Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SEJARAH PERDAPAN ISLAM

Peradapan Islam Rasulullah Priode Madinah (622-632)

Dosen Pengampu: Nurhafifah,M.PD.I

Kelompok 3

Disusun Oleh:

M. Ilham Kurniawan Fazza Abdulah (2311100267)

Najwa Yusti Febriana (2311100097)

Hidayah Agustina (2311100233)

Kelas/Semester : PGMI G/2(dua)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2024/2025


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan bimbingan-Nya makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan
rencana. Makalah Ini sebagai pemenuhan tugas dari Dosen Pembina sejarah peradapan
islam

Selama penyusunan makalah ini banyak kendala yang dihadapi, namun berkat
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak semua kendala tersebut dapat teratasi. Pada
kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis, penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih yang sebanyak-banyaknya kepada yang terhormat.

Penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis


penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai, Amin.

Bandar Lampung , 24 Februari 2024

Kelompok Tiga

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A.Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah........................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. Hijrah Nabi Ke Madinah ............................................................................. 3
B. Dasar Berpolitik Negeri Madinah .............................................................. 5
C. Piagam Madinah: Darusaslam dan Darul Islam .......................................... 6
BABIII
PENUTUP .......................................................................................................... 8
A. Kesimpulan ................................................................................................. 8
B. Saran............................................................................................................ 9
Daftar pustaka ................................................................................................ 10

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib, maka seketika itu juga
berubahlah namanya kota Yatsrib menjadi Madinnatun Nabawi artinya kota nabi,
selanjutnya disebut Madinah. Sejak menetap di Madinah Rasulullah SAW mulai
mengatur siasat dan membentuk masyarakat Islam yang bebas dari ancaman dan
tekanan serta intimidasi. Jadi hijrahnya Rasulullah SAW itu sendiri merupakan langkah
awal dari terbentuknya Daulah Islamiyah yang pertama di muka bumi pada saat itu.
Karena itu peristiwa hijrah tidaklah terwujud begitu saja, namun ada beberapa pra
kondisi seperti adanya Baiat Aqabah yang Pertama dan kedua, kedua baiat ini
merupakan batu-batu pertama bagi bangunan Negara Islam, Kehadiran rasulullah SAW
ke dalam masyarakat Madianah yang majemuk amat menarik untuk dibahas.

Kemajemukan komunitas Madinah membuat rasul melakukan negoisasi dan


konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan “piagam Madinah”.
Berawal dari Piagam Madinah inilah sesungguhnya merupakan rangkaian penting dari
proses berdirinya Negara Madinah. Setelah proses Ba’iat dan Piagam madinah, Nabi
Muhammmad SAW dipandang bukan saja sebagai pemimpin ruhani tetapi juga sebagai
kepala Negara. Rasul sebagai kepala Negara, lantas mengangkat Kepala Pemerintahan
setempat pada tiap-tiap negeri yang dikuasainya atau masuk Islam dengan cara damai.

Bila ditinjau dari persoalan ajaran Islam, periode Madinah merupakan kelanjutan
dari periode Mekkah. pada periode Mekkah, ayat – ayat tentang hukum belum banyak
diturunkan, sementara pada periode Madinah, kita mendapati ayat hukum mulai turun
melengkapi ayat yang telah ada sebelumnya. Ini dipahami mengingat hukum bisa
dilaksanakan bila komunitas telah terbentuk, bukan hanya ayat-ayat hukum saja yang
berangsur-angsur sempurna, juga ayat lain misalnya tentang etika, tauhid dan seluruh
elemen ajaran Islam berangsur-angsur mendekati titik kesempurnaan dan mencapai
puncaknya dengan diturunkannya Surat Al Maidah ayat 3.

1
Satu hal lain yang perlu digaris bawahi bahwa Islam pada periode Madinah
adalah Islam yang terus mencari tata system pemerintahan yang cocok, hingga nabi
wafat, model politik yang baku tidak pernah diformulasikan oleh Nabi SAW, praktek
kehidupan berpolitik Nabi SAW sesungguhnya bukanlah sebuah pelaksanaan terhadap
format tata pemerintahan yang sudah jadi dan sempurna, tapi merupakan proses
percobaan yang terus menerus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Hijrah Nabi ke Madinah?
2. Apa Dasar Berpolitik Negeri Madinah?
3. Apa Piagam madinah: Darusallam Dan Daril Islam?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Hijrah Nabi Ke Madinah
2. Untuk Mengetahui Dasar berpolitik Negeri Madinah
3. Untuk Mengetahui piagam Madinah Darusallam dan Darul Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hijrah Nabi Ke Madinah

Sejak diangkatnya Muhammad sebagai Nabi melalui proses turunnya wahyu


sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ada dua periode yang dilalui Nabi, periode
Makkah yaitu sejak turunnya wahyu pertama sampai dengan hijrah atau berpindahnya
beliau bersama para pengikutnya ke Madinah, dan periode Madinah, yaitu sejak
peristiwa hijrah sampai dengan wafatnya Nabi. Pada periode Makkah Nabi
menyampaikan misi kenabian memperkenalkan ajaran Islam yang mengajarkjan ajaran
tauhid. Misi Nabi ini mendapat tentangan keras dari penduduk Makkah yang
dipelopori tokoh-tokoh suku Quarais, mereka bukan saja tidak menerima ajaran Tauhid
yang ditawarkan Nabi, mereka menentang secara keras bahkan memberikan ancaman
fisik kepada nabi dan orang-orang yang mengikutinya. Kemudian dengan petunjuk dari
Allah dan atas pertimbangan situasi social yang sangat tidak mendukung misi
kenabiannya di makkah serta dengan mempertimbangakn kondisi yang lebih kondusip
di Madinah maka Nabi Muhammad bersama pengikutnya melaksanakan Hijrah. Yaitu
sebuah proses migrasi dari kota Makkah ke kota Madinah. 1

Sejak itu dimulailah babak baru dalam masa kenabian. Berbeda dengan apa yang
dialami pada saat di kota Makkah, di Madinah Nabi dan para pengikutnya mendapat
sambutan yang baik oleh penduduk Madinah. Secara social masyarakat Madinah ketika
itu terdiri dari beberapa kelompok, kelompok-kelompok yang tergolong besar dan
berpengaruh adalah kelompok Yahudi dan Arab. Kelompok Arab sendiri terdiri dari
suku “Aus dan Khozroj. Masing-masing kelompok ini dalam rentang waktu yang cukup
panjang selalu terlibat dalam pertikaian, mereka saling bertikai untuk memperebutkan
kepemimpinan di antara mereka. Karena masing-masing mereka tidak ada yang mau
mengalah, maka akibatnya Madinah masa itu menjadi kosong kepemimpinan. Di sisi
lain mereka sudah berada dalam titik jenuh selalu bertengkar, mereka sudah merindukan
suasana damai, akan tetapi mereka tidak mempunyai figure yang dapat mempersatukan
mereka. Beberapa tokoh diantara mereka akhirnya menemukan figure itu ada pada
pribadi Nabi Muhammad SAW. Karena itulah kehadiran nabi dan para pengikutnya di
1
Muhaimin, dkk., Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta Prenada, Media, 2007), hlm: 221

3
Madinah mendapat sambutan hangat bahkan Nabi dinobatkan sebagai pemimpin
diantara mereka.

Dengan diterima dan diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin


penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarahpun dimulai berbeda dengan periode
Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam
berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad
SAW mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai
kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan
spiritual dan kekuasaan duniawi, kedudukanya sebagai Rasul secara otomatis
merupakan kepala negara2.
Sisi menarik dari system politik yang dibangun oleh Nabi adalah bahwa dalam
Negara madinah itu dibangun dengan kondisi social penduduknya heterogen. . Adapun
peta demografis Madinah pada saat itu terdiri dari :
1. Kaum muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Ansor.
2. Anggota suku Aus da Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal
muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi SAW.
3. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganism
(paganisme adalah paham dimana agama belum datang, dan paganisme cenderung
menganut politheisme).
4. Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam 3 suku utama yaitu bani Qainuqa, Bani
Nadhir dan Bani Quraidhah.
Etnis Arab dengan beraneka suku, dan juga berbagai jenis keyakinan, Yahudi dengan
beberapa sektenya, Nasrani serta masyarakat suku paganism yang belum mempunyai
agama, serta Islam sendiri. Keanekaragaman ini dapat dipersatukan dalam suatu sitem
politik yang dibangun oleh Nabi. Pada masa kenabian tidak ada lagi perang antar suku,
tidak juga ada superioritas kelompok tertentu atas yang lain. Semua dapat hidup
damai, saling menghormati satu dengan lain. Hasilnya adalah Madinah yang awalnya
adalah cikal bakal sebuah Negara, akhirnya menjelma menjadi sebuah kekuatan
Negara baru. Sebuah Negara dengan konsep kebersamaan hak warga Negara, tidak
membedakan ras, suku dan agama.

2
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan
kelima), hlm. 101

4
B. Dasar Berpolitik Negeri Madinah
Realita politik Madinah merupakan rangkaian strategis yang berimplikasi pada
masyarakat Islam yang menerima perubahan-perubahan positif diantaranya: Pertama,
Ikatan daerah atau wilayah, Dari sini Madinah merupakan tempat tinggal bagi ummat
Islam. Kedua, jiwa kemasyarakatan, artinya dengan pemikiran dari ummat Islam
Madinah dapat dipersatukan untuk tujuan yang sama. Ketiga, dominasi politik, hal ini
terjadi karena keterlibatan ummat Islam secara langsung berperan dalam urusan-urusan
politik.

Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, Nabi SAW segera
meletakan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, dasar-dasar itu antara lain 3: Dasar
pertama adalah sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan, yaitu tempat
pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan ibadah
kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan
untuk berbagai hal, seperti belajar-mengajar, mengadili perkara - perkara yang muncul
dalam masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang. Nabi SAW merencanakan
pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin.
Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup
besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya
terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat
masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.

Dasar kedua yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di


dalam Islam), yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke
Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu kaum
Muhajirin). Nabi SAW mempersaudarakan individu-individu dari golongan Muhajirin
dengan individu-individu dari golongan Anshar. Misalnya, Nabi SAW
mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan
Mu'az bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam
suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini pula,
Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan
agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.

3
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 25-26

5
Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat
golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek
moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW
mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang
menjamin kebebasan beragama orang-orang yahudi sebagai komunitas dikeluarkan.
Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan
keagamaan, kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat
berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar 4.

C. Piagam Madinah

Nabi SAW telah berhasil mewujudkan piagam politik yang merupakan langkah
strategis. Karena meletakkan piagam sebagai persatuan hidup bagi seluruh penduduk
Madinah dengan tidak membedakan keturunan, bangsa dan agama. Piagam ini
merupakan naskah politik yang kedudukannya sebagai dustur atau konstitusi Madinah.
Piagam ini mempunyai tiga bagian dan empat puluh tujuh poin. Tiga bagian tersebut,
pertama, khusus berkaitan dengan orang-orang Islam Muhajirin dan Anshor. Kedua,
khusus yang berkaiatan dengan orang-orang Yahudi. Ketiga, meliputi seluruh penduduk
Madinah. 5

Menurut Ahmad Sukardja dalam karyanya “Piagam Madinah dan Undang-


undang dasar 1945” menyatakan bahwa Piagam Madinah ini adalah konstitusi Negara
Madinah yang dibentuk pada masa awal klasik Islam, tepatnya pada tahun 622M
sebagai konstitusi yang dibuat oleh seorang Negarawan yang berkedudukan sebagai
Rasul dengan dibantu oleh para sahabatnya

Adapun isi dari konstitusi Madinah atau piagam madinah adalah:

1. Setiap suku dan kelompok akan mengurus urusannya sendiri dan menyelesaikan
sendiri perselisihannya menurut hukum dan kebiasaannya sendiri.

2. Tidak ada pihak Yahudi atau muslim yang boleh melakukan persetujuan kapanpun
jugadengan salah satu pihak atau kelompok yang tinggal di luar Madinah.

4
Muhammad Husain Haekal, op. Cit., 1990. Hlm. 199-205
5
Hasan Ibrahim Hassan, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, (Yogjakarta: Penerbit Kota Kembang, 1989),
hlm. 28-29

6
3. Kalau terjadi pertempuran diluar batas-batas Madinah, tidak ada penduduk Madinah
yang dapat dipaksa untuk bertempur di pihak manapun.

4. Orang Yahudi harus memberikan sumbangan biaya kalau mereka bertempur bahu-
membahu dengan orang muslim melawan musuh bersama

5. Setiap suku ataukelompok bebas menjalankan agamanya. Orang Yahudi menjalankan


agamanya dan orang Islam menjalankan agamanya.

6. Kalau ada serangan di pihak luar,masing-masing pihak akan membantu pihak lain.
Jika salah satu pihak terlibat pertempuran, pihak lain akan memberikan bantuannya.
Dan jika salah satu pihak membuat perdamaian, pihak yang lainnya juaga membuat
perdamaian dengannya. Tidak ada satu pihak pun juga yang akan memberikan
perlindungan pada orang Quraisy di Mekah.

7. Kota Mekah adalah kota suci dan tidak boleh dilanggar oleh semua pihak yang
menandatangani perjanjian tersebut.

8. Dalam semua perselisihan diantara pihak-pihak yang menandatangani perjanjian


ini di Madinah, Nabi Muhammad akan bertindak sebagai wasit.

Karena Piagam Madinah ini bertujuan untuk mengatur kehidupan bersama


antara sesama ummat dan masyarakat Madinah yang majmuk. Dengan demikian
berdasarkan piagam Madinah yang telah ditetapkan dan di sepakati bersama oleh
seluruh elemen masyarakat Madinah yang majemuk, maka Madinah secara otomatis
menjadi Negara (City State) yang berdaulat, dimana Nabi sebagai pendirinya dan Nabi
dipandang bukan saja sebagi Nabi dan Rasul tetapi pada saat yang sama Nabi dipandang
sebagai kepala Negara. 6Dalam konteks ini Munawir Sadjali memberikan tanggapan
bahwa banyak diantara pemimpin dan pakar ilmu politik Islam beranggapan bahwa
Piagam Madinah adalah konstitusi atau undang-undang dasar bagi Negara Islam yang
pertama dan didirikan oleh Nabi di Madinah.

6
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan
kelima), hlm. 22

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada 3 dasar utama yang diletakkan Rasulullah SAW dalam membangun


Pemerintahan Islam di Madinah yang penduduknya pluralis, yaitu pembangunan
masjid,ukhuwah Islamiyah, dan Menjalin hubungan persahabatan dengan dalam sebuah
ikatan perjanjian dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.Nabi Muhammad
SAW mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai
kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan
spiritual dan kekuasaan duniawi, kedudukanya sebagai Rasul secara otomatis
merupakan kepala negara. Dalam Pemerintahan Islam di Madinah di bawah
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW telah banyak perubahan positif yang dialami
baik dalam bidang politik, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan keagamaan.Tujuan
perjuangan nabi yang jelas menuju kearah menegakkan keadilan dan kebenaran serta
menghancurkan yang batil tanpa pamrih kepada harta, kekuasaan, dan kemuliaan
duniawi.

Adanya prinsip persamaan yang ditegakkan Rasulullah SAW dalam bergaul


tidak pernah mebedakan satu dengan yang lain, bersikap sama terhadap semua orang,
baik dengan yang kuat maupun yang lemah, yang kaya maupun yang miskin, baik
terhadap musuh maupun sahabat. Beliau tidak pernah menghardik yang bersifat
menghina dan bermuka masam kepada siapapun. Adanya prinsip kebersamaan.
Rasulullah Saw dalam menggerakkan orang berbuat tidak hanya sekedar memberikan
perintah, namun beliau sendiri terjun memberikan contoh. Beliau sendiri ikut terjun
menyingsingkan lengan baju dan kaki jubahnya dalam membangun masjid Nabawi di
Madinah, dan beliau selalu ikut terjun langsung dalam setiap pembangunan maupun
medan tempur memimpin pasukan.

8
B. Saran

Agar ada upaya lebih dalam untuk mengkaji sosok Rasul Muhammad Saw dan
perjuangan dakwah Islamiyah, dalam membangun pluralisme di Madinah, terutama
pada hal-hal yang belum bisa penulis kaji. Diupayakan agar menelaah nilai-nilai
pluralisme yang berkembang di Indonesia dalam konteks dakwah dan pendidikan.

9
Daftar Pustaka

Badri yatim, 2014, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada).


Haekal, Muhammad Husain,1990, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera
Antarnusa, . Cet. 12).
Hassan, Hasan Ibrahim, 1989, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, (Yogjakarta: Penerbit
Kota Kembang).
Muhaimin, Dr, MA, dkk., 2007, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta Prenada,
Media,).
Nasution, Harun, 1985, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI
Press, cetakan kelima).

10

Anda mungkin juga menyukai