga pelaku sangat mudah melakukan perbuatan cabul dan korban mau akan

perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Jadi dapat disimpulkan bahwa minuman keras

sangat berpengaruh akan terjadinya suatu tindak pidana pencabulan, karena yang berada

dibawah pengaruh minuman keras menjadi tidak sadar terhadap perbuatan yang

dilakukannya. Menurut Wisnu (2000) terdapat hubungan antara minuman keras dengan

kriminalitas yaitu : (1) Efek langsung alkohol dapat mencetuskan tindak kriminal dengan

mengubah orang yang biasanya normal menjadi bertingkah laku tidak seperti biasanya;

(2) Tindak kriminal juga dapat dijumpai pada upaya ilegal untuk mendapatkan minuman

keras tersebut; (3) Meminum alkohol untuk memabukkan diri sendiri diasosiasikan

sebagai perilaku kriminal; (4) Dampak konsumsi berlebihan dalam jangka lama secara

tidak langsung berhubungan dengan kejahatan dikarenakan menurunnya kemampuan

seseorang untuk melaksanakan tugas sehingga ia mulai menjadi pribadi yang lebih

permisif terhadap tindakan melanggar hukum.

Keempat, faktor teknologi. Adanya perkembangan teknologi tentunya membawa

pengaruh bagi kehidupan. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan

pengaruh negatif. Dampak-dampak pengaruh teknologi tersebut kita kembalikan kepada

diri kita sendiri sebagai generasi muda agar tetap menjaga etika dan budaya, agar kita

tidak terkena dampak negatif dari teknologi. Menurut pengakuan dari pelaku A yang

26
berusia 14 tahun, mengungkapkan bahwa ia melakukan pencabulan karena ia sering

menonton video porno. Video porno tersebut ia dapatkan dari teman-temannya di

sekolah. Setelah ia menonton video porno tersebut, maka menimbulkan rasa ingin tahu

pada dirinya dan ingin mencoba sehingga terjadilah pencabulan terhadap anak atau

korban yang diketahui adalah tetangganya yang sering main ke rumah pelaku.8

Jadi dapat disimpulkan, bahwa faktor teknologi juga berpengaruh dalam

terjadinya tindak pidana pencabulan. Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka

akan memberikan dampak positif maupun negatif bergantung pada penggunanya. Apabila

penggunanya masih dalam kategori anak-anak dibawah umur, maka pengawasan orang

tua sangat diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan yang akan menimbulkan dampak

buruk bagi si anak tersebut. Selain itu orangtua juga wajib mengawasi dan mengontrol

segala aktivitas yang dilakukan oleh anaknya agar si anak tidak terjerumus dalam

perilaku menyimpang.

Menurut Warjon Tarigan, perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat

manusia lebih mudah untuk mendapatkan sesuatu hal yang dia inginkan. Perkembangan

teknologi juga membawa informasi gaya hidup negara lain yang menyimpang jauh dari

pola etika dan budaya bangsa Indonesia yang memandang adanya norma-norma di tengah

masyarakat. Dampak globalisasi begitu mempengaruhi gaya hidup generasi muda.

Informasi yang diterima dan tidak disaring akan menimbulkan pemikiran yang sempit

dan tidak menjadi kreatif, sehingga pola pikir sempit tadi menimbulkan perilaku buruk

yang dapat dibawa ke tengah masyarakat, perilaku buruk tadi akan berwujud tindak

pidana salah satunya pencabulan.

8
11Andi Puji Wibowo, Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Anak Dibawah Umur, Wawancara Pribadi, Surakarta, 9
Desember 2017, pukul 13.00 WIB.

27
Kelima, faktor peranan korban. Peranan korban atau sikap korban sangat

menentukan seseorang untuk melakukan kejahatan termasuk kejahatan asusila. Secara

sadar atau tidak sadar bahwa korbanlah yang sering merangsang orang lain untuk berbuat

jahat. Dalam terjadinya suatu kejahatan tertentu, pihak korban dapat dikatakan

bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya. Masalah mengenai peran

korban ini bukan merupakan masalah yang baru, karena hal-hal tertentu yang kurang

diperhatikan bahkan diabaikan sehingga menjadi “bumerang” pada diri korban sendiri.

Maka perlu kehati-hatian seseorang pada setiap tindakan yang dilakukannya agar tidak

salah arah yang akan berujung merugikan dirinya sendiri. Menurut Von Henting bahwa

ternyata korbanlah yang kerap kali merangsang seseorang untuk melakukan kejahatan

dan membuat orang menjadi penjahat.15 Namun berdasarkan dari hasil penelitian dan

wawancara penulis, faktor peranan korban tidak ditemukan dalam tindak pidana

pencabulan terhadap anak di bawah umur.

E. Upaya Penanggulan Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak

Upaya penanggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan politik kriminal

secara garis besar dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu melalui jalur non penal atau

tindakan preventif dan jalur penal atau tindakan represif. Sedangkan menurut Prof. A.S

Alam penanggulangan kejahatan secara empirik terdiri dari atas tiga bagian pokok yaitu:

Pertama, upaya pre-emptif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak

kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam

penanggulangan kejahatan secara pre-emptif adalah dengan menanamkan nilai-nilai atau

norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri

seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan tapi

28
tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi

dalam usaha pre-emptif faktor niat menjadi hilang. Dalam hal ini pihak kepolisian

Polresta Surakarta berusaha untuk menanamkan nilai-nilai atau norma-norma agama

dengan mengadakan kegiatan Binrohtal (Bimbingan Rohani dan Mental). Pihak

kepolisian bekerja sama dengan elemen masyarakat dan tokoh agama berupaya

meningkatan kesadaran diri akan pentingnya penerapan nilai-nilai agama dalam

kehidupan bermasyarakat. Dengan pemahaman nilai-nilai atau norma-norma agama yang

baik, diharapkan dapat meminimalisir adanya kejahatan salah satunya pencabulan.

Jadi dapat diketahui bahwa pihak kepolisian telah aktif dalam melakukan upaya

pre-emptif guna mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang ada di masyarakat

termasuk pencabulan terhadap anak dibawah umur. Upaya pre-emptif ini tidak dapat

terwujud jika tidak didukung dengan upaya-upaya lainnya. W.A Bonger juga berpendapat

bahwa cara menanggulangi kejahatan yang terpenting berupa moralistik, yaitu

menyebarluaskan sarana-sarana yang dapat memperteguhkan moral seseorang agar dapat

terhindar dari nafsu berbuat jahat.

Kedua, upaya preventif ini merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emptif yang

masih dalam tatanan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif

yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.

Pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dalam mencegah terjadinya tindak pidana

pencabulan dan upaya apa saja yang harus dilakukan yaitu secara individu, masyarakat,

pemerintah, dan aparat Kepolisian.

29
Ketiga, upaya represif ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak

pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcement) dengan

menjatuhkan hukuman.

Selain tindakan preventif, pihak kepolisian Kota Surakarta juga melakukan upaya

represif setelah terjadinya suatu tindak pidana. Tindakan represif yang dilakukan harus
9
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan dan undang-undang

kepolisian. Aparat yang bekerja di lapangan tidak dapat melakukan tindakan yang

sewenang-wenang, apabila terjadi kesalahan prosedur maka harus diproses dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulis berpendapat bahwa selain dari

kepolisian, pihak kejaksaan dan hakim juga mempunyai peran penting dalam menangani

tindak pidana. Dalam tindak pidana pencabulan ini jaksa bertugas untuk meneliti berkas

penyidikan dari kepolisian dan melakukan penuntutan di hadapan majelis hakim

pengadilan negeri. Selanjutnya, hakim dalam memberikan putusan menyatakan bahwa

hukuman yang dijatuhkan adalah sebagai upaya penegakan hukum dan diharapkan dapat

memberikan efek jera pada pelakunya serta mengubah sikap maupun mental pelaku agar

tidak mengulangi kembali tindakannya.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis, upaya represif yang

dilakukan kepolisian Kota Surakarta adalah dengan menindak lanjuti atas aduan yang

diterima mengenai tindak pidana pencabulan. Kemudian pihak atasan dari kepolisian

membuat surat perintah penyelidikan dan surat perintah tugas untuk dilakukan

penyelidikan terhadap pelapor, saksi, dan terlapor. Di dalam penyelidikan, pelapor, saksi,

dan terlapor diklarifikasi serta mencari atau mengumpulkan barang bukti berdasarkan

9
2Harjanti Setyorini, dalam jurnal Perilaku Kriminal Pada Pecandu Alkohol, Jakarta: Fakultas Psikologi Unversitas
Gunadarma, hal 2.

30
laporan yang telah diterima oleh pihak kepolisian. Setelah dilakukan penyelidikan dan

ditemukan bukti bukti yang cukup sesuai dengan laporan yang diadukan oleh pelapor,

maka selanjutnya dilakukan proses gelar perkara. Setelah dilakukan gelar perkara dan

terpenuhi pidananya, lalu ditingkatkan ke proses penyidikan dan terbit surat perintah

penyidikan serta surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang ditujukan pada kantor

Kejaksaan Negeri Surakarta. Saat proses penyidikan, dilakukan pemeriksaan pada para

saksi dan terlapor diperiksa sebagai tersangka. Setelah proses penyidikan selesai,

dilakukan pemberkasan yang selanjutnya berkas perkara tersebut diserahkan ke

Kejaksaan Negeri Surakarta untuk dilakukan penelitian. Jika pada penelitian ada

kekurangan maka berkas perkara dikembalikan pada kepolisian (P19) dan apabila berkas

dinyatakan lengkap (P21) Kejaksaan memberitahukan pada Kepolisian untuk segera

menyerahkan barang bukti bersama tersangka.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa upaya penegakan hukum

tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dinilai telah efektif. Hal tersebut

dapat dilihat dari tindakan penegak hukum pidana secara tugas dan wewenang antara

aparat penegak hukum acara pidana dan sistem peradilan pidana sudah dijalankan sesuai

dengan prosedur yang ada. Maka diharapkan dengan adanya penegakan hukum pidana

dapat menjadi pelajaran bagi pelaku pidana dan memberikan efek jera supaya tidak

mengulangi tindakannya lagi. Menurut Erna Dewi, pemberian pidana atau pemidanaan

bertujuan pada satu pihak merupakan pencegahan umum (general prevention) dan pada

pihak lainnya adalah pencegahan khusus (special prevention). Pencegahan umum

dimaksudkan, bahwa dengan adanya pemidanaan akan mempunyai pengaruh terhadap

tingkah laku orang lain yaitu pembuat potensial dan warga masyarakat yang taat pada

31
hukum. Pencegahan khusus adalah pengaruh langsung dari pemidanaan yang dirasakan

oleh diri terpidana (baik lahir maupun batin) dan ia akan menjadi warga masyarakat yang

lebih baik daripada sebelumnya atau dengan kata lain, bahwa dengan adanya pemidanaan

diharapkan tidak akan terjadi pengulangan perbuatan kejahatan oleh diri terpidana.

F. Kerangka Berpikir

KEJAHATAN
PERCABULAN

FAKTOR PENYEBAB UPAYA PENANGGULANAGAN

1. PRE-EMTIF
1.FAKTOR INTERNAL
2. PREVENTIF
2.FAKTOR EKSTERNAL 3. REPRESIF

Penjelasan :

32
Kejahatan sendiri merupakan bagian dari fenomena kehidupan masyarakat yang sejatinya

tidak dapat dihindari oleh setiap orang manusia yang masih berada di dalam roda

kehidupan ini. Kejahatan percabulan adalah salah satu dari begitu banyak macam

kejahatan yang sering terjadi. Faktor penyebab di bagi menjadi 2 yaitu faktor Internal dan

eksternal dan upaya penaggulangan dibagi menjadi 3 yaitu Pre-emtif, Preventif dan

Represif kembali ke tinjauan Pustaka Bab II.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian melalui pendekatan kriminologis-sosiologis yaitu mengkaji

dan membahas peristiwa yang diperoleh sesuai dengan fakta yang terjadi kemudian

dikaitkan dengan norma hukum yang berlaku dan teori yang ada. Jenis penelitian bersifat

deskriptif yaitu penelitian dengan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau objek penelitian pada saat

sekarang berdasarkan fakta yang tampak. Lokasi penelitian di Kota Soe, dimana

merupakan kota yang berkembang dengan penduduk yang banyak sehingga sangat

rentan terjadi suatu tindak pidana salah satunya tindak pidana pencabulan. Sumber data

terdiri dari data primer yakni wawancara dan data sekunder yaitu sumber hukum primer,

sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka,

kemudian data dianalisis secara kualitatif.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Kota Soe Kabupaten Timor Tengah

Selatan.

33
C. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini di kategorikan sebagai peneltian empiris yaitu penelitian yang datanya di

himpun dari Lokasi Penelitian yaitu :

1. Data Primer :

Data yang diambil dari Lokasi Penelitian melalui wawancara , dengan responden /

Informan penelitian.

2. Data Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu data yang erat kaitannya dengan data primer dan

dapat membantu menganalisis dan memahami data primer, seperti :

a) Peraturan Perundang-undang

b) Buku-buku

b) Jurnal-jurnal penelitian

3. Data Tersier

Data tersier yaitu buku kamus atau ensiklopedia

D. Responden / Informan

Untuk mendapatkan data dan informasi pendukung dalam penelitian ini beberapa

pihak di tetapkan sebagai Responden / Informan yakni :

1. Anggota Polres TTS : 1 orang

2. Pelaku : 1 orang

3. Korban : 1 orang

4. Saksi : 5 orang

Jumlah Responden = 8 orang

34
E. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara ( Interview )

Yaitu mengadakan wawancara langsung dengan Responden untuk

mendapatkan data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

b. Studi kepustakaan yaitu mengutip dan mencatat teori teori / pendapat para ahli

yang berkaitan dengan penelitian ini.

F. Teknik pengelolah dan Analisis Data

Data penelitian ini akan di olah dengan cara :

a) Editing yaitu memeriksa kelengkapan informasi yang di peroleh untuk dapat di

pertanggung jawabkan secara ilmiah

b) Coditing yaitu mengklsifikasi memuat sifat dan jenis informasi yang bentuk yang

dibutuhkan guna memperoleh pemecahan masalah.

c) Tabulasi yaitu menyusun data dalam tabel kemudian dianalisis yaitu data

dikelompokan dalam bentuk tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan

tujuan penelitian.

Data yang diperoleh di analisis dengan menggunakan metode deskritif kualitatitf, yaitu

menjelaskan dan menguraikan data yang diperoleh dengan memberikan penafsiran yang

logis sesuai fakta yang di temukan selama penelitian.

35
H. Jadwal Penelitian

a. Tahap persiapan proposal : 5 hari

b. Tahap pengumpulan data : 10 hari

c. Tahap analisa data : 10 hari

d. Tahap penulisan skripsi : 20 hari

e. Tahap penjilitan : 5 hari

JUMLAH : 50 hari

I. Biaya Penelitian

1. Biaya persiapan : Rp 350.000

2. Biaya pengadaan litelatur : Rp 450.000

3. Biaya Transportasi : Rp 350.000

4. Biaya Pengtikan : Rp 250.000

5. Biaya Penjilitan : Rp 200.000

6. Biaya Tak terduga : Rp 400.000

Total biaya penelitian : Rp 2.000.000

36
J. Organisasi Penelitian

1. Nama : Mardiliano Yosafat Isu

Nim : 1702010569

Jurusan : Hukum Pidana

Dosen P.A : Helsina F. Pello S. H.,M. HUM

Nip : 1973080 8200604 2 001

Alamat : Universitas Nusa Cendana Kupang

2. Nama : Debi F. Ng. Fallo S.H., M. HUM

Nip : 1970052 5199512 1 001

Jabatan : Pembimbing I

Alamat : Universitas Nusa Cendana Kupang

3. Nama : Maya Hehanusa S.H., M. HUM

Nip : 1963050 1198903 2 001

Jabatan : Pembimbing II

Alamat : Universitas Nusa Cendana Kupang

37
DAFTAR PUSTAKA

Ali Mahrus. 2012. Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.

Anwar Mochamad. 1982. Hukum Pidana Bagian Khusus Jilid 2. Alumni, Bandung.

Chazawi Adami. 2005. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. PT Raja Grafindo, Jakarta.

2010. Stelse Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum

Pidana. Raja Grafindo Persada, Cetakan V, Jakarta.

Eddy Hiariej O.S. 2014. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.

Hamzah Andi. 1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta.

Huda Chairul. 2011. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Kencana, Jakarta.

Kaelan. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Paradikma,

Yogyakarta.

Lamintang P.A.F. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung.

Marlina. 2009. Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Refika Aditama, Bandung.

Moeljatno. 2007. Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.

38
Muladi dan Arief Barda Nawawi. 1992. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.Alumni,

Bandung.

Nashriana. 2014. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Packer Herbert L. 1986. The Limit of Criminal Sanction. Standford University Press,

California.

39

Anda mungkin juga menyukai