Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERADABAN ISLAM RASULULLAH PERIODE MADINAH (622-632)


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen pengampu : Dr. Widyastuti, M. Ag

Disusun Oleh :
Kelompok 3 - Gizi 5A
1. Devi Suciyani (1907026008)
2. Nurul Hasanah (1907026019)
3. Nunik Maya Deliya (1907026023)

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabaraktuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kami kemudahan dalam
pengerjaan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami tepat pada waktunya.
Tanpa bantuan-Nya kami tidak sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam, tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad saw. yang
syafa‟atnya kita nantikan di akhirat kelak.

Kami selaku penulis merasa bersyukur kepada Allah SWT. atas limpahan nikmat sehat-
Nya. Baik itu sehat fisik maupun sehat pikiran, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah
yang berjudul “Peradaban Islam Rasulullah Periode Madinah” sebagai tugas mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam.

Kami juga menyadari bahwa makalah kami masih memilik banyak kekurangan dan
kesalahan, bahkan jauh dari kata sempura. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca unuk makalah kami, sehingga makalah kami bisa menjadi lebih baik lagi.
Kemudian kami memohon maaf yang sebesar-besarnya jika pembuatan makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada Ibu.. selaku
dosen pengampu mata kuliah ini yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah.
Sekian dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Semarang, 5 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN.....................................................................................................4
A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................... 5
C. Tujuan ..................................................................................................................................... 5
BAB II
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
A. Arti Hijrah Rasulullahdi Madinah .......................................................................................... 6
B. Dasar-dasar Berpolitikdi Madinah.......................................................................................... 8
C. Piagam Madinah : Darussalam dan Darul Iman……………………………………………11
BAB III
PENUTUP .................................................................................................................................... 18
A. Kesimpulan........................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan Islam masa Rasulluah SAW terbagi menjadi dua periode, yaitu
periode Mekkah dan periode Madinah. Adapun untuk periode Mekkah tersebut
diawali dengan peristiwa diangkatnya menjadi Nabi atau Rasul. Sedangkan untuk
periode madinahnya dimulai sejak terjadi peristiwa Hijrahnya Rasulullah beserta
kaum muslimin ke Madinah setelah kurang lebih 13 tahun berdakwah di kota
Mekkah.
Sebelum islam berkembang, kota madinah pada mulanya disebut sebagai kota
Yatsrib, yang dikenal sebagai pusat perdagangan. Kemudian, setelah Nabi
Muhammad melakukan hijrah dari Mekkah, kota ini berubah nama menjadi
Madinah dan beralih menjadi pusat perkembangan Islam hingga beliau wafat dan
dimakamkan disana juga. Selain itu, kota ini juga dijadikan sebagai pusat
kekhalifahan sebagai penerus Nabi Muhammad SAW.
Adapun setelah Nabi Muhammad menetap di Madinah, beliau memulai
mengatr siasat dan membentuk masyarakat Islam yang bebas dari berbagai
ancaman yang ada termauk didalamnya tekanna dan intimidasi. Sehingga pada
dasarnya, hijrahnya Rasulullah SAW dapat diartikan sebagai suatu langkah awal
mulai terbentuknya Daulah Islamiyah yang pertama di muka bumi. Oleh sebab
itu, peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW tidaklah terwujud begit saja, melainkan
terdapat beberapa pra kondisi yang mengikutinya seperti Baiat Aqabah.
Kemajemukan komunikasi Madinah menjadi salah satu pendorong Nabi untuk
melakukan suatu negosiasi dan konsolidasi melalui suatu perjanjian tertulis yang
disebut dengan istilah “Piagam Madinah”. Berawal dari Piagam Madinah inilah
mulai berdirinya Negara Madinah, yang mana setelah adanya Baiat Aqabah dan
Piagam Madinah ini Rasulluah SAW dipandang sebagai pemimpin ruhani serta
kepala Negara.
Jika ditinjau dari perspektif ajaran Islam, periode Madinah ini merupakan
periode lanjutan dari Mekkah. Dimana pada periode Mekkah, ayat-ayat mengenai

4
hukum belum banyak diturunkan, namun pada periode Madinah untuk ayat-ayat
yang berkaitan dengan hukum mulai turun untuk melengkapi ayat yang telah ada
sebelumnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa arti hijrah Nabi Muhammad ke Madinah?
2. Apa dasar-dasar berpolitik di Madinah?
3. Apa yang dimaksud Piagam Madinah : Darussalam dan Darul Islam?

C. Tujuan
1. Mengetahui arti hijrah Nabi Muhammad ke Madinah
2. Mengetahui dasar-dasar berpolitik di Madinah
3. Mengetahui yang dimaksud dengan Piagam Madinah : Darussalam dan Darul
Islam

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti Hijrah Nabi Muhammad ke Madinah


Dalam kamus bahasa Indonesia, kata hijrah memiliki makna berpindah atau
menyigkir dalam kurun waktu tertentu dari suatu tempat menuju tempat lainnya
dengan suatu alasan tertentu seperti halnya untuk keselamatan atau kebaikan
bersama, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam, Hijrah
diartikan perpindahan Rasulullah SAW dari kota Mekkah ke Yastrib. Dan dalam
sejarah perkembangan Islam, hijrah merupakan perpindahan Rasul bersama
dengan para sahabat menuju Madinah, yang terjadi pada hari senin bulan Rabiul
Awal pada tahun ketigabelas kenabian (622 M) (Haris Kulle, 2015). Pada
hakikatnya, hijrah bermakna untuk menyelamatkan nilai-nilai Aqidah Islam dan
agama Allah. Oleh sebab itu, hijrah mengandung makna yang paling mendasar
dalam hal memelihara serta menjaga keutuhan dari Tauhid atau keesaan Allah
SWT.
Adapun salah satu faktor penyebab hijrahnya Rasulullah SAW yaitu karena
adanya kekonsistenan Rasulullah SAW untuk mengubah keyakinan dan budaya
manusia saat itu dari menyembah berhala menjadi menyembah Allah SWT satu-
satunya Tuhan yang pantas untuk disembah. Namun pada kenyataannya merubah
suatu kebiasaan, perilaku atau keyakinan seseorang yang berhubungan dengan
Tuhan tidaklah mudah, sementara disisi lain tugas utama Rasulullah SAW yaitu
dakwah mentauhidkan Allah (Abdul Hakim, 2016).
Pada masa Rasulullah SAW terdapat dua periode yang dilalui Nabi dalam
berhijrah, yaitu periode Mekkah yang dimulai sejak mulai turunnya wahyu
pertama hingga hijrahnya beliau bersama pengikutnya menuju Madinah, dan yang
satunya lagi yaitu periode Madinah yang dimulai sejak hijrah hingga wafatnya
Rasulullah SAW. Adapun pada periode Mekkah tersebut, nabi menyampaikan
misi kenabian dengan memperkenalkan agama islam yang mengajarkan tentang
ajaran tauhid. Namun misi yang dijalankan Rasulullah tersebut mendapatkan
tantangan besar dari tokoh-tokoh suku Quraisy. Dan dari tantangan tersebut,

6
rasulullah SAW mendapatkan petunjuk untuk melakukan hijrah yaitu proses
perpindahan dari kota Mekkah menuju Madinah. Dan pada saat itu mulailah
periode Madinah. Pada periode ini sangatlah berbeda dengan periode sebelumnya,
sebab dikota Madinah Rasulullah SAW beserta pengikutnya medapatkan
sambutan halus dari penduduk Madinah tersebut.
Dapat diketahui bahwa hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah berawal dari
rasa ketidakamanan kaum muslim dari adanya ancaman dan atau tindasan dari
Quraisy. Adapun hijrahnya Rasulullah SAW ini mampu membawa pengaruh yang
sangat signifikan. Yang mana Islam mampu mulai berkembang dengan fondasi
peradapan yang diatur oleh Rasulullah SAW. Adapun dampak pesat paradapan
yang terlihat sangat singnifikan yaitu pada masa Rasulullah SAW berupa
perubahan tatanan sosial. Yang mana hal tersebut merupakan suatu perubahan
yang sangat mendasar menuju moralitas yang beradap. Dapat diketahui dalam
suatu tulisan Ahmad Al-Husairy menyatakan bahwa peradapan pada masa
Rasulullah SAW tersebut dilandasi dengan asas-asas yang dibuat oleh Rasulullah
SAW dibawah bimbingan wahyu. Salah satu dampak positif pada periode tersebut
yang mampu dilihat yaitu terbangunnya Masjid Nabawi. Yang mana
pembangunan masjid tersebut masih menjadi bagian dari strategi dakwah
Rasulullah SAW untuk melebarkan sayap islam, sebab masjid dianggap memiliki
peranan yang cukup besar dalam sejarah perkembangan islam (Ummu Salamah
Ali, 2017).
Selain pembangunan Masjid, strategi lain yang dilakukan oleh Rasulullah
yaitu membangun ukhuwwah islamiyah atau dengan kata lain mempersaudarakan
antara kaum Anshar dengan kaum Muhajirin. Adapun dalam hal ini keberhasilan
Rasulullah SAW dalam mempersaudarakan 2 kaum tersebut berasaskan pada
keimanan yang tidak terlepas dari kecerdasan beliau dalam melenyapkan ikatan
kesukuan atau tribalisme. Dengan demikian pada periode ini dapat dikatakan
bahwa Rasulullah telah berhasil untuk mempersatukan kebhinekaan dalam
kehidupan sosial masyarakat Madinah. Bahkan tidak hanya menyatukan saja,
melainkan Rasulullah SAW juga mampu melenyamkan suatu paham yang disebut
dengan primordialisme diantara muslim. Sehingga pada akhirnya suatu

7
permusuhan yang awalnya terjadi mampu berubah manjadi sikap saling tolong
menolong, saling berbagi diasaat keadaan suka ataupun duka, serta mampu
mengeratkan hubungan antar sesama. Dan dari hal ini, sebuah fakta mampu
membuktikan bahwa sebuah tali persaudaraan yang dibangun atas dasar akidah
islamiyah mampu mengalahkan eratnya persaudaraan sedarah. Dari keberhasilan
mempersaudarakan antara muslim Anshor dengan muslim Muhajirin, kemudian
Rasulullah SAW melanjutkan strateginya berupa membuat sebuah perjanjian
dengan non-Muslim yang disebut dengan Piagam Madinah. Kesuksesan
Rasulullah SAW dalam periode Madinah tersebut tidaklah terlepas dari strategi-
strategi jitu yang telah disusun mandiri oleh Rasulullah SAW yang berasaskan
pada akidah dan tauhid (Ummu Salamah Ali, 2017).

B. Dasar-dasar Berpolitik di Madinah


Pada periode ini terbentuk sistem kenegaraan dan pemerintahan Madinah
di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw yang berlangsung 622-632 M.
Nabi Muhammad diangkat sebagai pimpinan di Madinah. Proses pengangkatan
Nabi sebagai pimpinan (kepala negara) ini berdasarkan kesepakatan yang disebut
dalam perjanjian, bukan berdasarkan wahyu. Dalam ilmu politik, proses ini
disebut “kontrak sosial‟. Pada awalnya kota Madinah Bernama Yastrib kemudian
diganti oleh Nabi Muhammad saw dengan nama Madinah yang berarti kota,
peradaban, dan tempat agama.
Pada tahun 622 M, Nabi Muhammad memperoleh dukungan moral dan
politik dari sekelompok orang arab Madinah yang menyatakan diri masuk islam.
Disamping mereka menerima islam sebagai agama, mereka juga membai‟at Nabi
yang dikenal dengan bai‟at aqabah. Pada bai‟at aqabah kedua tahun 622 M,
mereka berjanji akan melindungi Nabi sebagaimana melindungi keluarga mereka
dan akan menaati beliau sebagai pemimpin mereka. Kemudian Nabi Muhammad
menganjurkan pengikut-pengikutnya untuk hijrah ke Madinah. Adapun dasar-
dasar politik di Madinah sebagai berikut :

8
1. Membangun masjid
Langkah pertama yang dilakukan Nabi adalah membangun masjid untuk
tempat ibadah, berkumpul dan bermusyawarah dengan masyarakat Madinah.
Membangun infrastruktur negara dengan membangun masjid sebagai simbol
dan perangkat utamanya. Rasulullah saw mendirikan masjid sebagai tempat
peribadatan dan pertemuan di mana fungsi masjid sebagai tempat untuk
melaksanakan solat dan tempat untuk bermusyawarah. Ketika berada di
Quba‟, dalam perjalanan hijrahnya ke Madinah, Nabi telah merintis usaha
pertama mendirikan masjid pertama dalam sejarah, dan peristiwa hijrah
kemudian menjadi saksi pembangunan masjid sebagai lambang destinasi
politik yang berkarakter dan beradab, dengan model negara (Islam) pertama
yang menghomati harkat manusia, kebebasan, sistem hukum, dan keadilan.
Masjid pertama kali dibuat ini diberi nama masjid Nabawi.

2. Menegakkan otoritas politik dan memelihara hukum ketertiban


Selanjutnya Nabi menegakkan otoritas politik dan memelihara hukum
ketertiban di seluruh wilayah suku-suku di dalam dan di sekitar Madinah.
Kemudian, Nabi membuat berbagai perjanjian dengan kepala-kepala suku
arab dan suku-suku Yahudi di sekitar Madinah. Perjanjian yang sangat
fenomenal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah dalam
rangka pembentukan sebuah negara adalah perjanjian dengan 12 kelompok
masyarakat yang diwakili oleh tiga kelompok besar, yakni kaum muslim,
orang Arab yang belum masuk Islam, dan kaum Yahudi dari Bani Nadir dan
Bani Quraizah. Perjanjian tersebut kemudian dikenal dengan Piagam Madinah
(Mitsaq al-Madinah). Piagam yang berisi 47 pasal ini memuat peraturan-
peraturan dan hubungan antara berbagai komunitas dalam masyarakat
Madinah yang majemuk. Di antara substansi konstitusi tersebut adalah salah
satunya yaitu membangun ikatan persaudaraan timbal-balik antara kaum
Muhajir (pengungsi Mekkah) dan kaum Anshar Madinah guna mendekatkan
mereka, baik secara ekonomi maupun sosial, sehingga keduanya menjadi
komunitas sosial.

9
3. Menjalin hubungan persaudaraan
Di Madinah terdapat beberapa golongan seperti orang- orang arab islam,
masyarakat Yahudi (Bani Nadzir, Bani Quraidzah, Bani Qainuqa‟) dan orang-
orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Nabi
Muhammad saw telah mengajarkan mengenai persaudaraan antara kaum
muhajirin dan kaum anshar. Piagam Madinah mencakup urusan ibadah,
kebijakan, dan toleransi, dan melahirkan lambang kedaulatan Negara Madinah
dan kekuasaan serta kematangan pemerintahan. Urgensi piagam ini terlihat
dalam pelembagaan keadilan sebagai media politik pemerintahan Islam yang
menampilkan gabungan tersendiri dengan kaum Yahudi dan Nasrani untuk
menggerakkan usaha-usaha peningkatan kualitas hidup, memelihara warisan
agama dan memajukan kebudayaan bangsa. Semua itu bertujuan untuk
memerdekakan martabat rakyat dan memberi jaminan kebebasan bersuara dan
beragama, serta penetapan sistem kehakiman yang adil dan bebas dari
kezaliman.
Di Madinah saat itu, terdapat banyak suku Yahudi yang kuat dan
berkuasa. Mereka menjalin hubungan yang erat dan teratur dengan kaum
Quraisy, maka, perjanjian dengan kaum Yahudi sangat dibutuhkan untuk
melindungi komunitas Muslim dari berbagai kemungkinan permusuhan,
pemberontakan, atau persekongkolan mereka (YahudiQuraisy) untuk
menjatuhkan kaum Muslim. Salah satu isi perjanjiannya adalah kebebasan
beragama dan berpikir bangsa Yahudi dijamin, kehidupan dan kekayaan
mereka dilindungi oleh Negara Islam, serta berbagai bentuk tindakan kriminal
dinyatakan ilegal. Dibuatnya Konstitusi Madinah oleh Nabi tak lain hanya
untuk mengatur urusan dan jaminan hak-hak kaum Muhajir dan Anshar, serta
orang-orang Yahudi. Hal ini tidak hanya mengakui nabi sebagai Kepala
Negara, melainkan juga menyatakan bahwa Madinah merupakan Kota Suci
dengan semua kesucian yang dimiliki Kota Mekkah. Setiap orang mempunyai
kesamaan derajat, kebebasan beragama tanpa diskriminasi apapun.

10
4. Membentuk kekuatan militer untuk menghadapi ancaman
Membentuk angkatan perang untuk menghadapi ancaman invasi dari kafir
Qurasy Mekkah. Nabi Muhammad SAW membangun angkatan bersenjata
untuk menghadapi ancaman dan serangan dari luar untuk melindungi segenap
warganegara yang setia kepada Negara Madinah. Situasi Timur Tengah pada
masa itu berada dalam kekacauan dan ketidakpastian. Umat Islam sebagai
suatu komunitas menghadapi berbagai ancaman dan gangguan terutama dari
kalangan kafir Quraisy yang sangat memusuhi mereka semenjak di Makkah.
Setelah umat Islam berhijrah dan berhasil mendirikan Negara Madinah
mereka semakin geram dan seringkali mengganggu. Oleh karena itu Nabi
mempersiapkan angkatan bersenjata.

C. Piagam Madinah : Darussalam dan Darul Islam


Piagam Madinah disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke
Yatsrib yang waktu itu masih tinggi rasa kesukuannya. Oleh karena itu ada
baiknya kita mengetahui motif apa yang menjadi latar belakang hijrahnya umat
Muslim Mekkah ke Madinah yang waktu itu masih bernama Yatsrib. Hal ini
penting untuk kita mengetahui mengapa agama Islam yang lahir di Mekkah itu
justru malah kemudian dapat berkembang subur di Madinah. Dan kemudian
mendapat kedudukan yang kuat setelah adanya persetujuan Piagam Madinah.
Dakwah Nabi di Mekkah dapat dikatakan kurang berhasil. Sampai kepada
tahun kesepuluh kenabian baru sedikit orang yang menyatakan diri masuk Islam.
Bahkan ada beberapa diantaranya yang memeluk agama Islam dengan sepenuh
hati mereka. Sebelum Nabi melaksanakan hijrah, Beliau banyak mendapat
ancaman dari kafir Quraisy. Tidak hanya gangguan psikis yang Beliau alami, tapi
juga diancam secara fisik. Bahkan beberapa kali diancam untuk dibunuh. Tapi
Nabi selalu sabar dalam menghadapi gangguan-gangguan tersebut.
Dasar yang dipakai Nabi dalam menghadapi gangguan kaum kafir Quraisy
tersebut adalah surat Fushshilat ayat 34, yang berbunyi :

11
ٌّ ‫ع َد َاوة ٌ َكا َ نَّ ٗه َو ِل‬
‫ي َحمِ ْي ٌم‬ ْ ‫س ُن فَ ِا ذَا الَّ ِذ‬
َ ٗ‫ي بَ ْينَكَ َوبَ ْينَه‬ َ ‫سيِّئَةُ ۗ اِ ْدفَ ْع بِا لَّتِ ْي ه‬
َ ْ‫ِي اَح‬ َ ‫َو ََل ت َ ْست َ ِوى ْال َح‬
َّ ‫سنَة ُ َو ََل ال‬
{‫صلت‬
ّ ‫ ف‬: 34}

Artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah


kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu
dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
(QS. Fushshilat : 34).[2]

Kota Yatsrib mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Nabi. Bukan
saja karena Makkah dan Yatsrib sama-sama berada di propinsi Hijaz, tetapi juga
beberapa faktor lain yang ikut menentukan, yaitu :
1. Abdul Muthalib, kakek Nabi lahir dan dibesarkan di Madinah ini
sebelum akhirnya menetap di Makkah. Apalagi hubungan kakek
dan cucu ini sangat erat dan penuh kasih sayang. Maka hubungan
kakek nabi yang erat dengan Madinah juga membawa bekasnya
pada diri Nabi.
2. Ayah Rasulullah, Abdullah ibn Abdul Muthalib wafat dan
dimakamkan di Madinah. Nabi pernah ziarah ke sana bersama
ibundanya. Ibunda Nabi wafat dalam perjalanan pulang dari ziarah
tersebut. Dengan demikian Madinah bukan tempat yang asing bagi
Nabi. Setidak-tidaknya Nabi pernah berhubungan dengan kota atau
penduduk kota tersebut.
3. Penduduk Madinah dari suku Arab bani Nadjar punya hubungan
kekerabatan dengan Nabi. Kedatangan Nabi di Madinah disambut
layaknya kerabat yang datang dari jauh, bukan orang asing.
4. Sebagian besar penduduk kota Yatsrib punya mata pencaharian
sebagai petani, di samping itu iklim di sana lebih menyenangkan
dari pada kota Makkah. Untuk itu dapat dimaklumi bila
penduduknya lebih ramah dibandingkan penduduk kota Makkah.
5. Selain berbagai faktor di atas, juga khabar akan datangnya Rasul
akhir jaman sudah di dengar orang-orang Yatsrib dari orang-orang

12
Yahudi d Yatsrib. Mereka mengharap-harap dan menunggu-
nunggu untuk mendapat kehormatan membantu agama ini.

Demikian beberapa faktor yang dapat kami kemukakan yang membantu


diterimanya Nabi di Madinah dan mengapa Nabi memilih kota Yatsrib atau
Madinah sebagai kota tempat tujuan Hijrahya, selain itu juga merupakan petunjuk
Allah yang memberi jalan bagi terbukanya syiar agama Islam.
Ini merupakan konstitusi pertama negara Muslim. Setelah Muhammad
SAW hijrah ke Madinah, beliau memandang perlu untuk mengatur hubungan
dengan orang-orang non-Muslim, dalam hal itu beliau bertujuan menciptakan
suasana aman, dan tenteram dengan mengatur wilayah dalam satu arahan. Maka,
beliau menyusun undang-undang toleransi yang belum pernah ada di dunia yang
penuh dengan fanatisme kesukuan waktu itu.
Secara garis besar penduduk Madinah terdiri atas dua komunitas. Yaitu
mereka yang merupakan penduduk asli Madinah, mendapat julukan sahabat
Ansor, yang berarti kelompok penolong, karena telah memberikan pertolongan
besar kepada mereka yang dikenal sebagai sahabat Muhajirin yang merupakan
komunitas pendatang atau mereka yang berhijrah dari Mekah ke Madinah,
karena mengikuti Rasul Muhammad. Secara etnik atau kabilah, kelompok Ansor
terdiri atas kabilah-kabilah Bani Awf, Bani khuzraj, Bani Jusham, Bani Saidah,
Bani „Aus maupun Bani Tsa‟labah. Sebagian dari mereka ada yang telah
menyatakan memeluk agama Islam, hingga disebut sebagai kaum mukminin,
karena meyakini risalah Islam. Sebagian lainnya masih tetap memeluk agama
Yahudi maupun Nasrani. Mereka dikenal pula sebagai kaum kafir ahli kitab.
Sementara itu, kelompok Sahabat Muhajirin terdiri dari kabilah Quraisy, Baduwi
Gurun, maupun etnik Habsi dari Afrika.
Latar belakang lahirnya pakta ini adalah kondisi daerah itu sebelum
peristiwa hijrah. Sejak lama Yatsrib dicekam konflik yang berkepanjangan antar
suku. Dua suku yang paling besar, „Auz dan Khazraj, bermusuhan sejak lama dan
sering terjadi konflik berdarah. Suku-suku yang lebih kecil memilih berafiliasi
dengan salah satu diantara keduanya. Suku-suku Yahudi yang merupakan suku

13
pendatang terus menghembuskan permusuhan di antara „Auz dan Khazraj dengan
harapan dapat menangguk keuntungan materil dari konflik tersebut. Penduduk
Yatsrib meminta Muhammad SAW untuk hijrah ke Yatsrib antara lain agar beliau
dapat menciptakan perdamaian dan ketentraman di Madinah. Mereka sudah bosan
hidup di tengah-tengah konflik.
Selama beberapa minggu di Madinah, Rasul menelaah situasi kota
Madinah dengan mempelajari keadaan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya.
Beliau berusaha mencari jalan bagaimana agar penduduk asli dan kaum muhajirin
dapat hidup berdampingan dengan aman. Untuk mengatasi kesulitan yang
pertama dan kedua Nabi Muhammad membuat suatu perjanjian dengan penduduk
Madinah baik Muslimin, Yahudi ataupun musyrikin.
Dalam perjanjian itu ditetapkan tugas dan kewajiban Kaum Yahudi dan
Musyrikin Madinah terhadap Daulah Islamiyah di samping mengakui kebebasan
mereka beragama dan memiliki harta kekayaannya. Dokumen politik, ekonomi,
sosial dan militer bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Musyrikin,
maupun Yahudinya. Secara garis besar perjanjian itu memuat isi sebagai berikut:

a. Bidang ekonomi dan sosial


Keharusan orang kaya membantu dan membayar utang orang miskin,
kewajiban memelihara kehormatan jiwa dan harta bagi segenap penduduk,
mengakui kebebasan beragama dan melahirkan pendapat, menyatakan
kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah, dan tidak ada
perbedaan antara siapapun di depan pengadilan.

b. Bidang militer
Antara lain menggariskan kepemimpinan Muhammad bagi segenap
penduduk Madinah, baik Muslimin, Yahudi ataupun Musyrikin, segala urusan
berada di dalam kekuasaannya. Beliaulah yang menyelesaikan segala
perselisihan antara warga negara. Dengan demikian jadilah beliau sebagai
Qaaid Aam (panglima tertinggi) di Madinah. Keharusan bergotong royong
melawan musuh sehingga bangsa Madinah merupakan satu barisan menuju

14
tujuan. Dan tidak boleh sekali-kali kaum Musyrikin Madinah membantu
Musyrikin Makkah (Quraisy). Baik dengan jiwa ataupun harta, dan menjadi
kewajiban kaum Yahudi membantu belanja perang selama kaum Muslimin
berperang.

Oleh karena itulah, kemudian tidak lama setelah sampai di Madinah


Muhammad SAW mengumpulkan para pemimpin Madinah untuk merumuskan
suatu kesepakatan politik yang belakangan dikenal sebagai “Piagam Madinah”
Inilah dokumen politik yang diletakkan Muhammad SAW di Madinah sejak 14
abad silam. Dokumen tersebut menetapkan prinsip-prinsip konstitusi negara
modern, seperti kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, tentang
perlindungan terhadap harta dan jiwa anggota masyarakat, dan larangan orang
melakukan kejahatan. Piagam ini telah membukakan pintu baru dalam kehidupan
politik dan peradaban dunia masa itu.
Demikianlah, seluruh kota Madinah dan sekitarnya telah benar-benar jadi
terhormat bagi seluruh penduduknya. Mereka berkewajiban mempertahankan kota
ini dan mengusir setiap serangan yang datang dari luar. Mereka harus
bekerjasama antara sesama mereka guna menghormati segala hak dan kebebasan
yang sudah disepakati bersama.
Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan
piagam Madinah, menciptakan suasana baru yang menghilangkan atau
memperkecil pertentangan antar suku. Kebebasan beragama juga telah
mendapatkan jaminan bagi semua golongan. Yang lebih ditekankan adalah
kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan
sosial politik di dalam mewujudkan pertahanan dan perdamaian.

Piagam Madinah ternyata mampu mengubah eksistensi orang-orang


mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan manusia menjadi masyarakat
politik, yaitu suatu masyarakat yang memiliki kedaulatan dan otoritas politik
dalam wilayah Madinah sebagai tempat mereka hidup bersama, bekerjasama

15
dalam kebaikan atas dasar kesadaran sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan
penguasaan masyarakat lain dan mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri.
Muhammad Jad Maula Bey, dalam bukunya “Muhammad al-Matsalul
Kamil” menyimpulkan, bahwa di dalam waktu yang relatif pendek tersebut Nabi
telah sukses menciptakan tiga pekerjaan besar, yaitu:
a. Membentuk suatu umat yang menjadi umat yang terbaik
b. Mendirikan suatu “negara” yang bernama Negara Islam; dan
c. Mengajarkan suatu agama, yaitu agama Islam.

Dengan demikian, Piagam Madinah ini merupakan kontrak politik


pertama. Dalam piagam tersebut Nabi berhasil menempatkan dua kelompok „Aus
dan Khazraj dalam satu nota kesepakatan untuk hidup berdampingan secara damai
dan membangun hubungan ekonomi yang sehat. Suku-suku Madinah dan kaum
Yahudi pun dirangkul tanpa ada yang tertinggal. Tidak dibenarkan menyulut api
permusuhan di antara seluruh peserta nota kesepakatan tersebut. Sebaliknya,
mereka harus hidup dalam semangat solidaritas dan kerja sama yang kuat untuk
menghadapi setiap ancaman dari luar, serta berjanji untuk merapatkan barisan
pertahanan.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat diketahui bahwa hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah berawal
dari rasa ketidakamanan kaum muslim dari adanya ancaman dan atau tindasan
kamum Quraisy. Adapun hijrahnya Rasulullah SAW ini mampu membawa
pengaruh yang sangat signifikan. Yang mana Islam mampu mulai berkembang
dengan fondasi peradapan yang diatur oleh Rasulullah SAW.
Pada bai‟at aqabah kedua tahun 622 M, mereka berjanji akan melindungi
Nabi sebagaimana melindungi keluarga mereka dan akan menaati beliau sebagai
pemimpin mereka. Kemudian Nabi Muhammad menganjurkan pengikut-
pengikutnya untuk hijrah ke Madinah. Adapun dasar-dasar politik di Madinah
antara lain ; membangun masjid,. menegakkan otoritas politik dan memelihara
hukum ketertiban, menjalin hubungan persaudaraan, 4. Membentuk kekuatan
militer untuk menghadapi ancaman
Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan
piagam Madinah, menciptakan suasana baru yang menghilangkan atau
memperkecil pertentangan antar suku. Kebebasan beragama juga telah
mendapatkan jaminan bagi semua golongan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Ummu Salamah, 2017. Peradapan Islam Madinah (Refleksi terhadap Primodialisme
Suku Auz dan Khazraj. Journal kalimah. 15 (2) :191-204

Ali, U. S. 2017. Peradaban Islam Madinah (Refleksi terhadap Primordialisme Suku Auz
dan Khazraj). Kalimah: Jurnal Studi Agama Dan Pemikiran Islam, 15(2), 191-
204.

Fajar, F. 2019. PRAKSIS POLITIK NABI MUHAMMAD SAW (Sebuah Tinjaun Teori
Politik Modern Dan Ketatanegaraan). Al-Adalah: Jurnal Hukum Dan Politik
Islam, 4(1), 82-98.

H. Darsono. 2010. Sejarah Kebudayaan Islam. PT.Tiga Serangkai, Solo.

Hakim, Abdul, 2016. Motivasi Hirahnya Rasulullah Muhammad SAW dari Makkah ke
Madinah. Wahana Inovasi. 5 (2) : 428-437

Kulle, Haris, 2015. Hijrah dalam Al-Qur’an. Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar Keislaman. 3 (01)
: 175-188

Yamin, M. 2017. Peradaban Islam Pada Masa Nabi Muhammad Saw. Ihya al-Arabiyah:
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Arab, 3(1).

Zaman, Q. 2017. NEGARA MADINAH (Sebuah Prototype Ketatanegaraan Modern). IN


RIGHT: Jurnal Agama Dan Hak Azazi Manusia, 2(1).

18

Anda mungkin juga menyukai