Anda di halaman 1dari 7

REVIEW MATERI

PENGANTAR SEJARAH PERADABAN ISLAM


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

SEJARAH PERADABAN ISLAM

Dosen Pengampu

Muhammad Amiruddin, Lc., M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Rara Puspita Putri (210703110015)


2. Nur Rasyid Saputro (210703110019)
3. Alvina Milafaizza (210703110040)
4. Hikmah Helmi Bahtiar (210703110054)
5. Carlyna Septi Aisya (210703110105)

JURUSAN FARMASI

KELAS A

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2022

PERADABAN ISLAM RASULULLAH PERIODE MAKKAH (622-


632)

A. Arti Hijrah Nabi ke Madinah


Sejak diangkatnya Muhammad sebagai Nabi melalui proses turunnya
wahyu sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ada dua periode yang dilalui
Nabi, periode Makkah yaitu sejak turunnya wahyu pertama sampai dengan
hijrah atau berpindahnya beliau bersama para pengikutnya ke Madinah, dan
periode Madinah, yaitu sejak peristiwa hijrah sampai dengan wafatnya Nabi.
Pada periode Makkah Nabi menyampaikan misi kenabian memperkenalkan
ajaran Islam yang mengajarkjan ajaran tauhid. Misi Nabi ini mendapat
tentangan keras dari penduduk Makkah yang dipelopori tokoh-tokoh suku
Quarais, mereka bukan saja tidak menerima ajaran Tauhid yang ditawarkan
Nabi, mereka menentang secara keras bahkan memberikan ancaman fisik
kepada nabi dan orang-orang yang mengikutinya. Kemudian dengan petunjuk
dari Allah dan atas pertimbangan situasi social yang sangat tidak mendukung
misi kenabiannya di makkah serta dengan mempertimbangakn kondisi yang
lebih kondusip di Madinah maka Nabi Muhammad bersama pengikutnya
melaksanakan Hijrah. Yaitu sebuah proses migrasi dari kota Makkah ke kota
Madinah.

Sejak itu dimulailah babak baru dalam masa kenabian. Berbeda dengan
apa yang dialami pada saat di kota Makkah, di Madinah Nabi dan para
pengikutnya mendapat sambutan yang baik oleh penduduk Madinah. Secara
social masyarakat Madinah ketika itu terdiri dari beberapa kelompok,
kelompok-kelompok yang tergolong besar dan berpengaruh adalah kelompok
Yahudi dan Arab. Kelompok Arab sendiri terdiri dari suku “Aus dan Khozroj.
Masing-masing kelompok ini dalam rentang waktu yang cukup panjang selalu
terlibat dalam pertikaian, mereka saling bertikai untuk memperebutkan
kepemimpinan di antara mereka. Karena masing-masing mereka tidak ada yang
mau mengalah, maka akibatnya Madinah masa itu menjadi kosong
kepemimpinan. Di sisi lain mereka sudah berada dalam titik jenuh selalu
bertengkar, mereka sudah merindukan suasana damai, akan tetapi mereka tidak
mempunyai figure yang dapat mempersatukan mereka. Beberapa tokoh
diantara mereka akhirnya menemukan figure itu ada pada pribadi Nabi
Muhammad SAW. Karena itulah kehadiran nabi dan para pengikutnya di
Madinah mendapat sambutan hangat bahkan Nabi dinobatkan sebagai
pemimpin diantara mereka.

Dengan diterima dan diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi


pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarahpun dimulai berbeda
dengan periode Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan
politik. Ajaran Islam berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di
Madinah. Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai
kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri
nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi,
kedudukanya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala negara.

Sisi menarik dari system politik yang dibangun oleh Nabi adalah bahwa
dalam Negara madinah itu dibangun dengan kondisi social penduduknya
heterogen. . Adapun peta demografis Madinah pada saat itu terdiri dari :
1. Kaum muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Ansor.
2. Anggota suku Aus da Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal
muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi SAW.
3. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganism (paganisme
adalah paham dimana agama belum datang, dan paganisme cenderung
menganut politheisme).
4. Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam 3 suku utama yaitu bani Qainuqa,
Bani Nadhir dan Bani Quraidhah
Etnis Arab dengan beraneka suku, dan juga berbagai jenis keyakinan,
Yahudi dengan beberapa sektenya, Nasrani serta masyarakat suku paganism
yang belum mempunyai agama, serta Islam sendiri. Keanekaragaman ini dapat
dipersatukan dalam suatu sitem politik yang dibangun oleh Nabi. Pada masa
kenabian tidak ada lagi perang antar suku, tidak juga ada superioritas kelompok
tertentu atas yang lain. Semua dapat hidup damai, saling menghormati satu
dengan lain. Hasilnya adalah Madinah yang awalnya adalah cikal bakal sebuah
Negara, akhirnya menjelma menjadi sebuah kekuatan Negara baru. Sebuah
Negara dengan konsep kebersamaan hak warga Negara, tidak membedakan ras,
suku dan agama.

B. Dasar Berpolitik Negeri Madinah


Realita politik Madinah merupakan rangkaian strategis yang
berimplikasi pada masyarakat Islam yang menerima perubahan-perubahan
positif diantaranya: Pertama, Ikatan daerah atau wilayah, Dari sini Madinah
merupakan tempat tinggal bagi ummat Islam. Kedua, jiwa kemasyarakatan,
artinya dengan pemikiran dari ummat Islam Madinah dapat dipersatukan untuk
tujuan yang sama. Ketiga, dominasi politik, hal ini terjadi karena keterlibatan
ummat Islam secara langsung berperan dalam urusan-urusan politik.

Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, Nabi


SAW segera meletakan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, dasar-dasar itu
antara lain[6]: Dasar pertama adalah sarana terpenting untuk mewujudkan rasa
persaudaraan, yaitu tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah masjid,
tempat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang
juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti belajar-
mengajar, mengadili perkara - perkara yang muncul dalam masyarakat,
musyawarah, dan transaksi dagang. Nabi SAW merencanakan pembangunan
masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin.
Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi.
Ukurannya cukup besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu
Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari
daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat masjid itu dibangun pula tempat
tinggal Nabi SAW dan keluarganya.

Dasar kedua yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah


(persaudaraan di dalam Islam), yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang
hijrah dari Mekah ke Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk
Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin). Nabi SAW mempersaudarakan
individu-individu dari golongan Muhajirin dengan individu-individu dari
golongan Anshar. Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu Bakar dengan
Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan Mu'az bin Jabal. Dengan
demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu
persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini pula,
Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan
berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.
Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih
terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih
menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat
diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan
mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang
yahudi sebagai komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki
hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan, kemerdekaan beragama
dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan
keamanan negeri itu dari serangan luar.

C. Piagam Madinah
Nabi SAW telah berhasil mewujudkan piagam politik yang merupakan
langkah strategis. Karena meletakkan piagam sebagai persatuan hidup bagi
seluruh penduduk Madinah dengan tidak membedakan keturunan, bangsa dan
agama. Piagam ini merupakan naskah politik yang kedudukannya sebagai
dustur atau konstitusi Madinah. Piagam ini mempunyai tiga bagian dan empat
puluh tujuh poin. Tiga bagian tersebut, pertama, khusus berkaitan dengan
orang-orang Islam Muhajirin dan Anshor. Kedua, khusus yang berkaiatan
dengan orang-orang Yahudi. Ketiga, meliputi seluruh penduduk Madinah.

Menurut Ahmad Sukardja dalam karyanya “Piagam Madinah dan


Undang-undang dasar 1945” menyatakan bahwa Piagam Madinah ini adalah
konstitusi Negara Madinah yang dibentuk pada masa awal klasik Islam,
tepatnya pada tahun 622M sebagai konstitusi yang dibuat oleh seorang
Negarawan yang berkedudukan sebagai Rasul dengan dibantu oleh para
sahabatnya.

Adapun isi dari konstitusi Madinah atau piagam madinah adalah:

1. Setiap suku dan kelompok akan mengurus urusannya sendiri dan


menyelesaikan sendiri perselisihannya menurut hukum dan kebiasaannya
sendiri.
2. Tidak ada pihak Yahudi atau muslim yang boleh melakukan persetujuan
kapanpun jugadengan salah satu pihak atau kelompok yang tinggal di luar
Madinah.
3. Kalau terjadi pertempuran diluar batas-batas Madinah, tidak ada penduduk
Madinah yang dapat dipaksa untuk bertempur di pihak manapun.
4. Orang Yahudi harus memberikan sumbangan biaya kalau mereka bertempur
bahu-membahu dengan orang muslim melawan musuh bersama
5. Setiap suku ataukelompok bebas menjalankan agamanya. Orang Yahudi
menjalankan agamanya dan orang Islam menjalankan agamanya.
6. Kalau ada serangan di pihak luar,masing-masing pihak akan membantu pihak
lain. Jika salah satu pihak terlibat pertempuran, pihak lain akan memberikan
bantuannya. Dan jika salah satu pihak membuat perdamaian, pihak yang
lainnya juaga membuat perdamaian dengannya. Tidak ada satu pihak pun juga
yang akan memberikan perlindungan pada orang Quraisy di Mekah.
7. Kota Mekah adalah kota suci dan tidak boleh dilanggar oleh semua pihak
yang menandatangani perjanjian tersebut.
8. Dalam semua perselisihan diantara pihak-pihak yang menandatangani
perjanjian ini di Madinah, Nabi Muhammad akan bertindak sebagai wasit

Karena Piagam Madinah ini bertujuan untuk mengatur kehidupan


bersama antara sesama ummat dan masyarakat Madinah yang majmuk. Dengan
demikian berdasarkan piagam Madinah yang telah ditetapkan dan di sepakati
bersama oleh seluruh elemen masyarakat Madinah yang majemuk, maka
Madinah secara otomatis menjadi Negara (City State) yang berdaulat, dimana
Nabi sebagai pendirinya dan Nabi dipandang bukan saja sebagi Nabi dan Rasul
tetapi pada saat yang sama Nabi dipandang sebagai kepala Negara[9]. Dalam
konteks ini Munawir Sadjali memberikan tanggapan bahwa banyak diantara
pemimpin dan pakar ilmu politik Islam beranggapan bahwa Piagam Madinah
adalah konstitusi atau undang-undang dasar bagi Negara Islam yang pertama
dan didirikan oleh Nabi di Mad

Anda mungkin juga menyukai