Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MADINAH

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah:

“Metode Pembelajaran Hadis”

Dosen Pengampu : Munandar, M. TH. I

Di susun oleh:

Muhammad Miftahul Habib : 0406213055

Khoirun Nisa Siregar : 0406212027

Sayyidd Naufal : 0406221024

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala yang
senantiasa memberi banyak limpahan nikmat dan karunianya, yaitu nikmat iman dan islam sehingga
atas izin nya kami diberi kemudahan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Metode Pembelajaran
Hadis yang berjudul “Madinah”, Sholawat serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu„Alaihi wa Sallam yang telah memperjuangkan islam dan memberikan petunjuk kepada
kita menuju jalan kebenaran, semoga kita mendapatkan syafa‟at di yaumil mahsyar aamiin ya Rab-
bal „aalamiin.

Kami sangat berharap makalah ini sangat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Madinah. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami berharap adanya
kritik, saran, dan usulan untuk perbaikan karya tulis ilmiah kami yang akan datang. Semoga makalah
kami dapat dipahami dan di amalkan di kehidupan sehari hari.

Medan, 06 Maret 2023

Pemakalah Kelompok 3
Daftar isi
BAB I .............................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah...................................................................................................................................... 2
BAB II ............................................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................... 3
A. Konteks Sosio Wilayah Madinah ............................................................................................................ 3
1. Masuknya islam di Madinah ............................................................................................................... 3
B. Perawi Hadist di Madinah Beserta karya-karyanya ............................................................................. 9
BAB III .......................................................................................................................................................... 19
PENUTUP ..................................................................................................................................................... 19
Kesimpulan .............................................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................ 20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terletak sekitar 453 kilometer dari Mekkah, Kota Madinah dikelilingi oleh bukit-bukit tandus
dari Pegunungan Hijaz, dengan Gunung Uhud sebagai puncak tertinggi. Kota Madinah,adalah tempat
yang sangat penting bagi penyebaran Islam di dunia. Sejarah kota Madinah atau Madinah Al
Munawwarah, (juga Madinat Rasul Allah, Madīnah an-Nabī) merupakan kota utama di Arab Saudi.

Madinah ialah kota yang ramai diziarahi atau dikunjungi oleh kaum Muslimin. Dikota ini
berdiri Masjid Nabawi yang mempunyai keutamaan bagi umat muslim.Sebelum bernama Madinah,
kota ini lebih dikenal sebagai Yatsrib.Tak jelas kapan awal mula kehidupan di Madinah.

Namun, pemukiman Yahudi sudah terdeteksi di sana pada zaman pra-Kristen.Arus utama
orang Yahudi diyakini terjadi sebagai akibat pengusiran mereka dari Palestina oleh
Romawi pada 135 M. Sebelum Yatsrib dikuasai oleh masyarakat Arab Islam, penduduk di sana
terdiri dari dua suku yang dominan, yaitu Arab dan Yahudi.

Setelah Nabi hijrah ke Yatsrib, kota Yatsrib pun diubah namanya menjadi al-Madinah al-
Munawwarah yang berarti kota yang bercahaya. Bagi umat islam kota ini dianggap sebagai kota suci.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Madinah menjadi pusat dakwah, pengajaran dan pemerintahan
Islam. Dari kota ini lah Islam berkembang ke seluruh Jazirah Arab, dan kemudian menyebar ke se-
luruh belahan dunia.

Dugaan tinggalnya orang Yahudi di sana terjadi akibat pengusiran. Masyarakat Yahudi yang
berada di Palestina dipaksa pindah oleh Kaisar Romawi pada 135 Masehi silam. Sementara itu, wila-
yah ini mengalami perkembangannya pada 400 Masehi.Situasi di Madinah berubah secara drastis
karena kedatangan Nabi Muhammad SAW pada 20 September 622.

Daerah ini kemudian diubah menjadi kota administrasi negara Islam, setidaknya berlangsung
hingga 661M.Perannya sebagai kota pemerintahan digantikan oleh Damaskus, tepatnya di masa Kha-
lifah Umayyah, Setelah itu, berkali-kali dikuasai oleh para protektorat Mesir.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang konteks sosio wilayah madinah?
2. Siapakah perawi Hadis di madinah beserta karya-karya nya?

C. Tujuan Masalah
1. Agar mengetahui tentang konteks sosio wilayah madinah.
2. Agar mengetahui siaapa kah perawi hadis di madinah beserta karya-karya nya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konteks Sosio Wilayah Madinah

1. Masuknya islam di Madinah

Secara sosiologis historis, terdapat beberapa faktor yang melatar belakangi hijrah Nabi Mu-
hammad SAW. Di antara faktor tersebut antara lain di dahului dengan adanya bai’at-bai’at (janji-
janji setia) yang diikuti oleh orang-orang dari Madinah. Padahal tidak banyak orang yang menge-
tahui tentang Arabia. Hal ini karena Arabia hanyalah daerah yang tidak menarik bagi bangsa-bangsa
lain. 1 Suasana Yastrib yang begitu kondusif merupakan berita gembira bagi Nabi Muhammad SAW
sebelum melakukan hijrah.

Hal ini karena suku Aus dan Khazraj di Yatsrib telah masuk Islam dan bersedia menerima
Nabi dan ajarannya. Dua suku tersebut masuk Islam dalam tiga gelombang, Gelombang pertama ter-
jadi pada tahun ke-10 kenabian. Saat itu beberapa orang dari mereka datang ke Makkah untuk
melakukan ziarah ke Baitullah. Mereka di sambut oleh Nabi Muhammad SAW dan beliau mem-
perkenalkan diri kepada mereka. Kemudian Nabi mengadakan pertemuan di Aqabah dengan mereka.
Dalam pertemuan tersebut mereka menyatakan beriman dan masuk Islam. 2

Gelombang kedua terjadi pada tahun ke-12 kenabian (621 M). Jumlahnya 12 laki-laki dan
satu wanita. Saat itu mereka mengadakan pertemuan dan membuat perjanjian dengan Rasulullah
SAW yang di kenal dengan perjanjian Aqabah pertama. Perjanjian ini dalam sejarah Islam juga
terkenal dengan sebutan perjanjian wanita, karena ada seorang wanita bernama Afra binti Abid bin
Tsa’labah ikut di dalam perjanjian tersebut.Gelombang ketiga terjadi pada tahun ke-13 kenabian (622
M).

Sebanyak 73 penduduk Yatsrib berkunjung ke Makkah dan mengajukan permohonan kepada


Nabi Muhammad SAW agar beliau hijrah ke Yatsrib. Perjanjian ini terkenal dengan perjanjian Aqa-
bah kedua. Mereka berjanji kepada Nabi SAW akan patuh dan setia kepada beliau, akan konsisten-

1
Sujiat Zubaidi,Kritik Epistemologi dan Model Pembacaan Kontemporer, (Yogyakarta: LESFI, 2013), h. 302.
2
Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam ,(Yogyakarta, IRCiSoD, 2017) ,h. 156.
membela Nabi Muhammad SAW dengan segenap kemampuan mereka, baik harta benda bahkan
nyawa mereka sekalipun yang menjadi taruhannya.3

Singkat cerita, setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara
4
Rasulullah SAW dengan orang-orang Yatsrib, mereka kian sengit dalam melancarkan intimidasi
dan intervensi terhadap kaum Muslim. Hal ini membuat Rasulullah SAW segera memerintahkan
kepada para sahabat nya untuk hijrah, menyusul kaum Muslimin sebelumnya yang sudah berhijrah
ke Yatsrib. Dalam kurun waktu dua bulan, hampir semua kaum Muslim kurang lebih 150 orang te-
lah meninggalkan kota Makkah. Badri Yatim,Sejarah peradaban islam, (Depok, Rajawali
Pers, 2017),h. 25

Hanya Ali dan Abu Bakar yang tetap tinggal bersama Nabi di Makkah. Keduanya membela
dan menemani Nabi sampai akhirnya beliau berhijrah ke Yatsrib. Sebelum memasuki Yatsrib, Nabi
Muhammad SAW singgah terlebih dahulu di Quba. Di Quba, Ali bin Abi Thalib menyusul dan
bergabung dengan Nabi SAW setelah menyelesaikan urusannya di Makkah. Dari Quba Nabi
melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib bersama pengikutnya.

Rombongan Nabi SAW tiba di Madinah pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal bertepatan pada 17
September 622 M.5 Peristiwa ini menjadi awal permulaan dari dakwah sebelumnya. Dimana di
Makkah kurang mendapatkan respon positif dari penduduknya, hingga Allah menjanjikan kegembi-
raan dan kemenangan dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Sebenarnya kesuksesan
hijrahnya Nabi ke Madinah tidak terlepas dari perencanaan yang begitu matang dam cermat. Beliau
menentukan strategi dan peran setiap orang dengan sangat tepat.

Di antaranya, beliau pergi ke rumah Abu Bakar pada siang hari, saat terik matahari begitu
menyengat. Beliau keluar dengan keadaan menyamar sehingga tak seorang pun mengenalinya.
Keluar dari rumah Abu Bakar pada malam hari lewat pintu belakang. Sehingga memperkecil
kemungkinan diketahui oleh orang banyak. Dan yang paling menarik adalah Nabi SAW mengambil
arah selatan menuju Yaman, bukan ke arah Utara menuju Madinah. Ini untuk mengelabui kaum
Quraisy yang terus mengejar.

3
Faisal Ismail, Sejarah Kebudayaan Islam ,(Yogyakarta, IRCiSoD, 2017), h. 156.
4
Badri Yatim,Sejarah peradaban islam, (Depok, Rajawali Pers, 2017), h. 25.
5
Faisal Ismail, Sejarah Kebudayaan Islam ,(Yogyakarta, IRCiSoD, 2017), h. 159.
Selanjutnya, Asma’ binti Abu Bakar ditugaskan mengirim makanan dan minuman ke gua
Tsur. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk bertahan sebentar di Makkah sampai tipu daya
orang-orang musyrik benar-benar dijalankan dan berakhir dengan kegagalan, lantas baru menyusul
ke Madinah. Terakhir, membuat kesepakatan dengan Abdullah Ibnu Urayqith agar mereka bertemu
di Gua Tsur setelah tiga hari. 6

Sebelum membahas tentang strategi dakwah Rasulullah SAW, sejenak melihat kondisi yang
membuat Islam mudah masuk ke kota Madinah, terdapat beberapa faktor internal selain faktor adan-
ya bai’at yang telah di sebutkan di atas. Di antara faktor-faktor yang paling penting adalah sebagai
berikut: pertama, penduduk Yatsrib adalah orang yang paling dekat dengan agama samawi, karena
mereka banyak mendengar dan berdekatan dengan orang-orang Yahudi.

Kedua, kelompok Yahudi Yatsrib sering mengancam orang-orang Arab (suku-suku di Yatsrib
terutama) tentang kabar akan kemunculan seorang Nabi yang semakin dekat, dan Yahudi akan
mengikutinya kemudian mengusir orang-orang Arab tersebut. Oleh sebab itulah, orang-orang Arab
Yatsrib menjadi orang yang paling awal mengikuti Nabi dibandingkan dengan Yahudi. Ketiga, suku
Aus dan Khazraj ketika itu dalam permusuhan yang akut. Maka, setiap kelompok dari mereka ber-
segera untuk memasuki Islam sehingga mereka bisa lebih kuat dari yang lain. 7

2. Strategi Dakwah Rasulullah SAW di Madinah

Dampak perubahan peradaban yang paling signifikan pada masa Rasulullah adalah perubahan
tatanan sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa amoral menuju moralitas yang beradab. Dalam
tulisan Ahmad al-Husairy diuraikan bahwa peradaban pada masa nabi dilandasi dengan asas-asas
yang diciptakan sendiri oleh Nabi Muhammad di bawah bimbingan wahyu. Di antara dampak posi-
tifnya adalah dengan pembangunan masjid yang di kenal dengan masjid Nabawi. 8

Pembangunan masjid ini merupakan bagian dari strategi dakwah pertama yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW untuk melebarkan sayap Islam, karena masjid memiliki peranan penting dalam
sejarah Islam. Disamping sebagai tempat untuk beribadah, masjid juga merupakan madrasah yang

6
Sujiat Zubaidi, Kritik Epistimologi dan Model Pembacaan Kontemporer, (Yogyakarta: LESFI, 2013), h. 301.
7
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam : Sejak zaman nabi adam hingga abad xx (Jakarta : Akbar Media Eka Sarana,
2004), h. 99-100.
8
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung : Pustaka Setia, 2016), h. 63.
menghasilkan pemimpin Muslim yang berkompeten serta menjadi pembawa panji keislaman. Di sisi
lain, masjid juga menjadi tempat pemilihan khalifah, baiat, dan diskusi tentang semua persoalan
umat sekaligus menjadi pusat pemerintahan.

Dari masjid pula lahir lah para pasukan tangguh, Di masjid ini pula Nabi menyambut utusan
para suku dan delegasi para raja dan penguasa.9Adapun strategi kedua adalah dengan membangun
ukhuwwah islamiyyah yaitu mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin. Dalam hal ini Ibnu
Katsir mengutip riwayat Imam Ahmad dalam karyanya al-Bidayah wa al-Nihayah, bahwa
Rasulullah SAW mempersaudara kan antara kaum Anshar dan Muhajirin di rumah Anas bin Malik.

Kaum Anshar dengan lapang dada membantu kaum Muhajirin dalam hal apapun, seperti
tempat tinggal bahkan harta benda sekalipun. Persaudaraan ini kemudian mampu menghilangkan
sekat kesukuan, dan saling tolong menolong terhadap sesama 10. Kemudian kaum Anshar menyedek-
ah kan rumah mereka, bahkan istri mereka ada yang diceraikan untuk dinikahkan dengan kaum Mu-
hajirin. Persaudaraan ini menjadi lebih kuat daripada hanya berdasarkan keturunan.

Sebelumnya kaum Anshar yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj saling bermusuhan,
ukhwah yang berasaskan iman dibawah risalah Nabi Muhammad SAW telah melunakkan hati mere-
ka.11 Keberhasilan Rasulullah dalam mempersaudara kan kaum Muhajirin dan Anshar berasaskan
iman tidak lepas dari kecerdasan beliau dalam melenyapkan ikatan kesukuan (tribalisme). Adapun
eksistensi kabilah sebagai bagian dari sunatullah dan fitrah penciptaan manusia, tetap ada dan tidak
di hapus.

Yang di hapus oleh Nabi Muhammad SAW adalah paham kesukuan yang sempit dan picik
serta primordialisme, ta’assub jahiliah yang mengklaim sukunya paling unggul, super, mulia, paling
baik dan berkualitas. Dari sinilah Nabi SAW membangun masyarakat Islam yang dijiwai oleh se-
mangat ukhuwwah Islamiyah, egalitarisme, di atas fondasi iman dan akidah Islam. 12 Dengan

9
Zarkasyi, Hamid Fahmi , Peradaban Islam Makna Strategi Pembangunannya, (Ponorogo: CIOS, 2010), h. 18-19.
10
.Ismail, Imad al-Din Abi Fida’ Ibnu Umar Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, Jilid IV, (Hijr : Markaz al-Buhuts
wa al-Dirasat al-Arabiyyah wa al-Islamiyyah, 1997), h. 554-561.
11
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam : Sejak zaman nabi adam hingga abad xx (Jakarta : Akbar Media Eka Sarana,
2004), h.105.
12
Faisal Ismail, Sejarah Kebudayaan Islam ,(Yogyakarta, IRCiSoD, 2017), h.16.
demikian, Rasulullah SAW telah berhasil menyatukan ke-bhinekaan dalam kehidupan sosial
masyarakat Madinah kala itu.

Bukan hanya menyatukan, tetapi Rasulullah juga mampu melenyapkan paham primordial-
isme kesukuan di antara Muslim, baik dari suku Aus, Khazraj dan suku-suku lainnya dari Muhajirin.
Pada akhirnya permusuhan berubah menjadi saling tolong menolong, saling berbagi dalam keadaan
suka maupun duka, saling mengeratkan antar sesama. Fakta ini membuktikan bahwa persaudaraan
yang di bangun atas dasar akidah Islamiyah mampu mengalahkan eratnya persaudaraan sedarah.

Setelah berhasil menguatkan persaudaraan antara Muslim Anshar dan Muhajirin, strategi
yang ketiga adalah membuat perjanjian dengan non-Muslim. Penduduk Madinah di awal kedatangan
Rasulullah terdiri dari tiga kelompok, yaitu bangsa Arab Muslim, bangsa Arab non-Muslim dan
orang Yahudi. Untuk menyelaraskan hubungan antara tiga kelompok tersebut, Nabi mengadakan per-
janjian atau kesepakatan dalam piagam yang di sebut “Konstitusi Madinah”, yang isinya antara lain:
-Pertama, semua kelompok yang menandatangani piagam merupakan suatu bangsa.
-Kedua, jika salah satu kelompok di serang musuh, maka kelompok lain wajib untuk membelanya.
-Ketiga, masing-masing kelompok tidak dibenarkan membuat perjanjian apapun dengan orang
Quraisy.
-Keempat, masing-masing kelompok bebas menjalankan agamanya tanpa campur tangan kelompok
lain.
-Kelima, kewajiban penduduk Madinah, baik kaum Muslimin, nonmuslim, maupun bangsa Yahudi,
saling membantu secara moril dan materil.
-Keenam, Nabi Muhammad adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan beliau menyelesaikan
masalah yang timbul antar kelompok.13

Perjanjian atau kesepakatan ini juga terkenal dengan nama Piagam Madinah. Dalam literatur
Barat, Piagam Madinah di sebut Madina Constitution. Konstitusi ini dikenal dan diakui sebagai kon-
stitusi tertulis pertama dalam sejarah. Kesepakatan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan
mereka ini bertujuan agar terjaminnya sebuah keamanan dan kedamaian. Juga untuk melahirkan se-

13
Faisal Ismail, Sejarah Kebudayaan Islam ,(Yogyakarta, IRCiSoD, 2017), h.44-45.
buah suasana harmonis dan kondusif, saling membantu dan toleransi di antara golongan tersebut,
hingga terciptalah Negara yang jauh dari permusuhan antar golongan. 14

Masyarakat yang baru dibangun oleh Nabi adalah masyarakat madani yang menjunjung
tinggi nilai-nilai keadaban dan peradaban. Tidak ada hak-hak golongan non-Muslim yang di hambat,
ataupun di khianati. Nabi justru menerapkan dan melaksanakan prinsip keadilan bagi warga Madi-
nah, baik Muslim maupun non-Muslim. Pendirian negara Islam Madinah dan pembentukan masyara-
kat di Madinah inilah yang menjadi modal dasar bagi penataan kehidupan keagamaan dan penyiaran
Islam di masa-masa selanjutnya.15 Piagam Madinah ini semestinya menjadi contoh bagi semua umat
manusia, terutama bagi para pemimpin di negara manapun.

Agar saling toleransi tanpa memusuhi, saling menghormati tanpa membenci,saling menya-
yangi bukan mencaci, hingga tercipta negara yang penuh kedamaian, kerukunan antar semua
rakyatnya. Setelah tatanan masyarakat Madinah terwujud, maka strategi selanjut nya adalah meletak-
kan dasar-dasar politik,ekonomi,dan sosial. Rasulullah SAW segera menentukan dasar-dasar yang
kuat bagi pertumbuhan, pembinaan dan pengembangan masyarakat yang baru itu.

Pada periode ini, wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi ditujukan untuk
pembinaan hukum, kemudian beliau melaksanakan serta memberikan penjelasan serta contohcontoh
penerapannya secara riil dalam praktek kehidupan.16 Adapun dalam bidang politik, Nabi Muhammad
SAW meletakkan sistem permusyawaratan (syura) sebagai dasar yang sangat ideal dalam kehidupan
demokrasi. Seperti yang difirmankan dalam al-Qur’an Surah Asy-Syura [42]. Adapun dalam bidang
ekonomi, beliau meletakkan sistem yang dapat menjamin keadilan social.

Karena hal ini sangat diperlukan oleh masyarakat yang baru dibentuk, ditata, dibina dan
dikembangkan. Agar masyarakat dapat tumbuh kembang dengan keadilan sosial, oleh karena itu
Rasulullah sebagai seorang visioner, sangat menghayati dan menjiwai akan merealisasikan prinsip-
prinsip keadilan sosial dalam masyarakat yang baru dibentuknya, seperti pembagian zakat. Selanjut-
nya dalam bidang sosial-kemasyarakatan, Rasulullah SAW meletakkan dasar dan sistem yang sangat
penting.

14
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam : Sejak zaman nabi adam hingga abad xx (Jakarta : Akbar Media Eka Sarana, 2004),
h.105.
15
Faisal Ismail, Sebudejarah Kayaan Islam ,(Yogyakarta, IRCiSoD, 2017), h. 105.
16
Faisal Ismail, Sebudejarah Kayaan Islam ,(Yogyakarta, IRCiSoD, 2017), h. 105.
seperti persamaan derajat manusia dihadapan Allah SWT yang mana tidak ditentukan oleh
latar belakang suku, ras, bangsa, pangkat, kedudukan, strata sosial dan atribut-atribut duniawi
lainnya. Karena derajat dan martabat manusia dihadapan Allah SWT ditentukan oleh kualitas takwa
kepadaNya. Dari semua strategi yang beliau lakukan, Nabi menjadi orang penting di negeri terse-
but.

Pemimpin yang disegani rakyatnya, penyayang kepada seluruh lapisan masyarakatnya, hing-
ga beliau menjadi tokoh yang paling berpengaruh di dunia L Stoddard dalam karyanya Bangkitnya
Bangsa-bangsa Berwarna mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW seolah-olah telah mengubah
padang pasir Timur Tengah menjadi mesiu yang beliau sulut dari Madinah dan meledaklah ke se-
luruh Timur Tengah. Karena tidak lama setelah hijrahnya ke Madinah, dan dalam kurun satu dekade,
beliau menjadi tokoh yang paling sukses dalam sejarah umat manusia.

B. Perawi Hadist di Madinah Beserta karya-karyanya

1. Imam Ahmad
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Ahmad bin Hambal Imam Ahmad bin Muhammad
bin Hambal As-Syaibani r.a. nasabnya bersambung sampai Rasulullah saw. pada diri Nizar bin Ma’d
bin ‘Adnan, yang berarti bertemu nasab pula dengan Nabi Ibrahim a.s. Lahir di Bagdad Iraq pada
bulan Robi’ul Awal 164 H/ November 780 M. Dikenal dengan Ibnu Hambal. Ia dibesarkan dan
dididik di Bagdad pada tahun 164 H, dan dikebumikan pada tahun 241 H. Ayah nya bernama Abu
Abdullah, sedang laqabnya adalah Imam Ahlu sunnah wal jama’ah.

Ketika beliau masih dalam kandungan, orang tua beliau pindah dari kota Marwa tempat ti
nggal sang ayah ke kota Bagdad. Di kota itulah beliau dilahirkan. Ayah beliau, Muhammad, mening-
gal dalam usia muda, 30 tahun, ketika beliau baru berumur 3 tahun. Imam Ahmad tumbuh dewasa
sebagai seorang anak yatim. Ibunya, Shafi yyah binti Maimunah, berperan penuh dalam mendidik
dan membesarkan beliau. Untungnya, sang ayah meninggalkan dua rumah untuk mereka, satu ditem-
pati sendiri, dan satunya disewakan dengan harga sangat murah.

Dalam hal ini, keadaan beliau sama dengan keadaan syaikhnya, Imam Syafi ’i, yang yati m
dan miskin, tetapi tetap mempunyai semangat yang ti nggi. Keduanya juga memiliki ibu yang mam-
pu mengantar mereka kepada kemajuan dan kemuliaan. Beliau mendapatkan pendidikan pertamanya
di Bagdad. Setamat nya menghafal Al-Qur’an dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttan
saat berusia 14 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan. Perhatian beliau saat itu ten-
gah tertuju pada keinginan mengambil hadis dari para perawinya.

Orang pertama tempat mengambil hadis adalah Al-Qadhi Abu Yusuf, murid/rekan Imam Abu
Hanifah. Pada usia 16 tahun, Imam Ahmad mulai tertarik untuk menulis hadis. Beliau melakukan
mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim bin Basyir bin Abu Hazim Al-Wasithy hingga syaikhnya
wafat, dan telah belajar lebih dari 300.000 hadis. Pada umur 23 tahun, beliau mulai mencari hadis ke
Bashrah, Hijaz, Yaman, dan kota lain. Selama di Hijaz, beliau banyak mengambil hadis dan faidah
dari Imam Syafi ’i, bahkan Imam Syafi ’i sendiri amat memuliakan Imam Ahmad dan menjadikan
beliau sebagai rujukan dalam mengenal kesahihan sebuah hadis.

Demikianlah ketekunan beliau, sampai-sampai beliau baru menikah di usia 40 tahun.


Seseorang pernah berkata kepada beliau, “Wahai Abu Abdillah, Anda telah menjadi imam kaum
muslimin.” Beliau menjawab, “Bersama mahbarah (tempat ti nta) hingga ke maqbarah(kubur). Aku
akan tetap menuntut ilmu sampai aku masuk liang kubur.” Beliau senanti asa seperti itu, menekuni
hadis, memberi fatwa, dan sebagainya. Banyak ulama yang pernah belajar kepada beliau, semisal
kedua putranya, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Abu Zur’ah, dan lain-lain.

Karangan-karangan Imam Ahmad :


1. As-sunnah. 2. Al Wara’ wal Iman. 3. Al Masail (jawaban beliau atas pertanyaan-pertanyaan
muridnya). 4. Muhtasyar fi usuluddin. 5. Fadhailsahabah. 6. Al’ilal wa Ma’rifatu Arrrijal. 7. Al
Aqidah. 8. Syair. 9. Syair ‘an khudzu’ lillah. 10. Syiir ‘an Maut wa Yaumil Qiyyamah. 11. Kitab As-
shalah. 12. Az-zuhdu. 13. As Sunnah Al-Kubro. 14. Al Musnad.

2. Imam Muslim
Imam Muslim dilahirkan di Naisabur, Iran pada tahun 202 H atau 817 M. Imam Muslim ber-
nama lengkap Imam Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Nais-
aburi. Naisabur, yang sekarang ini termasuk wilayah Rusia, dalam sejarah Islam kala itu termasuk
dalam sebutan Maa Wara’a an Nahr, arti nya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di
Uzbekistan, Asia Tengah.

Pada masa Dinasti Samanid, Naisabur menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan selama
lebih kurang 150 tahun. Seperti halnya Bagdad di abad pertengahan, Naisabur, juga Bukhara (kota
kelahiran Imam Bukhari) sebagai salah satu kota ilmu dan pusat peradaban di kawasan Asia Tengah.
Di sini pula bermukim banyak ulama besar. Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadis
memang luar biasa. Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari hadis. Pada tahun 218
H, beliau mulai belajar hadis, ketika usianya kurang dari lima belas tahun.

Beruntung, beliau dianugerahi kelebihan berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalan.
Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli hadis, yaitu
Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, beliau mulai menghafal hadis Nabi saw. dan mulai berani
mengoreksi kesalahan dari gurunya yang salah menyebutkan periwayatan hadis.Selain kepada Ad
Dakhili, Imam Muslim pun tak segan-segan bertanya kepada banyak ulama di berbagai tempat dan
negara.

Berpetualang menjadi aktivitas rutin bagi dirinya untuk mencari silsilah dan urutan yang
benar sebuah hadis. Beliau, misalnya pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya.
Dalam lawatannya itu, Imam Muslim banyak bertemu dan mengunjungi ulama-ulama kenamaan un-
tuk berguru hadis kepada mereka. Di Khurasan, beliau berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak
bin Rahawaih; di Ray beliau berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan.

Di Irak beliau belajar hadis kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz
beliau belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas ‘Abuzar; di Mesir beliau berguru kepada ‘Amr
bin sawad dan Harmalah bin Yahya, dan ulama ahli hadis lainnya. Bagi Imam Muslim, Bagdad
memiliki arti tersendiri. Di kota inilah beliau berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama-
ulama ahli hadis.

Kunjungannya yang terakhir beliau lakukan pada tahun 259 H. Keti ka Imam Bukhari datang
ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya untuk bertukar pikiran sekaligus berguru padanya.
Saat itu, Imam Bukhari yang memang lebih senior, lebih menguasai ilmu hadis ketimbang dirinya.
Ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az Zihli, beliau bergabung kepada Bukha-
ri. Sayang, hal ini kemudian menjadi sebab terputusnya hubungan dirinya dengan Imam Az Zihli.

Yang lebih menyedihkan, hubungan tak baik itu merembet ke masalah ilmu, yakni dalam hal
penghimpunan dan periwayatan hadis-hadis Nabi saw. Imam Muslim dalam kitab sahihnya maupun
kitab-kitab lainnya ti dak memasukkan hadis-hadis yang diterima dari Az Zihli, padahal beliau ada-
lah gurunya. Hal serupa juga beliau lakukan terhadap Bukhari. Tampaknya bagi Imam Muslim tak
ada pilihan lain kecuali tidak memasukkan ke dalam Kitab Sahihnya hadis-hadis yang diterima dari
kedua gurunya itu.

Kendati pun demikian, dirinya tetap mengakui mereka sebagai gurunya. Imam Muslim yang
dikenal sangat tawadhu’ dan wara’ dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadis. Menurut
Muhammad Ajaj Al Khati b, guru besar hadis pada Universitas Damaskus, Syria, hadis yang tercan-
tum dalam karya besar Imam Muslim, Sahih Muslim, berjumlah 3.030 hadis tanpa pengulangan. Bila
dihitung dengan pengulangan, katanya, berjumlah sekitar 10.000 hadis.

Sementara menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadis yang terdapat dalam karya
Muslim tersebut berjumlah 4.000 hadis tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah
hadis yang beliau tulis dalam Sahih Muslim itu diambil dan disaring dari sekitar 300.000 hadis yang
beliau ketahui. Untuk menyaring hadis-hadis tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun.
Mengenai metode penyusunan hadis, Imam Muslim menerapkan prinsip-prinsip ilmu jarh, dan ta’dil,
yakni suatu ilmu yang digunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadis.

Beliau juga menggunakan sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat), seperti


haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarana
(mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan kepada kami), dan qaalaa (ia berkata). Imam
Muslim menjadi orang kedua terbaik dalam masalah ilmu hadis (sanad, matan, kriti k, dan sele-
ksinya) setelah Imam Bukhari.

“Di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadis hanya empat orang; salah satu di
antaranya adalah Imam Muslim,” komentar ulama besar Abu Quraisy Al Hafi zh. Maksud ungkapan
itu tak lain adalah ahliahli hadis terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy. Dalam kasanah ilmu-
ilmu Islam, khususnya dalam bidang ilmu hadis, reputasi Imam Muslim, setara dengan gurunya, Abu
Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary al-Ju’fy atau lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari.
Hal tersebut sungguh begitu monumental.

Sejarah Islam sangat berhutang jasa kepadanya, karena prestasinya di bidang ilmu hadis, serta
karya ilmiahnya yang luar biasa sebagai rujukan ajaran Islam, setelah Al-Qur’an. Dua kitab hadis
sahih karya Bukhari dan Muslim sangat berperan dalam standarisasi bagi akurasi akidah, syariah dan
tasawuf dalam dunia Islam. Melalui karyanya yang sangat berharga, al-Musnad as-Sahih, atau al-
Jami’ as-Sahih, selain menempati urutan kedua setelah Sahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi
kasanah pustaka dunia Islam, dan di Indonesia, khususnya di pesantren-pesantren menjadi kurikulum
wajib bagi para santri dan mahasiswa.

Pengembaraan (rihlah) dalam pencarian hadis merupakan kekuatan tersendiri, dan amat penti
ng bagi perkembangan intelektualnya. Dalam pengembaraan ini (tahun 220 H), Imam Muslim ber-
temu dengan gurugurunya, dimana pertama kali bertemu dengan Qa’nabi dan yang lainnya, keti ka
menuju kota Mekah dalam rangka perjalanan haji. Perjalanan intelektual lebih serius, barangkali dil-
akukan tahun 230 H. Dari satu wilayah ke wilayah lainnya, misalnya menuju ke Irak, Syria, Hijaz
dan Mesir.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Muslim mulai mengumpulkan hadis untuk karyanya


yang mengesankan itu. Ia melakukan perjalanan jauh sampai ke Mesir, Suriah dan Irak. Ia meminta
nasihat beberapa tokoh ulama hadis termasuk Imam Ahmad Ibn Hambal. Sahihnya disusun dari
300.000 hadis. Dalam bukunya yang termasyur, Sahih Muslim, ia menulis kata pembukaan
mengupas secara ilmiah ilmu-ilmu hadis, Kitabnya yang terdiri atas 52 bab mengupas persoalan had-
is-lima ti ang agama, perkawinan, perdagangan, jihad, pengorbanan, perilaku dan kebiasaan nabi,
para sahabat dan yang lainnya.

Kitab Shahih
Imam Muslim memiliki jumlah karya yang cukup penting dan banyak. Namun yang paling
utama adalah karyanya, Sahih Muslim. Dibanding kitab-kitab hadis sahih lainnya, kitab Sahih Mus-
lim memiliki karakteristik tersendiri, dimana Imam Muslim banyak memberikan perhatian pada
ekstraksi yang resmi. Beliau bahkan tidak mencantumkan judul-judul setiap akhir dari satu pokok
bahasan. Di samping itu, perhati annya lebih diarahkan pada mutaba’at dan syawahid.

Walaupun dia memiliki nilai beda dalam metode penyusunan kitab hadis, Imam Muslim
sekali-kali tidak bermaksud mengungkap fiqih hadis, namun mengemukakan ilmu-ilmu yang ber-
sanad. Karena beliau meriwayatkan setiap hadis di tempat yang paling layak dengan menghimpun
jalur-jalur sanadnya di tempat tersebut. Sementara al-Bukhari memotong-motong suatu hadis di be-
berapa tempat dan pada setiap tempat beliau sebutkan lagi sanadnya.

Sebagai murid yang shalih, beliau sangat menghormati gurunya itu, sehingga beliau
menghindari orang-orang yang berselisih pendapat dengan al-Bukhari. Kitab Sahih Muslim memang
dinilai kalangan muhadisun berada seti ngkat di bawah al-Bukhari. Namun ada sejumlah ulama yang
menilai bahwa kitab Imam Muslim lebih unggul keti mbang kitabnya al-Bukhari. Sebenarnya kitab
Sahih Muslim dipublikasikan untuk Abu Zur’ah, salah seorang kriti kus hadis terbesar, yang bi-
asanya memberikan sejumlah catatan mengenai cacatnya hadis.

Lantas, Imam Muslim kemudian mengoreksi cacat tersebut dengan membuangnya tanpa ar-
gumentasi. Karena Imam Muslim ti dak pernah mau membukukan hadis-hadis yang hanya berdasar-
kan kriteria pribadi semata, dan hanya meriwayatkan hadis yang diterima oleh kalangan ulama. Se-
hingga hadishadis Muslim terasa sangat populis. Berdasarkan hitungan Muhammad Fuad Abdul
Baqi, kitab Sahih Muslim memuat 3.033 hadis. Metode penghitungan ini ti dak didasarkan pada sis-
tem isnad sebagaimana dilakukan ahli hadis, namun beliau mendasarkannya pada subyek-subyek.
Arti nya jika didasarkan isnad, jumlahnya bisa berlipat ganda.

3. Imam Bukhari
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardiz-
bah Al Bukhari Al Ju’fi . Beliau lahir pada hari Jumat, di Bukhara, Uzbekistan pada tanggal 13
Syawwal tahun 194 H/21 Juli 810 M. Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih be-
ragama Zoroaster. Tapi orang tuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman
el-Ja’fi y. Beliau lebih terkenal dengan sebutan Imam Bukhari.

Imam Bukhari berasal dari keluarga ulama yang saleh. Ayahnya, Ismail, seorang ulama hadis
yang pernah berguru kepada Imam Malik bin Anas, salah seorang pendiri mazhab fi qih yang empat,
dan juga kepada Hammad ibn Zaid. Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada
suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim a.s. yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah
telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa.”

Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan
penglihatan kedua mata putranya. Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai
menuntut ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Bagdad, Bashrah,
Kufah, Mekah, Mesir, dan Syam. Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya.

Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin
Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Sya-
qiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah,
Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin
Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman,
‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan se-
deret imam dan ulama ahlul hadis lainnya.

Al Imam Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Beliau dikaruniai
otak yang sangat cerdas, Pemikirannya tajam dan hafalannya kuat. Kecerdasan dan Ketajaman
pemikirannya serta kekuatan hafalannya sudah terlihat sejak masa kanak-kanak. Ulama hadis ini
mewarisi ketakwaan ayahnya. Minatnya terhadap dunia keilmuan sudah terbentuk sejak kecil.
Ayahnya merupakan tokoh idolanya sekaligus guru pertamanya.

Ia harus berpisah dengan ayahnya tercinta untuk selamanya sejak usia lima tahun. Imam Bu-
khari bertekad untuk mengikuti jejak sang ayah. Dalam usia sepuluh tahun sudah banyak menghafal
hadis. Hari-harinya disibukkan dengan belajar hadis. Dalam usia 16 tahun pemuda Bukhari sudah
hafal di luar kepala hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Ibn Mubarak al-Waqi. Ia pun sudah me-
mahami madhab fi qih “ahl al-Ra’yi.”

Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadis sahih, dan saya juga hafal dua ratus ri-
bu hadis yang ti dak sahih.” Pada kesempatan yang lain belau berkata, “Seti ap hadis yang saya hafal,
pasti dapat saya sebutkan sanad (rangkaian perawi-perawi)-nya.” Beliau juga pernah ditanya oleh
Muhamad bin Abu Hati m AlWarraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan seti ap hadis
yangengkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya: kitab Sahih Bukhari)?” Be-
liau menjawab, ”Semua hadis yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun ti
dak ada yang samar bagi saya.”

Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang hadis telah mencapai
puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang hidup sezaman dengannya
memberikan pujian (rekomendasi) terhadap beliau. Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi)
termaksud. Muhammad bin Abi Hati m berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid Al Marwazi
berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji Abu Abdillah Al Bukhari, lalu be-
liau berkata, “Saya ti dak pernah melihat orang seperti dia.

Seolah-olah dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadis.” Abu Bakar Muhammad bin Ishaq
bin Khuzaimah berkata, “Saya ti dak pernah melihat di kolong langit seseorang yang lebih menge-
tahui dan lebih kuat hafalannya tentang hadis Rasulullah saw. dari pada Muhammad bin Ismail (Al
Bukhari).” Muhammad bin Abi Hati m berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah (Al Imam Al Bu-
khari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin ‘Ali Al Fallaas pernah meminta penjelasan kepada saya ten-
tang status (kedudukan) sebuah hadis.

Saya katakan kepada mereka, “Saya tidak mengetahui status (kedudukan) hadis tersebut.”
Mereka jadi gembira dengan sebab mendengar ucapanku, dan mereka segera bergerak menuju ‘Amr.
Lalu mereka menceriterakan peristi wa itu kepada ‘Amr. ‘Amr berkata kepada mereka, “Hadis yang
status (kedudukannya) ti dak diketahui oleh Muhammad bin Ismail bukanlah hadis.” Al Imam al-
Bukhari mempunyai karya besar di bidang hadis yaitu kitab beliau yang diberi judul Al Jami’ atau
disebut juga Ash-Shahih atau Sahih Al Bukhari.

Para ulama menilai bahwa kitab Sahih Al Bukhari ini merupakan kitab yang paling sahih
setelah kitab suci AlQur’an. Hubungannya dengan kitab tersebut, ada seorang ulama besar ahli fi kih,
yaitu Abu Zaid Al Marwazi menuturkan, “Suatu ketika saya terti dur pada sebuah tempat (dekat
Ka’bah) di antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim. Di dalam tidur saya bermimpi melihat Nabi
saw. Beliau berkata kepada saya, “Hai Abu Zaid, sampai kapan engkau mempelajari kitab Asy-Syafi
’i, sementara engkau tidak mempelajari kitabku? Saya berkata, “Wahai Baginda Rasulullah, kitab
apa yang Baginda maksud?” Rasulullah menjawab, “Kitab Jami’ karya Muhammad bin Ismail.”

Karya Al Imam Al Bukhari yang lain yang terkenal adalah kita At-Tarikh yang berisi tentang
hal-ihwal para sahabat dan tabi’in serta ucapan-ucapan (pendapat-pendapat) mereka. Di bidang
akhlak beliau menyusun kitab Al-Adab Al-Mufrad. Dan di bidang akidah beliau menyusun kitab
Khalqu Af’aal Al Ibaad. Ketakwaan dan keshalihan Al Imam Al Bukhari merupakan sisi lain yang
tak pantas dilupakan. Berikut ini diketengahkan beberapa pernyataan para ulama tentang ketakwaan
dan keshalihan beliau agar dapat dijadikan teladan.

Abu Bakar bin Munir berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah Al Bukhari berkata, “Saya
berharap bahwa keti ka saya berjumpa Allah, saya ti dak dihisab dalam keadaan menanggung dosa
ghibah (menggunjing orang lain).” Abdullah bin Sa’id bin Ja’far berkata, “Saya mendengar para
ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini orang seperti Muhammad bin
Ismail dalam hal ma’rifah (keilmuan) dan keshalihan.

” Sulaim berkata, “Saya ti dak pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak
enam puluh tahun orang yang lebih dalampemahamannya tentang ajaran Islam, lebih wara’ (takwa),
dan lebih zuhud terhadap dunia daripada Muhammad bin Ismail.” Al Firabri berkata, “Saya bermim-
pi melihat Nabi saw. di dalam ti dur saya.” Beliau bertanya kepada saya, “Engkau hendak menuju ke
mana?” Saya menjawab, “Hendak menuju ke tempat Muhammad bin Ismail Al Bukhari.” Beliau
berkata, “Sampaikan salamku kepadanya!” Imam Bukhari pernah ditanya oleh seseorang, “Bagaima-
na mulanya engkau berkecimpung dalam bidang hadis ini? Maka beliau mengatakan, saya diilhami
untuk menghafal hadis keti ka saya bersama dengan para penulis hadis.

Berapa usiamu pada waktu itu? Dia menjawab 10 tahun, atau kurang. Saya lalu keluar dari
kelompok para penulis itu dan selanjutnya saya selalu menemani ad-Dakhili dan ulama lainnya. Keti
ka saya telah berkecimpung di bidang ini saya telah hafal Ibnul Mubarak dan Waqi’. Saya lalu pergi
ke Mekah bersama ibu dan saudaraku , sesudah selesai berhaji, saudaraku lalu mengantarkan ibuku
pulang, sedangkan saya memperdalam dan mematangkan diri dalam bidang hadis.”

Imam Bukhari selanjut nya berkelana ke berbagai daerah seperti Nisabur, Bagdad, Bashrah,
Kufah, Mekah, Madinah, Syam dan Mesir untuk mendapatkan hadis dari sejumlah ulama. Beliau
menulis kitabnya yang bernama Tarikh di masjid Nabawi, sejumlah buku yang memuat nama-nama
rijal (Orang). Imam Bukhari pada waktu kecil pernah mendatangi para ulama yang sedang bersama
para muridnya, karena beliau masih kecil beliau malu memberi salam pada mereka.

Suatu keti ka beliau ditanya oleh seorang alim, “Berapa hadis yang sudah kau tulis hari ini?
Imam Bukhari menjawab, “Dua.” Orang-orang yang ada di sekitarnya mentertawakannya. Alim itu
pun berkata, “Kalian jangan menertawakannya, boleh jadi suatu hari kalian akan ditertawakannya.”
Beliau berkata, “Suatu kali saya bersama Ishak ibnu Rahawaih, lalu ada sejumlah temanku yang ber-
kata kepadaku, alangkah baiknya kalau sekiranya engkau kumpulkan sunnah Nabi saw.

dalam sebuah kitab yang singkat. Hal tersebut mengena dalam hati ku, maka saya mulai
mengumpulkannya dalam kitab ini (Kitab Sahih Bukhari).” Beliau berkata, kitab ini saya pilihkan
dari 600 ribu hadis. Beliau juga berkata, ti daklah aku tulis satu hadis dalam kitab ini kecuali saya
wudlu/mandi dan salat dua rekaat. Imam Bukhari berkata, saya menulis hadis dari 1000 orang alim
atau lebih.

Tidak ada satu pun hadis yang ada padaku kecuali kusebutkan isnadnya. Imam Bukhari ada-
lah ahli hadis yang termasyhur di antara para ahli hadis sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam
Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab
Fiqih dan Hadis, hadis-hadis beliau memiliki derajat yang ti nggi. Sebagian menyebutnya dengan
julukan Amirul Mukminin fi l Hadis (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadis). Dalam bi-
dang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat ke-
budayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus, dan Bagdad. Daerah itu pula yang
telah melahirkan fi losof-fi losof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulamaulama besar
seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun
daerah tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun menurut Alexandre Ben-
ningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam bukunya “Islam in the Sovyet Union” (New York,
1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 milliun. Jadi merupakan daerah yang pemeluk Is-
lamnya nomor lima besarnya di dunia setelah Indonesia, Pakistan, India, dan Cina.

Karangan-Karangan Imam Bukhari


Karangan Imam Bukhari lainnya antara lain adalah kitab Al-Jami’ ash Sahih, Al-Adab al-Mufrad,
At-Tharikh as-Shaghir, At-Tarikh Al-Awsat, AtTarikh al-Kabir, At-Tafsir Al-Kabir, Al-Musnad al-
Kabir, Kitab al ‘Ilal, Raf’ul Yadain fi s Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad-Du’afa, Asami As-Sahabah
dan AlHibah. Di antara semua karyanya tersebut, yang paling monumental adalah kitab Al-Jami’ as-
Sahih yang lebih dikenal dengan nama Sahih Bukhari.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Untuk menutup pembahasan ini dari beberapa uraian di atas penulis dapat menyimpulkan be-
berapa hal sebagai berikut :
1. Pembangunan masjid merupakan strategi dakwah pertama rasulullah di madinah.
2. Nabi mengadakan perjanjian atau kesepakatan dalam piagam yang di sebut “Konstitusi Madinah”
3. Nabi menerapkan dan melaksanakan prinsip keadilan bagi warga Madinah, baik Muslim maupun
non-Muslim.
4. Nama lengkap nya imam ahmad adalah Abu Abdullah Ahmad bin Hambal Imam Ahmad bin Mu-
hammad bin Hambal As-Syaibani r.a.
5. Karya utama imam muslim adalah shahih muslim
6. Al Imam Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Beliau dikaruniai otak
yang sangat cerdas, Pemikirannya tajam dan hafalannya kuat.
DAFTAR PUSTAKA

Abi Zakaria Yahya Ibnu Syarifun Nawawi, Riyadhus Sholihin, Dar Al


kitab Al ‘Arobi. Bairut: 1974
Al Hafi d Ibnu Hajar Al ‘Askolami, Bulughul Marom,tt .
Al-Qur’anul Karim, DEPAG RI.
Asmuni Mth, Wakaf, PT. Pustaka Insan Madani, Yogyakarta,
2007.
Ibnu Husein, Pribadi Muslim Ideal. Pustaka Nuun, Semarang,
2004.
Majalah Fatawa, vol 05/I/Muharram-Safar 1424H-2003 M
Muhammad Kholis Mu’tasim, La Tansa Ya Muslimun, Alifb ata,
Jakarta: 2007.
Muhammad Syakir, Washoyal Aba’ Ilal Abna’, Surabaya, t.t.
Muslim bin Hajjaj, Shaheh Muslim, Dal Al Ihya’ Att urats Al Arobi,
Bairut, 1929.

Anda mungkin juga menyukai