Anda di halaman 1dari 4

Nama : Aviesina Ahmad Zain

NIM : 22104090039
Prodi : MPI

“TUGAS RESUME”

NILAI TOLERANSI DALAM DAKWAH

NABI MUHAMMAD SAW

Menyingkap Pesan Damai Piagam Madinah

(Karya Jamal, MA.)

Islam merupan agama dakwah, yaitu agama yang menegaskan umatnya untuk menyebarkan
dan menyiarkan kepada seluruh umat manusia secara arif dan bijaksana dan sebagai agama
yang rahmatan lil alamin. Karena itu, agama dalam maknanya yang paling esensial
merupakan mengkonsepsikan satu pemahaman tentang pesan akan nilai-nilai universal
sebagai rahmat seluruh umat dan bukan kekerasan maupun peperangan yang terkandung
didalamnya.

Sejarah Nabi Muhammad SAW di Madinah telah meletakkan pondasi perdaban yang telah
dirintis dan dibangun sebagai tolak ukur peradaban dan kejayaan Islam yang berkaitan
dengan toleransi umat beragama dengan terciptanya sebuah konstitusi yang mencakup
kepentingan masyarakat Madinah yang dikenal sebagai “Piagam Madinah”

Berkaitan dengan hubungan umat beragama, beragama dapatlah dimaknai sebagai suatu
pengalaman ajaran agama dalam hidup serta kehidupan umat manusia baik secara individu
maupun secara sosial. Pada hakekatnya, keragaman merupakan fakta sosial yang tidak bisa
dihindari sebagaimana para nabi juga beragam. Dengan demikian, paradigma satu bangsa
merupakan upaya back to basic bahwa setiap Insan harus menjadikan asal kelahirannya
sebagai pijakan utama.

Toleransi berasal dari bahasa latin tolerare (tahan, bersabar). Toleransi adalah sikap
seseorang yang bersabar terhadap keyakinan filosofis dan moral orang lain yang dianggap
berbeda, dapat disanggah atau bahkan keliru. Dengan demikian tidak ada upaya untuk
memberamus argumentasi ataupun ungkapan yang sah dari keyakinan-keyakinan yang dianut
oleh orang lain.
Islam merupakan agama termuda dalam tradisi Ibrahim. Pemahaman Islam sejak
kelahirannya pada abad ke-VII M sudah melibatkan unsur kritis pluralisme, yaitu hubungan
Islam dengan agama lain.

A. PIAGAM MADINAH

Peristiwa pengangkatan Rasul di Gua Hira yang sangat sederhana, namun ajaran Islam yang
dibawanya mampu menggoncangkan para bangsawan Quraisy Mekah Mereka menolak
ajaran agama tauhid yang dibawa Nabi Muhammad SAW mereka menilai Ajaran yang
dibawanya bertentangan dengan ajaran politeisme yang diyakini sebagai agama warisan
nenek moyang. Dakwah Nabi Muhammad SAW pada awal kerasulannya memperoleh
sambutan luas dari masyarakat lapisan bawah yaitu para Maula dan Buddha hal ini mudah
dipahami mengingat kondisi sosial mereka memang sangat membutuhkan pembebasan.
Sebaliknya, sambutan dari masyarakat lapisan atas hanya sedikit. Penolakan ini terjadi
sebagai akibat kalangan kafir Makkah kehilangan jejak sejarah yang sebenarnya. Di saat Nabi
Muhammad SAW mengalami ancaman dan intimidasi bahwa sampai perencanaan kaum
Quraisy untuk membunuhnya yang telah mempurak porandakan kebiasaan kaum Quraisy
Mekah. Dari kasus inilah Nabi Muhammad SAW dengan ijtihadnya menegaskan kepada
umatnya untuk berhijrah dari Kota Mekah ke kota Madinah.

1. Hijrah membangun peradaban baru

Nabi Muhammad SAW hijrah ke Yatsrib pada dua Rabiul Awal, 1 H/20 September 622 M,
dengan diantar oleh sahabatnya Abu Bakar As Siddiq. Perlu diperhatikan Jauh sebelum Nabi
Muhammad SAW melaksanakan hijrah terlebih dahulu telah mengadakan perjanjian dengan
pimpinan Islam Madinah yang datang ke Mekah titik perjanjian ini disebut dengan bayi Atul
aqabah, 622 M, isinya antara lain akan mentaati Nabi Muhammad SAW sebagai
pemimpinnya titik perjanjian ini dilakukan ketika ia masih berada di Mekah.

Selama 13 tahun di Mekah, Nabi Muhammad SAW berhasil menanamkan iman kepada
Allah SWT dan mendidik akhlak Budi pribadi para sahabat yang jumlahnya tidak terlalu
besar. Nabi Muhammad SAW dalam mengembangkan amanah Suci menyiarkan wahyu
Allah SWT tidaklah semudah yang kita bayangkan sebagaimana membalikkan telapak
tangan. Reaksi yang timbul terhadap ajaran Nabi Muhammad SAW berbentuk permusuhan
secara keras. Penyebab dari rasa permusuhan ini dapat digolongkan menjadi tiga: ajarannya
tentang Hanya Ada Satu Tuhan tanpa kompromi menjadi Ancaman bagi Sumber penghasilan
besar yang diterima Makkah dari kunjungan kabilah-kabilah Baduy ke 360 Kuil yang ada di
Kota Mekah di saat Nabi SAW menghadapi krisis terberat dalam karir kenabiannya, tiba-tiba
ia ditemui oleh sebuah delegasi kota Yatsrib yang terdiri dari 12 orang terkemuka yang
menginginkan Nabi Muhammad SAW menjadi penengah dalam perselisihan yang terjadi di
kota Mekah

2. Kondisi sosial religius masyarakat Madinah

Hijrah yang berlangsung menjadikan meningkatnya varietas penduduk serta komposisi


penduduk kota Madinah mereka tidak hanya terdiri dari suku Aws, khozroj, dan Yahudi, serta
Muhajir dan suku Quraisy dan suku-suku Arab lainnya. Perbedaan pendapat dalam
mengkategorikan Penduduk Madinah namun cakupannya mengandung inti yang sama yaitu
penduduk kota Madinah bercorak hidrogen/majemuk. Dari struktur komposisi masyarakat
Madinah inilah, Nabi Muhammad SAW mengambil suatu kebijakan yang akomodatif
melingkupi berbagai elemen masyarakat berkaitan dengan seluruh hajat hidup masyarakat
Madinah guna terwujudnya tatanan hidup yang lebih mengedepankan nilai-nilai humanisme
dan toleransi.

3. Tersusunnya Piagam Madinah

Setibanya dia Yatsrib, Nabi Muhammad SAW mengubah nama Yatsrib dengan Madinah
Nabi artinya kota nabi. Nabi Muhammad SAW memulai aktivitasnya dengan melakukan
sensus atau menjajaki komposisi demografi agama dan sosial Penduduk Madinah sesuatu
yang sangat asing pada waktu itu melalui sensus yang telah dilakukan Nabi Muhammad
SAW mendapat keterangan bahwa ada 10.000 penduduk yang mendiami kota Madinah terdiri
dari 1500 penduduk muslim, 4000 orang Yahudi dan 4500 orang musik Arab. Nabi
Muhammad SAW juga menentukan langkah strategis lainnya Yakni dengan membatasi
sejarah fisik dari sudut-sudut kota Madinah bertujuan batasan-batasan wilayah tersebut
merupakan batasan dalam negara kota namun dalam realitasnya masih ada juga kaum yang
tidak setuju terhadap kebijakan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Ketika mendengar berita tersebut, Nabi Muhammad SAW dengan tegas mendeklarasikan
bahwa tujuannya bukanlah untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang absolut di Madinah
melainkan untuk memberikan jaminan keamanan terhadap komunitas agamanya, Sekaligus
merupakan persyaratan yang diperlukan bagi perkembangan agama baru. Mereka
menyepakati prinsip-prinsip dasar yang menetapkan dasar negara kota yang baru dalam
sebuah pertemuan di rumah Anas Ibnu Malik sahabat Nabi Muhammad SAW titik pada tahun
710- 219 M, konstitusi Piagam Madinah dicatat dalam bentuk tulisan.

Anda mungkin juga menyukai