Oleh
1
PROPOSAL PENELITIAN
Pelaksanaan Penelitian
Nama : Mardiliano Yosafat Isu
Nim : 1702010569
Semester : VII
Fakultas : Hukum
Mahasiswa
Mengetahui Menyetujui,
Dekan Ketua Bagian Hukum Pidana
2
PROPOSAL PENELITIAN
PROPOSAL PENELITIAN TELAH DISETUJUI UNTUK DI PERTHANKAN DALAM
SEMINAR PROPOSAL
DISETUJUI :
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
4
BAB I
PENDAHULUAN
membaca dan menerima bahan atau konsep yang terkandung atau yang termuat dalam Peraturan
perundang-undangan. Menegakkan hukum tidaklah cukup berdasarkan hukum saja, tetapi juga
harus ditinjau dari aspek budaya, moral, agama, bahkan para sarjana hukum berpendapat bahwa
Konsep Negara hukum di Indonesia yang menjunjung nilai-nilai moral dan kebudayaan
menjadi titik dasar dalam pengendalian penegakan hukum di Indonesia. Terjadinya kejahatan
akhir-akhir ini menjadi berita yang hangat, baik yang dimuat di media cetak, maupun media
elektronik, yang tampaknya semakin hari semakin mewarnai berita utama media media tersebut.
Kecenderungan meningkatnya kejahatan baik dari kualitas maupun dari segi kuantitas
merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri lagi, hal ini dapat terlihat pada masyarakat dalam
kehidupannya, mereka mempergunakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhannya dengan
melakukan kejahatan, serta kejahatan merupakan perbuatan yang sangat dicemaskan oleh
berbagai kalangan masyarakat, kecemasan yang timbul bukan hanya dari kalangan masyarakat,
akan tetapi juga timbul dikalangan korban kejahatan itu sendiri. Penggolongan kejahatan tidak
juga kejahatan seks yang juga sangat bertentangan dengan norma-norma hidup yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat Indonesia. Kejahatan seks yang penulis maksud ialah Pencabulan.
5
1
dengan moral dan agama. Dikarenakan perbuatan pencabulan merupakan pelanggaran hak asasi
manusia yang kerap kali terjadi dan tidak ada alasan pembenarnya.
Pencabulan merupakan perbuatan yang dikutuk oleh masyarakat dan itu dapat saja
terjadi dari mereka yang mempunyai hubungan kekeluargaan yang sangat dekat atau kerabat
yang dekat dengan korban. Di dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) telah diatur
beberapa tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan kesusilaan atau tindak pidana perbuatan
cabul menurut KUHP yakni pada Pasal 289 sampai Pasal 296. Dimana ancaman pidana pada
Pasal 289 KUHP ialah selama-lamanya Sembilan tahun penjara. Dan kejahatan penipuan seperti
perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa dengan melakukan tipu muslihat terhadap anak,
hal tersebut juga khusus di atur pada Undang-Undang Perlindungan Anak No.35 Tahun 2014
tentang Perubahan Undang Undang No. 23 Tahun 2002 yang telah berlaku pada tanggal 17
Oktober 2014.
Sangat penting untuk diketahui, bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak memiliki
cakupan yang sangat luas, Seperti : perkosaan, sodomi, seks oral, sexual gesture (serangan
seksual secara visual termasuk eksibisionlisme), sexual remark (serangan seksual secara verbal),
pelecehan seksual, pelacuran anak dan sunat klentit pada anak perempuan. Dengan demikian,
penegak hukum, sebagai representasi dari negara, harus jeli benar memahami bentuk-bentuk
kekerasan seksual terhadap anak yang secara de fakto ada di kehidupan masyarakat. Kejelian
para penegak hukum dalam memahami bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak sangat
dibutuhkan demi kepentingan memberikan perlindungan anak dari kekerasan seksual secara
menyeluruh dan maksimal. Sehubungan dengan hal tersebut maka sudah seyogianya masyarakat
1
1Sulistyaningsih, dalam Skripsi Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak, 2004,
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Sulistiyaningsih-E1A007183.pdf diunduh 16 Mei 2017, pukul
20.42
6
Indonesia mendapatkan pelindungan terhadap keselamatan dan keamanan yang secara nyata
2
dalam aspek kehidupan. Masalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa di
Indonesia , khususnya terhadap anak perlu mendapat perhatian lebih intensif dan serius lagi. Hal
ini mengingat, terdapat kecenderungan bahwa korban anak sering terabaikan oleh lembaga-
lembaga kompeten dalam sistem peradilan pidana, yang seharusnya memberikan perhatian dan
perlindungan yang cukup berdasarkan hukum. Hal tersebut tidak seharusnya terjadi, sebab
bagaimanapun korban tetap punya hak untuk diperlakukan adil, dan dilindungi hak-haknya.
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak dapat terjadi dimana saja,
bisa di dalam rumah, bisa terjadi diluar rumah, bisa di jalan dan bisa di sekolah.
Dengan kata lain, kekerasan seksual, hari ini, mengintai anak di mana pun anak berada.
Anak dalam keadaan bahaya. Berdasarkan fenomena tersebut, maka hal yang muncul di benak
setiap orang tua adalah bagaimana caranya melindungi anak dari ancaman kekerasan seksual,
dari mana asal datangnya ancaman, apa tindakan yang seharusnya diambil apabila anak menjadi
korban kekerasan seksual. Sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 yaitu
“Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua berkewajiban dan bertanggung
jawab terhadap perlindungan terhadap anak.” Perkataan ini tentunya ditujukan agar adanya
kontrol kolektif dalam keterlibatan setiap pihak dalam memberikan perlindungan terhadap anak
hal ini seharusnya bisa mencegah munculnya kekerasan seksual terhadap anak. Namun nyatanya
meski telah 12 tahun Undang-Undang diberlakukan masih saja marak kekerasan seksual
terhadap anak. Anak seharusnya mendapatkan perlindungan dan rasa aman dari orang-orang
dewasa disekitarnya bukan malah menjadi korban keganasan nafsu dari orang dewasa. Dalam
hal ini seharusnya memelihara kelangsungan hidup anak adalah tanggung jawab utama dari
2
Widhi Yuliawan “Analisis Kasus Pencabulan Kaitannya dengan Teori-Teori Kriminologi”, Senin 21 April 2014
http://widhiyuliawan.blogspot.co.id/2014/04/analisis-kasus-pencabulan-kaitannya. html diunduh 11 Agustus 2017
pukul 11.06
7
orang tua, yang tidak boleh diabaikan, orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
yang belum dewasa sampai anak-anak yang bersangkutan dewasa atau dapat berdiri sendiri.
anak baik secara rohani, jasmani dan sosial. Karena pada hakikatnya anak tidak dapat
melindungi dirinya sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental,
fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Anak harus dibantu oleh orang
lain dalam menjalani kehidupannya. Anak sudah sepatutnya mendapat perlindungan dari orang-
orang dewasa di sekitarnya bukan malah menjadi korban dari tindak kejahatan orang dewasa.
Salah satu perbuatan yang dilarang oleh Hukum pidana adalah pencabulan.
dalam tindak pidana kesusilaan. KUHP belum mendefenisikan dengan jelas maksud dari
pencabulan itu sendiri dan terkesan mencampur adukkan pengertiannya dengan perkosaan atau
persetubuhan. Pencabulan merupakan salah satu dari kejahatan seksual yang diakibatkan dari
adanya perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat kita. Pencabulan adalah jenis
kejahatan yang berdampak sangat buruk terutama pada korbannya, sebab percabulan akan
melanggar hak asasi manusia serta dapat merusak martabat kemanusiaan, khususnya terhadap
jiwa, akal, dan keturunan. Kasus-kasus tindak pidana pencabulan saat ini marak terdengar terjadi
di Indonesia, korban dalam kejahatan ini sering kali adalah anak-anak. Melihat dari proporsi
yang sebenarnya, setiap kejahatan termasuk kekerasan seksual, adalah sebagai hasil interaksi
pelaku dan korban. Tanpa bermaksud memberatkan atau menyudutkan korban, pada beberapa
kejahatan kita sering melihat bahwa korban sering juga memicu terjadinya kejahatan yang
menimpanya itu. Perannya ini terlepas dari disadari atau tidak disadari secara langsung maupun
tidak langsung. Meskipun demikian, dalam kedudukannya sebagai korban, kita juga dapat
8
melihat bahwa korban adalah sebagai pihak yang mengalami penderitaan dan kerugian atas
perbuatan yang dilakukan si pelaku kejahatan. Sehubungan dengan itu, untuk mencerahkan
permasalahan penting bagi kita untuk melihat permasalahan korban secara utuh guna mencari
landasan dalam bersikap dan bertindak terhadap korban, guna mendapatkan solusi yang baik,
terlebih pada kasus-kasus kekerasan seksual ini yang korbannya adalah wanita dan anak anak.
Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa untuk dibina dan dijaga.
Seorang anak merupakan amanah yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat yang berhak
hak tanpa ia minta. Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang RI No.35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak, bahwa : “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipsi ,
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskiriminasi”. Anak harus di lindungi karena melindungi anak-anak
merupakan tanggung jawab yang tidak bisa di tolak oleh setiap orang dewasa, siapapun itu. Anak
adalah setiap individu yang berusia dibawah 18 tahun, entah yang berkebutuhan khusus atau
tidak.
1. Anak memiliki harkat dan martabat yang sama dengan orang dewasa
2. Anak memiliki hak untuk secara merdeka dalam kebebasannya diperlakukan sesuai hak
asasinya
4. Anak belum memiliki kemampuan yang cukup untuk melindungi diri sendiri
9
5. Anak-anak memiliki ketergantungan yang sangat tinggi ter3hadap orang dewasa.
perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, selaras, serasi, seimbang, agar asas yang
menjamin anak sebagai bagian dari generasi muda. Terjadinya tindak pidana pencabulan yang
kerap terjadi pada anak-anak ini tentu saja sangat meresahkan masyarakat, terutama bagi
orangtua yang memiliki anak yang masih belum dewasa. Mereka tentu membayangkan tentang
akibat tindak pidana tersebut yang dapat merusak harapan anak-anak mereka. Oleh karena itu,
terhadap pelakunya harus diberikan pidana yang sesuai hukum dan rasa keadilan. Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada tindak pidana tersebut
dengan judul :
Data yang tersaji pada tabel di atas menunjukan bahwa kasus percabulan di Kecamatan
Kota Soe Kabupaten Timor Tengah Selatan dari tahun 2018 – 2020 jumlah kasus 3 kasus.
B. Rumusan masalah
Adapun permasalahan yang akan penulis teliti dalam penelitian ini yaitu :
3
Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005. Hukum Pidana. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta, hal. 131-138. 4Abu Huraerah, 2006, Kekerasan Terhadap Anak, Jakarta: Nusantara, hal 18
10
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadi tindak pidana Percabulan di Kecamatan
Kota Soe ?
2. Upaya apakah yang dilakukan Oleh Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana
3. Upaya apakah yang dilakukan Oleh masyarakat dalam mengurangi tindak pidana
C. Tujuan Penelitian
2. Untuk mengetahui Upaya yang dilakukan Oleh Kepolisian dalam menanggulangi tindak
3. Untuk mengetahui Upaya yang dilakukan Oleh masyarakat dalam mengurangi tindak
D. Manfaat penelitian
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat hak secara teoritis
1. Manfaat Teoritis
Manfaat secara teoritis adalah Penulis dapat memberikan pemikiran yang bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan disiplin ilmu Hukum Pidana
pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
11
Secara praktis diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau bahan masukan bagi
masyarakat dan Aparat Penegak Hukum dalam menangani kasus tindak pidana
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
antropologi prancis (Santoso dan Zulfa, 2009:9), secara harfiah berasal dari kata
“crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu
pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat. Untuk
lebih mendalami pengertian dari kriminologi itu sendiri, terdapat beberapa pendapat ahli
Kriminologi menurut W.A. Bonger (A.S Alam, 2010:2) adalah ilmu pengetahuan
Constant (A.S Alam, 2010:2) adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan
pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perbuatan tercela yang menyangkut orang-orang
12
Wood (Santoso dan Zulfa, 2009:12) berpendirian bahwa istilah kriminologi
yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dalam
Mennheim (1965) membedakan kriminologi dalam arti sempit dan arti luas
(Atmasasmita, 2005:19). Dalam arti sempit, mempelajari kejahatan. Dalam arti luas,
mempelajari penologi dan metode-metode yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah
adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kejahatan sebagai suatu masalah sosial
dalam masyarakat dalam berinteraksi. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa
sebab orang melakukan kejahatan, pelaku kejahatan, dan bagaimana cara menanggulangi
kejahatan tersebut.
selanjutnya kita akan membahas mengenai skop kriminologi atau ruang lingkup
1. Kriminologi Murni
a. Antropologi kriminil
Antropologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis). Ilmu
pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam
4
5Maulana Hassan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: PT. Grasindo, hal 1
13
tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa. Apakah ada hubungan antara suku bangsa
b. Sosiologi kriminil
Sosiologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala
masyarakat. pokok persoalan yang dijawab oleh bidang ilmu ini adalah sampai di muka
c. Psikologi kriminil
Psikologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut
jiwanya.
Psikopatologi dan neuropatologi kriminil ialah ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau
urat syaraf.
e. Penologi
2. Kriminologi Terapan
a. Higiene kriminil
Usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang
b. Politik kriminil
Usaha penanggulangan kejahatan di mana suatu kejahatan telah terjadi. Di sini dilihat
sebab-sebab seorang melakukan kejahatan. Bila disebabkan oleh faktor ekonomi maka
14
usaha yang dilakukan adalah meningkatkan keterampilan atau membuka lapangan kerja.
c. Kriminalistik
pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. Kriminologi
1. Sosiologi Hukum
Kejahatan adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan suatu
sanksi. Jadi yang menentukan bahwa suatu perbuatan itu adalah kejahatan adalah
2. Etiologi Kejahatan
Merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab musabab dari kejahatan.
3. Penology
1. Pengertian Pencabulan
15
Di dalam Pasal 289 KUHP yang dimaksud dengan pencabulan adalah Barang
siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau
54) "Pencabulan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang laki-laki
terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan atau hukum yang berlaku
melanggar." Dari pendapat tersebut, berarti pencabulan tersebut di satu pihak merupakan
suatu tindakan atau perbuatan seorang laki-laki yang melampiaskan nafsu seksualnya
oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan yang dimana perbuatan tersebut tidak
Seorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan istrinya untuk persetubuhan
dengan nya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah
masuk kedalam lubang seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani"
Dan pendapat, bahwa pencabulan tersebut adalah seorang pria yang melakukan
upaya pemaksaan dan ancaman serta kekerasan persetubuhan terhadap seorang wanita
yang bukan istrinya dan dari persetubuhan tersebut mengakibatkan keluarnya air mani
seorang pria. Jadi unsurnya tidak hanya kekerasan dan persetubuhan akan tetapi ada
unsur lain yaitu unsur keluarnya air mani, yang artinya seorang pria tersebut telah
5
6Wiji Rahayu dalam Skripsi Tindak Pidana Pencabulan, 2013 http://fh.unsoed.ac.id/sites/
default/files/SKRIPSI_0.pdf diunduh 11 Agustus 2017 pukul 11.41 7Soerjono & Abdul Rahman, 2003, Metode
Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, hal 23
16
menyelesaikan perbuatannya hingga selesai, sehingga apabila seseorang pria tidak
memperhitungan perlu atau tidaknya unsur mengenai keluarnya air mani seperti yang
dikemukakan oleh PAF Lamintang dan Djisman Samosir (2006) 193) yang berpendapat
"Pencabulan adalah perbuatan seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
dirinyal". Pendapat tersebut membuktikan bahwa dengan adanya kekerasan dan ancaman
kekerasan dengan cara dibunuh, dilukai, ataupun dirampas hak asasinya yang lain
Menurut Arif Gosita (2005: 39), Pencabulan dapat dirumuskan dari beherapa
a) Korban pencabulan harus seorang wanita, tanpa batas umur (obyek). Sedangkan ada
b) Korban harus mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan. Ini berarti tidak ada
persetujuan dari pihak korban mengenai niat dan tindakan perlakuan pelaku.
c) Pencabulan diluar ikatan pernikahan adalah tujuan yang ingin dicapai dengan
kekerasan, yang menimbulkan penderitaan mental dan fisik. Walaupun tindakan ini
tidak dapat digolongkan sebagai suatu kejahatan oleh karena tidak dirumuskan
17
Dari perumusan diatas menunjukkan bahwa posisi perempuan ditempatkan
sebagai obyek dari suatu kekerasan seksual (pencabulan) karena perempuan identik
dengan lemah, dan laki-laki sehagai pelaku dikenal dengan kekuatan nya sangat kuat
dan yang dapat melakukan pemaksaan persetubuhan dengan cara apapun yang
Mamma Adam' Chazawi (2005: 64) Fungsi dari kekerasan tersebut dalam
pencabulan yang digunakan sebagai cara dari memaksa bersetubuh juga pada
2. Kekerasan yang berupa perbuatan yang dilarang dalam tindak pidana bukan
1) Aspek obyekif, ialah (a) wujud nyata dari ancaman kekerasan yang berupa
pelaksanaan untuk dilakukan nya perbuatan yang lebih besar yakni kekerasan
secara sempurna.
18
2) Menyebabkan orang menerima kekerasan menjadi tidak berdaya secara psikis,
(korban) bahwa jika kehendak pelaku yang dimintanya tidak dipenuhi yang in casu
bersetubuh dengan dia, maka kekerasan itu benar-benar akan diwujudkan. Aspek
kepercayaan ini sangat penting dalam ancaman kekerasan sebab jika kepercayaan itu
tidak timbul pada diri korban, tidak mungkin korban akan membiarkan dilakukan suatu
1) Pihak korban masih anak-anak sehingga tidak tahu akan berbuat apa-apa
2) Pihak korban mendapat ancaman dari pelaku bila memberitahukan apa yang
Modus 1
Pelaku melakukan tindak pidana perkosaan terhadap anak di bawah umur dengan cara
pelaku mengajak berkenalan dengan anak yang akan menjadi korbannya, pelaku
Modus 2
Pelaku melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur dengan
cara atau modus memberikan minuman yang dimana minuman tersebut telah
19
dicampurkan obat yang membuat anak menjadi tidur atau pingsan, obatobatan
tersebut dengan mudah didapatkan diapotek menimbulkan rasa kantuk yang kuat.
Modus 3
Pelaku melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur dengan cara pelaku yang
mempunyai jiwa yang dekat dengan anak-anak atau yang sering berada di lingkungan
ke suatu tempat dengan iming-iming akan diberi sejumlah uang atau hadiah, setelah
Modus 4
dengan cara berawal dari media elektronik berupa jejaringsosial seperti yahoo,
facebook, friendster dan lain-lain yang dimana usia seorang anak sudah dapat
atau dengan kata lain chatting dengan korbannya anak, kemudian anak tersebut diajak
bertemu dengan pelaku dan setelah pelaku bertemu dengan anak yang akan menjadi
melakukan niat jahat pelaku yaitu Pencabulan dan modus-modus yang lainnya.
Untuk mengetahui apakah seseorang itu termasuk anak-anak atau bukan, tentu harus ada
20
Indonesia telah mengatur tentang usia anak yang dikategorikan sebagai anak yang antara
Hukum Perdata yang dikategorikan usia seorang anak ialah seseorang yang belum
undang ini pada Pasal 1 ayat (2) menyebutkan “anak adalah seseorang yang belum
mencapai batas usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Dalam pasal
tersebut dapat diperhatikan bahwa yang dikategorikan sebagai anak adalah dibawah
d. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Di dalam Undang-
undang ini yang dikategorikan sebagai anak tertuang pada Pasal 1 ayat (5) yang
menyebutkan “anak sebagai manusia yang berusia dibawah 18 (Delapan Belas) tahun
dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut
adalah demi kepentingan nya. Menurut pasal ini yang dikategorikan sebagai anak ialah
6
8Kartini Kartono, 1981, Patologi Sosial jilid 1, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, hal 145. 9Ajib, Pelaku Tindak
Pidana Pencabulan Anak Dibawah Umur, Wawancara Pribadi, Surakarta, 5 Desember 2017, pukul 11.00 WIB
21
mulai dalam kandungan sampai usia delapan belas tahun termasuk anak yang masih
dalam kandungan. Menurut pasal tersebut diatas bahwa yang dikategorikan sebagai
anak ialah seorang yang berusia dibawah delapan belas tahun sampai dalam
e. Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pada Pasal 1 ayat (4) yang
menyebutkan “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 ( Delapan Belas ) tahun.
Berarti kategori dikatakan usia seorang anak menurut pasal ini adalah belum berusia
f. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Tentang Perlindungan Anak yang telah
diubah menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Pada Pasal 1 ayat (1) anak
adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termaksud anak yang
masih dalam kandungan. Berarti kategori dikatakan usia seorang anak menurut pasal
sebagai anak, akan tetapi setiap perbedaan pemahaman tersebut, tergantung situasi dan
g. Undang Undang No 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Pada pasal 1
(1) sistem peradilan pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelasaian perkara
Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap pembimbingan setelah menjalani
pidana.
Tahun 2014
22
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Tentang Perlindungan Anak yang
telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Pada Pasal 1 ayat (1)
anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termaksud anak
yang masih dalam kandungan. Berarti kategori dikatakan usia seorang anak menurut
pasal ini adalah belum berusia delapan belas tahun. Perbuatan cabul diterangkan juga
lebih terkhusus pada pasal 82 ayat (1) jo 76E UU No.35 Tahun 2014.
berbunyi: “(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.
Pada umumnya kasus pencabulan banyak terjadi dalam kurun waktu beberapa
tahun ini khususnya di Kota Surakarta. Dari hasil penelitian terdahulu ditemukan ada 5
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana pencabulan antara lain:
pendidikan formal dalam diri seseorang dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat
dan yang bersangkutan mudah terpengaruh melakukan suatu kejahatan tanpa memikirkan
23
dengan taraf ekonomi, dimana ekonomi juga merupakan salah satu penyebab seseorang
terhadap anak bisa terjadi karena adanya faktor rendahnya pendidikan. Akibat rendahnya
7
pendidikan maka akan menyebabkan seseorang juga memiliki kekurangan dalam hal
wawasan dan pemahaman, sehingga ia dalam melakukan tindak pidana pencabulan tidak
mengetahui dampak dari perbuatannya tersebut. Selain itu anak yang menjadi korban dari
orangtua broken home akan menyebabkan kurangnya pengawasan pada anak dalam
kesehariannya.
Di sisi lain, faktor rendahnya ekonomi dan pengangguran juga dapat memicu
untuk terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur. Berkaitan
pemberontakan dan kejahatan. Kejahatan yang besar itu tidak diperbuat orang untuk
mendapatkan kebutuhan-kebutuhan hidup yang vital, akan tetapi lebih banyak didorong
Kedua, faktor lingkungan dan tempat tinggal. Lingkungan sosial tempat hidup
seseorang banyak berpengaruh dalam membentuk tingkah laku kriminal, sebab pengaruh
sosialisasi seseorang tidak akan lepas dari pengaruh lingkungan. Dari wawancara
terhadap para pelaku bahwa pelaku melakukan pencabulan tersebut dipicu oleh keadaan
lingkungan sekitarnya yang didominasi oleh anakanak dan mereka banyak yang
7
10Soejono, D., 1976, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Bandung: Alumni, hal 42.
24
Selain itu, pelaku lain ia melakukan pencabulan karena dipengaruhi oleh teman-teman
Jika dikaitkan dengan teori subkultur, diketahui bahwa faktor lingkungan yang
memberi kesempatan dan lingkungan pergaulan yang memberi contoh akan terjadinya
suatu kejahatan, salah satunya tindak pidana pencabulan. Teori ini berkaitan dengan teori
psikogenesis yang menekankan sebab tingkah laku menyimpang dari seseorang dilihat
dari aspek psikologis atau kejiwaan antara lain faktor kepribadian, intelegensia, fantasi,
konflik batin, emosi dan motivasi seseorang. Dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan
antara teori subkultur dengan teori psikogenenis. Seseorang yang memiliki gangguan
pada kejiwaannya serta didukung oleh lingkungan yang memberikan kesempatan, maka
sangat mudah terjadi suatu kejahatan salah satunya tindak pidana pencabulan terhadap
Menurut W.A Bonger, selain faktor internal yang berasal dari pribadi, faktor
eksternal salah satunya lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan
Ketiga, faktor minuman keras (beralkohol). Kasus pencabulan juga terjadi karena
adanya stimulasi diantaranya karena dampak alkohol. Orang yang dibawah pengaruh
alkohol sangat berbahaya karena ia menyebabkan hilangnya daya menahan diri dari si
sedang berada di bawah pengaruh minuman keras. Pencabulan tersebut dilakukan dengan
25
cara pelaku mengajak korban pergi ke hotel, setibanya di hotel pelaku meminum
minuman keras dan memaksa korban untuk meminumnya juga, selain itu pelaku juga
merayu korban untuk dilakukan perbuatan cabul, jika korban tidak mau maka pelaku
akan marah dan mengatakan bahwa korban sudah tidak mencintainya lagi. Saat pelaku
dan korban tidak sadar karena sama-sama berada dibawah pengaruh minuman keras,
sehingga pelaku sangat mudah melakukan perbuatan cabul dan korban mau akan
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Jadi dapat disimpulkan bahwa minuman keras
sangat berpengaruh akan terjadinya suatu tindak pidana pencabulan, karena yang berada
dibawah pengaruh minuman keras menjadi tidak sadar terhadap perbuatan yang
dilakukannya. Menurut Wisnu (2000) terdapat hubungan antara minuman keras dengan
kriminalitas yaitu : (1) Efek langsung alkohol dapat mencetuskan tindak kriminal dengan
mengubah orang yang biasanya normal menjadi bertingkah laku tidak seperti biasanya;
(2) Tindak kriminal juga dapat dijumpai pada upaya ilegal untuk mendapatkan minuman
keras tersebut; (3) Meminum alkohol untuk memabukkan diri sendiri diasosiasikan
sebagai perilaku kriminal; (4) Dampak konsumsi berlebihan dalam jangka lama secara
seseorang untuk melaksanakan tugas sehingga ia mulai menjadi pribadi yang lebih
pengaruh bagi kehidupan. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan
diri kita sendiri sebagai generasi muda agar tetap menjaga etika dan budaya, agar kita
tidak terkena dampak negatif dari teknologi. Menurut pengakuan dari pelaku A yang
26
berusia 14 tahun, mengungkapkan bahwa ia melakukan pencabulan karena ia sering
sekolah. Setelah ia menonton video porno tersebut, maka menimbulkan rasa ingin tahu
pada dirinya dan ingin mencoba sehingga terjadilah pencabulan terhadap anak atau
korban yang diketahui adalah tetangganya yang sering main ke rumah pelaku.8
akan memberikan dampak positif maupun negatif bergantung pada penggunanya. Apabila
penggunanya masih dalam kategori anak-anak dibawah umur, maka pengawasan orang
tua sangat diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan yang akan menimbulkan dampak
buruk bagi si anak tersebut. Selain itu orangtua juga wajib mengawasi dan mengontrol
segala aktivitas yang dilakukan oleh anaknya agar si anak tidak terjerumus dalam
perilaku menyimpang.
manusia lebih mudah untuk mendapatkan sesuatu hal yang dia inginkan. Perkembangan
teknologi juga membawa informasi gaya hidup negara lain yang menyimpang jauh dari
pola etika dan budaya bangsa Indonesia yang memandang adanya norma-norma di tengah
Informasi yang diterima dan tidak disaring akan menimbulkan pemikiran yang sempit
dan tidak menjadi kreatif, sehingga pola pikir sempit tadi menimbulkan perilaku buruk
yang dapat dibawa ke tengah masyarakat, perilaku buruk tadi akan berwujud tindak
8
11Andi Puji Wibowo, Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Anak Dibawah Umur, Wawancara Pribadi, Surakarta, 9
Desember 2017, pukul 13.00 WIB.
27
Kelima, faktor peranan korban. Peranan korban atau sikap korban sangat
sadar atau tidak sadar bahwa korbanlah yang sering merangsang orang lain untuk berbuat
jahat. Dalam terjadinya suatu kejahatan tertentu, pihak korban dapat dikatakan
bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya. Masalah mengenai peran
korban ini bukan merupakan masalah yang baru, karena hal-hal tertentu yang kurang
diperhatikan bahkan diabaikan sehingga menjadi “bumerang” pada diri korban sendiri.
Maka perlu kehati-hatian seseorang pada setiap tindakan yang dilakukannya agar tidak
salah arah yang akan berujung merugikan dirinya sendiri. Menurut Von Henting bahwa
ternyata korbanlah yang kerap kali merangsang seseorang untuk melakukan kejahatan
dan membuat orang menjadi penjahat.15 Namun berdasarkan dari hasil penelitian dan
wawancara penulis, faktor peranan korban tidak ditemukan dalam tindak pidana
Upaya penanggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan politik kriminal
secara garis besar dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu melalui jalur non penal atau
tindakan preventif dan jalur penal atau tindakan represif. Sedangkan menurut Prof. A.S
Alam penanggulangan kejahatan secara empirik terdiri dari atas tiga bagian pokok yaitu:
Pertama, upaya pre-emptif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak
kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam
seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran atau kejahatan tapi
28
tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi
dalam usaha pre-emptif faktor niat menjadi hilang. Dalam hal ini pihak kepolisian
kepolisian bekerja sama dengan elemen masyarakat dan tokoh agama berupaya
Jadi dapat diketahui bahwa pihak kepolisian telah aktif dalam melakukan upaya
termasuk pencabulan terhadap anak dibawah umur. Upaya pre-emptif ini tidak dapat
terwujud jika tidak didukung dengan upaya-upaya lainnya. W.A Bonger juga berpendapat
Kedua, upaya preventif ini merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emptif yang
masih dalam tatanan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif
Pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dalam mencegah terjadinya tindak pidana
pencabulan dan upaya apa saja yang harus dilakukan yaitu secara individu, masyarakat,
29
Ketiga, upaya represif ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak
menjatuhkan hukuman.
Selain tindakan preventif, pihak kepolisian Kota Surakarta juga melakukan upaya
represif setelah terjadinya suatu tindak pidana. Tindakan represif yang dilakukan harus
9
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan dan undang-undang
kepolisian. Aparat yang bekerja di lapangan tidak dapat melakukan tindakan yang
kepolisian, pihak kejaksaan dan hakim juga mempunyai peran penting dalam menangani
tindak pidana. Dalam tindak pidana pencabulan ini jaksa bertugas untuk meneliti berkas
hukuman yang dijatuhkan adalah sebagai upaya penegakan hukum dan diharapkan dapat
memberikan efek jera pada pelakunya serta mengubah sikap maupun mental pelaku agar
dilakukan kepolisian Kota Surakarta adalah dengan menindak lanjuti atas aduan yang
diterima mengenai tindak pidana pencabulan. Kemudian pihak atasan dari kepolisian
membuat surat perintah penyelidikan dan surat perintah tugas untuk dilakukan
penyelidikan terhadap pelapor, saksi, dan terlapor. Di dalam penyelidikan, pelapor, saksi,
dan terlapor diklarifikasi serta mencari atau mengumpulkan barang bukti berdasarkan
9
2Harjanti Setyorini, dalam jurnal Perilaku Kriminal Pada Pecandu Alkohol, Jakarta: Fakultas Psikologi Unversitas
Gunadarma, hal 2.
30
laporan yang telah diterima oleh pihak kepolisian. Setelah dilakukan penyelidikan dan
ditemukan bukti bukti yang cukup sesuai dengan laporan yang diadukan oleh pelapor,
maka selanjutnya dilakukan proses gelar perkara. Setelah dilakukan gelar perkara dan
terpenuhi pidananya, lalu ditingkatkan ke proses penyidikan dan terbit surat perintah
penyidikan serta surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang ditujukan pada kantor
Kejaksaan Negeri Surakarta. Saat proses penyidikan, dilakukan pemeriksaan pada para
saksi dan terlapor diperiksa sebagai tersangka. Setelah proses penyidikan selesai,
Kejaksaan Negeri Surakarta untuk dilakukan penelitian. Jika pada penelitian ada
kekurangan maka berkas perkara dikembalikan pada kepolisian (P19) dan apabila berkas
tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dinilai telah efektif. Hal tersebut
dapat dilihat dari tindakan penegak hukum pidana secara tugas dan wewenang antara
aparat penegak hukum acara pidana dan sistem peradilan pidana sudah dijalankan sesuai
dengan prosedur yang ada. Maka diharapkan dengan adanya penegakan hukum pidana
dapat menjadi pelajaran bagi pelaku pidana dan memberikan efek jera supaya tidak
mengulangi tindakannya lagi. Menurut Erna Dewi, pemberian pidana atau pemidanaan
bertujuan pada satu pihak merupakan pencegahan umum (general prevention) dan pada
tingkah laku orang lain yaitu pembuat potensial dan warga masyarakat yang taat pada
31
hukum. Pencegahan khusus adalah pengaruh langsung dari pemidanaan yang dirasakan
oleh diri terpidana (baik lahir maupun batin) dan ia akan menjadi warga masyarakat yang
lebih baik daripada sebelumnya atau dengan kata lain, bahwa dengan adanya pemidanaan
diharapkan tidak akan terjadi pengulangan perbuatan kejahatan oleh diri terpidana.
F. Kerangka Berpikir
KEJAHATAN
PERCABULAN
1. PRE-EMTIF
1.FAKTOR INTERNAL
2. PREVENTIF
2.FAKTOR EKSTERNAL 3. REPRESIF
Penjelasan :
32
Kejahatan sendiri merupakan bagian dari fenomena kehidupan masyarakat yang sejatinya
tidak dapat dihindari oleh setiap orang manusia yang masih berada di dalam roda
kehidupan ini. Kejahatan percabulan adalah salah satu dari begitu banyak macam
kejahatan yang sering terjadi. Faktor penyebab di bagi menjadi 2 yaitu faktor Internal dan
eksternal dan upaya penaggulangan dibagi menjadi 3 yaitu Pre-emtif, Preventif dan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
dan membahas peristiwa yang diperoleh sesuai dengan fakta yang terjadi kemudian
dikaitkan dengan norma hukum yang berlaku dan teori yang ada. Jenis penelitian bersifat
deskriptif yaitu penelitian dengan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau objek penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta yang tampak. Lokasi penelitian di Kota Soe, dimana
merupakan kota yang berkembang dengan penduduk yang banyak sehingga sangat
rentan terjadi suatu tindak pidana salah satunya tindak pidana pencabulan. Sumber data
terdiri dari data primer yakni wawancara dan data sekunder yaitu sumber hukum primer,
sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka,
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Kota Soe Kabupaten Timor Tengah
Selatan.
33
C. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini di kategorikan sebagai peneltian empiris yaitu penelitian yang datanya di
1. Data Primer :
Data yang diambil dari Lokasi Penelitian melalui wawancara , dengan responden /
Informan penelitian.
2. Data Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu data yang erat kaitannya dengan data primer dan
a) Peraturan Perundang-undang
b) Buku-buku
b) Jurnal-jurnal penelitian
3. Data Tersier
D. Responden / Informan
Untuk mendapatkan data dan informasi pendukung dalam penelitian ini beberapa
2. Pelaku : 1 orang
3. Korban : 1 orang
4. Saksi : 5 orang
34
E. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara ( Interview )
b. Studi kepustakaan yaitu mengutip dan mencatat teori teori / pendapat para ahli
b) Coditing yaitu mengklsifikasi memuat sifat dan jenis informasi yang bentuk yang
c) Tabulasi yaitu menyusun data dalam tabel kemudian dianalisis yaitu data
dikelompokan dalam bentuk tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan
tujuan penelitian.
Data yang diperoleh di analisis dengan menggunakan metode deskritif kualitatitf, yaitu
menjelaskan dan menguraikan data yang diperoleh dengan memberikan penafsiran yang
35
H. Jadwal Penelitian
JUMLAH : 50 hari
I. Biaya Penelitian
36
J. Organisasi Penelitian
Nim : 1702010569
Jabatan : Pembimbing I
Jabatan : Pembimbing II
37
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Mochamad. 1982. Hukum Pidana Bagian Khusus Jilid 2. Alumni, Bandung.
Chazawi Adami. 2005. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. PT Raja Grafindo, Jakarta.
2010. Stelse Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum
Eddy Hiariej O.S. 2014. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.
Huda Chairul. 2011. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Yogyakarta.
Lamintang P.A.F. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung.
38
Muladi dan Arief Barda Nawawi. 1992. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.Alumni,
Bandung.
Nashriana. 2014. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Packer Herbert L. 1986. The Limit of Criminal Sanction. Standford University Press,
California.
39